PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF Q.S LUQMAN AYAT 12-19.

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF Q.S LUQMAN AYAT 12-19

SKRIPSI

OLEH :

NUR INDAH JALILAH D01213042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nur Indah Jalilah, D01213042. Di zaman modern ini masih sering kita jumpai tindakan amoral dan jauh dari nilai-nilai yang tertuang dalam dari tujuan pelaksanaan pendidikan. Seperti kebiasaan mencontek, tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, kekerasan pada anak, pelecehan seksual terhadap anak dan remaja, pencurian remaj, dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabakan selama ini pengetahuan masih sebatas rutinitas pemberian materi (transfer of knowledge). Maka penting kiranya menerapkan pendidikan yang menyeimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Konsep ini kemudian secara luas disebut dengan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti atau penanaman nilai-nilai baik yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang. Yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, kerjakeras, dan lain sebagainya. Pendidikan karakter tidak terbentuk secara instan, melainkan melalui cara pembiasaan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang terjadi sepanjang hayat dan ketiganya saling berkesinambungan. Tokoh Luqmanul hakim adalah salah satu figur dalam A-Qur’an yang patut kita teladani dalam mendidik putranya. Disamping itu banyak sekali keistimewaan yang dimiliki beliau dalam mendidik putranya sehingga Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an.

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan karakter, implementasi pendidikan karakter pada keluarga, sekolah, dan masyarakat, keterpaduan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai pusat pendidikan karakter, serta analisis nilai pendidikan karakter dalam surat Luqman ayat 12-19. Penulisan ini merupakan analisis Kualitatif Deskriptif

menggunakan Metode Maudlu’iy dan kajian pustaka (Library Research). Yaitu dengan menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai pendidikan karakter. Pada surat Luqman ayat 12-19 menceritakan pola mendidik anak dengan metode nasihat.

Metode nasihat dalam Al-Qur’an mengandung beberapa faktor pengajaran, antara lain: a). seruan dengan lemah lembut, b). nasihat dalam bentuk cerita atau perumpamaan yang mengandung pelajaran, c). nasihat dalam bentuk wasiat. Analisis nilai pendidikan karakter yang terdapat pada surat Luqman ayat 12-19 sebagai berikut: a) karakter syukur, b) karakter iman, c). karakter berbuat baik pada orangtua, d). karakter berbuat kebajikan, e). karakter ibadah, f). karakter sosial. Adapun cara Luqmanul hakim menerapkan pendidikan karakter pada anaknya dengan cara mauidhahhasanah, yakni berupa nasihat yang baik.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

MOTTO ...v

PERSEMBAHAN ...vi

DAFTAR TRANSLITERASI ...vii

ABSTRAK ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I : PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...7

D. Kegunaan Penelitian...8

E. Penelitian Terdahulu ...9


(8)

G. Definisi Operasional...12

H. Metodologi Penelitian ...13

I. Sistematika Pembahasan ...23

BAB II : Kajian Teori ...25

A. Konsep Pendidikan Karakter...25

1. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter ...25

2. Prinsip Pengertian Karakter ...32

3. Ciri Dasar Pengertian Karakter ...33

4. Nilai Pengertian Karakter ...33

5. Tujuan Pengertian Karakter ...38

6. Urgensi Pengertian Karakter ...39

7. Komponen Pengertian Karakter ...43

B. Implementasi Pendidikan Karakter di Lingkungan Keluarga ...46

1. Urgensi pendidikan karakter di lingkungan keluarga ...46

2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan keluarga ...48

a. Pola interaksi antar anggota keluarga ...48

1) Interaksi antar orangtua ...48

2) Interaksi antara orangtua dan anak ...48

3) Pola interaksi antar anak ...49

4) Pola asuh anak ...49

5) Teladan orangtua ...50

C. Implementasi Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah ...51


(9)

2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan sekolah ...52

D. Implementasi Pendidikan Karakter di Lingkungan Masyarakat ...54

1. Urgensi pendidikan karakter di lingkungan masyarakat ...54

2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan masyarakat ...55

a) Pengkondisian di lingkungan masyarakat ...55

b) Keteladanan Pemimpin, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat 56 E. Keterpaduan Lingkungan Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat sebagai pusat pendidikan karakter ...57

BAB III : Tafsir Q.S Luqman [31]:12-19 ...61

A. Pengantar Tafsir ...61

1. Biografi Luqmanul Hakim ...61

2. Asbabun Nuzul ...62

3. Teks dan Terjemah ...64

4. Penjelasan Kosa Kata ...66

5. Munasabah ...68

B. Tafsir Q.S Luqman [31]:12-19 ...71

1. Mufassir Klasik ...72

a. Ibnu Katsir (Imam Ibnu Katsir) ...72

b. Al-Maraghi (Ahmad musthafa Al-Maraghiy) ...78

2. Mufasir Modern ...83

a. Fi Zhilalil Qur’an (Sayyid Quthb) ...83

b. Al-Misbah (Quraish Shihab) ...91


(10)

BAB IV : ANALISIS TERHADAP NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

YANG TERKANDUNG DALAM Q.S LUQMAN:12-19 ...111

A. Karakter Syukur ...112

B. Karakter Iman...116

C. Karakter Berbakti kepada orangtua ...119

D. Karakter Berbuat kebajikan...123

E. Karakter Karakter Ibadah ...125

F. Karakter Sosial ...129

BAB VI : PENUTUP ...133

A. SIMPULAN ...133

B. SARAN ...135


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk membangun generasi yang siap mengganti tongkat estafet generasi tua dalam rangka membangun masa depan. Karena itu pendidikan berperan mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar mampu mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamis.1

Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif baik bagi dirinya

maupun lingkungannya.

Para orangtua memberikan perhatian terhadap pendidikan putra-putri, dan generasi muda masyarakatnya. Tujuan dan misi pendidikan yang dilaksanakan yaitu memberi bimbingan agar dapat hidup mandiri.


(12)

2

Bimbingan diberikan oleh generasi tua (orang tua atau guru) kepada generasi muda (putra-putri atau peserta didik), agar dapat meneruskan dan melestarikan tradisi yang hidup di masyarakat.2

Anak merupakan anugerah dari Allah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa, di mana kehadirannya merupakan tanggung jawab setiap orangtua untuk mendidik dengan baik. Untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, salah satu caranya adalah dengan menciptakan anak-anak atau generasi muda sebagai aktor dan pionir masa depan. Cerdas dan pintar saja tentunya belum cukup, tetapi juga diperlukan sifat yang pantang menyerah, sehat jasmani dan rohani, tanggung jawab, memilik harapan dan motivasi tinggi, peka terhadap lingkungan sekitarnya, dan berkepribadian baik, berakhlakul karimah agar anak-anak atau generasi muda menjadi tangguh dan mampu meraih impian masa depan yang lebih baik. Karakter anak ideal yang didambakan banyak orangtua antara lain adalah hormat dan berbakti kepada orangtua, guru, peka terhadap karya seni, terampil, mandiri, penuh semangat, disiplin, pemuh inisiatif, sehat dan mencintai Tanah Air. Karakter ini senada dengan karakter anak Generasi Platinum.3

Karakter adalah sifat-sifat mental atau akhlak yang kuat dan khas, yang membuat pemilik sifat tersebut berbeda dengan yang lain.

2

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Kalam Mulia, 2002), h. 29

3Rubrik : “ Karakter Anak Ideal untuk Masa Depan”,


(13)

3

Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat melalui pengalaman sehari-hari. Pendidikan karakter dapat dilaksanakan baik melalui pendidikan formal di sekolah, informal dalam keluarga, dan non formal dalam masyarakat. Integrasi dan sinergi tripusat pendidikan inilah yang diharapkan mampu mewujudkan keberhasilan pendidikan karakter bagi masyarakat kita.4 Perlu adanya kontribusi pendidikan dari keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Perilaku menyimpang dikalangan anak muda (pelajar dan remaja) menjadi penting ketika adanya indikasi semakin meningkatnya tawuran telah mengorbankan sejumlah besar tunas muda sebagai harapan bangsa. Mereka gugur sebagai “korban” dari sistem sosial edukatif yang tidak menguntungkan yang dapat disebabkan faktor internal sekolah dan eksternal sekolah.

Pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA atau usia remaja, bila ditinjau dari segi usianya, sedang mengalami periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini sering digambarkan sebagai “storm” and “drang” period (topan dan badai). Dalam ukuran ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam

4


(14)

4

sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas.5

Pendidikan semakin dirasa bagai buah simalakama bagi para pendidik, karena baru-baru ini dunia pendidikan di gemparkan dengan beberapa tindak kekerasan oleh guru terhadap peserta didik. Salah satunya adalah berita mengenai pelaporan orang tua terhadap seorang guru atas tindakan pencubitan terhadap anak didiknya, dikarenakan tidak melaksanakan shalat dhuha berjamaah. Hal ini tentu menjadi kabar miris bagi para pendidik dimana mereka di resahkan antara tugas sebagai seorang pendidik yang tidak hanya mendidik jasmani, melainkan juga mendidik rohani peserta didik.

Meningkatnya kasus penggunaan narkoba di kalangan pelajar, pergaulan bebas di kalangan pelajar, maraknya angka kekerasan di kalangan pelajar, dan lain-lain, menandakan betapa pengetahuan agama dan moral yang didapatkan peserta didik di bangku sekolah ternyata belum sepenuhnya berdampak positif terhadap perubahan perilaku mereka.

Sebabnya pendidikan karakter memerlukan pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, dan lain-lain. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus

5

Abdullah Idi, Etika Pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat, (Jakarta : Raja Grafindo


(15)

5

dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal agar bisa efektif. Efektivitas pendidikan karakter tidak selalu harus dengan menambah program tersendiri, tetapi bisa melalui transformasi budaya dan kehidupan di lingkungan sekolah. Melalui pendidikan karakter, semua berkomitmen untuk menumbuhkembangkan peserta didik menjadi pribadi yang menginternalisasi kebajikan (tahu dan mau) dan terbiasa mewujudkan kebajikan itu dalam kehidupan sehari-hari.6

Terkait dengan hal diatas, untuk memberi pelajaran kepada orangtua atau pendidik, Al-Qur’an telah menyuguhkan beberapa kisah orang tua dan anak. Bagaimana tokoh tersebut mencerminkan pendidikan karakter terhadap anak atau peserta didiknya, tampaknya akan muncul sesuatu yang bisa dijadikan teladan maupun cerminan dalam menghadapi kehidupan. Hal ini menjadi salah satu keunikan Al-Qur’an yang merupakan petunjuk manusia, caranya dikemas secara variatif, ada yang berupa informasi, perintah dan larangan, dan ada juga yeng berbentuk kisah-kisah sehingga bisa dijadikan ibrah bagi manusia, dan menuntut

mereka bisa mengambil manfaat darinya.

6

Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasi secara Terpadu di

Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, (Jakarta: Ar Ruzz Media,


(16)

6

Untuk melihat lebih jauh esensi pendidikan karakter yang dikisahkan dalam Al-Qur’an, untuk kemudian mengambil pelajaran baginya tentu merupakan bekal yang dirasa sangat dibutuhkan bagi calon orangtua dan pendidik bagi generasi penerus bangsa yang berakhlakul

karimah.

Luqmanul Hakim adalah salah satu figur yang patut kita teladani karena kearifannya dalam mendidik putranya. Di samping itu banyak sekali keistimewaan yang dimiliki beliau dalam mendidik putranya sehingga Allah sampai mengabadikannya dalam Al-Qur’an. Kita sebagai muslim hendaknya mengambil pelajaran yang terkandung didalamnya, dengan menelaah, meneliti, dan mengamalkan nasihat-nasihat Luqman kepada anak-anaknya yang termaktub dalam Al-Qur’an. Terutama konsep pendidikan karakter yang akhirnya akan membentuk generasi yang

qurrota a’yunin, penyejuk hati bagi orang tua dan pendidiknya, serta

sebagai generasi yang berimtaq, betul-betul menjadi harapan agama, nusa dan bangsa.

Dalam surat Luqman, terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang tidak akan dapat dipahami dan dihayati oleh siapapun dengan mata telanjang. Adanya pendidikan karakter yang sesuai dengan kaidah Al-Qur’an menjadi sangat penting untuk dikaji dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.


(17)

7

Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti kemudian bermaksud untuk melakukan penelitian guna mengetahui lebih jauh lagi tentang pendidikan karakter dalam surat Luqman. Dengan itu, dalam penelitian ini peneliti memberi judul “Pendidikan Karakter perspektif Q.S Luqman ayat 12-19”

B. Rumusan Masalah

Dari kerangka penelitian latar belakang masalah di atas dapat dirinci sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan karakter dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat?

2. Bagaimana isi kandungan Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19? 3. Bagaimana analisis terhadap nilai pendidikan karakter yang

terkandung dalam Al-Qur’an perspektif Q.S Luqman ayat 12-19?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat menurut pendidikan islam.

2. Untuk mengetahui isi kandungan Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19. 3. Untuk mengetahui analisis terhadap nilai pendidikan karakter yang


(18)

8

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian dari skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Adapun hasil penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan teori pendidikan karakter yang bersumber dari Al-Qur’an.

b. Hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalamAl-Qur’an surat Luqman ayat 12-19.

c. Penelitian ini sebagai evaluasi diri agar menjadi manusia yang peduli terhadap sesama, baik sebagai orangtua, pendidik maupun masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan tambahan pengetahuan mengenai pendidikan karakter yang kemudian bisa ditransformasikan kepada masyarakat tentang pentingnya seorang muslim mempunyai pendidikan karakter b. Bagi peneliti yaitu sebagai salah satu syarat kelulusan dalam

menyelesaikan program sarjana di prodi Pendidikan Agama Islam, jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.


(19)

9

c. Penelitian ini dapat dijadikan bahan literatur atau referensi baru untuk memberi wawasan tambahan bagi peneliti selanjutnya.

E. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu kali ini penulis akan mendeskripsikan beberapa karya skripsi sebelumnya yang ada kaitannya tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Al-Qur’an perspektif Q.S Luqman ayat 12-19. 1. Anisa Khabibatus Sholihah (2013), alumni Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsinya berjudul “ Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al-An’am ayat 151-153”.

Adapun bentuk pendidikan karakter dalam Q.S Al-An’am ayat 151-153 adalah :

a. Takwa b. Kasih Sayang c. Tanggung Jawab d. Cinta Damai e. Peduli sosial f. Adil

2. Syamsul Kirom (2010) : alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Quraisy Syihab (Kajian tentang Tafsir Al-Misbah surat Luqman ayat 12-19), adapun poin-poin pokok yang


(20)

10

dibutuhkan dalam proses Pendidikan islam adalah: a). Pendidik, b). Anak didik, c). Materi, d). Metode, e). Tujuan Pendidikan Islam

3. Bintoro (2012) : alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsinya berjudul Konsep Pendidikan Islam Perspektif Hasan Langgulung, adapun poin-poin pokok dalam pembentukkan karakter pada kepribadian muslim dapat dilakukan dalam tiga macam pendidikan, antara lain: a). Pendidikan prenatal, b). Pendidikan secara langsung oleh pihak lain, c). Pendidikan mandiri.

Persamaan pada skripsi saudari Anisa Khabibatus Sholihah dan saudara Syamsul Kirom, yakni menggunakan Al-Qur’an dalam menggali nilai-nilai pendidikan, selain itu sama-sama membahas nilai pendidikan karakter, dan skripsi keduanya sama-sama menggunakan kajian studi analisis, yaitu dengan mengambil sumber dari ayat Al-Qur’an, as-Sunnah, buku literatur yang relevan dan kitab karangan para Ulama’Salaf. Persamaann pada skripsi saudara Bintoro yakni sama-sama membahas pendidikan karakter.

Perbedaan obyek Penelitian yang pertama yakni membahas tentang pendidikan karakter dalam Q.S Al-An’am ayat 151-153. Perbedaan penelitian yang kedua yakni poin-poin pokok yang dibutuhkan dalam proses pendidikan islam dalam surat Luqman ayat 12-19 menggunakan Tafsir Al-Misbah perspektif Quraish Shihab. Perbedaan


(21)

11

obyek Penelitian yang ketiga, pada skripsi saudara Bintoro, yakni menelaah pendidikan karakter perspektif Hasan Langgulung.

Peneliti menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19. Kemudian peneliti implementasikan dalam keluarga dan sekolah dan masyarakat. Perbedaan obyek penelitian dan metode yang digunakan tentu saja akan berbeda dengan analisis dan kontribusi yang disumbangkan dengan penelitian sebelumnya. Meskipun pada penelitian skripsi saudari Anisa Khabibatus Sholihah dan saudara Syamsul Kirom sama-sama meneliti ayat Al-Qur’an.

Berdasarkan telaah pustaka yang telah penulis lakukan belum ditemukan penelitian yang mengkaji nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19. Oleh karena itu penulis memilih ayat tersebut sebagai obyek kajian dalam penelitian ini.

Pada skripsi kali ini penulis mengkaji sebuah penelitian dengan judul “Pendidikan Karakter Perspektif Q.S Luqman ayat 12-19”.

F. Batasan masalah

Mengingat luasnya pembahasan, maka untuk lebih memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya pembatasan masalah dalam pembahasannya. Maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Konsep pendidikan karakter pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat.


(22)

12

2. Aplikasi pendidikan karakter yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19.

G. Definisi Operasional

Untuk memahami pengertian dalam penulisan skripsi ini, maka penulis memberikan beberapa istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini. Adapun judul skripsi adalah “Pendidikan Karakter Perspektif Q.S

Luqman ayat 12-19”.

1. Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter adalah pendidikan membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.7

2. Perspektif

Perspektif adalah cara pandang atau tujuan terhadap sesuatu.8 3. Surat Luqman ayat 12-19

Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 merupakan sebagian ayat dari sekian banyak ayat di dalam Al-Qur’an sebagian didalamnya membahas tentang pendidikan karakter yang penulis jadikan primer dalam penelitian ini.

7

www. edhakidam.blogspot.co.id/2014, diakses pada tanggal 21 Desember 2016 pukul 07:35 WIB 8

Plus .A.Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Popular, (Suranaya: Arkola, 1994), h.


(23)

13

Di dalam ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan tentang seorang hamba shaleh atau orang tua yang meberikan nasehat-nasehat baik bagi anak-anaknya agar bahagia di dunia maupun di akhirat.

Jadi maksud penulis dalam penulisan skripsi yang berjudul “Pendidikan Karakter Perspektif ayat 12-19 “ adalah suatu konsep yang diterapkan dalam mendidik, memelihara, dan membentuk kepribadian seorang anak yang tidak hanya cerdas jasmani, melainkan juga cerdas rohani yang sesuai dengan hasil penghayatan dari surat Luqman ayat 12-19 sehingga menghasilkan manusia bertaqwa dan berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan bertanggungjawab dalam menjalani kehidupan, sehingga bahagia di dunia dan di akhirat.

H. METODOLOGI PENELITIAN

Kitab suci Al-Qur’an selalu menjadi solusi dan petunjuk bagi siapa saja yang membutuhkannya. Namun, solusi dan petunjuk Al-Qur’an dapat diserap dan digunakan jika seseorang memahami sifat-sifat dan kandungan

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggali dan memperoleh data dengan metodologi penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat


(24)

14

diamati.9Data yang dikumpulkan dalam menyelesaikan dan dalam memberikan penafsiran tidak menggunakan angka atau rumus statistik. Melainkan berupa kata-kata yang digali dari buku atau literatur.

Kajian ini merupakan kajian pustaka (library research) yaitu

pengambilan data berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang tafsir Al-Qur’an dan pendidikan. Dalam penelitian ini mencari nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19.

2. Sumber Data

Sumber data merupakan segala keterangan (informasi) mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data sekunder. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu:

a. Data Primer

Data Primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan data atau di sebut juga sumber data atau informasi tangan pertama, dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari

9


(25)

15

sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru.10 Sumber data primer yang penulis gunakan adalah:

1) Abil fida Isma’il bin katsir Addamasyqiy, Tafsir Al-Qur’anul Adhim Ibnu Katsir, Juz 3,Singapura: kutanahazu pinang, tanpa tahun.

2) Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, juz 19,Tanpa

penerbit, 1974.

3) Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 5, Kairo: Darus Syauq, 1968.

4) Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 11,

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Skripsi ini mengkaji Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19. Di dalam ayat tersebut Allah SWT menjelaskan tentang nasihat Luqman kepada anak-anaknya agar bahagia di dunia dan di akhirat. b. Data sekunder

Data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi data-data primer. Adapun sumber data skunder penulis jadikan sebagai landasan teori kedua dalam kajian skripsi setelah sumber data primer. Data ini berfungsi sebagai penunjang data

10

Muhamad Ali, Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa 1987),


(26)

16

primer, dengan adanya sumber data primer maka akan semakin menguatkan argumentasi maupun landasan teori dalam kajiannya.11

Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa ayat Al- Qur’an, Hadits yang relevan dan buku-buku yang menunjang didalamnya mengandung tentang nilai-nilai karakter dalam surat Luqman ayat 12-19 dan aplikasinya dalam kehidupan, diantaranya adalah:

1) Abdullah Idi, Etika Pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat, Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka, 2015

2) Herina Hasan Khalida, Membangun Pendidikan Islami di Rumah, Jakarta: Niaga Swadaya, 2014.

3) Sulaiman Al-Kumayi, Dahsyatnya mendidik anak gaya Rasulullah, Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2015.

4) Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter Konsepsi dan implementasinya secara terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.

c. Analisis Data

Para ulama sepanjang sejarah Islam telah berusaha secara serius merumuskan berbagai metode yang dapat diterapkan dalam

11

Jono Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h.


(27)

17

mengkaji Al- Qur’an, sehingga umat Islam yang meyakini kitab suci ini sebagai pedoman hidup, dapat menangkap makna pesan-pesannya. Metode-metode tersebut adalah:

1) Metode Tafsir Tahlili (Analitis)

Metode tahlily atau yang dinamai Baqir al-Shadr sebagai metode tajzi’i adalah satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf, melalui

penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab

turunnya ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat

dengan surat dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut, sesuai keahlian dan kecenderungan seorang mufassir.12 Metode tahlily merupakan penafsiran ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan sesuai urutannya dalam mushaf, berusaha secara komprehensif dan menyeluruh, baik segi I’rab, asbabun nuzul, dan lain sebagainya.

2) Metode Tafsir Maudlu’iy (Tematik)

Metode Maudlu’iy adalah suatu metode menafsirkan Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat, baik dari suatu surat maupun beberapa surat, yang berbicara tentang topik tertentu,

12


(28)

18

untuk kemudian mengaitkan antara satu dengan lainnya. Kemudian mengambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan Al-Qur’an.13 Metode maudhu’iy merupakan penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara memilih ayat tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan topik tertentu. 3) Metode Tafsir Muqaran (Komparasi-Perbandingan)

Metode Muqaran adalah suatu metode mencari

kandungan Al-Qur’an dengan cara membandingkan satu ayat dengan ayat lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat para ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an.14 Metode muqaran merupakan penafsiran dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, ayat dengan hadis nabi, dan antara pendapat ulama’ tafsir dan menunjukkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari objek yang dibandingkan.

13

Syahrin Harahap, Metodologi Studi penelitian ilmu-ilmu ushuludin, (Jakarta: Raja Grafindo,

2000), h.17

14


(29)

19

4) Metode Ijmali (Global)

Metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud Al-Qur’an secara Global.15Metode ijmali merupakan penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud Al-Qur’an secara global tidak terperinci seperti tafsir tahlily.

5) Metode Tafsir bi al-Ma’tsur

Metode tafsir bi al-ma’tsur adalah metode penafsiran dengan cara mengutip atau mengambil rujukan pada Al-Qur’an, hadits Nabi, kutipan sahabat serta tabi’in.16

Metode ini mengharuskan mufassir menelusuri shahih tidaknya riwayat yang digunakannya.17 Penafsiran metode tafsir bi al-ma’tsur terfokus pada riwayat-riwayat dengan menggunakan penafsiran Al-Qur’an dan Sunnah, penafsiran Al-Qur’an dan perkataan sahabat.

6) Metode Tafsir bi al-Ra’yi

Metode tafsir bi al-ra’yi adalah penjelasan-penjelasan yang bersendi kepada ijtihad dan akal, berpegang pada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat orang Arab dalam

15

Ibid., h.17 16

Hasby Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h.

227 17


(30)

20

mempergunakan bahasanya.18 Metode tafsir bi al-ra’yi merupakan penafsiran Al-Qur’an yang didasarkan pada pendapat pribadi mufassir.

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir maudlu’iy, yaitu metode yang di tempuh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang satu masalah atau tema (maudlu’) serta mengarah kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu (cara) turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam Al-Qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.

Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data dengan menggunakan metode Tafsir Maudlu’iy (Tematik) dengan tahapan kerjanya sebagai berikut:19

1) Memilh tema yanghendak dikaji secara Maudlu’y,

2) Menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang terdapat pada seluruh surat Al-Qur’anyang berkaitan dengan berbicara tentang tema yang hendak dikaji, baik surat Makkiyah atau

Madaniyyah,

18

Abudin Nata, Studi Islam komprehensif, ibid.h. 169

19

Ali Hasan Al Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994),


(31)

21

3) Menjelaskan munasabah (relevansi) antara ayat-ayat itu pada

masing-masing suratnya dan kaitan antara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat sesudahnya,

4) Membuat sistematika kajian dalam kerangka yang sistematis dan lengkap dengan outlinenya yang mencakup semua segi dari tema kajian,

5) Mengemukakan Hadits-hadits Rasulullah SAW yang berbicara tentang tema kajian,

6) Merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bahasa) Arab dan syair-syair mereka yang berkaitan untuk menjelaskan lafadz-lafadz yang terdekat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema,

Jadi dalam penelitian ini, penulis berusaha menjelaskan nilai-nilai pendidikan karakter dalam surat Luqman ayat 12-19 dari beberapa redaksi tafsir dengan menggunakan metode:

a. Metode tafsir maudlu’y

Metode tafsir maudlu’y dilihat dari segi pendekatannya, menggunakan sandaran pada hadits-hadits Rasullullah yang disebut tafsir bi al- Ma’tsur dan ada yang menggunakan sandaran pada penalaran atau pendapat akal yang disebut tafsir


(32)

22

b. Metode Deduktif

Metode Deduktif merupakan cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada pengetahuan itu hendak menuilai suatu kejadian yang khusus.20 Maksudnya ialah cara analisis dari kesimpulan umum diuraikan menjadi contoh-contoh konkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan.

c. Metode Induktif

Metode Induktif merupakan cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta yang lebih khusus, peristiwa-peristiwa kongkrit kemudian ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.21 Maksudnya ialah contoh-contoh konkrit dan fakta-fakta diuraikan terlebih dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan.

d. Metode Deskriptif

Metode Deskriptif adalah memaparkan keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh untuk dibahasakan secara rinci. Jadi dengan metode ini diharapkan adanya kesatuan mutlak antara bahasa dan pikiran. Pengertian yang dibahasakan menurut kekhususan dan kekongkritannya bisa menjadi bukti bagi

20

Sutrisno Hadi, Metodologi Research 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 1973), 42

21


(33)

23

pemahaman umum.22 Maksudnya ialah menggambarkan obyek atau subyek yang diteliti sesuai dengan apa adannya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis, fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat.

I. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Agar lebih terarah dan sistematika dalam pembahasan skripsi ini, penulis mencoba menggunakan sistematika dan pembahasan dalam lima bab dan dari lima bab tersebut di rinci lagi menjadi sub bab sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, batasan masalah, definisi operasional, metodologi penelitian, sistematika pembahasan.

BAB II : Kajian Teori

Pendidikan karakter yang terdiri dari tiga bab, yaitu konsep pendidikan karakter, implementasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga, implementasi pendidikan karakter di lingkungan sekolah, implementasi pendidikan karakter di lingkungan masyarakat, keterpaduan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai pusat pendidikan karakter.

22


(34)

24

BAB III : Tafsir Q.S Luqman [31]:12-19

Pengantar tafsir, biografi Luqmanul hakim, Asbabun Nuzul, teks dan terjemah, lafadz dan terjemah, penjelasan kosakata, munasabah, pendapat mufassir, isi kandungan Q.S Luqman [31]: 12-19.

BAB IV : Analisis terhadap nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Luqman 12-19.

Bab ini memuat tentang karakter syukur, karakter iman, karakter berbakti kepada orangtua, karakter berbuat kebajikan, karakter ibadah, karakter sosial.

BAB V : Penutup


(35)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep pendidikan karakter

1. Pengertian karakter dan pendidikan karakter

Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa yunani

charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam.1 Secara

harfiah, istilah karakter berasal dari bahasa inggris “character” yang berarti watak atau sifat.2 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, watak diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya, atau berarti tabiat dan budi pekerti.3 Karakter terdiri dari watak, akhlak dan budi pekerti yang diwujudkan melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk menjadi nilai intrinsik dalam diri dan terwujud dalam suatu sistem daya juang. Berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan watak.4

Terdapat kemiripan antara karakter dan kepribadian. Karakter merupakan kombinasi sifat-sifat dalam diri seseorang yang menjadikannya unik, berdasarkan apa yang ia sudah dimiliki sejak lahir (genetik) maupun apa yang ia pelajari dalam hidupnya

1

Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 396

2

John M. echols dan Hasan Sadly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1979), cet. VIII,

h. 107 3

Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), cet.XVI, h. 1811

4


(36)

26

(lingkungan). Jadi, karakter dapat juga disebut sebagai learned

behavior yakni kebiasaan yang dipelajari. Sedangkan kepribadian

merupakan kombinasi sifat-sifat dalam diri seseorang yang mengarahkannya untuk berfikir, bertingkahlaku tertentu yang khas dalam berhubungan dengan lingkungannya. Perbedaanya adalah kepribadian lebih bersifat menetap dan dipengaruhi oleh faktor keturunan, sedangkan karakter lebih terbentuk karena pembelajaran terhadap nilai dan kepercayaan.5

Terkait penegertian budi pekerti adalah kata budi artinya sadar atau nalar, pikiran, watak. Pekerti adalah kelakuan, watak, tabiat, akhlak. Secara istilah budi pekerti adalah perilaku yang baik, bijaksana, serta manusiawi. Di dalam budi pekerti tercermin sifat, watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari.6 Jadi, dari budi pekerti merupakan bersatunya antara gerak, fikiran, perasaan, kehendak, atau kemauan yang kemudian akan tercermin sifat, watak tabiat, akhlak. Berarti sifat, watak tabiat, akhlak merupakan makna yang sama, yakni suatu karakteristik spesifik dalam diri seseorang dan ketika dikombinasikan antara orang yang satu dengan orang lain, membuat seseorang menjadi pribadi yang unik dan membentuk identitas orang tersebut, seperti sabar, pemarah, dan lain sebagainya.

5

www.eksperiencinglifefondation.com, diakses pada tanggal 7 januari 2017, pukul 08.50 WIB 6


(37)

27

Character First merupakan suatu organisasi swasta nirlaba

yang ada di Amerika Serikat dalam salah satu buletinnya bagi siswa peserta Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) membuat pengertian karakter menjadi mudah. Jika engkau selalu berbuat sesuatu, baik ibumu ada atau tidak ada (whether there is your mom or not) itulah

karaktermu.7 Karakter merupakan suatu sifat yang memang tampak pada kehidupan sehari-hari dengan tanpa berfikir panjang terlebih dahulu, namun dapat dibiasakan. Misal terdapat dompet jatuh di depan kita atau nenek ingin menyebrang ke jalan raya, kita tidak perlu berfikir ulang untuk bagaimana kita seharusnya bertindak, disitulah tercermin karakter kita yang sesungguhnya.

Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perilaku seorang anak sering kali tidak jauh dari perilaku ayah atau ibunya.8 Dalam Peribahasa dikenal dengan istilah “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, maksudnya adalah sifat atau karakter seorang anak tidak jauh beda dengan sifat atau karakter orangtuannya. Lingkungan juga ikut mempengaruhi sifat anak, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam ikut membentuk karakter.9 Lingkungan juga ikut mempengaruhi pembentukkan karakter seseorang.

7

Ibid., h. 42. 8

Thomas Lickona, Character Matters, (New York: Schuster, 1991), h. 151

9


(38)

28

Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut di atas, serta faktor-faktor yang dapat memengaruhi karakter, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas, maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Karakter Nabi Muhamad SAW mencakup 4 hal, yakni Shiddiq (jujur), Tabligh (menyampaikan), Amanah (dapat dipercaya), Fatonah (cerdas) yang disebut STAF. Empat hal tersebur mencakup seluruh perilaku sehingga belia dijiliki sebagai Al-Amin (orang yang dapat dipercaya).10

Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.11 Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru berbicara atau menyampaikan materi, bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Pendidikan moral lebih cenderung pada penyampaian nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.12 Dengan kata lain, pendidikan moral sangat normatif dan kurang bersinggungan dengan ranah afektif dan

10

Abdullah Hamid, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, (Surabaya, IMTIYAS, 2017),

11

Dari Internet Jurnal Edueksos, Pendekatan pendidikan karakter, Vol III, No. 2, Juli-Des, 2014

12

Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dama Perspektif Perubahan, (Jakarta: Bumi


(39)

29

psikomotorik. Persamaan karakter dengan moral, karakter adalah kualitas mental, kekuatan moral, nama atau reputasi. Dalam kamus psikologi, dinyatakan bahwa karakter adalah keribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misal kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dan sifat-sifat yang relative tetap. Sedangkan perbedaan karakter dengan moral adalah pengetahuan seseorang terhadap hal baik atau buruk. Sedangkan karakter adalah tabiatseseorang yang langsung di drive oleh otak. Bisa dikatakan

bahwa pendidikan karakter datang sebagai bentuk kritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan moral selama ini. Itulah sebabnya terminologi yang ramai dibicarakan adalah pendidikan karakter (character education), bukan pendidikan moral (moral

education). Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki

perbedaan yang prinsipil.13

Pendidikan karakter sering disamakan dengan pendidikan budi pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai-nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Seperti kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang

13


(40)

30

menelankan ranah afektif (perasaan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif dan psikomotorik.14

Kata akhlak berasal dari bahasa arab, yakni jamak dari

khuluqun yang diartikan budi pekerti, tingkah laku atau tabiat.

Pendidikan akhlak merupakan kriteria benar dan salah, dalam menilai suatu perbuatan merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.15 Telaah lebih dalam terhadap konsep akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam perilaku seorang individu.

Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlak, pendidikan karakter mempunyai orientasi yang sama, yaitu pembentukkan karakter (watak). Pandangan bahwa pendidikan akhlak terkesan timur dan islam. sedangkan pendidikan karakter terkesan barat dan sekuler.16

Pendidikan akhlak merupakan upaya kearah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secaraspontan lahirnya perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kriteria benar dan salah untuk menilai sesuatu perbuatan yang menuju pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam. dengan demikian, maka pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan karakter dalam diskursus Pendidikan Islam.

14

Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan , (Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2011), h. 19 15

Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),

h. 12 16


(41)

31

Mendidik bukan hanya Transfer of Knowladge, tetapi juga

Transfer of Value. Mendidik menurut Darmodiharjo menunjukkan

usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, ketakwaan, dan lain-lain.17 Menurut Jean Jacques Rousseau, mendidik adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, tapi dibutuhkan pada masa dewasa. Sedangkan menurut Usman, mengajar adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar.18

Jadi, dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat kita simpulkan bahwa mendidik merupakan kegiata spesifik atau khusus dibandingkan dengan mengajar. Mengajar masih berupa umum, sedangkan mendidik bersifat khusus.

Kata Al-Ta’dib berasal dari kata adab, sopan santun, tata

krama, akhlak. Mendidik menurut Al-Attas adalah transformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada ajaran agama ke dalam diri manusia. Sedangkan menurut Rasyid Ridho, mengartikan Al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagi ilmu pengetahuan pada jiwa

17

www.dwihansite29.blogspot, diakses pada tanggal 13 Februari 2017, pukul 11:24

18


(42)

32

individu.19 Jadi, perbedaan mengajar dan mendidik adalah mengajar hanya meberikan ilmu, sedangkan mendidik memberikann ilmu sekaligus menanamkan nilai-nilai akhlak kepada peserta didik.

2. Prinsip pendidikan karakter

Pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:20

a. Mengembangkan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya

mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku

c. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian d. Memberi kesempatan peserta didik untuk menunjukkan

perilaku yang baik

e. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik

f. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama

g. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter

19

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 11-14

20


(43)

33

h. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

Pada prinsipnya, pendidikan karakter bukan pendidikan yang diajarkan secara khusus atau mata pelajaran tersendiri, juga bukan kurikulum yang menggantikan kurikulum lama. Melainkan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam bahan ajar. Jika dianalogikan dengan program antivirus komputer, pendidikan karakter seperti update software yang mengupdate beberapa aplikasi dalam

membasmi virus. Yakni kepribadian yang semakin berkembang dewasa ini.

3. Ciri dasar pendidikan karakter

Tiga ciri pendidikan karakter yang baik, yakni: knowing,

loving, and acting the good.21 Keberhasilan pendidikan karakter

dimulai dari pemahaman karakter yang baik, menyukainya, dan pelaksanaan atau peneladanan atas karakter tersebut.

4. Nilai Pendidikan Karakter

Secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok, yaitu nilai-nilai nurani (values of being) dan nilai-nilai memberi (values of

21

Thomas Lickona, Educating Fir Character: How our school can teach respect and


(44)

34

giving), nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia

kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain. Sedangkan nilai memberi adalah nilai yang perlu di praktikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan.22

Pendidikkan karakter disebut juga dengan oendidikan nilai. Dalam pelaksanaanya nila-nilai yang dikembangkan dala pendidikan budaya dan karakter bangsa menurut Kemendiknas sebagai berikut:

a. Religius

Merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

c. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang laib yang berbeda dengan dirinya.

22


(45)

35

d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dala mengatasi berbagai habatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif

Berfikir dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis

Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.


(46)

36

j. Semangat kebangsaan

Cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta Tanah Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan bangsa. l. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui sarta menghormati keberhasilan orang lain.

m. Bersahabat atau komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai

Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.


(47)

37

p. Peduli lingkungan

Sikap yang selalu ingin berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekita dan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.23

Adapun cara untuk mengajarkan nilai-nilai karakter, Thomas Lickona memberikan penjelasan ada tiga komponen penting dalam membangun pendidikan karakter yaitu moral knowing (pengetahuan

tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral

action (perbuatan moral). Ketiga komponen dapat dijadikan rujukan rujukan penerapan dalam proses dan tahapan pendidikan karakter.

Ta’limul Muta’lim menjelaskan nilai-karakter seorang peserta didik yaitu: a). menghargai ilmu, b). menghormati guru, c).

23

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja


(48)

38

memuliakan kitab atau buku, d). menghormati teman, e). sikap

khidmat (hormat), f). pemilihan bidang studi, g). posisi tempat duduk,

h). menghindari akhlak tercela.24 5. Tujuan pendidikan karakter

Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, yang mengkaji dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.25 Pendidikan karakter bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji, dan mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh kembangnya akhlak mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada kurikulum k13 terdapat kompetensi inti, ki-1 yakni sikap spiritual, ki-2 sikap sosial, ki-3 sikap pengetahuan, dan ki-4 keterampilan.

Dengan demikian, menurut penulis tujuan pendidikan karakter memiliki fokus pada pengembagan potensi peserta didik secara keseluruhan agar dapat menjadi individu yag siap menghadapi masa depan dan mampu survive mengatasi tantangan zaman yang dinamis

dengan perilaku yang terpuji.

24

Abdullah Hamid, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren,Ibid, , h. 27

25


(49)

39

6. Urgensi pendidikan karakter

Faktor-faktor risiko penyebab kegagalan anak di sekolah bukan terletak pada kecerdasan otak, melainkan pada karakter. Yaitu rasa percaya diri, kemapuan bekerja sama, kemapuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.26 Untuk memupuk rasa percaya diri pada anak, perlu sosok yang dijadikan teladan dalam hidupnya, terutama teladan dari orangtua. Seorang anak jika keluarganya harmonis, besar kemungkinan anak tersebut semanagt untuk menjalani aktifitasnya, sehingga menumbuhkan rasa percaya diri, ceria, dan lain sebagainya.

Keberhasilan seorang masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi (EQ) dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosi akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra sekolah dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya, para remaja yang berkarakter hendaknya dimulai dari keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.27

26

Konsep, Urgensi, dan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, dalam

http://edukasi.kompasiana.com.

27Suyanto, “ Urgensi Pendidikan Karakter” dalam


(50)

40

Keharmonisan atau kasih sayang dari keluarga sangat diperlukan untuk pembentukkan watak seorang anak. Anak akan meniru seorang figur dari lingkungan terdekatnya, yakni keluarga. Seorang anak laki-laki akan meniru kegiatan apapun yang dilakukan oleh ayahnya. Seorang anak yang gigih, bertanggungjawab, dan bekerja keras besar kemungkinan besar ia meniru dari pola kegiatan ayahnya dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pendidikan karakter akan sulit bagi sebagian orangtua yang terjebak pada rutinitas padat. Karena itu, sebaiknya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak playgroup dan taman kanak-kanak. Disinilah

peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu landitiru,

dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.28 Pendidikan karakter wajib diterapkan tidak hanya disekolah saja, melainkan pada sekolah, dan masyarakat juga.

Di Indonesia, pendidikan karakter sebenarnya sudah lama diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah-sekolah, khususnya dalam pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan sebagainya. Namun, implementasi pendidikan karakter itu masih

28

Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter konsepsi dan implementasinya secara terpadu di

lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi, dan masyarakat, ( Yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2014), h. 33


(51)

41

belum optimal, karena pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, kesatria, malu berbuat curang, malu bersifat malas, malu membiarkan lingkungannya kotor. Pendidikan karakter tidak terbentuk secara instan, tetapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.29

Pendidikan karakter dilakukan dengan pembiasaan sejak anak usia dini, seperti berkata jujur, sopan santun, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Pendidikan pada anak sebaiknya diberikan secara proporsional dan konsekuen. Jika terdapat anak yang melanggar norma-norma kebaikan, sebaiknya diberi sanksi yang proporsional. Sanksi disini tidak untuk menyiksa, melainkan melatih anak agar bertanggung jawab dengan apa yang telah diperbuat, supaya dikemudian hari menjadi anak yang berakhlak mulia.

Terdapat kesenjangan antara praktik pendidikan dengan karakter peserta didik. Dunia pendidikan di Indonesia kini bisa dikatakan sedang memasuki masa-masa pelik. Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program terobosan sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, yaitu tentang bagaimana mencetak alumni

29

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi mebangunKarakter bangsa Berperadaban


(52)

42

pendidikan yang unggul, yang beriman, bertakwa, professional, dan berkarakter, sebagaimana tujuan pendidikan dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam Bab III, Dasar, Fungsi dan Tujuan, Pasal 3, UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl:

Pendidikan Nasioanal berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkemangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.30

Masih sering kita jumpai para pejabat tinggi negeri yang melakukan praktik korupsi, terjerat kasus narkoba, skandal perselingkuhan, dan lain sebagainya. Hal ini mencerminkan belum tercapainya tujuan pendidikan secara optimal. Namun, kita tentu tidak boleh berputus asa. Jika bangsa ini konsesiten dan mempunyai tekad yag kuat untuk memperbaiki pendidikan karakter untuk generasi penerus bangsa.

30


(53)

43

7. Komponen pendidikan karakter

Komponen pendidikan karakter beberapa diantaranya dijelaskan sebagai berikut :

a. Pendidik

Dari segi bahasa, pendidik adalah orang yang

mendidik.31Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidik ialah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik.32Dari pengertian ini timbul kesan bahwa pendidik ialah orang yang melakukan kegiatan mendidik.

b. Peserta didik

Peserta didik adalah tiap orang atau sekelompok orang yang menerima pengaruh dari seserorang atau kelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.33 Peserta didik adalah tiap orang atau sekelompok orang yang menerima pengarug dari seseorang atau kelompok untuk menjalankan kegiatan pendidikan.

c. Metode pendidikan karakter

Beberapa metode pendidikan yang lazim dipraktikkan di lingkungan sekolah, anatra lain metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, latihan (drill), pemberian tugas (resitasi), cerita, demonstrasi, sosiodrama, dan sebagaianya. Dalam lingkungan

31

WJS. Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka: 1976), h.250

32


(54)

44

pendidikan formal, yaitu sekolah, metode pendidikan tersebut dipilih dan digunakan secara bervariasi dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, keadaan peserta didik, situasi yang sedang berlangsung, kemampuan pendidik, serta fasilitas penunjang yang tersedia.34

Pada pelaksanaan pedidikan karakter di lingkungan keluarga, metode-metode pendidikan tersebut sesungguhnya juga dapat diterapkan. Contohnya di lingkungan keluarga, ada pembagian kerja dari orangtua pada anak-anaknya, seperti mencuci piring dan gelas, menyapu atau mengepel lantai rumah, dan lain-lain yang sesungguhnya merupakan penerapan dari metode pemberian tugas atau resitasi. Contoh yang lain adalah dongeng pengantar tidur yang dibacakan atau diceritakan orangtua pada anaknya, senyatanya merupakan penerapan metode kisah. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa sebagian metode pendidikan yang lazim di praktikkan di sekolah kenyataannya juga dapat di praktikkan di lingkungan keluarga. Hal yang sama juga berlaku pada pelaksanaan pendidikan karakter di lingkungan masyarakat.35

34

Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasi, Ibid. h. 57

35


(55)

45

d. Evaluasi dalam pendidikan karakter Tujuan evaluasi ada dua, yakni:36 1). Mengetahui kemajuan belajar

2). Mengetahui efisiensi metode yang digunakan.

Jika dikaitkan dengan pendidikan karakter, maka tujuan evaluasi pendidikan karakter adalah untuk mengetahui sampai sejauhmana keberhasilan proses pendidikan karakter dan untuk memperbaiki kekurangan yang ada supaya hasil selanjutnya menjadi lebih baik.

e. Sarana prasarana dan Fasilitas Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter memerlukan saran prasarana dan fasilitas pendidikan karakter.37 Sarana prasarana dan fasilitas pendidikan, antara lain dapat berupa gedung (bangunan) dan ruang belajar, perpustakaan atau buku-buku laboratorium, peralatan belajar, dan lain sebagainya, yang diperlukan sebagai sarana dan prasarana penunjang kelancaran proses pembelajaran. Dalam penyelenggaraan pendidikan karakter, khususnya di lingkungan keluarga, yang terpenting bukan pada kelengkapan sarana dan

36

Moh. Hitami Salim, Filsafat Pendidikan Islam, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2012), h.

103-104 37

Moh.Hitami , Pendidikan Islam dalam Keluarga: Revitalisasi Peran Keluarga dalam


(56)

46

fasilitas yang ada. Tetapi pada kemampuan menata dan memanfaatkan saran adan fasilitas yang ada.

B. Implementasi Pendidikan karakter di Lingkungan Keluarga

Implementasi Pendidikan karakter di lingkungan keluarga sebagai berikut:

1. Urgensi pendidikan karakter di lingkungan keluarga

Keluarga adalah pihak pertama yang paling penting dalam memengarui karakter anak dan tugas sekolah adalah memeperkuat nilai karakter positif (etos kerja, rasa hormat, tanggung jawab, jujur, dll) yang diajarkan di rumah. Keluarga meletakkan fondasi sebagai dasar, dan sekolah membangun atas fondasi itu.38

Keluarga dipandang sebagai tulang punggung pendidikan karakter. Para ahli pendidikan di Indonesia umumnya bersepakat bahwa pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak usia anak-anak

(golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemapuan

anak dalam mengambangkan potensinya. Perlu pembiasaan sejak dini dalam penanaman nilai-nilai akhlak yang baik.

Keluarga yang harmonis, rukun, dan damai akan mempengaruhi kondisi psikologis dan karakter seorang anak. Begitupun sebaliknya, anak yang kurang berbakti bahkan melakukan

38

Thomas Lickona, Character Matters (Persoalan Karakter), (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.


(57)

47

tindakan diluar moral kemanusiaan, dibidani oleh ketidakharmonisan dalam lingkungan keluarga.39

Kebanyakan anak yang hidup dalam keluarga broken home

atau berpisah, anak tersebut memiliki sifat yang apatis terhadap nilai-nilai norma, walaupun tidak semua anak yang mengalami broken home

demikian. Hal ini terjadi karena anak tersebut kurang kasih sayang dari orang tuanya.

Beberapa teori pendidikan yang kita kenal, misalnya teori empirisme menyebut bahwa anak lahir seperti kertas putih (tabularasa), yang bisa ditulisi apa saja oleh orang dewasa (orangtua, orang-orang dewasa lain di lingkungannya). Aliran ini berpendapat bahwa lingkungan memengaruhi karakter si anak. Ada juga teori nativisme yang menyebut bahwa anak membawa karakter, bakat, minat dari sejak lahirnya. Artinya anak lebih banyak dibentuk oleh faktor bawaan dari sejak lahir. Ada juga teori konvergensi yang berpendapat bahwa, baik faktor bawaan maupun lingkungan saling memengaruhi.40 Baik aliran nativisme maupun empirisme, keduanya saling mempengaruhi dalam pembentukkan karakter seorang anak.

39

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter:Strategi Membangun Karakter Bnagsa Berperadaban,

(Ypgyakarta:Pustaka Belajar, 2012), h.107-108 40

Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Pontianak:STAIN


(58)

48

2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan keluarga a. Pola interaksi antar anggota keluarga

1) Interaksi antar orang tua

Baik buruknya hubungan atau interaksi antara suami dan istri atau ayah dan ibu sangat menentukan kesuksesan pendidikan karakter di lingkungan keluarga untuk menciptakan suasana edukatif dan interaksi edukatif. Situasi edukatif adalah terciptanya suasana yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan. Sementara interaksi edukatif adalah interaksi yang mengandung nilai pendidikan.41

Situasi dan interaksi edukatif harus diciptakan oleh suami istri atau ayah ibu, dan orang-orang dewasa lain yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pendidikan karakter di lingkungan keluarga.

2) Interaksi antara orangtua dan anak

Hal yang perlu diperhatikan orangtua dalam membangun hubungan atau interaksi yang baik dengan anaknya sebagai berikut:

a) Memposisikan dirinya sebagai sahabat bagi anak. b) Menyediakan waktu untuk anak.

41


(59)

49

c) Mampu untuk mengenali bahasa tubuh dari sang anak.42 3) Pola interaksi antar anak

Ada dua pola interaksi antar anak, yaitu: a). Interaksi antar anak yang berbeda usia

b). Interaksi antar anak yang berbeda jenis kelaminnya.43 Maksudnya adalah hubungan timbal balik antara adik dan kakak. Interaksi ini harus menunjukkan hubungan edukatif, yang muda hormat kepada yang tua, yang tua menyayangi yang muda. Begitu juga dengan hubungan antar anak yang berbeda kelamin, tentu berbeda fisik berbeda pula perilaku mereka. Maka, perlu adanya batasan-batasan tertentu yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Jika salah seorang dari anak tersebut sudah berusia sepuluh tahun, sebaiknya segera dipisahkan tempat tidurnya.

4). Pola asuh anak

Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orangtua.44 Pola asuh disini merupakan pemenuhan fisik seperti makan, minum, dan lain

42

Moh. Haitami Salim, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga: Revitalisasi Peran Keluarga

dalam menyiapkan Generasi bangsa yang berkarakter, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 125-126.

43

Ibid., h. 125-126. 44

Agus Wibowo, Pendidikan Kkarakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban,


(60)

50

sebagainya, dan non fisik seperti kasih sayang, perhatian, dan lain sebagainya.

Adapun pola asuh orangtua kepada anak dapat dibedakan menjadi tiga, sebagai berikut:45

a). Permisif, yaitu acuh tak acuh b). Otoriter, yaitu pemaksaan

c). Demokratis, yaitu kebebasan untuk mengekspresikan dan mengeksplorasi.

Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang sangat tepat diterapkan pada anak. Anak yang diasuh dengan pola demokratis akan selalu ceria, terbuka, kreatif dan cerdas, tidak mudah putus asa.

5). Teladan Orangtua

Psikologi Lina Erlina berpendapat bahwa anak adalah “peniru ulung”, yang mana semua aktivitas orangtua selalu dipantau anak dan dijadikan model yang ingin dicapainya.46 Dengan demikian, semua perilaku orangtua termasuk kebiasaan buruk yang dilakukan akan mudah ditiru oleh anak.

45

Jenis/Macam Tipe Pola Asuh Orangtua pada Anak dan Cara mendidiklmengasuh Anak yang

baik, dalam http://organisasi.org.

46

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Membangun Karakter bangsa dan peradaban


(61)

51

Keteladanan dari orangtua akan menjadi semacam cetak biru (blue print) bagi anak dalam bereaksi. Bagaimana

orangtua bertindak, merasa, dan berpikir akan terefleksi pada anak-anaknya. Seorang anak tidak lagi menyaring apakah teladan orangtuanya itu baik atau buruk karena anak tersebut ibarat spons yang akan menyerap setiap tindakan orangtuanya.

Karakter anak-anak akan terbentuk dengan baik, apabila dalam proses tumbuh kembang mereka sudah mendapat cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa. Cara orangtua mengevaluasi dengan memperhatikan watak anak-anak mereka. Idealnya mereka harus tahu tentang perkembangan jiwa anak dengan menanamkan rasa kasih sayang yang proporsional terhadap anak-anaknya untuk membentuk karakter terhadap anak-anaknya.

C. Implementasi Pendidikan karakter di Lingkungan Sekolah

Di dalam Implementasi Pendidikan karakter di lingkungan sekolah antara lain:

1. Urgensi pendidikan karakter di lingkungan sekolah

Dalam implementasinya pendidikan karakter umumnya diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan


(62)

52

konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen sekolah. Manajemen yang dimaksud disini adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.47

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat dibutuhkan oleh setiap insan bangsa, dan pendidikan karakter merupakan proses pencerdasan otak, emosi, spiritual yang sangat berperan dalam sekolah.

2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan sekolah

Menurut William Bannet, sekolah memiliki peran yang sangat urgen dalam pendidikan karakter seorang peserta didik. Apalagi bagi

47

Muchlas Samani, Konsep danModel Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Rosda Karya, 2011),


(63)

53

peserta didik yang tidak mendapatkan pendidikan karakter sama sekali di lingkungan dan keluarga mereka.48

Guru bisa mempengaruhi dan membentuk perilaku murid-murid yang sesuai dengan nilai dan norma. Selain itu guru juga berperan sebagai contoh untuk siswa dalam hal berperilaku. Dengan diterapkannya pendidikan karakter di sekolah, para siswa tidak hanya cerdas dalam intelektual, melainkan cerdas emosionalnya maupun spiritualnya.

Menanamkan memberikan tanggungjawab kepada siswa dari hal kecil, seperti membereskan bangku sebelum pulang. Keberhasilan implementasi pendidikan karakter dapat dilakukan melalui penetapan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. kunci pendidikan karakter yang terdapat pada lingkungan sekolah adalah kedisiplinan.

Kemendiknas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan karakter pada tingkat institusi, mengarah pada pembentukkan karakter melalui budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah.49

48

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter,ibid,h.53

49


(64)

54

Dengan menanamkan nilai disiplin pada lingkungan sekolah, pendidikan karakter akan sangat dirasakan di lingkungan sekolah.

D. Implementasi Pendidikan karakter di Lingkungan Masyarakat

Di dalam Implementasi Pendidikan karakter di lingkungan masyarakata antara lain:

1. Urgensi pendidikan karakter di lingkungan masyarakat

Masyarakat merupakan sebuah komunitas yang interdependent (saling tergantung satu sama lain).50 Kekuatan karakter yang dibentuk dalam lingkungan keluarga, sekolah, akan semakin baik jika ada dukungan dan dorongan dari lingkungan masyarakat sekitar. Dapat diumpamakan satu lidi. Satu lidi tidak akan memilik daya untuk menghalau sampah-sampah. Namun, jika didukung oleh ratusan lidi yang lain akan membentuk suatu kekuatan untuk membersihkan sampah-sampah.

Begitu juga dengan karakter, semakin kuat jika didukung oleh lingkungan masyarakat. Dengan demikian, peran masyarakat tidak bisa ditampik juga sangat dominan dalam mendukung dan membangun kekuatan karakter. Karakter yang kuat pada akhirnya akan bermanfaat positif dalam setiap interaksi sosial seorang individu. Selanjutnya, individu dengan karakter kuat tersebut akan memberikan sumbangsih bagi moral dan spiritual yang berdayaguna bagi masyarakat sekitarnya.

50


(65)

55

2. Aspek penting pendidikan karakter di lingkungan masyarakat a. Pengkondisian di lingkungan masyarakat

Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan akrakter. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggungjawab dalam menciptakan suasana nyaman dan mendukung tumbuh kembangnya karakter individu-individu di masyarakat. Mengingat pentingnya peran lingkungan masyarakat sebagai salah satu diantara pusat pendidikan karakter, setiap individu yang menjadi anggota mnasyarakat harus menciptakan suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan karakter yang terjadi di dalamnya. Di Indonesia dikenal adanya konsep berbasis masyarakat(community based education) sebagai

upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelengaraan pendidikan. Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan formal (sekolah), dengan konsep ini menujukkan bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di lingkungan pendidikan formal.51

51“Tempat Ibadah”, dalam


(66)

56

b. Keteladanan Pemimpin, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat Diperlukan keteladanan dari tokoh agama dan masyarakat untuk membentuk pendidikan karakter di lingkungan masyarakat. Dalam mensosialisasikan pentingnya keadilan sosial misalnya, seorang tokoh agama hendaknya tidak hanya fasih menyuarakan keadilan sosial dan tema-tema ceramah mereka. Tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai tokoh-tokoh yang menjadi teladan di masyarakat. Keteladanan dari pemimpin, tokoh agama, dan tokoh masyarakat menjadi sesuatu hal yang penting dalam mendukung terselenggaranya pendidikan karakter bagi masyarakat. Karena bagaimana mungkin menginginkan keadaan masyarakat yang berkarakter, sementar apemimpin, tokoh agama, dan tokoh masyarakatnya tidak berkarakter.

Kunci dari pendidikan karakter yang ada pada lingkungan masyarakat adalah kebebasan, dimana kebebasan bukanlah membiarkan masyarakat bertindak semaunya, melainkan meberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengeksplor kemampuan yang ada, baik dari kekreativitasan, sumbangsih pemikiran, dan lain sebagainya demi tercapainya masyarakat yang berkarakter.

Sebagai lingkungan pendidikan nonformal, masyarakat semestinya juga turut berperan dalam terselenggaranya proses


(1)

134

lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang terjadi sepanjang

hayat dan ketiganya saling berkesinambungan.

2. Isi Kandungan Q.S Luqman [31]:12-19

a. Dari sisi redaksi, secara keseluruhan nasihat Luqman berisi Delapan

perintah, tiga larangan dan tujuh argumentasi. Delapan perintah

tersebut sebagai berikut: a). Syukur kepada Allah SWT, b). Berbuat

baik kepada orangtua, c). Berbuat kebajikan, d). Menegakkan shalat,

e). Amar ma’ruf Nahi munkar f). Bersabar dalam menghadapi cobaan, g). Sederhana dalam kehidupan, h). Bersikap sopan dalam

berkomunikasi.

Adapun yang berbentuk larangan sebagai berikut: a). Larangan

syirik, b). Larangan bersikap sombong, c). Larangan berlebihan dalam

kehidupan. Sedangkan ketujuh argument tersebut adalah: a).

Barangsiapa bersyukur, sungguh syukurnya itu untuk dirinya sendiri,

dan barangsiapa kufur, sesungguhnya Allah maha kaya dan maha

terpuji, b). Sesungguhnya syirik itu ialah kezaliman yang sangat besar,

c). Berbakti kepada orangtua, kecuali dalam hal keimanan, d). Kepada

Allah manusia dikembalikan, untuk mempertanggungjawabkan apa

yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia, e). Sesungguhnya

Allah maha mengetahui segala sesuatu, f). Nasihat untuk beramal

shaleh seperti shalat, amar ma’ruf nahi munkar, dan bersabar, g).


(2)

135

3. Analisis terhadap nilai pendidikan karakter yang terkandung dalamAl-Qur’an perspektif Q.S Luqman ayat 12-19

Nilai pendidikan karakter yang terdapat pada surat Luqman ayat

12-19 sebagai berikut: a) karakter syukur, b) karakter iman, c).

karakter berbuat baik pada orangtua, d). karakter berbuat kebajikan,

e). karakter ibadah, f). karakter sosial. Adapun cara Luqmanul hakim

menerapkan pendidikan karakter pada anaknya dengan cara mauidhah

hasanah, yakni berupa nasihat yang baik.

B. Saran

Tulisan ini menuliskan kisah Luqmanul hakim memberikan nasihat

kepada putranya sebagaimana dikisahkan Al-Qur’an dalam bentuk wasiat

-wasiat yang bijak untuk membentuk karakter pada anak. Berdasarkan

kesimpulan diatas, kiranya penulis akan memberikan sedikit saran yang

dapat menjadi bahan masukan bagipelaksana pendidikan karakter untuk

peningkatan kulaitas pendidikan. Beberapa saran yang dapat penulis

sampaikan antara lain:

1. Bagi orangtua dan pendidik

Orangtua maupun pendidik menempati posisi utama dalam pendidikan.

Sebab pendidikan merupakan model dari nilai karakter yang

diajarkannya. Selain orangtua dan pendidik, faktor lingkungan juga

sangat mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter, serta


(3)

136

peserta didik. Maka dari itu, pendidik harus mempersiapkan diri

semaksimal mungkin untuk menjadi teladan dari nilai-nilai pendidikan

karakter yang diajarkan.

2. Bagi sekolah dan masyarakat

Sekolah dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan harus

dibentuk seideal mungkin bagi internalisasi nilai-nilai karakter dalam

diri peserta didik maupun individu. Pembentukkan lingkungan sekolah

yang ideal dapat dilakukan dengan menerapkan tata tertib yang tidak

hanya berlaku bagi peserta didik, tapi juga berlaku bagi semua warga

sekolah. Sedangkan pembentukkan lingkungan masyarakat yang ideal

dapat dilakukan dengan kebebasan dengan tetap memperhatikan

batasan-batasan norma yang berlaku agar masyarakat dapat


(4)

DaftarPustaka

Referensi Buku:

Al Kumayi, Sulaiman. 2015. Dahsyatnya mendidik anak Gaya Rasulullah.

Yogyakarta: Semesta Hikmah.

Al Maraghiy, Ahmad Musthafa. 1974. Tafsir Al-Maraghi. Juz 19. Tanpa

Penerbit.

Ali,Muhamad.1987. Penelitian Kependidikan :Prosedur dan Strategi, Bandung:

Angkasa.

Ash Shiddiqy, Hasby . 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Qur’an. Jakarta:

BulanBintang.

Hamka.1982. Tafsir Al-Azharjuz XXI.Jakarta: Putra Panjimas.

Harahap, Syahrin. 2000.Metodologi Studi Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuludun,

Jakarta: Raja Grafindo.

Hasan Al Aridl, Ali. 1994. Sejarahdan Metodologi Tafsir. Jakarta: Raja

GrafindoPersada.

Hitami,Moh. 2013. Pendidikan Islam dalamKeluarga: Revitalisasi Peran

Keluarga dalam Menyiapkan Generasi Bangsa yang Berkarakter. Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Idi, Abdullah. 2015. Etika Pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat.Jakarta

: Raja GrafindoPersada.

Isma’il bin katsir Addamasyqiy, Abil fida. Tanpa tahun. Tafsir Al-Qur’anul Adhim Ibnu Katsir, Juz 3,Singapura: kutanahazu pinag.

Jalaluddin. 2011.TeologiPendidikan. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.

Kurniawan, Syamsul. 2014. Pendidikan Karakter konsepsi dan implementasinya

secara terpadu di lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Yogyakarta, Ar-Ruzz Media.


(5)

138

Lickona, Thomas. 1991.Character Matters, New York: Schuster.

M. echol John dan Hasan Sadly. 1979.Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:

Gramedia

Majid, Abdul. 2013.Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka cipta.

Mulyasa, E. 2011.Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara

Nata, Abudin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media Group

Nata, Abudin. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana.

Quthb, Sayyid. 1968. Fi Zhilalil Qur’an. Kairo: Darus Sauq

Ramayulis. 2002. IlmuPendidikan Islam. Jakarta :Kalam Mulia.

Samani, Muchlas.2011. Konsep dan Mode Pendidikan Krakter.Bandung: PT

remaja Rosdakarya.

Sagala, Syaiful. 2013.Etika dan moralitas pendidikan,Jakarta: Prenamadia Group.

Shihab, M. Quraish. 2007. Tafsir Al-Misbah pesan dan keserasian Al-Qur’an,

Jakarta; Lenterahati.

Subagyo, Jono. 2004. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT

RinekaCipta

Suseno, Frans Magnis. 2000. Etiak Dasar.Yogyakarta:Kansius

Syakir, Syaikh Ahmad. 2012. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Darus


(6)

139

Tafsir, Ahmad. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandung: PT

RosdaKarya.

Tim Penyusun. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Winarno, Surachmad dan Hadi Sutrisno. 1976. Pengantar Interaksi Belajar

Mengajar Dasar Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.

Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif

Perubahan. Jakarta: BumiAksara.

Wibowo, Agus.2012.PendidikanKarakter: Strategi mebangun Karakter bangsa

Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Referensi Internet :

Ahmadiyah.org/pendidikankarakter, diakses pada tanggal 25 November 2016, pukul 15:26 WIB

www.eksperiencinglifefondation.com, diakses pada tanggal 7 januari 2017, pukul 08.50 WIB

www.pendidikanekonomi .com diakses pada tanggal 21 Desember 2106 Pukul 07:57 WIB

www.pendidikanekonomi .com diakses pada tanggal 21 Desember 2106 Pukul

07:57 WIB

www.dwihansite29.blogspot, diakses pada tanggal 13 Februari 2017, pukul 11:24

WIB

www.trigonalmedia.com, diakses pada tanggal 13 Februari 2017, pukul 11:24