T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kekerasan Simbolik dalam Iklan Televisi: Studi Semiotika Pesan Iklan Politik Partai Golkar dan Partai Nasdem dalam Pemilu DPR 2014 T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Televisi menjadi media massa yang memiliki pengaruh sangat kuat bagi
khalayak. Menurut Gerbner, televisi dianggap sebagai sumber informasi yang
terpercaya dan mampu menjangkau semua lapisan masyarakat yang
heterogen. Maka dari itu setiap gambaran atau citra yang ditayangkan oleh
televisi akan diyakini oleh penontonnya, apabila sebuah stasiun televisi
dimiliki oleh seseorang yang mempunyai kepentingan politik maka konten
dari tayangannya sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kepentingan si
pemilik, sedangkan informasi mengenai kondisi dan ideologi di masyarakat
dapat mendorong terjadinya sebuah perubahan. Melihat betapa besarnya
kekuasaan media televisi ini sangat mengkhawatirkan jika sang pemilik
media mempunyai kepentingan politik, karena televisi dapat dijadikannya
sebagai alat propaganda untuk mengarahkan pikiran penontonnya sehingga
mengikuti keinginan si pemilik kepentingan politik (Paul Lazarsfeld dan
Robert Merton dalam Littlejohn,1996). Rakyat memang mempunyai hak
untuk mendapatkan informasi yang benar, dan dari informasi yang didapat
rakyat dapat menyatakan pendapat, sehingga keadaan rakyat bukanlah hanya

sebagai penonton yang sekedar menerima dan mengetahui sebuah informasi.
Tentu saja hal tersebut disertai dengan pendidikan dan wawasan yang cukup
sehingga media dan masyarakat sama sama memiliki tanggung jawab dalam
menjalankan demokrasi (Sirikit Syah,2014, hal 5-6).
Televisi memang memiliki fungsi positif yang berguna sebagai sumber
informasi, namun juga ada fungsi negatif yang dapat mempengaruhi tatanan
sosial, ekonomi, dan politik. Iklan politik yang muncul di televisi dapat
mempengaruhi tatanan sosial, ekonomi, dan politik. Seperti yang telah
diungkapkan diatas, bahwa stasiun televisi yang ditunggangi oleh kelompok
tertentu dengan memiliki kepentingan tertentu dapat memproganda
masyarakat dengan tayangan-tayangan di televisi. Secara tidak langsung

1

khlayak yang menonton televisi khususnya iklan politik dapat menjadi
terpropaganda terhadap tayangan tersebut.
Seringkali iklan kampanye politik menayangkan gambaran - gambaran
mengenai kondisi bangsa ini, namun yang ditunjukan adalah kondisi yang
mungkin bukan yang sebenarnya. Parpol menyoroti dari sisi - sisi keadaan
negeri yang kurang baik untuk meyakinkan rakyat bahwa pemerintahan yang

sedang berlangsung telah gagal. Hal seperti ini menjadikan televisi adalah
media massa yang memberikan realitas kedua bahkan menipu penontonnya,
karena telah memberikan gambaran yang menipu demi kepentingan suatu
kelompok tertentu (Van Den Haag, 1968 dalam Rakhmat; 2007). Iklan
televisi yang memuat konten - konten menipu tersebut mampu mengubah
persepsi penontonnya (Gerbner dkk, 1972 dalam tankard;2005). Hal ini
sangatlah berbahaya dan dapat menimbulkan efek negatif bagi tatanan sosialpolitik di Indonesia.
Media televisi sebenarnya sangat diharapkan dapat menjadi pilar
Negara yang mendukung pembangunan dan perubahan yang baik bagi
Indonesia. Apalagi sekarang ini media televisi sangat memperoleh
kebebasan, seharusnya kebebasan ini digunakan untuk mendukung kemajuan
Bangsa Indonesia dan bukan untuk memenuhi kepentingan suatu kelompok
tertentu. Saat ini hampir semua stasiun televisi di Indonesia dimiliki oleh
orang orang yang memiliki kepentingan politik. Dan menggunakan
televisinya untuk mendukung dalam bentuk iklan kampanye politik. Bisa
dibayangkan ketika seluruh masyarakat bergantung pada televisi sebagai
sumber informasi dan mempercayainya, namun yang mereka lihat dan dengar
adalah informasi semu yang dikupas hanya pada satu sisi yang dapat
menguntungkan bagi kepentingan si pemilik stasiun televisi. Bukankah hal
seperti ini akan mengaburkan pikiran penonton, apalagi jika yang melakukan

hal ini hampir disetiap stasiun televisi dan dengan kepentingannya masing
masing.
Peran dan fungsi televisi dalam demokrasi adalah untuk menyalurkan
aspirasi rakyat, meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat, maka
televisi seharusnya bebas dari segala persekutuan dengan golongan dan
2

kelompok tertentu. Televisi haruslah lepas dari tekanan pihak manapun
termasuk pemerintahan, individu, maupun pemasang iklan (Unde,2014;110).
Namun perlu kita ingat bahwa media berdiri karena adanya ideologi yang
mendasarinya. Ideologi media ini tentunya juga menjadi pedoman media
tersebut dalam menjalankan berbagai programnya. Partai politik yang sedang
beraksi dalam kampanye tentu tidak luput melihat ideologi-ideologi ini untuk
disisipkan dalam visi mereka. Melihat hal tersebut, maka tidak heran jika ada
media dan partai politik tertentu yang bekerjasama atas dasar kesamaan
ideologi atau kepentingan itu sendiri dan ketika menjelang PEMILU
berlangsung mereka menggunakan kekuatan media mereka untuk melakukan
iklan politik. Beberapa diantaranya adalah Partai Golongan Karya
(GOLKAR) dan Partai Nasional Demokrat (NASDEM).
Penulis mengambil 2 objek kajian penelitian iklan politik yaitu Partai

Golkar dan Partai Nasional (NASDEM). Partai Golkar sendiri sebenarnya
sudah lahir sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno, dan awalnya disebut
sebagai sekber Golkar. Kemudian pada akhir masa pemerintahan Soekarno
sekber Golkar diubah menjadi “Golkar” dan di ikutkan dalam PEMILU,
bertujuan untuk menandingi pengaruh partai Komunis Indonesia. Pada masa
orde baru, Presiden Soeharto membuat kebijakan-kebijakan monoloyalitas
PNS dan sebagainya agar mereka wajib memilih Golkar, dengan demikian
Golkar sangat terjamin kemenangannya. Setelah masa orde baru digulingkan
dan berubah menjadi masa reformasi maka Golkar baru bertransformasi
menjadi sebuah partai. Untuk pertama kalinya partai Golkar mengikuti
Pemilu tanpa ada bantuan dari kebijakan kebijakan yang sifatnya
memonopoli suara. Partai Golkar masih terus eksis diranah politik Indonesia
dan pada tahun 2009 lalu Partai Golkar memilih Aburizal Bakrie (pemilik
stasiun TV ANTV) sebagai ketua umum dan kembali mengikuti Pemilu pada
periode 2014 lalu.
Selain partai Golkar, terdapat pula partai yang baru saja dibentuk pada
tanggal 26 juli 2011, dan dipelopori oleh Surya Paloh pemilik stasiun TV
MetroTv sekaligus pendiri organisasi masyarakat yang juga bernama
Nasional Demokrat. Karena adanya kesamaan nama ini membuat partai
3


Nasdem pernah dipertanyakan keberadaannya apakah sebagai Ormas atau
Partai. Namun hal itu segera berlalu dan akhirnya pada Pemilu periode 2014
yang lalu partai ini menjadi peserta pertama yang terdaftar dalam Pemilu
periode 2014.
Kedua partai tersebut sama-sama memiliki kekuatan media televisi, dan
menggunakan kekuatan tersebut untuk beriklan politik pada saat menjelang
pemilu 2014 lalu. Untuk melakukan iklan politik sebenarnya ada regulasi
regulasi yang mengaturnya, baik dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Penyelenggaraan Umum
(KPU). Untuk mengawasi berlangsungnya proses kampanye periode 2014
lalu, ketiga instansi ini sepakat menegaskan larangan kampanye Pemilu
sebelum waktunya. Dalam larangan itu menegaskan bahwa ketiga instansi
diatas memiliki wewenang dalam penyelenggaraan dan pengawasan pemilu
termasuk dalam aspek penyiaran. Menurut UU Pemilu pasal 101, no 8 tahun
2012 terkait kegiatan pemilu melalui dan oleh media penyiaran, KPU
mempunyai wewenang untuk membuat ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye. KPU juga sudah memberikan
pedoman penyelenggaraan kampanye. Sesuai dengan uu nomor 32 tahun
2002, semua media harus berlaku adil pada semua parpol tidak boleh hanya

memihak pada salah satu parpol saja, dan hanya boleh berkampanye selama
21 hari sebelum masa tenang.
Iklan politik sendiri berarti aktifitas untuk mempromosikan individu
maupun partai mereka, dan pesan dari iklan tersebut bermuatan politik,
contohnya berisi logo, visi misi, gambar tokoh, dan semua itu bersifat
mengajak, mempengaruhi penontonnya. Menurut (Franklyn Haiman 1958
dalam Kaid Lynda Lee & Johnston Anne 2001) komunikasi seharusnya
menjadikan manusia dapat mengambil keputusan dan berpikir dengan logis,
dan punya sudut pandang yang jernih. Apabila calon pemilih sudah dibayangi
dengan citra-citra tertentu dari melihat iklan politik di televisi, maka
penonton tidak akan bisa memilih dengan kesadaran total, melainkan sudah
dengan pemikiran yang dipropaganda. Partai yang beriklan seringkali
membubuhkan kekerasan simbolik didalam kampanyenya, baik itu secara
4

disengaja maupun tidak disengaja. Kekerasan simbolik merupakan kekerasan
yang lemah lembut, tidak nampak sebagai kekerasan dan tidak diakui sebagai
kekerasan. Dalam iklan politik, kekerasan simbolik tersirat dalam bentuk
kepedulian partai terhadap rakyat kecil misalnya.(Fitri 2008).
Parpol yang beriklan biasanya menggunakan pendekatan emotical

Branding, yang artinya mengambil simpatik rakyat dengan menunjukan
bahwa parpol tersebut sungguh mengerti isi hati rakyat dan peduli terhadap
rakyat. Hal ini membuat rakyat kehilangan kepekaan terhadap kekerasan
simbolik. Padahal iklan politik yang berisi empati simpati kepada rakyat kecil
adalah sebuah hal yang tidak etis dilakukan, karena kebaikan yang mereka
pertontonkan memiliki motif untuk mempopulerkan partainya. (Fitri, 2008)
Menurut Mulyana, 2007:14, Ketika parpol beriklan tujuan sebenarnya
bukan hanya sekedar ingin populer namun populer dengan citra tertentu.
Misalnya partai Nasdem yang ingin membawa perubahan bagi pemerintahan
bangsa Indonesia. Partai Golkar yang ingin meyakinkan rakyat bahwa partai
Golkar seirama dengan suara rakyat.
Penelitian bentuk kekerasan simbolik yang tersirat dalam iklan politik
partai Golkar dan partai Nasdem selama periode pemilu 2014 masih layak
untuk diteliti, karena melihat kenyataan yang ada sekarang ini bahwa sudah
bukan rahasia lagi jika stasiun televisi digunakan sebagai alat dalam
pertandingan politik. Hampir seluruh stasiun televisi di Indonesia memiliki
kepentingan politik, sehingga dengan mudahnya menayangkan iklan politik
yang condong pada salah satu kubu saja. Kemudian alasan yang kedua adalah
sudah diketahui dan disadari oleh masyarakat umum bahwa kalangan politisi
Indonesia sudah melupakan arti demokrasi yang sebenarnya. Sebenarnya

demokrasi adalah alat untuk mencapai sebuah tujuan, namun sekarang orang
orang justru terfokus pada prosesnya bukan tujuannya. Para politisi sibuk
mempertahankan dan menambah kekuasaan, dan malah kurang mengemban
tugasnya dengan baik. Mereka sibuk saling menjegal, dan saling mencari
kelemahan pemerintahan yang telah terbentuk, yang tujuannya agar dapat
menggantikan pemerintahan yang telah terbentuk. (Sirikit Syah, 2014, hlm
75-78). Sistem pemerintahan yang tidak solid tersebut justru membuat rakyat
5

kecil yang menjadi korban. Hidup rakyat kecil semakin menderita, namun
kondisi ini dimanfaatkan oleh para politisi sebagai dalih untuk meraih
kekuasaan mereka sendiri.

1.2.

Rumusan Masalah
Bagaimana bentuk kekerasan simbolik yang digunakan Partai Nasional
Demokrat (Nasdem) dan Golongan Karya (Golkar) dalam iklan politik pada
PEMILU DPR periode 2014?


1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bentuk kekerasan
simbolik yang terdapat dalam iklan politik Partai Golkar dan Partai Nasdem.

1.4.

Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Adanya penelitian ini penulis berharap dapat mengaplikasikan
teori ilmu komunikasi yang selama ini telah dipelajari selama
perkuliahan.

Dan

dapat

menggunakannya


untuk

menganalisa

fenomena yang saat ini nyata dihadapi oleh rakyat dan Bangsa
Indonesia. Sehingga dapat menyumbangkan hasil yang berguna bagi
pengembangan ilmu komunikasi yang selanjutnya, dan juga bagi
Bangsa dan Negara Indonesia.
1.4.2. Manfaat Praktis
Membuka wawasan masyarakat Indonesia agar mengetahui pesan
tersirat dari setiap terpaan iklan politik, sehingga masyarakat dapat
mengikuti proses demokrasi dengan tidak terpropaganda oleh suatu
partai saja. Karena masyarakat dapat menilai, memilah, dan memilih
dengan sudut pandang yang jernih.
1.5. Definisi Konseptual
Televisi merupakan sebuah media informasi elektronik yang dimana
penyampaian pesannya berupa audio visual.Secara garis besar televisi

6


memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan fungsinya sebagai
media informasi, pendidikan,hiburan serta kontrol dan perekat sosial.
Iklan di televisipun memiliki berbagai macam variasi, salah satunya
adalah iklan politik partai pada saat menjelang PEMILU. Salah satunya yang
terjadi pada partai Golkar dan partai Nasdem. Kedua partai ini memliki peran
yang sangat penting saat menjadi kandidat PEMILU, sehingga kedua partai
tersebut berlomba-lomba untuk menyuguhkan iklan politik yang bervariasi.
Partai Golkar merupakan partai tertua yang berada di Indonesia dan memiliki
ketua umum Abdurizal Bakri yang salah satunya pemilik stasiun televisi
ANTV, sedangkan Partai NASDEM merupakan salah satu partai yang
didirikan oleh Surya Paloh yang merupakan salah satu pendiri stasiun televisi
di Indonesia yaitu Metro TV.
Sehingga dengan adanya kedua partai tersebut dapat

menjelaskan,

menggambarkan bentuk kekerasan simbolik yang terdapat dalam iklan politik
partai Golkar dan partai Nasdem baik secara tersirat maupun tersurat.

1.6.

Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada tayangan iklan politik Partai Golkar dan
Partai Nasdem periode 2014 yang ditayangkan pada stasiun televisi ANTV
dan Metro TV.

7

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25