Retribusi Izin Sarang Burung Walet di Kabupaten Serdang Bedagai (Kajian Terhadap Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2008)

BAB II
FOKUS UTAMA DALAM PENGATURAN RETRIBUSI IZIN SARANG
BURUNG WALET BERDASARKAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NO. 33 TAHUN 2008

A.

Tata Ruang Kota/Kabupaten Dan Pembangunan Yang Berkelanjutan
Tata Kota dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang

dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional
disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
(RTRWK). 16)
Namun, karena tidak adanya kepedulian pengusaha terhadap keindahan
lingkungan masyarakat, menyebabkan pembangunan dan tata kota di Kabupaten
Serdang Bedagai menjadi kurang maksimal dan pengelolaannya terkesan tidak
tertata. Karena mengurangi keindahan, keamanan, dan kelestarian lingkungan
hidup. Tata kota dan keindahan kota semakin terganggu selama pembangunan
rumah walet yang semakin bertambah. Dimana perencanaan tata kota semakin

tidak teratur sehingga tataruang di perkotaan menjadi kurang efektif dan efisien.
Upaya pelaksanaan perencanaan penataan ruang yang bijaksana adalah
kunci dalam pelaksanaan tata ruang agar tidak merusak lingkungan hidup, dalam
konteks penguasaan negara atas dasar sumber daya alam, melekat di dalam
kewajiban negara untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan lingkungan

16

http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_ruang

Universitas Sumatera Utara

hidup secara utuh. 17 Artinya, aktivitas pembangunan yang dihasilkan dari
perencanaan tata ruang pada umumnya bernuansa pemanfaatan sumber daya alam
tanpa merusak lingkungan.
Pada negara hukum dewasa ini, suatu rencana tidak dapat dihilangkan dari
hukum administrasi. Rencana dapat dijumpai

pada berbagai bidang kegiatan


pemerintahan, misalnya dalam pengaturan tata ruang. Rencana merupakan
keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang
mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib (teratur). 18 Rencana
yang demikian itu dapat dihubungkan dengan stelsel perizinan (misalkan suatu
perizinan pembangunan akan ditolak oleh karena tidak sesuai dengan rencana
peruntukan). 19
Secara umum pembangunan kota berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan kota yang mengedepankan adanya keseimbangan antara aspek ekonomi,
sosial-budaya dan lingkungan hidup. Keseimbangan ini penting untuk menjamin
adanya keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia, tanpa
mengurangi peluang generasi yang akan datang untuk menikmati kondisi yang
sama.
Konsep pembangunan berkelanjutan untuk pertama kali dituangkan dalam
kebijaksanaan nasional melalui Keppres No. 13 Tahun 1989 tentang Rencana
Pembangunan Lima Tahun dan TAP MPR Nomor II/MPR/1993 tentang Garis

17

Emil Salim, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Jakarta, 1993, LP3ES, hlm. 32
Ibid, hlm. 7
19

Tisnaamidjaja D.A dan Asep Warlan Yusuf, Pranata Pembangunan, 1997, Bandung,
Universitas Parahyangan, hlm. 58
18

Universitas Sumatera Utara

Besar Haluan Negara. Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses
pelaksanaan pembangunan, disatu pihak menghadapi permasalahan jumlah
penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang kurang. 20 Untuk itu upaya
pemerintah kabupaten/kota dalam menerbitkan suatu kebijakan dalam pengelolaan
dan pengawasan lingkungan hidup adalah dengan menerbitkan berbagai macam
perda yang didalamnya juga mengatur mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW). 21
RTRW merupakan rencana tata ruang yang bersifat umum yang berisi
tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah, rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah baik tingkat nasional
(RTRWN), provinsi (RTRWP) maupun RTRW kab/kota.


22

Tujuan RTRW

merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang pada
aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Dan yang terpenting adalah,
RTRW menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi pengarahan pemanfaatan
ruang. Adapun fungsi dari RTRW itu sendiri diantaranya:
1. Acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
20

Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik, Hukum Tata Ruang dan Konsep Kebijakan Otonoi
daerah, 2008, Bandung, Nuansa, hlm. 9
21
Aca Sugandhy, Prinsip Dasar Dan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Berwawasan Lingkungan, Jakarta, 2007, Bumi Aksara, hlm. 19
22

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
Erlangga University Press, Surabaya, 1996, hlm. 5

Universitas Sumatera Utara

2. Acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah
3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah
4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah yang dilakukan pemerintah,
masyarakat, dan swasta
5. Pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah
6. Dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan
wilayah yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan
7. Acuan dalam administrasi pertanahan. 23
Awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan disebabkan oleh
perhatian yang besar kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak
bisa diperbaharui, karena di sisi lain eksploitasi terhadapnya dilakukan secara
terus menerus. Semua ini agar tidak mengurangi dan mengorbankan kebutuhan
generasi yang akan datang. 24
Pembangunan berkelanjutan bermula dari permasalahan lingkungan yang

diangkat Komisi Brundtland (Word Commision on Environmental and
Development) dalam konfrensi Stockholm (1972), mengenai pentingnya pembangunan yang memperhatikan faktor lingkungan. Emil Salim mengatakan bahwa
saat ini, hampir semua negara mengimple-mentasikan pola pembangunan
konvensional yang mengikuti satu garis linier paham ekonomi yang terfokus pada
pertumbuhan output sebagai fungsi faktor produksi, yang terdiri atas sumberdaya
alam, tenaga kerja, modal, keteram-pilan dan teknologi. 25
Pembangunan konvensional telah berhasil meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, tetapi gagal dalam aspek sosial dan lingkungan. Hal ini terjadi karena
pembangunan konvensional meletakkan pembangunan ekonomi pada pusat
23

Ibid, hlm. 6
M. Rozikin, Analisis Pembangunan Berkelanjutan Di Kota Batu, Journal Review
Politik Vol.2 No.2, Universitas Brawijaya Malang, hlm 222
25
Iwan J Aziz dkk, Pembangunan Berkelanjutan Peran dan Kontribusi, Jakarta, 2010,
PT. Gramedia, hlm. 29
24

Universitas Sumatera Utara


persoalan pertumbuhan dan menempatkan faktor sosial dan lingkungan pada
posisi yang kurang penting. 26 Model pembangunan konvensional tidak dapat
diterima lagi, karena menyebabkan ketimpangan yang lebih besar pada distribusi
pendapatan antar negara maupun didalam negara.
Terdapat tiga domain dalam pembangunan berkelanjutan yaitu: domain
ekonomi, domain sosial, dan domain ekologi. Himpunan bagian yang saling
beririsan antara domain tersebut menghasilkan tiga paradigma pembangunan,
yaitu :
1. Pembangunan sosial (sosial development)
2. Pembangunan
berwa-wasan
lingkungan
(environmental
development)
3. Pembangunan yang berpusatkan pada rakyat (people centered
develop-ment). Integrasi antara ketiga bagian disebut paradigma
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) 27
Konsep pembangunan berkelanjutan dilahirkan oleh bangkitnya kesadaran
bahwa pembangunan ekonomi telah melampaui daya dukung lingkungan, alam,

sehingga keberlanjutan upaya membangun kesejahteraan bahkan kelangsungan
kehidupan umat manusia di atas bumi ini dipertanyakan 28 konsep keberlanjutan
merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian
keberlanjutanpun sangat multidimensi dan multi-interpretasi. 29

26

M. Rozikin, Op. Cit, hlm. 223
Harry Hikmah, Makalah: Analisis Dampak Lingkungan Sosial: Strategi Menuju
Pembangunan Berpusat Pada Rakyat (People Centered Development), Jakarta, 2003, Pascasarjana
Manajemen Pembangunan Sosial, Universitas Indonesia Jakarta, hlm. 3
28
Ginndjar Kartasasmita, Makalah: Revitalisasi Administrasi Publik dalam Mewujudkan
Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta, 2007, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara Press, hlm.
42
29
Iwan J Aziz dkk, Pembangunan Berkelanjutan Peran dan Kontribusi, Op.Cit, hlm. 31
27

Universitas Sumatera Utara


Dalam pembangunan yang berkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan
yang perlu diperhatikan sebagai berikut : 30
1. Keberlanjutan Ekologis
Keberlanjutan ekologis mengacu pada pemeliharaan tatanan lingkungan
hidup di bumi agar dapat terus terjaga kelestariannya. Tiga aspek yang harus
diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan yaitu; daya dukung,
daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan.
Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan hal penting
untuk keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat dilaksanakan melalui: pencegahan
pencemaran lingkungan, rehabilitasi, dan pemulihan ekosistem dan sumberdaya
alam yang rusak, meningkatkan kapasitas produksi dari ekosistem alam dan
binaan manusia.
2. Keberlanjutan Ekonomi
Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan ekonomi secara
berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan
nasional. Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi
ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinam-bungan, dan meningkatkan
pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut di atas dapat dicapai melalui
kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi

sektor publik, mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi
kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk pengembangan
sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset.
30

S.T. Djajadiningrat, Sustainable Future : Menggagas Warisan Peradaban bagi Anak
Cucu, Jakarta, 2008, Center for Sustainable Development, hlm. 67

Universitas Sumatera Utara

3. Keberlanjutan Sosial Budaya
Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:
a. Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan
komitmen politik yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat,
memperkuat peranan dan status wanita, me-ningkatkan kualitas,
efektivitas dan lingkungan keluarga.
b. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi
kemiskinan dan mengurangi kemiskinan absolut. Keber-lanjutan
pembangunan tidak mungkin tercapai bila terjadi kesenjangan pada
distribusi kemakmuran atau adanya kelas sosial. Halangan terhadap

keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar manu-sia. Kelas sosial yang dihilangkan dimungkinkannya untuk
mendapat akses pendidikan yang merata, peme-rataan pemulihan lahan
dan peningkatan peran wanita.
c. Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan meng-akui
dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan
dengan memahami dan menggunakan pengetahuan tradisional demi
manfaat

masyarakat

dan

pembangunan

ekonomi.

Mendorong

pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
4. Keberlanjutan Politik
Keberlanjutan politik diarahkan pada respek pada human right, kebebasan
individu dan sosial untuk ber-partisipasi dibidang ekonomi, sosial dan politik,
demokrasi yang dilaksanakan perlu memperhatikan proses demokrasi yang

Universitas Sumatera Utara

transparan dan bertanggungjawab, kepastian kesedian pangan, air, dan
pemukiman.
5. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Keberlanjutan

pertahanan

dan

keamanan

yaitu

bagai-mana

cara

menghadapi dan mengatasi ancaman dari luar maupun dalam yang dapat
membahayakan identitas, integritas negara dan bangsa
Penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah
merupakan upaya pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan berupa peraturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap penataan ruang. Dalam
melakukan upaya tersebut, pemerintah daerah harus berpedoman terhadap
asasasas umum pemerintah yang baik. Menurut Koentjoro Purbopranoto dan SF.
Marbun, asas - asas umum pemerintahan yang baik terdiri dari:

31

1. Asas kepastian hukum;
2.

Asas keseimbangan;

3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan;
4.

Asas bertindak cermat;

5. Asas motivasi untuk setiap keputusan;
6. Asas tidak mencampuradukan kewenangan;
7. Asas permainan yang layak;
8. Asas keadilan dan kewajaran;
9. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar;
10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal;
31

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, 2011, PT. Raja Grafindo Persada,

hlm. 244

Universitas Sumatera Utara

11. Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi;
12. Asas kebijaksanaan; dan
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum.
Ketigabelas asas diatas menjadi pedoman pemerintah daerah dalam
mengeluarkan kebijakan, khususnya dalam bidang penataan ruang. Karena
penataan ruang merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan perhatian.
Namun, selama ini penataan ruang belum menjadi prioritas dari program program pemerintah daerah.
Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
melalui Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
didalam bidang otonomi, bukan berarti pemerintah daerah hanya dapat
mengeksploitasi sumber daya alam yang ada. Tetapi juga pemerintah daerah
berkewajiban pula melakukan perawatan dan perlindungan lingkungan dengan
menatanya agar sesuai dengan peruntukan dan potensi disetiap masing - masing
daerah. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang sesuai dengan pasal 11 Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, meliputi:
1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis
kabupaten/kota;
2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota;dan
kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.
Sedangkan dalam pelaksanaannya, daerah kabupaten/kota memiliki
wewenang yang meliputi:
1. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;

Universitas Sumatera Utara

2. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota;
3. Pengendalan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Aturan
diatas merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh
pemerintah darah secara konkrit sesuai kewenangan yang dimiliki.
Dalam setiap Peraturan Daerah seharusnya didalamnya juga mengatur
mengenai pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Tidak
hanya PERDA di bidang lingkungan , sehingga tidak semata-mata membuat suatu
peraturan tanpa memperdulikan keberlanjutan fungsi lingkungan.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bdagai Nomor 33 Tahun
2008 Tentang Retribusi Izin Sarang Burung Walet, didalamnya masih tidak
memikirkan mengenai pembangunan yang berwawasan lingkungan. Hal ini
terlihat dari pasal demi pasal dalam PERDA Kabupaten Serdang Bedagai Nomor
33 Tahun 2008 yang tidak mengatur mengenai tata cara dan tata lokasi bagaimana
seharusnya penangkaran sarang burung walet itu dibangun.
Tidak diperhatikannya tata cara dan tata wilayah dari penangkaran sarang
burung walet amat sangat mengganggu lingkungan dan kenyamanan masyarakat
sekitar, karena memberikan dampak negatif diantaranya menimbulkan polusi
udara dan terganggunya jam istirahat warga karena suara musik yang diputar
ditempat-tempat penangkaran walet tersebut. Selain itu, bisa juga merusak tatanan
kota dan kesehatan lingkungan dengan perkembangan bibit penyakit dari sarang
burung walet tersebut. 32 Usaha penangkaran sarang burung walet ini sangat
meresahkan keberadaannya, apalagi jika letaknya di tengah Kota dikarenakan
bunyinya dari kaset rekaman burung walet yang cukup keras terdengar hingga ke
32

Rio Mardian Saputra, Pengawasan Terhadap Penangkaran Sarang Burung Walet Di
Kota Pekanbaru Tahun 2010-2013 JOM. FISIP Vol. 2 No.1Februari 2015, Pekanbaru, 2015,
Universitas Riau, hlm. 4

Universitas Sumatera Utara

pemukiman. Kebanyakan usaha sarang burung walet ini dibuat diatas Rumah
Toko ( Ruko) yang memang dibangun di khususkan untuk membuat sarang walet.
Selain itu penangkaran yang letaknya berdekatan dengan pemukiman akan
menjadi sarang bakteri dan virus. 33
Sejalan dengan Kabupaten Serdang Bedagai ada beberapa kabupaten/kota
yang juga memiliki Peraturan Daerah yang mengatur mengenai sarang burung
walet, tetapi tidak meperhatikan dampak lingkunagnnya. Salah satunya adalah
Kota Medan yang didalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pajak sarang Burung Walet tidak ada mengatur mengenai tata cara
pembangunan dan tata wilayah penangkaran (usaha) sarang burung walet. Isi
pasal demi pasal dari PERDA Kota Medan Nomor 12 Tahun 2011 hanya
mengatur mengenai pajak dan sanksi saja tanpa memperhatikan aspek penting
lainnya.
Selain Kabupaten Serdang bedagai dan Kota Medan, ada juga Peraturan
Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Pajak Sarang Burugn
Walet yang juga tidak memeprhatikan mengenai dampak lingkungan, tata ruang
dan tata wilayah. Isi dari PERDA Kabupaten Ngawi ini juga hampir sama persis
dengan isi dari PERDA Kota Medan, yang didalamnya hanya mengatur mengenai
pajak dan sanksi untuk para pengusaha sarang burung walet yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagai wajib pajak.
Berbeda dengan Peraturan Daerah Kota Palangkaraya Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Izin Usaha Sarang Burung Walet, dimana didalamnya mengatur
33

Rieza Eka Fadjar Purnama, Implementasi Peraturan Daerah Tentang Perizinan
Pengelolaan Dan Pengusahaan Sarang Burung Walet di Kota Bontang, e-Journal Administrasi
Negara Vol. 1 No. 1 2013, hlm. 261

Universitas Sumatera Utara

mengenai lokasi usaha sarang burung walet yang dapat diberikan izin dan lokasi
usaha burung walet yang dilarang diberikan izin dengan jelas dan terperinci.
Pengaturan mengenai lokasi sarang burung walet yang dilarag diberi izin terdapat
di dalam BAB IV Pasal 4 ayat (1) yaitu :
1)

Setiap

orang

atau

Badan

tidak

diberikan

izin/dilarang

mebangun/berusaha sarang Burung Walet dilua habitat alami pada lokasi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Dekat dengan Sarana Ibadah;
Dekat dengan sarana pendidikan;
Dekat dengan sarana kesehatan;
Dekat dengan sarana perkantoran;
Dekat dengan jalan protokol;
Dekat dengan rumah dinas jabatan pejabat publik;
Disekitar area bandara

B.
Kewajiban Orang/Badan Pengelolaan, Pengusahaan Dan
Pemanfaatan Sarang Burung Walet
Kebijakan daerah dalam memungut retribusi harus melihat kemampuan
masyarakat dan aspek keadilan. Dalam jangka panjang, sebaiknya bisa
menunjukan adanya kewenangan penuh oleh pemerintah daerah sehingga dapat
memberikan insentif pajak dan retribusi daerah, mengupayakannya menjadi
daerah yang dimintati oleh pelaku bisnis untu menanampak investasinya.
Berdasarkan hukumnya setiap warga negara pasti memiliki hak dan
kewajiban yang sama, sudah pasti setiap warga Negara wajib senantiasa menaati
serta menjalankan semua peraturan perundang-undangan yang teah dibuat oleh
pemerintah, salah satunya yaitu peraturan yang mewajibkan bagi semua warga
Negara untuk membayar pajak dan/atau retribusi kepada Negara untuk terciptanya
suatu Negara yang maju.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian retribusi itu sendiri menurut para sarjana yaitu salah satunya
adalah menururt Marihot Pahala Siahaan bahwa “Retribusi daerah atau yang
selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada
negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negarabagi penduduk
secara perorangah.” 34
Selain itu, menurut Mahmudi bahwa : “Retribusi daerah menurpakan
pungutan yang dilakukan pemerintah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan
suatu jasa yang tertentu yang disediakan pemerintah” 35
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak dan Retribusi Daerah bahwa : “Wajib Retribusi adalah orang
pribadi atau badan yang menururt peraturan perundang-undangan retrubusi
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong retribusi tertentu.”
Jadi, berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diketahui bahwa setiap
orang ataupun badan yang menggunakan jasa ataupun perizinan tertentu dari
Negara wajib membayar retribusi kepada negara berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dimana retribusi tersebut merupakan pendapatan Negara,
yang dipergunakan dalam penyelenggaraan penggerak sistem roda pemerintahan
serta pembangunan demi kepentingan khalayak ramai.
Hal ini sudah pasti termasuk di dalamnya mewajibkan pengusaha untuk
membayar pajak/retribusi seperti kewajiban bagi pengusaha sarang burung walet
yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai untuk membayar retribusi izin sarang
34
35

Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Op.Cit, hlm .8
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, 2010, Penerbit Erlangga, hlm. 9

Universitas Sumatera Utara

burung walet. Permasalahan ini juga telah diatur oleh Pemerintah Daerah yaitu
diatur dalam PERDA Kabupaten Serdang Bedagai Pasal 2 Nomor 33 Tahun 2008
Tentang Retribusi Izin Sarang Burung Walet , yang berbunyi : ”Dengan nama
Izin Sarang Burung Walet ditungut retribusi atas pengambilan dan atau
pengusahaan Sarang Burung Walet.”
Dengan begitu bagi pengusaha sarang burung walet khususnya pengusaha
sarang burung walet di Kabupaten Serdang Bedagai diwajibkan oleh Pemerintah
setempat untuk membayar pajak dari hasil pengambilan dan pengusahaan sarang
burung walet kepadaPemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai, hal ini
tercatum dalam PERDA Kabupaten Serdang Bedagai Pasal 4 Nomor 33 Tahun
2008 Tentang Retribusi Izin Sarang Burung Walet bahwa : “Subjek Retribusi
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan
pengelolaan, pengusahaan, dan pemanfaatan sarang burung walet di habitat
alami dan di luar habitat alami”
Selain itu juga berdasarkan Undang-Undang pada pasal 73 Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

yang menjelaskan

bahwa:
1) Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan
sarang burung walet
2) Wajib pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan
yan melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang
burung walet

Universitas Sumatera Utara

Jadi jelas dari pasal-pasal diatas bahwa kewajiban dari pengusaha sarang
burung walet adalah membayar pajak/retribusi sesuai dengan Undang-undang
ataupun Peraturan yang berlaku.
C.
Tata Cara Pemungutan Retribusi Izin Sarang Burung Walet Di
Kabupaten Serdang Bedagai

Tata cara pemungutan retribusi izin sarang burung walet di Kabupaten
Serdang Bedagai telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2008
Tentang Retribusi Izin Sarang Burung Walet. Dalam PERDA tersebut dijelaskan
bahwa terdapat beberapa tahapan dalam proses pemungutan retribusi izin sarang
burung walet mulai dari pendaftaran usaha sarang burung walet sampai dengan
pembayaran retribusi izins sarang burung walet.
Tata cara pemungutan retribusi izin sarang burung walet diawali dengan
pendaftaran usaha sarang burung walet. Berdasarkan PERDA Kabupaten Serdang
Bedagai Nomor 33 Tahun 2008 bahwa wajib retribusi wajib megisi Surat
Pemberitahuan Retribusi Daerah (SPTRD) dan mendaftarkannya kepada Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) dengan melampirkan
persyaratan izin. Adapun persyaratan izin yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pengusaha mengambil, mengisi dan menandatangani formulir yang
disediakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset (DPPKA) Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Formulir yang telah diisi dan ditandatangani disampaikan kepada
DPPKA dengan melampirkan:
a) Fotocopy KTP pengusaha;

Universitas Sumatera Utara

b) Surat kuasa apabila pengusaha berhalangan dengan disertai
dengan fotocopy KTP dari pemberi kuasa
Terhadap penerimaan berkas pendaftaran, DPPKA memberikan tanda
terima pendaftaran. Berdasarkan keterngan wajib pajak dan data yang ada pada
formulir pendaftaran, kepala DPPKA menerbitkan :
1. Surat pengukuhan sebagai wajib pajak dengan sistem pemungutan
pajak yang dikenakan;
2. Surat penunjukan sebagai pemilik usaha wajib pajak;
3. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
4. Maklumat.
Wajib retribusi/pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan yang
cukup, sesuai dengan kaidah akutansi atau pembukuan yang lazim dalam mencatat
penerimaan dan pengeluaran usaha. Tata cara pembukuan dan pelaporan
ditetapkan oleh pihak DPPKA. Pembukuan dimaksud untuk mempermudah wajib
retribusi dalam mengelola usahanya dan sekaligus membantu petugas DPPKA
dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha wajib pajak untuk
setiap masa pajak. Pembukuan, catatan dan bukti pembukuan seperti faktur
penjualan dan laporan produksi yang berhubungan dengan usaha harus disimpan
selama 5 (lima) tahun kedepan.
Wajib Pajak dalam menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang (sistem self assesment) menggunakan Surat Pemberitahuan
Retribusi Daerah (SPTRD). Pembukuan yang dilakukan oleh wajib pajak
digunakan sebagai dasar pengisian SPTRD. Apabila wajib pajak dalam pelaporan

Universitas Sumatera Utara

STPRD tidak mencantumkan jumlah omset penjualan, jenis dan kualitas produksi
sarang burung walet, DPPKA melaksanakan penghitungan nilai jual sarang
burung walet dengan berpatokan pada harga pasaran umum sarang burung walet
yang tertinggi. Apabila DPPKA mencurigai isian SPTRD yang dilakukan oleh
wajib pajak tidak benar, maka DPPKA berhak melakukan pemeriksaan. Apabila
wajib pajak tidak dapat menunjukan pembukuan pada saat pemeriksaan, maka
jumlah penjualan terutang pajak akan ditetapkan secara jabatan (sistem SKP).
Berdasarkan SPTRD kemudian ditetapkan pajak sarang burung walet terutang
dengan menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).
Apabila jumlah retribusi yang dibayarkan oleh wajib retribusi terdapat
kekurangan, maka diterbitkan Surat Keterangan Retribusi Daerah Kurang Bayar
Tambahan (SKRDKBT), yaitu surat ketetapan retribusi yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok-pokok, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang
masih harus dibayar. Selain itu SKRDBT juga menentukan tambahan atas jumlah
retbusi yang sudah ditetapkan.
Retribusi sarang burung walet dipungut berdasarkan SKRD ataupun
dokumen lain seperti karcis, kupon ataupun kartu langganan yang telah diterbitkan
oleh DPPKA sebelumnya. Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan, artinya
bahwa seluruh kegiatan ataupun proses kegiatan pemungutan tidak dapat
diserahkan kepada pihak ketiga.

Universitas Sumatera Utara