Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)

(1)

Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme

(Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)

Diajukan Oleh :

Camilla Emanuella Sembiring 100904123

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme

(Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Camill Emanuella Sembiring 100904123

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Camilla Emanuella Sembiring Nim : 100904123

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme

(Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)

Medan, Juli 2014

Dosen Pembimbing Ketua Dapartemen

Emilia Ramadhani, S.Sos,M.A Dra. Fatma Wardy Lubis, MA NIP. 19731021200642001 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun diruju telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Camilla Emanuella Sembiring NIM : 100904123

Tanda tangan :


(5)

HALAMAN PERNAYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Camilla Emanuella Sembiring NIM : 100904123

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembanagan Ilmu Pengetahuan, menyutujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah sayaa yang berjudul:

Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mangalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : Juli 2014 Yang Menyatakan


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap dan peran komunikasi antarpribadi dalam pembentukan komunikasi efektif pada anak penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Psikologi Komunikasi dan Self Disclosure. Metode dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian ini tidak menggunakan sampel tetapi menggunakan subjek penelitian. Subjek penelitian, dalam penelitian ini ada 2 anak orang yang diperoleh dengan menggunakan “Purposive Sampling”. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth interview)dengan guru pendamping dan orang tua subjek penelitian dan observasi terhadap subjek penelitian tersebut. Temuan studi ini menunjukkan bahwa peranan komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru pendampingdan orang tua terhadap anak penderita autisme dalam membentuk komunikasi yang efektif sangat besar. Melalui tahapan-tahapan komunikasi antarpribadi, anak penderita autisme diyakini dapat berkomunikasi secara lebih efektif.

Kata Kunci:


(7)

ABSTRACT

This study, entitled Interpersonal Communication In Children Autism Patients (Case Study Regarding Effective Communication in Children with Autism in Autism Special School YAKARI). This study aims to determine the stages and the role of interpersonal communication in the formation of effective communication in children with autism in the Autism Special School YAKARI. The theory used in this study are: Communication, Interpersonal Communication, Communication Psychology and Self-Disclosure. The method in this study is a case study. This study did not use sampling but using research subjects. The subject of research, in this study there were 2 people child obtained using "purposive sampling". Data collection is carried out by conducting in-depth interviews (in-depth interview) with accompanying teachers and parents of the research subject and observation of the research subjects.The findings of this study indicate that the role of interpersonal communication conducted accompanying teachers and parents of children with autism in establishing effective communication is huge. Through the stages of interpersonal communication, children with autism are believed to be able to communicate more effectively.

Key Word :


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme” ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dipenuhiuntuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis mendapat banyak saran, bimbingan dan arahan baik dari segi moril maupun materi serta dorongan semangat dari berbagai pihak yang sangat berguna bagi penulis.

Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtuaku terkasih, BapakHardyanta Sembiring dan Ibu Nur Cahaya Bangun yang senantiasa mendoakan, mendukung dan menyemangati penulis. Untuk abang saya Yediza Natanael Sembiring dan adik saya Inri Lioni Sembiring, yang selalu mendoakan dan menyemangatipenulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Dan saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) Bapak Prof.Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2) Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3) Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu komunikasi FISIP USU. 4) Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos,M.A selaku dosen pembimbing yang telah begitu

banyak memberikan arahan, saran, masukan, dan pinjaman referensi selama masa bimbingan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini

5) Bapak Tangkas dan Kak Maya yang membantu urusan dalam proses penyelesaian skripsi.

6) Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen ilmu Komunikasi khususnya, dan FISIP USU pada umumnya yang telah mendidik dan membantu penulis selama perkuliahan. 7) Kepada staf, guru, murid dan orang tua di Sekolah Khusus Autisme YAKARI


(9)

8) Kepada Sarah Sianturi, Rosida Zulsufiyani, Jessica Lara Sihombing, Anggie Dahlia Simanjuntak, Olivia Ruth Manulang, Klinton M Aritonang, dan Julius O. Situmorang yang telah memberikan persahabatan, dukungan dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan

9) Kepada sahabat penulis Biaz Mindamora Carina Ginting dan Jeremia Norman Saragih, terimakasih untuk semua bantuan, semangat dan doa kepada penulis selama ini

10)Kepada seluruh teman-teman seperjuangan menuntut ilmu di Departemen Ilmu Komunikasi angkatan 2010.

11)Dan kepada semuanya yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua doa dan dukungan yang telah diberikan. Penulis berharap semoga skripsi ini kelak dapat bermanfaat dan jika ada kesalahan penulis memohon maaf serta menerima kritik dan saran yang membangun

Medan, Juli 2014 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN JUDUL

ABSTRAKSI...i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Konteks Masalah ...1

1.2 Fokus Masalah ...5

1.3 Tujuan Penelitian ...6

1.4 Manfaat Penelitian ...6

BAB II URAIAN TEORITIS...8

2.1 Paradigma Kajian ...10

2.2 Kajian Pustaka ...9

2.2.1 Komunikasi ...9

2.2.1.1Definisi Komunikasi dan Proses Komunikasi ...9

2.2.1.2 Tujuan Komunikasi ...12

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi ...13

2.2.2.1Definisi Komunikasi Antarpribadi ...13

2.2.2.2Ciri-ciri dan Karakteristik Komunikasi Antarpribadi ...14

2.2.2.3 Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi ...17

2.2.3 Komunikasi Efektif ...17

2.2.4 Psikologi Komunikasi ...20

2.2.4.1 Pengertian Psikologi Komunikasi ...21

2.2.4.2 Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi ...21

2.2.4.3 Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia ...21

2.2.5 Self Disclosure ...22

2.2.6 Autisme ...24


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...30

3.1 Metode Penelitian ...30

3.2 Objek Penelitian ...31

3.3 Subjek Penelitian ...31

3.4 Kerangka Analisis ...32

3.5Unit Analisis ...32

3.6 Teknik Pengumpulan Data ...33

3.7 Keabsahan Data ...34

3.8 Teknik Analisis Data ...35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...37

4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...37

4.1.1 Sejarah Singkat Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) ...37

4.1.2 Profil Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) ...41

4.1.3 Program Kerja dan Kegiatan Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) ...45

4.2Gambaran Umum Wawancara ...47

4.3Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme ...50

4.3.1 ANAK PENDERITA AUTISME I : ZA ...50

4.3.2 ANAK PENDERITA AUTISME II : ND ...58

4.3 Pembahasan ...71

BAB V PENUTUP ... 80

5.1. Kesimpulan ... 80

5.2. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Kekurangan Dalam Interaksi Timbal-balik Sosial ...25

2.2 Kekurangan Dalam Komunikasi ...27

2.3 Keterbatasan, Pengulangan Perilaku, Minat / Perhatian dan Aktivitas ...28

4.1 Tabel Komunikasi Antarpribadi pada ZA ...68


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap dan peran komunikasi antarpribadi dalam pembentukan komunikasi efektif pada anak penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Psikologi Komunikasi dan Self Disclosure. Metode dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian ini tidak menggunakan sampel tetapi menggunakan subjek penelitian. Subjek penelitian, dalam penelitian ini ada 2 anak orang yang diperoleh dengan menggunakan “Purposive Sampling”. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth interview)dengan guru pendamping dan orang tua subjek penelitian dan observasi terhadap subjek penelitian tersebut. Temuan studi ini menunjukkan bahwa peranan komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru pendampingdan orang tua terhadap anak penderita autisme dalam membentuk komunikasi yang efektif sangat besar. Melalui tahapan-tahapan komunikasi antarpribadi, anak penderita autisme diyakini dapat berkomunikasi secara lebih efektif.

Kata Kunci:


(15)

ABSTRACT

This study, entitled Interpersonal Communication In Children Autism Patients (Case Study Regarding Effective Communication in Children with Autism in Autism Special School YAKARI). This study aims to determine the stages and the role of interpersonal communication in the formation of effective communication in children with autism in the Autism Special School YAKARI. The theory used in this study are: Communication, Interpersonal Communication, Communication Psychology and Self-Disclosure. The method in this study is a case study. This study did not use sampling but using research subjects. The subject of research, in this study there were 2 people child obtained using "purposive sampling". Data collection is carried out by conducting in-depth interviews (in-depth interview) with accompanying teachers and parents of the research subject and observation of the research subjects.The findings of this study indicate that the role of interpersonal communication conducted accompanying teachers and parents of children with autism in establishing effective communication is huge. Through the stages of interpersonal communication, children with autism are believed to be able to communicate more effectively.

Key Word :


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Manusia tidak bisa lepas dari hubungannya dengan manusia lain, yang saling mempengaruhi dan berinteraksi demi memenuhi kebutuhan dan kepentingannya.Gerald R. Miller mengatakan bahwa, "Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima." (Mulyana, 2007 : 68)

Komunikasi merupakan hal alami yang dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menjalani kehidupannya. Sedari lahir manusia bahkan membutuhkan komunikasi untuk menyampaikan maksud atau pun keinginannya, seperti bayi yang menangis sebagai bentuk penyampaian pesan kepada orangtuanya saat merasa lapar, haus, kepanasan, ingin buang air ataupun berbagai kebutuhan lainnya. Seiring dengan bertambahnya usia bayi tersebut maka bertambah pula kemampuannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan sekitarnya.

Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik tentunya menjadi hal yang diinginkan setiap orangtua. Anak yang mampu berkomunikasi dan merespon dengan baik hal-hal yang terjadi di sekitarnya sering dianggap sebagai ciri-ciri anak yang cerdas. Hurlock (1980:115) menyatakan bahwa, semakin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbicara dikuasai sehingga semakin cepat dapat berbicara. Lebih lanjut, perkembangan kemampuan komunikasi yang baik tentunya diharapkan pula perkembangan kepribadian dan karakter anak tersebut akan terbentuk dengan baik.

Pada kenyataannya, tidak semua anak mempunyai kemampuan yang sama. Sedikit dari banyaknya anak yang lahir di dunia ternyata terlahir dengan keterbatasan dan hambatan dalam pertumbuhannya, baik secara fisik , mental ataupun intelegensinya. Anak-anak inilah yang kita kenal sebagai anak berkebutuhan khusus.

Autisme adalah keadaan pada anak yang masuk dalam kelompok anak berkebutuhan khusus. Autisme berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti “sendiri ”. Penyandang


(17)

Autisme di kenal sulit dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Anak penderita Autisme cenderung menyendiri dan tidak menjukkan ketertarikan untuk bersosialisasi, bahkan dengan keluarganya sendiri. Anak dengan Autisme tidak bisa mengekspresikan emosi dan perasaannya dengan baik, sehingga apa yang mereka butuhkan dan inginkan sering tidak tersampaikan.

Autisme pertama kali dikemukakan oleh Kanner (dalam Dawson & Catelloe, 1985 : 18) mendiskripsikan bahwa, gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, echolalia, mutest, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan sereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkunga

Rudi Sutadi (Koswara, 2013:11) menyatakan bahwa, Autisme adalah gangguan perkembangan berat yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan bereaksi (berhubungan) dengan orang lain, karena penyandang autis tidak mampu berkomunikasi verbal maupun non verbal. Lebih lanjut Sumarna (Koswara, 2013:11) mendeskripsikan bahwa, Autisme merupakan bagian dari anak berkelainan dan mempunyai tingkah laku yang khas, memiliki pikiran yang terganggu dan terpusat pada diri sendiri serta hubungan yang miskin terhadap realitas eksternal.

Anak penderita Autisme umumnya tidak dapat diidentifikasi hanya dengan melihat bentuk fisiknya saja. Anak penderita Autisme umumnya terlihat seperti anak normal lainnya dalam hal fisik, namun terdapat kelompok ciri-ciri yang dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat apakah anak tersebut menderita Autisme atau tidak. Hal ini terkenal dengan istilah "Wing's Triad of Impairment" yang dicetuskan oleh Lorna Wing dan Judy Gould. Istilah "Wing's Triad of Impairment" menunjukkan perbedaan dan gangguan pada anak penderita Autisme, yakni perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi dan bahasa (Hasdianah, 2013).

Aarons dan Gittens (1999) memberikan beberapa poin yang berharga yang menunjukkan kondisi anak penderita Autisme yang bentuknya “klasik”, yaitu : 1) kesulitan dalam berinteraksi dengan orang dan lebih tertarik pada objek; 2) lambat dalam mengembangkan kemampuan berbahasa; 3) meskipun dapat berkata-kata tetapi tidak dapat menggunakannya untuk kepentingan berkomunikasi sehari hari; 4) mengulang kata-kata dan


(18)

prase dari ungkapan-ungkapan di video, televisi atau lagu yang pernah mereka dengar; 5) sulit dalam menggunakan kata ganti kamu sebagai aku; 6) mengulang-ulang aktivitas yang sama dan kurang dapat mengembangkan imajinasi; 7) menolak perubahan di sekelilingnya; 8) mempunyai kemampuan mengingat dan belajar hafalan dengan sangat baik; 9) terlihat normal secara fisik (Hasdianah,2013 : 63).

Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai perkembangan jumlah anak Autis di dunia. Mangunsong dalam bukunya yang berjudul “Psikologi dan Pendidikan Anak Penyandang Autisme” menyatakan bahwa penelitan terakhir mengenai Autisme di Amerika serikat menunjukkan 1 dari 150 anak yang lahir adalah individu Autis. Di Indonesia sendiri belum ada angka yang pasti mengenai prevalensi autisme, namun dari data yang ada di Poliklinik Psikiatri Anak dan Remaja RSCM pada tahun 1989 ditemukan 2 pasien, dan pada tahun 2000, tercatat 103 pasien baru. Hal ini berarti terjadi peningkatan yang mencapai 50 kali lipat. yaitu Lembaga Sensus Amerika Serikat melaporkan bahwa pada tahun 2004 anak dengan ciri-ciri autistik atau GSA di Indonesia mencapai 475.000 orang. (http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/download/206/108 )

Peningkatan jumlah anak penderita Autisme secara pesat di dunia membuat semakin banyaknya penelitian dilakukan untuk mencari tau penyebab anak menderita Autisme. Sampai saat ini, belum ada hasil yang pasti mengenai bagaimana seorang anak bisa terlahir dengan Autisme, akan tetapi ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebabnya. Salah satu dugaan penyebab anak menderita Autisme adalah faktor genetik. Penelitian yang dilakukan oleh International Journal of Development Neuroscience (Hasdianah, 2013 : 45) menyatakan bahwa, keluarga yang mempunyai seorang anak autistik mempunyai kemungkinan untuk mempunyai anak dengan autistik lagi sekitar 5 - 10 % . Lebih lanjut National Institute of Health (Hasdianah, 2013 : 73) menyatakan, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1 - 20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga autisme. Selain genetik, beberapa faktor lain yang diduga kuat menjadi penyebab Autisme adalah pestisida, obat-obatan, usia orangtua, perkembangan otak, flu, mercuri, Pb (plumbum) atau timah hitam, dan Cd (kamdium) yang sering digunakan dalam berbagai industri seperti pengolahan roti, ikan, tekstil, pewarnaan, logam,bahan bakar dan lainnya ( Hasdianah, 2013).

Dengan berbagai dugaan penyebab terjadinya Autisme dan peningkatan jumlah penderita Autisme yang berkembang pesat, maka berbagai cara digunakan oleh orang tua


(19)

dari anak penderita Autisme untuk membantu agar anak tersebut dapat berkembang dalam hal komunikasi dan bersosialisasi .Salah satunya adalah dengan bantuan dari sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, yang saat ini keberadaannya sudah banyak kita temukan.

Keberadaan sekolah khusus Autisme tentunya sangat membantu dalam proses penyembuhan dan pembelajaran untuk anak dengan Autisme. Dengan bantuan langsung yang diberikan oleh guru yang benar-benar bisa mengerti dan memahami keadaan anak penderita Autisme, diharapkan anak dapat membuka dirinya secara perlahan.Pendidikan bagi anak autis tentunya berbeda dengan pendidikan untuk anak normal. Berbagai terap di lakukan untuk membuat anak penderita Autisme mau berbicara dan bersosialisasi.

Komunikasi secara tatap muka atau komunikasi antarpribadi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk membantu anak autisme dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Seperti yang dikatakan Effendy dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (2003 : 61), dibandingkan dengan bentuk – bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antar pribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Penerapan tahap-tahap komunikasi antarpribadi tentunya akan menciptakan komunikasi yang efektif pada anak penderita Autisme. Setelah kemampuan komunikasi dan sosialisasi menjadi lebih baik, tentunya anak dengan Autisme diharapkan dapat memiliki pribadi dan karakter yang baik.

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa anak dengan Autisme memiliki kecenderungan menutup diri dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Keterbatasan ini telah terbukti dapat diatasi melalui peran komunikasi. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor ketertarikan penulis untuk melihat bagaimana tahap-tahap dan peran komunikasi antarpribadi dalam mengatasi keterbatasan anak dengan Autisme sehingga mampu berkomunikasi secara lebih efektif.

Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah anak berkebutuhan khusus, yaitu Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) yang berlokasi di jalan Sei Batu Rata No.14 Medan, Sumatera Utara. YAKARI merupakan salah satu sekolah untuk anak penderita Autisme yang cukup dipercaya di Medan, sebagai tempat yang dapat membantu anak penderita Autisme menjadi lebih dapat mandiri dan bersosialisasi. Peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana peran komunikasi antar pribadi dalam membantu anak penderita Autisme di sekolah YAKARI mencapai kemampuan berkomunikasi secara efektif.


(20)

1.2 Fokus Masalah

Komunikasi dan Autisme adalah bidang kajian yang sangat luas, untuk menghindari penulisan yang rancu dan terlalu melebar penulis membatasi masalah penelitian ini hanya pada komunikasi antarpripadi pada anak penderita Autisme :

1. Bagaimana tahap-tahap komunikasi antarpribadi dalam pembentukan komunikasi efektif pada anak penderita Autisme di Sekolalah Khusus Autisme YAKARI ? 2. Bagaimana peran komunikasi antarpribadi dalam pembentukan komunikasi efektif

pada anak penderita Autisme di Sekolalah Khusus Autisme YAKARI? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah di atas sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap komunikasi antarpribadi dalam pembentukan komunikasi efektif pada anak penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran komunikasi antarpribadi dalam proses pembentukan komunikasi efektif pada anak penderita

Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan maanfaat praktis.

1. Manfaat Akademis.penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian mengenai proses komunikasi antarpribadi dan menambah referensi khususnya bagi para mahasiswa FISIP USU jurusan komunikasi.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi yang ingin mengetahui atau mempelajari mengenai komunikasi antarpribadi / interpersonal yang berkaitan dengan masalah komunikasi dengan anak


(21)

berkebutuhan khusus, khususnya penderita autisme yang mungkin belum pernah diketahui atau diteliti sebelumnya, serta sebagai referensi bagi rekan – rekan mahasiswa yang akan mengadakan penelitian di masa mendatang.

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, dan informasi bagi para orangtua yang memiliki anak penderita autisme mengenai peran dan tahap-tahap komunikasi antarpribadi / interpersonal yang baik dan efektif, serta menjadi motivasi bagi orangtua dengan anak penderita Autisme untuk dapat membantu anak penderita Autisme agar dapat berkomunikasi dengan efektif.


(22)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Paradigma Kajian

Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan perspektif atau paradigma. Bogdan dan Biklen (Moleong,2005:49) mendefenisikan paradigma sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang di pegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Sedangkan Beker dalam Paradigsms: The Business of Discovering the Future mendefenisikan paradigma sebagai seperangkat aturan (tertulis atau tidak tertulis) yang melakukan dua hal : (1) hal itu membangun atau mendefinisikan batas-batas; dan (2) hal itu menceritakan kepada bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil (Moleong,2005:49).

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan paradigma konstruktivisme. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipidahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu (Ardianto & Bambang,2007:151).

Robyn Penmann (Ardianto & Bambang,2007:159) merangkum kaitan konstruktivisme dalam hubungannya dengan ilmu komunikasi :

1. Tindakan komunikatif sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek

yang memilki pilihan bebas, walalupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat dan telah dilakukan. Jadi, tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjeknya.


(23)

2. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bukan sesuatu yang objektif sebagaimana positivisme, melainkan diturunkan dari interaksi dalam kelompok sosial. Pengetahuan itu dapat ditemukan dalam bahasa, melalui bahasa itulah konstruksi realitas tercipta.

3. Pengetahuan bersifat kontekstual, maksudnya pengetahuan merupakan produk yang dipengaruhi ruang waktu dan akan dapat berubah sesuai dengan pergeseran waktu. 4. Teori-teori menciptakan dunia. Teori bukanlah alat, melainkan suatu cara pandang

yang ikut mempengaruhi pada cara pandang kita terhadap realitas atau dalam batas tertentu teori menciptakan dunia. Dunia di sini bukanlah ‘segala sesuatu yang ada’ melainkan ‘segala sesuatu yang menjadi lingkungan hidup dan penghayatan hidu manusia’, jadi dunia dapat dikatakan sebagai hasil pemahaman manusia atas kenyataan di luar dirinya;

5. Pengetahuan bersifat sarat nilai.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi

2.2.1.1 Definisi Komunikasi dan Proses Komunikasi

Komunikasi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia menggunakan dan membutuhkan komunikasi sebagai alat utama untuk berhubungan dengan manusia lain. Hampir setiap kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh manusia membutuhkan komunikasi sebagai alat utama maupun alat bantu. Berbagai keuntungan diperoleh manusia melalui komunikasi.

Awalnya, istilah komunikasi mengandung makna “bersama-sama”

(common,commones) yang berasal dari bahasa Inggris. Asal istilah komunikasi (Indonesia) atau communication (Inggris) berasal dari bahasa Latin yaitu communication, yang berarti pemberitahuan, pemberi bagian (dalam sesuatu), pertukaran dimana si pembicara

mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengaranya; untuk ikut ambil bagian ( Liliweri, 1991: 1)


(24)

Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin “communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama ; sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2003 : 30).

Banyak ahli mendefinisikan komunikasi dari sudut pandang yang berbeda –beda, dan menyebutkan bahwa ilmu komunikasi sebagai ilmu yang eklisitis yaitu ilmu yang merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu.

Beberapa pengertian komunikasi yang diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut :

Carl Hovland - komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate) (Mulyana, 2007 : 68)

Gerald R. Miller - komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

Raymond S. Ross - komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator (Mulyana, 2007 : 69)

Dari 3 definisi komunikasi yang diberikan oleh para ahli tersebut, dapat kita lihat bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang berupa pemikiran dengan tujuan agar perilaku si penerima pesan (komunikan) dapat terpengaruh ataupun berubah sesuai dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.

Menurut Effendi (2007) ada 2 perspektif dalam proses komunikasi :

1. Proses komunikasi dalam prespektf psikologi, yaitu proses komunikasi prespektif yang terjadi didalam diri komunikator dan komunikan. Ketika komunikator berniat menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses. Proses “mengemas” dan “membungkus” pikiran dengan bahasa yang


(25)

dilakukan komunikator itu dalam bahasa komunikasi dinamakan encoding. Hasil encoding berupa pesan itu kemudian ia transmisikan atau kirimkan kepada komunikan. Selanjutnya terjadi proses komunikasi interpersonal dalam diri komunikan, yang disebut decoding, untuk memaknai pesan yang disampaikan kepadanya.

2. Proses komunikasi dalam prespektif mekanistik, proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan dari komunikator atau komunikan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau mata atau indera-indera lainnya.

Untuk lebih jelasnya proses komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa proses komunikasi, yaitu :

a. Proses komunikasi secara primer, yaitu proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang umum yang dipergunakan sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa. Namun dalam kondisi komunikasi tertentu, lambang-lambang yang dipergunakan dapat berupa kial (gesture), yakni gerak anggota tubuh, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya, yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Proses komunikasi secara sekunder, yaitu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses komunikasi secara sekunder menggunakan media yang menyebarkanpesannya yang bersifat informatif yang digolongkan sebagai media massa (mass media) dan media nirmassa (media non-massa)

c. Proses komunikasi secara linier, merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikatior kepada komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi linier ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka (face-to-face communication) dan kelompok (group communication), maupun dalam situasi bermedia (mediated communication).


(26)

d. Proses komunikasi secara sirkular, merupakan lawan dari proses komunikasi secara linier. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan proses komunikasi secara linier. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan proses secara sirkuler adalah terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus respons atau tanggapan dari pihak komunikan terdapat pesan yang diberikan oleh komunikator. 2.2.1.2 Tujuan Komunikasi

Komunikasi di lakukan karena manusia memiliki tujuan. Menurut Effendy (2003) ada empat tujuan komunikasi, yaitu :

1. Mengubah sikap (to change the attitude)

2. Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change opinion) 3. Mengubah perilaku (to change behaviour)

4. Mengubah masyarakat (to change the society)

Harold D. Laswell ada tiga alasan mendasar manusia perlu untuk berkomunikasi (Purba, 2006 : 1), yaitu :

1. Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui peluang-peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara dan menghindari pada hal yang mengancam dirinya. Serta melalui komunikasi manusia dapat mengetahui suatu kejadian, mengembangkan pengetahuan dan informasi yang bisa menjadi referensinya.

2. Upaya manusia untuk bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Proses kelanjutan suatu masyarakat tergantung pada bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, tidak hanya pada alam namun pada kelompok masyarakat dan manusia yang lain sehingga mampu mencapai suasana yang harmonis.

3. Upaya manusia untuk melakukan transformasi warisan sosialisasi. Suatu masyarakat ingin mempertahankan keberadaannya wajib dan dituntut untuk melakukan pertukaran nilai, perilaku dan peranan. Sehingga kelangsungan transformasi nilai dapat berkembang dari waktu ke waktu.


(27)

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

2.2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiappesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2007 : 81). Menurut DeVito (1976) ,komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung (Liliweri, 1991 : 12).

Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai komunikasi antarpribadi , dapat kita ketahui bahwa komunikasi antarpribadi terjadi secara tatap muka dan umpan balik dapat diterima secara langsung, oleh sebab itu dianggap sebagai cara paling ampuh dalam merubah atau mempengaruhi sikap seseorang . Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Effendy dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (2003 : 61) yang mengatakan bahwa dibandingkan dengan bentuk – bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antar pribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan.

2.2.2.2 Ciri-ciri dan Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi menurut De Vito (1976) dalam Liliweri (1997 : 13) adalah sebagai berikut :

1. Keterbukaan (openess)

Dalam hal ini keterbukaan atau openess diartikan sebagai kemauan untuk menerima seseorang dalam menjalankan komunikasi antarpribadi. Keterbukaan seseorang dalam berkomunikasi menjadi salah satu pengaruh dalam terbentuknya komunikasi antarpribadi yang efektif. Dapat dilihat dari bagaimana seseorang individu mau membuka diri atau mengungkapkan perasaannya mengenai suatu hal atau kejadian kepada orang lain , sehingga orang tersebut merasa mengenal lebih dekat dan aman sehingga akhirnya mau membuka dirinya juga.


(28)

2. Empati (emphaty)

Empati adalah kesediaan invidu untuk menghayati dan memahami perasaan indivu lain. Ketika sudah dapat berempati, maka individu tersebut dapat menempatkan dirinya dalam suasana perasaan, pikiran , dan keinginan orang lain secara lebih dekat. Apabila dalam proses komunikasi empati tersebut berkembang maka suasa hubungan komunikasi antarpribadi juga akan ikut berkembang, karena akan tumbuh sikap saling menerima, mengerti dan memahami.

3. Dukungan (supportive)

Dalam komunikasi antarpribadi sikap supportive atau mendukung sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang memotivasi agar tercipta komunikasi antarpribadi yang efektif. Dalam hal ini komunikator berperan dalam menciptakan suasana yang memotivasi tersebut, hal ini bertujuan untuk memberikan komunikan dorongan atau semangat agar turut berpartisipasi dalam proses komunikasi antarpribadi. Ketika hal ini berhasil maka komunikasi antarpribadi dapat berjalan secara efektif, karena dengan adanya sikap supportive akan tercipta suasana yang memotivasi komunikator dan komunikan untuk ikut dalam proses komunikasi tersebut.

4. Rasa positif (positiveness)

Memiliki perasaan positif merupakan awal dari komunikasi yang baik. Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya terlebih dahulu sehingga tercipta situasi komunikasi yang positif pula. Dengan situasi komunikasi yang positif , maka komunikan akan terdorong untuk lebih aktif berpartisipasi dalam proses komunikasi tersebut. Rasa positif dapat ditunjukkan dan diciptakan dengan beberapa cara yaitu : percaya dengan kemampuan diri sendiri, mampu memberi dan menerima pujian tanpa berpura-pura, peka terhadap kebutuhan dan kepentingan orang lain, dan mampu menerima kesalahan. Rasa positif dapat dimulai dari diri sendiri, ketika kita memandang dan merasakan diri kita postif maka akan lahir pola perilaku yang postif. Ketika komunikator dan komunikan bisa saling menunjukkan sikap positif maka akan tercipta suasana komunikasi yang menyenangkan dan efektif.


(29)

5. Kesamaan (equality)

Kesamaan merupakan perasaan bahwa kita sama dengan orang lain, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah meskipun terdapat beberapa perbedaan, baik dalam hal kemampuan, latar belakang ataupun sifat. Kesamaan ini dapat dicapai ketika keduabelah pihak mampu menghargai satu sama lain. Ketika kita bisa saling menghargai, maka tidak akan ada yang merasa dirinya lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain, sehingga saat proses komunikasi berlangsung tidak ada pihak yang merasa dikecilkan atau tidak dihargai. Hal ini dapat membantu proses komunikasi berjalan dengan efektif karena komunikator dan komunikan bisa saling menghargai dan merasa nyaman.

Richard L.Weaver (19930) menyatakan terdapat delapan karakteristik dalam komunikasi antarpribadi, yaitu (Budyatna,2011 : 15) :

1. Mellibatkan paling sedikit dua orang 2. Adanya umpan balik atau feedback 3. Tidak harus tatap muka

4. Tidak harus bertujuan

5. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect

6. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata 7. Dipengaruhi oleh konteks

8. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise

Terdapat tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antar pribadi yang terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982) dalam Liliweri (1991 : 31), yaitu :

1. Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal

2. Melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan, scripted, dan contrived

3. Komunikasi antarpribadi tidaklah statis melainkan dinamis 4. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi

5. Dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik 6. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan 7. Melibatkan di dalamnya bidang persuasif.


(30)

2.2.2.3 Jenis-jenis Komunikasi Antarpribadi

Menurut Effendy (2007 : 62) secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, yaitu :

1. Komunikasi Diadik (Dyadic Communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni yang seseorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seseorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikan seorang itu. 2. Komunikasi Triadik (Triadic Communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis.

2.2.3 Komunikasi Efektif

Komunikasi merupakan bagian penting dalam hidup manusia, terutama dalam menjalin hubungan dengan manusia lain. Melalui komunikasi lah kita bisa menentukan apakah hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya terjalin dengan baik atau tidak. Bila kita bisa menyampaikan pesan atau pemikiran kita ke orang lain dengan baik, dan orang tersebut menerima pesan atau pemikiran tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan kita , maka terjadilah komunikasi yang efektif. Begitu juga sebaliknya, jika pesan atau pemikiran kita tidak tersampaikan dengan baik atau berbeda arti dari yang kita maksudkan, berarti komunikasi yang kita lakukan tidak berhasil atau tidak efektif. Dengan komunikasi yang efektif tentunya terjalin hubungan yang baik dengan manusia lainnya, namun ketika kita tidak mampu berkomunikasi secara efektif maka hubungan yang terjalin dengan manusia lain tidak berjalan dengan baik.

Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1974) dalam Rakhmat (2007) ada 5 hal yang ditimbulkan sebagai tanda komunikasi berjalan secara efektif, yaitu :


(31)

1. Pengertian

Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Sering terjadi pertengkaran karena pesan yang kita sampaikan sering diartikan lain atau berbeda oleh orang yang kita ajak bicara. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer. Oleh karena itu jika pesan bisa dimengerti oleh komunikan sesuai dengan maksud atau keinginan kita maka komunikasi tersebut berjalan secara efektif.

2. Kesenangan

Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Dalam hal ini komunikasi hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut Analisis Transaksional. Sebagai contoh, seperti sapaan “selamat pagi, apa kabar?”. Komunikasi ini disebut komunikasi fatis, dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi ini lah yang membentuk hubungan kita dengan orang lain menjadi akrab, hangat, dan menyenangkan.

3. Mempengaruhi Sikap

Kita sering melakukan komunikasi untuk mempengaruhi sikap atau pemikiran orang lain. Sebagai contoh, politisi melakukan kampanye dan menciptkan citra positif agar masyarakat memilihnya untuk masuk DPR. Guru mengajak muridnya untuk belajar dan mencintai ilmu pengetahuan. Pemasang iklan agar masyarakat membeli produknya, dan berbagai macam jenis komunikasi lainnya untuk mempengaruhi sikap atau pemikiran orang lain sesuai dengan keinginan kita. Komunikasi ini disebut juga komunikasi persuasif. Persuasif didefenisikan sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. Ketika komunikan merubah sikap atau pemikirannya sesuai dengan maksud kita, berarti komunikan menerima pesan kita dengan baik, yang berarti komunikasi berjalan secara efektif.

4. Hubungan Sosial yang Baik

Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri dan tentunya ingin


(32)

berhubungan dengan orang lain secara positif. William Schutz berpendapat bahwa kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), dan cinta serta kasih sayang (affection). Kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan, ingin mencintai dan dicintai, dan kebutuhan sosial ini hanya bisa dipenuhi melalui komunikasi interpersonal yang efektif.

5. Tindakan

Selain persuasi sebagai komunikasi untuk mempengaruhi sikap, persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki. Mendorong orang untuk bertindak merupakan hal yang paling sulit, dibandingkan dengan menimbulkan pengertian dan mempengaruhi sikap. Menimbulkan tindakan nyata merupakan indikator efektivitas komunikasi yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus terlebih dahulu menanamkan pengertian, mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan merupakan hasil kumulatif seluruh proses komunikasi.

2.2.4 Psikologi Komunikasi

2.2.4.1 Pengertian Psikologi Komunikasi

Komunikasi tidak bisa lepas dari psikologi. Melalui komunikasi kepribadian atau konsep diri dari manusia terbentuk. Ashley Montagu (1967) dengan tegas mengatakan bahwa komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Hal ini lah yang menarik banyak perhatian psikolog mengenai komunikasi (Rakhmat, 2007 : 2)

Komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme menurut Dance (1976) dalam Rakhmat (2007 : 3) adalah usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal, ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli. Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme (Rakhmat,2007 : 4).


(33)

Rakhmat (2007) menuliskan bahwa psikologi tertarik pada komunikasi di antara individu : bagaimana pesan dari sorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons pada individu lain, bahkan psikologi proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia. Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat kedalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhinya, dan menjelaskan berbagai corak komunikan ketika sendirian atau dalam kelompok.

Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi. E.A. Ross dalam buku Social Psychology (Rakhmat,2007 : 10) mendefinisikan psikologi sosial sebagai ilmu yang berusaha memahami dan menguraikan keseragaman dalam perasaan, kepercayaan atau kemauan – juga tindakan – yang diakibatkan oleh interaksi sosial. Lebih lanjut Kaufmann (1973) menyebutkan psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan, dan merasakan bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan individu dipengaruhi oleh apa yang dianggapnya sebagai pikiran, perasaan, dan tindakan orang lain (Rakhmat,2007 : 10)

2.2.4.2 Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi

Fisher menyebutkan ada empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi, yaitu (Rakhmat,2007 : 8) :

1. Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli)

2. Proses yang mengantarai stimuli dan respons (internal mediation of stimuli) 3. Prediksi respons (prediction of respons)

4. Peneguhan respons (reinforcement of respons)

2.2.4.3 Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Dewasa ini ada dua macam psikologi sosial. Yang pertama adalah Psikologi sosial (dengan huruf P besar) dan yang kedua psikologi Sosial (dengan huruf S besar). Ini menunjukkan dua pendekatan dalam psikologi sosial: ada yang menekankan faktor-faktor psikologis dan ada yang menekankan faktor sosial; atau dengan istilah lain : faktor-faktor yang timbul dari dalam diri individu (faktor-faktor personal), dan faktor-faktor-faktor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri invidu (faktor environ mental) (Rakhmat,2007 : 32).


(34)

McDougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu. Menurutnya, faktor-faktor personallah yang menentukan perilaku manusia. Menurut Edward E. Sampson, terdapat perspektf yang berpusat pada persona dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa instik, motif, kepribadiansistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor, yaitu (Rakhmat, 2007 : 34) :

1. Faktor Biologis

Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia tampak dalam dua hal berikut. Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan perngaruh lingkungan atau situasi. Diakui pula adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya. 2. Faktor Sosiopsikologis

Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklasifikasikannya ke dalam tiga komponen, yaitu : komponen afektif (aspek emosional), komponen kognitif (aspek intelektual,berkaitan dengan apa yang diketahui manusia), dan komponen konatif ( aspek volisional, berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak).

2.2.5 Self Disclosure

Teori yang diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) ini menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya sendiri, maupun orang lain.Karena hal tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan dalam suatu gambar yang sebut dengan Jendela Johari (Liliweri,1991 : 53).


(35)

Jourard (1971) menemukan dalam penelitiannya bahwa orang-orang yang lebih bersedia mengungkapkan informasi pribadi mengenai diri mereka kepada orang lain begitu pula mereka juga menerima lebih banyak pengungkapan pribadi dari orang-orang lain.

Gambar 2.1 : Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang lain Diketahui sendiri Tidak diketahui sendiri

Diketahui orang lain

Tidak di ketahui orang lain

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Bidang 2, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.

Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

Bidang 4, bidang tidak dikenal, di mana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan di antara mereka.

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar pribadi adalah bidang 1, di mana antara komunikator dengan komunikan saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataannya hubungan antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap orang mempunyai peluang untuk menyembunyikan masalah yang dihadapinya.

1 terbuka 2 buta

3 tersembunyi 4 tidak dikenal


(36)

2.2.6 Autisme

Kata Autisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti “sendiri”. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Leo Kanner, seorang psychiatrist anak di Universitas Johns Hopkins di Baltimore. Kanner (Ozonoff, Dawson, & McPartland, 2002 : 5) dalam tulisannya menjelaskan mengenai 11 orang anak yang menunjukkan ketidaktertarikan terhadap orang lain, bersikeras dalam suatu rutinitas dan gerakan tubuh yang tidak biasa, seperti melambai-lambaikan tangan. Hampir semua anak-anak tersebut dapat berbicara, beberapa dari anak tersebut dapat menyebutkan nama barang di sekitar mereka, anak lainnya dapat menyebutkan angka dan huruf, bahkan beberapa dapat menguraikan sebuah buku kata per kata, berdasarkan ingatan mereka. Namun, anak-anak tersebut tidak menggunakan suara atau kemampuan mereka tersebut untuk berkomunikasi dengan orang sekitarnya. Akibat dari tingkah laku yang tidak biasa ini, anak-anak tersebut mengalami berbagai hambatan dalam mempelajari hal baru.

Betts dan Pattrick (2009 : 11) mengatakan bahwa gangguan spektrum Autisme adalah gangguan dalam hal komunikasi, kemampuan dalam berhubungan sosial, dan kemampuan untuk belajar dalam diri suatu invidu. Selanjutnya, Betts dan Pattrick juga mengatakan bahwa anak dengan Autisme sering menunjukkan masalah dalam fungsi eksekutif (executive function). Fungsi eksekutif (executive function) dalam hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menghubungkan pengalaman atau kejadian yang telah berlalu dengan perilaku selanjutnya dan untuk memperhatikan sekitarnya, mengurutkan sesuatu, berstrategi, mengingat, mengorganisir, dan mengingat kembali informasi yang pernah di terima sebelumnya. Anak yang memiliki gangguan dalam fungsi eksekutif (executive function) akan mengalami kesulitan dalam mengorganisir dan mengurutkan sesuatu, merencanakan suatu proyek, berkonsentrasi dalam suatu hal dan juga mengubah konsentrasinya, mengetahui waktu dan juga memonitori dirinya sendiri.

Hampir semua anak dengan gangguan spektrum Autisme mengalami kesulitan dalam hal memprediksi atau mengetahui akibat dari tindakannya terhadap orang lain. Menurut Baron – Cohen (1989) dalamBetts & Patrick (2009) salah satu kelemahan paling besar dari anak penderita autisme adalah ketidakmampuan anak dalam melihat sesuatu dari perspektif orang lain. Kelemahan atau ketidakmampuan untuk melihat situasi dari perspektif anak lain atau orang dewasa lain ini bisa menjadi penyebab suatu kesalahpahaman yang akhirnya menjadi masalah sosial yang cukup besar atau sulit. Sebagian dari masalah sosial muncul


(37)

karena ketidakmampuan anak untuk menilai kelayakan atau kepatutan dari sebuah komentar dan kelakuan yang mungkin saja bisa menyakiti perasaan orang lain atau bisa membuat orang lain merasa malu. Dalam hal ini, anak tidak mempunyai maksud untuk menyakiti atau membuat orang lain merasa malu, tapi ketidakmampuannya dalam melihat dari perspektif lain membuat anak tersebut tidak tau akibat dari perkataan atau perbuatannya terhadap orang lain (Betts & Patrick, 2009 : 12).

2.2.6.1Kriteria Autisme

Anak dengan Autisme memiliki kesulitan dalam 3 area yaitu : keterkaitan sosial (social relating), komunikasi (communication), dan tingkah laku dan minat atau perhatian (behaviour and interests). Ada beberapa perilaku atau gejala tertentu yang ditunjukkan oleh anak penderita Autisme.

TABEL 2.1

Kekurangan Dalam Interaksi Timbal-balik Sosial

Gejala Contoh Gejala

Kesulitan menggunakan perilaku non-verbal untuk mengatur interaksi sosial Ketidakmampuan untuk menafsirkan ketapatan umur

- Sulit melakukan kontak mata

- Menggunakan sedikit gesture saat berbicara - Mempunyai ekspresi wajah yang tidak biasa

- Kesulitan untuk berdiri atau berada dekat dengan orang lain - Mempunyai kualitas intonasi atau suara yang berbeda - Mempunyai sedikit atau bahkan tidak punya teman

- Memiliki hubungan hanya dengan orang yang usianya jauh lebih tua atau jauh lebih muda, atau hanya dengan anggota keluarganya

- Hubungan didasari oleh ketertarikan akan suatu hal khusus - Kesulitan berinteraksi dalam sebuah group dan tidak bisa

mengikuti aturan sebuah permainan.

Sedikit berbagi mengenai kesenangan, pencapaian, atau ketertarikan dengan orang lain

- Menikmati aktivitas favorit, menonton tv, bermain sendiri, tanpa mencoba untuk melibatkan orang lain

- Tidak mencoba menarik perhatian orang lain untuk mengikuti aktivitasnya, ketertarikannya atau pencapain/ keberhasilannya.

- Tidak memiliki ketertarikan akan reaksi atau pujian dari orang lain.


(38)

Kurangnya timbal balik sosial atau pun

emosional

- Tidak merespon orang lain ; “terlihat tuli”

- Tidak peka akan kehadiran orang lain; “tidak sadar” akan kehadiran orang lain

- Sangat suka menyendiri

- Tidak memperhatikan atau menyadari saat orang lain terluka atau kesal; tidak menawarkan kenyamanan Sumber : Ozonoff, Dawson, & McPartland, 2002 : 27

TABEL 2.2

A. Kekurangan Dalam Komunikasi

Gejala Contoh Gejala

Keterlambatan atau kekurangan dalm hal perkembangan bahasa

- Tidak menggunakan kata-kata sampai umur 2 tahun - Tidak menggunakan kalimat sederhana (contoh : tambah

susu) sampai umur 3 tahun

- Perkembangan kemampuan bicara yang lambat, tata bahasa yang tidak dewasa atau tidak matang atau kesalahan yang berulang-ulang

Kesulitan dalam mempertahankan

percakapan

- Kesulitan dalam memulai, mempertahankan, dan mengakhiri percakapan

- Sedikit “berputar-putar” ; dapat berbicara terus-menerus dalam sebuah monolog

- Gagal dalam merespon komentar orang lain; hanya bisa merespon pertanyaan lamgsung

- Kesulitan untuk berbicara mengenai suatu topik atau ketertarikan.

Menggunakan bahasa yang tidak biasa atau

mengulang-ulang suatu kata

- Mengulang apa yang orang lain katakan (echolalia) - Mengulang dari video, buku, atau iklan di waktu dan

konteks yang tidak tepat

- Menggunakan kata-kata atau ungkapan yang dibuat anak itu sendiri dan mempunyai arti tersendiri untuknya

- Menggunakan gaya bicara yang sangat normal dan bertele-tele (terdengar seperti “profesor kecil” )


(39)

Memainkan sesuatu yang tidak sesuai

untuk tingkat perkembangannya

- Jarang bermain “acting” dengan mainan

- Jarang berpura-pura menggunakan suatu objek sebagai benda lainnya (contoh : pisang sebagai telepon)

- Lebih memilih menggunakan mainan sebagai hal yang konkret (contoh : membangun sesuatu menggunakan balok, mengatur barang-barang di rumah boneka) daripada

“berpura-pura” dengan mainan tersebut.

- Saat kecil, menunjukkan sangat sedikit ketertarikan dalam permainan yang mengandung unsur sosial, seperti : peekabo (sembunyi-sembunyian), dan berbagai permainan serupa.

Sumber : Ozonoff, Dawson, & McPartland, 2002 : 27 TABEL 2.3

B. Keterbatasan, Pengulangan Perilaku, Minat / Perhatian dan Aktivitas

Gejala Contoh Gejala

Perhatian / ketertarikan dalam fokus yang sempit, terlalu intens, dan /

atau tidak biasa

- Memiliki fokus yang sangat kuat terhadap topik tertentu - Kesulitan dalam “melepaskan” topik atau aktifitas tertentu - Mengganggu “topik” lain ( contoh : menunda makan atau ke

kamar mandi untuk fokus pada aktifitas tertentu)

- Tertarik pada topik yang tidak sesuai dengan umurnya ( contoh : sitem kerja suatu alat, rating film, astronom, kode stasiun pemancar radio, dll)

- Mempunya ingatan yang sangat baik terhadap detail suatu hal yang mereka rasa menarik

Desakan yang kuat untuk hal yang sama dan harus mengikuti rutinitas yang sudah

ada

- Ingin melakukan aktifitas tertentu dengan urutan yang harus tepat (contoh : menutup pintu mobil dengan urutan tertentu) - Mudah kesal atau terganggu dengan perubahan kecil dalam

rutinitasnya ( contoh : mengambil rute yang berbeda saat pulang ke rumah dari sekolah)

- Harus diperingatkan terlebih dahulu untuk perubahan yang akan terjadi, sekecil apapun itu

- Menjadi sangat cemas atau gelisah dan kesal jika tidak mengikuti rutinitas

Gerak motorik yang berulang-ulang

- Melambai-lambaikan tangan saat senang atau pun kesal - Menjentikkan jari di depan mata

- Posturedan gerak tangan yang aneh


(40)

- Berjalan atau berlari sambil berjinjit

Keasyikan dengan bagian - bagian dari

objek tertentu

- Menggunakan suatu objek dengan cara yang tidak biasa ( contok; menjentikkan mata boneka, berulang-ulang

membuka dan menutup pintu mobil mainan), bukan dengan sebagaimana seharusnya.

- Tertarik dengan kualitas sensor dari objek ( contoh : menciumi suatu objek atau melihat objek dengan sangat dekat)

- Menyukai objek yang bergerak ( contoh : kipas angin, air yang mengalir, roda yang berputar)


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu pogram, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2007: 66).

Cara penelitian ini adalah memusatkanperhatian pada peristiwa-peristiwa, gejala-gejala, fenomena-fenomena tertentu yangterjadi dalam masyarakat, kelompok-kelompok sosial maupun individu. Pendekatanterhadap suatu kasus tertentu secara umum tujuannya adalah untuk mempelajari secaraintensif, mendalam, mendetail dan komprehensif (secara menyeluruh), latar belakang,status terakhir, dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial sepertiindividu, kelompok, lembaga, atau komunitas (Azwar, 2004: 8).

Adapun karakteristik studi kasus yakni sebagai berikut: (Daymon, 2008: 164) a. Eksplorasi mendalam dan menyempit

b. Berfokus pada peristiwa nyata dalam konteks kehidupan sesungguhnya c. Dibatasi oleh ruang dan waktu.

d. Bisa hanya merupakan kilasan atau riset longitudinal tentang peristiwa yang sudah maupun yang sedang terjadi

e. Dari berbagai sumber informasi dan sudut pandang f. Mendetail


(42)

h. Fokus pada realitas yang diterima apa adanya, maupun realitas yang penting dan tidak biasa

i. Bermanfaat untuk membangun, sekaligus menguji teori 3.2.1 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan penjelasan mengenai sasaran penelitian yang digambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah tahap-tahap dan peran komunikasi antarpribadi dalam tercapainya komunikasi yang efektif anak penderita Autisme di sekolah khusus Autisme YAKARI .

3.3 Subjek Penelitian

Secara teknis pengambilan sampel yang dilakukan dengan menggunakan teori terbatas (non probability) yaitu dengan purposive.Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset. Sedangkan orang-orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel (Kriyantono,2006:158).

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan anak penderita Autisme di sekolah YAKARI. Adapun subjek penelitian yaitu :

1) Subjek penelitian adalah guru pendamping, orang tua anak penderita Autisme yang sudah menjalani proses komunikasi selama lebih dari 1 tahun.


(43)

3.4 Kerangka Analisis

3.5 Unit Analisis

Unit analisis pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi dan sosial yang diteliti objek penelitian. Menurut Spradly (dalam Sugiyono,2007 : 68) terdapat tiga komponen dalam unit analisis penelitian ini, yaitu :

1) Place, tempat dimana interaksi tersebut berlangsung

2) Actor, pelaku atau orang; yang sesuai dengan objek penelitian

3) Activity, kegiatan yang dilakukan actor dalam situasi soaial yang sedang berlangsung. Tempat penelitian ini dilakukan di sekolah Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) yang terletak di jalan Sei Batu Rata No.14 Medan. Pelaku atau objek penelitian ini adalah guru dan anak penderita Autisme di sekolah YAKARI.

Unit analisis akan membantu untuk melakukan wawancara sebagai bahan dalam penelitian. Unit penelitian dalam penelitian ini adalah bagaimana tahap-tahap dan peran komunikasi antarpribadi dalam tercapainya komunikasi yang efektif pada anak penderita Autisme.

GURU PENDAMPING &

ORANG TUA ANAK

PENDERITA AUTISME

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

TAHAPAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI : - KETERBUKAAN - EMPATI - DUKUNGAN - RASA POSITIF - KESAMAAN KOMUNIKASI

EFEKTIF PADA ANAK PENDERITA


(44)

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Metode wawancara mendalam (in-depth interview)

Secara umum wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin,2010 : 108). Dalam penelitian ini, wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara terhadap guru yang membantu anak penderita Autisme dalam proses pembentukan konsep diri. Semua pertanyaan akan diruntut satu per satu guna mencari tahu informasi sebanyak-banyaknya.

2. Pengamatan atau Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Jadi, metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Suatu kegiatan pengamatan dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan data penelitian apabila memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan serius b. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan

c. Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian.

d. Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai keabsahannya 3. Dokumentasi

Data dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan data-data tentang berbagai hal yang berhubungan dengan penelitian.


(45)

4. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan dengan membaca atau mencari literatur yang bersangkutan dengan penelitian. Pengumpulan data diperoleh dari buku-buku, majalah, surat kabar, jurnal, internet, dan sebagainya.

3.7 Keabsahan Data

Penelitian kualitatif menghadapi persoalan penting mengenai pengujian keabsahan hasil penelitian. Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal; (1) subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif; (2) alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi (apapun bentuknya) mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol (dalam observasi partisipasi); (3) sumber data kuallitatif yang kurang credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian (Bungin,2008 : 253).

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Perpanjangan Keikutsertaan

Kehadiran peneliti dalam setiap tahap penelitian kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua data yang dihimpun dalam penelitian. Karena itu hampir dipastikan bahwa peneliti kualitatif adalah orang yang langsung melakukan wawancara dan observasi dengan informan-informannya. Karena itu peneliti kualitatif adalh peneliti yang memiliki waktu yang lama bersama dengan informan di lapangan, bahkan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai (Bungin,2008 : 255).

2. Ketekunan Pengamatan

Pengamatan bukanlah suatu teknik pengumpulan data yang hanya mengandalkan kemampuan pancaindra, namun juga menggunakan semua pancaindra termasuk adalah pendengaran, perasaan, dan insting peneliti. Dengan meningkatkan ketekunan pengamatan di lapangan maka, derajat keabsahan data telah ditingkatkan pula (Bungin,2008 : 256)


(46)

3.8 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data dari informan yang kriterianya sesuai dengan yang peneliti sudah tetapkan, kemudian peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunkan triangulasi data dan teori, dan proses pengumpulan data tersebut dilakukan secara terus-menerus hingga datanya jenuh. Kemudian dengan menggunakan teknik analisis data selama di lapangan model Miles & Huberman, peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sugiyono,2005 : 92) :

1. Penelitian melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. 2. Melakukukan penyajian data. Dalam melakukan penyajian data, selain dengan teks

yang naratif, juga dapat berupa grafik, matriks, network(jejaring kerja) dan chart. 3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel.


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI)

Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) dibentuk untuk mewadahipendidikan dan pelayanan kesehatan bagi anak-anak Autis di Kota Medan. Pada awalnya Keluarga Drs. Ahmad Rusly yang tinggal dan bekerja di Medan,mendapatkan anak pertama mereka Ahmad Dzaky Yusran yang lahir pada tanggal30 mei 1996 memiliki sikap dan perilaku yang menurut mereka sebagai orangtuamuda agak aneh dan berbeda dengan anak-anak lain yang pernah mereka lihat.

Ketika Anak mereka berusia 18 bulan, semuanya kelihatan berjalannormal dan sesuai perkembangannya dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) yangmereka dapatkan pada klinik anak di Medan. Namun seiring dengan berjalannyawaktu, Dzaky yang pada saat berusian dua Tahun, mulai menunjukkan gejala-gejalaaneh dan tidak seperti anak-anak lain, antara lain tidak merespon teguranatau sapaan, tidak mau bergabung dengan anak-anak lain, senang menyendiri,menangis dan tertawa tanpa ada sebab, berlari-lari tanpa tujuan dan bertepuktepuktangan. Hal ini segera dikonsultasikan kepada Dokter anak, namun merekamerasa “Tenang dan Bahagia” karena menurut dokter hal itu biasa terjadi padaanak pertama, nanti lama-lama juga akan seperti anak lainnya.

Ketika Dzaky berusia 30 bulan, ketenangan Rusly dan Istrinya kembaliterusik, ketika melihat apa yang diharapkan dan sesuai analisa dokter bahwaDzaky akan kembali normal tidak menjadi kenyataan bahkan makin menjadi-jadi.Saat itu Dzaky mulai menunjukkan sikap agresif baik terhadap diri sendiri (SelfAbuse) maupun terhadap sekelilingnya.

Rusly dan istrinya menduga adanya kelainan pada Syaraf Dzaky, karenamereka sebagai orang awam berpikir kalau ada hal-hal aneh pada anak tentuberasal dari “sentral” atau pusatnya yaitu otak. Merekapun bergegas menuju AhliSyaraf Anak yang ada di Medan, namun kali inipun mereka berusaha di“tenang”kan oleh sang Neurolog yang menyatakan hal itu adalah biasa.


(48)

Namun Rusly dan Istrinya tidak dapat ditenangkan lagi melihatkenyataan anak mereka yang terlihat sangat berbeda dengan anak-anak lain diplay groupnya, merekapun mulai berburu informasi kemana saja termasukmelalaui Internet, dan akhirnya mereka menemukannya.

Dari hasil kirim-mengirim email dengan para netter dari berbagainegara, akhirnya mereka mengetahui bahwa gejala-gejala yang dialami Dzakymereka sebut sebagai “AUTIS” dan sekaligus memberitahu situs-situs yangmenyediakan layanan bagi orangtua anak-anak Autis sedunia.

Bagaikan disambar gledek, Rusly dan Istrinya seperti kehilangan nyawa,ketika mereka akhirnya mengerti anak mereka menderita Autis, yang sampai saatini belum diketahui secara pasti penyebabnya dan belum ditemukan obatnya. Dari situs itu juga mereka mendapatkan informasi bahwa saat itu telah ada ahliautis di Indonesia yaitu Dr. Melly Budhiman SP.Kj dan dr. Rudy Sutady, Sp.A.

Berbekal informasi tersebut, Rusly dan Istrinya berangkat ke Jakartamembawa anaknya yang kala itu sudah berusia 40 bulan mendatangi dr. RudySutady yang telah dihubungi sebelumnya. Setelah melewati berbagai test danobservasi, Dzaky dinyatakan positif autis.

Setelah beberapa saat berkonsultasi termasuk mengkonsumsi obat-obatan,berikutnya adalah melakukan terapi bagi Dzaky antara lain terapi Tingkah Laku yang dikenal dengan DTT (Discrete Trial Training) dengan pola ABA(Applied Behaviour Analysis) temuan Prof. Ivaar Lovaas dan Speech Therapy,sambil menunggu perkembangan dan analisa lain yang mengharuskannyamengikuti terapi lain.

Masalahnya adalah Tidaklah Mudah mencari tempat terapi bagi anak Autis di Jakarta, walaupun tempat yang direkomendasikan cukup banyak, namunhampir seluruhnya menyatakan full house. Jadilah Rusly dan istri menungguurut kacang, Dzaky bisa masuk bila ada anak lain keluar.

Didasari pengalaman dan pemikiran itu, Rusly berpikir tentu banyakanak-anak lain yang memiliki nasib sama dengan anaknya di kota tempat tinggalnya yaitu Medan. Akhirnya Rusly memutuskan, istrinya tinggal di Jakarta untuk menunggu giliran terapi bagi Dzaky -


(49)

yang sebulan kemudian di terima,sedangkan Rusly Kembali ke Medan untuk menghimpun masyarakat wargaMedan yang senasib dengannya.

Dengan bantuan beberapa wartawan kerabatnya, Rusly mulaimenceritakan pengalamannya serta mengekspose gejala-gejala autis yang dialamianaknya di berbagai media massa di Medan. Pada akhirnya terkumpul belasanorangtua yang menyatakan senasib dengannya dan tidak tahu harus berbuat apaterhadap anaknya. Dengan di motori oleh Rusly, mereka berusaha menghubungiDinas Kesehatan Kodya Medan untuk mencari Solusi, namun saat itu, dinas yang paling kompeten tersebutpun tidak mengetahui apa itu Autisme. Namunberuntung upaya-upaya Rusly mendapat perhatian dari seorang Psikiater Anak dr.Joesoef Simbolon SP.KJ yang kebetulan telah mendapat pelatihan Autisme diUniversitas Indonesia Jakarta. Akhirnya wadah disiapkan, yang saat itu masihberupa kelompok informal. Namun masalahnya kini adalah siapa yang akan menjadi terapis bagi anak-anak mereka.

Namun Tuhan mendengar doa mereka, istri Rusly yang saat itu masih diJakarta dalam proses terapi anaknya, mendapat tawaran dari beberapa terapis diJakarta yang kebetulan warga asal Sumatera Utara untuk mengembangkan pusatterapi sejenis di Medan, klop sudah. Tepat tanggal 12 September 2000, YayasanAnanda Karsa Mandiri memulai operasionalnya dengan empat kelas terapi yangdi asuh oleh para terapis dari Jakarta serta beberapa co. terapis yang diambil dariMedan serta dibawah pengawasan Medis Dr. Joesoef Simbolon. Didasaripengalaman dan kesulitan-kesulitan yang di alami oleh Rusly dan Istrinya, merekabertekad mengembangkan Yayasan YAKARI sebagai lembaga pendidikan/terapiserta pusat informasi Autisme di Medan sehingga orangtua-orangtua lainnya tidakmengalami kesulitan seperti yang pernah di alaminya.

`Yakari kini memiliki sepuluh kelas terapi yang bergabung dalamBendera Sekolah Khusus Autis Yakari serta Klinik Autis Yakari yang fokusbidang Medis, telah sering melakukan kegiatan-kegiatan bagi penyebaraninformasi serta pengembangan pelayanan serta penerimaan masyarakat terhadapanak Autis. Beberapa Seminar, Diskusi, Ceramah Umum, serta publikasi telahmenunjukkan hasilnya, Yakari kini telah sering didatangi serta mendapatkunjungan baik para orangtua yang mencari Informasi, maupun Dinas Kesehatanbagi kepentingan Pendataan serta Para Mahasiswa yang melakukan penelitianterhadap Anak Autis.


(50)

Terakhir, juni 2003 Yakari dengan menggandeng LSM-LSM antara lainPusaka Indonesia, LBH, IDAI, PPAI, Galatea, JKM telah berhasil melaksanakansemiloka yang bertajuk menyiapkan Anak Autis memasuki sekolah Umumbekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kodya Medan, dan hasilnya Pada TahunAjaran 2003/2004 Anak Autis boleh bersekolah di Sekolah Umum.Masih banyak program-program yang harus dilaksanakan oleh yayasanini, antara lain mensosialisasikan fenomena ini kepada masyarakat luas agarmasyarakat mengerti serta sedini mungkin dicarikan solusinya, sebab makin dinipenanganan terhadap anak ini makin maksimal hasil yang akan dicapai. Memangsaat ini fenomena ini masih awam bagi masyarakat, walaupun penderitanya makinhari makin banyak, banyak masyarakat salah mempersepsikan anak-anak autissebagai anak cacat mental atau bisu, sehingga Rusly banyak menemui anak-anakini di SLB-SLB di sekitar kota Medan. Hal ini tentu saja mengakibatkanpenanganan anak tersebut tidak mengenai sasaran. Dan lebih parah lagi, sebagianmasyarakat mendiamkan begitu saja anaknya karena mereka sudah tidak punyaharapan terhadap masa depan anak tersebut. Yayasan ini berupaya secaramaksimal mensosialisasikan serta memberikan berbagai informasi kepadamasyarakat, namun karena keterbatasan kemampuan terutama pembiayaan upayaupayatersebut tidak dapat maksimal.

Demikian pula, penanganan terhadap anak-anak autis masih belumoptimal, karena jumlah yang dapat ditangani sangat sedikit dibanding jumlah yangada pada data maupun anak-anak yang telah datang keyayasan, hal ini disebabkankarena keterbatasan tenaga, fasilitas dan keuangan yayasan. Sedangkan menurutbeberapa penelitian, jumlah anak penderita autis ini meningkat tajam dari 1 : 5000 pada tahun 90-an menjadi 1 : 150 pada tahun 2001, artinya bila Kota MedanBerpenduduk 2 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,6% dandisinyalir 1 dari 150 yang lahir adalah anak autis, maka setiap tahun anak autisyang lahir di Medan berjumlah 265 orang atau setiap 3 hari lahir 2 anak autis.

4.1.2 Profil Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) A. Identitas

DEWAN PEMBINA

1. Ketua : Walikota Medan


(51)

3. Anggota : Kadis Pendidikan Kota Medan Kadis Kesehatan Kota Medan Alexander Ketaren, SH Drs. Jupiter K Purba DEWAN PENGURUS

1. Ketua : Ny. Juniwati Rusly 2. Pelaksana Harian : Fahri Wandika 3. Bendahara : Salmah Henny Purba

4. Kepala Klinik : Prof.dr.H.M.Joesoef Simbolon Sp.KJ (K) 5. Kepala Sekolah : Maringan Binton Sihotang

6. Konsultan Penddkn : Arif Budhi Santoso 7. Guru/Terapist : Deliati Zebua

Junaidi

Friska Magdalena Sitanggang Sri Widiastuti

Naudur Sianipar Rosnawati Situmorang Janiah M Tarigan Gusti Rayani Purba Ronauli Simbolon


(1)

dia. Ga boleh di bentak, tapi ya suara saya buat agak besar, dan nadanya agak beda sama yang biasa. ND itu cakap jahat! Atau, saya bilang, ND itu cakap anak bandel.

P : ND pernah melawan kalau dibilangin kak?

PT : Pernah juga. Bukan melawan sih lebih ke ga mau dengar, pura-pura ga dengar, atau pas menjawab dia teriak, gitu. Namanya anak penderita autis dia kan ga tau kita ini kakaknya atau adeknya, sama aja semua nganggapnya. Disinilah saya ajarin, kalo dia melawan waktu di bilangin, saya pake cara yang tadi, pake bahasa yang simple, pokoknya biar dia ngerti kalo ngomong gitu sama saya atau orang tua-nya itu bukan anak baik. Tapi kalo dia ngomong sesuai dengan apa yang udah dia belajar, itu anak baik. Biar dia juga tau kan, kalo dia baik ga akan diginiin. Biar dia juga menghargai kita, ga bisa suka-suka

P : Ada merasa keterikatan emosional ga kak dengan ND?

MR : Ada. Saya udah sayang lah sama dia, udah kayak adek sendiri. Saya juga udah banyak ngerti lah sifat-sifatnya juga, mood-nya dia

P : Setelah mendampingi ND beberapa tahun ini kakak udah benar-benar mengenal ND belum?

PT : Udah lah. Udah bisa ngerti lah mood-nya dia, sifatnya, udah bisa juga ngerti dia butuh apa sekarang atau gimana-gimana nya semua.

P : Ada timbal balik ga kak dari ND?

PT : Dia sekarang sih udah mulai peka ya sama pengaruh kelakuan dia sama orang-orang sekitar dia. Tapi yang dia liat langsung ya efeknya. Dia kalo ngeliat orang nangis gitu kan karena dia ga mau jawab atau ngapain gitu, dia nanti langsung datang, ditepuknya pundak orang itu, jangan nangis, katanya gitu nanti.

P : Dia sejak kapan seperti itu kak?

PT : Udah beberapa lama lah. Itu dia ngikut dari kakak, karena kakak selalu gituin dia kalo dia nangis atau sedih gitu, jadi terekam di kepala nya, kalo orang nangis karena kita, kita harus gituin biar orang itu ga sedih lagi. Jadi tiap orang nangis digituin.


(2)

P : Ada hal tertentu ga kak yang ga boleh diterapkan waktu mengajari ND?

PT : Ya jangan membentak, pake kata-kata kasar. Itu aja sih, jangan buat mereka takut sama kita.

P : Kalau untuk ke orang tua gimana kak, ada di kasi arahan ga kak untuk ngebantu ND?

MR : Ada. Tiap pulang sekolah ketemu kan, disitulah diskusi sedikit-sedikit.

P : Diskusi guru dan orang tua punya pengaruh ga kak dalam membantu perkembangan ND?

MR : Oh Pengaruh lah. Kan anak autis ini minimal 8 jam/hari terapinya, di sekolah cuma 2 jam, jadi sisanya orang rumah lah kan yang bantu. Jadi kalo orang tua bisa ngerti gimana cara-caranya dari diskusi ini, jadi dia bisa bantu lah pas terapi dirumah.

P : Oke kak. Makasi ya kak buat info sama waktunya

PT : Oh udah ya? Iyalah, sama-sama, semoga berguna ya buat skripsi mu P : Iya kak, makasih ya kak.


(3)

WAWANCARA 4

Tanggal : 16 Juni 2014

Jam : 12.00 WIB

Tempat : Sekolah Khusus Autisme YAKARI

Pewawancara : Camilla Emanuella Sembiring (P)

Informan : Orang TuaND (SR)

P : Pagi bu .Saya Camilla bu dari Komunikasi USU, mau mewawancarai ibu untuk skripsi saya bu .

SR : Iya dek, maaf ya baru bisa hari ini, kemarin ada urusan keluarga. P : Iya bu gak apa-apa.

SR : Ga enak saya jadinya. Kuliah jurusan apa? Mengenai apa ini?

P : Kuliah jurusan Komunikasi bu. Ini skripsinya mengenai komunikasi antarpribadi pada anak penderita autisme bu.

SR : Mengenai komunikasi ibu sama ZA?

P : Iya bu, gimana komunikasi antarpribadi ibu sama ZA buat membantu ZA bisa berkomunikasi secara efektif.

SR : Iya iya. Gimana itu pertanyaannya dek?

P : Gimana ibu pertama kali tau kalau ND itu menderita autsime?

SR : Saya dulu selama hamil ND itugak pernah merasakan dan mengalami hal yang janggal. Habis melahirkan ND juga gitu, saya saya ga ngerasa ND itu aneh atau gimana . ND kan lincah terus juga aktif, saya mikirnya ya berarti anak saya sehat lah, kan aktif terus, fisiknya sehat. Pas umur tiga tahun, saya mulai ngerasa kok ND ini aktif tapi ga pernah ngomong, terus kalo main itu dia kayak punya dunia sendiri, ga pernah berinteraksi sama anak lain atau kakaknya gitu. Tapi yang paling bikin saya khawatir ya itu, dia sama sekali ga ngomong, diam aja, kalo pun ngomong Cuma menggumam ga jelas itu pun kayak menggumam sama diri sendiri lah. Ya akhirnya saya bicarain sama suami lah kan, jadi kami mikir baiknya kami perhatikan dengan lebih detail lagi lah gitu. Habis diperhatikan lebih detail lagi, saya juga baru sadar, kok ND ga pernah mau melakukan kontak mata. Baru lah kita bawa ke dokter anak


(4)

buat di periksa lagi. Pas pertama kali dikasitahu kalo ND menderita autisme, saya dan suami sempat ga percaya juga kan, ga mungkin lah ini gitu.Jadi, kita bawa ke beberapa dokter lain, semuanya bilang gitu juga, ND ini autis, dan kriteria autis nya masih ringan, jadi kalo dibawa ke sekolah yang bagus, kemungkinan untuk sembuh itu besar.

P : Perasaan waktu pertama kali dikasi tau ZA autis gimana bu?

SR : Ya sedih lah dek, ga percaya juga. Makanya saya sempat juga ngebiarin ND setahun, maksudnya kayak yang menghibur diri bilang kalo ah anak saya normal gitu, sampe akhirnya baru saya bisa bener-bener nerima, baru di bawa ke sekolah khusus.

P : Yang menyarankan untuk disekolah kan atau di terapi di YAKARI siapa bu? SR : Dari saran dokter, terus dari baca-baca info di internet dimana-mana juga P : Bagaimana ND waktu pertama kali di bawa untuk mulai sekolah bu?

SR : Dia ga cengeng atau yang gimana gitu ya anaknya, jadi pas pertama dibawa dia ya biasa aja, malu-malu lah biasa kan, jadi saya seminggu pertama nemenin dia dulu sampe masuk kelas, baru lah saya tinggal nunggu di luar sampe dia pulang.

P : Ibu merasa positif ga kalau ZA bisa sembuh?

SR : Positif lah, positif kali pun. Jadi dari diskusi saya sama guru-guru disini, saya dikasi tau kalo anak autis ini kan harus diterapi minimal 8jam/hari, di sekolah 2 jam, berarti kan di rumah seenggaknya 6 jam. Saya kan ga kerja, saya itu ibu rumah tangga, ngurus 2 anak aja, jadi fokus saya bisa banyak buat ND. Udah dapat bantuan dar guru pendamping terus juga dari saya dan keluarga, saya yakin lah dia bisa sembuh.

P : Banyak ga bu perubahan sama ZA sampai sekarang ini?

SR : Udah banyak kali lah dek perubahannya kalo soal komunikasi. Dulu kan sama sekali ga bisa ngomong, sekarang di tanya nama udah jawab, di sapa juga mau jawa, ya biarpun singkat-singkat tapi ini udah buat senang. Bahkan sekarang dia udah mau bilang kalo dia lapar, atau mau ke kamar mandi, kalo dulu mana mau dia. Udah lumayan banyak kalo perbendaharaan kata-kata dia. Kalo main juga udah mau sama kakaknya. Sekarang dia udah itu lagi, udah bisa tau kalo


(5)

orang lagi sedih dia datang tepuk pundaknya gitu, udah lumayan peka lah sama sekitar. Tapi kalo soal hypercative nya masih belum terlalu banyak sih, dia masih lasak, masih selalu nyari-nyari kegiatan ini itu ga bisa diam, tapi maih bisa saya handle.

P : Ada kesulitan tertentu ga bu dalam menghadapi ND?

SR : Harus selalu di perhatikan kalo dia ini, takutnya kan dia ngapain-ngapain yang bisa buat dia celaka juga.Tapi kan namanya anak hyperactive ya memang gitu, ga bisa diam, saya cuma bisa perhatikan, selama masih wajar ya gak apa-apa lah. Tapi kalo kerjaannya mulai ga bener ibu rasa, ibu ingatkan lah, ND kalo begitu itu anak nakal. Gitu aja dia udah ngerti kok, berarti ga boleh gitu lagi. Guru-guru disini selalu ingatkan, jangan dibentak dia nanti malah takut. Suara dikuatkan aja sedikit, nadanya juga naikkan, pokoknya jangan sampe buat dia jadi malah takut. Terus sekarang ini kan dia mulai membeo, mengikuti omongan orang, jadi harus lebih dijaga dan hati-hati kalo mau ngomong dekat dia, terus lingkungan sekitar dia waktu main juga ahrus lebih dijaga, takutnya dia niru yang ga baik. Karena sempat juga kejadian gitu kan, guru nya yang laporkan kalo ND tadi ngomong begini-begini. Ya saya ingatin dia lah, pake cara yang udah diajarin sama guru pendamping dia.

P : Ada cara-cara tertentu ga kak buat menunjukkan dukungan ibu untuk membantu biar ZA sembuh?

SR : Dengan selalu ngasi yang terbaik lah ya, sama memberikan waktu dan perhatian sama dia juga. Terus selain mengingatkan ND kalodia melakukan hal yang ga baik, saya percaya kalo ND juga harus tau kalo dia lagi berbuat baik. Ya kita kasi hadiah, entah mainan atau pujian gitu. Biar dia tau kalo dia berbuat baik dia dapat begini, jadi dia termotivasi untuk terus belajar lagi.

P : Menurut ibu diskusi guru dan orang tua punya pengaruh ga bu dalam membantu perkembangan ND?

SR : Jelas lah, saya dulu ga tau apa-apa, ga ngerti sama sekali, dibantu lah sama guru-guru disini. Dituntun lah biar saya juga bisa membantu anak saya buat sembuh kan .


(6)

SR : Oh iya iya dek. Maaf ya kemarin itu ga bisa datang tiba-tiba. Sukses ya dek P : Iya bu, terima kasih bu.


Dokumen yang terkait

Komunikasi Dengan Anak Autisme

0 38 7

Autisme Pada Anak

0 12 6

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTISME Pola Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Penderita Autisme (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme di SDLBN Bangunharjo, Pulisen, Boyolali).

0 0 13

PENDAHULUAN Pola Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Penderita Autisme (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme di SDLBN Bangunharjo, Pulisen, Boyolali).

0 0 45

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTISME Pola Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Penderita Autisme (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme di SDLBN Bangunharjo, Pulisen, Boyolali).

0 0 15

KOMUNIKASI NONVERBAL PADA ANAK TUNARUNGU YANG MENYANDANG AUTISME.

0 0 2

Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)

0 2 19

BAB II URAIAN TEORITIS - Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN - Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)

0 2 6

Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)

0 0 13