Hubungan antara paparan bising dan lipid profile serta terjadinya gangguan pendengaran pada pekerja pabrik minyak goreng

7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Pendengaran
2.1.1 Anatomi telinga dalam
Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua atau satu-setengah
putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi saraf
dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Bagian atas adalah skala vestibuli,
berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana
Reissner yang tipis (gambar 2.1). Bagian bawah adalah skala timpani juga
mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina
spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala
berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus
koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema (Liston &
Duvall, 1997).

Gambar 2.1 A. Anatomi telinga; B. Daerah koklea yang paling sering
mengalami kerusakan akibat paparan bising yang lama dan berhubungan
dengan ONIHL (occupational noise induced hearing loss) (Kurmis & Apps,
2007)

7

8

Terletak diatas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ
Corti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf
perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut (3.000)
dan tiga baris sel rambut luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut
terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung diatasnya yang
cenderung datar, bersifat gelatinosa dan asesular, dikenal sebagai
membran tektoria (gambar 2.2) (Liston & Duvall, 1997).
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan
kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang
diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah lapisan
gelatinosa yang ditembus oleh silia (Liston & Duvall, 1997).

Gambar 2.2 Gambaran koklea bagian tengah (Mills, Khariwala & Weber,
2006).
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang

sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula utrikulus terletak pada bidang tegak lurus terhadap makula
sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masingmasing kanalis mempunyai ujung yang melebar membentuk ampula dan
mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada kupula

9

gelatinosa.

Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan

menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia selsel rambut krista dan merangsang sel reseptor (Liston & Duvall, 1997).
2.1.2 Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara dan
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong
(foramen ovale). Energi getar yang telah diamplifikasi akan diteruskan ke

stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala
vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basillaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2007).
2.2 Bising
Bising (noise) adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara
dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri,
bising berarti bunyi yang sangat menggangu dan menjengkelkan serta
sangat membuang energi (Harrianto, 2010). Tiga aspek gelombang bising
yang perlu diperhatikan untuk terjadinya gangguan pendengaran yaitu
frekuensi, intensitas dan waktu (Agrawal, et al; 2008; Harrianto, 2010).

10


Frekuensi bunyi menentukan pola nada, dinyatakan dalam berapa
getaran/detik atau siklus/detik, yang satuannya disebut Hertz (Hz).
Intensitas bunyi (amplitudo/derajat kekerasan bunyi/sound pressure level
(SPL)) adalah besarnya daya atau tinggi gelombang suara yang
merupakan ukuran derajat intensitas suatu bunyi. Besar intensitas bunyi
dipadatkan dalam satuan desibel (dB). Selain intensitas bunyi, derajat
gangguan bising bergantung pada lamanya pajanan (Harrianto, 2010).
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program konversi
pendengaran

terdiri

atas

beberapa

undang-undang,

Peraturan


Pemerintah, Kepres dan Peraturan Tingkat Menteri. Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999 tentang nilai ambang batas faktor fisik
dalam lingkungan kerja, termasuk didalamnya tentang kebisingan (tabel
2.1) (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2007).
Tabel 2.1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999.
Nilai ambang batas kebisingan (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2007)
Waktu pajanan per hari

8
4
2
1
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
28,12

14,06
7,03
3,52
1,76
0,44
0,22
0,11

Jam

Menit

Detik

Intensitas kebisingan
dalam dBA
85
88
91
94

97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
133
136
139

Frekuensi suara bising biasanya terdiri dari campuran sejumlah
gelombang suara dengan berbagai frekuensi atau disebut juga spektrum

11


frekuensi suara. Nada kebisingan dengan demikian sangat ditentukan
oleh jenis-jenis frekuensi yang ada. Berdasarkan sifatnya bising dapat
dibedakan menjadi : (Roestam, 2004)
1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas
Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas
amplitudo kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut.
Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup
mesin gas, kipas angin, dsb.
2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit
Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal
5000, 1000, atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara
katup gas.
3. Bising terputus-putus
Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu
kebisingan tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada periode
relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu lintas,
kebisingan di lapangan terbang, dll.
4. Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB
dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya.

Contoh bising impulsif misalnya suara ledakan mercon, tembakan,
meriam, dll.
5. Bising impulsif berulang-ulang
Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya
pada mesin tempa.
Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah
bising yang bersifat kontinu, terutama yang memiliki spektrum frekuensi
lebar dan intensitas yang tinggi (Roestam, 2004).
Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dibedakan
dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang (Arifiani, 2004).

12

2.2.1 Efek jangka pendek
Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa menit setelah
pajanan terjadi, berupa kontraksi otot-otot, refleks pernafasan berupa
takipneu

dan


respon

sistem

kardiovaskuler

berupa

takikardi,

meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi
respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat
berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan dispepsia
(Arifiani, 2004; Bashiruddin, 2009).
2.2.2 Efek jangka panjang
Efek jangka panjang terjadi sampai beberapa jam, hari ataupun lebih
lama. Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek
ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya
keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa
keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi

hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan
sebagainya (Arifiani, 2004).
2.3 Dampak Bising
Pajanan bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga
kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan
komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya
berupa

gangguan

pendengaran,

misalnya

gangguan

terhadap

pendengaran dan gangguan non pendengaran seperti komunikasi yang
terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya kemampuan
kerja, kelelahan dan stres (Buchari, 2007).
2.3.1 Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang
angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis
berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual (Roestam, 2004; Buchari,
2007).

13

2.3.2 Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi
bila terputus-putus atau datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah (mmHg), peningkatan nadi, konstriksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris (Roestam, 2004; Buchari,
2007).
2.3.3 Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam
waktu jangka lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa
gastritis, stres, kelelahan dan lain-lain (Roestam, 2004; Buchari, 2007;
Bashiruddin, 2009).
2.3.4 Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi
yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak.
Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada
kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau
tanda

bahaya;

gangguan

komunikasi

ini

secara

tidak

langsung

membahayakan keselamatan pekerja (Roestam, 2004; Buchari, 2007).
2.3.5 Gangguan pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena
dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya
bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari
sumber bising, namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya
dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali
(Roestam, 2004; Buchari, 2007).
Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu

reaksi

adaptasi,

peningkatan

ambang

pendengaran

yang

berlangsung sementara (noise induced temporary threshold shift) dan

14

peningkatan ambang dengar yang berlangsung permanen (noise induced
permanent threshold shift) (Arifiani, 2004; Kusmindari, 2008).
A. Reaksi adaptasi
Adaptasi merupakan fenomena fisiologis, keadaan ini terjadi bila
telinga mendapat stimulasi bunyi dengan intensitas 70 dB atau lebih kecil
lagi. Pemulihan dapat terjadi dalam waktu setengah detik. Keadaan ini
disebut juga perstimulatory fatique (Bashiruddin & Soetirto, 2007; Abdi,
2008; Kusmindari, 2008).
B. Peningkatan ambang dengar sementara / tuli sementara (PADS)
Peningkatan ambang dengar sementara (PADS) adalah perubahan
pendengaran sesudah terpapar bising yang dapat sembuh dengan
sendirinya dalam 24 jam (Dobie, 2006; Buchari, 2007; Agrawal, et al,
2008; Kusmindari, 2008).
Pada keadaan PADS terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran
secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat
reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang
pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini
adalah derajat suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum suara
dan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obatobatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan
kerusakan permanen) dan keadaan pendengaran sebelum pajanan
(Arifiani, 2004).
Luasnya PADS dapat diprediksi pada penyebab intensitas bising,
frekuensi bising, dan pola temporal dari paparan bising (misal: intermiten
atau terus menerus). PADS selalu pada frekuensi antara 3000 – 6000 Hz
dan sering pada frekuensi 4000 Hz. Frekuensi bising yang tinggi lebih
merusak dibandingkan pada frekuensi bising rendah, oleh sebab itu
intensitas bising tidak dapat menjadi faktor risiko tunggal (Mathur, 2009).

15

Ambang batas sementara sering ditandai oleh gejala umum kerusakan
pendengaran, termasuk tinitus. Peningkatan ambang dengar sementara
(PADS/tuli sementara) bergantung pada durasi paparan bising, pemulihan
PADS/tuli sementara dapat terjadi dalam beberapa periode berkisar
antara menit hingga jam dan hari (Martin & Martin, 2010).
Untuk suara yang lebih besar dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas
paparan atau istirahat 3 – 7 hari, bila waktu istirahat tidak cukup dan
tenaga kerja kembali terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung
terus menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap hari
kemudian menjadi ketulian menetap (Roestam, 2004).
C. Peningkatan ambang dengar permanen ( PADP / tuli menetap)
Setelah

paparan

bising

ulangan

yang

pada

awalnya

hanya

disebabkan oleh PADS, pekerja yang mengalami perubahan ambang
dengar tidak dapat pulih kembali. Hal ini disebut peningkatan ambang
dengar permanen (PADP) yang disebabkan oleh bising. Pada penelitian
epidemiologi,

sebagai

contoh

peneliti

menemukan

bahwa

PADP

disebabkan oleh paparan bising 100 dB selama 10 tahun dengan
mengukur ambang batas pendengaran pekerja dan kemudian dikurangi
dengan perkiraan kehilangan pendengaran oleh usia (Dobie, 2006).
PADP adalah gangguan pendengaran permanen yang tidak dapat
disembuhkan. Paparan bising menyebabkan hilangnya stereosilia sel
rambut secara permanen disertai adanya kerusakan pada struktur-struktur
saraf sensori. Penderita PADP harus dilakukan pemeriksaan audiometri
setelah periode pemulihan dalam 24 jam diikuti dengan menghindari
paparan bising pada tingkat bising yang berbahaya (Agrawal, et al, 2008).
2.4 Pengukuran Pajanan Bising
Pengukuran terhadap pajanan bising diperlukan bila dicurigai adanya
suatu pajanan atau sumber bising yang dapat menimbulkan pengaruh
pada lingkungan sekitarnya. Secara umum tujuan pengukuran bising

16

adalah memisahkan dan mendeskripsikan secara khusus tentang sumber
bising (Abdi, 2008).
Pengukuran

objektif

terhadap

bising

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan alat sound level meter (Abdi, 2008; Harrianto, 2010).

2.5 Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB)
GPAB adalah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat
terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup
lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat
gangguannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada
kedua telinga. Hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat
terpajan bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, frekuensi
tinggi, lama paparan bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun
terhadap
garamisin

telinga

(obat

(golongan

ototoksik)

seperti

aminoglikosida),

streptomisin,

kina,

asetosal

kanamisin,

dan

lain-lain

(Bashiruddin & Soetirto, 2007; Nandi & Dhatrak, 2008).
GPAB biasanya terjadi pada frekuensi tinggi (3 kHz, 4 kHz atau 6 kHz)
(gambar 2.3) (Nandi & Dhatrak, 2008; Mostaghaci, et al, 2013). Kerusakan
pendengaran

pada

frekuensi

tinggi

pada

mulanya

disebabkan

ketidakjelasan suara yang dirasakan dan didengar dan kemudian
mengganggu aktifitas sehari-hari yang berkembang menjadi kehilangan
pendengaran (Nandi & Dhatrak, 2008).
Suara frekuensi antara 3000 dan 5000 Hz (terutama 4000 Hz)
biasanya menyebabkan kerusakan pada sel rambut dan secara bertahap
kerusakan meluas ke frekuensi lainnya, misalnya frekuensi 6000 dan 8000
Hz (Mohammadi, et al, 2010). GPAB hampir tidak pernah menghasilkan
profound hearing loss. Sebagai lanjutan dari GPAB, frekuensi rendah
menjadi terlibat, tetapi GPAB pada frekuensi 3 – 6 Khz adalah selalu lebih
buruk (Arts, 2010).

17

Gambar

2.3

Audiogram

standar

dengan

“speech

banana”

yang

menggambarkan pola ciri khas GPAB pada pekerja di frekuensi 4000 Hz
(Kurmis & Apps, 2007).
2.5.1 Patofisiologi GPAB
Suara yang berasal dari telinga luar akan diteruskan ke membran
timpani, yang kemudian menyebabkan getaran dan getaran ini diteruskan
ke telinga tengah dimana sel-sel rambut didalam koklea bertanggung
jawab untuk memulai impuls saraf yang akan diteruskan ke otak. Koklea
pada manusia merupakan susunan sel-sel rambut telinga dalam dan selsel rambut telinga luar. Susunan sel-sel rambut telinga luar merupakan
rangkaian di sepanjang koklea. Sel-sel rambut telinga luar bertanggung
jawab pada suara dengan frekuensi tinggi yang berdekatan dengan ujung
basal koklea, dan sel-sel rambut telinga dalam lebih sensitif terhadap
suara pada frekuensi rendah yang dapat dijumpai mendekati bagian ujung
apikal dari koklea (Nandi & Dhatrak, 2008).
Kerusakan sel rambut luar bergantung pada intensitas kebisingan.
Paparan terhadap bising pada derajat subtraumatik memperlihatkan
sensitifitas perubahan ambang dengar kembali ke normal seiring

18

berjalannya waktu yang dimulai dari paparan bising. Bagaimanapun,
derajat kebisingan pada frekuensi tinggi membuat kerusakan pada sel-sel
rambut telinga luar, stereosilia dan membutuhkan penyembuhan yang
cukup lama (Nandi & Dhatrak, 2008).
Kebisingan pada frekuensi tinggi juga menyebabkan rusaknya
stereosilia dan sel-sel rambut telinga dan pada akhirnya menyebabkan
kerusakan yang permanen. Jika sel-sel rambut telinga luar tidak berfungsi
normal, membutuhkan stimulasi yang lebih besar untuk memulai impuls
saraf, dengan demikian sensitifitas ambang dengar dari sel-sel rambut
telinga dalam meningkat, yang diartikan sebagai gangguan pendengaran.
Sekali rusak, sel-sel sensori pendengaran tidak dapat diperbaiki kembali,
juga tidak dapat diobati dengan pengobatan medis untuk mengembalikan
pada keadaan normal (Nandi & Dhatrak, 2008).
Paparan bising menyebabkan peningkatan aliran darah didalam
koklea. Dalam waktu singkat terjadi penurunan sirkulasi darah didalam
koklea yang disebabkan oleh agregasi sel darah merah, vasokonstriksi
kapiler dan stasis. Aktivitas metabolik dan aliran darah koklea yang
menurun dimulai dari paparan bising, mendorong pembentukan radikal
bebas. Radikal bebas juga dapat dihasilkan oleh berbagai mekanisme.
Radikal bebas dalam bentuk invivo sebagai produk dari respirasi
mitokondria yang disebut Reactive Oxygen Species (ROS), timbul dari ion
dan radiasi ultraviolet. ROS termasuk ion superoksida (O2), hidrogen
peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH), hipoklorit (OCl) dan oksida
nitrat (NO). Sebagai tambahan, ROS dapat merusak DNA sel, protein dan
lipid serta mempercepat proses apoptosis yang menyebabkan kematian
sel dan kerusakan struktur pendengaran tidak dapat diperbaiki (Seidman
& Standring; 2010).

19

2.6 Kebisingan dan Lipid Profile
Patogenesa

GPAB

masih

belum

jelas.

Beberapa

penelitian

histopatologi menemukan bahwa lamina retikular terlepas dari sel Hensen,
kerusakan dari sel rambut dan sel-sel pendukung akan mengalami
perubahan pada organ Corti. Pada beberapa penelitian eksperimen telah
menemukan peningkatan ROS pada telinga dalam setelah terpapar
bising, dimana menyebabkan kerusakan sel rambut dan akan berlanjut
menjadi GPAB. ROS merupakan bahan yang tidak diperlukan di telinga
dalam dari proses metabolisme oksigen di mitokondria (Chang, et al,
2007).
Paparan bising menyebabkan perubahan sel rambut luar stereosilia,
yang merupakan suatu proses yang memerlukan energi yang banyak.
Untuk menghasilkan energi yang lebih, mitokondria memerlukan oksigen
yang banyak dan akan mengeluarkan produk-produk, termasuk ROS dan
radikal bebas. Penyebab lain dari GPAB kemungkinan disebabkan oleh
suara bising yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke koklea
(iskemik), yang pada akhirnya menyebabkan berkurangnya suplai oksigen
ke koklea (Chang, et al, 2007).
Berkurangnya oksigen ini akan menyebabkan terganggunya proses
fosforilasi di mitokondria dan akan menyebabkan meningkatnya produksi
ROS. Apabila ROS dan radikal bebas telah terbentuk akan menyebabkan
kematian sel diakibatkan nekrosis dan apoptosis. Usia berhubungan
dengan perubahan pada telinga dalam yang juga akan mempengaruhi
metabolisme dan produksi ROS. Singkatnya, berkurangnya aliran darah
ke koklea menyebabkan berkurangnya suplai oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan dari sisa-sisa materi, penurunan ini berkontribusi terhadap
semakin sensitifnya suara bising bagi orang tua (Chang, et al, 2007).
Regimen diet dapat membantu mencegah GPAB dengan cara
menghancurkan ROS dan menstabilkan sel membran. Dari satu penelitian
telah dilaporkan bahwa pengurangan kalori sebanyak 30%, suplemen anti
oksidan, dan pengurangan konsumsi lemak dapat membantu mencegah

20

terjadinya presbiakusis. Regimen ini sama dengan regimen yang
dianjurkan dalam mengontrol hiperlipidemia (Chang, et al, 2007).
Kolesterol adalah komponen vital dari membran seluler eukariotik
karena menstabilisasi membran dan memodulasi lipid dan translokasi
protein menyebrangi membran tersebut. Secara spesifik berhubungan
dengan koklea, komposisi lipid, ketidakstabilan dan kekakuan dari
membran dinding lateral sel rambut telinga luar. Hiperkolesterolemia juga
dapat menyebabkan penurunan vaskularitas koklear dan gangguan
pendengaran (Evans, et al, 2006).
Terdapat dua fraksi lipoprotein primer yang merupakan total serum
kolesterol: low-density lipoprotein (LDL) dan high-density lipoprotein
(HDL). Serum LDL mentranspor kolesterol dari hati melalui sistem sirkulasi
yang akan disimpan di dalam organ-organ, secara spesifik di arteri dan
jantung. Sebaliknya, transpor HDL kolesterol dari organ-organ dan
jaringan lunak kembali ke hati melalui sistem sirkulasi. Sistem transpor
HDL bermanfaat untuk sistem kardiovaskular karena mengurangi
pembentukan plak-plak kolesterol di dalam arteri mayor. Peningkatan LDL
dan penurunan HDL menandakan penyakit jantung koroner. Peningkatan
kadar serum trigliserida mengindikasikan kadar lemak yang tinggi di
pembuluh darah (Evans, et al, 2006).
Hiperlipidemia merupakan kondisi klinis dan biokimia dimana dijumpai
kadar lipid darah abnormal. Peran hiperlipidemia pada aterosklerosis dan
penyakit

jantung

koroner

telah

lama

diketahui.

Aterosklerosis

bermanifestasi sebagai lesi lipid pada pembuluh darah kecil dan besar,
dan memiliki efek yang sangat merugikan pada darah dan suplai oksigen
ke berbagai organ. Terdapat hubungan penting antara penyakit vaskuler
dengan disfungsi auditori (Thakur, et al, 2011).
Hiperlipoproteinemia adalah faktor etiologi penting pada presbiakusis
dan

tuli

sensorineural

progresif.

Di

dalam

tubuh,

aterosklerosis

menyebabkan kerusakan pada organ-organ yang diperdarahi terutama
oleh sistem end arterial. Koklea juga diperdarahi oleh sistem end arterial,

21

sehingga disfungsi labirin diakibatkan oleh aterosklerosis (Gok, et al,
2005).
Oksidatif low density lipoprotein-cholesterol (LDL-C) berperan penting
dalam terbentuknya aterosklerosis. Suatu hipotesis menjelaskan bahwa
pembentukan dari sel lemak yang menjadi tumpukan lemak pada dinding
arteri, yang dipercaya dapat menyebabkan terbentuknya aterosklerosis,
selain itu modifikasi oksidatif dari LDL-C pada dinding arteri sangat
penting untuk proses ini. Pengambilan LDL-C yang teroksidasi melalui
pengenalan apolipoprotein B yang dimodifikasi di reseptor makrofag
menyebabkan pembentukan sel-sel lemak secara invitro, sama seperti
yang ada dilapisan lemak, pemicu terjadinya ateroma. Sekresi dari protein
monosit kemotaktik 1 dan faktor stimulasi koloni makrofag dari sel lemak
menyebabkan retensi pada makrofag lipid laden dimana selanjutnya
terjadi agregasi untuk membentuk lapisan lemak (Gok, et al, 2005).
Kebisingan dapat menyebabkan stresor yang merangsang reaksi
stres, ansietas, insomnia dan auditory fatique. Beberapa stresor
menyebabkan ketidakseimbangan sistem autonomik dan pengaktifan
kelenjar hypothalamo-pituitary-adrenal yang menyebabkan perubahan
fungsi fisiologis pada organ, termasuk resistensi total perifer, cardiac
output dan metabolisme lipid darah. Paparan bising diatas 90 dB akan
menstimulasi sistem saraf simpatis dan peningkatan sekresi katekolamin
dan kortisol (Mahmoud, Ahmed & Ahmed, 2008; Sanad, et al, 2011).
Stimulasi

hypothalamo-pituitary

adrenal

dan

sistem

simpatis

menyebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon (glukokortikoid dan
katekolamin). Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan lipolisis,
glukoneogenesis

pada

hati

dan

menginhibisi

sekresi

insulin.

Glukokortikoid dan katekolamin yang berlebihan menyebabkan mobilisasi
penyimpanan lipid meningkat yang akan menyebabkan enzim lipase
didalam sel lipid teraktivasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan pelepasan
asam lemak dari sel-sel ini (Mahmoud, Ahmed & Ahmed, 2008).

22

Marth et al (1988) menemukan pengaruh stres pada kebisingan
pesawat terbang. Penelitian dilakukan terhadap 14 wanita dan 11 pria,
dimana mereka terpapar bising antara 105 dB selama 3 detik, dijumpai
peningkatan kadar total kolesterol dan kadar trigliserida yang menurun.
Melamed et al (1993) dan Sroczynski et al (1979) mendapati peningkatan
kadar trigliserida pada yang terpapar bising kronis (Mehrdad, Bahabad &
Moghaddam, 2011).
Penelitian Jovanovic dan Jovanovic (2004) pada 150 pekerja yang
terpapar bising dengan intensitas 70-110 dB dan 150 pekerja pada
lingkungan tidak bising menemukan bahwa kebisingan pada industri
menyebabkan peningkatan kadar serum total kolesterol, trigliserida dan
LDL dan penurunan kadar HDL. Pada penelitian lainnya oleh Melamed,
Bruhis dan Shelly (1996) dalam penelitian eksperimental meneliti tentang
efek bising terhadap ekskresi kortisol pada urin, kelelahan dan sifat
mudah marah pada 35 orang pekerja industri yang terpapar bising >85 dB
tanpa pelindung telinga, ditemukan peningkatan ekskresi kortisol pada
urin pada saat jam pulang kerja (Mahmoud, Ahmed & Ahmed, 2008)
2.7 Diagnosis dan Prognosis GPAB
2.7.1 Diagnosis GPAB
Untuk menegakkan diagnosis GPAB, dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta
pemeriksaan penunjang untuk pendengaran dengan audiometri (Dobie;
2006; Bashiruddin & Soetirto, 2007; Azizi, 2010).
Diagnosis GPAB pada pekerja adalah sederhana dengan melihat
riwayat lama paparan bising pada telinga yang tidak memakai alat
pelindung telinga terhadap paparan bising yang berlebihan, serta tidak
dijumpai adanya kelainan pada telinga dalam dan gambaran audiogram
memperlihatkan frekuensi bising yang signifikan pada frekuensi tinggi
yaitu 4 – 6 kHz (Baguley & McCombe, 2008; Azizi, 2010).

23

Anamnesis riwayat paparan bising pada pekerja dengan intensitas
kebisingan yang berbahaya serta durasi paparan bising harus dapat
diperoleh. Pengukuran paparan bising dimulai dari tempat kerja sangat
membantu. Riwayat pekerjaan semua pekerja harus diperiksa dengan
seksama, termasuk militer, dimana militer sering terpapar bising. Faktor
etiologi lainnya dari gangguan pendengaran sensorineural, misal:
herediter, riwayat pemakaian obat-obatan ototoksik, trauma pada kepala,
dan lain-lain harus di ekslusi dari riwayat paparan bising pada pekerja.
Pemeriksaan fisik pada telinga termasuk pekerja yang menderita penyakit
pada telinga luar dan tengah harus diekslusi (Dobie, 2006).
Cornerstone

(2000)

mengidentifikasi

GPAB

dengan

memakai

audiometri nada murni untuk melihat hantaran udara dan tulang pada
telinga. Frekuensi audiometri secara klinis biasanya pada frekuensi 3 dan
6 kHz. Gambaran audiometri dari GPAB adalah pada nada tinggi dengan
derajat bising pada frekuensi 4 atau 6 kHz, terkadang terdapat pada
frekuensi 8 kHz (gambar 2.4) (Baguley & McCombe, 2008).

Gambar 2.4 Gambaran audiogram menunjukkan takik (notch) di frekuensi
4000 Hz (Vinodh & Veeranna, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Turkkahraman et al (2003) di Turkey
memperlihatkan gambaran audiometri pada frekuensi 4000, 6000, 14000
dan 16000 Hz menunjukkan bahwa nilai audiometri pada frekuensi tinggi

24

dipakai untuk mendeteksi dan tindak lanjut terhadap individu yang
berpotensi

menimbulkan

risiko

terjadinya

gangguan

pendengaran.

Kuronen (2003) pada penelitiannya menemukan peningkatan ambang
dengar sementara yang berarti dan nilai audiometri pada frekuensi tinggi
setelah paparan bising (Mehrparvar, et al, 2011).
2.7.2 Prognosis GPAB
Setelah penghentian aktifitas dari lingkungan yang bising, GPAB tidak
akan berlanjut lagi. Alasan inilah yang dipakai mengapa pemakaian alat
pelindung telinga digunakan secara rutin untuk mengurangi dampak buruk
dari lingkungan kerja yang bising yang dapat menghentikan berlanjutnya
gangguan pendengaran (Agrawal, et al, 2008; Ganzer & Arnold, 2010).
Pekerja dengan GPAB, secara umum pendengaran akan kembali baik
jika pekerja dipindahkan dari sumber bising. GPAB tidak akan berlanjut
setelah pekerja dipindahkan dari sumber bising. Jika GPAB berlanjut
secara progresif setelah pekerja dipindahkan dari sumber bising,
progresifitas dari gangguan pendengaran lebih lanjut diakibatkan dari
beberapa penyebab yaitu penyakit degeneratif, kongenital atau kelainan
metabolik (misal: presbiakusis). Meskipun perlindungan terhadap bising
adalah hal yang penting dan harus selalu dianjurkan, bahkan dengan
memakai alat pelindung telinga yang adekuat, faktor-faktor penyebab
lainnya berperan terhadap prognosis penderita. Presbiakusis dapat
ditambahkan menjadi penyebab GPAB pada penderita yang berusia tua,
dan GPAB pada penderita dapat juga disebabkan oleh dampak buruk dari
obat-obatan yang bersifat ototoksik seperti antibiotik aminoglikosida, loop
diuretics

dan

obat-obatan

antineoplastik

yang

digunakan

dalam

pengobatan antikanker (Agrawal, et al, 2008).
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli
sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati
dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh

25

karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian
(Bashiruddin & Soetirto, 2007).
2.8 Pemeriksaan Pendengaran
2.8.1 Pemeriksaan audiometri
Audiometri nada murni adalah tes yang paling sering digunakan untuk
mengevaluasi

sensitivitas

auditori.

Sinyal

audiometri

nada

murni

menghubungkan hantaran udara dan tulang. Lembaga standarisasi
Amerika

(The

American

National

Standards

Institute

/

ANSI)

mendefinisikan ambang batas kemampuan mendengar sebagai derajat
tekanan suara minimum yang efektif menghasilkan sinyal akustik sebagai
sensasi pendengaran (Kileny & Zwolan, 2010).
Pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti
nada murni, bising NB (narrow band) dan WN (wide noise), frekuensi,
intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, International
Standard Organization (ISO) dan American Standard Organization (ASA),
jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking. Bagian dari audiometri:
tombol pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone
untuk memeriksa AC (hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa
BC (hantaran tulang) (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2007).


Nada murni (pure tone) : merupakan bunyi yang hanya mempunyai
satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.



Bising : merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri
dari spektrum terbatas (narrow band) dan spektrum luas (wide
noise).



Intensitas bunyi : dinyatakan dalam dB (decibell). Ambang dengar
ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang
masih dapat didengar oleh telinga seseorang.



Nilai nol audiometrik dalam dB HL (hearing level) dan dB SL
(sensation level) yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada
suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga

26

rata-rata orang dewasa muda yang normal (18 – 30 tahun). Pada
tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama.


Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat di dengar oleh telinga
seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC)
dan konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubunghubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan
didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan
derajat ketulian.

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang
dengar hantaran udaranya (AC) saja. Derajat ketulian ISO : normal (0 – 25
dB), tuli ringan (> 25 – 40 dB), tuli sedang (> 40 – 55 dB), tuli sedang
berat ( > 55 – 70 dB), tuli berat (> 70 – 90 dB), tuli sangat berat (> 90 dB)
(Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2007).
Gambaran audiogram pada jenis ketulian : (Soetirto, Hendarmin &
Bashiruddin, 2007).


Pendengaran normal : - AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB.
- AC dan BC berhimpit, tidak ada gap.



Tuli sensorineural :

- AC dan BC lebih dari 25 dB.
- AC dan BC berhimpit (tidak ada gap).



Tuli konduktif

:

- BC normal atau kurang dari 25 dB.
- AC lebih dari 25 dB.
- Antara AC dan BC terdapat gap.



Tuli campur

: - BC lebih besar dai 25 dB.
- AC lebih besar dari BC, terdapat gap.

2.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan
2.9.1 Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat
dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat

27

telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helm)
(Bashiruddin, 2007).
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang
bersifat menetap (irreversible), bila gangguan sudah mengakibatkan
kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba
pemasangan

alat bantu pendengaran/ABD (hearing aid). Apabila

pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD
pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan
psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran
(auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan
ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading),
mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat
berkomunikasi (Bashiruddin, 2007).
Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant)
(Bashiruddin, 2007).
2.9.2 Pencegahan
Tempat kerja yang memiliki pajanan bising >85 dB selama 8 jam kerja
sehari, diwajibkan melaksanakan program perlindungan terhadap bahaya
tuli akibat kerja bagi para pekerjanya. Terdapat 4 langkah program
perlindungan terhadap bahaya tuli akibat kerja (occupational hearing
conservation), yaitu : (Baguley & McCombe, 2008; Harrianto, 2010)
1. Identifikasi sumber bising di tempat kerja.
2. Upaya mengurangi intensitas bising.
3. Melindungi penerima bising dengan alat pelindung diri, bila pajanan
bising tidak dapat dihindarkan.
4. Melaksanakan tes pendengaran awal kerja (baseline hearing test)
dan dilanjutkan tes pendengaran periodik, untuk mengevaluasi
efektifitas hearing conservation program.

28

Alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan
pelindung telinga melindungi telinga terhadap bising yang berfrekuensi
tinggi dan masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Tutup
telinga memberikan proteksi lebih baik dari pada sumbat telinga,
sedangkan helm selain pelindung telinga terhadap bising juga sekaligus
sebagai pelindung kepala. Kombinasi antara sumbat telinga dan tutup
telinga memberikan proteksi yang terbaik (Bashiruddin & Soetirto, 2007;
Baguley & McCombe, 2008).
Semua usaha pencegahan akan lebih berhasil bila diterapkan
Program Konservasi Pendengaran (PKP) yang bertujuan untuk mencegah
atau

mengurangi

tenaga

kerja

dari

kerusakan

atau

kehilangan

pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja yang terpajan bising
berdasarkan data-data. Untuk mencapai keberhasilan PKP, diperlukan
pengetahuan tentang seluk beluk pemeriksaan audiometri, kemampuan
dan keterampilan pelaksana pemeriksaan audiometri, kondisi audiometer
dan penilaian hasil audiogram (Bashiruddin & Soetirto, 2007).

29

2.10 Kerangka Teori
Paparan bising
Dibawah ≤85 dB

Diatas NAB>85 dB

Auditori

Non
Auditori

pengaktifan kelenjar
hypothalamopituitary-adrenal

Stimulasi saraf simpatis
dan peningkatan sekresi
katekolamin dan kortisol

Kerusakan
sel rambut
telinga luar

peningkatan lipolisis,
glukoneogenesis
pada hati dan inhibisi
sekresi insulin

Gangguan
Pendengaran
Akibat Bising
(GPAB)

Arteriosklerotis dan
berkurangnya suplai
darah ke koklea

obstruksi
vaskuler parsial
dan end organ
hipoksia

Aman

mobilisasi
penyimpanan
lipid

Glukokortikoid
(kortisol) dan
katekolamin yang
berlebihan

enzim lipase
didalam sel
lipid
teraktivasi

Peningkatan
pelepasan
asam lemak

Arteriosklerotik
dinding
pembuluh
darah

Peningkatan
produksi lipid
profile

30

2.11 Kerangka Konsep

Paparan bising

: Variabel tergantung
: Variabel bebas

Kadar lipid profile:
TG, TC, LDL, HDL