ProdukHukum BankIndonesia

(1)

PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

A. PENDAHULUAN

Bank for International Settlements (BIS) dalam makalah yang berjudul ”Central Bank Oversight of Payment and Settlement Systems” merumuskan pengawasan sistem pembayaran sebagai salah satu fungsi Bank Sentral yang bertujuan mewujudkan keamanan dan efisiensi dalam sistem pembayaran yang dilakukan melalui monitoring terhadap sistem yang ada dan dalam tahap perencanaan, melakukan penilaian (assessment) terhadap penyelenggara berdasarkan kesesuaian dengan tujuan keamanan dan efisiensi serta mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang diperlukan dalam sistem pembayaran.

Pengawasan sistem pembayaran diperlukan untuk menghindari kemungkinan kegagalan keberlangsungan sistem pembayaran yang dapat ditimbulkan dari pihak eksternal, pengaruh jaringan atau praktek monopoli.

Mekanisme pengawasan sistem pembayaran dilakukan sebagai berikut: 1. Monitoring terhadap sumber-sumber informasi

2. Penilaian/Assessment - Secara umum dan khusus - Regular dan tambahan

3. Mendorong terjadinya perubahan-perubahan - Himbauan

- Pernyataan publik

- Kerjasama dengan otoritas lain - Pengenaan sanksi

Menurut BIS, dalam melaksanakan pengawasan terhadap sistem pembayaran Bank Sentral perlu mengacu pada prinsip-prinsip umum sebagai berikut:

1. Transparansi


(2)

3. Memiliki kekuatan dan kapasitas yang efektif 4. Konsistensi

5. Bekerjasama dengan pihak berwenang lainnya

Berdasarkan penjelasan pasal 8 Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 tahun 2004, Bank Indonesia bertanggung jawab dan memiliki wewenang di dalam mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal. Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal tersebut adalah melalui pengawasan sistem pembayaran.

B. PENGERTIAN

Berdasarkan Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 7/31/PDG/2005 tanggal 30 Desember 2005 Tentang Pengawasan Sistem Pembayaran, yang dimaksud dengan pengawasan sistem pembayaran adalah pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran, yang pada prinsipnya dimaksudkan untuk menjaga efisiensi, kecepatan, keamanan dan kehandalan fungsi sistem pembayaran, yang dilakukan secara independen, profesional dan obyektif.

Bundesbank dalam makalah yang berjudul “Payment Systems in the European System of Central Banks” merumuskan perbedaan antara pengawasan perbankan dengan pengawasan sistem pembayaran sebagai berikut :

Tabel Perbedaan Pengawasan Perbankan dengan Pengawasan Sistem Pembayaran

PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

PENGAWASAN BANK

• Obyek : sistem pembayaran dan instrument pembayaran

• Obyek : individu bank dan lembaga keuangan


(3)

solvabilitas, likuiditas. • Kelancaran Sistem Pembayaran

• Meliputi analisa atas desain, pengaturan operasional, dan pelaksanaan Sistem Pembayaran

• Analisa yang mendalam terhadap masing-masing institusi/on site inspection

• Kombinasi antara ketentuan dan himbauan

• Ketentuan/peraturan

• Dilaksanakan oleh bank sentral • Dilaksanakan oleh bank sentral atau otoritas lain yang berwenang.

C. TUJUAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Bank Indonesia, pengawasan sistem pembayaran dilakukan untuk memastikan bahwa sistem pembayaran berjalan dengan efisien, cepat, aman, dan handal. Di samping itu, pengawasan sistem pembayaran dimaksudkan untuk mendukung penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen.

Dalam memastikan bahwa sistem pembayaran berjalan dengan efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia menyusun peraturan yang mewajibkan penyelenggara dan peserta sistem pembayaran untuk menerapkan praktek manajemen risiko. Peraturan Bank Indonesia tersebut antara lain berpedoman pada the Core Principles for Systemically Important Payment Systems (CP-SIPS), yakni sepuluh prinsip yang dapat menjadi pedoman untuk sistem pembayaran yang bersifat systemically important :

I. The system should have a well founded legal basis under all relevant jurisdictions. (Sistem harus memiliki dasar hukum yang kuat pada semua yurisdiksi yang terkait).

II. The system’s rules and procedures should enable participants to have a clear understanding of the system’s impact on each of the financial risks they incur through participation in it. (Ketentuan dan prosedur sistem harus


(4)

memungkinkan bagi setiap peserta untuk memperoleh pemahaman yang jelas mengenai dampak dari setiap risiko keuangan yang harus ditanggung oleh setiap peserta sehubungan dengan keikutsertaan mereka pada sistem BI-RTGS).

III. The system should have clearly defined procedures for the management of credit risks and liquidity risks, which specify the respective responsibilities of the system operator and the participants and which provide appropriate incentives to manage and contain those risks. (Sistem BI-RTGS harus memiliki prosedur yang jelas untuk meminimalkan risiko kredit dan risiko likuiditas, yang mengatur tanggung jawab penyelenggara maupun peserta serta menyediakan sarana yang mendorong terlaksananya prosedur Sistem BI-RTGS).

IV.* The system should provide prompt final settlement on the day of value, preferably during the day and at a minimum at the end of the day. (Sistem wajib menjamin terlaksananya settlement pada waktu yang telah ditentukan pada tanggal valuta, selambat-lambatnya pada akhir hari).

V.* A system in which multilateral netting takes place should, at a minimum, be capable of ensuring the timely completion of daily settlements in the event of an inability to settle by the participant with the largest single settlement obligation. (Suatu sistem yang menjalankan multilateral netting system sekurang-kurangnya harus mampu menjamin penyelesaian settlement harian secara tepat waktu dalam hal terjadi ketidaksanggupan peserta yang mempunyai satu kewajiban settlement terbesar untuk melakukan settlement). VI. Assets used for settlement should preferably be a claim on the central bank;

where other assets are used, they should carry little or no credit risk and little or no liquidity risk. (Asset yang digunakan untuk penyelesaian akhir transaksi sebaiknya merupakan tagihan Peserta kepada Bank Sentral; apabila digunakan asset yang lain bukan tagihan pada Bank Sentral harus diyakini bahwa hal tersebut mengandung risiko kredit dan risiko likuiditas yang minimal).


(5)

VII. The system should ensure a high degree of security and operational reliability and should have contingency arrangements for timely completion of daily processing. (Sistem harus menjamin tingkat keamanan dan kehandalan operasional dan harus mempunyai contingency arrangements untuk menyelesaikan proses harian tepat waktu).

VIII.The system should provide a means of making payments which is practical for its users and efficient for the economy. (Sistem BI-RTGS harus dapat menyediakan sarana pembayaran yang praktis bagi pengguna dan efisien bagi perekonomian).

IX. The system should have objective and publicly disclosed criteria for participation, which permit fair and open access. (Sistem harus mempunyai tujuan dan kriteria yang jelas dan transparan sehingga memungkinkan Peserta mendapatkan akses dan perlakuan yang sama).

X. The system’s governance arrangements should be effective, accountable and transparent (Tata kelola dalam Sistem BI-RTGS harus efektif, dapat dipertanggungjawabkan dan transparan).

* System should seek to exceed the minima included in these two Core Principles.

Dalam kaitan dengan CP-SIPS, menurut BIS terdapat 4 (empat) kewajiban Bank Sentral yaitu:

I. The central bank should define clearly its payment system objectives and should disclose publicly its role and major policies with respect to systemically important payment systems. (Bank sentral harus mendefinisikan dengan jelas tujuan/sasaran sistem pembayaran dan menyatakan kepada publik peranan dan kebijakan utamanya).

II. The central bank should ensure that the systems it operates comply with the Core Principles. (Bank sentral harus menjamin bahwa sistem pembayaran mengacu pada core principles).


(6)

III. The central bank should oversee compliance with the Core Principles by systems it does not operate and it should have the ability to carry out this oversight. (Bank sentral harus mengawasi kesesuaian/kepatuhan terhadap CP-SIPS pada sistem pembayaran yang dioperasikan oleh pihak lain dan mengawasi sistem pembayaran tersebut).

IV. The central bank, in promoting payment system safety and efficiency through the Core Principles, should cooperate with other central banks and with any other relevant domestic or foreign authorities. (Bank sentral dalam mengembangkan sistem pembayaran yang aman dan efisien perlu melakukan kerjasama dengan bank sentral negara lain dan otoritas terkait lainnya baik domestik maupun luar negeri).

D. CAKUPAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA Agar tujuan pengawasan sistem pembayaran dapat lebih efektif dan efisien maka cakupan pengawasan meliputi:

1. Sistem pembayaran yang apabila terjadi gangguan pada sistem tersebut dan sistem tersebut tidak disertai dengan perlindungan yang memadai dapat menimbulkan gangguan secara sistemik yang berdampak kepada sistem keuangan secara luas (Systemically Important Payment Systems - SIPS), seperti sistem BI-RTGS.

2. Sistem pembayaran yang tidak termasuk kategori SIPS, namun digunakan oleh masyarakat luas dan apabila terganggu dapat mengurangi kepercayaan dan kenyamanan masyarakat pengguna sistem pembayaran (System Wide Important Payment Systems - SWIPS) seperti sistem kliring cek/bilyet giro, sistem penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK).

3. Sistem Penyelesaian transaksi surat berharga, baik yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain. Sistem Penyelesaian transaksi surat berharga merupakan sistem yang sangat berpengaruh pada stabilitas sistem


(7)

keuangan karena transaksinya melibatkan banyak pihak dan nilai transaksi secara total signifikan.

Saat ini yang menjadi obyek pengawasan sistem pembayaran adalah:

1. Penyelenggara sistem pembayaran, yang meliputi Bank Indonesia dan non Bank Indonesia;

2. Peserta sistem pembayaran, yang meliputi Bank dan non Bank.

E. PELAKSANA PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

PDG Pengawasan menjelaskan bahwa pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran dilakukan oleh Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) c.q. Bagian PwSP. Pengawasan dapat dilakukan oleh Bagian PwSP secara sendiri, dilakukan secara bersama-sama dengan satuan kerja terkait lainnya atau dilakukan secara berkoordinasi dengan satuan kerja terkait lainnya.

Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran (PwSP) dibentuk berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.4/18/INTERN tanggal 30 Mei 2002 sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran No.4/27/INTERN tanggal 18 Juli 2002 dan Surat Edaran No.6/59/INTERN tanggal 2 November 2004 serta berada di bawah Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran.

Pemeriksaan secara bersama-sama maksudnya adalah tim pemeriksa sistem pembayaran melakukan pemeriksaan bersama dengan tim pemeriksa satuan kerja terkait, misalnya Satuan Kerja Pemeriksaan Bank terkait. Sedangkan pemeriksaan dengan berkoordinasi dilakukan dengan terlebih dahulu memberitahukan rencana pemeriksaan kepada satuan kerja terkait, misalnya dengan Kantor Bank Indonesia.

F. PELAKSANAAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

Pengawasan sistem pembayaran difokuskan pada sistem dan bukan pada individu pelaku sistem pembayaran. Metode pengawasan sistem pembayaran yang digunakan dapat dibedakan atas:

1. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan Tidak Langsung merupakan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran yang dilakukan dalam bentuk penelitian,


(8)

analisis dan evaluasi atas informasi yang diperoleh Bank Indonesia dari laporan penyelenggara dan peserta sistem pembayaran atau sumber lainnya. Fokus pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pengawasan tidak langsung.

2. Pengawasan Langsung

Apabila diperlukan, antara lain untuk memastikan kebenaran informasi yang diterima Bank Indonesia dari laporan yang disampaikan penyelenggara/peserta sistem pembayaran, Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung terhadap penyelenggara dan peserta sistem pembayaran. Pengawasan langsung merupakan pengawasan yang dilakukan dalam bentuk pemeriksaan diikuti dengan tindakan perbaikan.

Untuk kemudahan melakukan pemeriksaan maka diperlukan suatu pedoman pemeriksaan. Sesuai dengan pengelompokan bidang kerja di Bagian PwSP, pemeriksaan yang dilakukan dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu Sistem BI-RTGS, Sistem Kliring Nasional dan APMK. Pedoman pemeriksaan secara umum sama untuk ketiga kelompok tersebut, yaitu meliputi:

a. Persiapan Pemeriksaan

Sebelum dilakukan pemeriksaan, tim pemeriksa mengumpulkan informasi-informasi terkait obyek pemeriksaan termasuk data dan hasil pemeriksaan sebelumnya (apabila sebelumnya pernah dilakukan pemeriksaan). Selain itu, disiapkan pula kertas kerja pemeriksaan, surat introduksi pemeriksaan dan ketentuan-ketentuan terkait.

b. Pelaksanaan Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan dengan beberapa cara diantaranya melalui wawancara dengan manajemen maupun petugas operasional, observasi, dan pengujian/tes. Pemeriksaan secara garis besar meliputi aspek-aspek berikut:


(9)

Pemeriksaan dititikberatkan terhadap aspek legalitas yang meliputi perizinan dan atau persetujuan untuk melakukan kegiatan di bidang SP.

2) Organisasi Penyelenggara/Peserta

Pada aspek organisasi, tim pemeriksa melakukan penelitian terhadap struktur organisasi (meliputi penanggung jawab kegiatan), penjabaran dan pembagian tugas dalam kegiatan operasional.

3) Kebijakan dan Prosedur Tertulis

Pemeriksaan dilakukan dengan meneliti kebijakan manajemen terkait SP yang diperiksa dan prosedur tertulis dalam melaksanakan kegiatan operasional. Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan dengan membandingkan kegiatan operasional dengan prosedur yang dimiliki.

4) Sarana dan Prasarana

Pemeriksaan terhadap sarana dan prasarana meliputi perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software/aplikasi), sarana back up dan sarana pendukung lainnya (antara lain jaringan, pengamanan fisik dan pengamanan logic).

5) Operasional Transaksi dan Dokumentasi

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat kegiatan operasional dalam pemrosesan transaksi dan memastikan bahwa operasional transaksi berjalan aman, lancar dan memperhatikan perlindungan nasabah. Selain itu tim pemeriksa juga melakukan penelitian terhadap dokumen bukti transaksi dan kelengkapannya serta back up data transaksi.

6) Pemeriksaan Oleh Auditor Independen

Tim pemeriksa sistem pembayaran akan melakukan review terhadap hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor (baik auditor internal penyelenggara/peserta sistem pembayaran maupun auditor eksternal) untuk mengetahui dan meneliti temuan pemeriksaan yang dapat mengganggu keamanan dan kelancaran operasional sistem


(10)

pembayaran serta tindak lanjut perbaikan terhadap temuan pemeriksaan.

Pada saat pemeriksaan dilakukan, masing-masing anggota tim pemeriksa mengisi kertas kerja pemeriksaan. Selain itu pengisian kertas kerja diikuti dengan pemberian penilaian baik untuk masing-masing pertanyaan maupun secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan yang memerlukan perhatian dan tindak lanjut penyelenggara/peserta sistem pembayaran akan dituangkan dalam risalah pemeriksaan.

c. Laporan Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang antara lain memuat kesimpulan pemeriksaan dan temuan hasil pemeriksaan yang ditanda tangani baik oleh anggota tim pemeriksa maupun pihak manajemen yang diperiksa (audittee).

d. Tindak Lanjut Pemeriksaan

Setelah pemeriksaan dilakukan, pemeriksa akan menyampaikan surat pembinaan disertai dengan LHP kepada audittee. Pemeriksa akan memantau laporan dari audittee mengenai hasil-hasil temuan pemeriksaan yang telah ditindak lanjuti.


(1)

VII.

The system should ensure a high degree of security and operational reliability

and should have contingency arrangements for timely completion of daily

processing. (Sistem harus menjamin tingkat keamanan dan kehandalan

operasional dan harus mempunyai contingency arrangements untuk

menyelesaikan proses harian tepat waktu).

VIII.

The system should provide a means of making payments which is practical for

its users and efficient for the economy. (Sistem BI-RTGS harus dapat

menyediakan sarana pembayaran yang praktis bagi pengguna dan efisien bagi

perekonomian).

IX.

The system should have objective and publicly disclosed criteria for

participation, which permit fair and open access. (Sistem harus mempunyai

tujuan dan kriteria yang jelas dan transparan sehingga memungkinkan Peserta

mendapatkan akses dan perlakuan yang sama).

X.

The system’s governance arrangements should be effective, accountable and

transparent (Tata kelola dalam Sistem BI-RTGS harus efektif, dapat

dipertanggungjawabkan dan transparan).

* System should seek to exceed the minima included in these two Core Principles.

Dalam kaitan dengan CP-SIPS, menurut BIS terdapat 4 (empat) kewajiban Bank

Sentral yaitu:

I.

The central bank should define clearly its payment system objectives and

should disclose publicly its role and major policies with respect to

systemically important payment systems.

(Bank sentral harus

mendefinisikan dengan jelas tujuan/sasaran sistem pembayaran dan

menyatakan kepada publik peranan dan kebijakan utamanya).

II.

The central bank should ensure that the systems it operates comply with the

Core Principles. (

Bank sentral harus menjamin bahwa sistem

pembayaran mengacu pada core principles).


(2)

III.

The central bank should oversee compliance with the Core Principles by

systems it does not operate and it should have the ability to carry out this

oversight.

(Bank sentral harus mengawasi kesesuaian/kepatuhan

terhadap CP-SIPS pada sistem pembayaran yang dioperasikan oleh

pihak lain dan mengawasi sistem pembayaran tersebut).

IV.

The central bank, in promoting payment system safety and efficiency through

the Core Principles, should cooperate with other central banks and with any

other relevant domestic or foreign authorities.

(Bank sentral dalam

mengembangkan sistem pembayaran yang aman dan efisien perlu

melakukan kerjasama dengan bank sentral negara lain dan otoritas

terkait lainnya baik domestik maupun luar negeri).

D.

CAKUPAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA

Agar tujuan pengawasan sistem pembayaran dapat lebih efektif dan efisien

maka cakupan pengawasan meliputi:

1.

Sistem pembayaran yang apabila terjadi gangguan pada sistem tersebut dan

sistem tersebut tidak disertai dengan perlindungan yang memadai dapat

menimbulkan gangguan secara sistemik yang berdampak kepada sistem

keuangan secara luas (Systemically Important Payment Systems - SIPS),

seperti sistem BI-RTGS.

2.

Sistem pembayaran yang tidak termasuk kategori SIPS, namun digunakan

oleh masyarakat luas dan apabila terganggu dapat mengurangi kepercayaan

dan kenyamanan masyarakat pengguna sistem pembayaran (System Wide

Important Payment Systems - SWIPS) seperti sistem kliring cek/bilyet giro,

sistem penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu

(APMK).

3.

Sistem Penyelesaian transaksi surat berharga, baik yang diselenggarakan oleh

Bank Indonesia maupun pihak lain. Sistem Penyelesaian transaksi surat

berharga merupakan sistem yang sangat berpengaruh pada stabilitas sistem


(3)

keuangan karena transaksinya melibatkan banyak pihak dan nilai transaksi

secara total signifikan.

Saat ini yang menjadi obyek pengawasan sistem pembayaran adalah:

1.

Penyelenggara sistem pembayaran, yang meliputi Bank Indonesia dan non

Bank Indonesia;

2.

Peserta sistem pembayaran, yang meliputi Bank dan non Bank.

E.

PELAKSANA PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

PDG Pengawasan menjelaskan bahwa pelaksanaan pengawasan sistem

pembayaran dilakukan oleh Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP)

c.q. Bagian PwSP. Pengawasan dapat dilakukan oleh Bagian PwSP secara sendiri,

dilakukan secara bersama-sama dengan satuan kerja terkait lainnya atau dilakukan

secara berkoordinasi dengan satuan kerja terkait lainnya.

Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran (PwSP) dibentuk berdasarkan Surat

Edaran Bank Indonesia No.4/18/INTERN tanggal 30 Mei 2002 sebagaimana telah

diubah dengan Surat Edaran No.4/27/INTERN tanggal 18 Juli 2002 dan Surat

Edaran No.6/59/INTERN tanggal 2 November 2004 serta berada di bawah

Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran.

Pemeriksaan secara bersama-sama maksudnya adalah tim pemeriksa sistem

pembayaran melakukan pemeriksaan bersama dengan tim pemeriksa satuan kerja

terkait, misalnya Satuan Kerja Pemeriksaan Bank terkait. Sedangkan pemeriksaan

dengan berkoordinasi dilakukan dengan terlebih dahulu memberitahukan rencana

pemeriksaan kepada satuan kerja terkait, misalnya dengan Kantor Bank Indonesia.

F.

PELAKSANAAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN

Pengawasan sistem pembayaran difokuskan pada sistem dan bukan pada

individu pelaku sistem pembayaran. Metode pengawasan sistem pembayaran yang

digunakan dapat dibedakan atas:

1.

Pengawasan Tidak Langsung


(4)

analisis dan evaluasi atas informasi yang diperoleh Bank Indonesia dari

laporan penyelenggara dan peserta sistem pembayaran atau sumber lainnya.

Fokus pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pengawasan tidak

langsung.

2.

Pengawasan Langsung

Apabila diperlukan, antara lain untuk memastikan kebenaran informasi yang

diterima Bank Indonesia dari laporan yang disampaikan

penyelenggara/peserta sistem pembayaran, Bank Indonesia dapat melakukan

pengawasan langsung terhadap penyelenggara dan peserta sistem pembayaran.

Pengawasan langsung merupakan pengawasan yang dilakukan dalam bentuk

pemeriksaan diikuti dengan tindakan perbaikan.

Untuk kemudahan melakukan pemeriksaan maka diperlukan suatu pedoman

pemeriksaan. Sesuai dengan pengelompokan bidang kerja di Bagian PwSP,

pemeriksaan yang dilakukan dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar,

yaitu Sistem BI-RTGS, Sistem Kliring Nasional dan APMK. Pedoman

pemeriksaan secara umum sama untuk ketiga kelompok tersebut, yaitu

meliputi:

a.

Persiapan Pemeriksaan

Sebelum dilakukan pemeriksaan, tim pemeriksa mengumpulkan

informasi-informasi terkait obyek pemeriksaan termasuk data dan hasil

pemeriksaan sebelumnya (apabila sebelumnya pernah dilakukan

pemeriksaan). Selain itu, disiapkan pula kertas kerja pemeriksaan, surat

introduksi pemeriksaan dan ketentuan-ketentuan terkait.

b.

Pelaksanaan Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan dengan beberapa cara diantaranya melalui

wawancara dengan manajemen maupun petugas operasional, observasi,

dan pengujian/tes. Pemeriksaan secara garis besar meliputi aspek-aspek

berikut:


(5)

Pemeriksaan dititikberatkan terhadap aspek legalitas yang meliputi

perizinan dan atau persetujuan untuk melakukan kegiatan di bidang

SP.

2)

Organisasi Penyelenggara/Peserta

Pada aspek organisasi, tim pemeriksa melakukan penelitian terhadap

struktur organisasi (meliputi penanggung jawab kegiatan),

penjabaran dan pembagian tugas dalam kegiatan operasional.

3)

Kebijakan dan Prosedur Tertulis

Pemeriksaan dilakukan dengan meneliti kebijakan manajemen

terkait SP yang diperiksa dan prosedur tertulis dalam melaksanakan

kegiatan operasional. Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan dengan

membandingkan kegiatan operasional dengan prosedur yang

dimiliki.

4)

Sarana dan Prasarana

Pemeriksaan terhadap sarana dan prasarana meliputi perangkat keras

(hardware), perangkat lunak (software/aplikasi), sarana back up dan

sarana pendukung lainnya (antara lain jaringan, pengamanan fisik

dan pengamanan logic).

5)

Operasional Transaksi dan Dokumentasi

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat kegiatan operasional dalam

pemrosesan transaksi dan memastikan bahwa operasional transaksi

berjalan aman, lancar dan memperhatikan perlindungan nasabah.

Selain itu tim pemeriksa juga melakukan penelitian terhadap

dokumen bukti transaksi dan kelengkapannya serta back up data

transaksi.

6)

Pemeriksaan Oleh Auditor Independen

Tim pemeriksa sistem pembayaran akan melakukan review terhadap

hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor (baik auditor

internal penyelenggara/peserta sistem pembayaran maupun auditor

eksternal) untuk mengetahui dan meneliti temuan pemeriksaan yang


(6)

pembayaran serta tindak lanjut perbaikan terhadap temuan

pemeriksaan.

Pada saat pemeriksaan dilakukan, masing-masing anggota tim pemeriksa

mengisi kertas kerja pemeriksaan. Selain itu pengisian kertas kerja diikuti

dengan pemberian penilaian baik untuk masing-masing pertanyaan

maupun secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan yang memerlukan

perhatian dan tindak lanjut penyelenggara/peserta sistem pembayaran akan

dituangkan dalam risalah pemeriksaan.

c.

Laporan Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan

(LHP) yang antara lain memuat kesimpulan pemeriksaan dan temuan hasil

pemeriksaan yang ditanda tangani baik oleh anggota tim pemeriksa

maupun pihak manajemen yang diperiksa (audittee).

d.

Tindak Lanjut Pemeriksaan

Setelah pemeriksaan dilakukan, pemeriksa akan menyampaikan surat

pembinaan disertai dengan LHP kepada audittee. Pemeriksa akan

memantau laporan dari audittee mengenai hasil-hasil temuan pemeriksaan

yang telah ditindak lanjuti.