Pendekatan Pemodelan Matematik dalam Pembelajaran Fisika

PENDEKATAN PEMODELAN MATEMATIK DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
Muhamad Yusup
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Sriwijaya
Email: yusufunsri@yahoo.com

Abstract
Physics concept can be represented with multiple representation. Understanding
physics concepts requires skill to work with interchange among representation,
and good understanding on each representation. The use of multiple
representation in modeling approach help students relating different
representation. Mathematical representation is one of representations that is
used more in physics teaching. This article describe what and how mathematical
modeling used in physics teaching.
Key words : Representation, Mathematical modeling, Physics Teaching
Pendahuluan
Fisika merupakan cabang ilmu yang
berupaya menjelaskan berbagai fenomena
dan perilaku alam. Dalam mempelajari
alam, para fisikawan melakukan proses
dasar yakni pemodelan. Proses tersebut
meliputi pembuatan, analisis dan evaluasi

suatu model untuk menjelaskan fenomena
yang dipelajari. Salah satu model yang
banyak digunakan para fisikawan adalah
model matematika.
Model matematika yang digunakan
dalam fisika diungkapkan menggunakan
bahasa matematika dalam bentuk rumusrumus
matematika.
Rumus-rumus
matematika yang melukiskan hukumhukum alam pada hakikatnya adalah cara
fisikawan untuk melukiskan fenomena alam
dalam bentuk sederhana secara kuantitatif.
Fisika memang berkaitan erat
dengan matematika. Pertanyaan mengenai
hubungan
matematika
dan
fisika
sebenarnya telah berlangsung sejak lama
(Gingras: 2001). Sampai saat ini, pada

praktik pengajaran fisika di sekolahsekolah, guru lebih banyak mengajarkan
konsep fisika melalui rumus-rumus yang
dinyatakan dalam persamaan matematika.
Dalam penyelesaian masalah-masalah
fisika, matematika merupakan elemen
penting yang seringkali gagal digunakan
oleh orang yang mempelajari fisika.
Bahkan, bagi siswa yang kurang terampil
dalam merepresentasi konsep fisika,
kegagalan
dalam
mengingat
atau
menggunakan rumus-rumus matematika

dapat menyebabkan ia gagal dalam
memecahkan soal-soal fisika itu.
Ornek, Robinson dan Haugan (2007)
menemukan bahwa fisika dianggap
sebagai pelajaran yang sulit karena fisika

memerlukan keterampilan matematika
yang baik, dan sulit dipelajari jika tidak
memiliki latar belakang matematika yang
memadai. Namun, persoalan matematika
ini seringkali menjebak siswa yang
memperlajari fisika pada penyelesaian
masalah matematika daripada masalah
fisika.
Hestenes (1996) menyatakan, untuk
mempelajari fisika, siswa harus terlibat
dalam semua aspek pemodelan. Karena
keterbatan ruang, dalam makalah ini
penulis
hanya
akan
membicarakan
pemodelan
matematik.
Sebelum
membicarakan pemodelan matematika,

ada baiknya terlebih dahulu kita tinjau
bagaimana matematika digunakan dalam
fisika.
Penggunaan Matematika dalam Fisika
Walaupun matematika adalah alat
yang penting dalam fisika, ada perbedaan
antara matematika murni yang dipelajari
orang matematika dengan matematika
yang diplelajari orang fisika (Redish, 2005).
Orang fisika dan orang matematika
melabel konstanta dan variabel secara
berbeda. Dalam matematika sebagaimana
biasa
diajarkan,
pemilihan
simbol
cenderung dibatasi oleh kategori. Dalam
kelas kalkulus, variabel hampir selalu

berupa x, y, z, atau t. Konstanta biasanya

direpresentasikan sebagai angka-angka
khusus.
Secara
umum,
konstantakonstanta itu berupa a, b, c, atau d. Dalam
fisika, kita menggunakan banyak sekali
simbol-simbol yang berbeda. Dalam fisika
berbasis kalkulus, persamaan-persamaan
ditampilkan dalam tiga sampai enam
simbol atau lebih. Dalam fisika, terdapat
banyak jenis konstanta –angka (2, e, , ...),
konstanta umum ( , ℎ, , …), parameter
( , , …), dan keadaan awal. Dalam fisika
antara konstanta dan variabel tidak
dibedakan secara jelas. Simbol-simbol
digunakan untuk menyatakan ide daripada
kuantitas. Perbedaan yang utama adalah
pemberian
makna
terhadap

simbol
matematika dalam fisika.
Pemberian makna terhadap simbol
memunculkan
perbedaan
bagaimana
orang fisika dan orang matematika
menginterpretasi
persamaan.
Penulis
pernah mengajukan pertanyaan kepada
mahasiswa
pada
berbagai
tingkat
semester, dan juga kepada guru fisika,
bagaimana
interpretasi
terhadap
persamaan Hukum Kedua Newton,

=
. Kebanyakan mereka menjawab bahwa
untuk memperbesar gaya dapat dilakukan
dengan memperbesar massa dan atau
percepatan benda. Jawaban tersebut bisa
benar dalam tinjauan matematika, tetapi
salah dalam konsepsi fisika.
Pemberian
makna
terhadap
persamaan matematika dalam fisika
dipengaruhi oleh bagaimana memaknai
tanda sama dengan ( = ) pada persamaan
itu. Dalam fisika, tanda “=” memiliki arti
yang
berbeda-beda.
Xiaoyu
(2011)
menyatakan bahwa tanda “=” (sama
dengan) dalam fisika memiliki makna lebih

dibanding
hanya
bermakna
“kesetimbangan” seperti pada aljabar.
Sebagai contoh, =
bermakna bahwa
gaya
menghasilkan/menyebabkan
percepatan. Karenanya, secara fisis kita
tidak diperkenankan untuk menuliskannya
sebagai
= ,
walaupun
secara
matematik benar, karena gaya berperan
sebagai “penyebab” dan menghasilkan
“akibat” yang disebut percepatan. Contoh
lain yang mirip adalah = ∆ dan
=∆ .
Pada kasus ini, tanda “=” bermakna

“menghasilkan/menimbulkan”
atau
“menyebabkan”.

Makna berbeda untuk tanda “=” pada
persamaan gaya gesek
=
. gaya
Lorentz,
= , atau dua gaya yang
bekerja bersama pada kasus bidang
miring,
+
= . Di sini, tanda “=”
bermakna “memberikan” atau “menjadi”.
Sementara untuk hukum kekekalan, tanda
“=” menghubungkan dua keadaan secara
berurutan. Contoh hukum kekekalan dalam
fisika adala hukum kekekalan momentum
= , hukum kekekalan

linier,
momentum anguler
= , dan kekekalan
= . Ada pula tanda “=” yang
energi
hanya bermakna definisi dari suatu
besaran, seperti pada
=
, = ∆ ,
.
=! , "=
Dari penjelasan di atas, jelaslah
bahwa tanda “=” (sama dengan) dalam
fisika tidak selalu bermakna “persamaan”
dengan konsekuensinya seperti dalam
matematika. Oleh karena itu kita perlu
memadukan arti fisik dengan matematika
sehingga dapat mengubah cara kita
melihat
persamaan.

Persamaan
matematika dalam fisika perlu dipandang
sebagai representasi suatu hubungan
antara besaran-besaran fisika atau hasil
pengukuran yang dinyatakan dalam suatu
bahasa atau model matematika.
Model dan Pemodelan Matematika
Banyak
kebingungan
tentang
pemodelan karena orang yang berbeda
menggunakan definisi yang berbeda
terhadap istilah ini. Oleh karena itu penting
untuk memulai pembahasan ini dengan
memberikan definisi yang tegas terhadap
istilah model dan pemodelan. Jennings
(2003) memberikan definisi yang jelas
mengenai model dan pemodelan sebagai
berikut.
Model sebagai kata benda:
Melihat model matematika yang telah
dibuat sebelumnya dalam berbagai bidang
dan menerapkan model tersebut untuk
situasi yang sama.
Dengan
menggunakan
definisi
ini,
sebagian besar buku-buku teks saat ini dan
sebelumnya dapat menyatakan bahwa
buku-buku
itu
memiliki
komponen
pemodelan. Sebuah contoh mengenai hal
ini adalah memberikan siswa persamaan
untuk ketinggian suatu benda sebagai

1
h = − gt 2 + v0t + h0 , di mana ℎ adalah
2
ketinggian,
adalah waktu, ℎ# adalah
ketinggan awal, # adalah kecepatan awal,
dan
adalah percepatan gravitasi. Dari
persamaan ini, dan beberapa keadaan
awal, siswa diminta untuk mengevaluasi
persamaan
tersebut
untuk
mencari
ketinggian pada waktu tertentu, atau
mencari niali-nilai yang lain.
Model sebagai kata kerja:
Menggunakan proses pemodelan untuk
mendefinisikan dan menjawab pertanyaan
Proses
pemodelan
dapat
didefinisikan dalam hal-hal berikut:
a) mengidentifikasi masalah yang diteliti;
b) menentukan faktor-faktor yang penting;
c) merepresentasikan faktor-faktor di atas
dan saling mempengaruhi di antara
faktor-faktor tersebut secara matematik
dan menganalisis hubungan matematik;
d) menginterpretasi hasil-hasil matematik
dalam konteks fenomena dunia nyata;
e) mengevaluasi bagaimana aplikasi hasilhasil di atas dalam situasi dunia nyata;
f) jika perlu, uji ulang faktor yang
berpengaruh dan struktur model awal.
Hestenes (1987) mengartikan model
sebagai representasi konseptual dari hal
yang nyata. Model dalam fisika adalah
model matematika dan dengan kata lain
sifat fisik direpresentasikan oleh variabel
kuantitatif dalam model.
Lebih
jauh,
Hastenes
(1987)
menyatakan bahwa model matematika
memiliki empat komponen:
1) Satu set nama untuk objek dan agen
(objek eksternal) yang berinteraksi
dengan objek, juga untuk setiap bagian
dari objek yang diwakili dalam model.
2) Satu set variabel deskriptif (atau
deskriptor)
yang
mewakili
sifat
objek. Ada tiga jenis variabel: variabel
objek (menggambarkan sifat intrinsik
objek), variabel keadaan (sifat intrinsik
yang nilainya berubah dengan waktu,
dan variabel interaksi (menggambarkan
interaksi agen dengan objek yang
dimodelkan)
3) Persamaan-persamaan dari model,
menggambarkan evolusi struktur dan
waktunya.

4) Sebuah interpretasi yang mengaitkan
variabel deskriptif dengan sifat objek
yang direpresentasikan oleh model.
Pendekatan
Pemodelan
Matematik
dalam Pembelajaran Fisika
Pemodelan matematika merupakan
proses merepresentasikan masalah dalam
situasi atau dunia nyata ke dalam bahasa
matematika untuk menemukan pemecahan
dari suatu masalah. Model matematika
dapat dipandang sebagai penyederhaaan
atau abstraksi dari situasi atau dunia nyata
yang
kompleks
ke
dalam
bentuk
matematika.
Pemahaman lengkap tentang konsep
dalam fisika membutuhkan kefasihan
dalam bahasa matematika di mana
konsep-konsep ini dikemas (Tuminaro and
Redish, 2004). Ketika kita mengajar fisika
menggunakan pendekatan pemodelan
matematika,
berarti
kita
mengajar
pemecahan masalah matematika. Dalam
proses pemecahan masalah tersebut,
masalah dunia nyata dalam fisika
dikonversikan
menjadi
masalah
matematika
lalu
pemecahannya
diinterpretasikan kembali ke dalam dunia
nyata. Gambar 1 menyajikan penggunaan
model matematika dalam sains (termasuk
fisika).

Gambar 1. Proses Pemodelan Matematika

Pemodelan matematika dimulai dari
masalah pada situasi atau dunia nyata.
Penekanan pemodelan matematika lebih
pada penyeselaian masalah daripada
menemukan jawaban yang seharusnya.
Kadang-kadang,
dalam
menyelesaian
masalah matematika kita tidak dapat
memecahkannya secara penuh. Pada saat
yang lain, kita sudah merasa senang
dengan jawaban perkiraan ketika jawaban
yang pasti tidak dapat ditentukan.
Saglam (2004) menyatakan bahwa
ada dua pendekatan untuk membangun
model
matematika:
pendekatan

eksperimen dan pendekatan teoritik.
Pendekatan eksperimen didasarkan pada
data eksperimen. Pendekatan teoritik
didasarkan pada hukum yang diperoleh
melalui model fisik.
Konsekuensi
dari
pandangan
pemodelan untuk pengajaran fisika adalah
bahwa guru harus memahami hakikat fisika
sebagai pemodelan, dan menjadi pemodel
dan penginterpretasi model. Untuk menjadi
pemodel yang kompeten, guru perlu
berlatih dalam proses penalaran. Jadi,
komponen penting dalam pendekatan
pemodelan adalah memahami penalaran
sebagai perantara penting antara observasi
eksperimental dan representasi konseptual
(Angell, Kind, Henriksen, Guttersrud:
2008).
Mengajar
konsep
model
dan
pemodelan matematika dapat dilakukan
dengan
menekankan
pada
multirepresentasi dan mengajarkan kepada
siswa
keterampilan
bernalar
ilmiah.
(Guttersrud,
2008).
Pendekatan
ini
menggunakan representasi eksternal dan
internal. Menurut Dufour-Janvier et al.
(1987)
representasi
internal
adalah
gambaran
mental dan representasi
eksternal
adalah
semua
organisasi
simbolik eksternal seperti benda-benda
fisik, gambar, bahasa lisan dan simbol
tertulis. Jadi, keterampilan menggunakan
pemodelan tergantung pada keterampilan
mengungkap representasi representasi
eksternal, dan juga kerampilan beralih dari
satu representasi ke representasi yang lain
(multirepresentasi).
Penutup
Pemodelan
matematika
dapat
menjadi tema pusat pembelajaran fisika. Ini
berarti bahwa pengajaran fakta dan teori
fisika menjadi subsider untuk mengajarkan
prinsip-prinsip dan pendekatan pemodelan
matematika. Dalam praktiknya, pemodelan
matematika ini memerlukan keterampilan
dalam memahami satu representasi ke
dalam representasi yang lain, dari
representasi
non
matematik
ke
representasi matematik lalu kembali
diinterpretasi ke dalam representasi non
matematik kembali.

Daftar Pustaka
Angell, C., Kind, P. M., Henriksen, E. K., &
Guttersrud, Ø. (2008). An empiricalmathematical modelling approach to
upper secondary physics. Physics
Education, 43(3), 256-264.
Cheng, A.K. Teaching Mathematical
Modelling in Singapore Schools,
National Institute of Education,
tersedia
di
http://math.nie.edu.sg/kcang/TME_pa
per/teachmod.html)
Dufour-Janvier, B., Bednarz, N., &
Belanger, M. (1987). Pedagogical
considerations
concerning
the
problem of representation. In C.
Janvier
(Ed.),
Problems
of
representation in the teaching and
learning of mathematics. 109-122.
Hillsdale,NJ: Erlbaum.
Gingras, Y. (2001). What did Mathematics
Do to Physics. History Science. xxxix.
Guttersrud, Ø. (2008). Mathematical
Modelling in Upper Secondary
Physics Education. University of
Oslo, Oslo.
Hestenes, D. (1987). Toward a Modelling
Theory of
Physics Instruction.
American journal of physics, 55(5),
440-454.
Hestenes,
D.
(1996).
Modeling
Methodology for Physics Teachers.
Makalah pada The International
Conference
on
Undergraduate
Physics Education. Tersedia di
http://modeling.asu.edu/modeling/Mo
delingMeth-jul98.PDF.
Jennings,
R.
(2003).
Mathematical
Modeling the Glue That Binds.
Tersedia
di
http://www.math.washington.edu/nw
mi/materials/
Ornek, F., Robinson, W.R., Haugan, M.R.
(2007).
What
Makes
Physics
Difficult?
Science
Education
International. 18(3). 165-172

Redish, E.F. (2005). Problem Solving And
the Use of Math in Physics Courses.
Invited talk presented at the
conference, World View on Physics
Education
in:
Focusing
on
Change.Saglam-Arslan, A., Arslan, S.
(2010). Mathematical models in
physics: A study with prospective
physics teacher. Scientific Research
and Essays. 5 (7), 634-640.
Tuminaro, J., Redish, E.F. (2004).
Understanding
Students’
Poor

Performance
on
Mathematical
Problem Solving in Physics. Physics
Education Research Conference
2003 Part of the PER Conference
series, 720, 113-116. Tersedia di
http://www.physics.umd.edu/perg/papers/tuminaro/madison_proceedings.
pdf
Xiaoyu, W. 2011. “More meaning of “=” in
AP Physics,” The Physics Teacher, 49,
405 (2).