Hubungan Sanitasi Dasar dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare pada Penghuni Rumah Susun Seruwai Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Dasar
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. (Azwar, 1995).
Sanitasi dasar merupakan salah satu persyaratan dalam rumah sehat.
Sarana sanitasi dasar berkaitan langsung dengan masalah kesehatan terutama
masalah kesehatan lingkungan. Sarana sanitasi dasar menurut Depkes RI (2002),
yaitu meliputi sarana air bersih, jamban, pembuangan air limbah dan pengelolaan
sampah rumah tangga.
2.1.1 Sarana Air Bersih
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat
meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Dalam tubuh
manusia itu sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60%
berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar
80%.
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negaranegara maju setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan
di Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia setiap orang memerlukan air
antara 30-60 liter per hari. (Notoatmodjo, 2007)


Universitas Sumatera Utara

Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan air minum harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi
manusia (Notoatmodjo, 2011).
Air yang diperlukan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber
yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut,
antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :
1. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
2. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
3. Tidak berasa dan tidak berbau
4. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestic dan rumah
tangga
5. Memenuhi standart minimal yang di tentukan oleh WHO atau
Departemen Kesehatan RI.
Air minum harus memenuhi syarat-syarat antara lain (Sutrisno, 2010):
a. Syarat Fisik :
-


Air tidak boleh berwarna

-

Air tidak boleh berasa

-

Air tidak boleh berbau

b. Syarat Kimia :
Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat
kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

c. Syarat Bakteriologik :
Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri patogen sama
sekali dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan Coli melebihi

batas-batas yang telah ditentukannya yaitu 1 Coli/100 ml.air. Bakteri
golongan Coli ini berasal dari usus besar dan tanah. Bakteri patogen yang
mungkin ada dalam air antara lain : bakteri typhsum, Vibrio colerae,
bakteri dysentriae, Entamoeba hystolotica, bakteri enteritis. Air yang
mengadung golongan Coli telah berkontaminasi dengan kotoran manusia.
Oleh sebab itu dalam pemeriksaan bakteriologik, tidak langsung diperiksa
apakah air itu mengandung bakteri patogen, tetapi diperiksa dengan
indikator bakteri golongan Coli.
2.1.1.1 Sumber Air
Pada prinsipnya semua air dapat diolah menjadi air minum. Sumbersumber air dapat dibagi menjadi (Notoatmodjo, 2003):
1. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni. Walau
pada saat prestipasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung
mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung
di atmosfer dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas,
misalnya karbondioksida, nitrogen dan amonia. Maka untuk menjadikan air hujan
sebagai sumber air minum hendaklah pada waktu menampung air hujan jangan
dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung kotoran.

Universitas Sumatera Utara


2. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau,
telaga, waduk, rawa, air terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar dari air
hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian mengalami
pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya. Pada umumnya air
permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi
oleh masyarakat.
3. Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang
kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami
proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut,
di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik
dan lebih murni dibandingkan dengan air permukaan. Secara praktis air tanah
adalah air bebas polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang
mengganggu kesehatan.
4. Mata Air
Dari segi kualitas, mata air sangat baik bila dipakai sebagai air baku,

karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat tekanan,
sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar. Biasanya lokasi mata air
merupakan daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh lingkunan
sekitar.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2 Manfaat Air bagi Kesehatan
Air minum dalam tubuh manusia berfungsi untuk menjaga keseimbangan
metabolisme dan fisiologi tubuh. Setiap waktu, air perlu dikonsumsi karena setiap
saat tubuh bekerja dan berproses. Di samping itu, air juga berguna untuk
melarutkan dan mengolah sari makanan agar dapat dicerna. Tubuh manusia terdiri
dari berjuta-juta sel dan komponen terbanyak sel-sel itu adalah air. Jika
kekurangan air, sel tubuh akan menciut dan tidak dapat berfungsi dengan baik.
Begitu pula, air merupakan bagian ekskreta cair (keringat, air mata, air seni), tinja,
uap pernafasan, dan cairan tubuh (darah lympe) lainnya (Depkes RI, 2006).
Menurut Slamet (2009), air digunakan untuk melarutkan berbagai jenis zat
yang diperlukan oleh tubuh. Misalnya untuk melarutkan oksigen sebelum
memasuki pembuluh-pembuluh darah yang ada di sekitar alveoli. Begitu juga
dengan zat-zat makanan hanya dapat diserap apabila dapat larut dalam cairan yang

meliputi selaput lender usus. Di samping itu, transportasi zat-zat makanan dalam
tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Air juga berguna untuk
mempertahankan suhu badan karena dengan penguapannya suhu dapat menurun.
2.1.1.3 Penyakit Yang Dapat Ditularkan Melalui Air
Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
manusia, karena air merupakan salah satu media dalam berbagai macam penularan
penyakit. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam
kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan
penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007):

Universitas Sumatera Utara

1. Water borne mechanisme
Penyakit pada mekanisme ini disebabkan oleh kuman patogen dalam air
yang ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh
penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tiphoid,
hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomyelitis. Penyakit-penyakit ini hanya
dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air
yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Water washed mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum
dan perorangan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup,
maka penyakit-penyakit tertentu dapat dikurangi penularannya pada manusia.
Mutu air yang diperlukan tidak perlu seketat mutu air bersih untuk air minum,
yang lebih menentukan dalam hal ini adalah banyaknya air yang tersedia. Pada
mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:
a. Infeksi

melalui

alat pencernaan, seperti

diare pada anak–anak,

berjangkitnya penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kurangnya
ketersediaan air untuk makan, minum, dan memasak serta kebersihan alatalat makan.
b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma, berjangkitnya
penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kurangnya ketersediaan air
bersih untuk hygiene perorangan (mandi dan cuci).
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis,

berjangkitnya penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kurangnya

Universitas Sumatera Utara

ketersediaan air untuk hygiene perorangan yang ditujukan untuk mencegah
investasi insekta parasit pada tubuh dan pakaian.
3. Water based mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent penyebab
yang menjalani sebagian siklus hidupnya dalam tubuh vektor atau sebagai
intermediate host yang hidup didalam air, contohnya Schistosomiasis dan
penyakit akibat Dracunculus medinensis. Badan air yang potensial terhadap
berjangkitnya jenis penyakit ini adalah badan air yang terdapat di alam, yang
berhubungan erat dengan kehidupan sehari – hari seperti menangkap ikan, mandi,
cuci dan sebagainya.
4. Water related insect vector
Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak
di dalam air. Air yang merupakan salah satu unsur alam yang harus ada dalam
lingkungan manusia akan merupakan media yang baik bagi insekta untuk
berkembang biak. Contoh penyakit dengan cara ini adalah filariasis, dengue,
malaria, dan yellow fever. Nyamuk aedes aegypti yang merupakan vektor

penyakit dengue dapat berkembang biak dengan mudah bila pada lingkungan
terdapat tempat-tempat sementara untuk air bersih seperti gentong air, pot, dan
sebagainya.
2.1.2 Sarana Pembungan Kotoran (Jamban)
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher

Universitas Sumatera Utara

angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya. (Proverawati dan Rahmawati, 2012).
Syarat jamban sehat yaitu (Proverawati dan Rahmawati, 2012) :
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum
dengan lubang penampungan minimal 10 meter)
2. Tidak berbau
3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
4. Tidak mencemari tanah sekitarnya
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup

8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih
Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara
pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut :
1. Lantai jamban hendaknya selau bersih dan kering,
2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air,
3. Tidak ada sampah berserakan,
4. Rumah jamban dalam keadaan baik,
5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat,
6. Lalat, tikus, dan kecoa tidak ada,
7. Tersedia alat pembersih,
8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.1 Jenis-jenis Jamban
Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu (Notoatmodjo, 2007) :
a. Jamban Cubluk
Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan, tetapi sering dijumpai
jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan

tanpa tutup. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa jamban ini tidak
boleh terlalu dalam, sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah
dibawahnya. Kedalamannya berkisar 1,5-3 meter dan jarak dari sumber air minum
sekurang-kurangnya 1,5 meter (Notoatmodjo, 2007).
b. Jamban Empang
Jamban empang adalah suatu jamban yang dibuat di atas kolam/empang,
sungai/rawa, dimana kotoran langsung jatuh kedalam kolam atau sungai. Jamban
ini dapat menguntungkan karena kotoran akan langsung menjadi makanan ikan,
namun menurut Depkes RI, 2004 buang air besar ke sungai dapat menimbulkan
wabah (Notoatmodjo, 2007).
c. Jamban Cubluk dengan plengsengan
Jamban ini sama dengan jamban cubluk, hanya saja dibagian tempat
jongkok dibuat seng atau kaleng yang dibentuk seperti setengah pipa yang masuk
ke dalam lubang, yang panjangnya sekitar satu meter, tujuannya agar kotoran
tidak langsungterlihat (Notoatmodjo, 2007).
d. Jamban Leher Angsa
Jamban angsa trine ini bukanlah merupakan tipe jamban tersendiri, tetapi
merupakan modifikasi bentuk tempat duduk/jongkok (bowl) nya saja, yaitu

Universitas Sumatera Utara

dengan bentuk leher angsa yang dapat menyimpan air sebagai penutup hubungan
antara bagian luar dengan tempat penampungan tinja, yang dilengkapi dengan alat
penyekat air atau penahan bau dan mencegah lalat kontak dengan kotoran. Untuk
tipe angsa trine ini akan memerlukan persediaan air yang cukup untuk keperluan
membersihkan kotoran dan penggelontor tinja (Notoatmodjo, 2007).
2.1.3 Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah adalah sisa air yang berasal dari rumah tangga, industri dan
tempat-tempat umum lainnya yang umumnya mengandung bahan-bahan yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Notoatmodjo,
2007).
a. Air limbah terbagi atas beberapa jenis, antara lain (Notoadmodjo, 2007):
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water )
Kategori ini termasuk air bekas mandi, bekas cuci pakaian, maupun
perabot dan bahan makanan, dan lain-lain. Air ini sering disebut sullage
atau gray water . Air ini tentunya mengandung banyak sabun atau
detergen dan mikroorganisme. Selain itu, ada lagi air limbah yang
mengandung excreta, yakni tinja dan urine manusia. Walaupun excreta
mengandung zat padat, tetapi tetap dikelompokkan sebagai air limbah.
Dibandingkan dengan air bekas cuci, excreta ini jauh lebih berbahaya
karena mengandung banyak kuman patogen. Excreta ini merupakan cara
transport utama bagi penyakit bawaan air, terutama bahaya bagi
masyarakat berpenghasilan rendah yang sering juga kekurangan gizi
(Soemirat,2009).

Universitas Sumatera Utara

2. Air buangan industri (industrial wastes water ), yang berasal dari
berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung
didalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai
masing-masing industri. Oleh karena itu, pengolahan jenis air limbah
ini akan lebih rumit agar tidak menimbulkan polusi lingkungan.
3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water ), yaitu air buangan
yang berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran,
tempat-tempat umum, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada
umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama
dengan air limbah rumah tangga.
b. Karakteristik Air Limbah
Secara garis besar karakteristik air limbah digolongkan menjadi
(Notoatmodjo, 2007) :
1. Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahanbahan padat dan suspense. Terutama air limbah rumah tangga,
biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau.
Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian
beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya.
2. Karakteristik kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat
organik berasal dari penguraian tinja, urin, dan sampah-sampah

Universitas Sumatera Utara

lainnya. Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat basah pada waktu
masih baru, dan cenderung bau asam apabila sudah mulai membusuk.
Substansi organik dalam air buangan terdiri dari dua gabungan, yakni:
a. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein,
amina, dan asam amino.
b. Gabungan yang tidak mengandung nitrogen, misalnya: lemak,
sabun dan karbohidrat, termasuk selulosa.
3. Karakteristik bakteriologis.
Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan coli terdapat
juga dalam air limbah tergantung dari mana sumbernya, namun
keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan.
c. Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola air
limbah, diantaranya (Mubarak dan Chayatin, 2009) :
1. Pengenceran (disposal by dilution)
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup
rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan
makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya
kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang
terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula,
maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara
ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi
terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang
akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air,

Universitas Sumatera Utara

seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya, sehingga dapat pula
menimbulkan banjir.
2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar
matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses
pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam
berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding
dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam
harus jauh dari daerah pemukiman, dan di daerah terbuka, sehingga
memungkinkan sirkulasi angin yang baik.
3. Irigasi (irrigation)
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan
merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit
tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan
untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus
berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan
untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah
potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik
dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.
2.1.4 Sarana Pembuangan Sampah
Sampah merupakan suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak
dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi
dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Amerika membuat batasan, sampah (wastes) diartikan sebagai sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal
dari kegiatan manusia serta tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), sumber-sumber sampah terdiri dari:
a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)
b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
c. Sampah yang berasal dari perkantoran
d. Sampah yang berasal dari jalan raya
e. Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes)
f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
g. Sampah yang berasal dari pertambangan
h. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Pengelolaan sampah merupakan suatu bidang yang berhubungan dengan
pengaturan terhadap penimbunan; penyimpanan (sementara, pengumpulan,
pemindahan atau pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah) dengan
suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat
seperti teknik (engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan
pertimbanganpertimbangan lainnya, serta mempertimbangkan sikap masyarakat.
Pengelolaan sampah pada saat ini merupakan masalah yang kompleks karena
semakin banyaknya sampah yang dihasilkan, beraneka ragam komposisinya,
makin berkembangnya kota, terbatasnya dana yang tersedia dan masalah lainnya
yang berkaitan (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Cara-cara pengelolaan sampah menurut Notoatmodjo (2007) antara lain:
a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah
tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka
harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan
sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah
tersebut harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah
dan selanjutnya ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Mekanisme, sistem atau cara pengangkutannya untuk di daerah perkotaan
merupakan tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung
oleh partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal
pendanaan. Di daerah pedesaan pada umumnya dikelola oleh masingmasing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah rumah
tangga daerah pedesaan biasanya didaur ulang menjadi pupuk.
b. Pemusnahan dan pengolahan sampah
Pemusnahan dan/atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan
melalui berbagai cara, antara lain:
1) Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang
di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
2) Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan dibakar
dalam tungku pembakaran (incenerator).
3) Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi
pupuk kompos khususnya untuk sampah organik seperti dedaunan, sisa

Universitas Sumatera Utara

makanan dan sampah-sampah lain yang dapat membusuk. Di daerah
pedesaan hal ini sudah biasa, sedangkan di daerah perkotaan hal ini
perlu dibudidayakan. Apabila setiap rumah tangga dibiasakan untuk
memisahkan sampah organik dan anorganik, kemudian sampah
organik diolah menjadi pupuk tanaman, pupuk tersebut dapat dijual
atau dipakai sendiri. Sampah anorganik dibuang kemudian dipungut
oleh pemulung. Dengan demikian maka masalah persampahan akan
berkurang.
Menurut Slamet (2009), pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi efek langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud
dengan efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung
dengan sampah tersebut. Misalnya saja seperti sampah beracun, sampah yang
korosif terhadap tubuh, sampah yang karsinogen, teratogenik dan sebagainya.
Selain itu, ada pula sampah yang mengandung kuman patogen sehingga dapat
menimbulkan penyakit. Sampah ini dapat berasal dari sampah rumah tangga
selain sampah industri.
Efek tidak langsung berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang
biak di dalam sampah. Sampah bila ditimbun sembarangan dapat menjadi sarang
lalat dan tikus. Lalat merupakan vektor berbagai macam penyakit perut. Demikian
juga halnya dengan tikus, selain merusak harta benda masyarakat, tikus juga
sering membawa pinjal yang dapat menyebarkan penyakit pest (Slamet, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Lalat
2.2.1 Pengertian Lalat
Lalat termasuk filum arthropoda, kelas insekta, ordo diptera, dan famili
muscidae. Lalat memiliki panjang bervariasi antara beberapa milimeter
(drosophile) sampai 1,5 cm (lalat rumah) atau 2 cm. Lalat termasuk salah satu
binatang yang paling banyak tersebar di seluruh dunia.
Menurut Kusnoputranto dalam Wijayanti (2009), lalat mempunyai sifat
kosmopolitan yang artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir diseluruh
permukaan bumi. Diperkirakan di seluruh dunia terdapat lebih kurang 85.000
jenis lalat, tetapi semua jenis lalat terdapat di Indonesia. Jenis lalat yang paling
banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca domestica ), lalat
hijau (Lucilia sertica ), lalat biru (Calliphora vomituria ) dan lalat latrine (Fannia
canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam masalah

kesehatan masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran
pencernaan. Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan
agent infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan.
Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat
hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat
tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata
majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan.
Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).
Menurut Depkes RI (2001), penularan penyakit oleh lalat terjadi secara
mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari

Universitas Sumatera Utara

lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat
berasal dari sampah, kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke
makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan
dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia
yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh
lalat antara lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan
dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk.
2.2.2 Siklus Hidup Lalat
Lalat memiliki 4 tahap siklus kehidupan, yaitu mulai dari telur, larva,
kepompong, dan dewasa.

Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat
Menurut Budiman dan Suyono (2010), siklus hidup lalat dibagi menjadi 4
tahapan, yaitu:
1) Stadium telur
Stadium ini memerlukan waktu 12-24 jam. Bentuk telur lonjong bulat
berwarna putih, besarnya telur 1-2mm, dikeluarkan oleh lalat betina
sekaligus sebanyak 150-200 butir. Faktor temperatur tempat sarang telur

Universitas Sumatera Utara

ini (kotoran) sangat berpengaruh, semakin hangat semakin cepat proses
pematangannya.
2) Stadium larva
Larva lalat berbentuk bulat panjang ± 8 mm., warna putih kekuningkuningan agak keabuan bersegmen 13, di kalangan masyarakat biasa
disebut belatung. Larva dewasa selalu bergerak untuk mencari makanan
sekitar sarangnya berupa bahan organic. Pada tingkat akhir larva mencari
tempat kering untuk kemudian tidak bergerak dan berubah menjadi
kepompong/pupa. Lamanya stadium ini 2-8 hari tergantung dari pengaruh
setempat. Larva mudah terbunuh pada temperature 73o C.
3) Stadium pupa
Lamanya stadium ini 2-8 hari bergantung pada temperature setempat.
Bentuk bulat lonjong dengan warna cokelat hitam panjang 8-10 mm. Pada
stadium ini jarang ada pergerakan, mempunyai selaput luar yang keras
disebut chitine, di bagian depan terdapat spiracle (lubang nafas) disebut
posterior spiracle.

4) Stadium dewasa
Dari pupa ini akhirnya terwujud lalat dewasa. Dari stadium telur sampai
menjadi dewasa memerlukan waktu selama 7-14 hari.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Penyakit yang Disebabkan Oleh Lalat
Lalat merupakan vektor mekanis jasad-jasad patogen terutama penyebab
penyakit usus dan bahkan beberapa spesies khususnya lalat rumah dianggap
sebagai vektor thypus abdominalis, salmonellosis, cholera, disentri tuberculosis,
penyakit sapar dan trypanosominasi. Lalat Chrysops dihubungkan dengan
penularan parasit filaria loa-loa dan pasteurella tularensis penyebab tularemia
pada manusia dan hewan (Sucipto, 2011).
Secara lebih detail, Sucipto (2011) menjelaskan beberapa penyakit yang
disebabkan oleh lalat antara lain:
1) Disentri, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas karena terhambat
peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus dan push.
2) Diare, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan
terganggu. Disentri dan diare termasuk penyakit karena Shigella spp
atau diare bisa juga karena Eschericia coli.
3) Thypoid, gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan
terganggu, penyebabnya adalah Salmonella spp.
4) Kolera, gejala muntah-muntah, demam, dehidrasi, penyebabnya adalah
Vibrio cholera .

5) Pada beberapa kasus, sebagai vektor penyakit lepra dan yaws
(Frambusia atau Patek).
6) Kasus kecacingan pada manusia dan hewan juga banyak ditularkan oleh
lalat rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misalnya seperti cacing
jarum atau cacing kremi (Enterobius vermin cularis), cacing giling

Universitas Sumatera Utara

(Ascaris lumbricoides), cacing kait (Anclyostoma sp., Necator ), cacing
pita (Taenia, Dypilidium caninum), cacing cambuk (Trichuris
trichiura ).

7) Belatung lalat Musca domestica , Chrysomya dan Sarchopaga dapat
juga menyerang jaringan luka pada manusia dan hewan. Infestasi ini
disebut myasis atau belatungan.
2.3 Fly Grill
Fly grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan

tebalnya 1 cm dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 dan dicat
warna putih. Bilah-bilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2
cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada
kerangka sebaiknya memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang. Fly grill
dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara meletakkan fly grill
ditempat yang akan diukur kepadatan lalatnya lalu dihitung jumlah lalat yang
hinggap di atas fly grill itu dengan menggunakan hand counter (alat penghitung)
selama 30 detik. Sedikitnya pada setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan
kemudian dari 5 kali hasil perhitungan lalat yang tertinggi dibuat rata-ratanya dan
dicatat dalam lembar hasil perhitungan.
Hasil rata-rata pengukuran ini kemudian di interpretasi dengan satuan
block grill. Berdasarkan Depkes RI (2001), interpretasi hasil pengukuran dengan

satuan block grill adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. 0 – 2

: rendah atau tidak menjadi masalah.

b. 3 – 5 : sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat
perkembangbiakan lalat.
c. 6 – 20 : tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap
tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan
upaya pengendalian.
d. ≥ 21 : sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap
tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan
pengendalian lalat

Gambar 2.2 Fly Grill

Universitas Sumatera Utara

2.4 Diare
2.4.1 Pengertian Diare
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan
volume, keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, yaitu pada anak
lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari (Alimul, 2009).
Diare dapat menyebabkan kurang gizi dan kematian. Kematian akibat diare akut
disebabkan oleh kehilangan banyak cairan dan garam dari dalam tubuh.
Kehilangan ini dinamai dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan
garam lebih besar daripada masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih
banyak cairan garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang
sering menyertai diare. Dehidrasi timbul lebih cepat pada bayi dan anak kecil,
iklim panas, dan bila seseorang menderita demam. Diare menjadi lebih serius
pada orang yang kurang gizi.
Diare dapat menyebabkan kurang gizi dan memperburuk keadaan kurang gizi
yang telah ada, karena selama diare:
- Zat gizi hilang dari tubuh
- Orang bisa tidak lapar
- Ibu mungkin tidak memberi makan pada anak yang menderita diare.
Beberapa ibu mungkin menunda pemberian makanan bayinya selama
beberapa hari, walaupun diare telah membaik.
Untuk mengurangi kekurangan gizi segera setelah anak yang menderita diare
dapat makan, berikanlah makanan (Adrianto, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Pembagian Diare
Diare dibedakan menjadi dua, yaitu (Suharyono, 2008) :
a. Diare akut
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2
minggu. Perubahan yang terjadi pada diare akut adalah kehilangan cairan,
hipoglikemia, perubahan keseimbangan asam basa, gangguan sekresi, dan
gangguan gizi.
b. Diare kronik
Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya
frekuensi buang air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau
berbulan-bulan baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa
gejala fungsional akibat suatu penyakit berat. Diare kronik dapat di
sebabkan karena infeksi dan juga dapat ditimbulkan oleh adanya alergi
protein, enteropati sensitive gluten, defisiensi imun dan penyakit hati.
2.4.3 Gejala Diare
Gejala yang ditimbulkan akibat diare adalah (Depkes RI, 1994) :
1. Diare tanpa dehidrasi: mata normal dan air mata ada, keadaan umum baik
dan sadar, tidak merasa haus, mulut dan lidah basah.
2. Diare dengan dehidrasi ringan: mencret 3 kali sehari atau lebih, kadangkadang muntah, terasa haus, kencing sedikit, nafsu makan kurang, aktivitas

Universitas Sumatera Utara

menurun, mata cekung, mulut dan lidah kering, gelisah dan mengantuk, nadi
lebih cepat dari normal, dan ubun-ubun cekung.
3. Diare dengan dehidrasi berat: mencretnya terus menerus, muntah lebih
sering, terasa sangat haus, tidak kencing, tidak ada nafsu makan, mata
sangat cekung, mulut sangat kering, nafas sangat cepat dan dalam, nadi
sangat cepat, lemah dan tidak teraba, ubun-ubun sangat cekung.
2.4.4 Epidemiologi Diare
Epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut (Depkes RI,2005):
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui
fecal oral, antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja
dan/atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang
dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4 atau 6
bulan pada kehidupan pertama, menggunakan botol susu, menyimpan
makanan masak pada suhu kamar, mengkonsumsi air minum yang
tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau
sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak
dan tidak membuang tinja dengan benar.
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa
faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan
lamanya diare, yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi,

Universitas Sumatera Utara

campak, immunodefisiensi dan secara proporsional diare lebih banyak
terjadi pada golongan balita.
3. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu
penyakit yang berbasis lingkungan. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang
tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat
menimbulkan kejadian diare.
2.4.5 Pencegahan Diare
Pencegahan menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006),
adalah sebagai berikut:
1) Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI juga
memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab diare.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh pada 6 bulan
pertama kehidupan, risiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar.
Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan

Universitas Sumatera Utara

botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena
diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2) Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat dimana bayi
secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada
masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya
risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.
3) Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fecal-oral. Hal tersebut dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air
minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci
dengan air tercemar.
4) Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
anak dan sebelum makan, mempunyai pengaruh dalam kejadian diare.

Universitas Sumatera Utara

5) Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban
harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
2.4.6 Pengobatan Diare
Pengobatan diare dapat dilakukan dengan 2 terapi, yaitu (Wijoyo,2013):
a.

Terapi Nonfarmakologi

1.

Terapi Rehidrasi Oral
Bahaya utama diare terletak pada dehidrasi, maka penanggulangannya dengan

cara mencegah timbulnya dehidrasi dan rehidrasi intensif bila terjadi dehidrasi.
Rehidrasi adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang keluar bersama tinja
dengan cairan yang memadai oral atau parental. Cairan rehidrasi yang dipakai
oleh masyarakat ialah air kelapa, air susu ibu, air teh encer, air taji, air perasaan
buah, dan larutan gula dan garam. Pemakaian cairan ini di titikberatkan pada
pencegahan timbulnya dehidrasi, bila terjadi dehidrasi sedang atau berat
sebaiknya diberi oralit.
2.

Oralit
Larutan oralit yang lama tidak dapat menghentikan diare. Hal ini disebabkan

formula oralit lama dikembangkan dari kejadian outbreak diare di Asia Selatan
terutama karena bakteri, menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh
terutama natrium, pada diare yang lebih banyak dijumpai belakangan ini dengan

Universitas Sumatera Utara

tingkat sanitasi yang baik adalah diare karena virus. Karenanya, para ahli
mengembangkan formula baru dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah.
b.

Terapi Farmakologi
Selain menggunakan cara pengobatan nonfarmakologi, pengobatan diare

menggunakan obat-obatan seperti loperamida, defenoksilat, kaolin, karbon
adsorben, attapulgite, dioctahedral smectite, pemberian zink dan antimikroba
sangat diperlukan.
2.4.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
Menurut Suharyono, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare ialah :
1. Faktor Gizi. Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak
episode diare yang dialami.
2. Faktor Makanan Yang Terkontaminasi Pada Masa Sapih
Insiden diare dalam masyarakat golongan berpendapat rendah dan
kurang pendidikan mulai bertambah pada saat anak untuk pertama kali
mengenal makanan tambahan dan frekuensi ini akan makin lama
makin meningkat untuk mencapai puncak pada saat anak sama sekali
disapih. Bagi anak Indonesia periode umumnya berlangsung antara 624 bulan pada saat frekuensi serangan diare dan kematian sebagai
akibatnya mencapai angka tertinggi. Lebih penting lagi ialah bahan
serangan diare pada umur ini berpengaruh sangat buruk pada
pertumbuhan anak-anak dengan akibat terjadinya malnutrisi.
3. Faktor Sosial Ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga
besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta
kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu, faktor edukasi dan
perbaikan

ekonomi

sangat

berperan

dalam

pencegahan

dan

penanggulangan diare.
4. Faktor Lingkungan
Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap
terjadinya diare. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia)
dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu
diperhatikan dalam penanggulangan diare. Peranan faktor lingkungan
(air, ekstreta, makanan, lalat dan serangga lain), entobakteri, parasit
usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara klasik
dibuktikan

pada

berbagai

penyelidikan

epidemiologis

sebagai

penyebab penyakit diare.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Konsep
Karakteristik Responden :
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pekerjaan

Sanitasi Dasar : (Kepmenkes RI No.829 tahun 1999)
1. Sarana Air Bersih
2. Sarana Pembuangan Kotoran ( Jamban)
3. Sarana Pembuangan Air Limbah
4. Sarana Pembuangan Sampah

Kejadian Diare

Kepadatan Lalat

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

15 135 159

Hubungan Hygiene Sanitasi, Kepadatan Lalat Dan Pengelolaan Limbah Padat Dengan Kejadian Diare Pada Rumah Susun Sukaramai Tahun 2014

6 79 157

Gambaran Hygiene Sanitasi, Kepadatan Lalat, Pengolahan Limbah Padat Dan Kejadian Diare Pada Rumah Susun Sukaramai Tahun 2014

1 32 157

Hubungan Sanitasi Dasar dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare pada Penghuni Rumah Susun Seruwai Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2016

5 20 104

Hubungan Sanitasi Dasar dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare pada Penghuni Rumah Susun Seruwai Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2016

0 0 14

Hubungan Sanitasi Dasar dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare pada Penghuni Rumah Susun Seruwai Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2016

0 1 2

Hubungan Sanitasi Dasar dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare pada Penghuni Rumah Susun Seruwai Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2016

2 2 5

Hubungan Sanitasi Dasar dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare pada Penghuni Rumah Susun Seruwai Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2016

0 2 3

Hubungan Sanitasi Dasar dan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian Diare pada Penghuni Rumah Susun Seruwai Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2016

0 0 18

1. Dapur Rumah Responden - Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygiene dan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015

1 2 30