Hubungan Hygiene Sanitasi, Kepadatan Lalat Dan Pengelolaan Limbah Padat Dengan Kejadian Diare Pada Rumah Susun Sukaramai Tahun 2014

(1)

HUBUNGAN HYGIENE SANITASI, KEPADATAN LALAT DAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DENGAN KEJADIAN

DIARE PADA RUMAH SUSUN SUKARAMAI TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh :

SITI RAHMAH BR TARIGAN NIM. 091000172

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HUBUNGAN HYGIENE SANITASI, KEPADATAN LALAT DAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DENGAN KEJADIAN

DIARE PADA RUMAH SUSUN SUKARAMAI TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

SITI RAHMAH BR TARIGAN

NIM. 091000172

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

Abstrak

Penyakit Diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di Negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan tingginya angka kesakitan dan angka kematian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi (sarana air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) , kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat. Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi (sarana air bersih dan pembuangan kotoran/jamban), kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Susun Sukaramai tipe 21 Kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area Kota Medan dengan sampel sebanyak 44 ibu rumah tangga dengan kriteria ibu yang memiliki tempat sampah di dalam rumah. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sample.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene sanitasi (penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) sudah memenuhi syarat, tingkat kepadatan lalat rendah (0-2) dan pengolahan limbah padat belum memenuhi syarat. Hasil bivariat yakni ada hubungan signifikan antara sarana air bersih (p=0,001) dan kepadatan lalat (p=0,001) dengan kejadian diare, dan tidak ada hubungan signifikan antara pembuangan kotoran/jamban (p=0,297), pengolahan limbah padat (p=0,1) dengan kejadian diare.

Hygiene sanitasi (penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) sudah memenuhi syarat, Pengolahan limbah padat belum memenuhi syarat dan tingkat kepadatan lalat rendah sehingga tidak menjadi masalah. Bagi warga Rumah Susun Sukaramai untuk menjaga kebersihan linkungan.


(5)

ABSTRACT

Diarrhea caused sickness and death in development country. Diarrhea is one of public heath problem Indonesia because diarrhea diseases included in the 10 diseases chich often caused high morbidity and mortality rates.

This study aimed to describe the hygiene sanitation (water supply and sewerage), the density of flies and solid waste treatment with the incidence of diarrhea in sukaramai flats. Correlation beetwen the hygiene sanitation (water supply and sewerage), the density of flies and solid waste treatment with the incidence of diarrhea in sukaramai flats

The type of study was analytic survey with cross sectional design. The sample of this study was 44 house wives who have a trash can on the house and this study conducted to sukaramai flats II Kecamatan Medan Area Kota Medan. Sample taken by Purposive sample methode.

The results showed that the hygiene sanitation (water supply and sewerage) already qualified. The density of flies was low (0-2), so it doesn’t be a problem. But solid waste management still not qualified. There was significant relationship between water supply (p=0,001), the density of flies (p=0,001) with the incidence of diarrhea. Meanwhile, there was no relationship between sewerage (p=0,297), solid waste treatment (p=1) with the incindence of diarrhea.

The hygiene sanitation ( water supply and sewerage) already qualified, but solid waste treatment aren’t qualified yet. Meanwhile, the density of flies was low. It suggested to people who live in sukaramai flats to keep the environment clean.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : SITI RAHMAH BR TARIGAN Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe / 5 Oktober 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara

Alamat Rumah : Desa Kutambaru Kecamatan Munthe Kabupaten Karo Riwayat Pendidikan

1. TK Nur Kusumah Bandung (1996-1997)

2. SD Negeri 03 Panyileukan Bandung (1997-2003) 3. SMP Negeri 2 Kabanjahe (2003-2006)

4. SMA Negeri 2 Kabanjahe (2006-2009)


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya karena rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “GAMBARAN HYGIENE SANITASI, KEPADATAN LALAT,

PENGOLAHAN LIMBAH PADAT DAN KEJADIAN DIARE PADA RUMAH

SUSUN SUKARAMAI TAHUN 2014” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera.

3. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS sebagai Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu dan perhatian untuk membimbing dan memberi arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. dr. Taufik Ashar, MKM sebagai Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan perhatian untuk membimbing dan memberi arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

5. dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku Penguji I yang telah membimbing dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

6. dr. Surya Dharma, MPH selaku Penguji II yang telah membimbing dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Arfah Mardiana Lubis, M.Psi selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan perhatian dan saran dalam membimbing kegiatan akademik penulis sampai dapat menyelesaikan skripsi ini

8. Dosen-dosen Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan ilmu yang berharga dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti studi di FKM USU serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah memberikan ilmu yang berharga pada penulis selama mengikuti studi di FKM USU.

10.Tommy P Sidabalok, S.STP, M.AP selaku Kepala Kelurahan Sukaramai II serta staf klelurahan yang telah memberikan izin dan membantu penulis untuk melakukan penelitian.

11.Kepada masyarakat Rumah Susun Sukaramai yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

12.Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, Paten Tarigan dan Almh. Nurlena Barus, abang penulis Muhammad Ichsan Tarigan, SP serta adik penulis Nadia Citra Agita Tarigan, yang senantiasa mendoakan, menyayangi, memberi dukungan dan semangat serta perhatian yang sangat


(9)

13.Rahmad Sispandi Sembiring yang selalu memberikan dorongan semangat, dukungan, kritikan serta doanya kepada penulis

14.Sahabat-sahabat terbaik dan terkasih penulis Ade Paramitha Zebua, Imelda Faulina, dan Tria Febriani yang selalu memberikan dorongan semangat, dukungan, kritikan serta doanya kepada penulis.

15.Teman-teman peminatan Kesehatan Lingkungan Sepka Syafdalni, Henny Pradipta, Putri Ruth Sibarani, Sukma Yalina, teman-teman PBL, teman-teman LKP serta teman-teman stambuk 2009 yang telah memberikan semangat kepada penulis.

16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaan skripsi ini.

Medan, Januari 2014


(10)

DAFTAR ISI Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup Penulis ... iii

Kata Pengantar ... iv

DAFTAR ISI ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hygiene Sanitasi ... 6

2.2. Sanitasi Dasar Perumahan ... 6

2.2.1 Penyediaan Air Bersih ... 7

2.2.1.1. Sumber Air ... 10

2.2.1.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan ... 11

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia... 12

2.2.2.1. Pengertian Jamban ... 12

2.2.2.2. Jenis-Jenis Jamban ... 14

2.2.3. Sistem Pengelolaan Air Limbah ... 16

2.3. Vektor ... 19


(11)

2.6. Fly-grill ... 24

2.7. Pengertian Limbah Padat ... 26

2.7.1. Jenis-jenis Sampah ... 26

2.7.2. Sumber-sumber Sampah ... 27

2.8. Pengaruh Pengelolaan Limbah Padat ... 28

2.8.1. Pengaruh Positif dari Pengelolaan Limbah Padat ... 29

2.8.2. Pengaruh Positif dari Pengelolaan Limbah Padat ... 30

2.8.2.1. Terhadap Kesehatan ... 30

2.8.2.2. Terhadap Lingkungan ... 31

2.8.2.3. Terhadap Keadaan Sosial Masyarakat ... 32

2.8.2.4. Terhadap Perekonomian Daerah/Nasional ... 33

2.9. Pengelolaan Limbah Padat ... 33

2.10. Diare ... 36

2.10.1. Pengertian Diare ... 36

2.10.2. Etiologi atau Faktor Penyebab... 37

2.10.3. Patogenesis ... 38

2.10.4. Gejala Klinis ... 38

2.10.5. Pencegahan Diare ... 40

2.10.6. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diare ... 41

2.11. Kerangka Konsep ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 44

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 44

3.2.2. Waktu Penelitian ... 44

3.3. Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1. Populasi ... 45

3.3.2. Sampel ... 45

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 46

3.4.1. Data Primer ... 46


(12)

3.5.1. Variabel Independen ... 46

3.5.2. Variabel Dependen ... 46

3.5.3. Definisi Operasional ... 46

3.6. Aspek Pengukuran ... 47

3.6.1. Hygiene Sanitasi Perumahan ... 47

3.6.2. Pengukuran Kepadatan Lalat ... 48

3.6.3. Pengolahan Limbah Padat ... 49

3.6.5. Kejadian Diare ... 50

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 50

3.7.1. Analisis Data Univariat ... 50

3.7.2. Anlisis Data Bivariat ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.2. Karakteristik Responden ... 54

4.2.1. Umur ... 54

4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 55

4.3. Analisis Univariat ... 55

4.3.1. Sarana Air Bersih ... 55

4.3.2. Pembuangan Kotoran/Jamban ... 56

4.3.3. Kepadatan Lalat ... 57

4.3.4. Pengolahan Limbah Padat ... 57

4.4. Kejadian Diare ... 59

4.5. Analisis Bivariat ... 60

4.5.1.Hubungan antara Kecukupan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 60

4.5.2. Hubungan antara Sarana Pembuangan Kotoran dengan Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 60

4.5.3. Hubungan antara Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 61


(13)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan

Pendidikan ... 63

5.1.1. Umur ... 63

5.1.2. Pendidikan ... 63

5.2. Analisis Univariat ... 64

5.2.1. Gambaran Sarana Air Bersih ... 64

5.2.2. Gambaran Sarana Pembuangan Kotoran/Jamban ... 64

5.2.3. Gambaran Tingkat Kepadatan Lalat ... 65

5.2.4. Gambaran Pengelolaan Limbah Padat ... 66

5.3. Analisis Bivariat ... 66

5.3.1. Hubungan antara Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare ... 66

5.3.2. Hubungan antara Sarana Pembuangan Kotoran dengan Kejadian Diare ... 67

5.3.3. Hubungan antara Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare ... 68

5.3.4. Hubungan antara Fasilitas Pengolahan Limbah Padat dengan Kejadian Diare ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

   


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Responden Menurut Umur pada Rumah Susun Sukaramai ... 54 Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan pada

Rumah Susun Sukaramai ... 55 Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden tentang Sarana Air bersih ... 55 Tabel 4.4. Hasil Inspeksi Pembuangan Kotoran ... 56 Tabel 4.5. Kondisi Sarana Pembuangan Kotoran pada Rumah Susun

Sukaramai ... 57 Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Kepadatan Lalat pada Rumah Susun

Sukaramai ... 57 Tabel 4.7. Hasil Inspeksi Pengolahan Limbah Padat ... 58 Tabel 4.8. Kondisi Sarana Pengolahan limbah padat pada Rumah Susun

Sukaramai ... 58 Tabel 4.9. Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 59 Tabel 4.10. Distribusi Jawaban Responden tentang Kejadian Diare ... 59 Tabel 4.11. Hubungan antara Kecukupan Air Bersih dengan Kejadian

Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 60 Tabel 4.12. Hubungan antara Sarana Pembuangan Kotoran dengan

Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 61 Tabel 4.13. Hubungan antara Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare

pada Rumah Susun Sukaramai ... 61 Tabel 4.14. Hubungan antara Pengelolaan Limbah Padat dengan

Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 62

                 


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fly Grill ... 26 Gambar 2. Kerangka Konsep ... 42  

                                                   


(16)

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 74

Lampiran 2. Lembar Observasi ... 78

Lampiran 3. Lampiran Dokumentasi Penelitian ... 79

Lampiran 4. Output Analisis Univariat ... 83 Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

Lampiran 6. Surat Selesai Penelitian

                                         


(17)

Abstrak

Penyakit Diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di Negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan tingginya angka kesakitan dan angka kematian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi (sarana air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) , kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat. Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi (sarana air bersih dan pembuangan kotoran/jamban), kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Susun Sukaramai tipe 21 Kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area Kota Medan dengan sampel sebanyak 44 ibu rumah tangga dengan kriteria ibu yang memiliki tempat sampah di dalam rumah. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sample.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene sanitasi (penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) sudah memenuhi syarat, tingkat kepadatan lalat rendah (0-2) dan pengolahan limbah padat belum memenuhi syarat. Hasil bivariat yakni ada hubungan signifikan antara sarana air bersih (p=0,001) dan kepadatan lalat (p=0,001) dengan kejadian diare, dan tidak ada hubungan signifikan antara pembuangan kotoran/jamban (p=0,297), pengolahan limbah padat (p=0,1) dengan kejadian diare.

Hygiene sanitasi (penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) sudah memenuhi syarat, Pengolahan limbah padat belum memenuhi syarat dan tingkat kepadatan lalat rendah sehingga tidak menjadi masalah. Bagi warga Rumah Susun Sukaramai untuk menjaga kebersihan linkungan.


(18)

ABSTRACT

Diarrhea caused sickness and death in development country. Diarrhea is one of public heath problem Indonesia because diarrhea diseases included in the 10 diseases chich often caused high morbidity and mortality rates.

This study aimed to describe the hygiene sanitation (water supply and sewerage), the density of flies and solid waste treatment with the incidence of diarrhea in sukaramai flats. Correlation beetwen the hygiene sanitation (water supply and sewerage), the density of flies and solid waste treatment with the incidence of diarrhea in sukaramai flats

The type of study was analytic survey with cross sectional design. The sample of this study was 44 house wives who have a trash can on the house and this study conducted to sukaramai flats II Kecamatan Medan Area Kota Medan. Sample taken by Purposive sample methode.

The results showed that the hygiene sanitation (water supply and sewerage) already qualified. The density of flies was low (0-2), so it doesn’t be a problem. But solid waste management still not qualified. There was significant relationship between water supply (p=0,001), the density of flies (p=0,001) with the incidence of diarrhea. Meanwhile, there was no relationship between sewerage (p=0,297), solid waste treatment (p=1) with the incindence of diarrhea.

The hygiene sanitation ( water supply and sewerage) already qualified, but solid waste treatment aren’t qualified yet. Meanwhile, the density of flies was low. It suggested to people who live in sukaramai flats to keep the environment clean.


(19)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpenting dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam visi Indonesia diharapkan memiliki lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yakni lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Depkes RI, 2000).

Kecenderungan global menuju abad perkotaan di mana pertumbuhan penduduk lebih cepat bila dibandingkan dengan pertambahan penduduk di pedesaan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kota merupakan sumber pelayanan penduduk, kebudayaan, industri, serta hal-hal lain yang sulit diperoleh dipedesaan sehingga banyak kota-kota besar yang dilanda arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Dampak dari pemukiman yang padat penduduk bagi lingkungan ialah bertambahnya jumlah masyarakat kawasan pemukiman yang tidak layak huni, kurang sarana dan prasarana, lingkungan menjadi kumuh (tidak teratur), dan terjadinya banjir, kebakaran, penyakit menular, serta keamanan lingkungan yang kurang karena lokasi pemukiman cenderung berada pada kawasan yang tidak diperuntukkan sebagai


(20)

kawasan huni seperti pinggir kali, pinggir rel kereta api, dan areal tidak resmi lainnya (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dimulai, didukung, ditopang atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan (Mulia, 2005).

Keman (2005) menyatakan bahwa berdasar Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan tuberkulosis erat kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat. Penyediaan air bersih dan dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat menjadi faktor risiko terhadap penyakit diare dan penyakit kecacingan yang menyebabkan produktivitas kerja menurun.

Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data KLB (STP KLB) tahun 2010, diare menempati urutan ke 6 frekuensi KLB terbanyak setelah DBD, Chikungunya, Keracunan makanan, Difteri dan Campak. Keadaan ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2009, menurut data STP KLB 2009 , KLB diare penyakit ke 7 terbanyak yang menimbulkan KLB (Kekmenkes, 2011.) 

Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara, (2010), dari sebanyak 549.147 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214 atau 44,29%, sehingga angka kesakitan diare per 1000 penduduk adalah sebesar 18,73 %. Hal ini


(21)

Kesehatan Kota Medan penyakit diare berada pada peringkat ke enam dengan tingkat kejadiannya sebesar 7.1% yaitu sebanyak 8285 pada laki-laki dan 9375 pada perempuan. Berdasarkan data profil puskesmas medan area selatan penyakit diare di daerah tersebut termasuk peringkat kelima tertinggi yang terdapat dalam daftar 10 penyakit terbesar di Kelurahan Sukaramai II dengan tingkat kesakitan sebesar 45.3%.

Rumah susun sukaramai terdiri dari tiga tipe rumah, yaitu tipe 21 terdiri dari 208 rumah, tipe 36 terdiri dari 192 rumah, dan tipe 54 terdiri dari 48 rumah. Pada penelitian ini saya akan mengambil populasi masyarakat yang tinggal pada rumah tipe 21. Hal ini dikarenakan pada rumah tipe 21 penghuninya lebih banyak dan rumahnya lebih padat.

Berdasarkan pantauan analisa, keberadaan Rumah Susun Sukaramai memang terlihat kumuh dan tidak layak huni. Terlihat dari salah satu blok yang ada di daerah tersebut bahwa sampah berserakan. Rumah Susun Sukaramai ini terkesan sangat semraut dan tidak sehat (Pemko medan, 2013.)

Berdasarkan survei pendahuluan yang saya lakukan di Rumah Susun Sukaramai, Rumah Susun Sukaramai memiliki lingkungannya yang tidak sehat. Terlihat dari tempat sampah umumnya yang tidak memenuhi persyaratan yakni, tidak memiliki tutup, sampah bertumpuk dan sampah berserakan hingga ke badan jalan serta menimbulkan banyak lalat yang hinggap. Di beberapa bagian lorong-lorong rumah terlihat air yang tergenang, serta terlihat juga vektor yang melintas seperti tikus.


(22)

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat hubungan hygiene sanitasi perumahan, kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada rumah susun sukaramai.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan hygiene sanitasi, kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi, kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014. 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hygiene sanitasi Rumah Susun Sukaramai.

2. Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat pada Rumah Susun Sukaramai

3. Untuk mengetahui pengolahan limbah padat pada Rumah Susun Sukaramai.

4. Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi perumahan dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai.

5. Untuk mengetahui hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai


(23)

6. Untuk mengetahui hubungan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada pihak Kelurahan Sukaramai II Kota Medan

2. Sebagai bahan masukan kepada masyarakat Rumah Susun Sukaramai 3. Sebagai masukan bagi penulis agar dapat memperkaya pengetahuan

dan pengalaman serta sebagai proses belajar bagi penulis dalam mengimplementasikan berbagai teori yang diperoleh di bangku perkuliahan selama proses belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan.

4. Sebagai referensi bagi berbagai pihak yang akan melanjutkan penelitian ini ataupun penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

         


(24)

2.1. Pengertian Hygiene Sanitasi

Hygiene ialah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Dalam pengertian ini termasuk pula melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia ( perorangan dan masyarakat ) sedemikian rupa sehingga faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan (Potter, 2005).

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar, 1995).

2.2. Sanitasi Dasar Perumahan

Menurut Azwar (1995), sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan pengelolaaan air limbah (Depkes RI, 2002)


(25)

2.2.1. Penyediaan Air Bersih

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak dan Chayatin, 2009)

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas yang memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standart kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

- Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit. - Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun. - Tidak berasa dan tidak berbau.

- Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.

- Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI.


(26)

Persyaratan tersebut juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 . Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas ( Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikrobiologis dan radioaktivitas yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002)

1. Parameter Fisik

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990, menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik yaitu, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh (jernih) dan tidak bewarna.


(27)

2. Parameter Kimia

Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Derajat keasaman (pH) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI No. 416 Tahun 1990. Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH air sebaiknya netral. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9 (Slamet, 2002).

3. Parameter Mikrobiologis

Parameter Mikrobiologis menurut Entjang (2000) yaitu, air tidak boleh mengandung suatu bibit penyakit. Sebagai indikator bateriologik adalah basil koli (escherichia coli). Apabila dijumpai basil koli dalam jumlah tertentu menunjukkan air telah tercemar kotoran manusia maupun binatang.

4. Parameter Radioaktif

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti disekitar reaktor nuklir (Slamet, 2002).


(28)

2.2.1.1. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi, air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007)

1. Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran. ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbondioksida, nitrogen, dan amonia.

2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

3. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih murni dibandingkan air permukaan.


(29)

2.2.1.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Menurut Slamet (2002), air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :

1. Waterborne mechanism

Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis.

2. Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma.

c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis. 3. Water-based mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai


(30)

intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.

4. Water –related insect vector mechanism

Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara (Soeparman dan Suparmin, 2002)

2.2.2.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran


(31)

tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).

Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu :

- Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah, dan air permukaan, - Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter, - Konstruksi kuat,

- Pencahayaan minimal 100 lux (Kepmenkes No.519 tahun 2008), - Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa),

- Dibersihkan minimal 2x dalam sebulan, - Ventilasi 20% dari luas lantai,

- Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang, - Murah

- Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain tertutup juga harus disemen agar tidak mencemari lingkungannya.

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman, 3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,


(32)

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut :

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering, 2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air, 3. Tidak ada sampah berserakan,

4. Rumah jamban dalam keadaan baik,

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat, 6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,

7. Tersedia alat pembersih,

8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan: 1. Air selalu tersedia di dalam bak atau ember,

2. Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat,

3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai,

4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban, 5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja. 2.2.2.2. Jenis-jenis Jamban

Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu (Notoatmodjo, 2007): a. Jamban Cubluk


(33)

Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan, tetapi sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa jamban ini tidak boleh terlalu dalam, sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya. Kedalamannya berkisar 1,5-3 meter dan jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 1,5 meter (Notoatmodjo, 2007).

b. Jamban Empang

Jamban empang adalah suatu jamban yang dibuat di atas kolam/empang, sungai/rawa, dimana kotoran langsung jatuh kedalam kolam atau sungai. Jamban ini dapat menguntungkan karena kotoran akan langsung menjadi makanan ikan, namun menurut Depkes RI, 2004 buang air besar ke sungai dapat menimbulkan wabah (Notoatmodjo, 2007).

c. Jamban Cubluk dengan plengsengan

Jamban ini sama dengan jamban cubluk, hanya saja dibagian tempat jongkok dibuat seng atau kaleng yang dibentuk seperti setengah pipa yang masuk ke dalam lubang, yang panjangnya sekitar satu meter, tujuannya agar kotoran tidak langung terlihat (Notoatmodjo, 2007).

d. Jamban Leher Angsa (angsa trine)

Jamban angsa trine ini bukanlah merupakan type jamban tersendiri, tetapi merupakan modifikasi bentuk tempat duduk/jongkok (bowl) nya saja, yaitu dengan bentuk leher angsa yang dapat menyimpan air sebagai penutup hubungan antara bagian luar dengan tempat penampungan tinja, yang dilengkapi dengan alat penyekat


(34)

air atau penahan bau dan mencegah lalat kontak dengan kotoran. Untuk type angsa trine ini akan memerlukan persediaan air yang cukup untuk keperluan membersihkan kotoran dan penggelontor tinja (Notoatmodjo, 2007).

2.2.3. Sistem Pengelolaan Air Limbah

Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan (Ehless dan Steel dalam Chandra, 2007).

a. Sumber air limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009):

- Rumah tangga, misalnya air bekas cucian, air bekas mandi, dan sebagainya.

- Perkotaan, misalnya air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan, dan dari tempat-tempat ibadah.

- Industri, misalnya air limbah dari proses industri. b. Parameter air limbah

Beberapa parameter yang dapat digunakan berkaitan dengan air limbah yaitu, kandungan zat padat (total solid, suspending solid, disolved solid), Kandungan zat organik, Kandungan zat anorganik (mis, Pb, Cd, Mg), Kandungan gas (mis, O2, N, CO2), Kadungan bakteri (mis, E.coli), Kandungan pH,Suhu.


(35)

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengelolaan terlebih dahulu, untuk dapat melaksanakan pengelolaan air limbah yang efektif perlu rencana pengelolaan yang baik.

Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum. 2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.

3. Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai, atau tempat-tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.

4. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

5. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah. 6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap

Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola air limbah, diantaranya (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

1. Pengenceran (disposal by dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan


(36)

air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya, sehingga dapat pula menimbulkan banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan di daerah terbuka, sehingga memungkinkan sirkulasi angin yang baik.

3. Irigasi (irrigation)

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

d. Dampak buruk air limbah


(37)

1. Penurunan kualitas lingkungan 2. Gangguan terhadap keindahan 3. Gangguan kesehatan

4. Gangguan terhadap kerusakan benda

2.3. Vektor

Vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agent penyakit dari satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor berupa serangga dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007).

Penularan penyakit yang disebabkan oleh vektor kepada manusia dapat dibedakan atas dua cara, yakni (Azwar, 1995):

1. Penyebaran secara biologi, yang disebut pula penyebaran aktif. Disini bibit penyakit hidup serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vektor tersebut menggigit manusia, maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh sehingga timbul penyakit. Contoh : nyamuk.

2. Penyebaran secara mekanik, disebut juga penyebaran pasif, yakni pindahnya bibit penyakit yang dibawa vektor kepada bahan-bahan yang digunakan manusia (umumnya makanan), dan jika makanan tersebut dimakan oleh manusia maka timbul penyakit. Contoh : lalat.

2.3.1. Lalat

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera, mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Dari berbagai jenis binatang dengan


(38)

sayap berbentuk membran ini, maka salah satu yang paling ditakuti ialah lalat. Lalat dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia seperti penyakit typhoid fever, para thypoid fever, disentri basiler, disentri amuba dan lain sebagainya (Azwar, 1995).

Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir di seluruh permukaan bumi. Sampai saat ini dijumpai lebih kurang 60.000-100.000 spesies lalat. Tetapi tidak semua spesies ini perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya untuk manusia ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan. Yang paling penting hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia canicularis) (Sembel, 2009).

Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).

2.3.2. Jenis-jenis lalat

1. Lalat rumah (Musca domestica)

Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup


(39)

manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia.

Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat betina sudah bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval dengan ukuran panjang ± 1 mm. Setiap kali bertelur diletakkan 75-150 telur. Seekor lalat biasanya diletakkan dalam retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar matahari. Pada suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan larva-larva yang muncul masuk lebih jauh ke dalam medium sambil memakannya.

Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7 hari, larva-larva itu berubah menjadi pupa. Larva - larva akan mati pada suhu yang terlalu panas. Suhu yang disukai ± 30-35°C, tetapi pada waktu akan menjadi pupa mereka mencari tempat-tempat yang lebih dingin dan lebih kering.

Pupa berbentuk lonjong ± 7 mm panjang, dan berwarna merah coklat tua. Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium yang kering atau didalam tanah. Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3 hari pada suhu 35°C atau beberapa minggu pada suhu rendah.

Lalat dewasa keluar dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah, kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang, mengering dan mengeras. Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai 15 jam untuk ia bisa terbang. Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu 4-20 hari setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup lengkap 8 hari pada kondisi yang menguntungkan.


(40)

Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada musim dingin, mereka paling aktif pada suhu 32,5°C dan akan mati pada suhu 45°C. Mereka melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan gudang-gudang.

2. Lalat kecil (Fannia canicularis)

Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk. 3. Lalat kandang (Stomaxys calaitrans)

Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi mereka mempunyai kebiasaan untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk. Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini tidak penting untuk tranmisi penyakit manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-penyakit pada binatang.

4. Lalat hijau ( Lucilia sertica)

Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. Jenis-jenis lalat ini lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran daripada lalat rumah biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit manusia.


(41)

Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik meraka pada ujung badan mereka. Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga terjadi dalam kotoran binatang. Beberapa jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran dan karena itu mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi mereka bisa menyebabkan myasis pada manusia.

2.4. Hubungan Lalat dengan Kesehatan Lingkungan

Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kaki-kakinya dan membuang kotorannya diatas makanan, sehingga makanan menjadi tercemar oleh lalat. Lalat juga menimbulkan gangguan kenyamanan, merusak pemandangan, geli/ jijik, gatal-gatal pada kulit, menimbulkan tidak nyaman akhirnya nafsu makan berkurang. Selain itu dari segi estetika terkesan jorok (Sembel, 2009).

Lalat erat hubungannya dengan lingkungan dimana lalat akan berkembang biak dengan cepat apabila lingkungan mendukung atau lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan sebaliknya lalat akan berkurang apabila tercipta lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk kehidupan lalat yaitu keadaan lingkungan yang bersih, sejuk dan kering (Depkes RI, Dirjen P2MPL, 2001).

2.5. Kepadatan Lalat

Upaya untuk menurunkan populasi lalat sangat penting, mengingat dampak yang ditimbulkan oleh lalat. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam


(42)

menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.

Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang : a. Tingkat kepadatan lalat

b. Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat c. Jenis-jenis lalat

Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes RI, 1992) :

a. Pemukiman penduduk

b. Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya). c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan dengan cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat dilakukan pada :

- Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah)

- Memonitoring secara berkala, yang dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali. 2.6. Fly-grill


(43)

Fly-grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1cm dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah dan dicat warna putih. Bilah-bilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangka kayu yang telah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada kerangka sebaiknya memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang. Fly-grill dipakai untuk mengukur kepadatan lalat dengan cara meletakkan Fly-grill ditempat yang akan diukur kepadatan lalatnya, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas fly-grill itu dengan menggunakan alat penghitung (hand counter) selama 30 detik. Sedikitnya pada setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan kemudian dari 5 kali hasil perhitungan lalat yang tertinggi dibuar rata-ratanya dan dicatat dalam kartu hasil perhitungan (Depkes RI, 1991).

Angka rata-rata itu merupakan petunjuk (indeks) populasi pada satu lokasi tertentu. Sedangkan sebagai interpretasi hasil pengukuran indeks populasi lalat pada setiap lokasi atau blok grill adalah sebagai berikut :

a. 0 – 2 : rendah atau tidak menjadi masalah

b. 3 – 5 : sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat berkembang biakan lalat .

c. 6 – 20 : tinggi/padat dan perlu pengamanan terhadap tempat-tempat berkembangbiakan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.


(44)

d. > 21 : sangat tinggi/sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan tindakan pengendalian lalat (Depkes RI, 1991). Adapun bentuk fly grill dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1. Fly Grill

2.7. Pengertian Limbah Padat

Limbah padat adalah sesuatu yang tidak terpakai dan berbentuk padatan atau semipadatan. Limbah padat merupakan campuran dari berbagai bahan, baik yang tidak berbahaya seperti sisa makana maupun yang berbahaya seperti limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berawal dari industri (Mubarak dan Chayatin, 2009) 2.7.1. Jenis-jenis sampah

Menurut Notoatmodjo (2007), jenis-jenis sampah ialah : a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya :

- Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.


(45)

b. Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

- Sampah yang mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.

- Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas, besi/logam bekas, dan sebagainya.

c. Sampah berdasarkan karakteristiknya

- Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan/pembuatan makanan yang umumnya mudah membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran, hotel, dan sebagainya.

- Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik yang mudah terbakar maupun yang tidak mudah terbakar.

- Ashes (Abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok.

- Sampah jalanan (steet sweeping), yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan. - Sampah industri.

- Bangkai binatang (dead animal).

- Bangkai kendaraan (abandoned vehicle) - Sampah pembangunan (construction waste)

2.7.2. Sumber-sumber sampah

Adapun sumber-sumber sampah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007). a. Sampah yang berasal dari pemukiman


(46)

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti : sisa makanan, kertas/plastik pembungkus makanan, daun, dan lain-lain.

b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.

c. Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan mudah terbakar.

d. Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya.

e. Sampah yang berasal dari industri

Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya.

f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sis sayur-mayur, dan sebagainya.


(47)

Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai binatang, dan sebagainya.

2.8. Pengaruh Pengelolaan Limbah Padat

Limbah padat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terutama bila mengandung mikroorganisme patogen ataupun bahan berbahaya dan beracun. Pada proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan limbah padat biasanya menghasilkan gas-gas yang dapat mengganggu kesehatan maupun mengganggu estetika. Limbah padat yang tidak disimpan dengan baik dapat menjadi sarang vektor penyakit seperti tikus dan lalat. Vektor ini dapat menyebarkan penyakit pada manusia (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Menurut Kusnoputranto (1996), pengaruh pengelolaan limbah padat terbagi atas pengaruh positif dan negatif.

2.8.1. Pengaruh Positif dari Pengelolaan Limbah Padat

Pengelolaan limbah padat (sampah) yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat serta lingkungannya.

Manfaat positif tersebut dapat berupa (Kusnoputranto, 1996) :

1. Sampah dipergunakan untuk menimbun tanah yang kurang baik (tanah rendah, rawa-rawa, dll.)

2. Pemanfaatan sampah untuk pupuk sangat bermanfaat untuk menyuburkan tanah serta memperbaiki kondisi tanah.


(48)

3. Sampah dapat juga dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, dengan melalui proses pengolahan yang telah ditentukan lebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak.

4. Sampah ataupun benda-benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk dimanfaatkan lagi untuk kegunaan yang lain. Ataupun bahan-bahan yang ada dalam sampah diambil kembali untuk diolah secara fisik, kimia dan biologi sehingga menghasilkn barang-barang baru untuk kebutuhan hidup manusia.

Manfaat lain adalah :

1. Berkurangnya tempat untuk berkembang biaknya serangga dan binatang pengerat sehingga dengan demikian diharapkan kepadatan populasi vektor-vektor penyakit berkurang.

2. Berkurangnya incidence penyakit-penyakit yang erat hubungannya dengan pengelolaan sampah misalnya penyakit jamur, penyakit-penyakit yang penularannya melalui serangga misalnya penyakit saluran pencernaan dan lain-lain.

3. Keadaan estetik lingkungan (udara, air, tanah) lebih saniter sehingga menumbuhkan kegairahan hidup masyarakat, serta adanya rasa nyaman.

4. Keadaan lingkungan yang saniter akan dapat mencerminkan keadaan sosial budaya terutama terhadap touris-touris luar negeri.


(49)

Pengelolaan limbah padat (sampah) yang kurang baik akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap masyarakat dan lingkungannya. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut sebagai berikut (Kusnoputranto, 1996) .

2.8.2.1. Terhadap Kesehatan

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat yang baik bagi vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk mencari makanan dan berkembang biak dengan cepat sehingga mengakibatkan incidence penyakit tertentu.

1. Penyakit saluran pencernaan (diare, kholera, thypus dll) dapat meningkatkan angka kesakitan karena banyaknya lalat yang hidup berkembang biak dilingkungannya, terutama ditempat-tempat sampah.

2. Penyakit demam berdarah dapat meningkat karena banyaknya vektor penyakit (Aedes Aegipty) yang hidup berkembang biak dilingkungan yang pengelolaan sampahnya kurang baik (banyak kaleng-kaleng dengan genangan air.)

3. Banyaknya incidence penyakit jamur (penyakit kulit atau parasit-parasit lain) dimasyarakat yang penyebab penyakitnya hidup dan berkembang biak ditempat pengumpulan dan pembuangan sampah yang kurang baik. Penularannya baik secara langsung maupun tidak langsung.

4. Adanya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui binatang, misalnya Taenia (cacing pita). Hal ini dapat terjadi bila sampah untuk makanan ternak tidak melalui pengolahan yang telah ditentukan sehingga sisa-sisa makanan/potongan garbage


(50)

yang masih mengandung bibit penyakit ikut terus didalam mata rantai penularan (sapi, babi).

5. Potongan besi, kaleng, seng serta pecahan-pecahan beling dapat menyebakan kasus kecelakaan pada pekerja atau masyarakat.

2.8.2.2. Terhadap Lingkungan

1. pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyebabkan estetika lingkungan yang kurang sedap dipandang mata.

2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme menghasilkan gas-gas tertentu yang dapat menyebabkan timbulnya bau busuk. Apabila kualitas bau busuk tersebut cukup tinggi, maka dapat mengganggu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat.

3. Adanya debu-debu yang beterbangan, dapat mengganggu penglihatan serta pernapasan.

4. Apabila terjadi proses pembakaran dari sampah (sengaja ataupun tidak) maka asapnya dapat mengganggu pernapasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena ada asap di udara.

5. Apabila konsentrasi debu, asap, gas-gas yang timbul karena pengelolaan sampah padat telah melewati standard kualitas udara maka dapat pula terjadi peristiwa pencemaran udara.

6. Kebakaran sampah dapat menyebabkan kebakaran yang lebih luas serta dapat juga mengenai/membakar harta benda pnduduk sekitarnya.


(51)

7. Pembungan sampah ke saluran-saluran akan menyebabkan estetika yang terganggu, menyebakan pendangkalan saluran serta mengurangi kemampuan daya aliran saluran, sehingga pengerukan seyogyanya harus dilakukan.

8. Apabila musim hujan tiba maka saluran yang daya alirannya sudh menurun akan terjadi luapan dari air hujan yang harus di alirkan sehingga banjir tak dapat dihindari lagi.

9. Pembuangan sampah ke selokan-selokan atau badan-badan air akan menyebabkan terjadinya pengotoran badan-badan air tersebut juga hasil-hasil dekomposisi biologis yang berupa cairan-cairan organik juga dapat mengotori bahkan mencemari air permukaan ataupun air tanah dangkal.

2.8.2.3. Terhadap Keadaan Sosial Masyarakat

1. Pengelolaan sampah yang kurang baik pada suatu masyarakat akan dapat mencerminkan status keadaan sosial masyarakat di daerah tersebut.

2. Keadaan lingkungan yang kurang saniter, kurang estetika akan menurunkan hasrat orang lain/touris untuk berkunjung ke daerah tersebut.

3. Dapat menyebabkan perselisihan pada suatu daerah karena pengelolaan sampah yang kurang baik, misalnya adanya timbulan-timbulan sampah yang mngganggu penduduk sekitar maka dapat terjadi perselisihan antara pembuang sampah dengan penduduk sekitarnya.

2.8.2.4. Terhadap Perekonomian Daerah/Nasional

1. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan banyaknya tenaga kerja produktif yang menderita sakit atau gairah kerja yang berkurang, serta


(52)

kenyamanan dan ketentraman hidup berkurang maka produksi daerah atau negara juga dapat menurun.

2. Banyaknya penduduk yang tidak sehat dan terjadi kerusakan lingkungan akan memerlukan pengobatan dan perbaikan lingkungan yang artinya diperlukan dana dana untuk perbaikan dan pelaksanaan program pengobatan yang semestinya dapat dialihkan pada sektor-sektor produktif yang lain.

3. Penelolaan sampah yang kurang baik akan dapat merusak lingkungan, menurunkan kualitas lingkungan dan sumber alam, sehingga menurunkan mutu produksi yang berasal dari sumber alam tersebut.

4. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan kemacetan-kemacetan lalu lintas, sehingga menghambat transportasi barang dan jasa.

2.9. Pengelolaan Limbah Padat

Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan (sementara, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pemprosesan, dan pembuangan sampah) dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti teknik (engineering), perlindungan alam (conversation), keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya (Mubarak dan Chayatin, 2009).

Menurut Mubarak (2009), tahap pengelolaan sampah padat, yaitu : 1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan


(53)

a. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor. b. Tidak berserakan sampahnya.

c. Mempunyai tutup, mudah dibuka.

d. Dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan.

e. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Kedua, untuk membangun suatu depo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kendaraan pengakut sampah, memiliki dua pintu, dan memiliki dua ventilasi. Ada kran air untuk membersihkan, tidak menjadi tempat tinggal/sarang lalat dan tikus, serta mudah dijangkau oleh masyarakat.

Ketiga, pengumpulan sampah padat dilakukan dengan dua metode, yaitu a. Sistem duet

Tempat smpah kering dan basah. b. Sistem trio

Tempat sampah basah, kering dan tidak mudah terbakar.

2. Tahap Pengangkutan

Cara pengangkutan di daerah perkotaan dengan pedesaan berbeda. Di kota

umumnya ada petugas khusus yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat penghasil sampah, khususnya


(54)

menyangkut pembiayaan. Sedangkan di daerah pedesaan umumnya dapat dikelola oleh masing-masing keluarga.

3. Tahap pengelolaan dan pemusnahan

Tahapan ini dapat dilakukan dengan dua metode. a. Metode yang memuaskan

Sanitary landfill (ditanam), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

Incenerator (dibakar), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran khusus.

Composting (dijadikan pupuk), mengelola sampah menjadi pupuk kompos khususnya sampah organik (daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang mudah membusuk). Tahap-tahap dalam pembutan kompos dimulai dengan memisahkan benda-benda yang tidak dapat dipakai sebagai pupuk, penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang kecil, penyampuran sampah dengan memerhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling baik, penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam, serta pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat terbentuk dengan baik.

b. Metode yang tidak memuaskan

Open dumping yaitu pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka. Hal ini akan menjadi masalah jika sampah yang dihasilkan adalah sampah organik


(55)

yang membusuk dapat menimbulkan gangguan pembaun dan estetika serta menjadi sumber penularan penyakit.

Dumping in water, yaitu pembuangan sampah ke dalam air. Hal ini akan dapat mengganggu rusaknya ekosistem air, air akan menjadi kotor, warnanya berubah, dan menimbulkan sumber penyakit yang ditularkan melalui air (water borne disease).

Burning on premises/individual inceneration, yaitu pembakaran sampah dilakukan di rumah-rumah tangga.

2.10. Pengertian Diare

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).

Diare adalah buang air besar atau defekasi yang encer dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja (Mansjoer,2000).

2.10.2. Etiologi atau Faktor Penyebab

Penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Suharyono,2003): a. Penyebab Tidak Langsung

Penyebab idak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat terjadinya diare seperti : keadaan gizi, hygiene dan sanitasi, sosial budaya, kepadatan penduduk, sosial ekonomi dan faktor-faktor lain.


(56)

b. Penyebab Langsung

Penyebab langsung terjadinya diare antara lain infeksi bakteri, virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang diproduksi jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Di tinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi 2 golongan yaitu (Suharyono, 2003): 1) Diare Sekresi

a. Disebabkan oleh infeksi dari golongan bakteri seperti Shigella, Salmonella, E.coli, Goongan Vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium. Golongan virus seperti Protozoa, Entamoeba hitolica, Giardia lamblia, cacing perut, Ascaris dan Jamur.

b. Hiperperistaltik usus halus yang berasal dari bahan-bahan makanan misalnya keracunan makann, makanan yang pedas, terlalu asam, gangguan psikis, gangguan syaraf, hawa dingin dan alergi.

c. Defisiensi imun yaitu kekurangan imun IgA yang mengakibatkan berlipat gandanya bakteri atau flora usus dan jamur.

2) Diare osmotik yaitu malabsorbi makanan, kekurangan kalori protein dan berat badan lahir rendah.

2.10.3. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah (Ngastiyah, 2012):


(57)

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit berlebihan akan merangsang usus mengeluarkan feses sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi yang menyebabkan adanya rangsangan tertentu pada dinding usus yang akan terjadi suatu peningkatan sekresi, yang selanjutnya menimbulkan diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

c. Gangguan motilasi usus yaitu hiperistaltik yang mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan yang menimbulkan diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan dapat menimbulkan diare.

2.10.4. Gejala Klinis

Menurut Widoyono (2008), beberapa gejala dan tanda diare antara lain: 1. Gejala Umum

a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisah.

2. Gejala Spesifik

a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis. b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah.

Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan: 1. Dehidrasi (kekurangan cairan)


(58)

Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang, atau berat.

2. Gangguan sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam kurun waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).

3. Gangguan asam-basa (asidosis)

Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernapas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri.

4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)

Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan terjadi karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.

5. Gangguan gizi

Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).


(59)

1. Tanpa dehidarsi, biasanya penderita merasa normal, tidak rewel atau gelisah, masih bisa beraktifitas seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, penderita masih mau makan dan minum seperti biasa.

2. Dehidrasi ringan atau sedang, memyebabkan penderita gelisah atau rewel, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.

3. Dehidrasi berat, penderita apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, penderita terlihat lemah.

2.10.5. Pencegahan Diare

Pencegahan diare dapat dilakukan dengan memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan sebelum makan, menggunakan jamban, membuang tinja anak pada tempat yang tepat (Depkes, 2000).

2.10.2. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diare

Menurut Suharyono, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare ialah : 1. Faktor Gizi

Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami.

2. Faktor Makanan Yang Terkontaminasi Pada Masa Sapih

Insiden diare dalam masyarakat golongan berpendapat rendah dan kurang pendidikan mulai bertambah pada saat anak untuk pertama kali mengenal makana tambahan dan frekuensi ini akan makin lama makin meningkat untuk


(60)

mencapai puncak pada saat anak sama sekali disapih. Bagi anak indonesia periode umumnya berlangsung antara 6-24bulan pada saat frekuensi serangan diare dan kematian sebagai akibatnya mencapai angka tertinggi. Lebih penting lagi ialah bahan serangan diare pada umur ini berpengaruh sangat buruk pada pertumbuhan anak-anak dengan akibat terjadinya malnutrisi.

3. Faktor Sosial Ekonomi

Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu, faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare.

4. Faktor Lingkungan

Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap terjdinya diare. Interaksi antara agent penyakit, tuan rumah (manusia) dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare. Peranan faktor lingkungan (air, ekstreta, makanan, lalat dan serangga lain), entobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara klasik dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemioogis sebagai penyebab penyakit diare.


(61)

Hygiene sanitasi

1. Penyediaan Air Bersih

2. Pembuangan Kotoran (Jamban)

Pengelolaan limbah padat 2.11. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Hipotesis

1. Ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada rumah susun Sukaramai tahun 2013

2. Ada hubungan antara pembuangan kotoran dengan kejadian diare pada rumah susun Sukaramai tahun 2013

3. Ada hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare pada rumah susun Sukaramai tahun 2013

4. Ada hubungan antara pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada rumah susun Sukaramai tahun 201

Kepadatan lalat Kejadian Diare

Karakteristik Responden 1. Umur


(62)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi (penyediaan air bersih, pembuangan kotoran), kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Susun Sukaramai Kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area Kota Medan. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian ini adalah :

1. Belum pernah dilakukan penelitian di daerah tersebut sebelumnya mengenai judul skripsi ini.

2. Rumah Susun Sukaramai merupakan perumahan yang termasuk kawasan yang padat penghuninya.

3. Rumah Susun Sukaramai yang terlihat seperti kawasan yang tidak sehat. 3.2.2. Waktu Penelitian


(63)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Adapun populasi dalam penelitian ini diperoleh dari Kelurahan Sukaramai II. Populasi yang ada pada rumah tipe 21 Rumah Susun Sukaramai adalah 208 KK yang terdiri dari 1040 jiwa.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yaitu masyarakat yang tinggal di rumah tipe 21 Rumah Susun Sukaramai. Sedangkan responden adalah ibu rumahtangga. Untuk mengetahui besar sampel dari seluruh populasi ditentukan dengan menggunakan rumus :

2 0 0 0            p p q p Z q p Z n a a a   2 15 , 0 67 , 0 33 , 0 84 , 0 82 , 0 8 , 0 96 , 1             n 2 15 , 0 32 , 0 68 , 0         n

6,67

2 44,444

Keterangan :

po = proporsi kejadian diare sebesar 18% (dinkes kota medan, 2013) pa- po = judjement penulis sebesar 15%

qo = 1 - po = 1 - 0,18 = 0,82 pa = 1 + 0,18 = 0,33


(64)

qa = 1 – pa = 1 – 0,33 = 0,67

α = 0,05 atau interval kepercyaaan 95%, maka Z

1– α/2 = 1,96

β = Kekuatan, dalam penelitian ini kekuatan 80%, maka Z

1- β = 0,84

Berdasarkan perhitungan diatas maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 44 ibu rumah tangga. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sample sesuai dengan kriteria inklusi.

Kriteria inklusi

1. Ibu rumah tangga yang merupakan penduduk Rumah Susun Sukaramai. 2. Ibu rumah tangga yang memiliki tempat sampah di dalam rumah. 3. Ibu rumah tangga yang bersedia menjadi subjek penelitian Kriteria eksklusi

1. Ibu rumah tangga yang bukan merupakan penduduk Rumah Susun Sukaramai. 2. Ibu rumah tangga yang tidak memiliki tempat sampah di dalam rumah.

3. Ibu rumah tangga yang tidak Bersedia menjadi subjek penelitian. 3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung, observasi dengan menggunakan kuesioner dan menghitung kepadatan lalat dengan menggunakan fly grill pada masyarakat di Rumah Susun Sukaramai. Data primer antara lain karakteristik responden, sanitasi lingkungan (penyediaan air bersih, pembuangan kotoran), kepadatan lalat yang diukur dengan fly grill dan pengolahan limbah padat


(65)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperoleh dengan cara mengadakan pencatatan data-data pelaporan dari instansi-instansi yang terlibat yaitu Dinas Kesehatan Kota Medan, Kantor Kelurahan Sukaramai II dan Puskesmas Medan Area Selatan.

3.5. Vaiabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Independen

Variabel independen pada penelitian ini yaitu sanitasi lingkungan (penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, pembuangan air limbah), kepadatan lalat, pengolahan limbah padat dan perilaku penghuni

3.5.2. Variabel Dependen

Variabel dependen pada penelitian ini yaitu kejadian diare. 3.5.3. Definisi Operasional

1. Umur adalah usia ibu rumah tangga yang dikategorikan dalam dua kategori usia yaitu kategori dewasa muda dengan rentang usia 15-49 tahun dan kategori lansia dengan rentang usia diatas 50 tahun.

2. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah diperoleh ibu rumah tangga dengan adanya ijazah.

3. Hygiene dan sanitasi ialah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.


(66)

4. Penyediaan air bersih adalah sumber air yang digunakan untuk mandi, cuci dan kakus.

5. pembuangan kotoran (jamban) adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia yang memenuhi syarat jamban sehat.

6. Kepadatan lalat adalah jumlah lalat yang tertangkap dengan menggunakan Fly griil

7. Pengelolaan limbah padat adalah sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat.

8. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari

3.6. Aspek Pengukuran

3.6.1. Hygiene Sanitasi Perumahan

Aspek pengukuran yang dilakukan dengan observasi dan kuesioner dengan mengamati kondisi sanitasi dasar berdasarkan kriteria memenuhi persyaratan atau tidak memiliki persyaratan terhadap kondisi sanitasi dasar meliputi :

1. Sarana Air bersih (Depkes RI, 1999) yang terdiri dari : Kriteria sarana air bersih berdasarkan faktor resiko:

1. Faktor resiko tinggi : sumber air berasal dari air sumur gali 2. Faktor resiko sedang : sumber air berasal dari air sungai.


(67)

2. Jamban keluarga (Depkes RI, 2004) terdiri dari :

a. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus. b. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak

mencemari tanah di sekitarnya. c. Lantai kedap air.

d. Ventilasi cukup baik.

e. Tersedia air dan alat pembersih.

Kriteria jamban keluarga persyaratan yaitu :

1. Memenuhi syarat kesehatan, Jika semua variabel memenuhi persyaratan kesehatan atau 100 persen terpenuhi dari kriteria yang ada.

2. Tidak memenuhi syarat kesehatan jika terdapat satu atau lebih persyaratan kesehatan yang tidak terpenuhi.

3.6.2. Pengukuran Kepadatan Lalat

Pengukuran kepadatan lalat adalah dengan menggunakan fly-grill, dengan interpretasi hasil pengukuran adalah sebagai berikut :

1) 0 – 2 : Rendah (tidak menjadi masalah)

2) 3 – 5 : Sedang (perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat berkembangbiaknya lalat, tumpukan sampah, kotoran hewan, dll) 3) 6 – 20 : Tinggi/Padat (populasinya padat dan perlu pengamanan terhadap

tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya).


(68)

4) >21 : Sangat tinggi / Sangat padat ( populasinya sangat padat dan perlu pengamanan terhadap tempat-tempat berkembangbiaknya lalat dan tindak pengendaliannya) (Depkes,1991).

Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :

1. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya yaitu di dekat tempat sampah.

2. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik.

3. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap dihitung.

4. Jumlah lalat yang hinggap dicatat.

5. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama. 6. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung

rata-ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut. 3.6.3. Pengelolaan Limbah Padat

Sarana Pembuangan Sampah (Notoadmodjo, 2007) meliputi: f. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor.

g. Tidak berserakan sampahnya. h. Mempunyai tutup, mudah dibuka.


(69)

j. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Kriteria sarana pembuangan sampah persyaratan yaitu :

1) Memenuhi syarat kesehatan, jika semua variabel memenuhi persyaratan kesehatan atau 100 persen terpenuhi dari kriteria yang ada.

2) Tidak memenuhi syarat kesehatan, jika terdapat satu atau lebih persyaratan kesehatan yang tidak terpenuhi.

3.6.4. Kejadian Diare

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).

Kriteria kejadian diare, yaitu :

1. Mengalami diare : jika mengalami buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair dan frekuensinya tiga kali atau lebih dalam sehari.

2. Tidak mengalami diare :jika tidak mengalami buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair dan frekuensinya kurang dari tiga kali dalam sehari.

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan ditabulasi, diolah dengan sistem komputerisasi untuk kemudian dianalisa. Data yang telah masuk diinterpretasikan lebih lanjut dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat.


(70)

3.7.1. Analisis Data Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang hygiene sanitasi perumahan (penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, pembuangan air limbah ), kepadatan lalat, pengelolaan limbah padat dan perilaku penghuni.

3.7.2. Analisis Data Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat kuatnya hubungan antara hygiene sanitasi perumahan (penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, pembuangan air limbah), kepadatan lalat dan pengelolaan limbah padat serta perilaku penghuni dengan kejadian diare. Analisa bivariat menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05), atau uji exact fisher jika chi-square tidak dipenuhi.

               


(71)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Susun Sukaramai berada di Kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area Kota Medan, dengan batas wilayah sebagai berikut :

- Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Pendahuluan II - Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Sukaramai I

- Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Kelurahan Sei Rengas II - Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Kelurahan Tegal Sari

Luas Kelurahan Sukaramai II adalah 415,5 Ha, yang terdiri dari 16 lingkungan. Jumlah penduduk di kelurahan ini adalah 8.194 jiwa dan 1.724 KK, dengan rincian jumlah KK di setiap lingkungan sebagai berikut :

1. Lingkungan I sebanyak 81 KK 2. Lingkungan II sebanyak 60 KK 3. Lingkungan III sebanyak 118 KK 4. Lingkungan IV sebanyak 71 KK 5. Lingkungan V sebanyak 70 KK 6. Lingkungan VI sebanyak 97 KK 7. Lingkungan VII sebanyak 72 KK 8. Lingkungan VIII sebanyak 124 KK 9. Lingkungan IX sebanyak 118 KK 10. Lingkungan X sebanyak 145 KK


(72)

11. Lingkungan XI sebanyak 80 KK 12. Lingkungan XII sebanyak 194 KK 13. Lingkungan XIII sebanyak 273 KK 14. Lingkungan XIV sebanyak 78 KK 15. Lingkungan XV sebanyak 133 KK 16. Lingkungan XVI sebanyak 68 KK 4.2. Karekteristik Responden

Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi karakteristik responden yang meliputi umur dan pendidikan.

4.2.1. Umur

Adapun distribusi umur responden pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini

Tabel 4.1. Distribusi Responden Menurut Umur pada Rumah Susun Sukaramai

No. Umur Jumlah Persentase (%)

1 < 30 Tahun 3 6,8

2 30-40 Tahun 15 34,1

3 ≥41 Tahun 26 59,1

Total 44 100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden berdasarkan kelompok umur terbanyak kelompok umur ≥ 41 tahun yaitu 26 orang (59,1%).

Sedangkan kelompok umur yang paling sedikit terdapat pada kelompok umur < 30 tahun yaitu 3 orang (6,8%).


(1)

tempat sampah memiliki tutup * kategori kejadia diare Crosstabulation kategori kejadia diare

Total mengalami

diare

tidak mengalami

diare tempat sampah

memiliki tutup

ya Count 3 13 16

Expected Count 2.9 13.1 16.0 % within tempat

sampah memiliki tutup

18.8% 81.3% 100.0%

% of Total 6.8% 29.5% 36.4%

tidak Count 5 23 28

Expected Count 5.1 22.9 28.0 % within tempat

sampah memiliki tutup

17.9% 82.1% 100.0%

% of Total 11.4% 52.3% 63.6%

Total Count 8 36 44

Expected Count 8.0 36.0 44.0 % within tempat

sampah memiliki tutup

18.2% 81.8% 100.0%


(2)

 

 

 

 

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .005a 1 .941

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .005 1 .941

Fisher's Exact Test 1.000 .620

Linear-by-Linear Association

.005 1 .942

N of Valid Cases 44

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,91. b. Computed only for a 2x2 table

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(3)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(4)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(5)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(6)