27062014 Kenapa Banyak Tercipta Gol di P

27062014 Kenapa Banyak Tercipta Gol di Piala Dunia?
Hingga Kamis (26/6) malam, atau putaran terakhir fase grup Piala Dunia 2014,
telah tercipta 136 gol dari 48 laga.
Skor terbesar dalam satu pertandingan dibukukan Perancis kala mengandaskan
Swiss dengan skor 5-2. Pertandingan yang menghasilkan lebih dari empat gol
antara lain tercipta saat Spanyol dipermalukan Belanda 1-5 dan ketika Australia
ditundukkan Belanda 2-3.
Pertandingan yang tidak kalah seru adalah saat wakil Afrika, Aljazair membuka
asa setelah menang 4-2 atas Korea Selatan. Tim tuan rumah tidak mau
ketinggalan. Brasil menang 4-1 atas Kamerun untuk memastikan satu tempat di
babak 16 besar.
Begitu pula dengan Kolombia. Tim peringkat delapan FIFA ini berhasil
melesakkan empat gol untuk kemenangan 4-1 mereka atas Jepang. Di
pertandingan lain, Argentina sempat dikejutkan dengan dua gol Musa untuk
Nigeria dalam pertandingan yang berkesudahan 3-2 untuk kemenangan
Argentina tersebut.
Ada tujuh pertandingan yang menghasilkan lebih dari empat gol dalam satu
pertandingan. Jumlah yang terbilang besar untuk sebuah kompetisi resmi.
Terdapat beberapa faktor yang mendasari terciptanya banyak gol di Piala Dunia.
Salah satu alasannya adalah banyak tim yang mengharamkan permainan
bertahan. Akibatnya, kedua tim saling melakukan serangan dan menghasilkan

sejumlah peluang untuk dikonversi menjadi gol.
Berikut kami sertakan beberapa alasan mengapa banyak gol terjadi di babak
grup Piala Dunia 2014.
Bermain Terbuka
Ada satu hal yang mesti digarisbawahi dalam turnamen ini: hanya beberapa
pertandingan saja yang diisi dengan taktik “parkir bus”. Paling mencolok saat
pertandingan Argentina menghadapi Iran yang hasil akhirnya 1-0 untuk
Argentina.
Sepanjang pertandingan, Iran bermain bertahan dan mampu menahan serangan
Argentina hingga 90 menit. Sayang, taktik bertahan tersebut tak mampu
membendung Lionel Messi untuk mencetak gol di waktu tambahan.
Para penonton Piala Dunia 2014 memang beruntung karena mayoritas
pertandingan lainnya diisi oleh jual beli serangan. Bahkan, pertandingan yang
dianggap tidak menarik pun, seperti Honduras melawan Ekuador, tercipta tiga
gol dari pertandingan ini.
Jumlah gol terkadang tidak menunjukkan cara bermain kedua tim yang
sebenarnya. Ekuador dan Honduras sebenarnya silih berganti melakukan

serangan. Jika kiper kedua tim tak bermain cemerlang, mungkin lebih dari tiga
gol yang bersarang ke gawang kedua tim.

Pun dengan kampiun Piala Eropa 2004, Yunani. Tim yang dianggap
membosankan ini, faktanya menyerang habis-habisan saat dikalahkan Kolombia
0-3. Meski kalah, Yunani lah yang sebenarnya menguasai jalannya pertandingan.
Mereka dengan berani bermain dengan 4-3-3 dengan dua fullback yang begitu
aktif membantu serangan.
Sayangnya, problem utama Yunani adalah sulitnya para penyerang mereka untuk
mencetak gol. Entah karena tidak terbiasa untuk mencetak gol lewat permainan
terbuka (open play), tapi penampilan dua striker mereka, Theofanis Gekas dan
Mitroglou, hingga akhir fase grup tidak menghasilkan satupun gol.
Belanda adalah contoh terbaik dari permainan menyerang. Dari 10 gol yang
mereka buat (terbanyak di Piala Dunia), tidak ada yang berasal dari bola mati.
Semua gol yang dicetak Robin van Persie dan kolega, dibuat dari open play.
Sementara itu, Perancis keluar sebagai tim yang paling banyak melakukan
attemps. Total, mereka sudah membuat 62 attempts dan mencetak 8 gol.
Seluruh gol Prancis dicetak ke gawang Honduras dan Swiss. Sementara ketika
menghadapi Ekuador, serangan mereka selalu mentok sehinggat tidak ada gol
yang tercipta di pertandingan tersebut.
Jika Anda menyangka bahwa Spanyol—yang pulang lebih cepat—memainkan ball
possesions, bisa jadi jawaban Anda benar. Tapi, Spanyol bukanlah tim dengan
jumlah passing terbanyak. Tim asuhan Joachim Loew ini melakukan 1792 umpan

sukses dari 2120 umpan yang mereka lakukan. Jumlah ini begitu jauh di atas
rata-rata tim lain, yang hanya mencatatkan 1153 umpan sukses.
Ini yang membuat Jerman dianggap bermain lebih atraktif saat mengempaskan
Portugal dan bermain seri menghadapi Ghana. Pun saat mereka melakoni
pertandingan terakhir menghadapi Amerika Serikat. Pertandingan tersebut
menjadi pertandingan dengan jumlah umpan terbanyak di Piala Dunia dengan
1277 kali.
Ini juga diimbangi oleh tiga gelandang Amerika Serikat yang menjadi otak
serangan Negeri Paman Sam. Kombinasi Michael Bradley, Beckerman, dan Jones,
selalu menghasilkan umpan di atas 100 dalam satu pertandingan.
Padunya Lini Depan
Beberapa tim seperti Swiss, Kolombia, Belanda, dan Perancis, seolah tidak
memiliki masalah dengan kekompakan pemain mereka. Ketika sudah berada di
lini depan, para pemain dari empat tim tersebut dapat dengan mudah
menemukan rekannya, untuk membuat peluang.
Kolombia adalah tim terbanyak yang memberikan assist. Semua gol yang open
play mereka berawal dari umpan yang berbuah gol. Sementara satu gol lainnya
dicetak lewat titik putih saat pertandingan menghadapi Jepang.

Padunya lini depan juga tidak lepas dari komposisi pemain dan formasi yang

diterapkan pelatih mereka Jose Pekerman. Ketika menyerang, terutama lewat
serangan balik, ada dua pemain yang selalu ikut menyerang: striker dan James
Rodriguez. Peran Rodriguez sebagai penyeimbang di lini tengah, sekaligus
pemberi suplai untuk striker memang vital.
Pemain klub Monaco ini memberikan dua assists dan mencetak tiga gol bagi
Kolombia. Perannya di lini depan, menunjang Jackson Martinez maupun Teo
Rodriguez untuk membuat peluang gol bagi Kolombia.
Lini serang Perancis lebih istimewa lagi. Meski hanya mengandalkan Karim
Benzema sebagai striker, Perancis mampu mencetak delapan gol dengan lima
assists. Sama seperti Rodriguez, Benzema juga mencetak tiga gol dan dua assist.
Meski berperan sebagai penyerang, Benzema kerap menjemput bola, dan
memberikan umpan terbosan bagi rekan-rekannya.
Perancis memiliki amunisi pemain sayap yang mumpuni. Griezmann, Matuidi,
Valbuenal, dan Cabella adalah nama-nama yang menyisir sayap Perancis.
Kehilangan Franck Ribery, nyatanya tak berpengaruh banyak bagi skuat asuhan
Didier Deschamps tersebut. Perancis masih tampil trengginas dan menakutkan
kala menyerang.
Berbeda dengan Argentina. Lionel Messi seolah bekerja sendirian. Ketika
menyerang, rekan-rekannya seolah memberi banyak harap padanya. Ia dipaksa
untuk mencari cara mencetak gol sendirian. Argentina adalah negara dengan

komposisi serangan terbanyak. Ini dilihat dari jumlah attemps, passing dan
corners.
Tapi, dari enam gol yang dicetak, hanya tercipta dua assists. Sisanya, lima gol
memang dicetak dari open play, dan satu gol lewat servis bola mati Messi.
Piala Dunia 2014 seolah menjadi pembuktian bagi para pemain muda untuk
menunjukkan bahwa mereka bisa dapat langsung klop dengan pemain senior
yang sudah terlebih dahulu mengisi skuat tim nasional.
Mengandalkan Satu Penyerang
Banyak yang menganggap dalam formasi 4-2-3-1, peran satu penyerang
tersebut menjadi tidak terlihat. Pergerakannya kalah lihai oleh penjagaan ketat
bek terhadapnya.
Hal ini pula yang sering menjadi kritik penonton untuk penyerang Brasil, Fred. Ia
dianggap tidak mampu menyaingi penyerang top lain seperti Karim Benzema,
Robin van Persie, atau bahkan Jackson Martinez sekalipun.
Kehadiran Fred seolah tertutupi oleh Neymar yang menjadi tulang punggung
Brasil. Nama Fred, menjadi jarang dipanggil oleh para komentator karena ia
jarang memegang bola.
Padahal, dibalik kritik tersebut, peran Fred sangatlah penting untuk memancing
bek lawan enyah dari depan gawang. Fred bisa menggiring bek yang


menjaganya tersebut, untuk membuka ruang bagi Neymar maupun Oscar untuk
melakukan penetrasi ke jantung pertahanan lawan.
Saat menghadapi Kroasia di pertandingan pertama misalnya. Neymar yang tidak
terkawal, melesakkan bola tanpa penjagaan. Pergerakan Fred yang menggeser
bek Brasil ternyata membuahkan hasil. Sudut kosong di kiri pertahanan Kroasia,
semakin terbuka, sehingga memudahkan Neymar untuk mencetak gol.
Pun dengan gol kedua. Meski banyak yang mengggap hadiah penalti yang
diberikan wasit terlalu berlebihan, tapi keputusan tak bisa dianulir. Ini membuat
Brasil unggul secara skor dan psikologis. Dan tentu saja tak bisa dilepaskan dari
peran Fred yang terjatuh karena ditarik pemain Kroasia.
Kritik serupa juga diterima penyerang Swiss, Josip Drmic. Ia dianggap kalah
tajam dari gelandang mereka, Xherdan Shaqiri. Ketika menang atas Honduras 30, Shaqiri memborong tiga gol tersebut. Drmic tidak mencetak gol, tapi Swiss
tidak akan menang tanpa pergerakannya. Ia bisa menjadi pemain penghubung,
pengejar bola, dan pengecoh pertahanan lawan.
Buruknya Organisasi Pertahanan
Jika ada satu tim yang berhasil mencetak banyak gol terdapat dua simpulan:
penyerang tajam dan pertahanan yang bobrok. Inilah juga yang ditunjukkan
Swiss, Portugal, Korea Selatan, dan Jepang.
Kekalahan 2-5 atas Perancis sebenarnya tidak perlu terjadi jika Swiss bermain
seperti 10 menit terakhir. Pertahanan mereka begitu rentan untuk diserang.

Bukti sahihnya tentu saja saat Perancis menghancurkan mereka dengan lima gol.
Pun dengan Portugal yang memiliki masalah dengan lini belakang mereka.
Pelatih Paulo Bento hanya mengajak empat pemain berpengalaman di lini
pertahanan: Pepe Burno Alves, Coentrao, dan Pereira. Sisanya, macam Almeida,
Neto, dan Costa hanya bermain tidak lebih dari 20 kali untuk timnas.
Ini yang membuat mereka dibombardir oleh tim sekelas Amerika Serikat. Meski
berakhir 2-2, tapi Portugal rasanya layak kalah karena bek mereka yang begitu
payah dalam menahan serangan lawan. Pun ketika menghadapi Jerman. Meski
bermain lengkap 11 lawan 11, Portugal sudah dibobol dua kali oleh Jerman.
Terlebih, ketika Pepe dikartu merah, Jerman menambah keunggulan dan
mengubah skor akhir menjadi 4-0 untuk kekalahan memalukan Portugal.
Bobroknya lini pertahanan juga dialami dua tim asal Asia: Korea Selatan dan
Jepang. Ditinggalkan Park Ji-Sung yang pensiun, praktis Korea Selatan hanya
mengandalkan Koo Ja-Choel sebagai penghubung serangan.
Mereka sempat hampir menang atas Rusia. Namun, kesalahan elementer bek
mereka, membuat Rusia mampu menyamakan kedudukan. Di pertandingan
kedua, buruknya pertahanan Korea Selatan seperti tidak ada perubahan, malah
terlihat bertambah buruk. Lawan mereka hanyalah Aljazair yang juga tidak

memiliki skuat yang kompetitif. Nyatanya, gawang mereka bobol sebanyak

empat kali!
Begitu pula dengan Jepang yang di pertandingan pertama meski kebobola dua
gol dari Pantai Gading. Kelemahan pertahanan Jepang begitu diumbar ketika
mereka kalah 1-4 atas Kolombia. Padahal, saat itu Jepang tengah mengurung
pertahanan Kolombia habis-habisan. Tapi, tiga serangan balik membuat Jepang
mesti menanggung malu dengan kalah 1-4.
Simpulan
Jika ditanya kenapa banyak gol tercipta di Piala Dunia, jawabannya mengerucut
menjadi: tajamnya lini serang, dan buruknya lini pertahanan. Ini seolah menjadi
jawaban atas x+y = z. Jawabannya menjadi absolut dan tidak bisa diganggu
gugat.
Tapi ada satu simpulan yang mendasari mengapa banyak gol tercipta: mayoritas
kontestan bermain terbuka. Mereka membiarkan lawannya menyerang, dan jika
ada peluang, gantian mereka yang menyerang. Sayangnya, ada yang mampu
memanfaatkan peluang tersebut menjadi gol, ada yang menjadi terlena
sehingga kebobolan.
Piala Dunia 2014 sangatlah menarik untuk disaksikan terutama bagaimana para
pelatih mengembangkan formasi yang mereka gunakan. Penggunaan dua poros
ganda pada dasarnya hanya akan membuat permainan membosankan. Tapi,
mereka menggabungkannya dengan menyimpan tiga bek dan wingback untuk

melakukan penetrasi lewat sayap.
Jika satu penyerang dianggap sudah terlalu mainstream, coba tengok formasi
dasar Meksiko, Ekuador, Honduras dan Amerika yang masih menggunakan dua
penyerang. Permainan sepakbola seolah kembali pada khitah yang sebenarnya.
Piala Dunia 2014 berhasil memulangkan sepakbola membosankan ala La Furia
Roja.
Sepakbola yang mengasyikan adalah saat pelatih kedua tim mau mengambil
resiko dengan bermain terbuka.