BANK SENTRAL dalam pasar (1)

BANK SENTRAL
Pengertian Bank Sentral ( Bank Indonesia )
BANK
BANK
a. Sejarah
terbentuknya Bank Indonesia
Gagasan pembentukan bank sentral telah muncul sejak pembahasan materi
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI.
Gagasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Penjelasan Pasal 23 UUD 1945 tentang
Hal Keuangan. Langkah pembentukan bank sentral dimulai dengan Surat Kuasa
Soekarno-Hatta tanggal 16 September 1945 kepada R.M. Margono Djojohadikoesoemo
untuk mempersiapkan Bank Negara Indonesia (BNI). Tidak lama kemudian, didirikan
Jajasan Poesat Bank Indonesia yang berikutnya dilebur ke dalam BNI. Sebagai bank
sentral dalam masa revolusi, BNI tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal.
Sementara itu, De Javasche Bank (DJB) yang pernah menjadi bank sirkulasi pada masa
Hindia Belanda, kembali membuka cabangcabangnya di wilayah yang dikuasai oleh
NICA sejak awal 1946. Pada 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) telah menetapkan
DJB sebagai bank sirkulasi bagi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan BNI berfungsi
sebagai bank umum. Setelah bubarnya RIS pada 17 Agustus 1950, Republik Indonesia
(RI) berkeinginan untuk memiliki bank sentral yang independen dan bebas dari
kepemilikan asing. Keinginan tersebut difokuskan pada nasionalisasi DJB yang selama

ini telah berfungsi sebagai bank sirkulasi meski masih berstatus bank swasta dan
didominasi oleh Belanda. Pada 1951, DJB dinasionalisasi dan kepemilikan sahamnya
berhasil diselesaikan oleh Panitia Nasionalisasi. Maka dengan berlakunya UU No.
11/1953 tentang penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada 1 Juli 1953,
DJB dirubah namanya menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk RI.
b. Pengertian Bank Indonesia
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999, Bank Sentral (Bank

Indonesia) merupakan

lembaga negara yang independen/mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan
pihak-pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang- undang.
Bank Indonesia merupakan bank sentral di Indonesia yang didirikan berdasarkan
undang-undang.

2. Fungsi dan wewenang Bank Indonesia
BANK
 Lembaga negara yang independen
BANK
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang

independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah
undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan
berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status
dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah
dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undangundang ini
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan
melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan
tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau
mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan
kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif
dan efisien.
 Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan
hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik
Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang
merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat
luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank

Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar
pengadilan.

STRUKTUR ORGANISASI

3. Tujuan Dan Tugas Bank Indonesia
a. Tujuan
Tunggal
BANK
Dalam
BANKkapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah
ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa,
serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua
tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian,

tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan

mudah.
b. Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut (klik pada gambar
dibawah) perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
dapat dicapai secara efektif dan efisien

1) Menetapkan Dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah
kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan
memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka
pendek, menengah, maupun panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan
dengan menetapkan suku bunga (BI Rate). Perkembangan indikator tersebut
dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu menggunakan operasi
pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum
bagi perbankan. Pendekatan pegendalian moneter secara tidak langsung ini telah

dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan
dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri.

 Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas
rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku
bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah.
Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi
benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan
intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi
pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.
 Politik Diskonto
Tindakan untuk mengubah – ubah tingkat bunga yang harus dibayar oleh bank
umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Dengan menaikkan diskonto,
maka ongkos meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan
mengurangi keinginan bank untuk meminjam . Akibatnya, jumlah uang yang
beredar dapat ditekan / dikurangi. Di negara yang sudah maju, politik diskonto ini
juga mempunyai efek pengumuman ( announcement effect ), yakni efek yang
ditimbulkan dari adanya pengumuman ( melalui mass media ) tentang tingkat
diskonto. Pengumuman ini akan dipakai oleh masyarakat sebagai indikasi ketat
tidaknya kebijaksanaan moneter pemerintah.
 Penetapan Cadangan Wajib Minimum

Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar
yang besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini,
kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5%
dari dana pihak ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening
bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang
perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat
ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.
 Peran sebagai Lender of The Last Resort
Bank Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam
melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan
likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam
pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank
penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta

mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah
pinjaman.
 Kebijakan Nilai Tukar
Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka
tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai

tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi
peningkatan kegiatan dunia usaha. Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia
telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun
1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun
1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate
system) sejak 14 Agustus 1997.
Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah
sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar
pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk
menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu
melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak
kurs yang berlebihan.
 Pengelolaan Cadangan Devisa
Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri Pemerintah dan
bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional.
Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan
tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi.
Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan
yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan
terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan

devisa.
Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan
sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan
jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai
dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau
penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.
 Kredit Program
Dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen,
pemberian kredit program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada di luar
lingkup tugas Bank Indonesia. Tugas pemberian kredit program akan dilakukan
oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan

tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian
pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian
tugas yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.
2) Mengatur Dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satusatunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang
rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain

dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia
berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time,
sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran
berbasis kartu.
Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan
handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai
dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional.
Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang
diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi
pelayanan jasa sistem pembayaran.
Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa
pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di
Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal
bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya
dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran,
secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti
pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik
mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan

November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.
Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran,
Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh
jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan
sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional

terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga
berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem
pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar
Bank Indonesia.
3) Mengatur Dan Mengawasi Bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau
kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan
mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan
mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan,

penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan
dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan
pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik
dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan.
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi
terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap
sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh
langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak
diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang
akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan
efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter. Restrukturisasi perbankan tersebut
dilakukan

melalui

upaya

memulihkan

kepercayaan

masyarakat,

program

rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan,
dan peningkatan fungsi pengawasan bank.

4. Definisi Stabilitas Sistem Keuangan
BANK

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang
telah diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai
SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak
stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi.
Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:
Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap
kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor
riil dan sistem keuangan.
Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap
berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi,
melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.
Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi
dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi.
Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan
sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini
umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural
maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal
(internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam
sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko
operasional.
Meningkatnya

kecenderungan

globalisasi sektor finansial

yang didukung oleh

perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi
tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis
dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut
selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan
meningkat dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi
ketidakstabilan tersebut.
Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat
forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko
yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas

dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko
berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga
mampu melumpuhkan perekonomian.
a) Kerangka stabilitas sistem keuangan
Dalam kapasitasnya menjaga stabilitas sistem keuangan, tidak seluruh cakupan
dalam sistem keuangan berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai
sebuah sistem, stabilitas keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh karena itu, dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh diperlukan kerangka kerjasama
dengan lembaga terkait yaitu pemerintah dan otoritas jasa keuangan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari duplikasi dan gesekan kepentingan dari masing-masing lembaga
terkait. Gambaran umum kerangka stabilitas sistem keuangan ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Misi dan Tujuan
Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi
lembaga yang memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untuk
menjaga stabilitas keuangan dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea
dan Malaysia). Di Indonesia sendiri, tugas ini sudah termasuk dalam tugas pokok Bank
Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas Rupiah melalui stabilitas moneter dan
didukung oleh stabilitas keuangan. Jadi dalam prakteknya, fungsi untuk menjaga stabilitas
moneter tidak dapat terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem keuangan.
Strategi
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas sistem
keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut mencakup koordinasi dan
kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.
1) Koordinasi dan kerjasama
Upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, selain dilakukan oleh Bank
Indonesia juga oleh instansi terkait lainnya. Jadi berbagai instrumen dalam stabilitas
sistem keuangan, tidak hanya ditentukan oleh bank sentral, tetapi juga oleh otoritas
lainnya. Untuk pengelolaan informasi dan efektivitas kebijakan dalam stabilisasi sistem
keuangan, maka perlu adanya koordinasi antara lembaga tersebut. Hal ini dimaksudkan
agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas yang terlibat dalam stabilitas
sistem keuangan, dapat terhindar dari pertentangan dan dampak negatif. Pengalaman di
negara lain menunjukkan bahwa koordinasi sulit terjadi apabila fungsi pengawasan &
pengaturan perbankan dipisahkan dari bank sentral. Namun jika pemisahan terpaksa

harus dilakukan, maka koordinasi dapat dilakukan melalui pembentukan Forum
Stabilitas Sistem Keuangan yang beranggotakan bank sentral (Bank Indonesia), otoritas
pengawas sistem keuangan, dan pemerintah yang didukung oleh kekuatan hukum.
2) Pemantauan
Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu
mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat sistemik
atau dapat menciptakan krisis. Melalui deteksi dini ini, pencegahan terjadinya
instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian dapat dilakukan melalui
kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas keuangan merupakan
tugas bank sentral yang merupakan satu kesatuan dalam menjaga stabilitas keuangan.
Ada dua indikator utama yang menjadi target pemantauan, yakni indikator
microprudential dan indikator makroekonomi. Kedua indikator tersebut saling
melengkapi sebagai aksi dan reaksi dalam sistem keuangan dan ekonomi. Pemantauan
indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi mikro institusi keuangan dalam
sistem keuangan. Melalui pemantauan ini dapat diketahui potensi risiko likuiditas,
risiko pasar, risiko kredit dan rentabilitas institusi keuangan, yang dimaksudkan untuk
mengukur ketahanan sistem keuangan. Pemantauan indikator makroekonomi juga perlu
dilakukan terhadap kondisi makroekonomi domestik maupun internasional yang
berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan
tersebut, selanjutnya dilakukan analisis guna memprediksi kondisi stabilitas sistem
keuangan.
3) Pencegahan Krisis
Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam sistem
keuangan. Terdapat berbagai langkah kebijakan untuk mengatasi ketidakstabilan dalam
sistem keuangan. Langkah-langkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional, seperti International Monetary fund
(IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi profesional lainnya
.

4) Manajemen krisis
Meskipun pendekatan untuk mencegah timbulnya krisis cukup banyak, namun
tidak ada jaminan bahwa krisis tidak akan terjadi lagi. Karena potensi terjadinya krisis
selalu ada, maka perlu adanya pengelolaan krisis. Manajemen krisis ini berisi prosedur
penyelesaian krisis dan kejelasan peran serta tanggung jawab dari masing-masing
institusi yang terlibat didalamnya. Apabila suatu bank dinyatakan dalam kesulitan
misalnya, maka diperlukan langkah-langkah di bawah ini:


Institusi yang berwenang harus menetapkan apakah bank yang dinyatakan dalam
kesulitan itu tergolong sistemik atau tidak.



Proses penyelamatan harus ditetapkan secara hukum mengingat adanya penggunaan
dana publik dalam proses penyelamatan tersebut.



Peran Bank Indonesia, otoritas pengawasan, dan pemerintah harus ditetapkan secara
jelas.

b. Pentingnya stabilitas sistem keuangan
Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian.
Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan
dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Apabila
sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana
tidak akan berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Pengalaman menunjukkan, sistem keuangan yang tidak stabil, terlebih lagi jika
mengakibatkan terjadinya krisis, memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk upaya
penyelamatannya.
Pelajaran berharga pernah dialami Indonesia ketika terjadi krisis keuangan tahun
1998, dimana pada waktu itu biaya krisis sangat signifikan. Selain itu, diperlukan waktu
yang lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik terhadap sistem
keuangan. Krisis tahun 1998 ini membuktikan bahwa stabilitas sistem keuangan
merupakan aspek yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga perekonomian
yang berkelanjutan. Sistem keuangan yang tidak stabil cenderung rentan terhadap
berbagai gejolak sehingga mengganggu perputaran roda perekonomian.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan dapat
mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti:



Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan
moneter menjadi tidak efektif.



Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi
dana yang tidak tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.



Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti
dengan perilaku panik para investor untuk menarik dananya sehingga
mendorong terjadinya kesulitan likuiditas.



Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi
krisis yang bersifat sistemik.

Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko
kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan sangatlah diperlukan,
terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar lagi.
Indikator Pengukuran Stabilitas Sistem Keuangan

Indikator

Indikator

microprudential (

makroekonomi

Agregat)
Kecukupan modal

Pertumbuhan ekonomi

 Rasio modal agregat

 Tingkat pertumbuhan agregat

Kualitas Aset

 Sektor ekonomi yang jatuh

- Bagi Kreditur

BOP

 Konsentrasi kredit secara sektoral

 Defisit neraca berjalan

 Pinjaman dalam mata uang asing

 Kecukupan cadangan devisa

 Pinjaman terhadap pihak terkait, kredit



macet (NPL) dan pencadangannya
- Bagi Debitur
perusahaan
Sehat
jumlah

lembaga

Pendapatan dan Keuntungan
 ROA, ROE, dan rasio beban terhadap
Likuiditas

(termasuk

struktur jangka waktu)



Komposisi dan jangka waktu aliran
Inflasi

 Volatilitas inflasi

keuangan, dan lain-lain

pendapatan

negeri

modal

Manajemen Sistem Keuangan yang
Pertumbuhan

luar

 Term of trade

 DER (rasio hutang thd modal), laba



Pinjaman

Suku Bunga dan Nilai Tukar
 Volatilitas suku bunga dan nilai tukar
 Tingkat suku bunga domestik
 Stabilitas nilai tukar yang berkelanjutan
 Jaminan nilai tukar
Efek menular



Kredit bank sentral kpd Lemb.Keu,
LDR, struktur jangka waktu aset dan

 Trade spillover
 Korelasi pasar keuangan

kewajiban

Faktor-faktor lain

Sensitivitas terhadap risiko pasar


Risiko nilai tukar, suku bunga dan
harga saham
Harga

pasar

peringkat

instrumen

kredit,

Investasi dan pemberian pinjaman
yang terarah



Indikator berbasis pasar




Dana

pemerintah

pada

sistem

perbankan
keuangan,

sovereign

 Hutang jatuh tempo

yield

spread, dll.

c. Peran bank indonesia dalam stabilitas keuangan
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan
(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga
stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan
stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan
moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula
sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan
moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter,
sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter
tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara
fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi
sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan
juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas
sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan
instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara
lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut
untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini
mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai
aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat,
akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh

karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu
kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti
itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negaranegara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan.
Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan
mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem
pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin
pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan
hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negaranegara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh.
Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi
perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem
keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank
Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi
Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu
peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup
serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat
menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan
gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan
pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin
meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time
atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih
meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem
pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi
risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor
keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada
stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan

instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.
Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas
terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam
sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR
merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis
guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya
diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu
terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat
diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih
memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai
LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu,
pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam
penyediaan likuiditas tersebut.

Berbagai tugas Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran dilaksanakan dalam satu
struktur organisasi sistem pembayaran yang menangani sistem pembayaran dan pengedaran
uang sebagai berikut :

OTORITAS JASA KEUANGAN
Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
BANK
BANK

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan peyidikan terhadap keseluruhan kegiatan di Sektor
Jasa Keuangan. Pimpinan tertinggi OJK adalah dewan komisioner yang bersifat
kolektif dan kolegial. Anggota dewan komisioner yang bertugas memimpin
pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan
tugasnya kepada dewan komisioner adalah kepala eksekutif
Tujuan Otoritas Jasa Keuangan
Ada beberapa tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Tujuan-tujuan tersebut
adalah
sebagai berikut :
BANK
a. Agar keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan terselenggara secara teratur,
BANK
adil, transparan, dan akuntabel
b. Agar keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil
c. Keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat
Fungsi Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan berfunsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
BANK
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan
BANK
Tugas Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor perbankan
BANK
b. Mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor jasa keuangan
BANK
disektor pasar modal
c. Mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor peransuransian,
dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya
Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi halBANK
hal tersebut :
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
BANK
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank

2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank meliputi hal-hal
sebagai berikut :
1. Likuiditas, rentabilitas, solvabiltas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank
3. Sistem informasi debitor
4. Pengujian kredit (credit testing)
5. Standar akuntansi bank
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi halhal berikut :
1. Manajemen risiko
2. Tata kelola bank
3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan
5. Pemeriksaan bank
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai
wewenang berikut :
1. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2011
2. Menetapkan peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa keuangan
3. Menetapkan peraturan dan keputusan Otorita Jasa Keuangan
4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di Sektor Jasa Keuangan
5. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa
Keuangan
6. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu
7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
Lembaga Jasa Keuangan
8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban
9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan
Untuk melaksanakan tugas pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai :
1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan
2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif
3. Melakukan

pengawasan,

pemerikasaan,

penyidikan,

perlindungan

konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,

dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan
4. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau
pihak tertentu
5. Melakukan penujukan pengelola statuter
6. Menetapkan penggunaan pengelola statuter
7. Menetapkan sanksi administratif terhadap

pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa
Keuangan
8. Memberikan dan/atau mencabut :
a. Izin usaha
b. Izin orang perseorangan
c. Efektifnya pernyataan pendaftaran
d. Surat tanda terdaftar
e. Persetujuan melakukan kegiatan usaha
f. Pengesahan
g. Persetujuan atau penetapan pembubaran
h. Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di Sektor Jasa Keuangan
Struktur Dewan Komisioner
BANKOtoritas Jasa Keuangan dipimpin oleh dewan komisioner yang bersifat
kolektif
BANK dan kolegial. Dewan komisioner beranggotakan sembilan orang anggota
yang ditetapkan oleh Presiden. Mereka memiliki hak suara yang sama. Adapun
susunan keanggotannya sebagai berikut :
a. Seorang ketua merangkap anggota
b. Seorang wakil ketua sebagai ketua komite etik merangkap anggota
c. Seorang kepala eksekutif pengawas perbankan merangkap anggota
d. Seorang kepala pengawas pasar modal merangkap anggota
e. Seorang kepala eksekutif pengawas perasuransian, dana pensiun, lembaga
f.
g.
h.

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya merangkap anggota
Seorang ketua dewan audit merangkap anggota
Seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen
Seorang anggota ex-offico dari bank Indonesia yang merupakan anggota dewan

i.

gubernur bank Indonesia
Seorang anggota ex-offico dari kementerian keuangan yang merupakan pejabat
setingkat eselon 1 kementerian keuangan

Pelayanan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Konsumen dan Masyarakat

BANK
BANK

Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan
berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat,
yang meliputi hal-hal berikut :
a.

Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristiksektor

b.

jasa keuangan, layanan, dan produknya
Meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila

c.

kegiatannya tersebut berpotensi merugikan masyrakat
Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perudangundangan disektor jasa keuangan
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan juga melakukan pelayanan pengaduan

konsumen yang meliputi hal-hal berikut :
a.

Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen

b.

yang dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan
Membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di

c.

lembaga jasa keuangan
Memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirgikan oleh pelaku di
lembaga jasa keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.
Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan

berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi hal-hal berikut :
a.

Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada lembaga jasa
keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan lembaga

b.

jasa keuangan dimaksud
Mengajukan kegiatan :
1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari
pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada dibawah penguasaan
pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun dibawah penguasaan
pihak lain dengan itikad tidak baik dan/ atau
2. Untuk memperoleh ganti rugi dari pihak yang menyebabkan kerugian pada
konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari pelanggaran
atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

Hubungan Kelembagaan
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia
dalam
membuat peratuaran pengawasan dibidang perbankan antara lain :
BANK
BANK

a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank
b. Sistem informasi perbankan yang terpadu
c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dan valuta asing,
pinjaman komerial luar negeri
d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya
e. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically imprtant bank
f. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi
Ketika Bank Indonesia dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya
memerluak pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu. Bank Indonesia dapat
melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu ke OJK. Dalam melakukan kegiatan
pemeriksaan itu, Bank Indonesia tidak dapat memberikan laporan hasil pemeriksaan
kesehatan bank. Bank Indonesia memberikan laporan hasil pemeriksaan bank kepada
OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan. OJK
menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah
yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK.
Ketika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas
dan/atau kondisi kesehatan keuangannya semakin memburuk, OJK segera
menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai
dengan kewenangan Bank Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan
pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya,
serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.
OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun
serta memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan dengan anggota yang terdiri atas :
BANK
a. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator
BANK
b. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota
c. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota
d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota