Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada SKPD di Pemerintah Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
Ada hubungan yang erat antara anggaran, perencanaan, dan pengendalian.
Perencanaan digunakan untuk melihat ke depan terkait dengan tindakan apa yang
seharusnya diambil untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan pengendalian lebih
melihat ke belakang, menentukan apa yang sebenarnya telah terjadi dan
membandingkannya dengan perencanaan. “Anggaran merupakan pernyataan
mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu
yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses
atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran” (Mardiasmo, 2009:61).
2.1.1. Keterlambatan penyerapan anggaran
APBD merupakan suatu bentuk konkrit rencana kerja keuangan daerah yang
komprenhensif yang mengaitkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah
daerah yang dinyatakan dalam bentuk uang untuk mencapai tujuan yang
direncanakan dalam jangka waktu tertentu dalam satu tahun anggaran. Sebagai
instrumen kebijakan pemerintah daerah, APBD menduduki posisi sentral dalam
upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas. APBD digunakan sebagai alat
untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan
keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa yang

akan datang, sumber pengembangan ukuran strandar untuk evaluasi kinerja, alat
untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari
berbagai unit kerja. Proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran hendaknya
10
Universitas Sumatera Utara

11

difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan aktivitas atau
program yang menjadi prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan.
Partisipasi SKPD selaku pengguna anggaran di pemerintah daerah dalam
penyusunan APBD sangat diperlukan karena usulan program yang disampaikan
kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) akan menjadi dasar dalam
penyusunan rancangan APBD.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pasal 66, APBD
memiliki fungsi sebagai berikut:
1.

Fungsi otorisasi

Fungsi

otorisasi

berarti

APBD

menjadi

dasar

bagi

pemerintah

daerah untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
2.


Fungsi perencanaan
Fungsi perencanaan berarti APBD menjadi pedoman bagi pemerintah
daerah untuk merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3.

Fungsi pengawasan
Fungsi pengawasan berarti APBD menjadi pedoman untuk menilai
(mengawasi) apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sudah
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4.

Fungsi alokasi
Fungsi alokasi berarti APBD dalam pembagiannya harus diarahkan dengan
tujuan untuk mengurangi pengangguran, pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

Universitas Sumatera Utara


12

5.

Fungsi Distribusi
Fungsi

distribusi

berarti

APBD

dalam

pendistribusiannya

harus

memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Selain melaksanakan hak-haknya, daerah juga memiliki kewajibankewajiban yang harus dipenuhinya kepada publik. Kewajiban-kewajiban
tersebut adalah sebagai pelayanan kebutuhan dan kepentingan publik.
Kewajiban-kewajiban tersebut dapat berupa pembangunan berbagai fasilitas
publik dan peningkatan kualitas pelayanan terhadap publik. Belanja di sektor
publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan jumlah uang yang telah
dikeluarkan selama satu tahun anggaran.
Berdasarkan Permendagri No.59 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah diungkapkan pengertian belanja daerah, yaitu “belanja daerah adalah
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih”. Pengertian tersebut menyatakan bahwa belanja daerah adalah semua
pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran yang berupa arus
kas aktiva keluar, atau timbulnya utang yang bukan disebabkan oleh pembagian
kepada milik ekuitas dana (rakyat).
Adapun pos belanja APBD adalah:
1.

Belanja tidak langsung
a.


Belanja pegawai

b.

Belanja bunga

c.

Belanja hibah

d.

Belanja bantuan sosial

Universitas Sumatera Utara

13

2.


e.

Belanja tidak terduga

f.

Belanja bantuan keuangan

Belanja langsung
a.

Belanja pegawai

b.

Belanja barang dan jasa

c.

Belanja modal


Penyerapan anggaran merupakan salah satu tahapan dari siklus anggaran
yang dimulai dari perencanaan anggaran, penetapan dan pengesahan anggaran
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), penyerapan anggaran,
pengawasan anggaran, dan pertanggungjawaban penyerapan anggaran.
Penyerapan anggaran, khususnya belanja barang dan jasa dan belanja modal
memiliki pengaruh signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. SKPD
harus mengatur pengeluarannya agar berjalan lancar dan dapat mendukung
keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional. Namun, penyerapan
anggaran tidak diharuskan mencapai 100%. Penyerapan anggaran diharapkan
mampu memenuhi setidak-tidaknya lebih 80% dari anggaran yang telah
ditetapkan (Arif dan Halim, 2013).
Tinggi rendahnya penyerapan anggaran suatu SKPD menjadi tolok ukur
kinerja SKPD tersebut. Tingkat akurasi penarikan dana yang rendah akan
menyebabkan

pencairan

anggaran


yang

tidak

tepat

waktu

sehingga

mengakibatkan penumpukan penyerapan anggaran pada akhir tahun yang
mendorong SKPD untuk melaksanakan kegiatan hingga akhir tahun guna
mencairkan seluruh pagu yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA).

Universitas Sumatera Utara

14

Menurut Mardiasmo (2009:67), “Kinerja manajer publik akan dinilai

berdasarkan pencapaian target anggaran, berapa yang berhasil dicapai. Penilaian
kinerja dilakukan dengan menganalisis simpangan kinerja aktual dengan yang
dianggarkan”. Laporan mengenai penyerapan anggaran dilaksanakan per triwulan
dan per semester. Dengan adanya laporan tersebut, persentase tingkat
keterlambatan penyerapan anggaran dapat diketahui.
Sampai saat ini pemerintah pusat maupun daerah belum memiliki definisi
baku tentang standar dari berapa persen suatu daerah masuk ke dalam kategorisasi
mengalami keminiman penyerapan APBD. Namun, ada beberapa daerah yang
memiliki pakta integritas yang kemudian ditanda-tangani oleh Kepala SKPD,
bahwa suatu pemerintah daerah akan tercatat mengalami keminiman serapan
anggaran apabila sampai dengan akhir tahun tidak mampu merealisasikan 90%
dari total APBD yang telah disusun (Arif dan Halim, 2013).
Halim

(2008:236)

menyatakan,

“Penyerapan


dana

per

triwulan

menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan secara periodik kegiatan yang direncanakan pada
setiap triwulan”. Sesuai dengan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 105
Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
menegaskan bahwa pemerintah daerah menyampaikan laporan triwulan
pelaksanaan APBD kepada DPRD.
Apabila realisasi penerimaan pendapatan per triwulan dikurangi realisasi
pengeluaran per triwulan terjadi surplus dan sementara penyerapan dana untuk
pengeluaran terbesar terjadi pada periode triwulan terakhir, berarti beban kerja

Universitas Sumatera Utara

15

pelaksanaan pembangunan terpusat pada triwulan terakhir, inilah yang disebut
dengan keterlambatan penyerapan anggaran.
Keterlambatan penyerapan anggaran merupakan keterlambatan waktu
dalam menindaklanjuti rencana anggaran sesuai dengan alokasi dana yang telah
tertuang dalam APBD. Hal ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya pada masing-masing periode triwulan
tidak efektif karena dana yang sudah tersedia sejak triwulan pertama kurang
dimanfaatkan secara efektif.
Pengukuran tingkat penyerapan anggaran belanja dapat dilakukan dengan
membandingkan realisasi belanja terhadap anggaran belanja dan biasanya
dinyatakan dalam persentase. Penyerapan anggaran belanja dikatakan optimal
apabila realisasi dapat dicapai dengan maksimal. Berikut formula untuk
mengukur tingkat penyerapan anggaran belanja :
Tingkat penyerapan anggaran =

��������� �������

�������� �������

�100%

Dengan menggunakan formula di atas, maka proporsi persentase
penyerapan anggaran per triwulan dapat dilihat seperti pada pada Tabel 2.1. di
bawah ini :
Tabel 2.1. Proporsi Persentase Penyerapan Anggaran per Triwulan
No
1

Triwulan I

Uraian

Persentase Penyerapan Anggaran
≤ 25%

2

Triwulan II

3

Triwulan III

> 50% ;

4

Triwulan IV

> 75% ;

> 25% ;

≤ 50%
≤ 75%

≤ 100%

Universitas Sumatera Utara

16

Tabel 2.1. menunjukkan proporsionalitas penyerapan anggaran antar
periode, yaitu derajat kesesuaian antara tingkat realisasi anggaran dengan target
penyerapan anggaran yang dianggap proporsional untuk setiap periode. Periode
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah periode triwulanan. Penyerapan
anggaran yang proporsional adalah penyerapan anggaran yang memenuhi jumlah
persentase yang hampir sama setiap triwulannya, dengan asumsi bahwa target
penyerapan anggaran yang proporsional setiap triwulannya adalah 25%. Jika per
triwulan persentase penyerapan anggaran tidak mencapai atau jauh di bawah
besaran maksimal persentanse penyerapan anggaran, dapat dinyatakan bahwa
keterlambatan penyerapan anggaran tinggi.

2.1.2. Sumber daya manusia
Hasibuan (2003:244) menyatakan bahwa pengertian sumber daya manusia
adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu.
Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan
prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.
Sumber daya manusia terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia.
Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya
fisiknya. Sumber daya manusia menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang
dilakukan. Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif sumber daya
manusia tidak berarti apa-apa. Daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa sejak
lahir (modal dasar), sedangkan kecakapan diperoleh dari usaha (belajar dan
pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya adalah Intelegence Quotient (IQ) dan
Emotion Quality (EQ).

Universitas Sumatera Utara

17

Menurut Hariandja (2002:2), sumber daya manusia merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan di samping faktor yang lain
seperti modal. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus dikelola dengan baik
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.
Sebagai salah satu faktor yang sangat penting, perencanaan sumber daya
manusia sangat diperlukan karena kebutuhan akan ketersediaan sumber daya
manusia yang berkompeten sangat tinggi. Rivai (2008:56-57) menerangkan bahwa
tujuan dilaksanakan perencanaan sumber daya manusia, antara lain adalah:
1.

Untuk menentukan kualitas dan kuantitas pegawai yang akan mengisi semua
jabatan dalam perusahaan;

2.

Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan,
sehingga setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya;

3.

Untuk menghindari terjadinya mismanajemen dan tumpang tindih dalam
pelaksanaan tugas;

4.

Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi (KIS) sehingga
produktivitas kerja meningkat;

5.

Untuk menghindari kekurangan dan atau kelebihan pegawai;

6.

Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan, seleksi,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan
pemberhentian pegawai; dan

7.

Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi (vertikal atau horizontal) dan
pensiun pegawai. Menjadi dasar dalam melakukan penilaian pegawai.
Pengertian sumber daya manusia dan tujuan dilaksanakannnya perencanaan

sumber daya manusia di atas menunjukkan pentingnya kemampuan dan

Universitas Sumatera Utara

18

ketersediaan jumlah sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas dalam
melaksanakan tugas dalam upaya peningkatan kinerja organisasi

yang

berhubungan dengan pengelolaan keuangan dalam rangka penyerapan anggaran.
Kompetensi dan penetapan sumber daya manusia yang kurang tepat
berdampak pada kurangnya kualitas pengelola keuangan yang berpengaruh pada
perkembangan ekonomi daerah dan akan menurunkan kualitas pelayanan. Di era
globalisasi ini, tentunya pemerintah daerah sangat membutuhkan sumber daya
manusia yang mampu mengelola keuangan dengan baik mengingat begitu
banyaknya kebutuhan masyarakat sebagai tujuan peningkatan kesejahteraan.
Namun melihat realita saat ini, tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
menjadi sebuah penyakit yang krusial yang sangat berpengaruh terhadap kinerja
aparatur pemerintah daerah.
Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah tidak bisa dikelola dengan baik
oleh aparatur pemerintah karena kualitas sumber daya manusia yang tidak
memadai sehingga diperlukan manajemen sumber daya manusia yang lebih baik
guna untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia.

2.1.3. Pengadaan barang dan jasa
Pengadaan barang dan jasa pemerintah yang selanjutnya disebut dengan
pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh
kementerian/lembaga/SKPD/institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan
kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh
Barang/Jasa (Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah).

Universitas Sumatera Utara

19

Peraturan khusus yang mengatur tata cara pengadaan barang dan jasa
pemerintah adalah Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya
yakni Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012. Dalam Perpres tersebut diatur
bahwa terdapat beberapa pihak yang dibebani tugas dalam rangka pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa pemerintah, pihak-pihak tersebut memiliki tanggung
jawab penuh dalam pelaksanaan pengadaaan barang dan jasa, adapun pihak-pihak
dimaksud adalah:
1. Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;
2. Pejabat pembuat komitmen;
3. Panitia/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan;
4. Tim swakelola; dan
5. Panitia/pejabat penerima hasil pekerjaan.
Tahapan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa dengan metode pemilihan penyedia barang melalui lelang adalah:
1.

Tahap persiapan pengadaan;

2.

Tahap pengumuman lelang;

3.

Tahap pendaftaran peserta lelang;

4.

Tahap penjelasan lelang;

5.

Tahap menerima penyampaian penawaran;

6.

Tahap evaluasi;

7.

Tahap pengumuman calon pemenang lelang;

8.

Tahap menerima sanggah/banding; dan

9.

Tahap pelaksanaan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

20

Tahapan pengadaan barang dan jasa yang banyak membutuhkan waktu
yang panjang untuk menyelesaikan pelaksanaan pengadaaan barang dan jasa
tersebut. Hal ini sangat berpengaruh terhadap penyerapan anggaran belanja,
khususnya untuk belanja barang dan jasa dan belanja modal. Jika tahapan ini
tidak dilaksanakan semaksimal mungkin sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan sebelumnya, dapat dipastikan bahwa penyerapan anggaran belanja
akan mengalami keterlambatan yang berakibat pada terhambatnya peningkatan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

2.1.4. Surat permintaan pembayaran langsung
Menurut

Peraturan

Menteri

Keuangan

Republik

Indonesia

No.

190/PMK.05/2012, surat permintaan pembayaran langsung adalah dokumen
yang diterbitkan oleh PPK, dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima
hak/bendahara pengeluaran. Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan bahwa surat
permintaan pembayaran langsung adalah dokumen yang diajukan oleh
bendahara pengeluaran untuk permintaan pembayaran kepada pihak ketiga atas
dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan pembayaran
gaji dan tunjangan.
Adapun mekanisme penyelesaian tagihan dan penerbitan surat permintaan
pembayaran langsung adalah:
1.

Penyedia barang/jasa atas dasar perjanjian/kontrak; dan

2.

Bendahara pengeluaran/ pihak lainnya untuk keperluan belanja pegawai non
gaji induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas atas dasar surat
keputusan.

Universitas Sumatera Utara

21

Surat permintaan pembayaran langsung yang paling banyak menghabiskan
dana adalah untuk pembayaran belanja barang dan jasa dan belanja modal.
Penerbitan surat permintaan pembayaran langsung untuk pembayaran pengadaan
barang dan jasa dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti dokumen tagihan
dari penyedia
Tata cara pembayaran tagihan pengadaan barang dan jasa dapat dirinci
sebagai berikut:
1.

Tagihan atas pengadaan barang dan jasa yang membebani APBD diajukan
dengan surat tagihan oleh pihak ketiga/penerima hak kepada pejabat pembuat
komitmen;

2.

Pejabat pelaksana teknis kegiatan menyiapkan dokumen surat permintaan
pembayaran langsung untuk pengadaaan barang dan jasa untuk disampaikan
kepada bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan permintaan
pembayaran;

3.

Dalam hal kelengkapan yang diajukan tidak lengkap, bendahara pengeluaran
mengembalikan surat permintaan pembayaran langsung pengadaan barang
dan jasa kepada pejabat pembuat komitmen untuk dilengkapi;

4.

Bendahara pengeluran mengajukan surat permintaan pembayaran langsung
kepada pengguna anggaran setelah ditandatangani oleh pejabat pembuat
komitmen guna memperoleh persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran pejabat penatausaha keuangan SKPD;

5.

Surat permintaan pembayaran langsung belanja barang dan jasa untuk
kebutuhan SKPD bukan pembayaran langsung kepada pihak ketiga/penerima
hak dikelola oleh bendahara pengeluaran;

Universitas Sumatera Utara

22

6.

Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti kelengkapan dokumen
surat permintaan pembayaran langsung yang diajukan oleh bendahara
pengeluaran. Pelaksanaannya dilakukan oleh pejabat penatausaha keuangan
SKPD, jika kelengkapan dokumen yang diajukan tidak lengkap, pejabat
penatausaha keuangan SKPD mengembalikan dokumen surat permintaan
pembayaran langsung kepada bendahara pengeluaran;

7.

Dalam hal dokumen surat permintaan pembayaran langsung dinyatakan
lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menerbitkan
SPM paling lama 2 hari kerja. Jika surat permintaan pembayaran langsung
dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran menolak menerbitkan SPM paling lama dalam 1 hari
kerja. Dalam hal pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran berhalangan
yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk
menandatangani SPM;

8.

Penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan;

9.

SPM yang telah diterbitkan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
diajukan kepada Bendahara Umum Daerah (BUD)/Kuasa BUD untuk
penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D);

10. BUD/Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang
diajukan tidak melampaui pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan;

Universitas Sumatera Utara

23

11. Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
lengkap, kuasa BUD menerbitkan SP2D paling lama dalam 2 hari kerja. Jika
dokumen SPM dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah dan/atau
pengeluaran tersebut melampaui pagu anggaran, BUD/kuasa BUD menolak
menerbitkan SP2D yang dinyatakan paling lama dalam 1 hari kerja;
12. Dalam hal BUD/kuasa BUD berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk
pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SP2D
13. BUD/Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan
pembayaran langsung kepada pihak ketiga/penerima hak.
14. Pihak ketiga/ penerima hak mencairkan SP2D ke Bank yang telah ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD.
Proses pencairan surat permintaan pembayaran langsung memerlukan
proses yang panjang dan waktu yang cukup lama, karena pengajuan untuk
pencairan dana dapat dilakukan jika pekerjaan untuk belanja barang dan jasa dan
belanja modal telah selesai dilakukan oleh pihak ketiga.

2.1.5. Sistem pengendalian intern pemerintah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai
untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah sistem pengendalian intern
yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan

Universitas Sumatera Utara

24

pemerintah daerah yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai
bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan
fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik.
Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel pemerintah wajib melakukan pengendalian atas
penyelenggaraan

kegiatan

pemerintahan

yang

berpedoman

pada

sistem

pengendalian intern pemerintah. Pengawasan intern yang baik diharapkan dapat
memberikan dampak positif pada pengelolaan keuangan yang berpengaruh pada
penyerapan anggaran yang lebih optimal sehingga keterlambatan penyerapan
anggaran dapat diminimalkan.

2.2. Reviu Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai keterlambatan penyerapan anggaran telah banyak
diteliti oleh peneliti sebelumnya. Harriyanto (2012) meneliti mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada
satuan kerja kementerian/lembaga di wilayah Jakarta. Penelitian dilakukan
menggunakan analisis faktor (Eksploratory Factors Analysis –EFA). Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada

Universitas Sumatera Utara

25

satuan kerja di wilayah Jakarta disebabkan oleh: faktor perencanaan yang
menjelaskan variasi seluruh item sebesar 42,91%; faktor administrasi yang
menjelaskan variasi seluruh item sebesar 8,84%; faktor sumber daya manusia
yang menjelaskan variasi seluruh item sebesar 7,80%; faktor dokumen
pengadaaan barang dan jasa yang menjelaskan variasi seluruh item sebesar 6,47%;
faktor ganti uang persediaan yang menjelaskan variasi seluruh item sebesar
5,41%; dan sisanya sebesar 28,57% dijelaskan oleh faktor lain selain faktor
tersebut.
Rahayu dan Adrianus (2011) melakukan penelitian mengenai atas tujuh
kementerian/kelembagaan (KL) terbesar pengelola belanja, yaitu (1) Kementerian
Pendidikan Nasional ; (2) Kementerian Pertahanan; (3) Kementerian Pekerjaan
Umum;

(4)

Kepolisian;

(5)

Kementerian

Kesehatan;

(6)

Kementerian

Perhubungan; (7) Kementerian Keuangan. Dari hasil penelitian diperoleh 4 faktor
yang menyebabkan rendahnya penyerapan belanja yaitu : faktor internal K/L,
faktor mekanisme pengadaaan barang dan jasa, faktor pelaksanaan anggaran dan
mekanisme revisi, dan faktor permasalahan lainnya.
Miliasih (2012) melakukan penelitian terhadap keterlambatan penyerapan
anggaran belanja satker kementerian negara/lembaga Tahun Anggaran 2010 di
wilayah pembayaran KPPN Pekanbaru. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa
faktor pembentukan pengelola anggaran, pembentukan panitia, pengadaan barang
dan jasa, penerbitan penyusunan kelengkapan dokumen pendukung SPP,
pengujian, dan penerbitan SPM mempengaruhi keterlambatan
anggaran belanja

penyerapan

satuan kerja kementerian negara/lembaga Tahun Anggaran

2010 di Wilayah Pembayaran KPPN Pekanbaru.

Universitas Sumatera Utara

26

Kuswoyo (2011) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab
terjadinya penumpukan penyerapan anggaran belanja di akhir tahun anggaran
pada satuan kerja di wilayah KPPN Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penumpukan penyerapan anggaran belanja di akhir tahun anggaran disebabkan
oleh 4 faktor utama yaitu: faktor perencanaan anggaran, faktor pelaksanaan
anggaran, faktor pengadaan barang dan jasa, dan faktor internal satker.
Arif dan Halim (2013) melakukan penelitian mengenai identifikasi faktorfaktor penyebab minimnya penyerapan APBD kabupaten/kota di Provinsi Riau
Tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh faktor-faktor yang berbeda
pada setiap kabupaten/kota. Penelitian di Kabupaten Pelalawan menunjukkan
bahwa minimnya penyerapan APBD disebabkan oleh faktor politik, komunikasi,
perencanaan dan penilaian anggaran, regulasi, cuaca, dan tender. Sedangkan
minimnya penyerapan APBD di Kabupaten Bengkalis disebabkan oleh faktor
penerapan ULP, politik penganggara, dan kewajiban untuk menyelesaikan
anggaran tahun lalu. Hasil penelitian di kabupaten Rokan Hilir menyimpulkan
bahwa penyebab minimnya penyerapan anggaran adalah pengesahan APBD,
regulasi, participative budgeting, dan harus menyelesaikan anggaran tahun lalu.
Berbeda dengan kabupaten yang lain, penelitian di Kabupaten Dumai
menunjukkan bahwa penyebab minimnya penyerapan APBD adalah pengesahan
APBD, komitmen organisasi, perencanan anggaran, dan lelang atau tender.
Sukadi (2012) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penumpukan penyerapan anggaran belanja pada akhir tahun
anggaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor perencanaan anggaran,
pelaksanaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, dan internal satuan kerja

Universitas Sumatera Utara

27

berpengaruh secara signifikan terhadap penumpukan penyerapan anggaran
belanja pada akhir tahun anggaran, sedangkan faktor-faktor lain tidak signifikan
mempengaruhi penumpukan penyerapan.
Fitriany (2014) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi menumpuknya penyerapan anggaran di akhir tahun (studi kasus
di Kota Pekalongan Tahun 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor
sumber daya manusia dan administrasi, dokumentasi memiliki pengaruh
signifikan terhadap penumpukan penyerapan anggaran, sedangkan perencanaan,
penerapan, unit kerja internal tidak berpengaruh terhadap penumpukan
penyerapan anggaran
Kaharuddin (2012), melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi penyerapan belanja daerah di Kabupaten Sumbawa (Studi
kasus: Belanja Dana Alokasi Khusus di bidang Pendidikan tahun 2010). Analisis
faktor menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang mempengaruhi penyerapan
belanja Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan di Kabupaten Sumbawa tahun
anggaran 2010 yaitu faktor regulasi, faktor pelaksanaan anggaran, faktor kapasitas
sumber daya manusia, faktor penganggaran daerah, dan faktor pengawasan.
Priatno dan Khusaini (2013) dalam penelitian mengenai analisis faktorfaktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran pada satuan kerja lingkup
pembayaran KPPN Blitar. Penelitian ini menggunakan analisis faktor dan regresi
logistik. Yang menjadi variabel independennya adalah administrasi dan sumber
daya manusia, perencanaan, pengadaan barang jasa sedang yang menjadi
variabel dependennya adalah penyerapan anggaran. Hasil penelitian dan analisis
data menunjukkan bahwa faktor adminstrasi dan sumber daya manusia

Universitas Sumatera Utara

28

mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap penyerapan anggaran
satuan kerja, sedangkan faktor perencanaan dan faktor pengadaan barang dan
jasa yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan anggaran
satuan kerja.
Adapun yang menjadi pedoman dalam penelitian mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada SKPD di
Pemerintah Kota Medan ditinjau dari peneliti terdahulu berupa tahun penelitian,
nama penelitian, variabel penelitian dan hasil penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1. Reviu Penelitian Terdahulu.

Universitas Sumatera Utara