Perbub Nomor 16 Tahun 2013
1
BUPATI BIMA
PERATURAN BUPATI
NOMOR 16 TAHUN 2013
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BIMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BIMA
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 Peraturan
Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah dan untuk terarahnya pelaksanaan pemungutan atas
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, perlu
ditetapkan petunjuk teknis pelaksanaannya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Bima;
Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerahdaerah Tingkat II dalam Wilayah Daerahdaerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. UndangUndang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091)
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 19
Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 129
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
3. UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 27 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4189);
4. Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2002
Nomor 4247);
5. UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan PerundangUndangan (Lembaran Negara Republik
Indonesai Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
6. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
2
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
7. UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4674);
9. Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5049);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3258);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 Tentang
Pedoman, Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata
Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 135 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4049);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 801,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737;
3
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
telah diubah dengan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
59 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang
Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima
(Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25);
19. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun
2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima
Nomor 26);
20. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pokok – Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Bima Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Bima Nomor 29);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah (lembaran Daerah Kabupaten Bima
Tahun 2011 Nomor 02, Tambahan Lembaran Daerah Nomor
40);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BIMA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bima.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bima.
3. Kepala Daerah adalah Bupati Bima.
4. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Bima.
5. Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Dinas
adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bima.
6. Unit Pelaksana Teknis Dinas, yang selanjutnya disingkat UPTD, adalah
unsur pelaksana tugas teknis pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Bima.
4
7. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah.
8. Desa adalah kesatuan masyarakat khusus yang memiliki batasbatas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat
yang di akui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
10. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar
besarnya kemakmuran rakyat.
11. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
12. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
serta laut wilayah kabupaten.
13. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
14. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata
rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan
bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau NJOP pengganti.
15. Nilai Jual Obyek Pajak tidak Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat
NJOPTKP, adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak
kena pajak.
16. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak.
17. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan daerah.
18. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender.
19. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
20. Pendekatan data pasar adalah pendekatan penilaian dengan cara
membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang
sejenis yang nilai jualnya sudah diketahui dengan melakukan penyesuaian
yang dipandang perlu.
21. Pendekatan biaya adalah pendekatan penilaian dengan cara
memperhitungkan biayabiaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan
baru objek yang dinilai dan dikurangi penyusutan.
22. Pendekatan Kapitalisasi Pendatan adalah pendekatan penilaian dengan cara
menghitung atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa atau penjualan
5
dalam satu tahun dari objek pajak yang dinilai dikurangi dengan
kekosongan, biaya operasi dan/atau hak pengusaha.
23. Penilaian Individual adalah Penilaian terhadap objek pajak dengan cara
memperhitungkan semua karakteristik dari setiap objek pajak.
24. Penilaian Massal adalah penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek
pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan
menggunakan suatu prosedur standar yang dalam hal ini disebut Computer
Assisted Valuation (CAV).
25. Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat
SISMIOP adalah sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data
objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan bantuan
komputer, sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan
dan penilaian), pemberian identitas objek pajak (Nomor objek pajak),
perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (antara
lain berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan, Surat Setoran Pajak Daerah Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dan Daftar Himpunan Ketetapan dan
Pembayaran, pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak,
sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui pelayanan satu
tempat.
26. Pemeliharaan Basis Data SISMIOP pasif adalah kegiatan pemeliharaan basis
data yang dilakukan oleh Dinas berdasarkan laporan yang diterima dari
wajib pajak dan/atau pejabat/instansi terkait;
27. Pemeliharaan Basis Data SISMIOP aktif adalah kegiatan pemeliharaan basis
data yang dilakukan oleh Dinas dengan cara mencocokkan dan
menyesuaikan data obyek dan subyek pajak yang ada dengan keadaan
sebenarnya di lapangan atau mencocokkan dan menyesuaikan nilai jual
obyek pajak dengan ratarata nilai pasar yang terjadi di lapangan,
pelaksanaannya sesuai dengan prosedur pembentukan basis data;
28. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang.
29. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
30. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
31. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP, adalah
surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan
objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
32. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat
LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan
data rinci objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
33. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT,
adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
6
34. Daftar Himpunan Ketetapan dan Pembayaran yang selanjutnya disingkat
DHKP, adalah daftar himpunan yang memuat data nama wajib pajak, letak
objek pajak, nomor objek pajak, besar serta pembayaran pajak terutang yang
dibuat perdesa.
35. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas umum
daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
36. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak
yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
37. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan
kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan perpajakan
daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat
Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat
Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan
Keberatan.
38. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan
terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak
Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
39. Putusan Banding adalah Putusan Badan Peradilan Pajak atas Banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
40. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang
sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan
penyetorannya.
41. Petugas pemungut adalah petugas yang ditunjuk untuk memungut Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan menyetorkan ketempat
pembayaran.
42. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang
undangan perpajakan daerah.
43. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Bima.
44. Tempat Pembayaran, selanjutnya disingkat TP adalah tempat pembayaran
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
BAB II
RUANG LINGKUP
7
Pasal 2
(1) Ruang lingkup pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan meliputi:
a. pendaftaran dan pendataan;
b. penilaian;
c. SISMIOP;
d. pemungutan; dan
e. penyelesaian pengaduan.
(2) Pendaftaran dan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi pendataan, pendaftaran, bentuk serta format SPOP dan LSPOP.
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi proses penilaian,
NJOP, bentuk dan format SPPT serta penyampaian SPPT.
(4) SISMIOP sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c meliputi pengolahan
informasi/data objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dengan bantuan komputer, pengumpulan data, pemberian identitas objek
pajak, perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran,
pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan
pelayanan kepada Wajib Pajak.
(5) Pemungutan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) huruf d meliputi
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang
terutang sampai kegiatan penagihan/pemungutan pajak kepada Wajib Pajak
serta masa kedaluwarsa pajak.
(6) Penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
adalah tahapan penyelesaian dari laporan atau informasi yang disampaikan
oleh Wajib Pajak mengenai dugaan pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Kepala Dinas melakukan langkahlangkah sebagai berikut :
a. pendaftaran dan pendataan, penilaian, pengelolaan basis data,
pemungutan dan penyelesaian pengaduan; dan
b. pembukuan dan pelaporan.
(2) Pendaftaran dan pendataan, penilaian, pengelolaan basis data, pemungutan,
penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
bertugas melakukan interaksi dengan wajib Pajak dalam setiap tahapan
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
(3) Pembukuan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
bertugas untuk menyiapkan laporan realisasi Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan berdasarkan data dan laporan dari pihak terkait.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
8
Bagian Kesatu
Pendaftaran
Pasal 4
(1) Pendaftaran Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan oleh Subyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dengan cara mengisi SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
(2) Dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Dinas/UPTD dapat dibantu petugas kecamatan, desa, rukun warga, dan
rukun tetangga.
(3) Dinas/UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan SPOP
dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
kepada Subjek Pajak.
(4) Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengisi SPOP
dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh Subjek Pajak
atau kuasanya.
(5) Wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak pada kolom yang tersedia dalam
SPOP dan/atau LSPOP.
(6) Formulir SPOP dan/atau LSPOP disediakan oleh Dinas Pendapatan Daerah
atau UPTD.
(7) Bentuk dan tata cara pengisian formulir SPOP dan/atau LSPOP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(8) Alur penyampaian SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termuat
dalam Bagan alur yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Bagian Kedua
Pendataan
Paragraf 1
Tata Cara
Pasal 5
Tata cara Pendataan objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan dilakukan dengan:
a. penyampaian dan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP;
b. identifikasi objek;
c. verifikasi data objek; dan
d. pengukuran bidang objek.
Paragraf 2
9
Penyampaian dan Pengembalian SPOP dan/atau LSPOP
Pasal 6
(1) Pendataan dengan penyampaian dan pengembalian SPOP dan/atau LSOP
dilakukan dengan menyebarkan SPOP dan/atau LSPOP langsung kepada
subyek pajak atau kuasanya.
(2) Pendataan dengan penyampaian dan pengembalian SPOP dan/atau LSOP
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan pada daerah yang potensi
pajaknya relatif kecil dengan cakupan wilayah dan obyek pajak yang luas.
Paragraf 3
Identifikasi Objek
Pasal 7
Pendataan dengan identifikasi obyek pajak dilaksanakan pada wilayah yang
sudah mempunyai peta garis atau peta foto yang dapat menentukan posisi relatif
objek pajak tetapi tidak mempunyai data administrasi pembukuan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Paragraf 4
Verifikasi Data Objek
Pasal 8
Pendataan dengan verifikasi data obyek pajak dilaksanakan pada wilayah yang
sudah mempunyai peta garis atau peta foto yang sudah mempunyai data
administrasi pembukuan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Paragraf 5
Pengukuran Bidang Objek
Pasal 9
Pendataan dengan pengukuran bidang obyek pajak dilaksanakan pada wilayah
yang sudah mempunyai sket peta desa dan/atau peta garis atau peta foto tetapi
belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif objek pajak.
Paragraf 6
Jangka Waktu Pengembalian SPOP/LSOP
Pasal 10
(1) Penyampaian SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan atau UPTD untuk diisi oleh
wajib pajak atau kuasanya.
(2) SPOP dan/atau LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan
oleh wajib pajak atau kuasanya kepada Bupati melalui Dinas Pendapatan
atau UPTD, selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal
diterimanya SPOP dan/atau LSPOP.
10
(3) Dinas Pendapatan atau UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
membuat laporan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP.
(4) Laporan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan kepada Bupati.
Pasal 11
(1) Apabila SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang disampaikan kepada wajib pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 tidak dikembalikan oleh wajib pajak atau kuasanya, Bupati
atau pejabat yang ditunjuk harus mengeluarkan teguran secara tertulis.
(2) Apabila Bupati atau Pejabat yang ditunjuk telah mengeluarkan teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun wajib pajak tetap tidak
melaksanakan kewajibannya mengisi SPOP dan/atau LSPOP, maka Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk mengeluarkan SKPD.
(3) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikeluarkan berdasarkan
hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang memuat jumlah pajak
terutang yang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak mengisi SPOP dan/atau LSPOP yang
seharusnya dilakukannya, dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan
pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang
melalui penerbitan SKPDKB.
BAB IV
PENILAIAN
Pasal 12
(1) Penilaian obyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan dengan :
a. pendekatan data pasar;
b. pendekatan biaya; dan/atau
c. pendekatan pendapatan.
(2) Cara penilaian obyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan dengan :
a. penilaian massal; dan/atau
b. penilaian individual.
(3) Hasil penilaian obyek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) digunakan sebagai dasar penentuan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
(4) Penilaian objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh Fungsional Penilai dan Operator Komputer yang ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
(5) Tata cara penilaian obyek pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala
Dinas Pendapatan.
11
Pasal 13
(1) Klasifikasi dan besarnya NJOP Bumi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Klasifikasi dan besarnya NJOP Bangunan ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
Pasal 14
(1) SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dijadikan dasar oleh Dinas Pendapatan untuk memberitahukan besarnya
Pajak terutang kepada Wajib Pajak.
(2) SPPT dan DHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir
kertas dan ditanda tangani oleh Kepala Dinas Pendapatan.
(3) Bentuk dan format SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 15
(1) SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
disampaikan oleh Dinas Pendapatan kepada Wajib Pajak melalui Camat
pada setiap awal Tahun Pajak.
(2) Penyampaian kepada camat sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan
paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal penyampaian kepada Wajib
Pajak.
(3) Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya SPPT dan DHKP sebagaimana dimaksud ayat (2), camat wajib
menyampaikan SPPT dan DHKP kepada Wajib Pajak.
(4) Dinas menyiapkan berita acara penyerahan SPPT dan DHKP kepada Camat.
(5) Berita Acara Penyerahan SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dalam
rangkap 2 (dua) :
a. lembar 1 (satu) untuk Dinas Pendapatan;
b. lembar 2 (dua) untuk UPTD dan/atau Camat.
(6) Bentuk dan format berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) serta
alur penyampaian SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termuat dalam bentuk
dan bagan alur yang tercantum dalam lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 16
SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 yang tidak diterimakan atau disampaikan kepada
Wajib Pajak oleh Camat akan dikembalikan kepada Dinas Pendapatan dengan
Berita Acara Pengembalian.
Pasal 17
(1) Wajib Pajak atau kuasanya yang telah menerima SPPT Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan harus menandatangani struk yang
berada dibagian bawah SPPT.
12
(2) Struk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nama wajib pajak dan
tanggal diterimanya SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan dimaksud.
(3) UPTD dan/atau Camat menghimpun struk SPPT Wajib Pajak untuk
direkapitulasi yang selanjutnya disampaikan kepada Dinas Pendapatan.
(4) Bentuk dan format struk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
ini.
Pasal 18
(1) Tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan tercantum dalam SPPT.
(2) Tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berubah/tetap berlaku meskipun tidak diambil/diterima oleh Wajib
Pajak pada saat penetapan SPPT.
BAB V
SISMIOP
Pasal 19
Basis Data SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan melalui kegiatan:
a. pendaftaran objek dan subyek Pajak;
b. pendataan objek dan subyek Pajak; dan
c. penilaian objek dan subyek Pajak.
Pasal 20
Pemeliharaan Basis Data SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan dilakukan dengan cara :
a. pasif; dan
b. aktif.
Pasal 21
Setiap Petugas atau tenaga ahli yang melaksanakan kegiatan pendaftaran,
pendataan dan penilaian obyek dan subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka pembentukan dan/atau pemeliharaan
Basis Data SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan wajib
merahasiakan semua yang diketahuinya atau diberitahukan oleh Wajib Pajak.
Pasal 22
(1) Dalam melakukan kegiatan pendaftaran, pendataan dan penilaian obyek dan
subyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka
pembentukan dan/atau pemeliharaan basis data SISMIOP, Dinas dapat
bekerja sama dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau instansi lain
yang terkait.
13
(2) Pendataan dan penilaian obyek dan subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka pembentukan dan/atau
pemeliharaan basis data SISMIOP dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang
memenuhi syarat teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Pasal 23
Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Obyek dan Subyek
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka
pembentukan dan/atau pemeliharaan Basis Data SISMIOP diatur lebih lanjut
oleh Kepala Dinas pendapatan.
BAB VI
PEMUNGUTAN
Pasal 24
(1) Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dilarang
diborongkan.
(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang berdasarkan SPPT atau
SKPD.
Pasal 25
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (2) harus dilunasi selambatlambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
(2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus
dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan.
(3) Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar ke tempat
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
(4) Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pada
saat jatuh tempo pembayarannya tidak dibayar atau kurang dibayar,
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
pembayaran untuk jangka waktu selama 6 (enam) bulan.
(5) Apabila jangka waktu selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak dilunasi, seluruh bentuk pelayanan administrasi pada tingkat
Desa, Kecamatan dan Kabupaten tidak dapat dilayani sampai dengan seluruh
kewajiban tunggakan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
diselesaikan.
(6) Bentuk dan Format SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2)
tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
14
(7) Tata cara pengisian SKPD, SKPDKB, SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 26
(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kadaluwarsa setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak,
kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
daerah.
(2) Kadaluwarsa Penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditangguhkan apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat
Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih
mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
BAB VII
PENYELESAIAN PENGADUAN
Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dalam hal wajib pajak berpendapat
bahwa luas objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dan/atau nilai jual objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan tidak sebagaimana mestinya.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara
perorangan atau secara kolektif.
Pasal 28
(1) Pengajuan keberatan secara perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas
dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. asli SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Identitas
Wajib Pajak, Surat Kuasa; dan
b. perhitungan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang terutang menurut Wajib Pajak disertai dengan alasan yang
mendukung pengajuan keberatannya.
15
(2) Pengajuan keberatan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. asli SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang
diajukan keberatan;
b. penghitungan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang terutang menurut Wajib Pajak disertai dengan alasan
yang mendukung pengajuan keberatannya;
c. fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak
dalam hal dikuasakan;
d. fotocopy bukti kepemilikan tanah dan/atau keterangan kepemilikan
tanah dari desa setempat.
Pasal 29
(1)
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dapat
mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atas suatu SPPT, SKPD,SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDLB.
(2)
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila
Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3)
Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis
dengan disertai alasanalasan yang jelas.
(4)
Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.
(5)
Surat Keberatan yang diajukan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak.
(6)
Dalam hal surat permohonan keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib
Pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa.
(7)
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat
Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
(8)
Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui surat
pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan Surat Keberatan.
(9)
Tanggal penerimaan surat keberatan yang dijadikan dasar untuk
memproses surat keberatan adalah tanggal terima surat keberatan, dalam
hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya, atau
tanggal tanda pengiriman surat keberatan, dalam hal disampaikan melalui
pos dengan bukti pengiriman surat.
(10) Apabila surat Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan
dan Wajib Pajak memperbaikinya dalam batas waktu penyampaian surat
keberatan, maka batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak
diterima surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan.
16
Pasal 30
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 2 (dua ) bulan sejak tanggal
Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat
dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 31
(1) Keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak ditetapkan oleh
Bupati berdasarkan hasil penelitian Dinas Pendapatan dan dapat
dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh :
a. Dinas atau UPTD, dalam hal letak objek pajak berada dalam satu
Kecamatan dengan tempat kedudukan di wilayah UPTD yang
bersangkutan, letak objek pajak berada tidak dalam satu Kecamatan
dengan tempat kedudukan di wilayah UPTD yang bersangkutan dan
keberatan diajukan secara perseorangan.
b. UPTD, dalam hal letak objek pajak berada dan berkedudukan dalam satu
Kecamatan dengan tempat kedudukan di wilayah UPTD.
(4) Kepala UPTD meneruskan berkas pengajuan Keberatan kepada Kepala Dinas
dalam jangka waktu paling lama :
a. 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat keberatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dalam hal penelitian
dilaksanakan oleh Dinas dan/atau UPTD; atau
b. 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan surat keberatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3), dalam hal penelitian dilaksanakan oleh Dinas
dan/atau UPTD, disertai laporan hasil penelitian keberatan.
(5) Tata cara dan bentuk formulir yang digunakan dalam rangka pengajuan dan
penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
BAB VIII
PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN
Pasal 32
(1) Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan harus
dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Wajib Pajak dapat dilakukan
melalui Petugas pemungut dan/atau langsung pada TP yang ditunjuk.
17
(3) Setiap pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Bukti Pembayaran dan
dicatat dalam buku penerimaan.
(4) Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa TTS atau
STTS dan bukti pembayaran lain yang sah.
(5) Bentuk dan format TTS dan STTS sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 33
(1) Petugas Pemungut menyetorkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan ke TP yang ditunjuk melalui BKP.
(2) Setiap penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan
bukti pembayaran berupa STTS untuk setiap Wajib Pajak yang telah
melunasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada petugas
pemungut.
(3) Penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Surat
Bukti Setoran dan Laporan Mingguan Penerimaan.
(4) Bentuk, isi dan cara pengisian Surat Bukti Setoran atau Laporan Mingguan
Penerimaan tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(5) Tata cara pembayaran dan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 dan 33 tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 34
Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda
pembayaran pajak terutang sampai batas waktu yang ditentukan, dengan
dikenakan biaya administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan dari
jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar, dengan memenuhi persyaratan :
a. wajib pajak mengajukan surat permohonan penundaan pajak kepada Kepala
Daerah melalui Kepala Dinas, dan
b. wajib pajak dalam usahanya mengalami kerugian yang dibuktikan dengan
laporan laba/rugi.
BAB IX
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN
PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 35
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat
membetulkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDLB yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau
18
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan
perpajakan daerah.
Pasal 36
(1) Selain dapat membetulkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDLB
sebagaimana dimaksud Pasal 35, Bupati juga dapat :
a. membatalkan atau mengurangkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan
SKPDLB yang tidak benar; dan/atau
b. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak terutang yang
dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang
ditentukan.
(2) Pembatalan atau pengurangan ketetapan pajak terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar
wajib pajak atau kondisi tertentu obyek pajak.
Pasal 37
(1) Bupati atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan,
penghapusan sanksi administratif.
(2) Pemberian pengurangan, penghapusan sanksi administratif, dan
pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan apabila :
a. terjadi kekeliruan dalam penerapan peraturan Perundang undangan
perpajakan daerah;
b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak terutang dalam hal
objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa;
dan/atau
c. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu obyek pajak.
(3) Permohonan pemberian pengurangan, penghapusan sanksi administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterima SKPD, SLPDKB, SKPDKBT dengan memberikan alasan yang
jelas.
(4) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima, Bupati atau pejabat yang
ditunjuk harus memberikan keputusan.
(5) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan,
permohonan pemberian Pengurangan, penghapusan sanksi administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak dianggap dikabulkan.
(6) Bentuk dan isi keputusan pengurangan, penghapusan sanksi administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada
19
ayat (4) dalam Lampiran XI, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG
PAJAK YANG KEDALUWARSA
Bagian Kesatu
Pengembalian kelebihan Pembayaran
Pasal 38
Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan terjadi apabila :
a. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang dibayar ternyata
lebih besar dari yang seharusnya terutang;
b. dilakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang tidak seharusnya terutang.
Pa
BUPATI BIMA
PERATURAN BUPATI
NOMOR 16 TAHUN 2013
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BIMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BIMA
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 Peraturan
Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah dan untuk terarahnya pelaksanaan pemungutan atas
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, perlu
ditetapkan petunjuk teknis pelaksanaannya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Bima;
Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerahdaerah Tingkat II dalam Wilayah Daerahdaerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. UndangUndang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091)
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 19
Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 129
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
3. UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 27 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4189);
4. Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2002
Nomor 4247);
5. UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan PerundangUndangan (Lembaran Negara Republik
Indonesai Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
6. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
2
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
7. UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4674);
9. Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5049);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3258);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 Tentang
Pedoman, Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata
Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 135 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4049);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 801,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737;
3
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
telah diubah dengan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
59 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang
Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima
(Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25);
19. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun
2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima
Nomor 26);
20. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pokok – Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Bima Tahun 2008 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Bima Nomor 29);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah (lembaran Daerah Kabupaten Bima
Tahun 2011 Nomor 02, Tambahan Lembaran Daerah Nomor
40);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BIMA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bima.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bima.
3. Kepala Daerah adalah Bupati Bima.
4. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Bima.
5. Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala Dinas
adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bima.
6. Unit Pelaksana Teknis Dinas, yang selanjutnya disingkat UPTD, adalah
unsur pelaksana tugas teknis pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Bima.
4
7. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah.
8. Desa adalah kesatuan masyarakat khusus yang memiliki batasbatas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat
yang di akui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
10. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar
besarnya kemakmuran rakyat.
11. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
12. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
serta laut wilayah kabupaten.
13. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
14. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata
rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan
bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan
baru, atau NJOP pengganti.
15. Nilai Jual Obyek Pajak tidak Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat
NJOPTKP, adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak
kena pajak.
16. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak.
17. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan daerah.
18. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender.
19. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
20. Pendekatan data pasar adalah pendekatan penilaian dengan cara
membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang
sejenis yang nilai jualnya sudah diketahui dengan melakukan penyesuaian
yang dipandang perlu.
21. Pendekatan biaya adalah pendekatan penilaian dengan cara
memperhitungkan biayabiaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan
baru objek yang dinilai dan dikurangi penyusutan.
22. Pendekatan Kapitalisasi Pendatan adalah pendekatan penilaian dengan cara
menghitung atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa atau penjualan
5
dalam satu tahun dari objek pajak yang dinilai dikurangi dengan
kekosongan, biaya operasi dan/atau hak pengusaha.
23. Penilaian Individual adalah Penilaian terhadap objek pajak dengan cara
memperhitungkan semua karakteristik dari setiap objek pajak.
24. Penilaian Massal adalah penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek
pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan
menggunakan suatu prosedur standar yang dalam hal ini disebut Computer
Assisted Valuation (CAV).
25. Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat
SISMIOP adalah sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data
objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan bantuan
komputer, sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan
dan penilaian), pemberian identitas objek pajak (Nomor objek pajak),
perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (antara
lain berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan, Surat Setoran Pajak Daerah Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dan Daftar Himpunan Ketetapan dan
Pembayaran, pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak,
sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui pelayanan satu
tempat.
26. Pemeliharaan Basis Data SISMIOP pasif adalah kegiatan pemeliharaan basis
data yang dilakukan oleh Dinas berdasarkan laporan yang diterima dari
wajib pajak dan/atau pejabat/instansi terkait;
27. Pemeliharaan Basis Data SISMIOP aktif adalah kegiatan pemeliharaan basis
data yang dilakukan oleh Dinas dengan cara mencocokkan dan
menyesuaikan data obyek dan subyek pajak yang ada dengan keadaan
sebenarnya di lapangan atau mencocokkan dan menyesuaikan nilai jual
obyek pajak dengan ratarata nilai pasar yang terjadi di lapangan,
pelaksanaannya sesuai dengan prosedur pembentukan basis data;
28. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang.
29. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
30. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
31. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP, adalah
surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan
objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
32. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat
LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan
data rinci objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah.
33. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT,
adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
6
34. Daftar Himpunan Ketetapan dan Pembayaran yang selanjutnya disingkat
DHKP, adalah daftar himpunan yang memuat data nama wajib pajak, letak
objek pajak, nomor objek pajak, besar serta pembayaran pajak terutang yang
dibuat perdesa.
35. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas umum
daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
36. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak
yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
37. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan
kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan perpajakan
daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat
Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat
Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan
Keberatan.
38. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan
terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak
Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
39. Putusan Banding adalah Putusan Badan Peradilan Pajak atas Banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
40. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan
data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang
sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan
penyetorannya.
41. Petugas pemungut adalah petugas yang ditunjuk untuk memungut Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan menyetorkan ketempat
pembayaran.
42. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang
undangan perpajakan daerah.
43. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Bima.
44. Tempat Pembayaran, selanjutnya disingkat TP adalah tempat pembayaran
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
BAB II
RUANG LINGKUP
7
Pasal 2
(1) Ruang lingkup pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan meliputi:
a. pendaftaran dan pendataan;
b. penilaian;
c. SISMIOP;
d. pemungutan; dan
e. penyelesaian pengaduan.
(2) Pendaftaran dan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi pendataan, pendaftaran, bentuk serta format SPOP dan LSPOP.
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi proses penilaian,
NJOP, bentuk dan format SPPT serta penyampaian SPPT.
(4) SISMIOP sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c meliputi pengolahan
informasi/data objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dengan bantuan komputer, pengumpulan data, pemberian identitas objek
pajak, perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran,
pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan
pelayanan kepada Wajib Pajak.
(5) Pemungutan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) huruf d meliputi
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang
terutang sampai kegiatan penagihan/pemungutan pajak kepada Wajib Pajak
serta masa kedaluwarsa pajak.
(6) Penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
adalah tahapan penyelesaian dari laporan atau informasi yang disampaikan
oleh Wajib Pajak mengenai dugaan pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Kepala Dinas melakukan langkahlangkah sebagai berikut :
a. pendaftaran dan pendataan, penilaian, pengelolaan basis data,
pemungutan dan penyelesaian pengaduan; dan
b. pembukuan dan pelaporan.
(2) Pendaftaran dan pendataan, penilaian, pengelolaan basis data, pemungutan,
penyelesaian pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
bertugas melakukan interaksi dengan wajib Pajak dalam setiap tahapan
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
(3) Pembukuan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
bertugas untuk menyiapkan laporan realisasi Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan berdasarkan data dan laporan dari pihak terkait.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
8
Bagian Kesatu
Pendaftaran
Pasal 4
(1) Pendaftaran Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan oleh Subyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dengan cara mengisi SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
(2) Dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Dinas/UPTD dapat dibantu petugas kecamatan, desa, rukun warga, dan
rukun tetangga.
(3) Dinas/UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan SPOP
dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
kepada Subjek Pajak.
(4) Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mengisi SPOP
dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh Subjek Pajak
atau kuasanya.
(5) Wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak pada kolom yang tersedia dalam
SPOP dan/atau LSPOP.
(6) Formulir SPOP dan/atau LSPOP disediakan oleh Dinas Pendapatan Daerah
atau UPTD.
(7) Bentuk dan tata cara pengisian formulir SPOP dan/atau LSPOP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(8) Alur penyampaian SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termuat
dalam Bagan alur yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Bagian Kedua
Pendataan
Paragraf 1
Tata Cara
Pasal 5
Tata cara Pendataan objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan dilakukan dengan:
a. penyampaian dan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP;
b. identifikasi objek;
c. verifikasi data objek; dan
d. pengukuran bidang objek.
Paragraf 2
9
Penyampaian dan Pengembalian SPOP dan/atau LSPOP
Pasal 6
(1) Pendataan dengan penyampaian dan pengembalian SPOP dan/atau LSOP
dilakukan dengan menyebarkan SPOP dan/atau LSPOP langsung kepada
subyek pajak atau kuasanya.
(2) Pendataan dengan penyampaian dan pengembalian SPOP dan/atau LSOP
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan pada daerah yang potensi
pajaknya relatif kecil dengan cakupan wilayah dan obyek pajak yang luas.
Paragraf 3
Identifikasi Objek
Pasal 7
Pendataan dengan identifikasi obyek pajak dilaksanakan pada wilayah yang
sudah mempunyai peta garis atau peta foto yang dapat menentukan posisi relatif
objek pajak tetapi tidak mempunyai data administrasi pembukuan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Paragraf 4
Verifikasi Data Objek
Pasal 8
Pendataan dengan verifikasi data obyek pajak dilaksanakan pada wilayah yang
sudah mempunyai peta garis atau peta foto yang sudah mempunyai data
administrasi pembukuan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Paragraf 5
Pengukuran Bidang Objek
Pasal 9
Pendataan dengan pengukuran bidang obyek pajak dilaksanakan pada wilayah
yang sudah mempunyai sket peta desa dan/atau peta garis atau peta foto tetapi
belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif objek pajak.
Paragraf 6
Jangka Waktu Pengembalian SPOP/LSOP
Pasal 10
(1) Penyampaian SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan atau UPTD untuk diisi oleh
wajib pajak atau kuasanya.
(2) SPOP dan/atau LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan
oleh wajib pajak atau kuasanya kepada Bupati melalui Dinas Pendapatan
atau UPTD, selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal
diterimanya SPOP dan/atau LSPOP.
10
(3) Dinas Pendapatan atau UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
membuat laporan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP.
(4) Laporan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan kepada Bupati.
Pasal 11
(1) Apabila SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang disampaikan kepada wajib pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 tidak dikembalikan oleh wajib pajak atau kuasanya, Bupati
atau pejabat yang ditunjuk harus mengeluarkan teguran secara tertulis.
(2) Apabila Bupati atau Pejabat yang ditunjuk telah mengeluarkan teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun wajib pajak tetap tidak
melaksanakan kewajibannya mengisi SPOP dan/atau LSPOP, maka Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk mengeluarkan SKPD.
(3) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikeluarkan berdasarkan
hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang memuat jumlah pajak
terutang yang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak mengisi SPOP dan/atau LSPOP yang
seharusnya dilakukannya, dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan
pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang
melalui penerbitan SKPDKB.
BAB IV
PENILAIAN
Pasal 12
(1) Penilaian obyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan dengan :
a. pendekatan data pasar;
b. pendekatan biaya; dan/atau
c. pendekatan pendapatan.
(2) Cara penilaian obyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan dengan :
a. penilaian massal; dan/atau
b. penilaian individual.
(3) Hasil penilaian obyek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) digunakan sebagai dasar penentuan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
(4) Penilaian objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh Fungsional Penilai dan Operator Komputer yang ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
(5) Tata cara penilaian obyek pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala
Dinas Pendapatan.
11
Pasal 13
(1) Klasifikasi dan besarnya NJOP Bumi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Klasifikasi dan besarnya NJOP Bangunan ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
Pasal 14
(1) SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dijadikan dasar oleh Dinas Pendapatan untuk memberitahukan besarnya
Pajak terutang kepada Wajib Pajak.
(2) SPPT dan DHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir
kertas dan ditanda tangani oleh Kepala Dinas Pendapatan.
(3) Bentuk dan format SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 15
(1) SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
disampaikan oleh Dinas Pendapatan kepada Wajib Pajak melalui Camat
pada setiap awal Tahun Pajak.
(2) Penyampaian kepada camat sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan
paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal penyampaian kepada Wajib
Pajak.
(3) Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya SPPT dan DHKP sebagaimana dimaksud ayat (2), camat wajib
menyampaikan SPPT dan DHKP kepada Wajib Pajak.
(4) Dinas menyiapkan berita acara penyerahan SPPT dan DHKP kepada Camat.
(5) Berita Acara Penyerahan SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dalam
rangkap 2 (dua) :
a. lembar 1 (satu) untuk Dinas Pendapatan;
b. lembar 2 (dua) untuk UPTD dan/atau Camat.
(6) Bentuk dan format berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) serta
alur penyampaian SPPT dan DHKP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termuat dalam bentuk
dan bagan alur yang tercantum dalam lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 16
SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 yang tidak diterimakan atau disampaikan kepada
Wajib Pajak oleh Camat akan dikembalikan kepada Dinas Pendapatan dengan
Berita Acara Pengembalian.
Pasal 17
(1) Wajib Pajak atau kuasanya yang telah menerima SPPT Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan harus menandatangani struk yang
berada dibagian bawah SPPT.
12
(2) Struk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nama wajib pajak dan
tanggal diterimanya SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan dimaksud.
(3) UPTD dan/atau Camat menghimpun struk SPPT Wajib Pajak untuk
direkapitulasi yang selanjutnya disampaikan kepada Dinas Pendapatan.
(4) Bentuk dan format struk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
ini.
Pasal 18
(1) Tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan tercantum dalam SPPT.
(2) Tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berubah/tetap berlaku meskipun tidak diambil/diterima oleh Wajib
Pajak pada saat penetapan SPPT.
BAB V
SISMIOP
Pasal 19
Basis Data SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan melalui kegiatan:
a. pendaftaran objek dan subyek Pajak;
b. pendataan objek dan subyek Pajak; dan
c. penilaian objek dan subyek Pajak.
Pasal 20
Pemeliharaan Basis Data SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan dilakukan dengan cara :
a. pasif; dan
b. aktif.
Pasal 21
Setiap Petugas atau tenaga ahli yang melaksanakan kegiatan pendaftaran,
pendataan dan penilaian obyek dan subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka pembentukan dan/atau pemeliharaan
Basis Data SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan wajib
merahasiakan semua yang diketahuinya atau diberitahukan oleh Wajib Pajak.
Pasal 22
(1) Dalam melakukan kegiatan pendaftaran, pendataan dan penilaian obyek dan
subyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka
pembentukan dan/atau pemeliharaan basis data SISMIOP, Dinas dapat
bekerja sama dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau instansi lain
yang terkait.
13
(2) Pendataan dan penilaian obyek dan subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka pembentukan dan/atau
pemeliharaan basis data SISMIOP dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang
memenuhi syarat teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Pasal 23
Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Obyek dan Subyek
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka
pembentukan dan/atau pemeliharaan Basis Data SISMIOP diatur lebih lanjut
oleh Kepala Dinas pendapatan.
BAB VI
PEMUNGUTAN
Pasal 24
(1) Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dilarang
diborongkan.
(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang berdasarkan SPPT atau
SKPD.
Pasal 25
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (2) harus dilunasi selambatlambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
(2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus
dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan.
(3) Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar ke tempat
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
(4) Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pada
saat jatuh tempo pembayarannya tidak dibayar atau kurang dibayar,
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
pembayaran untuk jangka waktu selama 6 (enam) bulan.
(5) Apabila jangka waktu selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak dilunasi, seluruh bentuk pelayanan administrasi pada tingkat
Desa, Kecamatan dan Kabupaten tidak dapat dilayani sampai dengan seluruh
kewajiban tunggakan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
diselesaikan.
(6) Bentuk dan Format SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2)
tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
14
(7) Tata cara pengisian SKPD, SKPDKB, SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 26
(1) Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kadaluwarsa setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak,
kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
daerah.
(2) Kadaluwarsa Penagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditangguhkan apabila:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat
Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih
mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak.
BAB VII
PENYELESAIAN PENGADUAN
Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dalam hal wajib pajak berpendapat
bahwa luas objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dan/atau nilai jual objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan tidak sebagaimana mestinya.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara
perorangan atau secara kolektif.
Pasal 28
(1) Pengajuan keberatan secara perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas
dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. asli SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Identitas
Wajib Pajak, Surat Kuasa; dan
b. perhitungan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang terutang menurut Wajib Pajak disertai dengan alasan yang
mendukung pengajuan keberatannya.
15
(2) Pengajuan keberatan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. asli SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang
diajukan keberatan;
b. penghitungan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang terutang menurut Wajib Pajak disertai dengan alasan
yang mendukung pengajuan keberatannya;
c. fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak
dalam hal dikuasakan;
d. fotocopy bukti kepemilikan tanah dan/atau keterangan kepemilikan
tanah dari desa setempat.
Pasal 29
(1)
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dapat
mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atas suatu SPPT, SKPD,SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDLB.
(2)
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila
Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3)
Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis
dengan disertai alasanalasan yang jelas.
(4)
Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.
(5)
Surat Keberatan yang diajukan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak.
(6)
Dalam hal surat permohonan keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib
Pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa.
(7)
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat
Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
(8)
Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui surat
pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan Surat Keberatan.
(9)
Tanggal penerimaan surat keberatan yang dijadikan dasar untuk
memproses surat keberatan adalah tanggal terima surat keberatan, dalam
hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya, atau
tanggal tanda pengiriman surat keberatan, dalam hal disampaikan melalui
pos dengan bukti pengiriman surat.
(10) Apabila surat Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan
dan Wajib Pajak memperbaikinya dalam batas waktu penyampaian surat
keberatan, maka batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak
diterima surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan.
16
Pasal 30
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 2 (dua ) bulan sejak tanggal
Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat
dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 31
(1) Keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak ditetapkan oleh
Bupati berdasarkan hasil penelitian Dinas Pendapatan dan dapat
dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh :
a. Dinas atau UPTD, dalam hal letak objek pajak berada dalam satu
Kecamatan dengan tempat kedudukan di wilayah UPTD yang
bersangkutan, letak objek pajak berada tidak dalam satu Kecamatan
dengan tempat kedudukan di wilayah UPTD yang bersangkutan dan
keberatan diajukan secara perseorangan.
b. UPTD, dalam hal letak objek pajak berada dan berkedudukan dalam satu
Kecamatan dengan tempat kedudukan di wilayah UPTD.
(4) Kepala UPTD meneruskan berkas pengajuan Keberatan kepada Kepala Dinas
dalam jangka waktu paling lama :
a. 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat keberatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dalam hal penelitian
dilaksanakan oleh Dinas dan/atau UPTD; atau
b. 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan surat keberatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3), dalam hal penelitian dilaksanakan oleh Dinas
dan/atau UPTD, disertai laporan hasil penelitian keberatan.
(5) Tata cara dan bentuk formulir yang digunakan dalam rangka pengajuan dan
penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas.
BAB VIII
PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN
Pasal 32
(1) Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan harus
dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Wajib Pajak dapat dilakukan
melalui Petugas pemungut dan/atau langsung pada TP yang ditunjuk.
17
(3) Setiap pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Bukti Pembayaran dan
dicatat dalam buku penerimaan.
(4) Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa TTS atau
STTS dan bukti pembayaran lain yang sah.
(5) Bentuk dan format TTS dan STTS sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 33
(1) Petugas Pemungut menyetorkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan ke TP yang ditunjuk melalui BKP.
(2) Setiap penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan
bukti pembayaran berupa STTS untuk setiap Wajib Pajak yang telah
melunasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada petugas
pemungut.
(3) Penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Surat
Bukti Setoran dan Laporan Mingguan Penerimaan.
(4) Bentuk, isi dan cara pengisian Surat Bukti Setoran atau Laporan Mingguan
Penerimaan tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(5) Tata cara pembayaran dan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 dan 33 tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 34
Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda
pembayaran pajak terutang sampai batas waktu yang ditentukan, dengan
dikenakan biaya administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan dari
jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar, dengan memenuhi persyaratan :
a. wajib pajak mengajukan surat permohonan penundaan pajak kepada Kepala
Daerah melalui Kepala Dinas, dan
b. wajib pajak dalam usahanya mengalami kerugian yang dibuktikan dengan
laporan laba/rugi.
BAB IX
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN
PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 35
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat
membetulkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDLB yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau
18
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan
perpajakan daerah.
Pasal 36
(1) Selain dapat membetulkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDLB
sebagaimana dimaksud Pasal 35, Bupati juga dapat :
a. membatalkan atau mengurangkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan
SKPDLB yang tidak benar; dan/atau
b. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak terutang yang
dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang
ditentukan.
(2) Pembatalan atau pengurangan ketetapan pajak terutang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar
wajib pajak atau kondisi tertentu obyek pajak.
Pasal 37
(1) Bupati atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan,
penghapusan sanksi administratif.
(2) Pemberian pengurangan, penghapusan sanksi administratif, dan
pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan apabila :
a. terjadi kekeliruan dalam penerapan peraturan Perundang undangan
perpajakan daerah;
b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak terutang dalam hal
objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa;
dan/atau
c. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu obyek pajak.
(3) Permohonan pemberian pengurangan, penghapusan sanksi administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterima SKPD, SLPDKB, SKPDKBT dengan memberikan alasan yang
jelas.
(4) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima, Bupati atau pejabat yang
ditunjuk harus memberikan keputusan.
(5) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan,
permohonan pemberian Pengurangan, penghapusan sanksi administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak dianggap dikabulkan.
(6) Bentuk dan isi keputusan pengurangan, penghapusan sanksi administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada
19
ayat (4) dalam Lampiran XI, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG
PAJAK YANG KEDALUWARSA
Bagian Kesatu
Pengembalian kelebihan Pembayaran
Pasal 38
Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan terjadi apabila :
a. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang dibayar ternyata
lebih besar dari yang seharusnya terutang;
b. dilakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang tidak seharusnya terutang.
Pa