Pembagian Kerja Secara Seksual (Publik & Domestik) Pada Ayah Tunggal dan Anak di Kota Medan

(1)

LAMPIRAN

Draft Wawancara

1. Apakah bapak sudah lama menjadi ayah tunggal?

2. Apakah yang menyebabkan bapak menjadi ayah tunggal? 3. Berapa lama bapak menjadi ayah tunggal?

4. Berapa banyak anak bapak?

5. Apakah bapak yang merawat anak-anak bapak setelah ditinggalkan ibu mereka?

6. Siapakah yang mencari nafkah? 7. Apa pekerjaan bapak?

8. Apakah pekerjaan bapak menyita waktu yang banyak?

9. Apakah merawat anak-anak seorang diri atau menjadi ayah tunggal mengganggu pekerjaan bapak dalam mencari nafkah?

10. Apakah bapak merawat anak dan mengerjakan pekerjaan rumah sekaligus mencari nafkah?

11. Bagaimana bapak menjalankan aktivitas keseharian bapak?

12. Apakah bapak mengalami kesulitan atau kendala dalam mengurus anak bapak?

13. Apakah ada pembagian kerja yang bapak terapkan di dalam rumah?

14. Bagaimana sistem pembagian kerja untuk bapak dan anak-anak di dalam rumah?

15. Apakah ada kesulitan dalam menerapkan sistem pembagian kerja di rumah? 16. Apakah ada pembedaan pembagian kerja untuk anak perempuan dan

laki-laki?

17. Apakah menurut bapak harus dibedakan jenis pekerjaan rumah untuk anak perempuan dan laki-laki?


(2)

18. Apa alasan bapak dalam membedakan pembagian pekerjaan rumah untuk anak perempuan dan laki-laki?

19. Apakah bapak merasa sudah lebih memberikan kasih sayang kepada anak bapak walaupun ia tidak memiliki kasih sayang dari seorang ibu?

20. Bagaimana cara bapak memberikan rasa kasih sayang tersebut? 21. Apa harapan bapak untuk kehidupan kedepannya?

22. Apa yang menjadi kesan suka cita maupun duka cita dalam menjadi seorang ayah tunggal?

23. Bagaimana melihat sosok ayah tunggal di dalam kehidupanmu?

24. Apakah menurutmu sudah cukup mendapatkan kasih sayang hanya dari seorang ayah?

25. Apakah menurutmu seorang ayah bisa menggantikan posisi ibu?

26. Apakah menurutmu pembagian kerja untuk dirumah yang telah diterapkan ayah merupakan suatu beban (menyulitkan)?

27. Apa tanggapanmu dengan adanya pembagian kerja di rumah?

28. Apakah menurutu perlu adanya pembedaan anak laki-laki dan perempuan dalam mengerakan pekerjaan di dalam rumah?

29. Apakah menurutmu jenis pekerjaan rumah hanya dapat di lakukan oleh anak perempuan saja?

30. Apakah pernah ada rasa iri kepada teman-temanmu yang memiliki keluarga utuh?

31. Apakah pernah ada terjadi diskriminasi kepadamu? 32. Bagaimana kamu menghadapi situasi seperti ini?

33. Apakah menurutmu ayah tunggal merupakan hal yang wajar atau tidak wajar? 34. Apakah menurutmu keluarga ini harus memiliki seorang ibu/istri?

35. Apakah kamu pernah merasa sendiri atau kesepian disaat ayah mu pergi bekerja?

36. Bagaimana cara mu mngatasi rasa sepimu?

37. Apakah kamu merasa interaksi atau komunikasi dengan satu sama lain berjalan baik di dalam rumah?


(3)

38. Apakah pernah terjadi konflik di dalam rumah? 39. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?

40. Apa kesan dan pesan sebagai anak selama kamu hidup dengan keluarga ayah tunggal?


(4)

PROFIL NARASUMBER

Narasumber 1

Nama : Budi Suhari Usia : 52 Tahun Jumlah Anak : 3 Orang Pekerjaan : Wiraswasta

Narasumber 2

Nama : Muhammad Akib Usia : 45 Tahun

Jumlah Anak : 2 Orang Pekerjaan : Karyawan

Narasumber 3

Nama : Mulyo Triadi Usia : 42 Tahun Jumlah Anak : 3 Orang


(5)

Narasumber 4

Nama : Slamet Paiman Usia : 52 Tahun Jumlah Anak : 4 Orang Pekerjaan : Buruh Pabrik

Narasumber 5

Nama : Samsudin Usia : 58 Tahun Jumlah Anak : 2 Orang Pekerjaan : Tukang Ojek


(6)

DaftarPustaka

Amato, P.R & Kane, J.B. (2011). Parent’s marital distress, divorce, and remarriage: Links with daughters early family formation transitions.Journal of Family Issues, 32(8), 1073-1103.

Azuka-Obieke, U. (2013). Single-parenting, psychological wellbeing and academic performance of adolescents in Lagos Nigeria. Journal of Emerging Trends in Educational Research and Social Studies, 4(1): 112-117.

Babbie, E.R., & Mouton, J. (2001). The practice of social research. Cape Town: Oxford University Press Southern Africa.

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Bandung: KencanaPradana Media. Cavanagh, E.s., &Fomby, P. (2012). Family instability, school context and the

academic careers of adolescents. Journal of Sociology in Education, 85(1): 81-97.

Copeland, D. B. (2010). Psychological differences related to parenting infants among single and married mothers. Issues in Comprehensive Pediatric Nursing,33: 129-148.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Approaches. (4th Edition). Thousand Oaks; California: Sage.

Davidson, J. (2000). Giftedness. Encyclopedia of psychology. New York: Jacksonville State University.

Davis, K. E. (2011). Review of Children of divorce: stories of loss and growth. Columbia: Tyler and Francis.


(7)

Deachon & Firebough (1988) dalam jurnal Rani Adriani Budi Kusumo dkk., “Analisis Gender di kehidupan Keluarga Nelayan di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis”. Universitas Padjajaran, dalam jurnal Social Echonomic of Agriculture, Vol.2, No.1, April 2013.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Doherty, W. J., & Beaton, J. M. (2004). Mother and fathers parenting Together. New Jersey; Erlbaum.

Duvall dan Miller. 1985. Keluarga dengan Orang Tua Tunggal. http://bustanova.wordpress.com. Di unduh pada tanggal 7 Agustus 2016.

Echols, John M. dan Hassan Shadily (1983). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet. XII.

Fakih, Mansour. 2001. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Karim, Erna. 1999. Pendekatan Perceraian dari Perspektif Sosiologi: Bunga Rampai SosiologiKeluarga, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kelly, B. (2003). If you are a parent, you are a role mode. Clearing House, 81: 117-121.

Koentjoroningrat. 1989. Antropologisosial. AksaraBaru. Jakarta.

Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan. Cet. I.

Meleog.Lexy J. 2006. MetodePenelitianKualitatif. Bandung: RemajaKarya.

Moime, W. M. (2009). The effect of orphanhood on the psychological development of the pre-primary and primary school learners. Unpublished Doctoral thesis. Pretoria: University of South Africa.


(8)

Naug, K. (2000). Maternal social network in an urban slum and its impact on cognitive and social development in children.Journal of Personality and Clinical Studies, 16(1): 53-62.

Neuman, W. L. (2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitave Approach (6th Ed) Allyn and Bacon. Boston.

O’Connor, T. G., & Scott, S. B. C. (2007). Parenting and outcomes for children. York, United Kingdom: Joseph Rowntree Foundation.

Prayoga, Agus Satria. Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Single Parent. Ejournal Sociology, Vol. 1, No. 2: 106-113.

Retnowati, Yuni. (2008). Pola Komunikasi Orangtua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 6, No. 3.

Rimm, Sylvia. 2003. Pola Asuh Anak Masa Kini. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Ritonga, A.H. 1996. Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya

Manusia. Sumatera Utara. Sartina Medan.

Ritzer, George & Goodman, Douglas J. 2004.Teori Sosiologi Modern. Jakarta: PernadaKencana Media.

Roska, J., & Potter, D. (2011). Parenting and academic achievement: Intergenerational transmission of educational advantage. Journal of sociology in Education, 84: 299-318.

Rumini, S. dan Sundari, S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Salami, S., &Alawode, E. (2000). Influence of single parenting on the academic achievement of adolescents in secondary schools; Implications for counseling.Journal of Education, 20: 1-8.


(9)

Santrock, J. W. (2006). Life span development.Contemporary learning series, USA: McGraw-Hill.

Scott, M. E., &Lilja, E. (2010). Single custodial fathers’ involvement and parenting: Implications for outcomes in emerging adulthood. Journal of Marriage and Family, 72(10): 1107-1127.

Steinberg, L. D., & Silk, J. S. (2002). Parenting adolescents: Handbook of parenting (2nd.ed.). New Jersey: Erlbaum.

Strauss, R. S. (2001). Environmental tobacco smoke and serum vitamin C levels in children. Pediatrics, 107(3): 540-542.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Syafei, M. Sahlan. 2006. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Bogor : Ghalia Indonesia. Symeon, L. (2007). Cultural capital and family involving in children’s education:

Tales from primary school in Cyprus. BritishJournal of Sociology in Education, 28(4): 473-487.

Thwala, S. (2011).The psychosocial world of orphans and vulnerable children: The implications of psychosocial support for orphans and vulnerable children in Swaziland. Germany: VDM Verlag Dr.


(10)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian Kualitatif dengan metode deskriptif. Pada penelitian sosial dengan menggunakan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbegai kondisi, berbagai situasi, berbagai fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat sebagai objek penelitian (Burngin, 2007: 68). Dan pada pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam bagi permasalahan yang akan diteliti. Bogdan dan Taylor (Lexy Moleong, 2000) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata (baik secara tertulis dan lisan) dan pelaku yang dapat diamati. Metode penelitian kualitatif ini dipilih karena dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden serta lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2000). Pada penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, dalam hal ini peneliti mencoba menggambarkan bagaimana pembagian kerja secara seksual (publik & domestik ) pada ayah tunggal dan anak.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan berada pada keluarga yang hanya memiliki ayah tunggal yang ada di Kota Medan yaitu Medan Area, Medan Marelan, Medan Helvetia, Medan Amplas, Medan Denai. Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk


(11)

memilih lokasi penelitian yang luas ini adalah dikarenakan jarang di dalam suatu keluarga terdapat atau yang menjadi single father. Peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana pembagian kerja secara seksual (publik &domestik ) pada ayah tunggal dan anak.

3.3 Fokus Penelitian

Moleong (2006: 92) pada dasarnya penelitian kualitatif tidak di mulai dari sesuatu yang kosong, tetapi dilakukan berdasarkan persepsi peneliti. Terkait dengan hal ini subyek penelitiannya adalah single father yang memiliki anak di Kota Medan. Informan adalah invidu-individu tertentu yang diwawancarai untuk keperluan informasi atau orang-orang yang memberikan informasi atau keterangan data yang diperlukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah seorang ayah tunggal dan anaknya.

3.4. Teknik Pengumpulan Data.

Untuk memperoleh data yang diperlukan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan tekhnik-tekhnik sebagai berikut:

3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan suatu data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang telah ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah sebagai berikut:


(12)

Observasi

Observasi adalah merupakan suatu pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti, untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek yang akan diteliti yang tepat mengenai objek penelitian. Observasi adalah teknik atau cara pengumpulan data melalui pengamatan fenomena-fenomena sosial dan gejala-gejala alam (Kartono, 1996). Menurut Faisal (2001), pengamatan dapat juga dilakukan terhadap benda, keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, dan penampilan tingkah laku seseorang. Maksudnya disini peneliti ikut turun ke lapangan yang mana untuk memahami fenomena yang ada di lapangan.

Teknik Snawball

Teknik Snawball adalah teknik yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informan atau narasumber lain dari informasi yang diberikan oleh informan sebelumnya, biasanya ini dilakukan dikarenakan sulit untuk mendapatkan informan yang dimaksud.

Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas


(13)

pertanyaan tesebut (Moleong, 2006: 186). Wawancaara dimulai dengan mengemukakan topik yang umum untuk membantu peneliti memahami perspektif makna yang akan diwawancarai. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar penelitian kualitatif, bahwa dari jawaban yang diberikan harus dapat memberikan perspektif yang diteliti bukan sebaliknya, yaitu perspektif dari peneliti itu sendiri (Sarwono, 2006:225). Wawancara ini ditujukan kepada ayah tunggal dan anaknya. Untuk mempermudah dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik wawancara terbuka. Wawancara terbuka adalah wawancara yang biasanya para subjek tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dari wawancara itu dilakukan (Moleong, 2006:137). Adapun alasannya menggunakan teknik wawancara terbuka adalah:

i. Agar lebih mudah mendapatkan informasi sehingga jelas apa yang hendak menjadi tujuan wawancara.

ii. Dalam penyusunan laporan hasil wawancara segera dapat dilakukan evaluasi. iii. Untuk menghilangkan kesan yang kurang baik karena sudah diketahui maksud

dan tujuannya.

iv. Menciptakan kerjasama dan membina hubungan baik pada masa mendatang. v. Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek adalah ayah tunggal dan anaknya di

Kota Medan. Dari beberapa subyek diharapkan dapat terungkap kata-kata atau tindakan orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama (Moleong, 2006:112). Subjek penelitian yang penulis teliti terdiri dari ayah tunggal dan anaknya.


(14)

Informan

Informan adalah individu-individu tertentu yang diwawancarai untuk keperluan informasi atau orang-orang yang memberikan informasi atau keterangan data yang diperlukan oleh para peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti mencari data dari berbagai sumber antara lain melakukan wawancara dan observasi pada keluarga ayah tunggal.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder berupa photo, Sumber Pustaka tertulis atau dokumentasi. Data sekunder yang digunakan tentunya sesuai dengan fokus penelitian yaitu keluarga yang memiliki ayah tunggal. Sumber pustaka tertulis dan dokumentasi digunakan untuk melengkapi sumber data informasi, sumber data tertulis ini meliputi laporan-laporan penelitian ilmiah, jurnal, skripsi, buku-buku yang sesuai dengan topik, dan lain-lain. Dokumentasi yaitu pengumpulan data melalui peninggalan tulisan berupa arsip-arsip, buku-buku, agenda, dan lain-lain sebagai bukti yang menunjukkan peristiwa atau kegiatan yang berhubungan dengan penelitian mengenai ayah tunggal dan anaknya.


(15)

3.5. Unit Analisis dan Informan 3.5.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan ketentuan yang digunakan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2006) ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu individu, kelompok, dan sosial.

3.5.2 Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2006). Peneliti memilih informan dengan teknik Snowball Sampling (Sampling bola salju). Teknik Snowball sampling didefenisikan sebagai teknik untuk memperoleh informan dalam organisasi atau kelompok yang terbatas dan yang dikenal sebagai teman dekat atau kerabat, kemudian informan tersebut bersedia menunjukkan informan lainnya sampai peneliti menemukan konstelasi persahabatan yang berubah menjadi suatu pola - pola sosial yang lebih lengkap (dalam Burhan Bungin, 2007: 138). Informan merupakan orang yang benar-benar yang mengetahui masalah yang akan diteliti.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah: i. Ayah tunggal (single father) yang memiliki anak. ii. Anak dari ayah tunggal dan tinggal bersama.


(16)

3.6 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap proses pengolahan data yang dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi di lapangan. Menganalisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data ke dalam susunan-susunan tertentu dalam rangka penginterpretasian data (Faisal, 2007: 34). Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari adanya setiap informasi baik pengamatan, wawancara ataupun catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari. Maka pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam satuan-satuan yang kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan antara satu sama lainnya dan diinterpretasikan secara kualitatif.

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Terutama dalam melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengalaman dan keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam proses wawancara dikarenakan kesibukan informan sehari-hari. Terlepas dari permasalahan teknis penulisan dan penelitian, peneliti menyadari keterbatasan mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian dilakukan, dan masih ada keterbatasan bahan pendukung penelitian seperti kurang terbukanya


(17)

narasumber dalam memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti. Walaupun demikian peneliti berusaha melakukan peneltian semaksimal mungkin agar data bersifat valid dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan maksimal.


(18)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan

Pada Zaman dahulu kota Medan di kenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 40.000 Ha. Dahulu orang menamkan Tanah Deli mulai dari sungai ular (Deli Serdang) sampai ke sungai Wampu di Langkat sedangkan

Kesultanan Deli yang berkuasa pada saat itu wilayah tidak mencakup di antara kedua sungai tersebut. Kampung Medan Putri di bangun pada tahun 1590 oleh Guru Patimpus, yang merupakan cucu Singa Maraja yang memerintah Negeri Berkerah di daratan tinggi Karo termasuk dalam wilayah Raja Urung asal Karo di Deli.

Pada awal pekembangannya kota Medan Merupakan sebuah kampung kecil yang bernama Medan Putri. Perkembangan Kampung Medan Putri tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak diantara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Ijo sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian kampung Medan Putri yang merupakan cikal bakal kota Medan, cepat berkembang dan menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.


(19)

Perkembangan kota Medan selanjutnya tidak terlepas dari keberadaan Kesultanan Deli yang diproklamirkan oleh Tuanku Panglima Perungit, yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibu kotanya di Labuhan, kira-kira 20 meter dari kota Medan. Berdasarkan isi Politiek Contrac antara Kesultanan Deli dengan pemerintah Hindai Belanda pada tahun 1907, daerah kekuasaan Kesultanan Deli meliputi :

1. Wilayah Deli Asli, yaitu wilayah yang sama dari sekitar kiri dan kanan Sungai Deli, yang didalamnya terdapat bangsa Melayu, termasuk kampung Medan Putri.

2. Wilayah-wilayah Urung yaitu wilayah Hamparan perak, Sunggal, Kampung Baru, Patumbak, yang didiami suku Melayu Hilir dan suku Karo.

Pesatnya perkembangan Kampung Medan Putri, tidak terlepas dari perkebunan Tembakau yang sangat di kenal dengan Tembakau Delinya, yang merupakan Tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van Der Falk dan Eliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu denga 1 bahu = 0,74 ha secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepssi, dekat Labuhan untuk dijadikan lahan perkebunan Tembakau. Maret 1864, Jannsen, P.W. Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli Maatscapji di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, tahun 1869 di Sunggal, tahun 1875 di Sungai Beras dan Klumpang, sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat


(20)

kegiatan perdagangan Tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang. Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung Medan Putri.

Tahun 1879, ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan. Pada tanggal 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, istana Kesultanan Deli yang semula berada di kampung Bahari Labuhan juga dipindahkan dengan selesainya pembangunan Istana Maimun pada tanggal 18 Mei 1891, yang menjadikan Ibukota Deli resmi pindah ke Medan. Dengan Demikian perkembangan kota Medan menjadi pusat perdagangan juga telah mendorong menjadi pusat pemerintahan.

Dibukanya perkebunan Tembakau ternyata mempekerjakan orang-orang Cina dari Swatow (Tiongkok) , Singapura, Malaya Tamil dari Penang dan orang-orang Pribumi yaitu Minangkabau dan Jawa. Dari kebijakan inilah yang kemudian berdampak beranekaragamannya etnis yang berdomilisi di kota Medan saat ini. Oleh karena itu, masyarakat kota Medan saat ini adalah campuran dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia seperti suku Melayu, Batak, Cina, Minang, Karo dan sebagainya. Adanya keterogenitas suku yang berdiam di kota Medan juga menimbulkan banyaknya corak budaya yang ada sehingga berdampak beragamnya nilai-nilai budaya yang di kenal. (Tengku Luckman, 19:2011)


(21)

4.1.2 Demografi Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2010, penduduk kota Medan pada saat ini diperkirakan telah mencapai sebanyak 12.985.075. jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, wanita sebanyak 6.506.024 jiwa, sedangkan pria 6.479.051 jiwa. Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan untuk penduduk tidak tetap di perkirakan lebih dari 500.000 jiwa yang merupakan penduduk communters. Dengan demikian kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.

Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2.5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-29 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk , kota Medan di huni lebih dari 1.377.751 jiwa usia produktif, (15-19 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian kota medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, di susul Kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang sedikit terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat


(22)

kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur.

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini juga banyak tinggal pula orang keturunan India dan Tionghoa. Komunitas Tionghoa di Medan cukup besar, sekitar 25% jumlah total. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah mesjid, gereja, dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah sekitaran jalan Zainun Arifin bahkan di kenal sebagai kampung Madras (kampung India). Secara historis, pada tahun 1918 tercatat Medan di huni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur Lainnya.

4.1.3 Geografi Kota Medan

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3ᴼ 30′- 3ᴼ 43′ Lintang Utara dan 98ᴼ 44′ Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara administratif, wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan, dan


(23)

Timur. Sepanjang wilayah Utara berbatasaan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan di dukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiataan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutup pertumbuhan fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan hari ini. (Tengku Luckman, 19:2011)


(24)

4.2. Single Father di Kota Medan

Adapun lokasi penelitian ini atau lokasi tempat tinggal ayah tunggal terletak pada lima kecamatan di Kota Medan, yaitu:

4.2.1 Medan Area

Kecamatan Medan Area merupakan salah satu dari

4.2.2 Medan Amplas

Kecamatan Medan Amplas adalah salah satu dari

4.2.3 Medan Denai

Kecamatan Medan Denai adalah salah satu dari


(25)

4.2.4 Medan Helvetia

Kecamatan Medan Helvetia adalah salah satu dari

4.2.5 Medan Marelan

Kecamatan Medan Marelan adalah salah satu dari di selatan, da


(26)

4.3 Mengenal Informan Ayah Tunggal (Single Father)

4.3.1 Pak Budi Seorang Ayah Tunggal Karena Istrinya Meninggal Dunia.

Seorang suami atau ayah yang ditinggal mati (meninggal dunia) oleh istrinya akan disebut sebagai seorang duda atau single father. Seperti yang terjadi pada keluarga bapak Budi beralamat di Jalan Veteran Pasar IV Helvetia, ia ditinggal wafat oleh istrinya yang bernama Ibu Dwi, dikarenakan istrinya mengalami kecelakaan, yaitu terpeleset atau tergelincir di kamar mandi. Sebelum kejadian ini terjadi, istri Pak Budi memang memiliki riwayat penyakit darah rendah menyebabkan istrinya sering mengalami pusing dan daya tahan tubuhnya lemah jika sudah terlambat untuk makan, baik itu untuk sarapan, makan siang ataupun makan malam. Setelah diberi kabar oleh tetangganya, bahwa istrinya jatuh di kamar mandi Pak Budi sempat membawa istrinya ke Rumah Sakit Umum terdekat yaitu Martha Friska, yang mana lokasi rumah sakit ini tidak begitu jauh dan akses yang mudah karena banyak transportasi umum untuk menuju rumah sakit tersebut. Setelah sampai di rumah sakit tersebut istri Pak Budi langsung mendapatkan penanganan darurat dan masuk ke ruang ICU karena kondisinya yang sudah kritis, Pak Budi dan keluarga hanya bisa berdoa dan menunggu dengan ketiga anaknya yang pertama anak laki-laki Pak Budi yang bernama Jono yang pada saat itu telah berusia 25 tahun, anak laki-laki yang kedua bernama Mantri yang pada saat itu telah berusia 23 tahun, dan yang terakhir anak perempuan Pak Budi yang bernama Sella masih berusia 19 tahun. Setelah menunggu dan tidak ada


(27)

tanda-tanda ibu mereka akan siuman atau sadar, mereka hanya bisa pasrah dan berdoa untuk kesembuhan ibunya. Namun, sudah semalaman berlalu ibu mereka tidak sadar juga dari masa kritisnya. Akhirnya pada malam kedua ibu mereka berada di Rumah Sakit tersebut, ia menghembuskan nafas terakhirnya tanpa adanya pesan ataupun kata-kata terakhir yang terucap untuk suami dan anak-anaknya.

“Yang menyebabkan saya menjadi seorang ayah tunggal atau duda dikarenakan istri saya mengalami kecelakaan yang tiba-tiba terjadi tanpa disangka dan tidak pernah terfikirkan oleh saya sama sekali. Ia berada dirumah sendirian dan kami semua sedang beraktivitas seperti biasanya di luar, anak-anak sekolah dan saya bekerja. Ia terjatuh di kamar mandi, memang istri saya memiiki riwayat darah rendah dan kami masih sempat membawanya ke rumah sakit Martha Friska, dua harian juga disana dan tidak sadarkan diri lalu sampai Allah SWT menjemputnya.”

Begitu melihat ibu mereka telah tiada, anak-anak Pak Budi merasa sangat terpukul dan tidak percaya akan meninggalnya ibu mereka dengan waktu yang begitu singkat. Kasih sayang yang diperoleh dari seorang ayah bagi anak-anak sebenarnya tidaklah mencukupi jika dibandingkan dengan kasih sayang dari seorang ibu, namun semua ini tetap harus dijalani.

Sebagai seorang ayah tunggal (single father) atau duda haruslah memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, apalagi ayah tunggal yang telah memiliki anak, selain ia harus


(28)

menafkahi dirinya sendiri ia juga harus bertanggung jawab untuk menafkahi anak-anaknya yang tinggal dan melanjutkan kehidupan dengan dirinya.

Seperti pada keluarga Pak Budi, seorang ayah tunggal yang harus berjuang dan mencari nafkah untuknya dan anak-anaknya dalam melanjutkan kehidupan ini. Pak Budi yang kesehariannya bekerja sebagai pedagang (wiraswasta) yang berusaha sendiri berjualan makanan ringan atau snack di depan Sekolah Dasar (SD) swasta yang berlokasi di daerah Brayan.

“Saya hanyalah wiraswasta, saya membuka kios untuk berjualan jajanan anak-anak di dekat sekolah dasar (SD) swasta di daerah Brayan. Ya sehari-hari saya mendapatkan uang sekitar Rp. 100.000 – Rp. 250.000/hari, terkadang ya tergantung juga sama anak sekolah kalau sekolah seperti biasa penghasilan saya dapat segitu tapi kalau musim ujian agak sepi paling hanya dapat Rp.75.000 – Rp. 100.000 saja, karena mereka cepat pulang dan lebih banyak yang memilih pulang langsung ke rumah atau pulang ujian langsung di jemput orang tua mereka.”

Dalam sehari Pak Budi dapat menghasilkan uang berkisar Rp.100.000 – Rp. 250.000/hari jika anak sekolah belajar seperti biasa masuk di pagi hari dan pulang di sore harinya. Namun, penghasilan yang diperoleh Pak Budi dapat menurun drastis hanya bekisar Rp. 75.000-Rp.100.000 saja perhari, pendapatan yang menurun ini akan terjadi ketika suasana ujian telah tiba, banyak anak-anak yang jarang sekali membeli dagangannya karena selain mereka hanya memiliki waktu yang lebih sedikit dibandingkan belajar seperti


(29)

biasa juga mereka setelah pulang ujian langsung dijemput orang tuanya masing-masing yang telah menunggu mereka.

Dengan penghasilan yang tidak tetap atau konsisten tersebut tetap saya Pak Budi harus dapat bertanggung jawab atas dirinya dan anak-anaknya. Adanya bantuan dari segi ekonomi oleh anak pertama dan kedua Pak Budi yang telah bekerja dan mendapatkan penghasilan tentunya sangat membantu kehidupan keluarganya. Namun walaupun mendapatkan bantuan Pak Budi tidak mau tergantung ataupun hanya menunggu untuk diberikan uang setiap bulan oleh kedua anaknya. Sebagai seorang ayah tunggal ia merasakan sangat sulit mengatur keuangan di dalam rumah tangga tanpa kehadiran seorang istri.

4.3.2 Pak Akib Seorang Ayah Tunggal Dari Dua Orang Anak Lelaki Remaja.

Tidak berbeda jauh dengan yang dialami oleh keluarga Pak Muhammad Akib yang telah ditinggal wafat oleh sang istri dan sekarang menjadi seorang ayah tunggal atau duda dengan merawat ke dua orang anaknya, anak laki-laki pertama dari Pak Akib bernama Muhammad Agung Irvandy yang sekarang berusia 21 tahun sedang menjalani pendidikan di bangku kuliah, dan anak kedua laki-laki Pak Akib (yang paling kecil) adalah Lutfi Ramadhan yang sekarang berusia 16 tahun yang sudah duduk di bangku kelas 1 SMA.

Almarhumah istri dari Pak Akib sebelumnya diketahui telah lama mengidap penyakit darah tinggi, pada suatu pagi ketika Pak Akib seperti


(30)

rutinitas hari-hari sebelumnya yaitu berangkat kerja dengan mengendarai sepeda motor dan kedua anaknya juga melakukan aktivitas sehari-hari yaitu pergi menimbah ilmu, bedanya yang anak pertama telah diberikan izin untuk membawa kendaraan sendiri yaitu sepeda motor untuk berangkat menuju sekolahnya (SMA), dan sang adik yang masih mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) harus diantar oleh ayahnya (Pak Akib). Sedangkan istrinya berada di rumah dan beraktivitas seperti biasa menjalani pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga biasa. Lalu tidak tahu bagaimana istri dari Pak Akib tiba-tiba mengalami kejang-kejang dan jatuh dari tempat tidur saat hendak membereskan kamar tidur, disaat istri Pak Akib terjatuh seketika itu juga kepalanya terbentur ke lantai hingga ia menjadi tidak sadarkan diri lagi, dan beberapa saat adik perempuan Pak Akib atau adik ipar istri Pak Akib mendengar suara dari kamar tidur tersebut dan langsung lari lalu menemukan kakak iparnya sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri atau pingsan.

Lalu pada saat itu juga adik Pak Akib menghubungi dan mengabari tentang hal ini kepada abangnya yatu Pak Akib dan segera ia langsung membawanya ke Rumah Sakit terdekat yaitu Permata Bunda dengan harapan masih sempat dapatkan pertolonga dan perawatan namun takdir mengatakan hal yang lain istri Pak Akib sudah menghembuskan nafas terakhirnya sebelum suami dan anak-anaknya tiba di sana. Sampai sekarang anak-anak Pak Akib mengatakan bahwa sosok ibu mereka tidak akan pernah tergantikan.


(31)

”Penyebabnya dari awalnya istri saya sakit dan juga istri saya memiliki darah tinggi, pada pagi hari ketika kami semua pergi beraktivitas, lalu istri saya membereskan kamar dan ia mengalami collapse jatuh dari tempat tidur di kamar lalu kepalanya terbentur lantai hingga tidak sadarkan diri, dan adik saya yang perempuan menemukannya lalu dibawa kerumah sakit dan sudah tidak tertolong lagi.” Jelas Pak Akib.

Setelah semuanya telah sampai dan hadir di RS. Permata Bunda dan melihat istri dan ibu mereka telah meninggalkan mereka semua seketika suasana duka menyelimuti ruangan tersebut, air mata dan isak tangis tidak dapat dibendung lagi mengingat kejadian yang menimpa ibu mereka ini tidak dapat diterima karena begitu mendadak meninggalkan mereka semua untuk selamanya.

Pengalaman yang dialami oleh keluarga Pak Muhammad Akib yang menjadi ayah tunggal yang memiliki dua orang anak laki-laki yang masih membutuhkan dana untuk sekolah mereka, dengan bekerja sebagai karyawan swasta di PT. Siantar Top yang bertempat di Tanjung Morawa ia dapat menghasilkan pendapatan tetap Rp.5.000.000 – Rp. 7.000.000/ bulan.

Dengan penghasilan tetap yang di peroleh Pak Akib sudah sangat cukup untuk membiayai sekolah anak-anaknya dan juga memenuhi kebutuhan hidup untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya. Pekerjaan yang digeluti sehari-hari oleh Pak Akib menurutya tidak terlalu banyak menyita waktu untuk membaginya dengan anak-anaknya, terkadang semua itu tergantung pada banyak atau sedikitnya perkerjaan yang ia lakukan pada satu hari.


(32)

Pekerjaan yang menjadi rutinitas sehari-hari Pak Akib dimulai pada pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB, namun tidak sepenuhnya Pak Akib menghabiskan waktu hanya di tempat kerjanya, bahkan tidak jarang ia sering pulang ke rumahnya jika jam makan siang berlangsung hanya untuk melihat keadaan rumah sembari memantau rumah juga karena ia tidak dapat sepenuhnya memberikan beban tersebut kepada anak pertama laki-lakinya yang juga masih harus sembari berkuliah maka ia harus meminta tolong kepada adik perempuannya yang juga bertempat tinggal tidak jauh dari rumah Pak Akib, namun ada saalah satu hal yang paling sering dilakukan Pak Akib yaitu menyuapi atau menyulangi anaknya yang paling kecil, padahal sudah dapat makan sendiri. Namun, itulah salah satu bentuk pengaplikasian kasih sayang dari seorang Pak Akib yang mana ia harus membagi waktunya untuk tetap dapat bekerja secara optimal juga harus terus memantau dan memberikan cukup kasih sayang kepada anak-anaknya.

“Ya seperti biasa, kalau untuk sarapan saya beli sendiri diluar sekaligus untuk anak-anak saya, dan segala keperluan saya siapkan sendiri. Saya bekerja masuk pukul 8 pagi dan pulang pukul 5 sore. Namun keseringan saya pulang pada jam makan siang untuk melihat kondisi rumah dan sekalian menkontrol anak-anak sudah pada makan belum begitu.” tutur Pak Akib.


(33)

4.3.3 Pak Mulyo Ayah Tunggal Dari Seorang Putera dan Puteri Remaja.

Peristiwa yang dialami oleh dua keluarga di atas ternyata di alami juga oleh keluarga Pak Mulyo yang juga telah menjadi duda atau ayah tunggal yang bertempat tinggal Jl. Menteng VII Gg. Garuda Medan Denai.

Pak Mulyo telah ditinggal wafat oleh almarhumah istrinya sejak bulan oktober pada tahun 2012 yang dapat dihitung sudah hampir 4 tahun ia dan kedua anak-anaknya melalui rutinitas keseharian mereka tanpa sosok seorang istri dan ibu

Pak Mulyo menjadi seorang ayah tunggal atau duda dikarenakan istrinya meninggal akibat penyakit yang telah lama diderita oleh almarhumah istri Pak Mulyo yaitu mengidap penyakit gula basah, dimana pada awal tahun 2009 penyakit yang dideritanya semakin bertambah parah dan mengharuskan untuk rutin melakukan chek kesehatan di RSU (Rumah Sakit Umum) Pringadi Medan.

“Saya menjadi seorang ayah tunggal atau duda karena istri saya meninggal dunia dikarenakan sakit. Ia menderita penyakit gula basah, semenjak awal tahun 2009 penyakitnya semakin parah dan harus rutin melakukan chek kesehatan di Rumah Sakit Umum Pringadi. Sempat sebulan penuh ia menjalani rawat inap di rumah sakit namun pertengahan Oktober 2012 ia tidak kuat lagi untuk melawan penyakitnya.” Jelas Pak Mulyo.


(34)

Pihak keluarga selalu berdoa dan menginginkan istri Pak Mulyo dapat sembuh dan sehat kembali dari penyakit yang dideritanya namun Allah berkata lain, sudah sebulan penuh ia menjalani rawat inap / opname di rumah sakit tersebut, namun pada bulan Oktober 2012 istri Pak Mulyo sudah tidak dapat bernafas lagi dan telah tiada, kepedihan mendalam pada saat itu tidak dapat disembunyikan lagi, pecah tangis yang kian bersuara mengisi kamar rumah sakit yang merawat almarhumah istri Pak Mulyo. Kini hanya Pak Mulyo dan kedua anaknya yang paling besar adalah anak laki-laki bernama Angga yang pada saat ditinggal ibunya berusia 16 tahun (2012) dan anak perempuan bernama Putri yang paling kecil berusia 12 tahun (2012). Pak Mulyo sempat tidak tahu lagi bagaimana harus mengurus anak-anaknya yang masih kecil namun lambat laun semuanya jadi mulai terbiasa walaupun pada awalnya masih sering membutuhkan bantuan dari saudara ataupun orang lain / pembantu yang dibayar harian

Pak Mulyo yang saat ini sudah berjalan menuju 4 tahun menjalani kehidupan sebagai seorang ayah tunggal atau duda yang masih terus berusaha untuk tetap melangsungkan kehidupan untuk dirinya dan dua orang anak-anaknya, tanpa bantuan seorang pendamping atau istri dan seorang ibu untuk anak-anaknya.

“Sebelum saya menjadi seorang single parent atau duda yang mencari nafkah saya dan istri hanya seorang ibu rumah tangga. Dan sampai sekarang saya tetap menjadi tulang punggung keluarga untuk


(35)

menghidupi dan menyekolahkan anak-anak saya.” Jelas Pak Mulyo.

Pak Mulyo bekerja sebagai salah satu karyawan di sebuah Perusahaan Asuransi khususnya dibagian marketing untuk merekrut calon nasabah baru yang akan masuk dan bergabung untuk membuat program asuransinya.

Dengan mata pencaharian tersebut Pak Mulyo mendapatkan penghasilan Rp. 2.000.000 per bulan. Dimana penghasilan tersebut menurutnya belum memadai atau mencukupi untuk kebutuhan dirinya dan kedua orang anaknya yang masih membutuhkan biaya untuk melanjutkan pendidikannya, apalagi tidak adanya seorang istri yang seharusnya mengelola pendapatan, pemasukkan dan pengeluaran per bulannya. Namun, tidak jarang pula Pak Mulyo mendapatkan dana insentif atau tambahan dari hasil membuat orang join atau bergabung ke perusahaan asuransi tempat ia bekerja.

“Pekerjan saya sudah memiliki jadwal tetap atau rutinitas sehari-hari. Dalam seminggu, Senin sampai jum’at saya masuk kantor pukul 08.30 WIB dan pulang kantor pukul 17.00 WIB. Pada hari Sabtu saya hanya sampai setengah hari saja, dan pulang kembali berkumpul bersama anak-anak saya.” Jelas Pak Mulyo.

Pak Mulyo melakukan rutinitas pekerjaannya pada hari Senin-Jumat saja,yang mana ia harus masuk pada pukul 08.30 WIB – 17.00 WIB,


(36)

sedangkan di hari Sabtu Pak Mulyo hanya bekerja sampai setengah hari saja yaitu sampai pukul 12.00 WIB, dan pada hari Minggu ataupun hari-hari besar Nasional ia mendapatkan hari libur seperti karyawan pada umumnya. Di waktu ia tidak bekerja inilah ia memanfaatkan waktu untuk menghabiskan waktu tetap menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anaknya juga keluarga atau sanak saudara yang lainnya.

4.3.4 Pak Slamet Ayah Tunggal Karena Perceraian Dengan Alasan Ekonomi. Perceraian adalah sebuah hal yang sangat dihindari dan tidak diinginkan oleh setiap pasangan, namun adakalanya perceraian atau perpisahan dalam hubungan pernikahan dapat terjadi, seperti yang dialami oleh Pak Slamet yang beralamat di Marelan Pasar V Terjun. Ia mengakhiri pernikahannya dengan perpisahan atau perceraian yang juga disetujui oleh ke dua pihak yaitu istri dan suami (dirinya), bukan keputusan dari salah satu pihak, keluarga yang telah dikaruniai 4 orang anak ini yang dapat dibilang sudah memasuki masa usia dewasa, anak pertama Pak Slamet ialah bernama Suci Rahmadani seorang anak perempuan yang usianya sudah 28 tahun, lalu yang kedua anak Pak Slamet yaitu Bagus Prasetyo yang telah berumur 25 tahun, selanjutnya anak ketiga dari Pak Slamet yaitu Putra Rizkiansyah yang telah berumur 15 tahun dan masih melanjutkan pedidikannya di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan yang paling kecil anak perempuan Pak


(37)

Slamet masih duduk di bangku SD (Sekolah Dasar) yang telah berusia 11 tahun.

Perpisahan ataupun perceraian yang terjadi ini sudah setahun belakangan ini sudah sering sekali akan terjadi tapi karena mengingat anak-anak maka mereka selalu mengurungkan niat itu, rumah tangga yang sudah tidak harmonis ini sebelumnya pun sudah kerap kali mengalami konflik rumah tangga antara lain sering bertengkar mulut atau cekcok bahkan sudah tidak lagi saling memahami satu dengan yang lainnya, Pak Slamet beranggapan bahwa pemicu konflik tersebut ialah dikarenakan istrinya mulai bekerja di pabrik dan pendapatan yang didapat lebih besar dari pada dirinya, sehingga menurutnya sudah tidak ada waktu lagi untuk berada di rumah dan predikat sebagai ibu rumah tangga pun sudah tidak lagi dilakukannya.

“Ya yang menyebabkan saya menjadi ayah tunggal atau duda ya karena saya dan mantan istri saya memilih untuk berpisah atau bercerai sudah menjadi keputusan bersama. Karena menurut saya sudah tidak ada lagi keinginan untuk saling bersama dan menhargai saya selaku seorang suami, semenjak istri saya bekerja di pabrik semua menjadi berubah dari sisi tingkah lakunya dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anak kami.”

Maka pada pertengahan Januari 2016 Pak Slamet dengan istrinya pun telah resmi bercerai dan menjalani kehidupan masing-masing yang telah disepakati bersama.


(38)

Pak Slamet yang telah menjadi single father atau duda sejak awal pertengahan Januari 2016, yang jika dihitung sudah 7 bulan dan apabila dibandingkan dengan yang dijalani 3 single father atau duda yang lain yang tentunya sudah lebih lama menjalani kehidupan sendiri dengan anak-anaknya karena telah ditinggal oleh istri mereka.

Pak Slamet memiliki mata pencaharian sebagai buruh pabrik di sebuah pabrik yang bergerak dalam memproduksi tali yang tepatnya berada di daerah KIM (Kawasan Industri Medan). Dengan bekerja sebagai buruh Pak Slamet memiliki penghasilan Rp. 2.000.000 per bulan dan jika ada waktu lembur dalam seminggu ia mendapatkan Rp. 2.500.000 per bulannya.

“ Setelah saya berpisah dengan mantan istri saya, ya saya sendiri yang mencari nafkah ntuk diri saya dan saya juga masih bertanggung jawab untuk menafkahi kebutuhan hidup anak-anak saya, kecuali yang nomer satu dan dua mereka sudah menikah, kalau untuk istri saya dia bekerja sendiri punya pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.”

Menurutnya dengan penghasilan yang di dapatkannya per bulan tersebut ia masih bisa bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya, memang Pak Slamet memiliki 4 orang anak namun 2 orang sudah berkeluarga yaitu Suci dan Putra sudah tidak lagi tinggal serumah dengan Pak Slamet jadi hanya tinggal 2 orang anak lagi yang dia biayai yaitu anak ketiga yang bernama Bagus yang memang masih tinggal bersama Pak Slamet, sedangkan anak terakhir yang perempuan bernama Rika masih tinggal


(39)

bersama ibunya namun Pak Slamet masih sering memberikan kebutuhan sekolahnya juga uang jajannya setiap bulan melalui anak ketiganya yang terkadang sekaligus berkunjung ke rumah neneknya yang juga menjadi rumah ibu dan adiknya.

4.3.5 Pak Samsudin Ayah Tunggal Karena Perceraian yang Isterinya Bekerja sebagai TKW.

Begitu pula dengan keluarga yang telah bercerai pada bulan 10 (Oktober) 2015 ini, Pak Samsudin namanya yang beralamat di Jl.Sisingamangaraja Medan Amplas ini yang telah ditinggal istrinya atau sekarang lebih tepatnya disebut mantan istri dikarenkan bekerja di luar negri dan menjadi seorang TKW (Tenaga Kerja Wanita) sejak tahun 2014 bulan Januari. Mereka sudah memiliki dua orang anak dari hasil pernikahan yang pertama anak perempuan Pak Samsudin yang telah berusia 20 tahun yang sudah lulus dari SMA (Sekolah Menengah Akhir) dan belum melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi (kuliah) dikarenakan faktor biaya yang belum memadai dan yang terakhir atau kedua adalah anak laki-laki Pak Slamet yaitu Fikri yang masih berusia 14 tahun dan masih melanjutkan pendidikannya di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang ikut merasakan dampak dari perpisahan dengan ibunya dan juga dampak dari perpisahan yang kandas ditengah jalan karena bercerai.


(40)

Lagi-lagi faktor ekonomi adalah salah satu alasan penyebab perceraian ini terjadi yang mana seorang istri juga harus ikut andil bekerja atau mencari tambahan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga biaya atau keperluan anak-anaknya, maka dengan berharap bisa mendapatkan uang yang cukup dengan gaji yang nominalnya diatas rata-rata PRT (Pembantu Rumah Tangga) di Indonesia, ia (istri Pak Samsudin) harus pergi dan menjadi TKW di negeri orang yaitu Malaysia.

Awalnya tidak ada perselisihan ataupun pertengkaran yang terjadi di dalam keluarga Pak Samsudin, semuanya masih berjalan seperti biasanya yang hanya saja figur atau sosok seorang ibu/istri sudah tidak lagi terasa berada di dalam rumah. Namun setelah setahun telah berlalu dan semuanya menjadi berantakan dikarenakan Pak Samsudin menginginkan istrinya pulang kembali ke Indonesia dan berhenti menjadi TKW mendapat penolakkan dari sang istri yang mengatakan bahwa kontrak bekerjanya akan diperpanjang dengan kenaikan gaji yang lumayan signifikan, Pak Samsudin tidak bisa mentoleransi lagi jika istrinya akan bekerja lebih lama lagi di Malaysia sebagai TKW.

“Ya saya menjadi ayah tunggal atau duda disebabkan karena ya saya memilih hidup terpisah dengan istri saya yang sudah bercerai dengan saya karena ia telah memilih untuk meneruskan hidupnya dengan bekerja sebagai PRT (Pembantu Rumah Tangga) di luar negeri (Malaysia) yang seperti kita ketahui sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita). Memang sudah dari tahun 2012 mantan istri saya bekerja di sana (Malaysia) namun puncaknya pada tahun 2015 kami mengalami


(41)

pertengkaran hebat sehingga kami lebih memilih jalan masing-masing.”

Selanjutnya hari-hari berlalu dengan rasa hampa dan tidak ada lagi rasa ingin melanjutkan kehidupan rumah tangga yang seharusnya ia lalui dengan istrinya kini hanya menjalani kehidupannya dengan kedua anaknya saja. Kesulitan yang dialami tanpa kehadiran sosok seorang istri merupakan konsekuensi yang harus dirasakan dan dilalui disetiap harinya.

Pak Samsudin yang telah menjadi single father atau seorang duda selama lebih kurang 8 bulan, yang belum terlalu lama jika dibandingkan pengalaman 3 orang single father lainnya.

“ Saya hanya bekerja sebagai tukang ojek saja, semenjak tahun lalu saya sudah tidak bekerja sebagai buruh bangunan lagi karena saya sudah tidak sanggup lagi dengan beban pekerjaan bangunan yang begitu berat.”

Pak Samsudin bermata pencaharian sebagai seorang tukang ojek pangkalan yang penghasilannya juga tidak tetap dan tergantung banyak tidaknya sewa atau orang yang menggunakan jasa ojek Pak Samsudin. Dengan mata pencaharian sebagai tukang ojek Pak Samsudin memperoleh penghasilan Rp. 50.000 – Rp. 100.000 per hari jika ia mulai bekerja dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 12.00 siang lalu dilanjutkan lagi pukul 16.00 sore samapai 21.00 malam dapat dikatakan Pak Samsudin dalam sehari menggunakan dua shift. Sedangkan jika Pak Samsudin hanya bekerja satu


(42)

shift dari pagi sampai siang atau dari sore sampai malam saja ia hanya mendapatkan penghasilan Rp. 20.000 – Rp. 50.000 per harinya. Pak Samsudin lebih bersyukur apabila di hari biasa atau hari sekolah karena banyak anak sekolah yang menggunakan jasa ojeknya. Namun jika hari libur hanya sedikit orang yang melakukan aktivitas sehari-hari dan jarang sekali ada penumpang, kecuali kalau di malam hari saja terkadang masih ada penumpang yang baru pulang dan menggunakan jasa ojek Pak Samsudin.

Namun menurut penuturan diatas Pak Samsudin sebelum ia bekerja sebagai seorang tukang ojek, ia bekerja sebagai buruh bangunan yang gajinya atau penghasilannya lebih relatif banyak dibandingkan sebagai tukang ojek. Hanya saja Pak Samsudin merasa sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja sebagai buruh bangunan yang pekerjaannya memiliki beban yang lebih berat dibandingkan sebagai tukang ojek.

Dengan pendapaatan yang dapat dikatakan dibawah rata-rata untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan anak-anaknya Pak Samsudin tetap bertanggung jawab untuk tetap memiliki penghasilan walaupun sering mantan istri Pak Samsudin yang menjadi TKW di Malaysia sering mengirim uang atau biaya untuk ke dua anaknya.


(43)

Tabel 2 Data Tentang Lima Ayah Tunggal di Kota Medan

No Nama Ayah Tunggal disebabkan oleh

Anak /usia sekarang Lama menjadi ayah tunggal

Pekerjaan Pendapatan/bulan

1 Pak Budi Kematian istri

Jono 26 thn anak lelaki pertama dan telah bekerja.

Mantri 24 thn anak kedua dan juga sudah bekerja.

Sella 20 thn anak pr terakhir dan masih berkuliah.

(2laki-laki dan 1perempuan).

1 tahun 6 bulan

Wiraswasta / berjualan dan membuka kios di depan SD swasta.

Rp.2juta-Rp.3juta/ bulan

2 Pak Akib Kematian istri

Agung 21 thn anak lelaki pertama dan baru saja lulus D3 di Perguruan Tinggi.

Lutfi 16 thn anak lelaki kedua dan masih duduk di kelas 1 SMA. (2laki-laki).

5 tahun 5 bulan

Karyawan Swasta di PT.Siantar TOP Rp.5juta-Rp.7juta / Bulan

3 Pak Mulyo Kematian istri

Angga 20 thn anak lelaki pertama dan masih melanjutkan kuliahnya. Putri 16 thn anak pr terakhir dan masih duduk dibangku SMP. (1laki-laki dan 1perempuan).

4 tahun Karyawan Asuransi dibagian Marketing/ Pemasaran Rp. 2juta-Rp.3juta/ bulan


(44)

4 Pak Slamet Perceraian, karena masalah ekonomi

Suci 28 thn anak pertama pr dan sudah menikah.

Putra 25 thn anak kedua lelaki sudah bekerja dan telah menikah. Bagus 15 thn anak ketiga lelaki masih bersekolah di bangku SMP. Rika 11 thn anak keempat pr dan masih duduk di bangku SD.

(2orang laki-laki dan 2 orang perempuan).

7 bulan Buruh pabrik di pabrik tali KIM

Rp.2juta

-Rp.2,5juta/bulan.

5 Pak Samsudin

Perceraian, karena istri bekerja sebagai

TKW.

Dila 20 thn anak pr pertama dan sudah lulus SMA namun belum bekerja atau melanjutkan ke Universitas.

Fikri 14 thn anak kedua lelaki dan masih bersekolah di SMP.

(1perempuan dan 1laki-laki).

8 bulan Tukang ojek pangkalan

Rp.1juta-Rp.2juta/ bulan.


(45)

Keterangan dari tabel 2 yaitu masing-masing ayah tunggal memiliki latarbelakang masalah yang berbeda, penyebab, jumlah tanggungan anak, dan pekerjaan serta pendapatan yang juga sudah pasti berbeda pula. Dengan lamanya jarak waktu, untuk menjalani hidup sebagai ayah tunggal dengan tinggal bersama anak-anak justru lebih dapat menangani masalah-masalah dan kesulitan yang terjadi di dalam maupun di luar rumah, begitu pula kaitannya dengan jumlah anak yang ditanggung dan usia anak dari ayah tunggal.

4.4 Sistem Pembagian Kerja di rumah pada Anak (dibedakan atau tidak antara anak perempuan dan laki-laki).

Sebagai Ayah tunggal atau duda yang sudah memiliki tanggung jawab akan anak-anaknya yang tinggal bersama dengannya dan kewajiban untuk mencari nafkah atau bekerja, pastilah tidak mudah untuk membagi waktu untuk di antara keduanya, yaitu bekerja di luar rumah (publik) dan mengurus anak-anaknya juga membereskan rumah (domestik), maka disini akan dipaparkan bagaimana seorang ayah tunggal dan anak-anaknya bekerjasama khusus dalam hal pekerjaan rumah tangga dimana yang biasanya hal tersebut dikerjakan atau dilakukan oleh seorang ibu atau istri saja dan sekarang harus dilakukan dengan adanya kerjasama antara seorang ayah dan anak-anaknya.


(46)

4.4.1 Pak Budi dengan Tiga Orang Anak.

Pak Budi yang memiliki tiga orang anak yang mana terdiri atas 2 laki-laki dan 1 perempuan yang pada saat ditinggal sang ibu mereka juga sudah pada besar dan dapat mengurus diri masing-masing.

“Sistemnya gimana ya saya bilang kalau untuk membereskan rumah ya paling anak saya yang perempuan pas pulang kuliah dia tapi kalau untuk mencuci baju gitu kadang-kadang nyuci sendiri terkadang juga minta panggilkan orang untuk nyuci harian.”

Dalam hal urusan membereskan rumah menurut Pak Budi anak-anaknya sudah mengerti porsi atau bagian masing-masing, karena selain sudah pada besar juga sudah jarang sekali anak-anak ada di rumah apalagi anak laki-lakinya yang sudah bekerja. Masalah urusan rumah seperti menyapu atau hanya beres-beres sudah dilakukan oleh anak perempuan Pak Budi, sedangkan mencuci baju mereka terkadang mencuci sendiri ataupun melaundry.

Egga ada pembagian-pembagian kayak gitu memang tapi kalau ada yang perlu dibereskan ya mereka sudah pada ngerti, paling saya sampai rumah ya saya beresin barang-barang saya sendiri. Jarang juga rumah beserak karena juga ga ada anak-anak kecil lagi kan.” Jelas Pak Budi


(47)

Menurut Pak Budi tidak harus ada pembagian peran ataupun perbedaan untuk urusan rumah semuanya sama saja kecuali memasak Pak Budi sudah ambil langkah yaitu menggunakan jasa kettringan atau rantangan. Karena memang tidak ada yang sempat juga tidak terlalu pandai dalam hal memasak.

Memang di dalam rumah tidak dituntut untuk membeda-bedakan jenis pekerjaan mau anak laki-laki atau perempuan ya sama saja selagi bisa dikerjakan, tetapi jika ada hal yang agak sulit dilakukan oleh anak perempuan Pak Budi ia dapat meminta tolong kepada abang-abangnya juga, ya intinya saling tolong menolong sajalah sama-sama mengerti.

“Tidak ada alasan saya kan ga membedakan saya serahkan sama mereka saja itu kan sudah pada besar asalkan jangan berantam saja.”Jelas Pak Budi.

Dari anak Pak Budi pun tidak ada merasa keberatan atau menganggap beban mengerjakan pekerjaan rumah, karena memang rumah yang ditinggalkan juga tidak terlalu berantakan dan jarang juga anak-anak Pak Budi berada di rumah karena masing-masing sibuk dengan urusannya.

“ Ayah saya tidak membagi-bagi pekerjaan dan adik-adik saya juga tidak begitu repot dalam mengurus rumah. Karena jarang juga ada orang di rumah.” Tutur Jono sebagai anak pertama Pak Budi.


(48)

4.4.2 Pak Akib dengan Dua orang anak lelakinya.

Selanjutnya akan membahas ada tidaknya masalah pembagian kerja di keluarga Pak Akib. Pada keluarga Pak Akib anak pertamanya yang bertanggung jawab untuk mengurus pekerjaan rumah yang ringan saja, seperti menyapu, membersihkan rumah dan mengontrol adik laki-lakinya setelah pulang sekolah, sedangkan untuk pekerjaan rumah yang lumayan berat seperti mencuci dan menyetrika pakaian Pak Akib menggunakan jasa orang lain, dan untuk makan pagi biasanya Pak Akib lebih sering membeli sarapan di warung-warung terdekat untuk dirinya sekaligus untuk anak-anaknya.

“Kalau pagi hari anak saya yang pertama kuliah dan anak kedua saya pergi sekolah jadi adik saya yang membereskan rumah, kalau siang yang anak kedua saya pulang sekolah dan anak pertama saya juga sudah pulang kuliah maka mereka yg mengurus rumah. Anak saya yang pertama yang mengontrol adiknya, yang nyuruh makan adiknya, sorenya saat saya pulang dari aktivitas saya yang mengontrol anak saya untuk belajar.” Jelas Pak Akib.

Pak Akib memiliki dua orang anak laki-laki, yang mana anak pertama lebih bertanggung jawab dan ikut membantu ayahnya mengurus rumah dan mengawasi adik laki-lakinya, dan ia menganggap itu adalah sebuah hobinya dan bukan karena terpaksa. Agung sebagai anak pertama Pak Akib beranggapan bahwa sudah seharusnya anak tertua ikut membantu ayahnya yang berperan sebagai orang tua tunggal. Di dalam keluarga Pak Akib tidak


(49)

ada menerapkan pembedaan pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dikarenakan anak Pak Akib keduanya adalah laki-laki.

4.4.3 Pak Mulyo dengan Dua Orang Anaknya.

Selanjutnya akan dideskrikpsikan tentang pembedaan pembagian kerja di keluarga Pak Mulyo. Pak Mulyo memiliki seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, yang mana Pak Mulyo tidak mengharuskan mereka untuk melakukan pekerjaan rumah jika mereka tidak sempat, namun Pak Mulyo menerapkan sistem tanggung jawab untuk masing-masing pekerjaan pribadi atau urusan pribadi mereka yaitu misalnya membersihkan kamar sendiri.

“Oh pembagian kerja sih ada tapi ya saya tidak memaksakan apabila mereka tidak sempat tetapi setidaknya mereka memiliki tanggungjawab atas masing-masing pekerjaan pribadi mereka seperti kebersihan kamar mereka.” Jelas Pak Mulyo.

Pak Mulyo menerapkan sistem pembagian kerja seperti si abang (anak pertama) membersihkan rumah atau pekerjaan yang agak rumit seperti mencuci pakaian ke mesin cuci dan menyetrika. Sedangkan si adek (anak perempuan) tidak terlalu dipaksa karena ia belum bisa menerima beban tanggung jawab sepenuhnya, terkadang mau membantu terkadang tidak.


(50)

selebihnya Pak Mulyo ikut turun tangan (membantu) jika ada waktu, kalau tidak sempat maka ia akan meminta bantuan dari orang lain.

“Sistemnya ya gitu kadang si abang beresi rumah atau hal yang agak rumit lah seperti mencuci baju ke mesin atau menyetrika. Si adek paling sapu-sapu rumah ya selebihnya saya juga ikut turun tangan atau kadang panggil orang juga untuk bantuin.” Kata Pak Mulyo.

Menurut tanggapan anak pertama Pak Mulyo yaitu Angga tentang adanya pembagian kerja di dalam rumah, yang telah diterapkan ayahnya tidak merupakan suatu beban, karena menurutnya ia bisa sekaligus belajar dari sekarang untuk membiasakan diri melakukan pekerjaan rumah dan membantu ayah juga adiknya. Angga dan Ayahnya tidak setuju tentang adanya pembedaan pembagian pekerjaan antara anak laki-laki dan perempuan, karena menurut Angga jika pekerjaan dilakukan bersama maka akan terasa lebih ringan dan pastinya lebih cepat selesai, tidak menanggung sendiri, walaupun awalnya Angga merasa sulit untuk melakukannya tapi lama kelamaan ia terbiasa.

“Tidak, saya juga bisa melakukannya ya awalnya susah tapi lama-lama jadi biasa dan mudah.” Jawab Angga dengan singkat.


(51)

4.4.4 Pak Samsudin dengan Dua Orang Anaknya.

Selanjutnya akan membahas ada tidaknya pembedaan pembagian kerja antara anak laki-laki dan perempuan pada keluarga Pak Samsudin. Di dalam keluarga Pak Samsudin yang memiliki sepasang anak yaitu perempuan dan laki-laki. Dila yang saat ini berumur 20 tahun dan Fikri yang berumur 14 tahun telah menjalani kehidupan bersama ayahnya, tanpa didampingi oleh ibu mereka yang bekerja sebagai TKW dan memutuskan untuk berpisah dengan Pak Samsudin.

Di dalam keluarga Pak Samsudin pembagian kerja atau tanggung jawab atas pekerjaan rumah seluruhnya dilakukan oleh Dila (anak pertama Pak Samsudin) yang pada dasarnya ia sudah tamat sekolah (SMA) dan ia belum ada keinginan melanjutkan ke jenjang universitas atau memutuskan untuk kerja. Pekerjaan rumah ini diberikan kepada Dila karena Pak Samsudin sendiri tidak terbiasa membersihkan (menyapu, mencuci, dan menata rumah) seperti yang dilakukan Dila. Sedangkan adiknya yang bernama Fikri tidak dapat diharapkan bantuannya karena ia lebih sering bermain, jarang berada di rumah dan tidak mau membantu kakaknya.

“ Pembagian kerja untuk urusan rumah sih saya serahkan sama anak saya paling besar itu aja, kalau adiknya disuruh kerja rumah mana mau bantu dia taunya main saja. Saya juga tidak begitu bisa beres-beres rumah paling saya antar si kakak (Dila) pergi ke pajak sini abis itu ya ngojek lagi.” Jelas Pak Samsudin.


(52)

Jadi di keluarga Pak Samsudin yang menjadi tumpuan mengelola pekerjaan rumah atau yang bertanggung jawab sepenuhnya adalah Dila.

4.4.5 Pak Slamet dengan Empat Orang Anaknya.

Dan yang terakhir akan dibahas mengenai keluarga Pak Slamet yang memiliki 4 orang anak, dua orang sudah menikah dan tidak tinggal bersama Pak Slamet lagi dan dua orang lagi masih dalam pengawasan dan tanggung jawab Pak Slamet karena masih berada di bangku sekolah.

Anak ketiga Pak Slamet (Bagus) lebih memilih tinggal bersama ayahnya sedangkan adiknya (Rika) masih tinggal bersama ibunya yang juga bertempat tinggal dirumah nenek mereka (orangtua dari ibunya).

“Ya ga ada, paling cuma saya dan si Bagus aja di rumah, paling bagi kerjaan sama dia ajalah.” Singkat Pak Slamet.

Menurut Bagus, pembagian kerja yang diterapkan oleh ayahnya terkadang merupakan suatu kesulitan baginya karena ia menganggap itu adalah pekerjaan perempuan salah satunya mencuci pakaian, tapi karena Bagus takut jika ayahnya marah maka ia melakukannya walaupun semampunya saja.


(53)

“Iya kadang-kadang aku disuruh nyapu rumah sama nyuci baju malas kali rasanya ga pande aku trus pun itu kerjaan perempuan, tapi karena takut aku kenak marah sama bapakku yaudah ku kerjakan kak tapi ga bersih kali mungkin.” Kata Bagus.

Tidak ada pembagian kerja yang terlalu signifikan (jadwal pasti) pada keluarga Pak Slamet yang hanya tinggal dengan satu anak lelakinya. Ketika Pak Slamet mendapat shift pagi dan Bagus pergi sekolah maka rumah ditinggalkan dalam keadaan belum dibersihkan, pada siang harinya setelah Bagus pulang sekolah biasanya Bagus hanya dapat mengerjakan pekerjaan rumah yang ringan seperti hanya menyapu dan merapikan rumah saja, sedangkan untuk mencuci baju akan dilakukan Pak Slamet ketika sudah pulang kerja. Sedangkan untuk pekerjaan lainnya seperti memasak biasanya Pak Slamet lebih sering membeli diluar saat mendapat shift pagi, dan ketika ia mendapatkan shift sore Pak Slamet hanya dapat memasak masakan yang terlalu menyita waktu seperti menggoreng telur ataupun merebus sayur.

“Tergantung kalau dapat shift pagi saya beli aja sarapan dekat tempat kerja sana sudah ada langganan kalau anak saya mau pigi sekolah ya sekalian saya belikan juga memang baru dia berangkat sekolah. Kalau saya masuk shift sore atau malam ya lebih enak lagi masih ada waktu nyantai di pagi hari masak sendiri saya paling goreng telur saja.” Jelas Pak Slamet.

Berdasarkan penjelasan dari anak Pak Slamet si Bagus beranggapan bahwa jenis pekerjaan rumah hanya dapat dilakukan oleh perempuan saja


(54)

karena jika perempuan yang membersihkan rumah seperti kakak dan ibunya maka kondisi rumah lebih bersih dan rapi dari pada ketika ayahnya yang mengurus rumah.

“ Iyalah kak kan kalau kakak ku yang ngerjain atau mamak ku yang beresin pas dia kak rapi gitu dari pada bapak ku sendiri kayak sekarang di rumah jarang bersih kayak kakak sama mamak ku yang di rumah.” Kritik Bagus.


(55)

Tabel 3 Data Penerapan Pembagian Kerja oleh Ayah Tunggal dengan Anaknya. No Nama Ada/tidak pembagian

kerja di dalam rumah

Sistem pembagian kerja dibedakan secara

seksual/tidak

Ada/tidak terjadi kesulitan Alasan adanya pembedaan(pr&lk) dalam pembagian kerja

1 Pak Budi

Tidak ada, karena anak-anak sudah pada besar.

Tidak, namun lebih sering anak pr saya yang membereskan rumah.

Tidak ada kesulitan, hanya sulit berkomunikasi karena kesibukan.

Tidak ada alasan apapun,hanya terkadang bila si adek lelah maka abangnya juga ikut membantu.

2 Pak Akib

Ada,pembagian kerja dipercayakan kepada anak lelaki pertama.

Tidak, karena dua-duanya anak lelaki.

Tidak ada kesulitan, karena yang paling besar sudah mengerti akan peran dan tanggungjawabnya hanya terkadang perlu juga bantuan orang lain.

Tidak ada alasan.

3 Pak Mulyo

Ada, hanya saja tidak terlalu diterapkan.

Tidak ada pembedaan karena si adek juga belum mau sepenuhnya menanggung jawabi tugasnya.

Tidak ada, karena abangnya juga sudah besar. Hanya adeknya saja yang agak sulit diatur.

Tidak ada alasan, karena siapa pun bisa melakukan tugas rumah, apabila tidak sempat bisa meminta bantuan.

4 Pak Slamet

Tidak ada, hanya tinggal dengan putra nya.

Tidak ada hanya terkadang anak lelakinya diminta tolong untuk membantunya.

Tidak ada, hanya terkadang ada merasa lelah karena semua sebagian besar dikerjakan sendiri.

Tidak ada yang harus dibagi, hanya Pak Slamet dan anak lelakinya yang tinggal bersama.

5 Pak Samsudin

Ada, diserahkan kepada anak perempuan yang paling besar.

Harus dibedakan, karena jenis pekerjaan untuk pr dan laki harus dibedakan (dalam/luar) rumah.

Tidak ada, selama anak perempuannya masih mau mengurus rumah.

Iya harus dibedakan, krna laki tidak pantas mengerjakan tugas rumah sperti mencuci atau masak. Sumber: Hasil wawancara peneliti.


(56)

Keterangan tabel 3 yaitu pada masing-masing keluarga (5keluarga) ayah tunggal, ada yang telah menerapkan sistem pembagian kerja di dalam rumah yang dibagi dengan anak-anaknya dan ada pula yang tidak menerapkan sistem tersebut, yang pada akhirnya hanya ditanggung jawabi oleh seorang anak dan biasanya anak pertama lah yang menanggungnya. Karena ada beberapa ayah tunggal yang merasa bahwa pekerjaan rumah hanya dapat dilakukan oleh anak perempuan saja, dan ada pula yang berpendapat semua bisa melakuannya apalagi ada kerja sama.

4.5 Situasi Dan Kondisi Yang Dialami Single Father Dalam Membagi Pekerjaan Rumah dengan Anak.

Dalam sub bab ini akan membahas tentang situasi dan kondisi yang di alami oleh seorang ayah tunggal dalam membagi pekerjaan rumah dengan anaknya, dimana setiap keluarga memiliki cara ataupun situasi yang berbeda-beda.

Pada keluarga Pak Budi, situasi dan kondisi dalam membagi pekerjaan dengan tiga orang anaknya tidak terlalu menyulitkannya selain dikarenakan anaknya sudah pada dewasa, 2 orang sudah bekerja dan 1 orang lagi masih kuliah.


(57)

“ Alhamdulillah anak-anak juga sudah pada bias mandiri kalau bisa dibilang tinggal si adek yang kuliah ini saja yang menjadi tanggungan saya, ga ada sih kalo mengalami kendala paling kadang ada kebutuhan ekonomi saja, pas pulak saya juga belum punya uang kalau ada keperluan di kampusnya. ” jelas Pak Budi.

Pak Budi merasa dalam hal menerapkan sistem pembagian kerja dirumah dengan anaknya tidak terlalu mengalami kesulitan karena mempunyai kesadaran masing -masing hanya saja Pak Budi merasa sulit berkomunikasi atau jarang bertatap muka disebabkan mereka memiliki kesibukan masing-masing kecuali dihari libur.

“ Tidak ada kesulitan kalau untuk membagi pekerjaan rumah, hanya sulit berkomunikasi saja karena kesibukkan masing-masing.” Kata Pak Budi.

Menurut anak pertama Pak Budi yaitu Jono, interaksi dan komunikasi yang terjalin antara ia dan adik-adiknya tetap berjalan dengan baik, walaupun pernah terjadi konflik hanya karena masalah kecil mengenai rumah yang berantakan dan saling melempar tanggung jawab, masalah tersebut akan selesai dengan sendirinya dan tidak berlarut-larut.

“ Komunikasi sih baik-baik saja cuma kalau sudah sampai rumah kan capek jarang juga komunikasi, sudah pada masing-masing. Untung juga sekarang media sosial sudah gampang saya untuk berkomunikasi dengan adik-adik saya. Ya namanya juga satu rumah pasti pernah berantam atau salah paham ajasih yang paling sering dengan adik saya


(58)

perempuan karena masalah rumah berantakan atau yang lain juga. Ya ga ada palingan selesai sendiri sih karena adek saya juga sering ada apa-apa cerita ke saya, kalau adik laki-laki saya orangnya memang pendiam dan tertutup dia.” Jelas Jono.

Berikut akan dijelaskan situasi dan kondisi dalam pembagian pekerjaan rumah yang dialami oleh Bapak Akib dan 2 orang anaknya. Dalam mengerjakan rumah, Pak Akib terkadang dibantu oleh adik perempuanya yang juga tinggal tidak jauh dari rumahnya. Tidak ada kesulitan dalam menerapkan sistem pembagian kerja kepada anaknya saat ini, karena mereka sudah mengerti dan memahami bahwa sudah seharusnya membantu Pak Akib.

“Tidak ada kesulitan karena anak saya sudah besar dan mengerti bahwa mereka lah yg seharusnya membantu saya, dan mereka sudah mengerti ibu mereka sudah tiada dan mereka harus belajar mandiri.” Kata Pak Akib

Menurut anak pertama Pak Akib yaitu Agung, pembagian kerja yang diterapkan oleh ayahnya tidak merupakan suatu beban dan tidak menyulitkannya. dalam proses interaksi dan komunikasi satu sama lain berjalan dengan baik agar tidak terjadi perselisihan di dalam rumah.


(59)

“ Ya, keluarga saya selalu menjaga komunikasi antara kami agar tidak adanya perselisihan. Ga pernah karena adik saya juga tidak bandel dan selalu menurut jika saya menyuruhnya makan atau pun hal-hal lain. Ya karena tidak ada masalah ya hanya menjaga komunikasi dan sama-sama saling mengerti saja.” Kata Agung

Selanjutnya akan dibahas situasi dan kondisi dalam pembagian pekerjaan rumah yang dialami oleh Bapak Mulyo dan 2 orang anaknya. Pak Mulyo tidak mengalami kesulitan dalam membagi pekerjaan rumah dengan anak-anaknya sekarang karena mereka sudah lebih mandiri dan memang sudah diajarkan untuk melakukan semua pekerjaannya sendiri termasuk mengerjakan pekerjaan rumah.

“ Saya merasa merawat anak saya tidak terlalu sulit, mungkin karena ada bantuan dari abangannya kali ya, jadi tidak terlalu terporsir sekali. Terkadang saya juga menanyakan dan membantu mengerjakan tugas dari sekolah mereka apabila mereka tidak tahu. Biasanya rutinitas pekerjaan saya intensif dari pagi hari ke sore sedangkan waktu kebersamaan saya dan anak-anak pada waktu malam hari jadi saya rasa tidak mengganggu pekerjaan saya. Bagi saya merawat anak-anak tidak sesulit dulu, sekarang mereka sudah lebih mandiri dan memang saya ajarkan untuk apa-apa sendiri termasuk mengerjakan pekerjaan rumah tidak hanya saya yang berperan.” Jelas Pak Mulyo.


(60)

Dan begitu pula menurut Angga pembagian kerja yang diterapkan oleh ayahnya tidak menyulitkannya, karena dapat sekaligus membantu Pak Mulyo dan adiknya. Dalam proses interaksi dan komunikasi satu sama lain semua berjalan dengan baik, walaupun intensitas bertemu dengan ayahnya tidak terlalu sering (di pagi hari saat berangkat kerja, dan malam hari saat pulang kerja), adapun konflik yang pernah terjadi antara Pak Mulyo dengan anak-anaknya hanya sebatas salah paham saja, dan menyelesaikannya dengan mencari solusi bersama.

“ Iya Alhamdulillah baik karena walaupun jarang jumpa di pagi hari dan sore kami selalu membiasakan berkumpul pada makan malam atau malam hari sebelum tidur. Pernah saya dengan ayah ataupun saya dengan adik saya, tetapi paling hanya salah paham saja sebentar juga udah selesai. Di saat malam lagi kumpul biasanya ayah selalu bertanya dan berdiskusi dengan saya apa yang terjadi dan kenapa lalu kami mencari solusi bersama.” Jelas Angga.

Pada keluarga Pak Samsudin, situasi dan kondisi dalam pembagian pekerjaan rumah dengan dua orang anaknya mengalami sedikit kesulitan terutama pada anak laki-lakinya yang paling kecil, selain tidak mau menurut (bandel) ia juga jarang dirumah (lebih sering bermain), sementara kakaknya sudah mampu menerima tanggung jawab dalam mengurus rumah yang di berikan oleh Pak Samsudin.


(61)

“ Adalah sikit itupun karena anak laki-laki saya itu saja, dan kalau saya menyerahkan tanggung jawab sama kakaknya saya kurang yakin juga karena anak saya tidak mau nurut (bandel) dengan kakaknya jadi saya lah yang harus turun tangan. Berbeda kalau mengurus kakaknya sudah agak lepas saya karena lebih sering di rumah kecuali dia mau pergi selalu izin dengan saya jadi saya lebih percaya dengannya.” Kata Pak Samsudin

Menurut Dila sebagai anak pertama Pak Samsudin, situasi dan kondisi dalam pembagian kerja yang diterapkan oleh ayahnya dapatkan dikatakan suatu beban, namun ia harus tetap melakukannya karena tidak ada orang lain yang dapat membantunya.

“ Kalau saya sih sebagai anak paling besar perempuan ya berfikir saya harus melakukannya, kalau bukan saya siapa lagi yang membereskan rumah tidak mungkin adik saya yang laki-laki karena dia sering main sama temannya di luar rumah.” Jawab Dila.

Proses interaksi dan komunikasi antara Pak Samsudin dan anak-anaknya berjalan dengan baik, tetapi komunikasi yang terjalin hanya sekedar dan sebatar keperluan saja. Konflik yang pernah terjadi dikarenakan Dila merasa jenuh untuk mengurus semua pekerjaan rumah dan ingin bekerja di luar tapi tidak mendapat izin dari Pak Samsudin.


(62)

“Masih baik-baik dan lancar saja tetapi sudah mulai terjadi komunikasi yang sekedar atau hanya sebatas keperluan saja, kalau tidak ya masing-masing saja. Pernah, karena saya bosan terus mengurus urusan rumah saya ingin bekerja juga tetapi tidak dikasih izin, kalau bertengkar dengan adik saya hanya masalah kecil saja. Saya masih belum tahu bagaimana saya dibolehkan bekerja di luar karena masuk pagi pulang malam.” Menurut Dila.

Dila ingin bekerja di luar dan mencari uang sendiri, namun Pak Samsudin belum mengizinkannya karena ia berfikir bagaimana dengan yang mengurus rumah dan mengurus memasak ataupun mencuci dan lain-lain.

Dan yang terakhir pada keluarga Pak Slamet, situasi dan kondisi dalam pembagian pekerjaan rumah dengan satu orang anak laki-lakinya yang lebih memilih untuk tinggal bersama dengannya.

Menurut Pak Slamet ia tidak begitu sulit jika hanya mengurus anak perempuannya yang sekarang tinggal dengan ibunya, namun ia lebih memberikan perhatian khusus dalam mengurus anak laki-lakinya yang ketiga ini dikarenakan selain Bagus lebih sedikit bandal ia juga agak sulit untuk diajak kerjasama dalam hal pembagian pekerjaan rumah yang sekarang hanya dihuni oleh Pak Slamet dan Bagus sendiri.

“ Alhamdulillah ga gitu ada kendala yang cemana-cemana karena pun tinggal dua anak itulah yang diperhatikan, paling yang perlu perhatian khusus itu si Bagus karena dia laki-laki bandal kali dia itu makanya saya agak keras sama dia.” Tutur Pak Slamet


(63)

Di dalam proses komunikasi yang terjalin antara Bagus dan Pak Slamet juga ibunya masih berjalan lancar walaupun hanya bertanya sebatas bagaimana sekolahnya, namun ia sudah jarang berkomunikasi dengan abang dan kakaknya yang sudah menikah dan tinggal berpisah dengan mereka. Menurut Bagus konflik yang terjadi di dalam rumah yang lebih sering terjadi karena Pak Slamet tidak mau memberinya uang disaat Bagus memintanya untuk pergi keluar dan bermain dengan teman-temannya, karena itu terjadi maka ia terkadang pergi ke rumah neneknya untuk meminta uang. Bagus juga ikut bekerja di doorsmer atau pencucian kereta yang ada di depan rumahnya walaupun tidak banyak tapi lumayan kalau hanya untuk mendpatkan Rp. 10.000 – Rp.20.000. lebih banyak jika pada hari sabtu atau malam minggu.

“Baik-baik aja kok kak, kalau jumpa ya bapak ku atau mamak ku nanya lah kekmana aku disekolah kaka tau mau main kemana aku gitu kak. Kalau komunikasi sama abang juga kakak ku yang udah jarang kak, berantem pernah kak paling sama bapak ku karena ga dikasih uang mau main-main aku kak sering kali kayak gitu jadi ya aku kerumah nenek ku lah kak minta sama mamak ku. Cara biar dapat duit ya kek tadi kak pigi kerumah nenek ku minta uang sama mamak ku atau kak aku ikut orang depan ini doorsmer kereta kak kan lumayan uangnya”. Jelas Bagus.

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan - penjelasan diatas terlihat bahwa seorang Single Father memiliki kesulitan dan tantangan yang berbeda-beda menghadapi anak-anaknya dan sulit menjalankan pembagian pekerjaan rumah yang sudah diterapkan. .


(64)

Tabel 4 Data mengenai tanggapan anak melihat sosok ayahnya dan tentang adanya pembagian kerja. No Nama Anak Nama Ayah Sosok ayah tunggal Cukup/tidak akan kasih

sayang dari ayah tunggal

Adanya pembagian kerja, beban/tidak

Perlu/tidak pembedaan secara seksual.

1 Jono anak lelaki

pertama

Pak Budi

Sosok yang giat dalam bekerja.

Sudah lebih dari cukup, karena juga sudah pada besar jadi tidak perlu perhatian khusus lagi.

Tidak merupakan beban, karena masing-masing sudah bisa mengatur diri sendiri.

Tidak perlu, karena siapa saja bisa melakukannya jika sempat waktunya.

2 Agung anak

lelaki pertama

Pak Akib

Pada awalnya ayahnya tidak bisa menerima keadaan, namun sekarang sudah lebih terbiasa.

Jujur sih masih kurang dari ibu, tapi dari ayah sudah lebih dari cukup.

Tidak, karena selain membantu mengerjakan tugas rumah adalah hobi.

Tidak, namun untuk pr yang mengerjakan laki mungkin berat maka perlu adanya bantuan.

3 Angga anak lelaki

pertama

Pak Mulyo

Tidak dapat tergantikn oleh apapun, ia sanggup merawat dan membesarkan kami.

Pasti tidak cukup pada awalnya karena juga membutuhkan sosok ibu, namun sekarang sudah lebih dari cukup.

Tidak, karena dapat turut membantu ayah juga adiknya.

Tidak, karena bekerja sama lebih ringan dan saling bantu.

4 Bagus anak lelaki

yang no 3

Pak Slamet

Lebih merasa kasihan

semenjak ayahnya

sendiri dan mengurus diri sendiri tanpa ibunya.

Tidak, walaupun sekarang tinggal dan terkadang masih sering jumpa dengan ibunya namun sudah tidak seperti dulu.

Iya,rasa malas dan tidak cocok rasanya anak laki-laki membereskan rumah, tapi karena terpaksa harus dikerjakan juga.

Perlu, karena lelaki seharusnya kerja diluar bukan di dalam rumah saja.

5 Dila anak

perempuan pertama

Pak Samsudin

Menjadi sosok yang lebih dekat dengan anak-anaknya.

Tidak cukup, karena pasti beda dari ayah atau ibu. Tapi mau bagaimana lagi, semua harus dijalani.

Tidak, karena saya tau selain saya siapa lagi yang akan menggantikan posisi saya dirumah ini.

Perlu, tapi jika hanya sekedar membantu hal-hal kecil mungkin masih bisa.


(65)

Keterangan tabel 4 yaitu masing-masing anak memiliki pendapat mengenai sosok ayah, yang kini telah berpisah dengan ibu mereka, bagaimana sosok ayah mereka setelah tidak didampingi lagi oleh ibu mereka, karena bercerai atau karena kematian. Anak-anak para ayah tunggal juga dominan merasa kasih sayang ayah sudah cukup, namun kasih sayang dari ibu sangat kurang bahkan sudah hilang. Dengan adanya sistem pembagian kerja yang di terapkan pada keluarga ayah tunggal, dan dituntut untuk saling bekerjasama maka masing-masing anak memiliki alasan atau pendapat mengenai hal tersebut.


(66)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Cara yang dilakukan single parent ayah dalam mengasuh anak, mulai dari menerapkan sistem pembagian kerja di dalam rumah (menyapu, mencuci piring dan pakaian, menyetrika dan mengurus pekerjaan rumah lainnya), membiasakan anak untuk bangun sendiri, hingga jam bermain anak setelah pulang sekolah diperhatikan dengan baik. Selain itu, perhatian single parent ayah pada anak- anak dalam melatih pendidikan seperti mengajarkan anak menabung, menyisihkan uang saku dan menjaga kebersihan rumah telah diajarkan oleh single parent ayah dengan baik pada anak. Dilihat dari segi pembangunan karakter anak, telah diterapkan single parent ayah dari sifat adab, peduli, dan mandiri yang akan membentuk pribadi anak yang baik.

2. Tanggung jawab single parent ayah secara material mulai dari pemenuhan kebutuhan anak, baju anak, dan kesehatan diperhatikan single parent ayah dengan baik.

3. Hambatan-hambatan orang tua single parent ayah dalam mengasuh anak yaitu ketika single parent sedang bekerja, anak berada di rumah tanpa adanya orang tua


(67)

kandung. Hambatan selanjutnya, pemenuhan kebutuhan makan anak pada keluarga dengan ekonomi menengah kebawah dapat dikatakan dengan makanan seadanya. 4. Dampak Anak yang telah ditinggal ibunya (meninggal, bercerai dan TKW) dan

diasuh oleh single parent ayah secara material yaitu perhatian moril akan anak yang cenderung seadanya.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian, maka disarankan agar: 5.2.1 Untuk single parent ayah

1. Seharusnya orang tua single parent ayah selalu mengontrol kebutuhan anak (uang jajan maupun uang makan). Hal ini agar anak menjadi tidak tergantung pada uang.

2. Ketika single parent ayah bekerja hingga harus meninggalkan anak di rumah, sebaiknya single parent ayah tetap menjaga komunikasi. Komunikasi bisa dilakukan lewat telepon walaupun kondisi anak tidak dapat dipantau secara langsung.

3. Hendaknya single parent ayah bekerjasama dengan anggota keluarga terdekat dalam mengasuh anaknya, agar kondisi anak dari segi kesehatan dan kebutuhan sehari-hari bisa terpantau.


(1)

iv

5. selaku ketua penguji saya yang telah banyak membantu saya dalam penulisan skripsi ini baik berupa saran dan kritik yang membantu untuk penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen FISIP USU terkhusus dosen-dosen Departemen Ilmu Sosiologi yang telah begitu baik dan sabar membimbing penulis hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan study tepat pada waktu. 7. Saya sampaikan ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada

kedua Orang Tua tercinta Drs. Amrullah Siregar dan Elswori atas kasih sayangnya. Dan terkhusus kepada ibu saya yang tidak pernah bosan untuk selalu memberikan semangat dan tidak henti memberikan doa, dukungan, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan juga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Kepada adik penulis Amri Muhammad Fazar Siregar yang sudah membantu doa dan dukungan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Kepada seluruh informan para keluarga single parent ayah dan anak-ananya di kota Medan, yang telah memberikan dan meluangkan waktu untuk memberikan informasi mengenai kehidupan sehari-harinya yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

10. Terima kasih kepada semua teman-teman mahasiswa/I Sosiologi Stambuk 2012 atas semua kebersamaan dan juga pengalaman-pengalaman selama masa perkuliahan, terutama kepada para sahabat-sahabat tercinta Martika Sari Jambak S.Sos, Tison Boang Manalu S.Sos, dan Dea Soraya Sembiring S.Sos, yang sudah meluangkan


(2)

waktu untuk penulis pada saat mencari data di lapangan. Terima kasih dan juga teman-teman Sosiologi yang tidak bisa saya sebut satu per satu.

11. Dan kepada sahabat yang tercinta Chairi Indani dan Putri Sarwenda yang selalu meluangkan waktunya di sela-sela kesibukannya untuk membantu dan member masukkan untuk skripsi ini dan semua teman-teman rumah penulis yang telah memberikan dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Terima kasih juga kepada yang terkasih Muhammad Fadli yang telah banyak memberikan dukungan, doa dan semangat selama masa perkuliahan dan juga masa penulisan skripsi ini.

Meskipun banyak usaha yang telah dilakukan dengan semaksimal mungkin, namun sebagai manusia penulis tidak luput dari kesalahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis sendiri.

Medan, Oktober 2016

Ratna Uli H. Siregar NIM 12090137


(3)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 8

1.4.2. Manfaat Praktis ... 8

1.5 Defenisi Konsep ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga ... 12

2.2 Single Parent (Single Father) ... 13

2.3 Teori Struktural-Fungsional ... 15

2.4 Teori Ketidaksamaan dan Nurture ... 16

2.5 Penelitian Relevan ... 16


(4)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Lokasi Penelitian ... 19

3.3 Fokus Penelitian ... 20

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20

3.4.1.Data Primer ... .20

3.4.2 Data Skunder ... .23

3.5 Unit Analisis dan Informan ... .24

3.5.1.Unit Analisis ... .24

3.5.2.Informan ... .24

3.6 Interpretasi Data ... .25

3.7 Keterbatasan Penelitian ... .25

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 27

4.1.1. Sejarah Singkat Kota Medan ... 27

4.1.2. Demografi Kota Medan ... 30

4.1.3. Geografi Kota Medan ... 31

4.2 Single Father di Kota Medan ... 32

4.2.1.Medan Area ... 33

4.2.2.Medan Amplas ... 33

4.2.3. Medan Denai ... 33

4.2.4. Medan Helvetia ... 34


(5)

viii

4.3 Mengenal Informan Ayah Tunggal (Single Father) ... 35

4.3.1. Pak Budi Seorang Ayah Tunggal Karena Istrinya Meninggal Dunia. ... 35

4.3.2. Pak Akib Seorang Ayah Tunggal Dua Orang Anak Lelaki Remaja. ... 38

4.3.3. Pak Mulyo Ayah Tunggal Dari Seorang Putera dan Puteri Remaja. ... 42

4.3.4. Pak Slamet Ayah Tunggal Perceraian Dengan Alasan Ekonomi... 45

4.3.5. Pak Samsudin Ayah Tunggal Perceraian Istri Bekerja TKW ... 48

4.4 Sistem Pembagian Kerja di rumah pada Anak ... 54

4.4.1. Pak Budi dengan Tiga Orang Anak ... 55

4.4.2. Pak Akib dengan Dua Orang Anak Lelakinya ... 57

4.4.3. Pak Mulyo dengan Dua Orang Anaknya ... 58

4.4.4. Pak Samsudin dengan Dua Orang Anaknya ... 60

4.4.5. Pak Slamet dengan Empat Orang Anaknya ... 61

4.5 Situasi Dan Kondisi Yang Dialami Single Father Dalam Membagi Pekerjaan Rumah dengan Anak ... 65

BAB V PENUTUP ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 76

Daftar Pustaka ... 78

Lampiran ... 82 Dokumentasi


(6)

Daftar Tabel

Tabel 1 Data Perempuan dan Laki-laki Single Parent di Indonesia ... 2 Tabel 2 Data Tentang Lima Ayah Tunggal di Kota Medan ... 51 Tabel 3 Data Penerapan Pembagian Kerja oleh Ayah Tunggal dengan

Anaknya. ... 63 Tabel 4 Data mengenai tanggapan anak melihat sosok ayahnya dan