Pembagian Kerja Secara Seksual (Publik & Domestik) Pada Ayah Tunggal dan Anak di Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah ikatan yang sedikit banyak berlangsung lama antar suami
istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller
merumuskan keluarga sebagai miniatur dari organisasi sosial, meliputi sedikitnya
dua generasi dan terbentuk secara khusus melalui ikatan darah. Keluarga
merupakan kelompok primer yang paling penting didalam masyarakat. Keluarga
merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan antara laki-laki
dan

perempuan, hubungan

ini

sedikit banyak berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak. Didalam keluarga memiliki sifat-sifat
tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat.
Struktur dalam keluarga dimulai dari ayah dan ibu, kemudian bertambah
dengan adanya anggota lain yaitu anak. Dengan demikian, terjadi hubungan

segitiga antara orangtua-anak, yang kemudian membentuk suatu hubungan yang
berkesinambungan. Peranan keluarga mengasuh, membimbing, melindungi,
merawat, mendidikanak, menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Orangtua didalam keluarga memiliki peran yang besar dalam
menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran
kepribadian seseorang setelah dewasa kelak. Peran orangtua merupakan gambaran

11

Universitas Sumatera Utara

tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi
selama mengadakan kegiatan pengasuhan (Khairuddin. 1997).
Setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada di dalamnya
memiliki tugas masing - masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam
kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga adalah suatu
pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan didalam atau diluar keluarga. Fungsi
disini mengacu pada peran individu dalam mengetahui, yang pada akhirnya
mewujudkan hak dan kewajiban. Mengetahui fungsi keluarga sangat penting

sebab dari sinilah terukur dan terbaca sosok keluarga yang ideal dan harmonis.
Munculnya krisis dalam rumah tangga dapat juga sebagai akibat tidak
berfungsinya salah satu fungsi keluarga. (Khairuddin, 1997).

2.2 Single Parent (Single Father)
Single berarti sendiri, Parent berarti orang tua dan Father adalah seorang
ayah. Single Parent Father adalah keluarga yang terdiri dari orang tua tunggal
ayah sebagai akibat perceraian dan kematian dengan pasangannya. Single Parent
Father dapat terjadi pada lahirnya seorang anak yang didasarkan ada atau tanpa
ikatan perkawinan yang sah dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab
seorang ayah.
Keluarga Single Parent Father dapat diakibatkan oleh perceraian, kematian,
orang tua angkat dan orang tua yang berpisah tempat tinggal (belum bercerai).

12

Universitas Sumatera Utara

Single Parent yang diakibatkan oleh kematian salah satu orangtua akan
menimbulkan krisis yang dihadapi anggota keluarga. Namun krisis yang

ditimbulkan oleh kematian seorang bapak atau ibu tidaklah begitu besar
pengaruhnya seperti halnya krisis yangmuncul dari keluarga yang diakibatkan
perceraian. Kehilangan salah satu orang tua akibat kematian sangat mengganggu
ekonomi sebuah keluarga karena peranan ekonomi yang dijalankan telah tiada
begitu pula dengan mengasuh anak. Keluarga Single Parent akan mendapat tugas
ganda. Apabila yang terjadi adalah ketiadaan seorang ibu maka peran

ayah

bertambah sebagai pengasuh anak dan pencari nafkah. (Khairuddin.1997)
Menurut Soekanto (1990), seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga
yang diharapkan mempunyai sifat-sifat kepemimpinanyang mantap. Sebagai
seorang pemimpin dalam rumah tangga, maka seorang ayah harus mengerti serta
memahami

kepentingan-kepentingan dari keluarga yang dipimpinnya. Ayah

sebagai salah satu orang tua diharapkan untuk lebih terlibat dalam pengasuhan.
Ayah tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab atas pengasuhan. Ia tidak
hanya


memasuki

masa

parenthood

dengan adanya anak melainkan juga

mempunyai hak dan kewajiban untuk menikmati dan mengurus anak.

2.3 Teori Struktural-Fungsional
Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori sosiologi yang
diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa

13

Universitas Sumatera Utara

suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling memengaruhi. Teori ini

mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat,
mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsurunsur tersebut dalam masyarakat. Banyak sosiolog yang mengembangkan teori
inidalam kehidupan keluarga pada abad ke-20, di antaranya adalah William F.
Ogburn dan Talcott Parsons (dalam Ratna Megawangi, 1999: 56).
Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam
kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur
masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang
dalam struktur sebuah sistem. Sebagai contoh, dalam sebuah organisasi sosial pasti
ada anggota yang mampu menjadi pemimpin, ada yang menjadi sekretaris atau
bendahara, dan ada yang menjadi anggota biasa. Perbedaan fungsi ini bertujuan
untuk mencapai tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan
fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya,
norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Ratna Megawangi,
1999:56).

2.4 Teori Ketidaksamaan dan Nurture
Teori nurture memang bertolak belakang dengan pandangan nature, bahwa
pembagian kerja secara seksual itu tercipta karena proses belajar dan lingkungan.
Artinya, bahwa perempuan menempati ranah domestik karena diciptakan oleh
budaya keluarga dan masyarakat yang mengesahkan pembagian kerja seperti itu.

Pembentukan sifat maskulin dan feminim bukan disebabkan oleh adanya
14

Universitas Sumatera Utara

pembedaan biologis antara pria dan wanita, melainkan ada sosialisasi atau
kulturasi didalamnya. Mereka tidak mengakui adanya sifat alami maskulin dan
feminism (nature), tetapi yang ada adalah sifat maskulin dan feminim yang di
konstruk oleh sosial budaya melalui proses sosialisasi (nurture). Argument ini
membedakan antara jenis kelamin yang merupakan konsep nature dan gender yang
merupakan konsep nurture. (Ratna Megawangi, 1999:94)

2.5 Penelitan Relevan
Penelitian tentang Strategi dalam keluarga memang sudah pernah dilakukan
sebelumnya oleh peneliti lain diantaranya seperti pada table halaman berikut:

Tabel 1.1
Penelitian Relevan
NO
1.


PENELITIAN
Daniel Oktaviandi
tentang “Sosilisasi
Anak Dalam Keluarga
Single Parent” (Kasus:
Ibu Single Parent
Nagari Muaro Paneh
Kecamatan Bukit
Sundi Kabupaten
Solok), (Skripsi
FISIP)

TAHUN
TEORI
HASIL
2012
Sosialisasi Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Daniel Oktaviandi (2012) adalah, bagi
mereka yang menjadi single parent

karna
cerai hidup, banyak masalah yang
ditimbulkan, dimana mantan suami
meraka tidak pernah memberi
kontribusi
kepada single parent dalam mengasuh
dan mendidik anak-anaknya. Begitu
juga
secara ekonomi mereka juga tidak ikut
membantu, tak jarang anak dari
seorang
single parent yang keluarganya
mengalami cerai mati merasa tidak
membutuhkan figur ayah.
15

Universitas Sumatera Utara

2.


Vanda Angrika/
Sosialisasi Nilai-Nilai
Agama Islam
Terhadap Anak Dalam
Keluarga Lapisan
Menengah Masyarakat
Kota (Skripsi FISIP).
Melia/ Peran Orang
Tua Dalam
Menjalankan Fungsi
Sosialisasi Terhadap
Anak (Skripsi FISIP).

1997

Interaksi
Simbolik

2011


Interaksi
Simbolik

Pada umumnya keluarga telah
memainkan fungsinya sebagai agen
sosialisasi nilai-nilai agama terhadap
anak, walaupun fungsi tersebut hanya
sebatas penediayan sarana-saran yang
menunjang kegiatan beragam anak.

Timbulnya perasaan dekat dari seorang
anak pada orang tuanya berawal dari
komunikasi, interaksi dan sosialisasi
yang bagus dalam keluarga antara
orang
tua dengan anak. Kepada pedagang
makanan kaki lima malam hari ini
diharapkan bisa meluangkan waktu
untuk
keluarga terutama anak karena pesan

orang tua dalam menjalankan fungsi
sosialisasi anak sangat penting.
Sumber: Daniel Oktaviandi 2012, Vanda Angrika 1997, Melia 2011.

Berdasarkan tabel diatas, perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada tujuan penelitiannya yaitu strategi ayah dalam pembagian
pekerjaan rumah tangga kepada anak, seperti anak bertanggung jawab mencuci baju,
strategi ayah kepada anak dalam pembagian kerja berhubungan dengan ibadah seperti
ayah mengingatkan anak shalat, memasukkan anak ke TPA, menyarankan anak
puasa. strategi ayah kepada anak dalam pembagian kerja berhubungan dengan
pendidikan seperti pedidikan karakter dan kurikuler seperti penanaman nilai moral
dan etika, penanaman sikap disiplin, penanaman keterampilan dan pengetahuan

16

Universitas Sumatera Utara