Perbub Nomor 16 Tahun 2013

1

BUPATI BIMA
PERATURAN  BUPATI
NOMOR 16 TAHUN 2013
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BIMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BIMA
Menimbang :  a.  bahwa   untuk   melaksanakan  ketentuan  Pasal   66  Peraturan
Daerah Kabupaten Bima Nomor  2  Tahun 2011 tentang  Pajak
Daerah  dan untuk terarahnya pelaksanaan pemungutan atas
Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan,   perlu
ditetapkan petunjuk teknis pelaksanaannya;
                      b. bahwa   berdasarkan   pertimbangan   sebagaimana   dimaksud
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk
Teknis   Pelaksanaan  Pemungutan   Pajak   Bumi   dan   Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Bima;
Mengingat :  1. Undang­Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang  Pembentukan
Daerah­daerah   Tingkat   II   dalam   Wilayah   Daerah­daerah

Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang­Undang   Nomor   19   Tahun   1997   tentang   Penagihan
Pajak   Dengan   Surat   Paksa   (Lembaran   Negara   Tahun   1997
Nomor   54   Tambahan   Lembaran   Negara   Nomor   3091)
sebagaimana telah diubah dengan Undang­Undang Nomor 19
Tahun   2000   (Lembaran   Negara   Tahun   2000   Nomor   129
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 
3. Undang­Undang   Nomor   14   Tahun   2002   tentang   Pengadilan
Pajak   (Lembaran   Negara   Tahun   2002   Nomor   27   Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4189);
4. Undang  –Undang   Nomor   28   Tahun  2002   Tentang   Bangunan
Gedung   (Lembaran   Negara   Repulik   Indonesia  Tahun   2002
Nomor 4247);
5. Undang­Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan   Perundang­Undangan   (Lembaran   Negara   Republik
Indonesai Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2004
Nomor   125,   Tambahan  Lembaran   Negara   Republik   Indonesia

2

Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan   Undang­Undang   Nomor   12   Tahun   2008   Tentang
Perubahan Kedua atas Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang   Pemerintahan   Daerah   (Lembaran   Negara   Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang­Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang­Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun
2006   Nomor   124,   Tambahan   Lembaran   Negara   Republik
Indonesia Nomor 4674);
9. Undang­undang  Nomor  28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan  Retribusi  Daerah   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia
Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5049);
10. Peraturan   Pemerintah   Nomor   27   Tahun   1983   tentang
Pelaksanaan   Kitab   Undang­Undang   Hukum   Acara   Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3258); 
11. Peraturan   Pemerintah   Nomor     58   Tahun   2005   tentang
Pengelolaan   Keuangan   Daerah   (Lembaran   Negara   Republik
Indonesia   Tahun   2005   Nomor   140,   Tambahan   Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan   Pemerintah   Nomor   79   tahun   2005   Tentang
Pedoman,   Pembinaan   dan   Pengawasan   Penyelenggaraan
Pemerintah   Daerah   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia
Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
13. Peraturan    Pemerintah Nomor   135  Tahun  2000   tentang   Tata
Cara Penyitaan dalam rangka  Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor   135 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4049); 

14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan   dan   Pengawasan   Penyelenggaraan   Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4593);
15. Peraturan   Pemerintah   Nomor   38   Tahun   2007   tentang
Pembagian   Urusan  Pemerintahan  Antara   Pemerintah,
Pemerintahan   Daerah   Provinsi,   dan   Pemerintahan   Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007   Nomor   801,Tambahan   Lembaran   Negara   Republik
Indonesia Nomor 4737;

3

16. Peraturan   Menteri   Dalam   Negeri   Nomor   13   Tahun   2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
telah   diubah   dengan   peraturan   Menteri   Dalam   Negeri  Nomor
59   Tahun   2007   Tentang   Perubahan   atas   Peraturan   Menteri
Dalam   Negeri   Nomor   13   Tahun   2006   Tentang   Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah; 
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang

Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;
18. Peraturan   Daerah   Kabupaten   Bima   Nomor   2   Tahun   2008
tentang   Urusan   Pemerintahan   Daerah   Kabupaten   Bima
(Lembaran   Daerah   Kabupaten   Bima   Tahun   2008   Nomor   2,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25);
19. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Susunan,  Kedudukan,  Tugas   Pokok   dan   Fungsi   Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun
2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima
Nomor 26);
20. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pokok – Pokok
Pengelolaan   Keuangan   Daerah   (Lembaran   Daerah   Kabupaten
Bima   Tahun   2008   Nomor   6,   Tambahan   Lembaran   Daerah
Kabupaten Bima Nomor 29);
21. Peraturan   Daerah   Kabupaten   Bima   Nomor   2   Tahun   2011
tentang   Pajak   Daerah   (lembaran   Daerah   Kabupaten   Bima
Tahun   2011   Nomor   02,   Tambahan   Lembaran   Daerah   Nomor
40);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan  : PERATURAN   BUPATI   TENTANG   PETUNJUK   TEKNIS

PELAKSANAAN  PEMUNGUTAN  PAJAK   BUMI   DAN   BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BIMA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bima. 
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bima. 
3. Kepala Daerah adalah Bupati Bima. 
4. Dinas   Pendapatan  Daerah  adalah   Dinas   Pendapatan  Daerah  Kabupaten
Bima.
5. Kepala   Dinas   Pendapatan  Daerah  yang   selanjutnya   disebut   Kepala     Dinas
adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bima.
6. Unit   Pelaksana   Teknis   Dinas,   yang   selanjutnya   disingkat   UPTD,   adalah
unsur   pelaksana   tugas   teknis   pada   Dinas   Pendapatan   Daerah  Kabupaten
Bima. 

4

7. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah. 

8. Desa   adalah   kesatuan   masyarakat   khusus   yang   memiliki   batas­batas
wilayah   yang   berwenang   untuk   mengatur   dan   mengurus   kepentingan
masyarakat   setempat,   berdasarkan   asal   usul   dan   adat   istiadat   setempat
yang   di   akui   dan   dihormati   dalam   sistem   Pemerintahan   Negara   Kesatuan
Republik Indonesia.
9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui   bersama   oleh   pemerintah   daerah   dan   DPRD,   dan   ditetapkan
dengan peraturan daerah. 
10. Pajak   Daerah,   yang   selanjutnya   disebut   Pajak,   adalah   kontribusi   wajib
kepada  Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang­Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara   langsung   dan   digunakan   untuk   keperluan   Daerah   bagi   sebesar­
besarnya kemakmuran rakyat. 
11. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
dan/atau   bangunan   yang   dimiliki,   dikuasai,   dan/atau   dimanfaatkan   oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk  kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.  
12. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah  dan perairan pedalaman
serta laut wilayah kabupaten. 

13. Bangunan adalah konstruksi   teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
14. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga  rata­
rata  yang diperoleh  dari transaksi  jual beli yang terjadi secara wajar, dan
bilamana   tidak   terdapat   transaksi   jual   beli,   NJOP   ditentukan   melalui
perbandingan   harga   dengan   objek   lain   yang   sejenis,   atau   nilai   perolehan
baru, atau NJOP pengganti. 
15. Nilai   Jual   Obyek   Pajak   tidak   Kena   Pajak,   yang   selanjutnya   disingkat
NJOPTKP,   adalah   batas   NJOP   atas   bumi   dan/atau   bangunan   yang   tidak
kena pajak.
16. Subjek Pajak adalah orang  pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak. 
17. Wajib  Pajak  adalah  orang  pribadi  atau  badan,  meliputi pembayar  pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan   sesuai   dengan   ketentuan  peraturan   perundang­undangan
perpajakan daerah.
18. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun  kalender.
19. Pajak   yang   terutang   adalah   pajak   yang   harus   dibayar   pada   suatu   saat,
dalam   Tahun   Pajak,   atau   dalam   Bagian   Tahun   Pajak   sesuai   dengan
ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan daerah. 
20. Pendekatan   data   pasar   adalah   pendekatan   penilaian   dengan   cara

membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang
sejenis yang nilai jualnya sudah diketahui dengan melakukan penyesuaian
yang dipandang perlu.
21. Pendekatan   biaya   adalah   pendekatan   penilaian   dengan   cara
memperhitungkan biaya­biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan
baru objek yang dinilai dan dikurangi penyusutan.
22. Pendekatan Kapitalisasi Pendatan adalah pendekatan penilaian dengan cara
menghitung atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa atau penjualan

5

dalam   satu   tahun   dari   objek   pajak   yang   dinilai   dikurangi   dengan
kekosongan, biaya operasi dan/atau hak pengusaha.  
23. Penilaian   Individual   adalah   Penilaian   terhadap   objek   pajak   dengan   cara
memperhitungkan semua karakteristik dari setiap objek pajak.
24. Penilaian   Massal   adalah   penilaian   yang   sistematis   untuk   sejumlah   objek
pajak   yang   dilakukan   pada   saat   tertentu   secara   bersamaan   dengan
menggunakan suatu prosedur standar yang dalam hal ini disebut Computer
Assisted Valuation (CAV).
25. Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat

SISMIOP  adalah   sistem   yang   terintegrasi   untuk   mengolah   informasi/data
objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan bantuan
komputer,   sejak   dari   pengumpulan   data   (melalui   pendaftaran,   pendataan
dan   penilaian),   pemberian   identitas   objek   pajak   (Nomor   objek   pajak),
perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (antara
lain berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan   dan   Perkotaan,   Surat   Setoran   Pajak   Daerah   Pajak   Bumi   dan
Bangunan   Pedesaan   dan   Perkotaan   dan   Daftar   Himpunan   Ketetapan   dan
Pembayaran,   pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak,
sampai   dengan   pelayanan   kepada   wajib   pajak   melalui   pelayanan   satu
tempat. 
26. Pemeliharaan Basis Data SISMIOP pasif adalah kegiatan pemeliharaan basis
data   yang   dilakukan   oleh   Dinas   berdasarkan   laporan   yang   diterima   dari
wajib pajak dan/atau pejabat/instansi terkait;
27. Pemeliharaan Basis Data SISMIOP aktif adalah kegiatan pemeliharaan basis
data   yang   dilakukan   oleh   Dinas   dengan   cara   mencocokkan   dan
menyesuaikan   data   obyek   dan   subyek   pajak   yang   ada   dengan   keadaan
sebenarnya   di   lapangan   atau   mencocokkan   dan   menyesuaikan   nilai   jual
obyek   pajak   dengan   rata­rata   nilai   pasar   yang   terjadi   di   lapangan,
pelaksanaannya sesuai dengan prosedur pembentukan basis data;

28. Surat   Ketetapan   Pajak   Daerah,   yang   selanjutnya   disingkat   SKPD,   adalah
surat  ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang
terutang. 
29. Surat   Ketetapan   Pajak   Daerah   Kurang   Bayar,   yang   selanjutnya   disingkat
SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok   pajak,   jumlah   kredit   pajak,   jumlah   kekurangan   pembayaran   pokok
pajak,  besarnya  sanksi  administratif, dan  jumlah  pajak  yang  masih  harus
dibayar. 
30. Surat  Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang  selanjutnya
disingkat   SKPDKBT,   adalah   surat   ketetapan  pajak   yang   menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
31. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP, adalah
surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan
objek  Pajak  Bumi dan  Bangunan Perdesaan  dan Perkotaan  sesuai  dengan
ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan daerah. 
32. Lampiran   Surat   Pemberitahuan   Objek   Pajak,   yang   selanjutnya   disingkat
LSPOP adalah formulir yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan
data rinci objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang­undangan perpajakan daerah.
33. Surat   Pemberitahuan   Pajak   Terutang,   yang   selanjutnya   disingkat   SPPT,
adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada  Wajib Pajak.

6

34. Daftar   Himpunan   Ketetapan  dan  Pembayaran  yang   selanjutnya   disingkat
DHKP, adalah daftar himpunan yang memuat data nama wajib pajak, letak
objek pajak, nomor objek pajak, besar serta pembayaran pajak terutang yang
dibuat perdesa. 
35. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya  disingkat SSPD, adalah  bukti
pembayaran   atau   penyetoran   pajak   yang   telah   dilakukan   dengan
menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain  ke  kas umum
daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 
36. Surat   Ketetapan   Pajak   Daerah   Lebih   Bayar,   yang   selanjutnya   disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran   pajak   karena   jumlah   kredit   pajak   lebih   besar   daripada   pajak
yang  terutang atau seharusnya tidak terutang. 
37. Surat   Keputusan   Pembetulan   adalah   surat   keputusan   yang   membetulkan
kesalahan   tulis,   kesalahan   hitung,   dan/atau   kekeliruan   dalam   penerapan
ketentuan   tertentu   dalam   peraturan   perundang­undangan   perpajakan
daerah   yang     terdapat   dalam   Surat   Pemberitahuan   Pajak   Terutang,   Surat
Ketetapan   Pajak   Daerah,   Surat   Ketetapan   Pajak   Daerah   Kurang   Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang  Bayar Tambahan,  Surat  Ketetapan
Pajak   Daerah   Nihil,   Surat   Ketetapan   Pajak   Daerah   Lebih   Bayar,   Surat
Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan
Keberatan.
38. Surat   Keputusan   Keberatan   adalah   surat   keputusan   atas   keberatan
terhadap   Surat   Pemberitahuan   Pajak   Terutang,   Surat   Ketetapan   Pajak
Daerah,   Surat   Ketetapan   Pajak   Daerah   Kurang   Bayar,   Surat   Ketetapan
Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan,  Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil,
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
39. Putusan   Banding   adalah   Putusan   Badan   Peradilan   Pajak   atas   Banding
terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
40. Pemungutan   adalah   suatu   rangkaian   kegiatan   mulai   dari   penghimpunan
data   objek   dan   subjek   pajak,   penentuan   besarnya   pajak   yang   terutang
sampai   kegiatan   penagihan   pajak   kepada   Wajib   Pajak   serta   pengawasan
penyetorannya.  
41. Petugas   pemungut   adalah   petugas   yang   ditunjuk   untuk   memungut   Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan menyetorkan ketempat
pembayaran.
42. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah  data,
keterangan,   dan/atau   bukti   yang   dilaksanakan   secara   objektif   dan
profesional   berdasarkan   suatu   standar   pemeriksaan   untuk   menguji
kepatuhan   pemenuhan   kewajiban   perpajakan   daerah   dan/atau   untuk
tujuan   lain   dalam   rangka   melaksanakan   ketentuan   peraturan   perundang­
undangan perpajakan daerah. 
43. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Bima.
44. Tempat   Pembayaran,   selanjutnya   disingkat   TP   adalah   tempat   pembayaran
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah.

BAB II 
RUANG LINGKUP

7

Pasal 2
(1) Ruang   lingkup   pemungutan   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan
Perkotaan meliputi:
a. pendaftaran dan pendataan;
b. penilaian;
c. SISMIOP;
d. pemungutan; dan
e. penyelesaian pengaduan.
(2) Pendaftaran  dan   pendataan  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   a
meliputi pendataan, pendaftaran, bentuk serta format SPOP dan LSPOP.
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf  b meliputi proses penilaian,
NJOP, bentuk dan format SPPT serta penyampaian SPPT.
(4) SISMIOP   sebagaimana   dimaksud   ayat   (1)   huruf   c   meliputi   pengolahan
informasi/data objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dengan   bantuan   komputer,   pengumpulan   data,   pemberian   identitas   objek
pajak, perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran,
pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan
pelayanan kepada Wajib Pajak.
(5) Pemungutan   sebagaimana   yang   dimaksud   ayat   (1)   huruf   d   meliputi
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang
terutang sampai kegiatan penagihan/pemungutan pajak kepada Wajib Pajak
serta masa kedaluwarsa pajak.
(6) Penyelesaian   pengaduan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   e
adalah tahapan penyelesaian dari laporan atau informasi yang disampaikan
oleh   Wajib   Pajak   mengenai   dugaan   pelayanan   Pajak   Bumi   dan   Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Kepala Dinas melakukan langkah­langkah sebagai berikut :
a. pendaftaran   dan   pendataan,   penilaian,   pengelolaan   basis   data,
pemungutan dan penyelesaian pengaduan; dan
b. pembukuan dan pelaporan.
(2) Pendaftaran dan pendataan, penilaian, pengelolaan basis data, pemungutan,
penyelesaian   pengaduan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   a
bertugas   melakukan   interaksi   dengan   wajib   Pajak   dalam   setiap   tahapan
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
(3) Pembukuan   dan   pelaporan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   b
bertugas   untuk   menyiapkan   laporan   realisasi   Pajak   Bumi   dan   Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan berdasarkan data dan laporan dari pihak terkait.

BAB III 
PENDAFTARAN DAN PENDATAAN

8

Bagian Kesatu
 Pendaftaran 
Pasal 4
(1) Pendaftaran    Objek   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan
dilakukan oleh Subyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dengan  cara   mengisi  SPOP  dan/atau  LSPOP   Pajak   Bumi   dan   Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan. 
(2) Dalam   melakukan   pendaftaran   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)
Dinas/UPTD   dapat   dibantu   petugas  kecamatan,  desa,  rukun   warga,   dan
rukun tetangga. 
(3) Dinas/UPTD   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   menyampaikan   SPOP
dan/atau  LSPOP   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan
kepada Subjek Pajak.
(4) Subjek   Pajak   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3)   harus   mengisi   SPOP
dan/atau   LSPOP   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan
dengan  jelas,  benar,  dan  lengkap  serta     ditandatangani  oleh  Subjek  Pajak
atau kuasanya. 
(5) Wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak  pada kolom yang tersedia dalam
SPOP dan/atau LSPOP.
(6) Formulir SPOP  dan/atau  LSPOP disediakan  oleh  Dinas  Pendapatan Daerah
atau UPTD. 
(7) Bentuk dan tata cara pengisian formulir SPOP dan/atau LSPOP sebagaimana
dimaksud   pada   ayat   (1)   tercantum   dalam   Lampiran   I   yang   merupakan
bagian tidak terpisahkan dari  Peraturan ini.
(8) Alur   penyampaian   SPOP  dan/atau  LSPOP  Pajak   Bumi   dan   Bangunan
Perdesaan   dan   Perkotaan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3)  termuat
dalam  Bagan   alur  yang   tercantum  dalam   Lampiran  II  yang   merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Bagian Kedua
Pendataan
Paragraf 1
Tata Cara
Pasal 5
Tata   cara  Pendataan   objek   dan   subjek   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan
dan Perkotaan dilakukan dengan: 
a.  penyampaian dan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP; 
b.  identifikasi objek; 
c.  verifikasi data objek; dan
d.  pengukuran bidang objek.

Paragraf 2

9

Penyampaian dan Pengembalian SPOP dan/atau LSPOP 
Pasal 6
(1) Pendataan   dengan   penyampaian   dan   pengembalian   SPOP   dan/atau   LSOP

dilakukan   dengan   menyebarkan   SPOP   dan/atau   LSPOP   langsung   kepada
subyek pajak atau kuasanya.
(2) Pendataan   dengan   penyampaian   dan   pengembalian   SPOP   dan/atau   LSOP

sebagaimana   dimaksud   ayat   (1)  dilakukan   pada   daerah   yang   potensi
pajaknya relatif kecil  dengan cakupan wilayah dan obyek pajak yang luas.
Paragraf 3
Identifikasi Objek
Pasal 7

Pendataan   dengan   identifikasi   obyek   pajak   dilaksanakan   pada   wilayah   yang
sudah mempunyai peta garis atau peta foto yang dapat menentukan posisi relatif
objek pajak tetapi tidak mempunyai data administrasi pembukuan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Paragraf 4
Verifikasi Data Objek
Pasal 8
Pendataan dengan verifikasi data obyek pajak dilaksanakan pada wilayah yang
sudah   mempunyai   peta   garis   atau   peta   foto   yang   sudah   mempunyai   data
administrasi pembukuan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Paragraf 5
Pengukuran Bidang Objek
Pasal 9
Pendataan dengan pengukuran bidang obyek pajak dilaksanakan pada wilayah
yang sudah mempunyai sket peta desa dan/atau peta garis atau peta foto tetapi
belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif objek pajak.
Paragraf 6
Jangka Waktu Pengembalian SPOP/LSOP
Pasal 10
(1) Penyampaian SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan

dan Perkotaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan atau UPTD untuk diisi oleh
wajib pajak atau kuasanya.
(2) SPOP  dan/atau  LSPOP  sebagaimana dimaksud  pada  ayat (1) dikembalikan

oleh  wajib  pajak   atau   kuasanya  kepada   Bupati  melalui  Dinas  Pendapatan
atau   UPTD,  selambat­lambatnya   30  (tiga  puluh)  hari kerja   setelah  tanggal
diterimanya SPOP dan/atau LSPOP. 

10
(3) Dinas  Pendapatan   atau  UPTD   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)

membuat laporan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP. 

(4) Laporan pengembalian SPOP dan/atau LSPOP sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan kepada Bupati.
Pasal 11
(1) Apabila  SPOP  dan/atau  LSPOP  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan  yang   disampaikan   kepada   wajib   pajak  sebagaimana   dimaksud
dalam Pasal 10 tidak dikembalikan oleh wajib pajak atau kuasanya, Bupati
atau pejabat yang ditunjuk harus mengeluarkan teguran secara  tertulis.
(2) Apabila   Bupati   atau   Pejabat   yang   ditunjuk   telah   mengeluarkan   teguran

tertulis sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) namun wajib pajak tetap tidak
melaksanakan kewajibannya mengisi  SPOP  dan/atau  LSPOP, maka Bupati
atau Pejabat yang ditunjuk mengeluarkan SKPD.

(3) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikeluarkan  berdasarkan

hasil    pemeriksaan     atau     keterangan    lain  yang   memuat    jumlah    pajak
terutang  yang lebih besar dari jumlah  pajak  yang  dihitung  berdasarkan
SPOP dan/atau LSPOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
(4) Dalam   hal   Wajib   Pajak    tidak   mengisi   SPOP  dan/atau   LSPOP  yang

seharusnya dilakukannya, dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan
pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang
melalui penerbitan SKPDKB.
BAB IV 
 PENILAIAN 
Pasal 12
(1) Penilaian   obyek  Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan
dilakukan dengan :
a. pendekatan data pasar;
b. pendekatan biaya; dan/atau
c. pendekatan pendapatan.
(2) Cara penilaian obyek  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
dilakukan dengan  :
a. penilaian massal; dan/atau
b. penilaian individual.
(3) Hasil penilaian obyek pajak sebagaimana dimaksud pada   ayat (1) dan ayat
(2)   digunakan   sebagai   dasar   penentuan   NJOP  Pajak   Bumi   dan   Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
(4) Penilaian   objek   pajak   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dan   ayat   (2)
dilakukan oleh Fungsional Penilai dan Operator Komputer yang ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
(5) Tata cara penilaian obyek pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala
Dinas Pendapatan.
 

11

Pasal 13
(1) Klasifikasi dan besarnya NJOP Bumi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Klasifikasi   dan   besarnya   NJOP  Bangunan   ditetapkan  dengan  Keputusan

Bupati.

Pasal 14

(1) SPPT  dan   DHKP  Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan

dijadikan   dasar   oleh  Dinas  Pendapatan  untuk   memberitahukan   besarnya
Pajak terutang kepada Wajib Pajak.
(2) SPPT dan DHKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir

kertas dan ditanda tangani oleh Kepala Dinas Pendapatan. 
(3)  Bentuk dan format  SPPT  dan DHKP  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan   Perkotaan  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)  tercantum  dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.  
Pasal 15
(1) SPPT  dan   DHKP  Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan
disampaikan  oleh  Dinas   Pendapatan  kepada   Wajib   Pajak   melalui  Camat
pada setiap awal Tahun Pajak. 
(2) Penyampaian   kepada   camat   sebagaimana   dimaksud   ayat   (1)   dilakukan
paling   lambat   7   (tujuh)   hari   sebelum   tanggal   penyampaian   kepada   Wajib
Pajak. 
(3) Dalam   waktu   paling   lambat   30   (tiga   puluh)   hari   terhitung   sejak   tanggal
diterimanya SPPT dan DHKP sebagaimana dimaksud ayat (2), camat wajib
menyampaikan SPPT dan DHKP kepada Wajib Pajak.
(4) Dinas menyiapkan berita acara penyerahan SPPT dan DHKP kepada Camat.
(5) Berita   Acara  Penyerahan  SPPT  dan   DHKP  Pajak   Bumi   dan   Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dalam
rangkap 2 (dua) : 
a. lembar 1 (satu) untuk Dinas Pendapatan; 
b. lembar 2 (dua) untuk UPTD dan/atau Camat.  
(6) Bentuk dan format berita acara  sebagaimana dimaksud pada ayat (6) serta
alur   penyampaian   SPPT  dan   DHKP  Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan
dan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  termuat dalam bentuk
dan bagan alur yang  tercantum dalam lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 16
SPPT  Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan  sebagaimana
dimaksud   dalam   Pasal  15  yang  tidak  diterimakan   atau  disampaikan  kepada
Wajib Pajak oleh Camat  akan dikembalikan  kepada Dinas  Pendapatan  dengan
Berita Acara Pengembalian.
 
Pasal 17
(1) Wajib   Pajak  atau   kuasanya   yang  telah   menerima   SPPT  Pajak   Bumi   dan
Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan  harus   menandatangani    struk  yang
berada dibagian bawah SPPT.

12

(2) Struk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat  nama  wajib pajak  dan
tanggal   diterimanya   SPPT  Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan
Perkotaan dimaksud.
(3) UPTD   dan/atau   Camat  menghimpun   struk   SPPT  Wajib   Pajak  untuk
direkapitulasi yang selanjutnya disampaikan kepada Dinas Pendapatan.
(4) Bentuk   dan   format   struk   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   tercantum
dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
ini.
Pasal 18
 

(1) Tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan tercantum dalam SPPT. 
(2) Tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak   berubah/tetap   berlaku   meskipun   tidak   diambil/diterima  oleh   Wajib
Pajak pada saat penetapan SPPT.

BAB V
SISMIOP
Pasal 19
Basis   Data  SISMIOP  Pajak   Bumi  dan   Bangunan   Perdesaan  dan   Perkotaan
dilakukan melalui kegiatan: 
a.  pendaftaran objek dan subyek Pajak; 
b.  pendataan objek dan subyek Pajak; dan
c.  penilaian objek dan subyek Pajak. 
Pasal 20
Pemeliharaan Basis  Data  SISMIOP  Pajak  Bumi  dan Bangunan  Perdesaan  dan
Perkotaan dilakukan dengan cara : 
a.  pasif; dan 
b.  aktif. 
Pasal 21
Setiap   Petugas   atau   tenaga   ahli   yang   melaksanakan   kegiatan   pendaftaran,
pendataan   dan   penilaian   obyek   dan   subyek   Pajak   Bumi  dan   Bangunan
Perdesaan  dan Perkotaan dalam rangka pembentukan dan/atau pemeliharaan
Basis Data SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan wajib
merahasiakan semua yang diketahuinya atau diberitahukan oleh Wajib Pajak. 
Pasal 22
(1) Dalam melakukan kegiatan pendaftaran, pendataan dan penilaian obyek dan

subyek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam   rangka
pembentukan   dan/atau   pemeliharaan   basis   data   SISMIOP,   Dinas   dapat
bekerja   sama   dengan   Pejabat   Pembuat   Akta   Tanah   dan/atau   instansi   lain
yang terkait. 

13
(2) Pendataan   dan   penilaian   obyek   dan   subyek   Pajak   Bumi  dan   Bangunan

Perdesaan  dan   Perkotaan   dalam   rangka   pembentukan   dan/atau
pemeliharaan   basis   data  SISMIOP  dapat   dilakukan   oleh   pihak   ketiga   yang
memenuhi   syarat   teknis   sesuai   dengan  ketentuan  peraturan   perundang
­undangan.
Pasal 23

Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Obyek dan Subyek
Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan   dalam   rangka
pembentukan  dan/atau  pemeliharaan Basis Data  SISMIOP  diatur  lebih lanjut
oleh Kepala Dinas pendapatan. 

BAB VI
PEMUNGUTAN
Pasal 24
(1) Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan  dilarang

diborongkan. 
(2)  Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang berdasarkan SPPT atau
SKPD. 
Pasal  25
 
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT sebagaimana dimaksud   dalam Pasal
24  ayat (2) harus dilunasi selambat­lambatnya  6  (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT oleh wajib pajak. 
(2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan  dan   Putusan   Banding,   yang   menyebabkan   jumlah   pajak   yang
harus   dibayar   bertambah   merupakan   dasar   penagihan   pajak   dan   harus
dilunasi   dalam   jangka   waktu   paling   lama   1   (satu)   bulan   sejak   tanggal
diterbitkan. 
(3) Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar ke tempat­
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
(4) Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pada
saat   jatuh   tempo   pembayarannya   tidak   dibayar   atau   kurang   dibayar,
dikenakan   sanksi   administratif   berupa   bunga   sebesar   2%   (dua   persen)
sebulan,   yang   dihitung   dari   saat   jatuh   tempo   sampai   dengan   hari
pembayaran untuk jangka waktu selama 6 (enam) bulan.
(5) Apabila  jangka waktu  selama  6  (enam) bulan  sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak dilunasi, seluruh bentuk pelayanan administrasi pada tingkat
Desa, Kecamatan dan Kabupaten tidak dapat dilayani sampai dengan seluruh
kewajiban tunggakan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
diselesaikan.
(6) Bentuk   dan   Format  SKPD,   SKPDKB,   SKPDKBT,   Surat   Keputusan
Pembetulan,   Surat   Keputusan     Keberatan  sebagaimana   dimaksud   ayat   (2)
tercantum  dalam   Lampiran  VI  yang   merupakan   bagian   yang   tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.

14

(7) Tata cara pengisian SKPD, SKPDKB, SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2)  tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 26
 
(1) Hak   untuk   melakukan   penagihan   Pajak   menjadi   kadaluwarsa   setelah
melampaui   waktu   5   (lima)   tahun   terhitung   sejak   saat     terutangnya   pajak,
kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
daerah. 
(2) Kadaluwarsa   Penagihan   Pajak   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)  dapat
ditangguhkan apabila: 
a.  diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a,  kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat
Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)   huruf   b   adalah   Wajib   Pajak   dengan   kesadarannya   menyatakan   masih
mempunyai utang Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
 
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak. 

BAB VII
PENYELESAIAN PENGADUAN 

Pasal 27
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dalam hal wajib pajak berpendapat

bahwa   luas   objek   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan
dan/atau   nilai   jual   objek   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan
Perkotaan tidak sebagaimana mestinya. 
(2) Keberatan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dapat   diajukan   secara
perorangan atau secara kolektif.
Pasal 28
(1) Pengajuan keberatan secara perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27  ayat   (2)  diajukan   secara   tertulis   kepada   Bupati  melalui   Kepala   Dinas
dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :
  a. asli SPPT  Pajak Bumi  dan Bangunan Perdesaan  dan Perkotaan,  Identitas
Wajib Pajak, Surat Kuasa; dan
b. perhitungan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang     terutang   menurut   Wajib   Pajak   disertai   dengan   alasan   yang
mendukung pengajuan keberatannya. 

15

(2)  Pengajuan keberatan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 27
ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut :  
a.  asli   SPPT   Pajak   Bumi  dan   Bangunan   Perdesaan  dan   Perkotaan  yang
diajukan keberatan; 
b. penghitungan   jumlah   Pajak   Bumi  dan   Bangunan   Perdesaan  dan
Perkotaan   yang   terutang   menurut   Wajib   Pajak   disertai   dengan   alasan
yang mendukung pengajuan keberatannya; 
c.  fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak
dalam hal dikuasakan; 
d. fotocopy   bukti   kepemilikan   tanah   dan/atau   keterangan   kepemilikan
tanah dari desa setempat. 
Pasal 29
(1)

Wajib   Pajak  Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan  dapat
mengajukan   keberatan hanya kepada  Bupati  atau pejabat yang ditunjuk
atas suatu SPPT, SKPD,SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDLB. 

(2)

Keberatan  harus diajukan dalam  jangka waktu paling lama 3  (tiga) bulan
sejak   tanggal   surat   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   kecuali   apabila
Wajib Pajak  atau   kuasanya  dapat  menunjukkan  bahwa   jangka   waktu   itu
tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(3)

Keberatan  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)  diajukan   secara   tertulis
dengan disertai alasan­alasan yang jelas. 

(4)

Keberatan   dapat   diajukan   apabila   Wajib  Pajak  telah   membayar   paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.  

(5)

Surat Keberatan yang diajukan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak. 

(6)

Dalam hal surat permohonan keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib
Pajak, harus dilampiri dengan Surat Kuasa.

(7)

Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat   (1),   ayat   (2),   ayat   (3)   dan   ayat   (4)   tidak   dianggap   sebagai   Surat
Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. 

(8)

Tanda   penerimaan   Surat   Keberatan   yang   diberikan   oleh   Bupati  atau
Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui surat
pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan  Surat  Keberatan.

(9)

Tanggal  penerimaan   surat   keberatan   yang   dijadikan   dasar   untuk
memproses surat keberatan adalah tanggal terima surat keberatan, dalam
hal   disampaikan   secara   langsung   oleh   Wajib   Pajak   atau   kuasanya,  atau
tanggal tanda pengiriman surat keberatan, dalam hal disampaikan melalui
pos dengan bukti pengiriman surat.

(10) Apabila surat Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan

dan  Wajib   Pajak  memperbaikinya   dalam   batas   waktu   penyampaian   surat
keberatan,   maka  batas   waktu   penyelesaian   keberatan   dihitung   sejak
diterima surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan. 

16

Pasal 30
(1) Bupati dalam  jangka  waktu  paling  lama  2  (dua )  bulan  sejak  tanggal

Surat  Keberatan  diterima,  harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan. 
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat  berupa menerima seluruhnya atau

sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang. 
(2) Apabila  jangka  waktu  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1)  telah lewat

dan   Bupati  tidak   memberi   suatu   keputusan, keberatan   yang   diajukan
tersebut  dianggap dikabulkan. 
Pasal 31

(1) Keputusan  atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak  ditetapkan  oleh

Bupati  berdasarkan   hasil   penelitian   Dinas  Pendapatan  dan   dapat
dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.  

(2) Penelitian   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dilakukan   berdasarkan
surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
(3)  Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) dilaksanakan oleh : 
a.  Dinas   atau   UPTD,   dalam   hal   letak   objek   pajak   berada   dalam     satu
Kecamatan   dengan   tempat   kedudukan   di   wilayah   UPTD   yang
bersangkutan, letak objek pajak berada   tidak   dalam satu Kecamatan
dengan   tempat   kedudukan     di   wilayah   UPTD   yang   bersangkutan     dan
keberatan diajukan secara perseorangan. 
b.  UPTD, dalam hal letak objek pajak berada dan berkedudukan dalam satu
Kecamatan dengan tempat kedudukan di wilayah UPTD. 
(4) Kepala UPTD meneruskan berkas pengajuan Keberatan kepada Kepala Dinas
dalam jangka waktu paling lama : 
a.  10   (sepuluh)   hari   kerja   sejak   tanggal   penerimaan   surat   keberatan
sebagaimana   dimaksud   dalam   ayat   (3),   dalam   hal   penelitian
dilaksanakan oleh Dinas dan/atau UPTD; atau 
b.   2   (dua)   bulan   sejak   tanggal   penerimaan   surat   keberatan   sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3), dalam hal penelitian dilaksanakan oleh Dinas
dan/atau UPTD, disertai laporan hasil penelitian keberatan.  
(5) Tata cara dan bentuk formulir yang digunakan dalam rangka pengajuan dan
penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas. 

BAB VIII
PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN 
Pasal 32
(1) Pembayaran   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan   harus
dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Pembayaran   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   dan   Perkotaan
sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   oleh   Wajib   Pajak   dapat     dilakukan
melalui  Petugas pemungut dan/atau langsung pada TP yang ditunjuk.

17

(3) Setiap   pembayaran   Pajak   Bumi   dan   Bangunan   Perdesaan   Dan   Perkotaan
sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   diberikan   Bukti   Pembayaran   dan
dicatat dalam buku penerimaan. 
(4) Bukti  pembayaran   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3)  berupa   TTS   atau
STTS dan bukti pembayaran lain yang sah.
(5) Bentuk   dan   format   TTS   dan   STTS   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (4),
tercantum   dalam   Lampiran   VIII   yang   merupakan   bagian   yang   tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 33
(1) Petugas Pemungut menyetorkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan ke TP yang ditunjuk melalui BKP.
(2) Setiap   penyetoran   Pajak   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1),   diberikan

bukti   pembayaran   berupa   STTS   untuk   setiap   Wajib   Pajak   yang   telah
melunasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada petugas
pemungut.

(3) Penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Surat

Bukti  Setoran dan Laporan Mingguan Penerimaan.
(4) Bentuk, isi dan cara pengisian Surat Bukti  Setoran atau Laporan Mingguan

Penerimaan   tercantum   dalam   Lampiran   IX   yang   merupakan   bagian   yang
tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(5) Tata cara pembayaran  dan  penyetoran  sebagaimana dimaksud dalam Pasal

32 dan 33 tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 34

Bupati   dapat   memberikan   persetujuan   kepada   wajib   pajak   untuk   menunda
pembayaran   pajak   terutang   sampai   batas   waktu   yang   ditentukan,   dengan
dikenakan   biaya   administrasi   berupa   bunga   2   %   (dua   persen)   sebulan   dari
jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar, dengan memenuhi persyaratan :
a. wajib pajak mengajukan surat permohonan penundaan pajak kepada Kepala
Daerah melalui Kepala Dinas, dan
b. wajib pajak dalam usahanya mengalami kerugian yang dibuktikan dengan
laporan laba/rugi.
BAB IX
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN 
 PENGHAPUSAN  ATAU  PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 35
Atas   permohonan   Wajib   Pajak   atau   karena   jabatannya,   Bupati     dapat
membetulkan   SPPT,   SKPD,   SKPDKB,   SKPDKBT   dan   SKPDLB   yang     dalam
penerbitannya   terdapat   kesalahan   tulis   dan/atau   kesalahan   hitung   dan/atau

18

kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang­undangan
perpajakan daerah. 

Pasal 36
(1) Selain  dapat   membetulkan  SPPT,   SKPD,   SKPDKB,   SKPDKBT  dan  SKPDLB
sebagaimana dimaksud Pasal 35, Bupati juga dapat :
a. membatalkan atau mengurangkan  SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT  dan
SKPDLB yang tidak benar; dan/atau
b. membatalkan   hasil   pemeriksaan   atau  ketetapan   pajak  terutang   yang
dilaksanakan   atau   diterbitkan   tidak   sesuai   dengan   tata   cara   yang
ditentukan.
(2) Pembatalan   atau   pengurangan   ketetapan   pajak   terutang   sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar
wajib pajak atau kondisi tertentu obyek pajak.
Pasal 37 
(1) Bupati   atas   permohonan   Wajib   Pajak   dapat   memberikan   pengurangan,
penghapusan sanksi administratif.
(2) Pemberian   pengurangan,   penghapusan   sanksi   administratif,   dan
pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan apabila : 
a. terjadi   kekeliruan   dalam   penerapan   peraturan   Perundang   ­   undangan
perpajakan daerah; 
b. mengurangkan   atau   membatalkan   ketetapan   pajak   terutang   dalam   hal
objek   pajak   terkena   bencana   alam   atau   sebab   lain   yang   luar   biasa;
dan/atau
c. mengurangkan   ketetapan   pajak   terutang   berdasarkan   pertimbangan
kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu obyek pajak.
(3) Permohonan   pemberian   pengurangan,   penghapusan   sanksi   administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati
atau   Pejabat  yang   ditunjuk  selambat­lambatnya   30  (tiga  puluh)  hari  sejak
tanggal diterima SKPD, SLPDKB, SKPDKBT dengan memberikan alasan yang
jelas.
(4) Dalam   jangka   waktu   paling   lama   3   (tiga)   bulan   sejak   surat   permohonan
sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3)   diterima,   Bupati   atau   pejabat   yang
ditunjuk harus memberikan keputusan.
(5) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4)   Bupati   atau   pejabat   yang   ditunjuk   tidak   memberikan   keputusan,
permohonan   pemberian   Pengurangan,   penghapusan   sanksi   administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak dianggap dikabulkan.
(6) Bentuk dan isi keputusan pengurangan, penghapusan sanksi administratif,
dan pengurangan/pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada

19

ayat (4) dalam Lampiran XI, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.

BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG
PAJAK YANG KEDALUWARSA
Bagian Kesatu
Pengembalian kelebihan Pembayaran
Pasal 38
 
Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan terjadi apabila :
a. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang dibayar ternyata
lebih besar dari yang seharusnya terutang;
b. dilakukan pembayaran  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
yang tidak seharusnya terutang.
Pa