Peran Suami Terhadap Istri Yang Mengalami Abortus Di Rsud Rantau Prapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Suami
Peran Suami Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah
pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah.
Sedangkan peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008). Peran juga merupakan suatu kumpulan
norma untuk perilaku seseorang dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri,
suami, anak, guru, hakim, dokter, perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis,
2006)
Teori Peran (Role Theory) Menurut Robert Linton (1936), seorang
antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan
interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa
yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran
merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam
kehidupan seharihari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu
misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya,
diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa
seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena
statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya.

Perilaku ditentukan oleh peran sosial (Admin, 2009).

8

9

Suami juga berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi
rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Effendi, 1998, hlm. 34).
Peran Sebagai Suami Menurut BKkbN Tahun 2009 Seorang suami memiliki
peran sebagai berikut :
1.

Melindungi istri dan anak-anaknya.

2.

Menyerahkan harta dan menugaskan istri sepenuhnya mengurus rumah tangga
serta urusan agama bagi keluarga


3.

Menjamin hidup dengan memberi nafkah istri bila karena suatu urusan penting ia
meninggalkan istrinya keluar daerah

4.

Memelihara hubungan sesuciannya dengan istri dan saling percaya mempercayai
sehingga terjalin hubungan/kasih sayang dan keharmonisan rumah tangga

5.

Berupaya agar istri selalu ceria dan bahagia ditengah keluarga guna dapat
mewujudkan kewibawaan keluarga

6.

Menggauli

istinya,


mengusahakan

agar

tidak

timbul

perceraian,

dan

masingmasing tidak melanggar kesucian.
2.1.1. Peran Suami pada Istri yang Mengalami Abortus
Peran suami banyak memberikan kebebasan dan mendukung pilihan istri.
Dukungan suami antara lain dapat terlihat dari sikapnya yang pengertian dan tidak
mempersalahkan istrinya terhadap kejadian abortus yang dialmi istrinya, menemani
istri dalam melakukan perawatan abortus dan juga tidak membebani istrinya dengan
pekerjaan rumah masih dalam proses pemulihan. Peran suami saat istri menalami saat


10

abortus sangatlah penting dalam memotivasi istri untuk bengkit kembali darii
peristiwa yang menggunjang hatinya. Peran suami saat istri mengalami abortus dapat
dilakukan dalam 3 hal antara lain:
1. Peran suami sebagai motivator
Motivator menurut KBBI adalah orang (perangsang) yang menyebabkan
timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu, memberi
dukungan, pendorong, penggerak untuk mempengaruhi istri agar menerima
dengan lapang dada kejadian abortus yang menimpa dirinya
2. Peran suami sebagai fasilitator (Sebagai orang yang menyediakan fasiliatas)
Memberi semua kebutuhan istri dalam pelayanan abortus. Sehingga
pelaksanaan abortus dan proses penyembuhan istri dapat berjalan dengan baik. Hal
ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri
melakukan perawatan abortus, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk
penyembuha, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga
kesehatan yang sesuai
3. Peran suami sebagai Edukator
Selain peran penting dalam mendukung keputusan, dalam memberikan

informasi juga sangat penting bagi istri, suami dapat mencari informasi tentang
perawatan abortus dan memberikan informasi itu pada istrinya sehingga istri dapat
dengan cepat pulih kondisi kesehatannya

11

2.1.2. Proses Terbentuknya Peran Suami
Proses terbentuknya peran suami (ayah) berkembang sejalan dengan peran
ibu. Secara umum ayah yang stres menyukai anak-anak, isteri senang berperan
sebagai ayah dan senang mengasuh anak, percaya diri, dan mampu menjadi ayah,
membagi pengalaman tentang kehamilan dan melahirkan dengan pasangannya
(Salmah, 2006)
2.1.3. Faktor yang Memengaruhi Terbentuknya Peran
Adapun faktor yang mempengaruhi terbentuknya peran dalam diri seseorang
adalah :
1. Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyidikan epidemiologi.
Angka-angka kesakitan maupun angka kematian didalam hampir semua keadaan
menunjukkan hubungan dengan umur. Persoalan yang dihadapi adalah umur yang
tepat, apakah panjang intervalnya didalam pengelompokan cukup untuk

menyembuyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian, apakah
pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan pada penelitian
orang lain.
2. Pekerjaan
Pekerjaan akan menimbulkan reaksi fisiologi bagi yang melakukan pekerjaan itu,
reaksi ini dapat bersifat positif misalnya senang, bergairah, ataupun reaksi yang
bersifat negatif misalnya bosan, acuh tak acuh, tidak serius, dan sebagainya.
Melakukan pekerjaan secara efisien tidak hanya bergantung kepada kemampuan

12

atau keterampilan tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan prosedur kerja, uraian
kerja, peralatan kerja yang tepat atau sesuai dengan lingkungan kerja, dan lainlain.
3. Pendidikan
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam
pendidikan ini terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah
yang lebih matang pada diri individu, kelompok, dan masyarakat. Konsep ini
berangkat dari asumsi manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan untuk
mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang
lain. Yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih

tahu, dan sebagainya) dalam mencapai tujuan seorang individu, kelompok, dan
masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar (Notoadmojo, 2003)

2.2 Abortus
Beberapa pendapat tetang abortus, di antaranya, Abortus (keguguran) adalah
kegagalan kehamilan sebelum umur kehamilan umur 28 minggu atau berat janin
kurang dari 1000 gram (Manuaba, 2008). Abortus adalah berakhirnya kehamilan
sebelum janin dapat hidup di dunia luar,

tanpa mempersoalkan penyebabnya

(Krisnadi, 2005).
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan (Wiknjosastro, 2005). Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai
viabilitas. Dimana masa gestasinya belum mencapai 20-28 minggu. Dan beratnya

13

kurang dari 500 gram. Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan,
dimana janin belum mampu hidup di luar rahim (Achadiat, 2004). Abortus

(keguguran) adalah penghentian kehamilan sebelum umur 20 minggu kehamilan
lengkap (Benson, 2009).
Menurut Dorland (2012), abortus adalah janin yang dikeluarkan dengan berat
kurang dari 500 gram atau memiliki usia gestasional kurang dari 20 minggu pada
waktu dikeluarkan dari uterus sehingga tidak memiliki angka harapan untuk hidup.
Sedangkan menurut Prawirohardjo (2008) abortus adalah ancaman atau pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
2.2.1 Etiologi Abortus
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya
abortus di dahului oleh kematian janin (Krisnadi 2005). Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya abortus, yaitu :
1. Faktor Janin
Kelainan yang paling sering di jumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama.
2. Faktor Maternal
a. Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang berkembang,
terutama pada akhir semester pertama atau awal trimester.
b. Penyakit vaskuler misalnya hipertensi.kelainan endokrin


14

Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau
pada penyakit disfungsi tiroid, difiensi insulin.
c. Faktor imunologis
Ketidakcocokan sistem Human Leukocyte Antigen
d. Trauma
Khasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma
tersebut.
e. Kelainan uterus
Hipoplasia

uterus,

mioma

(terutama

mioma


sub

mukosa),

serviks

inkommpletus.
3. Faktor Eksternal
a. Radiasi
Dosis 1-10 radiasi bagi janin pada kehamilan sembilan minggu pertama dapat
merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
b. Obat-obatan
Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan enam belas
minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan
janin atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.
c. Bahan-bahan kimia
Seperti bahan yang mengandung arsen dan benzena.
Katagori dan gambaran klinis abortus adalah: Bercak darah pada kehamilan
muda biasa menjadi perdarahan yang mengakibatkan janin gugur sehingga perlu


15

diwaspadai. Munculnya bercak darah biasa berasal dari perdarahan di rahim atau di
luar rahim (Hestiantoro, 2008).
2.2.2

Patofisiologi Abortus
Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh

nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan bagian benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan
antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya
plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah
ketuban pecah janin, disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang telah
lengkap tertentu. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan ndalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas, mungkin pula janin lahir-mati atau dilahirkan hidup.
2.2.3

Klasifikasi Abortus
Menurut terjadinya, Prawirohardjo (2008) membagi abortus menjadi tiga jenis

yaitu :

16

1. Abortus provokatus didefinisikan sebagai prosedur untuk mengakhiri kehamilan
yang tidak diinginkan baik oleh orang-orang yang tidak memiliki ketrampilan
yang diperlukan atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis
minimal atau keduanya.
2. Abortus terapeutik adalah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Pertimbangan demi menyelamatkan nyawa ibu dilakukan oleh minimal 3 dokter
spesialis yaitu Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit dalam, dan spesialis
Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait.
3. Abortus Spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa adanya
tindakan apa pun. Berdasarkan gambaran kliniknya, dibagi menjadi berikut :
a. Abortus Immunens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
b. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil kosnepsi masih
dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
c. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

17

d. Abortus Kompletus
seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
e. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu namun keseluruhan hasil konsepsi
itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu atau lebih.
f. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umunya tidak sulit untuk
menjadi

hamil

kembali,

tetapi

kehamilannya

berakhir

dengan

keguguran/abortus secara berturut-turut.
g. Abortus Infeksiosus
Abortus Infeksius ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
Abortus spetik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh. Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus
yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan
asepsis dan antisepsis.
h. kehamilan Anembrionik
kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi dimana mudigah tidak
terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Disamping

18

mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Kelainan ini
merupakan suatu kelaianan kehamilan yang baru terdeteksi setelah
berkembangnya ultrasonografi.
2.2.4

Diagnosa

1. Klinis
Dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum (termasuk
panggul) pada setiap pasien untuk menentukan kemungkinan diperlukannya
pemeriksaan laboratorium tertentu atau pemeriksaan lainnya untuk mendeteksi
adanya penyakit atau status defisiensi. Secara klasik, gejala-gejala abortus adalah
kontraksi uterus (dengan atau tanpa nyeri suprapublik) dan perdarahan vagina
pada kehamilan dengan janin yang belum viabel.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna.
Pemeriksaan laboratorium paling sedikit, harus meliputi biakan dan uji kepekaan
mukaso serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada infeksi) dan
pemeriksaan darah lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar progesteron
berguna untuk mendeteksi kegagalan korpus luteum. Jika terdapat perdarahan,
perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan pencocokan silang serta panel
koagulasi. Analisis genetik bahan abortus dapat menentukan adanya kelainan
kromosom sebagai etiologi abortus.

19

2.2.5

Komplikasi Abortus
Adapun komplikasi yang terdapat terjadilah adalah sebagian berikut :

1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah.Karena kematian janin dapat terjadi apa
bila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada bulan uterus dalam
posisi hiperreefio fleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan
teliti.
3. Infeksi
Infeksi ini terjadi dalam uterus, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba,
peritoneum.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoregik) dan karena
infeksi berat (Wiknjosastro, 2005).
2.2.6. Penanganan Abortus
Penanganan pada abortus :
1. Penilaian awal
a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk
tanda-tanda vital.

20

b. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan tekanan sistolik
˂ 90 mmHg, nadi ˃ 112 x/menit).
c. Bila syok disertai dengan masa lunak di adneksa, nyeri perut bagian bawah,
adanya cairan bebas dalam kavum pelvis; pikirkan kemungkinan kehamilan
ektopik yang terganggu.
d. Periksa apakah ada tanda-tanda infeksi atau sepsis.
e. Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada
fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi),
(Saifuddin, 2008)
2. Penanganan Abortus Insipien, Abortus Inkompletus dan Abortus kompletus
a. Terapi :
1) Pasang infus-cairan pengganti
2) Transfusi darah
3) Persiapan kuretase
a) mempercepat pengambilan jaringan-hasil konsepsi
b) mempercepat perhentian perdarahan
c) mengurangi infeksi
b. tambahan terapi
1) Antibiotika
2) Uterotonika
3) Terapi suportif

21

3. Abortus Imminen penatalaksanaaanya dengan cara:
a. Bed rest
b. Tokolitik
c. Plasetogenik hormonal
d. ANC- hamil aterm
4. Abortus Habitualis penatalaksanaaanya dengan cara:
a. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
b. Pada

serviks

inkompeten

terapinya

adalah

operasi

dengan

cara

cervical cerclage
5. Abortus Septik penatalaksanaaanya dengan cara:
a. Keseimbangan caiaran tubuh
Pemberian antibiotik yang adekuat sesuai dengan hasil kultur kuman yang
diambil dari darah dan cairan fluksus/ fluor yang keluar pervaginam. Tahap
pertama Penisilin 4x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4x 1 gram Gentamisin 2 x
80mg dan Metronidazol 2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotik disesuaikan
dengan hasil kultur.
b. Tindakan kuretase dilaksanakan apabila keadaan tubuh membaik minimal 6
jam setelah pemberian antibiotik yang adekuat.
2.3 Teori Perilaku
Model perilaku kesehatan telah disampaikan beberapa ahli, antara lain:

22

1. Teori Lawrence Green
Menurut Notoatmodjo (2012) faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor yang
utama, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor yang memotivasi suatu perilaku atau mempermudah terjadinya perilaku
seseorang. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap seseorang terhadap
kesehatan, kepercayaan terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistim
nilai di masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya.
b. Faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
pelayanan kesehatan. Keterjangkauan sarana dan prasarana pendukung untuk
berperilaku sehat, yaitu perilaku aborutus. Istri yang akan melakukan abortus
tidak hanya karena dia tahu dan sadar dampak abortus, melainkan istri tersebut
dengan mudah mendapatkan fasilitas untuk melakukan abortus yang
mendukung terwujudnya perilaku kesehatan.
c. Faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama
dan petugas kesehatan, termasuk undang-undang, peraturan yang terkait
dengan kesehatan serta program pemerintah yang sedang berjalan.
Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2012) ada tiga kategori utama
yang bisa mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu:

23

a. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Karakteristik

ini

menggambarkan

bahwa

setiap

individu

cenderung

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda karena adanya
perbedaan demografi serta keyakinan bahwa pelayanan kesehatan tersebut
dapat menolongnya menyembuhkan penyakit (termasuk di dalamnya sikap
terhadap pelayanan kesehatan dan pengetahuan tentang penyakit).
b. Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor ini menggambarkan kemampuan individu untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya sumber daya keluarga (tingkat
pendapatan keluarga, ada/tidaknya asuransi kesehatan dan lainnya) serta
sumber daya masyarakat (ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan,
kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan).
c. Faktor kebutuhan (need factors)
Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung menggunakan pelayanan
kesehatan bila faktor predisposisi dan pendukung ada. Komponen kebutuhan
dibagi menjadi 2 kategori yaitu perceived need (persepsi seseorang terhadap
kesehatannya) dan evaluated gejala dan diagnosa penyakit).
2. Health Belief Model
Berdasarkan model kepercayaan kesehatan atau sering disebut Health Belief
Model yang dikemukakan oleh Sheeran dan Abraham dalam Notoatmodjo (2012)
ada beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan.

24

a. Keyakinan tentang dampak penyakit dan konsekuensinya (persepsi ancaman)
yang tergantung pada persepsi kerentanan atau keyakinan tentang betapa
rentannya seseorang menganggap dirinya untuk terkena suatu penyakit dan
persepsi keparahan penyakit serta konsekuensinya.
b. Motivasi kesehatan atau kesiapan dalam memperhatikan hal-hal kesehatan.
c. Keyakinan tentang konsekuensi dari praktek kesehatan dan tentang
kemungkinan usaha untuk membuat individu melakukan praktek kesehatan.
Evaluasi perilaku tergantung pada persepsi manfaat tindakan preventif dan
terapeutik serta persepsi hambatan yang ditemukan dalam mengambil tindakan
tersebut.
d. Isyarat atau tanda yang meliputi faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi tindakan, misalnya peran media massa, nasihat, anjuran teman
atau keluarga dari orang yang sakit.
e. Kepercayaan dan motivasi kesehatan dikondisikan oleh variabel-variabel
demografi (sosial demografi, usia dan sebagainya) SSSdan oleh karakteristik
psikologis dari individu (kepribadian, tekanan kelompok).
Perilaku abortus merupakan masalah yang sangat penting karena dapat
mengakibatkan kematian ibu dan bayi. Perilaku, menurut Skiner (1938) dalam
Notoatmodjo (2012) merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
rangsangan dari luar. Stimulus abortus bisa dari fasilitas-fasilitas yang ada yang
dimudahkan untuk melakukan abortus sehingga diharapkan lebih banyak istri yang
melakukan abortus. Keputusan seorang istri untuk abortus dipengaruhi oleh
pemahaman istri tersebut tentang abortus.

25

2.4 Landasan Teori
Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori
Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor
yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan
teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita
untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang
mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita,
dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran
tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter.
Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang
kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial Kemudian, sosiolog yang bernama
Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya
yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai
harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan
kategori- kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Peran suami saat istri mengalami abortus dapat dilakukan dalam 3 hal antara
lain:
1. Peran suami sebagai motivator
Motivator menurut KBBI adalah orang (perangsang) yang menyebabkan
timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu, memberi
dukungan, pendorong, penggerak untuk mempengaruhi istri agar menerima
dengan lapang dada kejadian abortus yang menimpa dirinya

26

2. Peran suami sebagai fasilitator (Sebagai orang yang menyediakan fasiliatas)
Memberi semua kebutuhan istri dalam pelayanan abortus. Sehingga pelaksanaan
abortus dan proses penyembuhan istri dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat
terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri melakukan
perawatan abortus, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk penyembuha,
dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang
sesuai.
3. Peran suami sebagai Edukator
Selain peran penting dalam mendukung keputusan, dalam memberikan informasi
juga sangat penting bagi istri, suami dapat mencari informasi tentang perawatan
abortus dan memberikan informasi itu pada istrinya sehingga istri dapat dengan
cepat pulih kondisi kesehatannya.

Motivator

Peran Suami

Fasilitator

Edukator

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

27

2.5. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian latar belakang dan landasan teori tersebut, maka rumusan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Karakteristik suami:
Umur
Pendidikan
Pekerjaan

Peran Suami:
Motivator
Fasilitator
edukator

Istri yang mengalami
abortus

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian