TRADISIONALISASI PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN MODERN DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSINYA STUDI KASUS Di PONDOK PESANTREN AL-AMIEN PRENDUAN SUMENEP.

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi

Pendidikan Agama Islam

Oleh: ROMLA HABAS NIM. F1.3.2.13.164

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kasus Di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep)”. Konsentrasi Pendidikan Islam. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2015.

Perkembangan modernisasi, telan banyak membawa perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan, termasuk pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam. Karenan modernisasi, pesantren tradisional kemudian banyak melakukan pembaruan menjadi modern ada pula yang bertahan. Modernisasi telah merambah dunia pesantren. Tak sedikit pesatren yang dalam melakukan pembaruan-pembaruan cenderung menafikan tradisi lama pesantren, sehingga eksistensi sebagai pesantren semakin menghilang. Banyak pesantren menjadi tidak sadar bahwa, tradisi lama pesantren mesti dirawat dan dipertahankan bukan lantas “dihabisi” dengan alas an modernisasi. Padahal, tradisi lama pesantren merupakan warisan masa lalu yang telah lama mengakar dalam diri pesantren. Hilangnya tradisi lama dalam diri pesantren, telah menjadikan pesantren tererabut dari akarnya. Namun tidak bagi Al-Amin, sebagai pesantren modern, Al-Amin mampu melakukan upaya tradisionalisasi sebagai ciri khas dari pesantren itu sendiri.

Untuk menelusuri tradisionalisasi Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan,

peneliti menggukan metodologi penelitian dengan pendekatan.Prosedur yang

digunakan dalam pengumpulan data, antara lain: Observasi langsung/pengamatan

peran serta (partisipan observation), Wawancara langsung, dan Studi

Dokumentasi. Setelah data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis diskriptif analisis. Data yang terkumpul didiskripsikan dan kemudian dianalisis, dihubungkan antara data yang satu dan yang lainnya.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan merupakan pesantren yang dikelola secara modern, tetapi tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama. Selain melakukan modernisasi juga melakukan tradisionalisasi. Al-Amin sebagai pondok pesantren yang dikelola ala Gontor Ponorogo, dikelola secara modern mulai dari sarana-prasarana, kurikulum, struktur kepengurusan, pengelolaan guru dan murid, tidak lantas menghilangkan tradisi lama pesantren sebagai karakteristik. Inilah kelebihan pesantren A-Amin Prenduan dibandingkan dengan pesantren lain yang ada di Madura, khususnya di Sumenep.

Kata Kunci (Keyword): Tradisionalisasi, Pondok Pesantren Modern, Al-Amin


(7)

A. LatarBelakang

Disadari maupun tidak di kalangan masyarakat Indonesia muncul adanya dualisme pendidikan: Pendidikan Umum dan Pendidikan Keagamaan. Salah satu jenis pendidikan keagamaan (dalam hal ini Islam) adalah "Pondok Pesantren".

Pendidikan keagamaan ini biasanya diakukan di Pesantren, sedangkan pendidikan umum dilakukan di sekolah-sekolah Umum. Pesantren adalah tempat orang-orang untuk mempelajari, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam pada pentingnya aspek moral keagamaan

sebagai pedoman hidup sehari-hari.1 Pesantren merupakan lembaga

pendidikan yang unik dan elastis, sehingga ketika pendidikan umum harus dimasukkan di pesantren karena tuntutan kebutuhan masyarakat, maka tak ada masalah dan berjalan dengan lancar-lancar saja hanya butuh waktu untuk penyesuaian saja.

Menurut Fuad Jabali dan Jamhari, pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan keagamaan memiliki akar sejarah yang panjang. Jauh sebelum merdeka, di kalangan masyarakat telah berdiri ke dua Lembaga ini. Setelah melalui interaksi dengan sistem. Pendidikan modern yang disosialisasikan oleh Pemerintah Penjajah Belanda, maka pesantren dan


(8)

Madrasah akhirnya muncul sebagai lembaga pendidikan modern. Kemunculan sistem dan lembaga pendidikan yang berada di Pesantren dan Madrasah, bertitik tolak dari sistem dan Kelembagaan Islam itu sendiri yang secara tradisional merupakan kelembagaan Pendidikan Islam Indigenous yang dimodernisasi.

Terdapat pendapat bahwa pesantren merupakan kelanjutan dari lembaga serupa yang pernah ada pada masa pra Islam. Pesantren lebih mirip lembaga pendidikan Hindu ketimbang lembaga pendidikan Arab. Pendapat yang sama juga dikemukakan bahwa sistem pendidikan pesantren aslinya bukan berasal dari Arab, tetapi Hindu.

"Pendapat-pendapat tersebut bersifat spekulatif yang mungkin ada benarnya karena terdapat indikasi bahwa tempat-tempat pertapaan pra Islam tetap bertahan beberapa waktu setelah Jawa diIslamkan. Bahkan, tempat pertapaan yang baru terus didirikan. Namun, tidak jelas apakah semua itu merupakan lembaga pendidikan tempat pengajaran Agama Islam berlangsung."2

Disadari bahwa eksistensi Lembaga Pendidikan Modern ini, tidak bersumber dari kelangan kaum muslimin sendiri, tetapi bersumber dari Pemerintah Kolonial Belanda yang bermula dengan perluasan kesempatan bagi pribumi dalam paro kedua abad 19 untuk mendapatkan pendidikan.

Sikap rakyat Indonesia dalam merespon sistem pendidikan kolonial Belanda, pada awalnya tidak semuanya menerima secara terbuka. Hal ini

2


(9)

terbukti bahwa pemrakarsa pertama gerakan modernisasi pendidikan adalah Organisasi-organisasi Modernis Islam. Guna menyesuaikan dengan kemajuan ilmu dan teknologi, yang menjadi motor penggerak modernisasi dewasa ini, serta keserasian dalam masyarakat (sosial equilibbrium) terhadap perubahan dan kemajuan, modernisasi pesantren dipandang sangat perlu terutama oleh para pengelola lembaga pesantren (pada umumnya menjadi kiai di Pondok Pesantren tradisional) dengan tanpa menafikan pola-pola tradisional yang sudah ada sebelumnya.

Terlepas dari asal-usul pesantren yang beragam, pesantren menjadi akar dalam pendidikan Islam di Indonesia. Pasalnya, pesantren dianggap sebagai metode pendidikan kelahiran Indonesia. Dalam perkembangannya, maka lahirlah madrasah dan sekolah Islam. Berbicara mengenai akar Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Pesantren.

Karena Pesantren dianggap sebagai sistem Pendidikan asli Indonesia.3

Nurcholis madjid menyebutkan bahwa Pondok pesantren mengandung

makna keislaman sekaligus keaslian (Indigenous) Indonesia.4

Pondok pesantren berasal dari langgar lalu ke mosala hingga menjadi pengajian, seiring bertambahnya santri dan pelebaran tempat

belajar sampai menjadi lembaga yang disebut pesantren.5 Pengajaran di

pesantren hampir seluruhnya dilakukan dengan pembacaan kitab. Terdapat dua metode yang selalu digunakan pondok pesantren, yakni sorogan dan

3

Nata, Abidudin. H dkk. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Indonesia (Jakarta: PT. Grasindo, “t.h.”), 23.

4


(10)

bandingan atau weton. Metode sorogan yakni santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kiai membacakan pelajaran berbahasa Arab kalimat demi kalimat kemudian menerjemahkannya dan menerangkan maksudnya. Unsur Utama Pondok Pesantren ada empat: masjid, pondok/asram, kiai, dan pendidikan/kitab

kuning bagi salaf.6

Hal tersebut cukup beralasan, karena kebanyakan orang tua saat ini lebih suka memasukkan anaknya ke kelas Lembaga Pendidikan Umum di banding kelas Pesantren, meningkat relevansinya dengan lapangan kerja di kemudian hari. Alasan yang lain cukup membuktikan bahwa pada tahun 1905 an banyak Pesantren besar dapat bertahan hanya setelah memasukkan Lembaga-lembaga Pendidikan Umum.

Disamping itu, para pengelola Lembaga Pesantren semakin menyadari bahwa tidak semua alumni pesantren ingin menjadi Ulama, Ustadh ataupun Da'i. Kebanyakan dari mereka justru menjadi warga biasa yang tidak terlepas dari kebutuhan mencari pekerjaan yang tentu saja memerlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu.

Bahkan Wahid Hasyim dalam hal ini pernah mengatakan sejak Pesantren Pelajaran Agama, santri akan mengalami kesulitan untuk bersaing dengan siswa yang mendapat Pendidikan Barat.

Walaupun ada anggapan bahwa pembaharuan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Tradisional sekedar suatu masalah penyesuaian diri

6


(11)

dengan tuntutan zaman. Para kiai di jawa sekedar tukang tadah atau perantara budaya yang mewakili kebudayaan Timur Tengah atau kebudayaan metropolitan dari kota-kota besar di Indonesia.

Untuk menyikapi kondisi tersebut, akhirnya sekarang ini, banyak pondok pesantren tradisional yang memodernisasi Pendidikan di Pesantrennya di satu sisi dan di sisi lain masih tetap mempertahankan pola-pola tradisionalitasnya karena dipandang masih sangat relevan dengan

kondisi ekonomi kebutuhan masyarakat.7

Pengembangan apapun yang dilakukan dan dijalani oleh Peantren tidak mengubah ciri pokoknya sebagai lembaga pendidikan dalam arti luas.

Ciri inilah yang tetap dibutuhkan oleh masyarakat.8

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam hal ini Suprayitno mempertegas dengan berpendapat bahwa adanya tradisionalisasi dan modernisasi pendidikan di pesantren disebabkan karena tanggap dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan masyarakat di samping bertujuan untuk memenuhi tuntutan terciptanya harmoni antara kebutuhan spiritualisme dan kebutuhan materialisme. Dapat dikatakan bahwa keberadaan Pesantren yang sekarang ini banyak yang memodernisasikan sistem Pendidikannya memerlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu.

sebagai lembaga pendidikan umum, pesantren menghadapi persoalan komposisi muatan kurikulum biasanya yang dipilih adalah 70% keagamaan dan 30% non keagamaan atau 50% 50%. Persoalan komposisi ini juga

7

Mardiyah, Kepeminpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2012), 135.


(12)

terjadi pada pesantren yang membuka jalur kejuruan, antara lain adalah Pondok Pesantren al-Amien Prenduan. Pondok pesantren ini dapat mengatur terselenggaranya madrasah berkurikulum pemerintah, Madrasah diniyah berkurikulum pesantren, dan pembelajaran pesantren sebagaimana mestinya. Segmentasi masyarakat tampak sudah mulai berbentuk dengan

kehadiran jalur yang beragam di pesantren.9

Pondok Pesantren al-Amien Prenduan merupakan pondok pesantren yang saat sekarang tetap hidup dan diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan dan berbagai daerah di Madura bahkan di seluruh Indonesia. Pondok Pesantren yang didirikan oleh KH. Khotib bin Gemma pada tahun 1879 ini yang pada awalnya hanya pondok pesantren modern yang mengajarkan ilmu-ilmu umum, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin merosotnya nilai-nilai agama maka para pengasuh pondok Pesantren menganggap pelu untuk menambah Pendidikan Tradisional di pondok pesantren modern ini supaya tidak mengurangi nilai-nilai agama

yang seharusnya tercetak dalam dunia pesantren. Diantaranya

mempertahankan sistem sorogan dan wetonan,10 sistem ini kiai dapat

mengetahui langsung kemampuan para muridnya apa ia bisa membaca kitab kuning atau tidak, di sisi lain sistem ini juga bisa diikuti oleh warga masyarakat sekitar, sehingga dimungkinkan adanya hubungan yang baik antara pesantren dengan masyarakat sekitar, dengan demikian ajaran agama tidak saja diajarkan di pesantren akan tetapi juga di luar pesantren.

9


(13)

Di samping masih mempertahankan tradisi lama secara "Tradisional" Pondok Pesantren al-Amien Prenduan ini juga menyerap berbagai pola pendidikan baru yang sekarang berkembang, hal ini dilakukan agar Islam maupun lulusan pesantren masih tetap diterima masyarakat dengan tidak mengurangi sedikitpun nilai-nilai ajaran Islam.

Hal ini dilakukan karena kalangan pesantren memandang bahwasannya seiring dengan perkembangan zaman diperlukan keilmuan ganda baik ilmu formal maupun informal (keagamaan), serta ketrampilan

tertentu, sehingga dengan cara mendirikan Madrasah Ibtida’iyah, Madrasah

Tsa’nawiyah, Madrasah A’liyah dan Perguruan Tinggi, serta program lainnya, Pondok Pesantren al-Amien Prenduan ini tetap diterima oleh masyarakat, bahkan berkembang sangat pesat.

Sekitar 1980-an cukup banyak pesantren tradisional yang sudah banyak memasukkan sistem madrasah dan ikut kurikulum pemerintah. Sekurang kurangnya pesantren tersebut menambahkan pengetahuan umum.

Memang titik pusat pengembangan keilmuan di pesantren adalah ilmu-ilmu agama. Tetapi ilmu agama ini tidak akan berkembang dengan baik tanpa ditunjang ilmu-ilmu lain ( ilmu-ilmu sosial, humaniora dan

kealaman),11 maka oleh sebagian pesantren ilmu-ilmu tersebut juga

diajarkan. Ilmu-ilmu tersebut sebagai penunjang bagi Ilmu-ilmu agama. Maka orentasi keilmuan pesantren tetap berpusat pada ilmu-ilmu agama. Sementara itu ilmu-ilmu umum dipandang sebagai suatu kebutuhan atau

11


(14)

tantangan. Tantangan untuk menguasai pengetahuan umum itu merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan pesantren.

Pesantern modern sendiri memiliki bobot keberanian sendiri yang berbeda dalam menerima pelajaran baik Intra maupun extra kurikuler. Di pesantren yang senantiasa adaptif ini telah disajikan mata pelajaran umum yang beragam termasuk ilmu eksak. Manfred Ziemek menerangkan “ para santri pesantren modern (umpamanya al-Amien) mempelajari di samping matematika, fisika dan kimia, bahasa asing modern (Inggris dan Arab), tahnik pertanian, perkebunan, perunggasan, perikanan dan lain sebagainya.

Sebagitu banyaknya pesantren yang berpengetahuan agama saja namun, jumlah yang banyak itu semakin berkurang jika tanpa diimbangi dengan pengetahuan umum yang dibutuhkan masyarakat sekarang. Begitu juga sebaliknya jika hanya mengembangkan pendidikan umum saja tanpa diimbangi dengan ilmu agama maka, nilai-nilai ajaran agama yang semestinya didapat di pondok pesantren tidak didapat.

Kiai senantiasa menyadari kemandirian pesantren mulai dari awal sampai saat ini. Pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang paling mandiri. Kemandirian ini menjadi doktrin kiai pada santrinya, akibatnya ketika kembali ke kampung, santri mengamalkan kemandirian tersebut yang tidak cukup berbekal tekad, melainkan harus dipandu dengan potensi. Oleh karena itu kiai memandang perlu memberikan pelajaran keterampilan. Tujuannya di samping santri mampu hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat, juga untuk membuka wawasan berpikir keduniaan. Bila


(15)

kedua tujuan terealisasi maka akan membentuk suatu sosok pribadi yang utuh pada diri sendiri. Khususnya dibidang pertanian, agar bisa menjadi bekal para santri disamping untuk menunjang ekonomi pesantren itu sendiri. Namun begitu juga sebaliknya ilmu agama sebagai titik pengendali untuk mengendalikan setiap apa yang kita lakukan, karna dengan adanya pendalaman ilmu agama yang akan menuntun kita pada jalan yang haq dan yang bathil menurut agama. Jika kita hanya mendalami ilmu umum saja tidak diimbangi dengan ilmu agama yang terpenuhi hanya kebutuhan dunia saja sedangkan akhirat tidak pernah kita pikirkan, karna pada hakekatnya Islam itu indah dan mengatur untuk keindahan dunia dan akhirat.

Pondok pesantren al-Amien merupakan pondok pesantern modern yang malakukan tradisionalisasi dikemudian hari. Dari paparan inilah penulis tertarik lebih jauh untuk meneliti secara konkrit tentang bentuk-bentuk tradisionalisasi yang dilakukan Pondok Pesantren al-Amien Prenduan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Dinamika dan perjalanan perkembangan sejarah pondok pesantren sangat

beragam di indonesia. Namun yang paling umum terjadi dibanyak pesantren adalah modernisasi sistem pondok pesanten. Hampir smua pesantren menggunakan sistem tradisional. Akan tetapi dengan kemajuan


(16)

zaman maka tradisional menjadi modern, sehingga banyak pesantren tradisional yang kemudian menjadi modern.

2. Pondok Pesantren Gontor akan senantiasa melekatkan sebagai corak dan

model pondok pesantren modern yang ada di Indonisia. Sesuai dengan

hasil penelitian yang telah dilakukan castle di Gontor, bahwa pondok

pesantren Gontor telah memakai sistem klasikal tidak lagi bersesuaian dengan konteks saat ini, sehingga pemakaian kitab-kitab klasik sebagai buku teks tidak lagi diajarkan.

3. Lembaga Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan merupakan salah satu

pondok pesantren yang didirikan oleh alumni Pondok Pesantren Gontor. Kurikulum yang digunakan oleh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan merupakan kurikulum yang dilaksanakan di Gontor sebagai refrensi. Namun keadaan Pondok Pesantren Al-Amien sekarang tidak sama dengan keadan Gontor karena di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan terjadi tradisionalisasi pondok modern sesuai dengan tuntutan sekitar. Yaitu dengan diajarkan kitab klasik, bahkan dengan menggunakan metode sorogan. Tidak hanya itu pengajian Kitab Alfiyah Ibnu Malik menjadi program wajib di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, dan hal ini tidak ada di pondok pesantren Gontor.

Dari identifikasi masalah di atas, maka peneliti ini dibatasi pada masalah yang berkaitan dengan masalah tradisionalisasi pondok pesantren modern yang terjadi di Al-Amien Prenduan.


(17)

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang melatar belakangi Pondok pesantren al-Amien melakukan

Tradisionalisasi?

2. Apa saja hal-hal yang dilakukan Pondok Pesantren al-Amien dalam

melakukan Tradisionalisasi?

3. Bagaimana dampak Tradisionalisasi yang dilakukan Pondok

Pesantren al-Amien dalam mempertahankan eksistensi pondok pesantren itu sendiri?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui alasan yang melatar belakangi Pondok Pesantren

al-Amien untuk melakukan Tradisionalisasi dalam mempertahankan Eksistensinya.

2. Mengetahui bentuk Tradisionalisasi yang dilakukan di Pondok

Pesantren al-Amien Parenduan dalam mempertahankan Eksistensinya tersebut.

3. Mengetahui dampak Tradisionalisasi Pondok pesantren al-Amien

Prenduan dalam mempertahankan eksistensinya terhadap pondok Pesantren itu sendiri.

E. Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi pemikiran pendidikan bagi perkembangan dunia


(18)

2. Menjadi masukan bagi para pengelola dunia pendidikan pondok pesantren dalam mengambil kebijakan pendidikan di pesantren.

3. Memberikan contoh bagi dunia Pendidikan untuk diteladani.

F. Penelitian Terdahulu

Sepanjang pengetahuan peneliti, kajian dan penelitian tentang tema ini memang sudah ada, tetapi yang secara khusus membahas tentang tradisionalisasi Pondok Pesantren Modern di Pondok Pesantren al-Amin Prenduan dalam mempertahankan Eksistensinya belum peneliti temukan. Ada beberapa penelitian tentang al-Amin sebelumnya yang penulis temukan.

Beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan tema penulisan tesis ini, yaitu , Clifford Geertz juga meneliti tentang pesantren pada tahun 1983

yang berjudul Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa dan

diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Dunia Pustaka Jaya. Penelitian Imam

Bawani yang berjudul Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam yang

diterbitkan oleh penerbital-Ikhlash Surabaya pada1993, penelitian

Zamakhsyari Dhofier yang berjudul Tradisi Pesantren: Studi Tentang

Pandangan Hidup Kiai, Jakarta: LP3ISpada1994.

Di antara penelitian yang ada kaitannya dengan Pondok Pesantren al-Amien Prenduan:

1. Penelitian Asef Saifullah yang berjudul ”Modernisasi Pendidikan

Pesantren (Telaah Atas Pemikiran Pendidikan K.H.Moh.Tidjani


(19)

bentuk skripsi yang fokus pembahasannya lebih pada mengungkap gagasan kiai Tijani Jauhari mengenai konsep modernisasi pondok pesantren.

2. Penelitian Hermanto yang berjudul, “Implementasi kurikulum

dalam pembelajaran; Studi kasus Pondok Pesantren al-amien Prenduan pada tahun 2010.” Penelitian tersebut disusun dalam

bentuk Tesis yang fokus pembahasannya lebih pada

Pengimplementasian kurikulum pembelajaran.

3. Penelitian Muslim yang berjudul, “Implementasi Kurikulum

Pesantren Mu’adalah di TMI Pondok Pesantren al-Amien

Prenduan pada tahun 2013.” Penelitian tersebut disusun dalam bentuk tesis yang fokus pembahasannya lebih pada sistem Kurikulum Pesantren Mu’adalah.

4. Penelitian Rusdiy yang berjudul, “Manajemen kurikulum SMA

Tahfizd al-Qur’an al-Amien Prenduan pada tahun 2013.” Penelitian tersebut disusun dalam bentuk tesis yang fokus penelitiannya lebih pada manajemen kerikulumnya.

5. Pnelitian Mushalla yang berjudul, “Pengembangan Kurikulum

berbasis keunggulan Tahfizdul Qur’an dan muatan lokal kepesantrenan; Study kasus di Madrasah Aliyah keagamaam MAK

Tahfizdul Qur’an al-Amien Prenduan pada tahun 2013.” Penelitian

tersebut disusun dalam bentuk tesis yang fokus penelitannya lebih pada Pengembangan Kurikulum berbasis tahfizdul Qur’an.


(20)

Selain itu, terdapatpenelitianlain yang berjudul Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju Millinium Baru yang dilakukan oleh Azyumardi Azra. Dalam penelitiannya, Azra telah banyak menyoroti sisi Modernisasi Pendidikan dan sisi Tradisionalisasinya, walaupun secara praktis masih bersifat umum dan tidak fokus pada suatu lokasi.

Dari sekian penelitian yang teruai di atas, penulis tidak menemukan penelitian yang memiliki fokus sebagaimana penelitian yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini. Memang, terdapat penelitian yang memiliki kesamaan tema, ada pula memiliki kesamaan lokasi, tetapi tidak memiliki kesaman fokus penelitian. Karenanya, penelitian yang dibahas dalam tesis ini tidak akan menghasilkan pembahasan yang memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

G. Penegasan Istilah

1. Tradisionalisasi

Untuk menghindari munculnya salah pengertian terhadap Judul Penelitian di atas, berikut ini dijelaskan beberapa kata kunci yang terdapat dalam Judul tersebut. Tradisionalisasi berasal dari kata "Tradisional" yang artinya menurut adat, turun temurun, kemudian mendapat tambahan "isasi". Maka pengertiannya dapat dirumuskan


(21)

sebagai kecenderungan atau sikap untuk selalu mempertahankan tradisi

warisan masa lalu.12

2. Pendidikan

Istilah pendidikan berasal dari kata didik yang kemudian menjadi “Pendidikan” karena mendapat awalan pe- dan akhiran –an yang berarti proses. Didik (mendidik) berarti memberi sesuatu yang berdampak positif, baik berupa latihan akhlak maupun kecerdasan akal pikiran. Dari itu pendidikan dapat dimaknai sebagai proses pengubahan cara berpikir atau tingkah-laku dengan jalan pengajaran, penyuluhan, dan latihan

pembisaaan. Singkatnya, pendidikan adalah sebuah proses mendidik.13

3. Pesantren

Secara Etimologis: Pesantren berasal dari kata ”Santri”, dengan

awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.14

Bagi Nurcholish Madjid, pesantren dapat dilihat dari dua pendapat: pertama, kata ”Santri” berasal dari kata ”Sastri", kata dengan makna melek huruf ini merupakan bahasa sansakerta. Pendapat ini, kata Nurcholish, didasarkan pada pandangan orang Jawa tentang kelompok orang yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertuliskan

bahasa Arab. Pendapat kedua, kata ”Santri” berasal dari bahasa Jawa

12

Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 2002) 401.

13

Ibid., 353.

14


(22)

yakni kata ”Cantrik”. Cantrik memiliki makna seseorang yang selalu

mengikuti guru ke mana pun guru pergi dan menetap.15

4. Modern

Modern berasal dari kata "Modern" (kata sifat) yang artinya baru. Kata “modern” mengacu pada tuntutan penyesuaian pada situasi global masa kini. Akan tetapi, hal itu tidak lantas negatif. Kata modern, selama ini, kerap dicurigai sebagai bertendensi negatif dan „destruktif’. Padahal tidak demikian adanya.

5. Pesantren Modern

Pondok pesantren modern adalah pondok pesantren yang

pengelolaannya terencana dengan jelas dan terukur, sehinggga bisa dievaluasi. Prinsip-prinsip manajemen pesantren modern berorientasi pada mutu atau kualitas yang bersifat aplikatif dan lebih pada pendidikan pengetahuan umum. Pola ilmiah pondok pesantren modern, visi, tujuan, serta program tertulis dan terstruktur.

H. Metodologi Penelitian

1. Pemilihan Lokasi Penelitian

Tradisionalisasi Pendidikan Pondok Pesantren Modern di pesantren sangat mungkin tidak hanya terjadi di Pondok Pesantren al-Amien Prenduan saja, namun dimungkinkan kasus ini juga dapat ditemukan di Pondok Pesantren yang lain. Untuk itulah karena keterbatasan Penulis dari

15


(23)

19-segi waktu, pikiran, biaya dan tenaga, maka penelitian ini dibuat dalam bentuk studi kasus pada Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren al-Amien Prenduan .

Adapun alasannya adalah sebagai berikut: Pondok Pesantren al-Amien Parenduan sebagai salah satu Pondok terbesar di Madura; dan mempertahankan Sistem Pendidikan Tradisionalnya dengan kitab-kitab klasik sebagai Materi-materi pokoknya.

Pada awal berdirinya Pondok Pesantren al-Amien Prenduan merupakan Pondok Pesantren Modern, namun dalam perkembangan berikutnya Pondok ini Tradisionalisasi Sistem Pendidikannya dengan tetap melestarikan Sistem Pendidikan Modernnya. Kemudian, secara kualitas jumlah santri yang peduli dengan Pendidikan Tradisional semakin banyak dengan tanpa meninggalkan Pendidikan Modernnya. Jadi ada semacam keseimbangan antara Pendidikan Tradisional dan Pendidikan Modern di kalangan kaum santri.

2. Pendekatan penelitian

Penelitian tentang Tradisionalisasi Pendidikan Pondok Pesantren Modern di Pondok Pesantren al-Amien Parenduan menggunakan Metode Kualitatif. Karena riset ini bersifat deskriptif, data digambarkan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya dan data yang dikumpulkan berbentuk kata atau gambar dari pada angka. Walaupun dalam beberapa hal Peneliti juga menggunakan Data Kuantitatif, tetapi hal itu


(24)

dimaksudkan untuk pelengkap saja, bukan sebagai cara untuk menguji sebuah Hipotesis sebagaimana dalam penelitian Kuantitatif.

Di samping itu penggunaan data Kuantitatif dalam Penelitian ini untuk menggambarkan kondisi Pondok dan segala apa yang ada di dalamnya. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan etnografis, yaitu sebuah pendekatan yang berusaha menggambarkan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat dari sudut pandang masyarakat itu sendiri. Dalam penelitian kualitatif peneliti wajib hadir di lapangan, karna peneliti merupakan instrument penelitian utama (the instrument of choice in naturalistic is the human)16

Adapun tujuan utama etnografi ini adalah memahami suatu cara hidup dari pandangan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dalam pendekatan ini Peneliti bertindak selaku seorang etnografer dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas dalam kurun waktu tertentu untuk mendapatkan tiga aspek pengalaman manusia yaitu apa yang dikerjakan, apa yang diketahui, dan benda-benda apa yang dibuat dan dipergunakan sesuai dengan pokok permasalahan dan tujuan.

3. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data. Pertama, sumber non-manusia termasuk buku-buku primer ataupun sekunder, majalah, diktat dan sumber data lain yang

16


(25)

dikategorikan non-manusia. Kedua, sumber data yang berasal dari

manusia (human) yaitu ( Kiyai, Kepala sekolah, praktisi pendidikan serta

santri/siswa/siswi Pondok pesantren al-Amien Prenduan. Sumber data

munusia berfungsi sebagai sebagai subjek atau informan kunci (key

informants) dan data yang diperoleh melalui informan bersifat lunak (soft data).17

4. Teknik Penggalian Data

Dalam pengumpulan data, supaya mendapatkan data holistis, maka Bagdan dan biklen menawarkan tiga tehnik yaitu, (1) wawancara mendalam, (2) Observasi partisipan, dan (3) studi dokumentasi.

a. Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang

digunakan oleh penulis untuk mengungkap makna secara mendasar dalam interaksi yang spesifik dalam membidik proses tradisionalisasi pendidikan pesantren di Al-Amin Prenduan. Tehnik wawancara yang digunakan ada tiga yaitu, (1) wawancara tidak berstruktur, (2) wawancara berstruktur, dan (3) wawancara sambil lalu Demi tercapainya sebuah tujuan dari wawancara maka peneliti membuat kerangka dan garis besar pokok pertanyaan

sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini.18

17


(26)

b. Observasi partisipan sebagai sebuah tehnik yang digunakan oleh penulis dalam pengambilan data tetang keberadaan Pesantren Al-Ain. Dalam hal ini, penulis mengandalkan kemampuan kekuatan

pengamatan atau pengindraan.19 Artinya Peneliti terlibat langsung

keseluruh kegiatan yang ada di Pondok Pesantren al-Amien Prenduan untuk melengkapi dan menguji hasil wawancara yang diberikan oleh informan yang mungkin belum menyeluruh atau belum mampu menggambarkan segala macam situasi atau bahkan melenceng.

Menurut Marshall Observation entails the systematic noting and

recording of events, behaviors, and artifacts (objects) in the social setting chosen for study.20

c. Studi dokumentasi digunakan oleh penulis yaitu guna

mengumpulkan data dari sumber non manusia. Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengummpulkan data-data yang mendukung untuk memahani dan menganalisis data yang telah diperoleh. Dokumen yang berhubungan dengan tema ini, yaitu berupa surat-surat, foto-foto dan lain-lain yang dapat dipandang sebagai “Narasumber” yang dapat diminta menjawab

pertanyaan-pertanyan yang diajukan oleh Peneliti.21Dokumentasi

19

Syarqowi Dhofir, Metode Riset (Sumenep: Sari safar, 2004), 45.

20

Cathrine Marshall Gretchen B. Rossman, Designing Qualitative Research (London: Sage Publications, 1995), 79.


(27)

digunakan selain karena manfaat tersebut, juga karena termasuk

sumber data yang stabil dan kaya data.22

5. Analisis Data

Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik, transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap

bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan semuanya kepada orang lain.23

Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan dua corak analisis yaitu, analisa data selama pengumpulan data dan analisa data setelah pengumpulan data. Pada analisis corak pertama peneliti mondar-mandir antara berpikir tentang data yang ada dan mengembangkan strategi untuk mengumpulkan data baru (yang biasanya berkualitas lebih baik): melakukan koreksi terhadap informasi yang kurang jelas; dan mengarahkan analisis yang sedang berjalan berkaitan dengan dampak pembangkitan kerja lapangan.

Beberapa langkah yang ditempuh selama pengumpulan data adalah penyusunan lembar rangkuman kontak (contact summary sheet), pembuatan kode-kode, pengkodean pola (pattern codding), dan pemberian memo. Pada analisis corak kedua peneliti banyak terlibat

22

Sutrisno Hadi, Metodologi Research I (Yogyakarta: Yayasan penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987), 204.

23


(28)

dalam kegiatan penyajian atau penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya.

6. Pengecekan keabsahan data

Pengecekan keabsahan data merupakan bagian yang terpenting, untuk membuktikan data bisa dipertanggung jawabkan dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan langkah-langkah sebagaimana dinyatakan oleh moleong sebagai berikut: (1) Perpanjangan keikutsertaan. (2)

ketekunan pengamatan. (3) triangulasi.24 Dalam hal ini faisal

menyarankan setidak-tidaknya peneliti menggunakan dau triangulasi

supaya tercapai standar kredibilitas hasil penelitian.25

7. Langkah-Langkah Penelitian

Berikut ini dikemukakan langkah-langkah penelitian yang telah dilakukan, meliputi delapan tahap dari pra surve dengan sampai tahap pengujian validitas data hasil penelitian.

a. Studi persiapan untuk studi orentasi dengan menyusun

proposal-proposal penelitian dan menggalang sumber pendukung yang diperlukan.

b. Studi eksplorasi umum yaitu, konsultasi wawancara dan

perizinan pada yang berwenang, penjagaan umum pada beberapa objek yang ditunjukkan untuk melakukan observasi dan wawancara secara global, studi litratur dan

24

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja rosda karya, 1998), 175.


(29)

menentukan kembali fokus penelitin, diskusi dengan teman sejawat dan pembinbing untuk memperoleh masukan.

c. Eksplorasi terfokus yang diikuti dengan pengecekan hasil

temuam penelitian dan penulisan laporan hasil penelitian.

I. Sistematika Pembahasan

Bab I: Pendahuluan, terdiri dari beberapa sub bab, yaitu: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penelitian terdahulu, Penegasan Istilah, Metodologi Penelitian, Sistematika Pembahasan.

Bab II: Kerangka teori, terdiri dari beberapa sub bab yaitu: Tradisionalisasi Pendidikan Pondok Pesantren Modern dalam mempertahankan Eksistensinya, yang berisi tentang; Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan, Pesantren antara salaf dan modern, kelemahan dan kelebihan pesantren salaf, kelemahan dan kelebihan pesantren modern.

Bab III: Gambaran Umum Pondok Pesantren al-Amien Prenduan yang memuat tentang, Nama dan Letak Geografis, Visi dan Misi Pondok Pesantren, Struktur Organisasi.

Bab IV: Penyajian dan Analisis, yang memuat tentang; Sistem Pendidikan dan Pengajaran Pondok pesantren Al-Amien Prenduan serta Analisis terhadap Bentuk Tradisionalisasi Pendidikan Pondok Pesantren Modern di Pondok pesantren Al-Amien Prenduan.


(30)

Bab V: Merupakan penutup dari penulisan tesis ini yang berisi Kesimpulan dan Saran.


(31)

(32)

A. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan 1. Pengertian Pesantren

Pesantren merupakan bagian dari lembaga pendidikan Islam. Penting dipahami terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan Islam sebelum

masuk pada pengertian pesantren. Pada dasarnya, „pendidikan Islam”

memang berawal dari kata “pendidikan” yang mendapat imbuhan kata

“Islam”. keduanya menujukkan pendidikan yang berwarna Islam.1

Dengan artian bahwa, pendidikan yang berlandaskan pada ajaran Islam. Kata “pendidikan”, dalam Islam dikenal dengan istilah tarbiyah. Bagi

Adurrahman Al-Nawawi, “Al-tarbiyah” dibagi tiga kata: roba yarbu yang

berarti tambahan atau pertumbuhan. Rabiya yarba, artinya menjadi besar.

Rabba yarubbu, maknanya menguasai dan memelihara.

Secara etimologi pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan pe dan akhiran -an yang berarti tempat tinggal para santri. Profesor Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang artinya guru mengaji. Sedangkan CC Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah Shastri yang dalam bahasa India yang berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu. Kata Shastri berasal dari


(33)

kata Shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu

tentang pengetahuan2.

Dalam peraturan menteri agama RI mengatakan Pesantren adalah Lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat baik sebagai

satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah penyelenggara pendidikan3.

Pesantren juga memiliki dua arti yang dilihat dari segi fisik dan pengertian kultural. Dari segi fisik pesantren merupakan sebuah kompleks pendidikan yang terdiri dari susunan bangunan yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan pendidikan.

Sedangkan secara kultural pesantren mencakup pengertian yang lebih luas mulai dari sistem nilai khas yang secara intrinsik melekat di dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan pada kiai sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan yang diwariskan secara turun-temurun. Ada pula yang mengartikan pesantren dengan arti bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral

keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-sehari.4

Ketika kita mau menelusuri lebih jauh lagi tentang apa itu sebenarnya pesantren, tentu akan muncul begitu banyak arti dan pendapat tentang pesantren. Dari sekian pengertian di atas disini penulis mencoba menarik kesimpulan, bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan

2

Zamasyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1994),18

3


(34)

agama Islam tradisional yang mempunyai ciri khusus yang telah mengembangkan diri dan ikut serta dalam pembangunan bangsa serta berperan dalam proses penyebaran agama islam di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga saat ini.

Namun, setidaknya, secara umum Pesantren Wajib memiliki lima elemen pokok yakni: a. Kiai, Ustadz, atau sebutan yang lain, b. Santri, c. Pondok atau asrama ; d. Masjid atau Musholla, dan e. Kitab kuning. Pesantren wajib menyelenggarakan pengajian kitab kuning sesuai dengan

kekhasan masing-masing pesantren.5 Kelima elemen tersebut merupakan

ciri khusus yang dimiliki oleh pesantren yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain. Selain itu ada pula ciri khusus pesantren yakni kepemimpinan yang kharismatik dan suasana keagamaan yang mendalam.

2. Tujuan Pesantren

Selama ini belum pernah ada rumusan tertulis mengenai tujuan pendidikan pesantren. Mastuhu merumuskan bahwa tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan dan berakhlaq mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhitmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi) mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam


(35)

kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan

umat islam di tengah-tengah masyarakat(„izzul Islam wal Muslimin ), dan

mencintai Ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia

yang muhsin bukan sekedar muslim.6

Berbagai dasar pendidikan pesantren yang di rumuskan diatas, tentu menjadi dasar yang dimiliki oleh setiap pesantren, karna tanpa dasar tersebut sebuah pesantren akan kehilangan keunikannya sebagai lembaga

pendidikan islam tradisional yang berorientasi pada tafaqquh fiddin dan

membentuk kepribadian Muslim yang Kaffah.7

3. Tipologi Pesantren

Ciri-ciri Pesantren secara global hampir sama, namun dalam realitasnya terdapat beberapa perbedaan terutama dilihat dari proses dan substansi yang diajarkan. Adapun tipologi secara garis besar terdapat 2

kelompok yaitu : Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan

pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan sistem Sorogan yang di pakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,

tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren

Modern yang telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang di kembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan

6


(36)

pesantren.8 Pengelompokan di atas perlu diurai lagi. Mengingat

perkembangan pesantren yang sangat pesat akhir ini. Babun Suharto dalam

bukunya yang berjudul “Dari Pesantren untuk Umat” mengelompokkan

pesantren menjadi 5, yaitu:

1. Pesantren salaf, yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf

(wetonan dan sorogan) dan sistem klasikal.

2. Pesantren semi berkembang, yaitu pesantren yang di dalamnya

terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem madrasah swasta dengan kurikulum 90 % agama dan 10 % umum

3. Pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi

berkembang hanya saja lebih fariatif yakni 70 % agama dan 30 % umum

4. Pesantren modern, seperti pesantren berkembang yang lebih lengkap

dengan lembaga pendidikan sampai perguruan tinggi dan dilengkapi dengan takhassus bahasa arab dan bahasa inggris

5. Pesantren ideal, pesantren sebagaimana pesantren modern hanya saja

lembaga pendidikannya lebih lengkap dalam bidang keterampilan yang meliputi teknik, perikanan, pertanian, perbankkan dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas dengan tidak menggeser

ciri khas pesantren.9 Namun dalam Permenag No.3 Th. 2012

disebutkan bahwa pesantren sebagai satuan pendidikan

diselenggarakan dalam bentuk pesantren Salafiyah. Pesantren

8


(37)

Salafiyah adalah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan kitab kuning dan sistem pengajaran yang

ditetapkan oleh kiai atau pengasuh.10 Sedangkan Pesantren

Khalafiyah dalam peraturan ini tidak masuk dalam pengertian Pesantren Salafiyah.

B. Tradisionalisasi pondok pesantren

Di masa penyebaran Agama Islam di Indonesia, pusat pusat pengajaran Islam didirikan di beberapa daerah di Nusantara, mulai dari Aceh, Demak, sampai ke Makasar. Dari pusat-pusat belajar ini, Agama Islam mulai tersebar ke seluruh kepulauan dengan di bawa oleh para saudagar Muslim. Wali, muballigh, atau ulama telah menyediakan pendidikan bagi kaum muslim Indonesia. Setidaknya terdapat dua model pengajaran agama Islam pada masa awal, yaitu pengajian Al quran, dan pesantren. Keduanya masih tetap eksis hingga saat ini dalam bentuk yang beraneka ragam.

Kehadiran tipe-tipe pendidikan seperti ini sesungguhnya didasarkan pada upaya untuk memantapkan pengajaran agama terhadap para anak-anak dan masyarakat. Ini karena pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama masyarakat muslim. Untuk memenuhi tanggung jawab itu, maka didirikan pendidikan yang dikenal dengan istilah pendidikan informal. Pengajian Al quran merupakan pendidikan tingkat dasar bagi seseorang muslim di Indonesia.


(38)

Ziemek berpendapat bahwa Pesantren tidak hanya identik dengan

keIslamannya aakan tetapi juga identik dengan keaslian Indonesia.11 Ini

merupakan proses pembelajaran yang biasanya diselenggarakan di dalam rumah, masjid atau musholla. Proses yang dilakukan itu merupakan langkah pertama dalam pendidikan anak. Sejak dini, anak-anak diperkenalkan Al quran. Biasanya pengajian ini menekankan pada pembacaan dan isi kandungan Al-Quran. Di bawah instruksi dari para orang tua muslim di rumah, anak anak belajar cara mengaji (membaca Al-Quran) yang benar, menghafal sedikit demi sedikit surat-surat dalam Al-Quran dan bacaan-bacaan sehari-hari dalam sembayang. Karena ini merupakan tanggung jawab bagi setiap muslim untuk memahami pengajaran agamanya, maka jika tidak para orang tua tidak dapat memberikan pengajaran sendiri. Mereka akan mengirimkan atau membiarkan anak-anak mereka pergi ke musala/langgar atau masjid.

Pada pendidikan pesantren tidak ada persyaratan khusus atau peraturan yang mengikat bagi anak-anak untuk menyelesaikan pembelajaran mereka dalam waktu tertentu, atau bagi guru untuk mengajar, kesuksesan pembelajaran tergantung pada anak-anak sendiri. Bagi mereka yang ingin melanjutkan pembelajaran keagamaannya, diharapkan dapat melanjutkan di pesantren. Untuk itu pesantren dipandang sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional. Pendirian pesantren merupakan upaya untuk menciptakan pengaruh yang penting dalam pengembangan Muslim Indonesia, karena


(39)

pesantren tidak hanya melayani masyarakat sebagai lembaga pendidikan dan

keagamaan, tetapi juga sebagai lembaga sosial.12

Pesantren di beberapa segi terbangun sebagai manifestasi dari dua keinginan yang berpadu: (1) keinginan atau hasrat mereka yang ingin mendapatkan pengajaran dan pengetahuan agama agar dapat hidup tentram dan mendapat pahala dari Tuhan; (2) hasrat mereka yang ingin mencari keridhaan dan pahala dari Tuhan melalui pemberian pengajaran kepada orang lain (mastuhu, 1994). Sisi lain tujuan utama pendirian pesantren adalah 1) untuk mempersiapkan santri dalam memahami dan menguasai pengajaran dan

studi Islam (tafaqquh fiddin); 2) untuk menyebarkan dan mendakwahkan

pemahaman ajaran Islam kepada masyarakat muslim; dan 3) sebagai benteng pertahanan masyarakat di bidang etika, moral dan akhlak.

Sejalan dengan tujuan ini, maka seluruh materi pendidikan yang diajarkan di pesantren di ambil dari materi-materi keagamaan yang langsung diperoleh dari buku-buku atau naskah klasik berbahasa Arab (dikenal istilah kitab kuning). Hal ini dapat diartikan bahwa pesantren tidak hanya memiliki keaslian pengajaran Islam (tradisional/sunnah Islam), tetapi juga mempunyai akar kesejarahan dan otentisitas Indonesia (Nurcholis Majid, 1985). Pesantren memiliki tempat tersendiri sebagai sebuah lembaga pendidikan, karena tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai tempat pengembangan nilai-nilai keagamaan.

12


(40)

Tentunya hal ini membantu mereka yang ingin menyerap nilai nilai keislaman secara menyeluruh. Fenomena ini dipandang oleh sebagaian masyarakat bahwa metode yang digunakan di pesantren akan sulit menciptakan hasil yang baik. Ini karena sistem pendidikan pesantren tidak mengakomodir sistem pendidikan modern. Maka sifat tradisionalitas pesantren menjadi melekat dalam sistem pendidikannya.

C. Pesantren Antara Salaf dan Modern 1. Pesantren Salaf

Pengertian Tradisional menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam Indonesia yang merupakan golongan mayoritas bangsa indonesia dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan umat

bukan tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian.13

Kata salaf atau salafiyyah itu sendiri diambil dari numenklatur Arab salafiyyun untuk sebutan sekelompok umat Islam yang ingin kembali

kepada ajaran Al- Qur’an dan Assunnah sebagaimana praktik kehidupan

generasi pertama Islam (Assalafussholeh). Pada waktu itu umat Islam sedang mengalami perpecahan dalam bentuk golongan madzhab tauhid hingga beberapa kelompok. Kelompok salafiyun ini mengaku lepas dari


(41)

semua kelompok itu dan mengajak semua yang telah terkelompok-kelompok menyatu kembali kepada ajaran Al-Quran dan Assunnah.

Penggunaan kata salaf juga dipakai untuk antonim kata salaf versus kholaf. Ungkapan ini dipakai untuk membedakan antara ulama salaf (tradisional) dan ulama kholaf (modern). Tidak selamanya yang salaf berarti kuno manakala ulama mengajak kembali kepada ajaran Al-Qur,an. Seringkali mereka bahkan lebih dinamis dari yang kholaf karena ulama kholaf banyak diartikan juga untuk menggambarkan ulama yang memiliki

orientasi ke salafussholeh.14

Penggunaan kata salaf untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren salaf cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang. Pesantren salaf pada umumnya dikenal dengan pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal semacam madrasah ataupun sekolah. Kalaulah menyelenggarakan pendidikan keagaman dengan sistem berkelas kurikulumnya berbeda dari kurikulum, model sekolah ataupun madrasah pada umumnya.

Jadi menurut hemat penulis pesantren salaf yakni pesantren yang melakukan pengajaran terhadap santri santrinya untuk belajar agama islam secara khusus tanpa mengikutsertakan pendidikan umum didalamnya. Kegiatan yang dilakukan biasanya mempelajari ajaran Islam dengan


(42)

belajar menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik), yang menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitab kitab didalam berlangsungnya proses belajar mengajar.

Dalam pesantren salaf peran seorang kiai atau ulama sangat dominan, kiai menjadi sumber referensi utama dalam sistem pembelajaran santri-santrinya. Pesantren tradisional (salafi)“merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern”. Istilah pesantren tradisional digunakan untuk menunjuk ciri dasar perkembangan pesantren yang masih bertahan pada corak generasi pertama atau generasi salafi.

Pesantren salafiyah telah memperoleh.penyetaraan melalui SKB 2 Menteri (Menag dan Mendiknas) No : 1/U/KB/2000 dan No. MA/86/2000, tertanggal 30 Maret 2000 yng memberi kesempatan kepada pesantren salafiyah untuk ikut menyelenggarakan pendidikan dasar sebagai upaya mempercepat pelaksanaan program wajib belajar dengan persyratan tambahan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA dalam kurikulumnya. Dengan demikian SKB ini memiliki implikasi yang sangat

besar untuk mempertahankan eksistensi pendidikan pesantren.15

Karakteristik pesantren salaf tentu berbeda dengan pesantren modern.

Hal ini bisa di lihat karakternya yang, pertama, pesantren salaf memiliki

karakter lokalitasnya. Sebuah model pendidikan yang sejalan dan sedarah

dengan fakta riil kondisi masyarakat sekitarnya. Kedua, di pesantren salaf,

15


(43)

yang ditekankan ialah membangun kultur tanpa mesti membangun sistem. Ketiga, pesantren salaf dikenal dengan pesantren yang memiliki pola pengelolaan pendidikan tradisional. Selain itu juga dalam hal berpakaian, terlihat sangat sederhana dan madiri. Kesederhanaan pakaian dalam pesantren salaf terlihat tidak membeda-bedakan antara pakain untuk berjamaah di masjid dan pakain untuk mengikuti kegiatan lainnya, termasuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.

2. Pesantren Modern

Sedangkan mengenai arti pesantren khalafiyah (modern) adalah pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT

dalam lingkungannya.16 Dengan demikian pesantren modern merupakan

pendidikan pesantren yang diperbaharui atas pesantren salaf, sebagai institusi pendidikan asli Indonesia yang lebih tua dari Indonesia itu sendiri, adalah 'legenda hidup' yang masih eksis hingga hari ini.

Sedangkan menurut penulis pesantren modern itu dapat diartikan

bahwa pesantren modern adalah pesantren yang berusaha

menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendidikan umum, metode yang digunakan tidak lagi seperti dulu, materi yang diajarkanpun juga


(44)

lebih banyak dibanding pesantren salaf. Selain mengajarkan pendidikan agama islam pesantren ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dan juga bahasa-bahasa asing yang dilakukan guna menghadapi perkembangan zaman yang semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan pula sekolah-sekolah diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai penunjang dalam sistem pembelajaran mereka.

Pesantren modern dikenal dengan sebutan pesantren khalafi, yaitu

pesantren yang selain memberikan pengajaran kitab-kitab klasik juga membuka sekolah-sekolah umum. Sekolah-sekolah umum itu dalam koordinasi dan berada di lingkungan pesantren. Keberadaan sekolah dimaksudkan untuk membantu mengembangkan pendidikan pesantren. Di dalamnya terdapat perpaduan antara ilmu umum dan ilmu agama. Pengelolaannya tersistem dan terstruktur. Kegiatan di sekolan di dalam

pesantren menjadi seimbang.17

D. Kelemahan dan Kelebihan dari Pesantren Salaf 1. Kelemahan Pesantren Salaf

Pada awalnya posisi pesantren di Indonesia khususnya pesantren salaf atau pesantren tradisional memang cukup positif untuk melindungi umat dari terkaman rekayasa ideologi atau agama penjajah. Banyak ulama besar Islam dilahirkan oleh kalangan pesantren masa itu karena kemurnian ajaran, kualitas keilmuan dan semangat para pendiri pesantren.

17


(45)

Namun dalam proses perjalanan sejarah peradaban manusia yang begitu cepat berkembang, pondok pesantren juga secara bertahap kehilangan kemampuan sosialnya karena mereka tetap saja berada pada lingkup yang kecil padahal arus teknologi maju dengan amat pesatnya. Akan tetapi pada masa itu masih banyak pesantren yang bersikukuh mempertahankan ketradisionalan mereka, dan cenderung menutup diri untuk dunia luar. Sehingga perilaku tanggap terhadap perubahan zaman sangat kurang dirasakan oleh mereka. Kemajuan pendidikan masih jauh tertinggal dengan pesantren-pesantren modern, baik dari segi kurikulum ataupun sistemnya.

Dari segi kurikulum pesantren ini lebih mencolok terhadap penekanan mengenai fikih, tasawuf dan ilmu alat. Dalam sistem pembelajarannya juga masih mengikuti model-model terdahulu seperti bondongan, hafalan rutinan, sorogan, dan metode yang lainnya. Pilihan pesantren untuk tidak mengikuti aturan pendidikan formal adakalanya tumbuh dari kalkulasi program atau kurikulum yang diatur dan disusun Negara tidak akan memenuhi kebutuhan sebuah lembaga pendidikan pesantren yang memiliki visi dan misi pendidikan secara khas.

Selain itu, orientasi keilmuan dipendidikan formal dinilai berorientasi pada prestasi akademik dan kerja. Sedangkan pada pesantren salaf tertuju pada prestasi akhlakul karimah. Pandangan pandangan seperti inilah yang menjadikan kaum muslim lemah dan mengalami kemosrotan dalam segi ekonomi, tekhnologi, dan juga pergeseran sosial di tengah-tengah


(46)

masyarakat. Untuk lebih singkatnya, kelemahan yang dimiliki oleh pesantren salaf pada umumnya antara lain:

a. Menutup diri akan perubahan zaman, dan bersifat kolot dalam

merespon modernisasi.

b. Lebih menekankan ilmu fiqh, tasawuf dan ilmu alat.

c. Adanya penurunan kualitas dan kuantitas pesantren salaf

d. Penggunaan metode pembelajaran yang masih bersifat tradisional

seperti sorogan, bandungan(halaqah), dan wetonan.

e. Kurangnya penekanan kepada aspek pentingnya membaca dan

menulis.

f. Peran kiai yang dominan dan sumber utama dalam pembelajaran

Jadi menurut penulis hal-hal yang ada dalam pesantren salaf yang kiranya kurang begitu relevan dengan perkembangan zaman pada dewasa ini sebaiknya sedikit demi sedikit perlu dievaluasi kembali agar para penerus bangsa tetap menjaga kekhassan dari pesantren salaf itu sendiri. Dan eksistensi pesantren salaf tetap terjaga. Karena bagaimanapun seiring perubahan zaman manusia itu juga ikut mengalami perubahan.

2. Kelebihan Pesantren Salaf

Tidak dapat dipungkiri keberadaan pesantren salaf telah membawa perubahan terhadap masyarakat Indonesia pada masa penjajahan dan awal Indonesia merdeka. Perlu kita ketahui juga banyak para santri yang dulu


(47)

ikut menyemarakan perjuangan kemerdekaan Negara kita ini. Walaupun banyak mengalami rintangan dan kekangan dari para Kolonial Belanda, tetapi pesantren ini tetap mampu menyebarkan agama islam.

Selain itu alumni-alumni dari pesantren salaf ini mampu berkiprah dalam masyarakat pada masanya, karena ilmu yang ditimba sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat, selain itu adanya keikhlasan dari kiai dan keberkahan dari kiai yang dulu memang sangat manjur. Walau metode yang digunakan itu dikatakan kuno, akan tetapi hasilnya cukup berkualitas. Serta menghasilkan santri yang bersifat akhlakul karimah dan

berpijak teguh pada Al-qur’an dan As-sunnah. Pendidikan pesantren salaf

ini bagus untuk pembentukan moral anak bangsa kita kedepan. Tapi harus juga diimbangi dengan ketrampilan, kreatifitas dan juga pengetahuan dari mereka.

Kekhasan pesantren salaf yang paling menonjol adalah kebutuhan akan ta’limu ulum addin (pembelajaran ilmu ilmu keagamaan). Masyarakat muslim memiliki tradisi pendidikan keagamaan yang sangat

kental18 dan biasanya menjadi program pendidikan yang utuh serta

memenuhi seluruh rongga waktu santri. Untuk lebih rincinya dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan dari pesantren salaf antara lain adalah sebagai berikut:

a. Ketakdziman seorang santri terhadap kiainya begitu kental.

18


(48)

b. Tempat mencetak kader-kader Islam yang berakhlakul karimah dan mumpuni terhadap kajian-kajian agama seperti ilmu fiqh, tasawuf ataupun ilmu alat.

c. Sebagai tempat sentral belajar ilmu agama.

d. Tempat pendidikan yang tak mengenal strata sosial.

e. Mengajarkan semangat kehidupan demokrasi, bekerja sama,

persaudaraan, persamaan, percaya diri dan keberanian hidup.

E. Kelebihan Dan Kekurangan Pesantren Modern 1. Kelebihan Pesantren Modern

Di dunia pendidikan di Indonesia, model pendidikan pesantren adalah asli atau murni pendidikan yang tumbuh dari kebudayaan Indonesia. Demikian merupakan sumber utama dan pertama dari adanya pendidikan Islam di Indonesia. Dan hingga saat ini pesantren terus bertahan dan mendapatkan pengakuan dan binaan dari pemerintah. Lulusan pesantren mendapatkan akses yang sama seperti keluaran lembaga pendidikan lain.

Pada dekade 1950-an dan awal 1960-an Indonesia mengalami kesulitan Ekonomi, pemburuan pesantren banyak berkenaan dengan keterampilan, khususnya dalam bidang pertanian yamg mana hal ini dapat menunjang perkonomian para santri serta bagi Pesantren juga dan hal ini juga merupakan sebuah bekal santri untuk dibawa pulang ke kampung


(49)

halaman masing masing. Dalam masa sulit seperti itu Pesantren dituntut

untuk self-supporting dan self-financing.19

Akan tetapi hal demikian tidak akan terjadi lagi dalam dunia pesantren baru kita, yang biasa kita kenal dengan pesantren modern. Karena dalam pesantren modern telah melakukan perubahan terhadap kurikulum, metode dalam melakukan proses pembelajaran seperti perubahan dalam:

a. Sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem

klasikal yang kemudian disebut sebagai madrasah.

b. Diberikannya pengetahuan umum disamping masih

mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab.

c. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren,

misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

d. Diberikannya ijazah bagi santri yang telah menyelesaikan

studinya di pesantren, yang terkadang ijazah tersebut disesuaikan dengan ijazah negeri.

Selain perubahan tersebut, dunia pesantren modern juga telah menerima bahkan mau memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Para santri tidak hanya diajari dan dibacakan kitab-kitab klasik yang menjadi jati diri pesantren, akan tetapi mereka juga diperbolehkan belajar ilmu-ilmu umum juga tekhnologi seperti belajar ilmu alam, sosial, bahasa

19


(50)

asing selain bahasa arab, computer bahkan untuk zaman sekarang internetpun telah diajarkan kepada mereka, serta keterampilan kerja menjadi wajib mereka tekuni yang mana dapat dimasukkan pada aspek

jasmani20. Tentunya itu dilakukan guna menciptakan para santri menjadi

manusia yang cerdas spiritual dan peka terhadap perubahan zaman. Perubahan yang terjadi dalam pesantren juga merupakan kelebihan akan perkembangan pesantren itu sendiri, adapun kelebihan-kelebihan yang lain dapat dituliskan sebagai berikut:

a. Adanya perubahan yang signifikan dalam sistem, metode serta

kurikulumnya.

b. Mau membuka tangan untuk menerima perubahan zaman.

c. Semangat untuk membantu perkembangan pendidikan di

Indonesia tidak hanya dalam pendidikan agama saja.

d. Dibangunnya madrasah-madrasah bahkan perguruan tinggi guna

mengembangkan pendidikan baik agama ataupun umum dalam lingkungan pesantren.

e. Mampu merubah sikap kekolotan pesantren yang terdahulu

menjadi lebih fleksibel.

f. Perubahan terhadap out putnya yang tidak hanya menjadi

seorang guru ngaji,ataupun guru agama di desa. Sekarang merambah ke dalam dunia politik, ekonomi dan beberapa bidang lainnya.


(51)

2. Kekurangan Pesantren Modern

Ketika ada kelebihan tentunya akan ada kekurangan yang hadir mendampinginya. Begitu juga dengan pondok pesantren modern, selain memiliki kelebihan-kelebihan diatas, juga mempunyai kekurangan. Walaupun dengan berkembangnya pemikiran dan paradigma baru dari tradisi pesantren yang dulu, munculnya pesantren modern ini menjadikan kendala akan berkembangnya pesantren salaf, selain itu pada realita yang ada belum semua pesantren yang mengklaim dirinya sebagai pesantren modern telah memiliki sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Seiring dengan bertambahnya kebutuhan yang diperlukan untuk pengembangan pondok pesantren modern, para santri yang akan menimba ilmu di dalamnya harus membayar sedikit agak mahal dari pada pesantren model lama. Sehingga mengakibatkan sulitnya orangtua yang memiliki taraf ekonomi tengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di pondok pesantren tersebut. Bagi pondok pesantren modern yang telah berkembang dan memiliki ratusan, bahkan ribuan santri terkadang mengalami sedikit kesulitan dalam mengondisikan santri-santrinya sehingga memberikan peraturan peraturan pondok pesantren yang harus dijalankan santri.

Namun realita yang ada peraturan yang telah dibuat terlalu ketat sehingga santri merasa terkekang hidup di dalam pesantren. Bahkan ada yang berkata hidup di pesantren seperti hidup di penjara suci. Sehingga tidak sedikit santri yang tidak betah dan akhirnya keluar dari pondok pesantren tersebut. Masih terkait dengan jumlah santri yang cukup besar,


(52)

terkadang para pengurus pondok pesantren mengalami kesulitan dan tidak mampu mengurus santrinya satu persatu, hal ini dijadikan kesempatan oleh santri yang merasa jenuh, untuk kabur dari pesantren.

Selain itu kebiasaan “ngalap berkah kiai”21

dalam dunia pondok pesantren modern mulai sedikit berkurang, karena santri tidak bisa sering bertemu bahkan diajar oleh kiai dari pondok pesantren yang mereka huni. Karena sudah ada dan telah terbentuk staf pengajar baik dilingkungan pesantren maupun di madrasahnya. Hal tersebut hanya sedikit dari kekurangan pondok pesantren modern yang penulis ketahui, tentunya masih ada lagi kekurangan-kekurangan yang lain.

Dari uraian di atas dapat penulis tuliskan kekurangan-kekurangn tersebut seperti dibawah ini:

a. Semakin hilangnya ciri khas karakter pesantren sebagai lembaga

pendidikan yang asli produk Indonesia karena adanya perubahan-perubahan.

b. Ilmu-ilmu agama tidak lagi diberikan secara intensif sebagaimana

di pesantren salaf.

c. Kurangnya taujihah dari kiai, karna sudah ada ustad yang

bertugas untuk mengurus, sehingga santri jarang bertemu kiai dan kontak batinpun akan sulit.

Selama masih ada nafas pendidikan di dunia ini selama itu pula dunia pendidikan Islam akan terus mengalami perubahan sebagai tuntutan


(53)

zaman. Maka dari itu tidak akan pernah habis manusia untuk mencari dan merubah baik sistem, metode, kurikulum dan dari segi lainnya untuk memajukan pendidikan. Selama itu pula kelebihan dan kekurangan akan terus melekat dalam setiap perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kelebihan dan kekurangan dari pesantren modern ini juga tidak menutup kemungkinan akan mengalami perubahan dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam.

Maka dari kekurangan dan kelebihan yang telah terurai diatas, dipandang perlu pondok pesantren al-amien prenduan yang berasal atau berangkat dari pondok pesantren modern ini untuk menambah pembelajaran tradisional. Sehingga santri tidak hanya mengenal ilmu umum atau memperdalami skiil saja yang berorentasi pada kebutuhan duniawi, akan tetapi dengan adanya tradisionalisasi ini santri bisa mendapatkan kebutuhan duniawi sekaligus kebutuhan akhirat juga terpenuhi untuk kehidupan yang abadi nanti.

Dengan berkembangannya teknologi yang pesat sehingga santri lebih mengutamakan kebutuhan dunia saja tanpa memikirkan kebutuhan akhirat serta merosotnya akhlaqul karimah pada santri. Pahadal pada dasarnya pesantren adalah tempat orang mempelajari ilmu ilmu agama, yang

tentunya bersumber pada Al-qur’an dan hadits. Dalam hadits disebutkan

bahwa “Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlaq”. Sehingga jika dalam

sebuah pesantren hanya mementingkan ilmu ilmu umum saja tanpa


(54)

dan hadis, maka kiranya pesantren tersebut kurang pantas dinamai pesantren sebagaimana mestinya.

Maka dari itu penulis ingin mengetahui bentuk tradisional yang diterapkan di pesantren al-Amien Prenduan, dan kenapa tradisional diterapkan serta apa dampaknaya.


(55)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada Bab IV maka penelitian dapat disimpulkan bawah:

1. Konsep tradisionalisasi pondok Pesantren al-Amien adalah berdasar

kepada ungkapan Al-Muḥafaẓah ‘alal qadimis ṣālih wal Akhżu bil

jadidil aṣlaḥ yang menjadi pegangan orang-orang pesantren sejak 1959

termasuk oleh al-Amin Prenduan. Antara tradisi lama dan tradisi baru sama-sama diakomodir dalam membangun pesantren berkarakter dan berwawasan masa depan.

2. Tradisionalisasi yang dilakukan di Pesantren al-Amien, antara lain,

Mempertahankan kitab kuning sebagai sumber pengetahuan agama, Mempertahankan tradisi Sarungan, menjadikan kiai sebagai top figur,

menggunakan metode pembelajaran klasik seperti wetonan, sorogan,

dan seterusnya.

3. Dampak tradisionalisasi yang dilakukan oleh Pesantren al-Amien

Prenduan, bernilai positif yang diantaranya: terbentuknya keseimbangan antara pengambangan modern dan upaya mempertahankan tradisi salaf, terintegrasinya antara ilmu agama dan umum sehingga tidak ada dikotomi keilmuan, dan al-Amien menjadi pesantren yang berkarater dibandingkan dengna pesantren lainnya yang gegabah dalam mengakomodir perkembangan modernisasi. al-Amien memiliki karakter,


(56)

pertama, Al-Amien tampil sebagai pesantren modern. Kedua, al-Amien

membekali santri dengan kompetensi bahasa Arab dan Inggris. Ketiga,

Otonomi kurikulum TMI al-Amien dan independensinya dari semua

golongan. Keempat, setia dalam merawat tradisi lamanya.

B. Saran-Saran

1. Perlu diupayakan penelusuran lebih mendalam lagi untuk menemukan

strategi tradisionalisasi yang dilakukan oleh Pesantren al-Amien Prenduan Sumenep agar dapat dikembangkan lagi guna menciptakan Pesantren al-Amien lebih maju lagi dan mampu memberikan warna terhadap pesantren lainnya.

2. Mempertahnakan tradisi lama pesantren merupakan keharusan sebagai

bentuk kepedulian masa lalu dan sebagai upaya mempertahankan ciri khas pesantren itu sendiri.

3. Pondok Pesantren al-Amien merupakan salah satu pondok pesantren

yang mesti didukung dalam pengembangan sistemnya, agar terus berkembang dan menjadi kiblat bagi pesantren-pesantren yang lain.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

A.Rfiq, dkk, Pemberdayaan Pesantren, Yogyakarta : Lkis, 2005.

Afif Hasan, Pragmen Ortodoksi Islam, Membongkar Akar Sekularsme, cet. ke- 2

Malang: Purtaka Al-Bayan, 2008.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di tengah tantangan

Milenium III , Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012.

Burhan Bugin, Penelitian kualitatif, jakarta : kencana prenada media group, 2007.

Cahyaning Hidayah, Tantangan pesantren salaf, Akses internet, 2012.

Catatan Dr. H. Mashuri Toha, M.Pd, Alumni TMI Al-Amien Tahun 1992,

USIECAdi http://al-amien.ac.id/category/catatan/.

DEPAG, Pedoman pengembangan kurikulum pesantren, Jakarta:

Direk.Pen.Diniyah dan Pondok pesantren, 2009.

DEPAG,2002, Pedoman Pondok Pesantren Jakarta.

Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Hamid Fahmi Zarkasyi dalam Mohammad Tidjani Jauhar, Pendidikan untuk

Kebangkitan Islam, Jakarta : Taj Publishing, 2008.

http://vps-1117292-13465.manage.myhosting.com/detail.php?id=108256. http://wikimapia.org/2049026/id/Prenduan-Sumenep.

Husni Rahim, Arah baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Logos, 2001.

KH. Bastami menantu KH. Muhammad Idris Djauhari dalam wawancara di kediamannya pada 10 Desember 2015 .


(58)

Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi, Malang : UMM Press, 2006

Klasifikasi ini tertuang dalam Wardi Bakhtiar, Laporan Penelitian Perkembangan

Pesantren di Jawa Barat (Bandung: Balai Penelitian IAIN Sunan Gunung Djati, 1990

Lexy J. Moleong, Metodelogi penelitian kualitatif, Bandung : PT. Remaja rosda karya, 1998.

Lexy J. Moleong, Metodelogi penelitian kualitatif, Bandung : PT. Remaja rosda karya, 1998.

M. Dian Nafi’, Praksis pembelajaran psantren, yogyakarta : ITD, 2007.

Maarif, Samsul, The History Of Madura: Sejarah Panjang Madura dari Keraan,

Kolonial sampai Kemerdekaan, Bantul Yogyakarta: Arask

Mardiyah, Kepeminpinan kiai dalam memelihara budaya organisasi, Yogyakarta : Aditya Media Publishing, 2012.

Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren, Jakarta:INIS, 19994.

Muhammad Idris Djauhari, Sistem Pendidikan Pesantren, Mungkinkah Menjadi

Sistem Pendidikan Nasional Alternatif?, Cet 1, Prenduan : Penerbit Mutiara al-Amien, 2002.

Muhammad Idris Djauhari, TMI. Muhammad Idris Djauhari, TMI.

MUI JATIM, Al-Qur’an Terjemah dan Tafsir Perkata Surabaya: ”t.p.”, 2010.

Nata, Abidudin, H dkk, Sejarah pertumbuhan dan Perkembangan


(59)

Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Jakarta : Paramadina, 1997.

Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam ,BAB I.

Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Bab I.

Prof.Dr. H Babun Suharto, SE., MM., 2011, Dari Pesantren Untuk Umat,

Surabaya:IMTIYAS.

Profil Pondok Pesantren al-Amien Prenduan.

Qomar Mujammil, pesantren dari trnsformasi metodologi menuju demokratisasi

institusi, jakarta : erlangga.

R.C Bogdan dan S.K. Biklen, Qualitative Research.

Sanapiah faisal, Penelitian kualitatif: Dasar-dasar dan aplikasi Malang : YA3, 1990.

Sulthon masyhud, Khusnur Ridho, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta:Diva

Pustaka, 2003.

Sutrisno Hadi, Metodologi research I, Yogyakarta : Yayasan penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987.

Syarqowi Dhofir, Metode riset, Sumenep : Sari safar, 2004.

Tim Penulis, Gabko, masa khidmah 2015-1016.

Tim Penyusun, Pondok pesantren al-Amien Dalam Lintasan Sejarah

1371-1427H, diterbitkan dalam rangka Milad Hijri 56 tahun. 7. Tim Redaksi Warkat 2015, Warkat,iv.

Tim Redaksi Warkat 2015, Warkat,iv.

Wawancara dengan Mushleh salah satu Dosen di al-Amin pada 10 Desember 2015.


(60)

Wawancara dengan Rizal salah satu santri PP. al-Amin pada 15 Desember 2015. Wawancara dengan salah satu Pengasuh, Kiai Bustami pada 05 Desember 2015. Wawancara dengan salah satu santri senior pada 11 Desember 2015.

Zainuddin Maliki, Agama Rakyat Agama Penguasa Yogyakarta: Galang Press,

2000.


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada Bab IV maka penelitian dapat disimpulkan bawah:

1. Konsep tradisionalisasi pondok Pesantren al-Amien adalah berdasar kepada ungkapan Al-Muḥafaẓah ‘alal qadimis ṣālih wal Akhżu bil jadidil aṣlaḥ yang menjadi pegangan orang-orang pesantren sejak 1959 termasuk oleh al-Amin Prenduan. Antara tradisi lama dan tradisi baru sama-sama diakomodir dalam membangun pesantren berkarakter dan berwawasan masa depan.

2. Tradisionalisasi yang dilakukan di Pesantren al-Amien, antara lain, Mempertahankan kitab kuning sebagai sumber pengetahuan agama, Mempertahankan tradisi Sarungan, menjadikan kiai sebagai top figur, menggunakan metode pembelajaran klasik seperti wetonan, sorogan, dan seterusnya.

3. Dampak tradisionalisasi yang dilakukan oleh Pesantren al-Amien Prenduan, bernilai positif yang diantaranya: terbentuknya keseimbangan antara pengambangan modern dan upaya mempertahankan tradisi salaf, terintegrasinya antara ilmu agama dan umum sehingga tidak ada dikotomi keilmuan, dan al-Amien menjadi pesantren yang berkarater dibandingkan dengna pesantren lainnya yang gegabah dalam mengakomodir perkembangan modernisasi. al-Amien memiliki karakter,


(2)

pertama, Al-Amien tampil sebagai pesantren modern. Kedua, al-Amien membekali santri dengan kompetensi bahasa Arab dan Inggris. Ketiga, Otonomi kurikulum TMI al-Amien dan independensinya dari semua golongan. Keempat, setia dalam merawat tradisi lamanya.

B. Saran-Saran

1. Perlu diupayakan penelusuran lebih mendalam lagi untuk menemukan strategi tradisionalisasi yang dilakukan oleh Pesantren al-Amien Prenduan Sumenep agar dapat dikembangkan lagi guna menciptakan Pesantren al-Amien lebih maju lagi dan mampu memberikan warna terhadap pesantren lainnya.

2. Mempertahnakan tradisi lama pesantren merupakan keharusan sebagai bentuk kepedulian masa lalu dan sebagai upaya mempertahankan ciri khas pesantren itu sendiri.

3. Pondok Pesantren al-Amien merupakan salah satu pondok pesantren yang mesti didukung dalam pengembangan sistemnya, agar terus berkembang dan menjadi kiblat bagi pesantren-pesantren yang lain.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A.Rfiq, dkk, Pemberdayaan Pesantren, Yogyakarta : Lkis, 2005.

Afif Hasan, Pragmen Ortodoksi Islam, Membongkar Akar Sekularsme, cet. ke- 2 Malang: Purtaka Al-Bayan, 2008.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di tengah tantangan Milenium III , Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012.

Burhan Bugin, Penelitian kualitatif, jakarta : kencana prenada media group, 2007. Cahyaning Hidayah, Tantangan pesantren salaf, Akses internet, 2012.

Catatan Dr. H. Mashuri Toha, M.Pd, Alumni TMI Al-Amien Tahun 1992, USIECA di http://al-amien.ac.id/category/catatan/.

DEPAG, Pedoman pengembangan kurikulum pesantren, Jakarta: Direk.Pen.Diniyah dan Pondok pesantren, 2009.

DEPAG,2002, Pedoman Pondok Pesantren Jakarta.

Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Hamid Fahmi Zarkasyi dalam Mohammad Tidjani Jauhar, Pendidikan untuk Kebangkitan Islam, Jakarta : Taj Publishing, 2008.

http://vps-1117292-13465.manage.myhosting.com/detail.php?id=108256.

http://wikimapia.org/2049026/id/Prenduan-Sumenep.

Husni Rahim, Arah baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Logos, 2001. KH. Bastami menantu KH. Muhammad Idris Djauhari dalam wawancara di


(4)

Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi, Malang : UMM Press, 2006

Klasifikasi ini tertuang dalam Wardi Bakhtiar, Laporan Penelitian Perkembangan Pesantren di Jawa Barat (Bandung: Balai Penelitian IAIN Sunan Gunung Djati, 1990

Lexy J. Moleong, Metodelogi penelitian kualitatif, Bandung : PT. Remaja rosda karya, 1998.

Lexy J. Moleong, Metodelogi penelitian kualitatif, Bandung : PT. Remaja rosda karya, 1998.

M. Dian Nafi’, Praksis pembelajaran psantren, yogyakarta : ITD, 2007.

Maarif, Samsul, The History Of Madura: Sejarah Panjang Madura dari Keraan, Kolonial sampai Kemerdekaan, Bantul Yogyakarta: Arask

Mardiyah, Kepeminpinan kiai dalam memelihara budaya organisasi, Yogyakarta : Aditya Media Publishing, 2012.

Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren, Jakarta:INIS, 19994.

Muhammad Idris Djauhari, Sistem Pendidikan Pesantren, Mungkinkah Menjadi Sistem Pendidikan Nasional Alternatif?, Cet 1, Prenduan : Penerbit Mutiara al-Amien, 2002.

Muhammad Idris Djauhari, TMI. Muhammad Idris Djauhari, TMI.

MUI JATIM, Al-Qur’an Terjemah dan Tafsir Perkata Surabaya: ”t.p.”, 2010. Nata, Abidudin, H dkk, Sejarah pertumbuhan dan Perkembangan


(5)

Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Jakarta : Paramadina, 1997. Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam ,BAB I. Permenag No.3 tahun 2012, tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Bab I.

Prof.Dr. H Babun Suharto, SE., MM., 2011, Dari Pesantren Untuk Umat, Surabaya:IMTIYAS.

Profil Pondok Pesantren al-Amien Prenduan.

Qomar Mujammil, pesantren dari trnsformasi metodologi menuju demokratisasi institusi, jakarta : erlangga.

R.C Bogdan dan S.K. Biklen, Qualitative Research.

Sanapiah faisal, Penelitian kualitatif: Dasar-dasar dan aplikasi Malang : YA3, 1990.

Sulthon masyhud, Khusnur Ridho, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta:Diva Pustaka, 2003.

Sutrisno Hadi, Metodologi research I, Yogyakarta : Yayasan penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987.

Syarqowi Dhofir, Metode riset, Sumenep : Sari safar, 2004. Tim Penulis, Gabko, masa khidmah 2015-1016.

Tim Penyusun, Pondok pesantren al-Amien Dalam Lintasan Sejarah 1371-1427H, diterbitkan dalam rangka Milad Hijri 56 tahun. 7.

Tim Redaksi Warkat 2015, Warkat,iv. Tim Redaksi Warkat 2015, Warkat,iv.

Wawancara dengan Mushleh salah satu Dosen di al-Amin pada 10 Desember 2015.


(6)

Wawancara dengan Rizal salah satu santri PP. al-Amin pada 15 Desember 2015. Wawancara dengan salah satu Pengasuh, Kiai Bustami pada 05 Desember 2015. Wawancara dengan salah satu santri senior pada 11 Desember 2015.

Zainuddin Maliki, Agama Rakyat Agama Penguasa Yogyakarta: Galang Press, 2000.