Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Remaja di SMK Bistek Palembang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pola Asuh Orang Tua
2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh merupakan suatu proses mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan
norma dalam masyarakat (Santrock, 2007). Kemudian, Gunarsa (2007)
menyatakan bahwa pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam
mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak supaya dapat
mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri sehingga mengalami
perubahan dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan
bertanggung jawab sendiri.Jadi yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah
pola yang diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh anak baik secara
langsung maupun tidak secara langsung.
2.1.2 Tipe Pola Asuh Orang Tua
Terdapat beberapa pendapat mengenai tipe pola asuh orang tua diantaranya
adalah tipe pola asuh menurut Wong (2008). Wong berpendapat bahwa ada tiga
tipe pola asuh orang tua, yaitu :
Pertama adalah pola asuh otoriter (Diktator).Pada pola asuh ini, orang tua
mencoba untuk mengontrol perilaku diktator dan sikap anak melalui perintah yang
tidak boleh dibantah.Orangtua menetapkan aturan dan regulasi atau standar

perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan.

8

Universitas Sumatera Utara

9

Mereka menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolut, sikap
mematuhi kata-kata mereka dan menghormati prinsip serta kepercayaan keluarga
tanpa kegagalan.Orang tua menghukum secara paksa setiap perilaku yang
berlawanan dengan standar orang tua.
Hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi mungkin berupa
penarikan diri pada anak yang mengakibatkan perilaku cenderung untuk menjadi
sensitif, pemalu, tidak percaya diri, menyadari diri sendiri, cepat lelah dan
tunduk.Mereka cenderung menjadi sopan, setia, jujur dan dapat diandalkan tetapi
mudah dikontrol.Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika penggunaan
kekuasaan diktator orang tua disertai dengan supervisi ketat dan tingkat kasih
sayang yang masuk akal.Jika tidak, penggunaan penggunaan kekuasaan diktator
lebih cenderung untuk dihubungkan dengan perilaku menentang dan antisosial.

Kedua adalah pola asuh permisif (Laissez–Faire). Pada pola asuh ini, orang
tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan anak-anak
mereka. Orang tua yang bermaksud baik ini bingung antara sikap permisif dan
pemberian izin.Mereka menghindari untuk memaksa standar perilaku mereka
dengan mengizinkan anak mereka untuk mengatur aktifitas sendiri sebanyak
mungkin.Orang tua menganggap diri mereka sendiri sebagai sumber untuk anak
bukan merupakan model peran.Tetapi jika peraturan memang ada, orangtua
menjelasakan alasan yang mendasarinya, mendukung pendapat anak dan
berkonsultasi dengan meraka dalam pembuatan keputusan.

Universitas Sumatera Utara

10

Mereka memberlakukan kebebasan dalam bertindak, disiplin yang inkonsisten,
tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal, dan tidak mencegah anak
merusak rutinitas di rumah.Orang tua jarang menghukum anak karena sebagian
besar perilaku dianggap dapat diterima.Anak-anak dari orang tua yang permisif
sering kali tidak mematuhi, tidak menghormati, kurang percaya diri, tidak
bertanggung jawab dan secara umum tidak mematuhi kekuasaan.

Ketiga

adalah

pola

asuh

demokratis

(Otoritatif).

Orang

tua

mengkombinasikan praktik mengasuh anak dari dua gaya yang ekstrem. Mereka
mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan alasan peraturan secara
negatif menguatkan penyimpangan.Mereka menghormati individualitas dari setiap
anak dan mengizinkan mereka untuk menyuarakan keberatannya terhadap standar

atau peraturan keluarga.Kontrol orang tua kuat dan konsisten tetapi disertai
dengan dukungan, pengertian, dan keamanan.Kontrol difokuskan pada masalah,
tidak ada penarikan rasa cinta atau takut pada hukuman.Orang tua membantu
pengarahan diri pribadi, yaitu suatu kesadaran mengatur perilaku berdasarkan
perasaan bersalah atau malu untuk melakukan hal yang salah, bukan karena takut
tertangkap atau takut dihukum.
Tipe mengasuh anak yang paling berhasil dalam metode otoritatif dimana
orang tua tidak membuat batasan yang kaku dan memaksa tetapi tetap
mempertahankan kontrol yang kuat terutama pada area ketidaksepakatan orang
tua dan anak. Orang tua juga mendengarkan apa yang dipikirkan oleh anak dan
anak cenderung lebih percaya diri.

Universitas Sumatera Utara

11

Kemudian, tipe pola asuh menurut Surbakti tahun 2009 diantaranya adalah
sebagai berikut :
Pertama, pola asuh overprotected. Pola asuh overprotected, yaitu bentuk
pola asuh yang menonjolkan perlindungan yang berlebihan. Munculnya sikap atau

tindakan yang berlebihan karena perasaan khawatir yang terlalu berlebihan dari
orang tua disertai keinginan untuk memberikan perlakuan dan perlindungan
terbaik bagi anak remajanya. Banyak orang tua yang kurang menyadari bahwa
remaja dibesarkan dalam pola asuh overprotectedakan memiliki mentalitas yang
lemah bila dihadapkan dengan berbagai tantangan, menjadi peragu, kurang
memiliki insiatif, memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi, cenderung mudah
cemas dan penakut, tidak berani menghadapi kenyataan, kurang memiliki rasa
percaya diri, cenderung selalu merasa terancam dan menghindari tanggung jawab
serta kemampuan berinteraksi rendah.
Lalu, yang kedua adalah pola asuh otoritarian.Pola asuh otoritarian, yaitu
pola asuh yang menekankan kekuasaan tanpa kompromi sehingga sering kali
menimbulkan korban sia-sia.Bagi orang tua yang menganut pola asuh otoritarian
dimana segala sesuatu berdasarkan instruksi dari orang tua.Ini dilakukan sematamata untuk menghentikan argumentasi, untuk membungkam sikap kritis, ingin
menegakan wibawa dan kehormatan sebagai orangtua serta keinginan memaksa
kehendak.Hasil penerapan pola asuh otoritarian menyebabkan anak remaja
mengalami tertekan secara psikis dan fisik, kehilangan dorongan semangat juang,
mudah putus asa, mengalami luka batin, sering menyalahkan keadaan, cenderung
menyalahkan diri sendiri dan tidak berani mengemukakan pendapat.

Universitas Sumatera Utara


12

Dan pola asuh yang terakhir menurut Surbakti adalah pola asuh
permisif.Pola asuh permisif, yaitu suatu pola asuh yang paling banyak diterapkan
oleh keluarga.Alasan yang paling sering dikemukakan orang tua adalah kurangnya
waktu untuk mengawasi anak-anak remaja mereka karena kesibukan sehari-hari
dengan berbagai alasan.Dampak pada anak remaja, yaitu anak remaja berkembang
dengan kepribadian dan emosional yang kacau.
Kemudian, terdapat juga pola asuh campuran, dimana orang tua tidak
konsisten dalam mengasuh anak mereka.Orang tua menerapkan pola asuh antara
tipe demokratis, otoriter, dan permisif. Pada pola asuh campuran, orang tua tidak
selamanya memberikan alternatif seperti halnya pola asuh demokratis, akan tetapi
juga tidak selamanya melarang seperti halnya orang tua yang menerapkan pola
asuh otoriter dan juga tidak secara terus menerus membiarkan anak seperti pada
penerapan pola asuh permisif. Pada pola asuh campuran, orang tua memberikan
larangan jika tindakan anak menurut orang tua membahayakan.Lalu, membiarkan
anak, jika tindakan anak masih dalam batas wajar dan memberikan alternatif jika
anak paham tentang alternatif yang ditawarkan.Anak yang diasuh orang tua
dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang tidak

mempunyai pendirian tetap karena orang tua yang tidak konsisten dalam
mengasuh anaknya (Drew, 2006).

Universitas Sumatera Utara

13

Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya akan
mengemukakan empat macam saja, yaitu pola asuh otoriter, demokratis, permisif
dan campuran.Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi
lebih terfokus dan jelas.
2.2 Konsep Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja
Santrock

(2007)

mendefinisikan

remaja


sebagai

periode

transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan
perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa remaja
dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga
22 tahun. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak
menuju masa dewasa.Pada masa ini, individu mengalami berbagai perubahan,
baik fisik maupun psikis.Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik,
dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa
yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif.
Selain itu, remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir
abstrak seperti orang dewasa.Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri
secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang
baru sebagai orang dewasa (Agustiani, 2006).


Universitas Sumatera Utara

14

2.2.2 Kategori Remaja
Menurut Wong (2008), masa remaja dibagi atas 3 masa, yaitu remaja awal
(usia 11-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-17 tahun), masa remaja akhir
(18-20 tahun). Sedangkan menurut Konopka (1973 dalam Agustiani, 2006)
membagi masa remaja menjadi tiga bagian, meliputi :
Pertama adalah masa remaja awal (12-15 tahun).Pada masa ini, individu
mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri
sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.Fokus dari tahap
ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas
yang kuat dengan teman sebaya.Kedua, yaitu masa remaja pertengahan (15-18
tahun).Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang
baru.Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah
lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed).Pada masa ini, remaja mulai
mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas,
dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional
yang ingin dicapai.Selain itu, penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi

individu.
Ketiga, yaitu masa remaja akhir (19-22 tahun).Masa ini ditandai oleh
persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.Selama periode ini,
remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of
personal identity.Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam
kelompok teman sebaya dan orang dewasa juga menjadi ciri dari tahap ini.

Universitas Sumatera Utara

15

2.2.3 Ciri-Ciri Masa Remaja
Menurut Hurlock (2007), ada delapan ciri yang melekat pada masa remaja,
yaitu sebagai berikut:
1. Periode yang Penting
Dikatakan periode yang penting karena akibatnya yang langsung terhadap
sikap dan perilaku, akibat jangka panjang, serta akibat fisik dan psikologis.Hal ini
disebabkan perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental, terutama pada masa remaja.Semua perkembangan itu
menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai,

dan minat baru.
2. Periode Peralihan
Dimaksudkan sebagai sebuah perilaku dari satu tahap perkembangan ke
tahap berikutnya, dan apa yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada
apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.
3. Masa Perubahan
Selama masa remaja, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat
seiring dengan perubahan fisik yang terjadi. Ada lima perubahan yang bersifat
universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologis.Kedua, yaitu perubahan tubuh, minat dan
peran yang diharapkan oleh kelompok sosial.Ketiga, dengan berubahnya minat
dan pola perilaku maka nilai-nilai juga berubah dan segala sesuatu yang dianggap
penting pada masa anak sekarang tidak dianggap penting lagi.

Universitas Sumatera Utara

16

Keempat,

sebagian

besar

remaja

perubahan.Mereka menginginkan

bersikap

dan

ambivalen

menuntut

terhadap

kebebasan,

tetapi

setiap
takut

bertanggung jawab karena ragu terhadap kemampuannya.
4. Usia bermasalah
Masalah masa remaja sering sulit diatasi, baik oleh pria maupun wanita.Hal
ini disebabkan sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak sering diselesaikan
oleh orang tua atau guru sehingga pada umumnya remaja tidak berpengalaman
dalam mengatasi masalah.Selain itu, hal ini disebabkan pula remaja merasa
dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak
bantuan orang tua atau guru.
5. Masa remaja sebagai periode mencari identitas
Erikson menyatakan bahwa identitas diri yang dicari remaja bertujuan untuk
menjelaskan dirinya, peranannya dalam masyarakat, sebagai anak atau orang
dewasa, kemampuan percaya diri, sekalipun laar belakang ras, agama ataupun
nasionalnya.Pencarian identitas ini memengaruhi perilaku remaja. Salah satu cara
untuk menguatkan identitasnya ini adalah menggunakan symbol status dalam
bentuk motor, mobil, pakaian, dan pemilihan barang-barang lain yang mudah
terlihat, dengan kata lain untuk menarik perhatian.
6. Usia yang mudah menimbulkan ketakutan
Ketakutan ini berkaitan dengan stereotipe budaya masyarakat yang
beranggapan bahwa remaja adalah kelompok yang tidak dapat dipercaya,
cenderung merusak dan merasa menang sendiri.

Universitas Sumatera Utara

17

Kemudian, sulit diatur sehingga perlu pengawasan ekstra dari

orang

dewasa.Stereotipe ini juga memengaruhi konsep diri dan sikapnya terhadap
dirinya sendiri dan lingkungannya.
7. Masa remaja merupakan masa yang tidak realistis
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah
jambu.Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana adanya, terlebih
dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya
sendiri

tetapi

juga

bagi

keluarga

dan

teman-temannya,

menyebabkan

meningkatnya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak
realistis cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan
kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil
mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
8. Masa remaja merupakan ambang masa dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja
menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotipe belasan tahun dan untuk
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa ternyata belum lah cukup.Oleh karena itu, remaja
mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa,
yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat
dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan
citra yang mereka inginkan.

Universitas Sumatera Utara

18

2.2.4 Tugas Perkembangan Masa Remaja
Pada setiap tahapan perkembangan manusia terdapat tugas-tugas tertentu
yang berasal dari harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh individu, dan ini
sering disebut tugas-tugas perkembangan. Pada usia remaja, terdapat pula tugastugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi oleh individu. Menurut Hurlock
(2007), ada sepuluh tugas perkembangan remaja yang harus diselesaikan dengan
sebaik-baiknya, yaitu :
Pertama, mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya,
baik pria mapun wanita.Pengembangan hubungan baru yang lebih matang dengan
teman sebaya sesama jenis juga tidak mudah, apalagi mengembangkan hubungan
yang baru dengan lawan jenis.Hal ini dikarenakan adanya pertentangan dengan
lawan jenis yang terjadi selama akhir masa kanak-kanak dan masa puber. Dengan
demikian, hubungan baru dengan lawan jenis harus mulai dari nol dengan tujuan
mengetahui hal ihwal lawan jenis dan cara bergaul dengan mereka.
Lalu, hakikat tujuan tugasnya, yaitu belajar melihat kenyataan anak wanita
sebagai wanita dan anak pria sebagai pria, berkembang menjadi orang dewasa
diantara orang dewasa lainnya, belajar bekerja sama dengan orang lain untuk
mencapai tujuan bersama, belajar memimpin orang lain tanpa mendominasinya.
Kemudian, tingkat pencapaian tugas perkembangan dimana tingkat pencapaian
tugas perkembangan ini dibagi pada tiga kategori, meliputi :
1. Tingkat pencapaian tinggi dicirikan dengan hal-hal, seperti memiliki dua
orang atau lebih sahabat dekat, memiliki penyesuaian sosial yang baik.

Universitas Sumatera Utara

19

Lalu, memahami serta dapat melakukan keterampilan sosial dalam bergaul dengan
teman sebaya, meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan teman sebaya,
bekerja sama, memahami pandangan teman sebaya, dan sebagainya.
2. Tingkat pencapaian sedang dengan ciri-ciri, yaitu memiliki satu orang
teman dekat, memiliki kemampuan sosial yang sedang, kadang-kadang mau
menghadiri acara dengan teman lawan jenis, merasa tidak percaya diri, apabila
berada dalam kelompok yang beragam, mempunyai peran yang netral dalam
kegiatan kelompok.
3. Tingkat pencapaian rendah dengan ciri-ciri, yaitu tidak memiliki teman
akrab, tidak pernah diundang untuk menghadiri acara kelompok, sering
dikambinghitamkan oleh kelompok sebaya, sering balas dendam dengan sikap
bermusuhan, berperilaku menyimpang dalam penyesuaian sosial, malu bergaul
dengan lawan jenis.
Kedua, mencapai peran sosial pria dan wanita.Adapun hakikat tugas
perkembangan remaja ini, yaitu mempelajari peran sosial sesuai dengan jenis
kelaminnya, menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.Peranan sosial pria dan wanita
berbeda.Remaja putra menerima peranan sebagai seorang pria dan remaja putri
menerima peranan sebagai seorang wanita.Remaja putri kadang-kadang
cenderung lebih mengutamakan ketertarikannya kepada karier dan ingin bebas
dari peranan sosialnya sebagai istri yang bergantung kepada suami.

Universitas Sumatera Utara

20

Kemudian, tingkat pencapaian tugas perkembangan dimana tingkat pencapaian
tugas perkembangan ini dikategorikan pada tiga kategori, yaitu :
1. Tingkat pencapaian tinggi dengan ciri-ciri, seperti remaja pria
menyenangi acara-acara yang diadakan kelompok yang dihadiri oleh wanita dan
pria, menyenangi lawan jenis, memelihara diri secara baik, aktif dalam
berolahraga, dan mempunyai minta untuk mempersiapkan diri dalam pekerjaan
yang sesuai dengan jenis kelaminnya, remaja wanita bersifat feminin dalam
penampilan dan berpakaian, menunjukkan sifat menerima pernikahan dan peran
sebagai istri/ibu, dan menunjukkan minat dan sikap senangnya untuk memelihara
bayi.
2. Tingkat pencapaian sedang dengan ciri-ciri, yaitu remaja pria kurang
mempunyai perhatian terhadap remaja wanita, mempunyai perhatian untuk
menghadiri acara dalam kelompok yang beragam jenis kelaminnya, dan
menampilkan ciri-ciri maskulinitas, tetap masih ragu, takut atau menolak perilaku
heteroseksualnya,

remaja

wanita

berpenampilan

feminin,

tetapi

kurang

menunjukkan minat untuk menikah dan menjadi ibu rumah tangga, hanya
menyenangi olahraga yang ringan dan kurang perhatian untuk memelihara diri.
3. Tingkat pencapaian rendah dengan ciri-ciri, seperti remaja pria tidak
matang fisiknya, tidak mempunyai interest terhadap remaja wanita, tidak
menyenangi olahraga, tubuh atau penampilannya kurang maskulin, dan perhatian
untuk memelihara dirinya seperti 3 atau 4 tahun di bawahnya, remaja wanita tidak
menstruasi, penampilannya seperti anak kecil, penampilannya tomboy, dan senang
bergaul dengan pria.

Universitas Sumatera Utara

21

Ketiga,

menerima

keadaan

fisiknya

dan

menggunakannya

secara

efektif.Adapun hakikat tugas perkembangan remaja, yaitu menjadi bangga atau
sekurang-kurangnya toleran dengan kondisi fisiknya sendiri, menjaga dan
melindungi, serta menggunakannya secara efektif. Kemudian, tingkat pencapaian
tugas perkembangan dikategorikan pada tiga kategori tingkatan, yaitu :
1. Tingkat pencapaian tinggi dengan ciri-ciri, yaitu mengarahkan diri dan
memelihara kesehatan secara rutin, memiliki keterampilan dalam berolahraga,
mempersepsikan tubuh dan jenis kelaminnya secara tepat, memiliki pengetahuan
tentang reproduksi, menerima penampilan fisiknya secara feminin (wanita) dan
maskulin (pria).
2. Tingkat pencapaian sedang dengan ciri-ciri, yaitu mengarahkan diri
dalam memelihara kesehatan, namun tidak dalam waktu lama, memiliki persepsi
yang sedang terhadap tubuh manusia dan keragaman seksual, kadang-kadang
bersikap

menolak

terhadap

tubuhnya atau

jenis

kelaminnya,

memiliki

pengetahuan tentang reproduksi, namun memiliki rasa takut yang tidak rasional
tentang hal itu (bagi wanita), memiliki sedikit keterampilan untuk memelihara
rumah.
3. Tingkat pencapaian rendah dengan ciri-ciri, yaitu kurang memiliki
kebiasaan untuk memelihara kesehatan, tidak dapat mengendalikan diri, memiliki
distorsi

persepsi

tentang

tubuhya

dan

keragaman

seks,

menampakkan

ketidaksenangan terhadap tubuhnya, merasa cemas tentang kematangannya atau
penampilan fisiknya yang menyimpang.

Universitas Sumatera Utara

22

Kemudian, tidak memiliki pengetahuan yang tepat tentang reproduksi,
menyatakan kesenangannya untuk bersikap seperti lawan jenis.
Keempat, mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lainnya.Adapun hakikat tugas perkembangan remaja, yaitu membebaskan
sifat kekanak-kanakan yang selalu menggatungkan diri kepada orang tua dan
mengembangkan sikap hormat kepada orang dewasa tanpa menggantungkan diri
padanya. Kemudian, tingkat pencapaian tugas perkembangan dikategorikan pada
tiga kategori, yaitu :
1. Tingkat pencapaian tinggi dengan ciri-ciri, yaitu memiliki tujuan hidup
yang realistik, mampu mengembangkan persepsi yang positif terhadap orang lain
dan

mencoba

berintegrasi

dengan

keluarga

sendiri

secara

mandiri,

mengembangkan kemampuan untuk mengemukakan dan mempertahakankan
pendapatnya sendiri, mampu membangun hubungan dengan beberapa orang
dewasa muda dalam masyarakat dan ikut berpartisipasi dengan orang dewasa
dalam kegiatan masyarakat, berani bepergian sendiri dan dapat memilih dan
membeli

pakaian

sendiri,

melakukan

sejumlah

kegiatan

tertentu

yang

disenanginya tanpa meminta persetujuan dari guru atau orang tua. Dengan kata
lain, hanya meminta nasihat orang tua pada saat mengalami masalah yang rumit,
mampu menghadapi kegagalan dengan sikap rasional, menerima konsekuensi dari
kesalahan tanpa mengeluh.
2. Tingkat pencapaian sedang dengan ciri-ciri, yaitu ego idealnya
dipengaruhi dewasa muda atau figur yang tidak nyata atau glamor, sikapnya
belum pasti antara desakan untuk menjadi dewasa dan sikap kekanak-

Universitas Sumatera Utara

23

kanakan.Kemudian, memerlukan dorongan orang dewasa pada saat mengerjakan
tugas baru, menolak terhadap perintah/keinginan orang tua dalam berpakaian,
menggunakan waktu senggang, serta memilih teman dan menggunakan uang.
3. Tingkat pencapaian rendah dengan ciri-ciri, yaitu ego idealnya sangat
ditentukan oleh orang tua, menghabiskan banyak waktu senggangnya bersama
orang tua, menerima otoritas orang tua atau orang dewasa lainnya untuk
menyusun kegiatan, ingin ditemani keluarga apabila pergi keluar jauh dari rumah,
selalu mencari dukungan dari orang tua dalam menghadapi masalah, tidak mampu
menggunakan pikirannya untuk hal-hal yang penting bagi dirinya, mengalami
kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya, mengalami kesulitan dalam
menempuh pernikahan.
Kelima, mencapai jaminan kebebasan ekonomis.Adapun hakikat tugas dari
tujuan perkembangan ini adalah mampu menciptakan kehidupan (mata
pencaharian).Tugas ini sangat penting (mendasar) bagi remaja wanita, tetapi tidak
begitu penting bagi remaja pria.Keenam, memilih dan menyiapkan lapangan
pekerjaan.Adapun hakikat tugas perkembangan remaja, yaitu memilih pekerjaan
yang memerlukan kemampuan serta mempersiapkan pekerjaan.
Ketujuh, persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga.Adapun hakikat
tugas perkembangannya adalah mengembangkan sikap yang positif terhadap
kehidupan berkeluarga, khusus untuk remaja putri termasuk di dalamnya kesiapan
untuk mempunyai anak.Kedelapan, mengembangkan keterampilan intelektual dan
konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan.

Universitas Sumatera Utara

24

Adapun hakikat tugas perkembangannya adalah mengembangkan konsep tentang
hukum, politik, ekonomi, dan kemasyarakatan.
Kesembilan, mencapai dan mengharapkan tingkah laku sosial yang
bertanggung jawab.Adapun hakikat tugas perkembangannya adalah berpartisipasi
sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat dan
mampu menjunjung nilai-nilai masyarakat dalam bertingkah laku.Kesepuluh,
memperoleh himpunan nilai dan sistem etika sebagai pedoman tingkah laku.
Adapun hakikat tugasnya adalah membentuk himpunan nilai sehingga
memungkinkan remaja mengembangkan dan merealisasikan nilai, mendefinisikan
posisinya dalam hubungannya dengan individu lain, dan memegang gambaran
dunia dan nilai untuk kepentingan hubungan dengan individu lain.
Dari tugas-tugas tersebut, tampak bahwa secara umum tugas perkembangan
masa remaja berkaitan dengan diri sendiri dan juga dengan lingkungan sosial yang
dihadapinya (Agustiani, 2006).Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut
perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku remaja tersebut.Oleh karena itu,
hanya sedikit remaja laki-laki dan remaja perempuan yang dapat menguasai tugastugas tersebut selama awal masa remaja (Marliani, 2016).
2.3 Konsep Perkembangan Sosial Remaja
2.3.1 Pengertian Perkembangan Sosial Remaja
Yusuf (2014 dalam Marliani, 2016) menyatakan bahwa perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial atau proses
belajar menyesuaikan diri terhadap norma kelompok, moral, dan tradisi, yang
melebur menjadi suatu kesatuan, saling berkomunikasi, dan bekerja sama.

Universitas Sumatera Utara

25

Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan
berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial (Jahja,
2011).Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar
manusia berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Dalam
perkembangan sosial, remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik,
baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya.
Remaja memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama
dengan dirinya, baik menyangkut interest, sikap, nilai, dan kepribadian (Marliani,
2016).
2.3.2 Perubahan dalam Perilaku Sosial Remaja
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman
sebaya dibanding orang tua.Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih
banyak melakukan kegiatan di luar rumah, seperti kegiatan sekolah,
ekstrakurikuler, dan bermain dengan teman.Dengan demikian, pada masa remaja
peran kelompok teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar.Pada diri remaja,
pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat.Walaupun
remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk
menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku
banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya.Kelompok teman
sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja
tentang perilakunya (Jahja, 2011).

Universitas Sumatera Utara

26

Selanjutnya menurut Hurlock (2007), perubahan sosial yang terjadi pada
remaja antara lain :
1. Kuatnya pengaruh kelompok teman sebaya
Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan temanteman sebaya sebagai kelompok, maka dapat lah dimengerti bahwa pengaruh
teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku
lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja
mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan
pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh
kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba
minum alkohol, obat-obatan terlarang atau rokok, maka remaja cenderung
mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri sebagai akibatnya.
Hurlock menjelaskan pengaruh teman sebaya pada masa remaja adalah
sebagai berikut :
Kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda yang menyiapkan
panggung di mana remaja dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Disini lah
remaja dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat
memaksakan sanksi-sanksi dunia orang dewasa yang justru ingin dihindari.
Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat
melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukan lah
nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya.

Universitas Sumatera Utara

27

Jadi, di dalam masyarakat sebaya ini lah remaja memperoleh dukungan untuk
memperjuangkan emansipasi dan disitu pula lah remaja dapat menemukan dunia
yang

memungkinkannnya

bertindak

sebagai

pemimpin

apabila

mampu

melakukannya.Selain itu, kelompok sebaya merupakan hiburan utama bagi anakanak belasan tahun.Kelompok sebaya terdiri dari anggota-anggota tertentu dari
teman-temannya yang dapat menerimanya dan yang kepadanya remaja
bergantung.
Keremajaan memiliki sifat yang selalu maju, maka kelompok sebaya pun
mulai akan berkurang. Ada dua faktor penyebabnya.Pertama, sebagian besar
remaja ingin menjadi individu yang berdiri di atas kaki sendiri dan ingin dikenal
sebagai individu yang mandiri.Upaya bagi penemuan identitas diri yang tadi
sudah dibahas melemahkan pengaruh kelompok sebaya pada remaja.Faktor kedua
timbul dari akibat pemilihan sahabat.Remaja tidak lagi berminat dalam berbagai
kegiatan besar seperti pada waktu berada pada masa kanak-kanak.
Pada masa remaja, ada kecenderungan untuk mengurangi jumlah teman
meskipun sebagian besar remaja menginginkan menjadi anggota kelompok sosial
yang lebih besar dalam kegiatan-kegiatan sosial.Karena kegiatan sosial kurang
berarti dibandingkan dengan persahabatan pribadi yang lebih erat, maka pengaruh
kelompok sosial yang besar menjadi kurang menonjol dibandingkan pengaruh
teman-teman.
2. Perubahan dalam perilaku sosial
Dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial, yang
paling menonjol terjadi di bidang hubungan heteroseksual.

Universitas Sumatera Utara

28

Dalam waktu yang singkat, remaja mengadakan perubahan radikal, yaitu dari
tidak menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi lebih menyukai teman dari
lawan jenisnya daripada teman sejenis.Berbagai kegiatan sosial, baik kegiatan
dengan sesama jenis atau lawan jenis biasanya mencapai puncaknya selama
tahun-tahun tingkat sekolah menengah atas.
Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam berbagai
kegiatan sosial, maka wawasan sosial pada remaja semakin membaik.Sekarang
remaja dapat menilai teman-temannya dengan lebih baik sehingga penyesuaian
diri

dalam

situasi

sosial

bertambah

baik

dan

pertengkaran

menjadi

berkurang.Semakin banyak partisipasi sosial, semakin besar kompetensi sosial
remaja, semakin terlihat dalam kemampuan berbicara, olahraga dan permainan
yang populer, serta berperilaku baik dalam berbagai situasi sosial.Dengan
demikian, remaja memiliki kepercayaan diri yang diungkapkan melalui sikap
yang tenang dan seimbang dalam situasi sosial.
Bertambah dan berkurangnya prasangka dan diskriminasi selama masa
remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana remaja itu berada dan oleh
sikap serta perilaku rekan-rekan dan teman-teman baiknya.Remaja sebagai
kelompok, cenderung lebih “pemilih” dalam memilih rekan dan teman-teman baik
dibandingkan ketika masih kanak-kanak. Oleh karena itu, remaja yang latar
belakang sosial, agama, atau sosial ekonominya berbeda dianggap kurang
disenangi dibandingkan dengan remaja dengan latar belakang yang sama.

Universitas Sumatera Utara

29

Bila menghadapi teman-teman yang dianggap kurang cocok ini, remaja cenderung
tidak mempedulikan dan tidak menyatakan perasaan superioritasnya sebagaimana
dilakukan anak yang lebih besar.
3. Pengelompokan sosial baru
Geng pada masa kanak-kanak berangsur-angsur bubar pada masa puber dan
awal masa remaja ketika minat individu beralih dari kegiatan bermain yang
melelahkan menjadi minat pada kegiatan sosial yang lebih formal dan kurang
melelahkan sehingga terjadi pengelompokan sosial baru.Pengelompokan sosial
anak laki-laki biasanya lebih besar dan tidak terlampau akrab dibandingkan
dengan pengelompokan anak perempuan yang kecil dan terumus lebih pasti.
Pengelompokan sosial yang paling sering terjadi selama masa remaja, yaitu:
a. Teman dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat atau sahabat
karib. Mereka adalah sesama jenis kelamin yang mempunyai minat dan
kemampuan yang sama. Teman dekat saling mempengaruhi satu sama lain
meskipun kadang-kadang juga bertengkar.
b. Kelompok kecil
Kelompok kecil ini terdiri dari kelompok teman-teman dekat.Pada mulanya
terdiri dari teman yang sejenis, tetapi kemudian meliputi teman yang lawan jenis.
c. Kelompok besar
Kelompok besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok
teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat akan pesta dan berkencan.

Universitas Sumatera Utara

30

Karena kelompok ini besar, maka penyesuaian minat dia berkurang antara
anggota-anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara
mereka.
d. Kelompok yang terorganisasi
Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa, dibentuk oleh sekolah
dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang
tidak mempuyai kelompok besar.Banyak remaja yang mengikuti kelompok seperti
itu merasa diatur dan berkurang minatnya ketika berusia enam belas atau tujuh
belas tahun.
e. Kelompok Geng
Remaja yang tidak termasuk dalam kelompok besar dan yang merasa tidak
puas dengan kelompok yang terorganisasi mungkin mengikuti kelompok
geng.Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama
mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku
antisosial dengan berlangsungnya masa remaja, terdapat perubahan pada beberapa
pengelompokkan sosial ini.Minat terhadap kelompok yang terorganisasi yang
kegiatannya direncanakan dan diawasi oleh orang dewasa dengan cepat menurun
karena remaja yang dewasa dan merdeka tidak mau diperintah.Hanya kalau
pengendalian kegiatan diserahkan kepada remaja dengan sedikit campur tangan
dan nasihat orang dewasa, minat ini dapat terus berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

31

Kelompok yang terlalu banyak anggota cenderung bubar pada akhir masa remaja
dan digantikan dengan kelompok-kelompok kecil yang hubungannya tidak
terlampau akrab.Hal ini terutama terdapat pada remaja yang bekerja setelah
menyelesaikan sekolah menengah atas. Di tempat kerja, kelompok berhubungan
dengan orang-orang dari segala usia yang sebagian besar mempunyai teman dan
keluarga sendiri di luar pekerjaan, kecuali jika remaja mempunyai bekas temanteman sekolah yang tinggal atau bekerja di dekat tempat kerjanya sehingga masih
dapat berhubungan. Teman-temannya akan terbatas pada beberapa teman sekerja
saja dan kehilangan hubungan dengan kelompok yang cukup besar. Pengaruh dari
geng cenderung meningkat selama masa remaja.Perilaku ini sering diungkapkan
dengan perilaku pelanggaran yang dilakukan anggota-anggota geng.
4. Nilai baru dalam memilih teman
Para remaja tidak lagi memilih teman-teman berdasarkan kemudahannya,
baik di sekolah atau di lingkungan tetangga sebagaimana halnya pada masa
kanak-kanak, dan kegemaran pada kegiatan-kegiatan yang sama tidak lagi
merupakan faktor penting dalam pemilihan teman. Remaja menginginkan teman
yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan
membuatnya merasa aman, dan yang kepadanya ia dapat mempercayakan
masalah-masalah serta membahasa hal-hal yang tidak dibicarakan orang tua atau
pun guru. Para remaja juga tidak lagi hanya menaruh minat pada teman-teman
sejenis.Minat pada lawan jenis bertambah besar selama masa remaja.

Universitas Sumatera Utara

32

Dengan demikian, pada akhir remaja sering kali para remaja lebih menyukai
lawan jenis sebagai teman meskipun tetap masih melanjutkan persahabatan
dengan beberapa teman sejenis.
Bagi sebagian besar remaja, popularitas berarti mempunyai teman
banyak.Semakin remaja bertambah tua, maka jenis teman menjadi lebih penting
daripada jumlah.Namun terlepas dari jenis teman yang “benar”, nilai-nilai remaja
cenderung berubah dari tahun ke tahun, bergantung pada nilai-nilai yang dianut
kelompok dengan siapa mereka mengidentifikasikan diri saat itu.Remaja mengerti
apa yang diharapkan dari teman-temannya, sehingga remaja berkeras untuk
memilih sendiri teman-temannya tanpa campur tangan orang dewasa. Sering kali
hal ini menimbulkan dua akibat yang mengganggu stabilitas persahabatan
remaja.Pertama, karena kurangnya pengalaman terutama dengan lawan jenis,
remaja memilih teman-teman yang kurang sesuai, tidak seperti yang diharapkan
sehingga pertengkaran sering terjadi dan kemudian persahabatan mereka bubar.
Kedua, seperti halnya dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, remaja
cenderung tidak realistis dengan standar yang ia tetapkan untuk teman-temannya.
Remaja menjadi kritis bila teman-teman tidak memenuhi standar dan kemudian
berusaha memperbaiki teman-temannya.Biasanya hal ini juga menyebabkan
pertengkaran dan mengakhiri persahabatan. Lambat laun remaja menjadi lebih
realistis terhadap orang lain dan diri sendiri. Dengan demikian, remaja tidak kritis
seperti sebelumnya dan lebih menerima teman-temannya.

Universitas Sumatera Utara

33

5. Nilai baru dalam penerimaaan sosial
Seperti halnya adanya nilai baru mengenai teman-temannya, remaja juga
mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota
berbagai kelompok sebaya seperti kelompok besar atau geng.
Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk
menilai anggota-anggota kelompok. Remaja segera mengerti bahwa ia dinilai
dengan standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.
Tidak ada satu sifat atau pola perilaku khas yang akan menjamin penerimaan
sosial selama masa remaja. Penerimaan bergantung pada sekumpulan sifat dan
pola perilaku, yaitu sindroma penerimaan yang disenangi remaja dan dapat
menambah gengsi kelompok besar yang diidentifikasinya.
Demikian pula, tidak ada satu sifat atau pola perilaku yang menjauhkan
remaja dari teman-teman sebayanya.Namun ada pengelompokkan sifat sindroma
aliensi yang membuat orang lain tidak menyukainya atau menolaknya. Beberapa
unsur yang umum dari sindroma penerimaan dan sindroma aliensi dalam masa
remaja, yaitu :
Pertama, sindroma peneriman dengan ciri-ciri, yaitu kesan pertama yang
menyenangkan sebagai akibat dari penampilan yang menarik perhatian, sikap
yang tenang, dan gembira. Lalu, reputasi sebagai seorang yang sportif dan
menyenangkan, penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman
sebayanya, perilaku sosial yang ditandai oleh kerja sama, tanggung jawab,
panjang akal, kesenangan bersama orang lain.

Universitas Sumatera Utara

34

Kemudian, bijaksana dan sopan, matang, terutama dalam hal pengendalian emosi
serta kemauan untuk mengikuti peraturan-peraturan, sifat kepribadian yang
menimbulkan penyesuaian sosial yang baik seperti jujur, setia, tidak
mementingkan diri sendiri, status sosial ekonomi yang sama atau sedikit di atas
anggota-anggota yang lain dalam kelompok dan hubungan yang baik dengan
anggota-anggota keluarga. Kemudian yang terakhir adalah tempat tinggal yang
dekat dengan kelompok sehingga mempermudah hubungan dan partisipasi
berbagai kegiatan kelompok.
Kedua, sistem aliensi dengan ciri-ciri, seperti kesan pertama yang kurang
baik karena penampilan diri yang kurang menarik atau sikap menjauhkan diri dan
yang mementingkan diri sendiri. Kemudian, terkenal sebagai seorang yang tidak
sportif, penampilan yang tidak sesuai dengan standar kelompok, dalam hal daya
tarik fisik atau tentang kerapian, perilaku sosial yang ditandai oleh perilaku
menonjolkan diri, mengganggu, dan menggertak orang lain, senang memerintah,
tidak dapat bekerja sama, dan kurang bijaksana. Lalu, kurang kematangan,
terutama terlihat dalam hal pengendalian emosi, ketenangan, kepercayaan diri,
dan kebijaksanaan, sifat-sifat kepribadian yang mengganggu orang lain seperti
mementingkan diri sendiri, keras kepala, gelisah, dan mudah marah, status sosial
ekonomi berada di bawah status sosial ekonomi kelompok dan hubungan yang
buruk dengan anggota-anggota kelompok keluarga, serta tempat tinggal yang
terpencil dari kelompok atau tidak mampu untuk berpartisispasi dalam kegiatan
kelompok karena tanggung jawab keluarga atau karena kerja sambilan.

Universitas Sumatera Utara

35

6. Nilai baru dalam memilih pemimpin
Karena remaja merasa bahwa pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka
dalam masyarakat, mereka menginginkan pemimpin yang berkepemimpinan
tinggi yang akan dikagumi dan dihormati oleh orang lain dan dengan demikian
akan menguntungkan mereka. Terdapat macam-macam kelompok pada masa
remaja, seperti kelompok atletik, sosial, intelektual, agama, kelas atau masyarakat,
dan pemimpin satu kelompok tidak perlu mempunyai kemampuan untuk
memimpin kelompok lain.
Kepemimpinan sekarang merupakan fungsi dari situasi seperti halnya dalam
kehidupan orang dewasa.Remaja mengharapkan pemimpinnya mempunyai sifatsifat tertentu karena jika hanya fisik yang baik pada dirinya, tidak membuat
seorang menjadi pemimpin.Hal ini memberikan prestise dan memberikan konsep
diri yang baik. Pemimpin remaja harus mempunyai kesehatan yang baik sehingga
bersemangat dan bergairah untuk melakukan sesuatu, dimana hal ini akan
menentukan mutu inisiatif.
Remaja yang sangat memperhatikan pakaian mengharapkan seorang
pemimpin yang menarik dan rapi. Ciri lain dari pemimpin adalah tingkat
intelegensi sedikit di atas rata-rata, prestasi akademik yang baik dan tingkat
kematangan di atas rata-rata. Pada umumnya, para pemimpin dalam berbagai
kegiatan sosial remaja berasal dari keluarga yang status sosioekonominya lebih
tinggi dari status sosioekonomi keluarga remaja yang bukan pemimpin.

Universitas Sumatera Utara

36

Keadaan ini tidak hanya memberikan prestise dalam pandangan teman-teman
sebaya, tetapi juga memungkinkan mereka berpakaian lebih baik dan lebih rapi,
memiliki pengertian tentang berbagai masalah sosial, memiliki kesempatan untuk
menyenangkan

orang,

dan

berpartisipasi

dalam

setiap

kegiatan

kelompok.Pemimpin biasanya berperan lebih aktif dan berpartisipasi dalam
kelompok sosial dibandingkan dengan remaja bukan pemimpin, sehingga
pemimpin mengembangkan wawasan sosial dan wawasan diri yang lebih
mendalam.Pemimpin juga dapat menilai diri sendiri secara realistik dan dapat
memperhitungkan minat serta kehendak anggota-anggota kelompok yang
dipimpinnya. Pemimpin tidak lah terikat pada diri sendiri dalam artian sangat
memikirkan minat dan masalah pribadi sehingga tidak sempat memperhatikan
minat dan masalah anggota kelompok yang lain.
Faktor

utama

yang

terpenting

dalam

kepemimpinan

adalah

kepribadian.Pemimpin harus lebih bertanggung jawab, lebih ekstrovert, lebih
bersemangat, lebih banyak akal, dan lebih inisiatif dibandingkan yang bukan
pemimpin.Emosinya stabil, penyesuaian dirinya baik, orang yang berbahagia, dan
hanya mempunyai sedikit kecenderungan neurotik.
2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Remaja
Menurut Baharuddin tahun 2014, perkembangan sosial remaja dipengaruhi
oleh beberapa faktor.Pertama, keluarga.Keluarga merupakan lingkungan pertama
yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan sosialnya. Kondisi diri dan
tata cara kehidupan merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.

Universitas Sumatera Utara

37

Di dalam keluarga, berlaku norma-norma kehidupan keluarga yang mewarnai
perilaku kehidupan budaya anak.Kedua adalah kematangan. Baik kematangan
fisik

maupun

psikis,

diperlukan

dalam

bersosialisasi

untuk

mampu

mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain.
Kematangan intelektual, emosional, dan kemampuan berbahasa ikut pula
menentukan.Ketiga, status sosial ekonomi.Perilaku anak banyak memperhatikan
kondisi normatif yang ditanamkan oleh keluarganya.Masyarakat akan memandang
anak bukan sebagai anak yang independen, melainkan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarnya anak itu, ia anak “siapa” sehingga secara
tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat, dan kelompoknya akan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Keempat,
pendidikan.Pendidikan dalam arti luas diartikan bahwa perkembangan anak
dipengaruhi oleh kehidupan keluarganya, masyarakat, dan kelembagaan.
Penamaan norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta
didik yang belajar di kelembagaan pendidikan sekolah. Kelima, kapasitas mental,
yaitu emosional dan intelegensi.Perkembangan emosi berpengaruh terhadap
perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain adalah moral
utama dalam kehidupan sosial yang dapat dicapai oleh anak yang berkemampuan
intelektual tinggi. Oleh karena itu, kemampuan intelektual yang tinggi,
kemampuan berbahasa yang baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.

Universitas Sumatera Utara

38

Para pendidik di sekolah atau para tokoh masyarakat perlu memberikan
rangsangan kepada mereka ke arah perilaku yang bermanfaat dan dapat diterima
secara sosial.Misalnya, melalui kegiatan-kegiatan sosial dalam bentuk kerja bakti,
kelompok-kelompok belajar (study club), dan karang taruna.Kegiatan-kegiatan
sosial tersebut perlu disosialisasikan secara nyata, baik dalam kehidupan di
sekolah maupun bermasyarakat.

Universitas Sumatera Utara