KLASIFIKASI KECAMATAN DI KABUPATEN SLEMAN BERDASARKAN FOKUS KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN GANDA.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial merupakan tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.Menurut Suharto (2006) pembangunan kesejahteraan sosial adalah segenap strategi dan aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat madani (civil society) untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang bermatra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat.

Tujuan utama dari peningkatan kesejahteraan sosial adalah penanggulangan kemiskinan. Meskipun peningkatan kesejahteraan sosial dibuat untuk kebutuhan publik yang sangat luas, namun target utama dalam upaya ini adalah masyarakat yang memerlukan, yaitu orang miskin, anak-anak dan wanita korban kekerasan, anak jalanan, pekerja anak, dan orang dengan kemampuan berbeda (difabel).

Secara garis besar perekonomian di Indonesia mengalami peningkatan seperti pendapat Ahmad Erani Yustika (2012), Indonesia adalah negara yang telah mengambil pilihan reformasi ekonomi dalam skala besar, diantaranya adalah ditandai dengan liberalisasi sektor keuangan dan perdagangan, desentralisasi ekonomi, menjalankan sistem ekonomi pasar (termasuk proyek-proyek BUMN), disiplin fiskal dan moneter. Reformasi ekonomi harus diakui dalam beberapa bagian menghasilkan kinerja ekonomi yang baik, khususnya stabilitas makro


(2)

ekonomi. Namun demikian, di luar stabilitas makro ekonomi, reformasi ekonomi hanya membuat berbagai isu yang mengkhawatirkan bagi masa depan perekonomian nasional, seperti kenaikan ketidakseimbangan pendapatan penduduk, kemiskinan, dan pengangguran.

Upaya peningkatan kesejahteraan dilakukan pemerintah dengan berbagai kebijakan. Adanya otonomi daerah memberikan kekuasaan pemerintah daerah untuk mengembangkan suatu daerah sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan sosial. Pentingnya perbaikan kesejahteraan sosial dapat mendukung tujuan pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2014 sebesar 11,25 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat persentase penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta masih tinggi. Penurunan angka kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta hanya turun 0,48 persen dibandingkan tahun sebelumnya, oleh karena itu Pemerintah Provinsi DIY melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program pengentasan kemiskinan.

Strategi penanggulangan kemiskinan yang telah diterapkan pemerintah provinsi DIY adalah peningkatan produktivitas/kapasitas penduduk miskin melalui berbagai program pemberdayaan seperti, peningkatan daya beli masyarakat miskin melalui pengendalian inflasi, kenaikan subsidi dan bantuan sosial, peningkatan akses terhadap akses pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, air bersih dan infrastruktur lainnya, pemberdayaan Usaha Mikro Kecil


(3)

dan Menengah (UMKM), pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana (KB) dan program-program terkait lainnya.

Provinsi DIY memliki luas 3185,80 km2, yang terdiri dari 4 kabupaten yaitu kabupaten Sleman, kabupaten Bantul, kabupaten Gunung Kidul, kabupaten Kulon Progo dan 1 kota yaitu kota Yogyakarta. Pada wilayah kabupaten Sleman menurut data yang diperoleh dari Republika (2014), menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan Kabupaten Sleman pada 2013 tercatat menurun dari 15,85 persen menjadi 13,89 persen. Namun, penurunan kemiskinan tersebut belum merata di tingkat kecamatan. Penurunan kemiskinan di Kecamatan Cangkringan tercatat paling tinggi dibandingkan kecamatan lain, penurunan kemiskinan yang tinggi ini dikarenakan pemulihan pascaerupsi Gunung Merapi cepat. Tingkat kemiskinan di kecamatan lain yang relatif tidak terkena dampak bencana hanya turun paling tinggi di level 5,61 persen. Tingkat kemiskinan tersebut dimiliki Kecamatan Sleman mencatat kemiskinan 24,92 persen. Sementara itu, penurunan tingkat kemiskinan yang paling rendah dicatat Kecamatan Depok yaitu turun 0,27 persen menjadi 4,08 persen pada 2013.

Penurunan kemiskinan yang belum tinggi dan tidak merata mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam daerah mana saja yang perlu mendapatkan perhatian, sehingga membantu pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta beserta pemerintah Kabupaten Sleman dalam mengatasi tingkat kemiskinan di daerah. Proses pengkajian dilakukan dengan mengklasifikasikan semua kecamatan di Kabupaten Sleman kedalam tiga kelompok sesuai kriteria Badan Pusat Statistik (BPS). Alasan lain perlunya dilakukan klasifikasi di tingkat kecamatan adalah


(4)

dikarenakan BPS masih terbatas klasifikasi di tingkat kabuaten, maka perlu dilakukan penelitian lanjut dengan klasifikasi di tingkat kecamatan. Hasil yang diperoleh dari pengklasifikasian dapat menggambarkan daerah mana yang memasuki wilayah dalam kategori tingkat kesejahteraan rendah, tingkat kesejahteraan sedang dan tingkat kesejahteraan tinggi. Pengelompokkan wilayah menurut tingkat kesejahteraannya ini membantu pemerintah daerah untuk mendistribusikan program pengentasan kemiskinan di beberapa kecamatan dengan tepat sasaran.

Pada analisis statistika terdapat beberapa macam analisis yang bertujuan untuk mengelompokkan suatu objek ke dalam kelompok tertentu diantaranya analisis klaster dan analisis diskriminan. Analisis klaster adalah analisis statistika yang bertujuan untuk mengelompokkan data sedemikian sehingga data yang berada dalam kelompok yang sama mempunyai sifat yang relatif homogen daripada data yang berada dalam kelompok yang berbeda. Sedangkan menurut Friday dan Abdul (2012) analisis diskriminan adalah cara pembentukan kombinasi linear dari pengamatan atauvariabel yang diukur dan menggambarkan pemisahan antar kelompok yang diketahui dari pengamatan tersebut dan mengevaluasi keakuratan klasifikasi.

Penelitian tentang kedua analisis tersebut telah dilakukan oleh Amnon Frenkel (2004), yang melakukan klasifikasi kota-kota dengan memperhatikan komposisi penggunaan lahan di daerah mereka. Analisis yang digunakan untuk proses klasifikasi ini didasarkan pada data penggunaan lahan yang dikumpulkan dari sampel luas kota-kota di Israel. Kombinasi dari dua


(5)

analisis multivariat dilakukanuntuk proses klasifikasi tersebut. Pertama analisis klaster digunakan untuk menentukan kelompok kota dengan pola penggunaan lahan yang sama, dan kedua analisis diskriminan dilakukan untuk menguji kebenaran solusi klaster yang telah dilakukan dan mengetahui perbedaan yang signifikan secara statistik antar kelompok.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Anita Nur Qomariah(2006), yang telah berhasil melakukan studi klasifikasi kabupaten dan kota di Jawa Timur berdasarkan variabel-variabel sosial ekonomi yaitu pendidikan, kesehatan dan tingkat kesejahteraan dengan pendekatan analisis diskriminan yang memperoleh dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas 24 Kabupaten yang selanjutnya dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Kelompok kedua terdiri dari 5 Kabupaten dan 9 Kota yang selanjutnya dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, dengan tingkat ketepatan klasifikasi sebesar 100%.

Diah Safitri (2012) juga melakukan analisis klaster pada kabupaten di Jawa Tengah berdasarkan produksi Palawija. Dari hasil analisis diperoleh kelompok 1 terdapat 8 kabupaten mempunyai potensi tinggi dalam produksi jagung, kelompok 2 terdapat 25 kabupaten mempunyai potensi tinggi produksi kacang tanah, dan kelompok 3 terdapat 2 kabupaten yang mempunyai potensi tinggi dalam produksi kedelai, produksi kacang hijau, produksi ubi kayu, dan produksi ubi jalar.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut terlihat bahwa dalam analisis diskriminan menghasilkan mengelompokkan yang lebih baik dikarenakan dalam analisis diskriminan terdapat uji ketepatan klasifikasi agar tidak terjadi


(6)

kesalahan yang cukup besar dalam proses pengelompokkan. Oleh karena itu, penulis akan melakukan penyelesaian kasus klasifikasi kecamatan di Kabupaten Sleman berdasarkan fokus kesejahteraan dengan menggunakan analisis diskriminan.

Pada teknik analisis diskriminan terdapat dua macam yaitu analisis diskriminan dua kelompok dan analisis diskriminan ganda (membedakan lebih dari dua kelompok). Pada analisis diskriminan proses klasifikasi dilakukan dengan syarat kelompok telah terdefinisi terlebih dahulu. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sleman belum dikelompokkan kedalam ketiga tingkatan kesejahteraan tersebut. Oleh karena itu sebelum memasuki analisis diskriminan ganda perlu dilakukan pengelompokkan dengan analisis klaster dan selanjutnya dapat dilakukan analisis diskriminan ganda.

Pada pembentukan fungsi diskriminan terdapat dua metode estimasi yaitu simultaneous estimation dan stepwise estimation. Simultaneous estimation adalah metode estimasi untuk membentuk fungsi diskriminan yang dihitung berdasarkan seluruh variabel independenya tanpa memperhatikan kekuatan diskriminan dari masing-masing variabel independennya. Stepwise estimation merupakan alternatif untuk pendekatan simultaneous. Variabel independenya dimasukan satu persatu ke dalam fungsi diskriminan berdasarkan kekuatannya.

Pengelompokan kecamatan di Kabupaten Sleman dengan analisis diskriminan ganda ini berdasarkan indikator kesejahteraan sosial yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan. Kemudian


(7)

akan dicari variabel penciri yang memberikan kontribusi besar, sehingga dapat diketahui kecamatan mana saja yang tergolong dalam tingkat kesejahteraan sosial rendah, tingkat kesejahteraan sosial sedang dan tingkat kesejahteraan sosial tinggi 1.2 Batasan Masalah

Pada penulisan skripsi ini hanya akan dibahas analisis diskriminan ganda untuk tiga kelompok dengan metode stepwise estimation.Penyelesaian penerapan analisis diskriminan ganda pada data kesejahteraan di Kabupaten Sleman, digunakansoftware SPSS 17 dan Minitab 16.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana langkah – langkah dalam analisis diskriminan ganda?

2. Bagaimana klasifikasi kecamatan di Kabupaten Sleman berdasarkan fokus kesejahteraan sosial yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan dengan analisis diskriminan ganda?

3. Variabel apakah yang memberikan kontribusi yang besar untuk mencirikan kecamatan di Kabupaten Sleman berdasarkan analisis diskriminan ganda?

1.4 Tujuan

1. Mengetahui langkah-langkah analisis diskriminan ganda.

2. Mengklasifikasikan kecamatan di Kabupaten Sleman Berdasarkan fokus kesejahteraan sosial yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaandengan analisis diskriminan ganda.


(8)

3. Mengetahui variabel yang memberikan kontribusi yang besar untuk mencirikan kecamatan di Kabupaten Sleman berdasarkan analisis diskriminan ganda.

1.5 Manfaat

1. Menambah pengetahuan penulis mengenai studi klasifikasi kecamatan dalam program pengentasan kemiskinan.

2. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Sleman dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah khususnya dalam bidang kesejahteraan sosial yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan.


(9)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini, akan diuraikan mengenai landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya.

2.1 Analisis Multivariat

Metode Statistika Multivariat adalah teknik-teknik analisis statistik yang memperlakukan sekelompok variabel kriteria yang saling berkorelasi sebagai satu sistem, dengan memperhitungkan korelasi antar variabel-variabel itu. Analisis demikian disebut Analisis Statistik Multivariat ( Suryanto, 1988 : 1).

2.2 Matriks Data Multivariat

Dalam analisis multivariat sering kali dihadapkan pada masalah pengamatan yang dilakukan pada suatu periode waktu untuk p > 1 variabel atau karakter.Akan digunakan notasi yang mendefinisikan objek ke-i pada variabel ke-j. Menurut Johnson dan Wichern (2007 : 5), secara umum sampel data multivariat dapat disajikan dalam bentuk sebagai berikut :

Var-1 Var-2 ... Var-j ... Var-p

Objek-1 ... ...

Objek-2 ... ...

... ...

Objek-i ... ...

... ...


(10)

Atau dapat ditulis dalam bentuk matriks Xsebagai berikut :

(2-1)

Dengan

adalah objek ke-i pada variabel ke-j

adalah banyaknya item atau objek

adalah banyaknya variabel

Dapat juga dinotasikan dengan dan j = 1,2,...,p

2.3 Vektor dan Matriks

Variabel dan data yang diolah dalam analisis multivariat biasanya dinyatakan dalam bentuk vektor dan matriks.

a. Pengertian vektor dan matriks

Matriks adalah susunan segi empat siku – siku dari bilangan – bilangan (Howard Anton, 1987 : 22). Bilangan – bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks. Matriks A dengan p baris dan n kolom disebut matriks dengan ukuran, ditulis


(11)

Atau dalam notasi matriks A =

dengan adalah unsur pada baris ke – i dan kolom ke j.

Suatu matriks yang terdiri dari satu baris atau satu kolom disebut vektor.Matriks yang terdiri dari satu baris disebut vektor baris sedangkan matriks yang terdiri dari satu kolom disebut vektor kolom.

b. Operasi pada Matriks

Berikut ini akan dijelaskan beberapa bentuk operasi pada matriks.

1. Kesamaan matriks

Dua matriks dan dikatakan sama, ditulis A = B jika

(Johnson & Wincern, 2007 : 90). Jadi, dua matriks dikatakan sama jika

a) Ukuran kedua matriks sama,

b) Setiap elemen atau entri yang seletak sama. 2. Penambahan dan Pengurangan Matriks

Jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukuran sama, maka jumlah dua matriks A + B adalah matriks yang diperoleh dengan menambahkan setiap entri yang bersuaian pada kedua matriks tersebut ( Howard anton, 1987 : 23).


(12)

Misalkan dan

Maka A+B = (2-3)

dengan notasi matriks, A+B = [ Pengukuran dua matriks juga hanya didefinisikan jika kedua matriks berukuran sama. Pengurangan dua matriks, yang dinyatakan dengan A – B adalah matriks yang ditentukan dengan aturan A – B = [

, sehingga

(2-4)

3. Perkalian Matriks dengan Skalar

Misalkan adalah suatu matriks dan cadalah skalar, hasil kali cdengan matriks Aadalah matriks yang diperoleh dengan mengalikan setiap entri dari A oleh c, yang dinotasikan dengan cA = .


(13)

Jika A adalah mariks dan B adalah matriks , maka hasil kali AB adalah matriks yang entri – entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris ke-i dan kolom ke-j dari AB,pilih baris i dari matriks A dan kolom j dari matriks B. Kalikanlah entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan (Howard anton, 1987 : 25)

5. Transpose Matriks

Transpose suatu matriks A, yang lazim dinyatakan dengan notasi A adalah matriks yang diperoleh dengan mempertukarkan baris dan kolom, yaitu elemen baris ke-i dari Amenjadi elemen kolom ke-i dari A sedangkan ke-j dari Amenjadi baris ke-j dariA (Suryanto, 1988 : 20).

Misalkan A =

Maka (2-5)

c. Beberapa Matriks Khusus

Matriks khusus adalah matriks yang mempunyai sifat tertentu sedemikian sehingga dalam operasi pada matriks menghasilkan sifat – sifat khusus ( Suryanto, 1988 : 21). Beberapa matriks khusus antara lain.


(14)

Matriks persegi adalah matriks dengan banyak kolom dan baris sama, secara matematis

(2-6)

Barisan entri-entri yang nomor kolomnya sama dengan nomor barisnya disebut diagonal utama. Entri-entri yang nomor kolomnya lebih besar daripada nomor barisnya disebut unur-unsur diatas diagonal utama, sedangkan unsur – unsur yang nomor kolompoknya lebih kecil daripada barisnya disebut unsur-unsur di bawah diagonal utama (Suryanto, 1988 : 22).

2) Matriks Diagonal

Matriks persegi yang semua entrinya nol kecuali pada diagonal utama disebut matriks diagonal.Suatu matriks diagonal

dapat ditulis sebagai berikut :

(2-7)

Matriks diagonal yang setiap unsur diagonal utamanya adalah 1 disebut matriks identitas, misalkan


(15)

3) Matriks Simetris

Suatu matriks persegi dikatakan simetris jika A = A . Dengan kata lain, jika simetris maka

dan .

d. Invers Matriks

Menurut Anton (2004: 46), jika A adalah matriks persegi, dan jika terdapat matriks B yang ukurannya sama sedemikian rupa sehingga , maka A disebut dapat dibalik (invertible) dan Bdisebut sebagai invers (inverse) dari A.

Jika A dapat dibalik, maka inversnya dapat dinyatakan dengan simbol . Jadi ,

dan (2-9)

Invers dari matriks didefinisikan hanya untuk matriks persegi yang determinannya tidak 0 (Suryanto, 1988: 42).

e. Nilai eigen dan Vektor Eigen

AndaikanI adalah matriks identitas dan A adalah matriks persegi dan kedua matriks itu berukuran sama. Nilai- nilai yang memenuhi persamaan = 0 disebut persamaan karakteristik. ( Suryanto, 1988 : 55).

Nilai eigen memiliki sifat antara lain :

a) Hasil kali nilai-nilai eigen dari matriks Asama dengan , dan b) Jumlah nilai-nilai eigen dari matriks A sama dengan tr(A).


(16)

Setiap nilai eigen dari matriks persegiAyang berukuan menentukan vektor yang mempunyai sifat

dan untuk setiap c yang bukan nol maka merupakan vektor karakteristik atau vektor eigen yang ditentukan oleh .

Contoh :

Akan dicari basis-basis untuk ruang eigen dari

A =

Penyelesaian :

Persamaan karakteristik dari A adalah ( , sehingga nilai-nilai eigen dari A adalah dan jadi, diperoleh dua ruang eigen dari A. Menurut definisi

X =

Adalah vektor eigen A yang bersesuaian dengan jika dan hanya jika x adalah pemecahan taktrivial dari , yakni dari


(17)

Dengan memecahkan sistem ini maka akan menghasilkan

Jadi, vektor-vektor eigen A yang bersesuaian dengan adalah vektor-vektor taknol yang berbentuk

Karena

dan

Adalah vektor-vektor bebas linear, maka vektoor-vektor tersebut akan membentuk basis untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan

Jika , maka


(18)

Jadi, vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah vektor-vektor taknol yang terbentuk

Sehingga

Adalah basis untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan

2.4 Distribusi Normal Multivariat

Menurut Suryanto (1988 : 66) Variabel acak X dikatakan berdistribusi Normal dengan rerata = dan varians = , dimana > 0, jika fungsi kerapatan probabilitas dari X tertentu oleh rumus

(2-10)

untuk

Sedangkan sekelompok variabel ( ,..., ) dikatakan berdistribusi Normal p-variat dengan vektor rerata dan matriks varians-kovarians atau matiks dispersi jika fungsi kerapatan probabilitas bersama dari p variabel itu tertentu oleh rumus.


(19)

,..., ) = (2-11)

Dengan

2.5 Rata-rata

Rata-rata merupakan salah satu ukuran pemusatan yang sering digunakan.Misalkan adalah n pengukuran pada variabel 1. Rata – rata pengukuran yang juga disebut rata-rata sampel ditulis dengan adalah

(2-12)

Secara umum, rata-rata sampel untuk variabel ke-j bila ada p variabel dan nobjek adalah

(2-13)

Dengan j = 1,2,...,p

Jika X adalah matriks , dengan n merupakan jumlah objek dan p adalah banyaknya variabel maka matriks baris X rata-rata ditulis dengan disebut centroid. Matriks dihitung dengan menggunakan operasi matriks berikut :


(20)

Didapat

(2-13)

Dengan adalah matriks berukuran dengan entri matriks adalah bilangan .

2.6 Variansi

didefinisikan sebagai variansi sampel yang merupakan estimator dari variansi populasi Variansi sampel untuk variabel ke-j adalah

(2-14)

Dengan mengambil sebesar vektor kolom dari matriks didapat :

(2-15)

Menurut Sagian & Sugiarto (2000:52), variansi populasi dinyatakan dalam dan simpangan baku populasi adalah . Untuk menghitung nilai variansi populasi dapat digunakan rumus berikut :


(21)

(2-16) dengan

menyatakan variansi untuk variabel-variabel menyatakan nilai ke-i dari variabel

menyatakan rataan populasi dari variabel menyatakanukuran populasi

2.7 Variansi- Kovariansi

Kovariansi merupakan ukuran keterikatan dua variabel, misal dan . Kovariansi dari dua variabel adalah rasio jumlah simpangan baku dari rataan tiap kasus. Menurut Rencher (2002: 57) kovariansi sampel untuk variabel ke-j dan k adalah

(2-17)

dengan .

Sehubungan dengan kovariansi, variansi sampel dapat pula diartikan sebagai kovariansi variabel ke-j dan j. Suatu matriks yang elemen-elemennya terdiri atas variansi dan kovariansi dari sekumpulan variabel disebut dengan matriks variansi-kovariansi dinotasikan dengan S dapat dinyatakan dalam bentuk


(22)

,

Karena dan

(2-18) Untuk menghitung nilai kovariansi populasi ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

(2-19)

dengan

menyatakan kovariansi antara dua variabel yaitu variabel dan menyatakan nilai ke-i dari variabel

menyatakan nilai ke-r dari variabel menyatakan rataan nilai variabel

menyatakan rataan nilai variabel menyatakan ukuran populasi

Entri-entri diagonal matriks variansi-kovariansi adalah nilai variansi sedangkan entri matriks yang bukan diagonal adalah nilai kovariansi atau dapat ditulis sebagai berikut :


(23)

(2-20)

2.8 Korelasi

Menurut (Walpole, 1992: 370), korelasi adalah ukuran hubungan linear antara dua peubah acak atau variabel yang dilambangkan dengan r. Koefisien korelasi sederhana antara variabel dan secara umum dirumuskan sebagai berikut :

(2-21)

Dengan koefisien korelasi sederhana antara dan ukuran sampel

Koefisien korelasi antara dua variabel adalah suatu ukuran hubungan linear antara kedua variabel tersebut, sehingga jika nilai berarti tidak ada hubungan diantara variabel tersebut.

2.9 Analisis Klaster (Cluster Analysis)

Analisis Klaster yaitu analisisuntuk mengelompokkan elemen yang mirip sebagai objek penelitian menjadi kelompok (cluster) yang berbeda ( Supranto, 2004 : 26). Analisis klaster merupakan teknik multivariat digunakan untuk mengklasifikasi objek atau kasus ke dalam kelompok yang relatif homogen, yang disebut klaster. Objek dalam setiap kelompok cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh (tidak sama) dengan objek dari klaster lainnya (Supranto, 2004 :


(24)

142). Untuk menganalisis klaster, dilakukan proses mengukur kesamaan dan kemudian membuat klaster dengan teknik-teknik analisis klaster.

2.9.1 Ukuran Kesamaan

Sesuai prinsip analisis klaster yang mengelompokkan objek yang mempunyai kemiripan, proses pertama adalah mengukur seberapa jauh ada kesamaan antar objek.Menurut Rencher (2002 : 452) ukuran kesamaan yang di gunakan adalah kedekatan jarak antara dua objek. Makin besar nilai ukuran jarak antar dua buah objek, makin besar pula perbedaan antara kedua objek.

Fungsi jarak yang umum adalah jarak Euclidean antara dua vektor dan , didefinisikan sebagai berikut

(2-22)

Untuk menyesuaikan varians dan kovarian antara variabel p, menggunakan jarak statistik

(2-23)

di mana Sadalah matriks kovarians sampel. Setelah kelompok terbentuk, S dapat dihitung dan dikumpulkan dalam klaster matriks kovarians.

2.9.2 Teknik – Teknik Analisis Klaster


(25)

a) Hirarkikal

Metode ini memulai pengklasteran data dengan dua atau lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat kemudian dilanjutkan ke objek lain yang mempunyai kedekatan kedua dan seterusnya sampai klaster akan membentuk semacam pohon sehingga ada tingkatan yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai yang paling tidak mirip sehingga pada akhirnya hanya akan terbentuk sebuah klaster.

Menurut Gudono (2011 : 262), beberapa metode dalam proses pengklasteran hirarkikal adalah sebagai berikut:

a. Single Linkage

Pada metode single linkage untuk menentukan jarak antar klaster perlu melibatkan semua jarak antardua klaster yang ada dengan jarak Euclidean kuadrat dan kemudian memilih yang terkecil atau terdekat jaraknya.

b. Complete Linkage

Metode Complete Linkage merupakan kebalikan dari metode single linkage. Dimana dalam metode single linkage pengelompokkan berdasarkan jarak terdekat, sedangkan dalam metode complete linkage pengelompokkan berdasarkan jarak yang terjauh.

c. Ward’s Method

Pada metode ward menngunakan error sum of squares (ESS) sebagai pertimbangan, dengan metode ward peneliti ingi memaksimalkan


(26)

ukuran homoginitas dalam klaster. ESS hanya dapat dihitung jika klaster memiliki elemen lebih dari satu item.ESSklaster yang hanya memiliki satu item adalah nol. Rumus ESS adalah sebagai berikut :

(2-24) Dimana adalah rata-rata (mean) nilai item dalam sebuah klaster, k adalah jumlah anggota klaster.

b) Non Hirarchical Method

Berbeda dengan metode hirarki, metode ini justru dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah klaster yang diinginkan. Setiap jumlah klaster diketahui dilakukan tanpa melalui proses hirarki. Metode ini biasa disebut metode K-Means Cluster.

c) Kombinasi teknik hirarki dan non hirarki

Dalam pengklasteran dapat pula digunakan kedua teknik ( hirarchi dan non hirarchi) agar didapatkan keuntungan dari masing-masing teknik. Pada teknik hirarki didapatkan informasi banyak klaster yang ingin dibentuk, profil pusat klaster dan identifikasi data klaster, dan dari informasi teknik hirarki dapat dilanjutkan dengan teknik non hirarki untuk menambah kesempurnaan hasil analisis klaster.

Pada analisis klaster terdapat dua asumsi yang harus dipenuhi yaitu sampel mencerminkan populasi dan tidak terjadi multikolinearitas.


(27)

2.10. Multikolinearitas

Menurut Vincent (1992 : 114) multikolinearitas adalah adanya hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas dalam model regresi. Salah satu cara untuk menguji adanya multikolenieritas adalah dengan menghitung Toleransi atau variance inflation factor (VIF)

atau Toleransi dengan adalah koefisien determinasi.

Menghitung nilai Toleransi atau variance inflation factor (VIF), jika nilai Toleransi kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10 maka hal tersebut menunjukkan bahwa multikolinearitas adalah masalah yang pasti terjadi antar variabel bebas.

Contoh :

No x1 x2

1 4 27

2 3 54

3 5 86

4 8 136

5 4 65

6 3 109

7 3 28

8 4 75

9 3 53

10 5 33

11 7 168

12 3 4

13 8 52

Menghitung nilai korelasi antar variabel bebas (r) r =


(28)

Menghitung nilai tolerance (Tol)

Tol = 1-

= 1- 0,272

= 0,728

Menghitung nilai VIF

Karena nilai VIF< 10 maka tidak terjadi multikolinearitas.

Untuk mengatasi terjadinya multikolinearitas dapat dilakukan analisis komponen utama.

2.11 Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama merupakan suatu teknik analisis statistik untuk mentransformasikan variabel-variabel asli yang masih berkorelasi satu dengan yang lain menjadi satu kelompok variabel baru yang tidak berkorelasi lagi (Johnson dan Winchern, 2007: 430)

Analisis Komponen Utama pada dasarnya bertujuan untuk menyederhakan variabel yang diamati dengan caramereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang


(29)

biasa disebut dengan principal component. Setelah beberapa komponen hasil analisis komponen utama yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi, dengan sedikit faktor, sebesar mungkin varians .

Analisis komponen utama akan mereduksi data pengamatan ke dalam beberapa kelompok data sedemikian sehingga informasi dari semua data dapat diserap secara optimal mungkin.

Menurut Suryanto (1988 : 200) pada analisis komponen utama, vektor variabel semula, yaitu ditransformasikan menjadi vektor

variabel dimana

untuk i = 1, 2, ..., q ;

, untuk i = 1, 2, ..., q ;

Sedemikian hingga variabel – variabel bebas satu dengan lain, dan vektor variabel baru menjelaskan proporsi dari variasinya vektor variabel semula, yaitu

Pembentukan regresi komponen utama melalui analisis komponen utama ada dua cara, yaitu pertama dengan pembentukan komponen utama berdasarkan matriks kovariansi dan kedua dengan pembentukan komponen utama berdasarkan matriks korelasi.


(30)

2.11.1 Komponen Utama yang Dibentuk Berdasarkan Matriks Kovarians Proses mereduksi data dalam analisis komponen utama akan diuraikan seperti di bawah ini:

a) Melalui data asal akan dicari matriks varian kovarian ∑ dimana unsur-unsurnya adalah

b) Kemudian dari matriks varians kovarians tersebut dicari nilai eigen dengan i=1,2,...,p yang diperoleh dari bentuk persamaan determinan :

dari nilai eigen tersebut, dihitung vektor-vektor eigen melalui persamaan

c) Diperoleh yang mengandung varians Xi sebesar . Bila 80%-90% dari total varians X hasil reduksi dapat dijelaskan oleh komponen utama tersebut maka dapat menggantikan p buah variabel data asal tanpa kehilangan banyak informasi ( Johnson & Wichern, 1992 : 433)

Loading dari variabel Xiterhadap PC ke j adalah

Setelah mendapatkan faktor yang terbentuk melalui proses reduksi, maka perlu dicari persamaannya dalam bentuk

(2-25)


(31)

= variabel komponen 1 = variabel komponen 2

Model diatas lebih sederhana dibandingkan model regresi multiple awal yang terbentuk :

(2-26)

Atau

(2-27)

Proporsi total varians populasi yang dijelaskan oleh komponen utama ke-k

(2-28)

2.11.2 Komponen Utama yang Dibentuk Berdasarkan Matriks Korelasi Komponen utama ke-i ; yang dibentuk berdasarkan variabel-variabel yang telah dibakukan dengan didefinisikan sebagai berikut :

(2-29)

Sementara itu, proporsi total variansi yang dapat dijelaskan oleh komponen ke-k berdasarke-kan variabel bebas yang telah dibake-kuke-kan didefinisike-kan sebagai berikut :

(2-30)


(32)

2.12 Analisis Diskriminan

Analisis Diskriminan diperkenalkan oleh R.A Fisher pada tahun 1936. Analisis diskriminan meliputi cara pembentukan variat, yaitukombinasi linear dari dua atau lebih variabel independen yang terbaik dalam membedakan kelompok yang telah terdefinisi. Pemilihan kombinasi linear dari pvariabel independen dilakukan dengan pemilihan koefisien-koefisiennya yang menghasilkan hasil bagi maksimum antara variansi antar kelompok dan variansi dalam kelompok (Suryanto, 1988 : 170). Secara teknis analisis diskriminan mirip dengan analisis regresi, perbedaannya terletak pada tipe atau skala data variabel dependennya. Pada analisis regresi (regresi linear berganda) variabel dependen maupun independennya dinyatakan dalam skala interval atau rasio, sedangkan analisis diskriminan variabel dependennya dinyatakan dalam skala nominal atau ordinal dan variabel independennya dinyatakan dalam skala interval atau rasio

Teknik analisis diskriminan dibedakan menjadi dua yaitu analisis diskriminan dua kelompok dan analisis diskriminan lebih dari dua kelompok yang disebut analisis diskriminan ganda ( multiple discriminant analysis). Pada analisis diskriminan dua kelompok, variabel tak bebas dikelompokkan menjadi dua dan diperlukan satu fungsi diskriminan. Sedangkan untuk analisis diskriminan ganda, variabel tak bebas di kelompokkan menjadi lebih dari dua kelompok dan diperlukan fungsi diskriminan sebanyak (k-1) jika ada k kategori.


(33)

2.12.1 Tujuan Analisis Diskriminan

Tujuan dari Analisis Diskriminan menurut Supranto (2004 : 77) adalah

1. Membuat suatu fungsi diskriminan atau kombinasi linear, dari prediktor atau variabel bebas yang bisa mendiskriminasi atau membedakan kategori variabel tak bebas atau criterion atau kelompok, artinya mampu membedakan suatu objek masuk kelompok kategori yang mana.

2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara kategori/kelompok, dikaitkan dengan variabel bebas atau prediktor.

3. Menentukan variabel bebas yang mana yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar-kelompok.

4. Mengklarifikasi/mengelompokkan objek/kasus atau responden ke dalam suatu kelompok/ kategori didasarkan pada nilai variabel bebas.

5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi

2.13. Kesejahteraan Sosial

Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2009, Tingkat Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.Berbagai program pembangunan telah dilakukan oleh


(34)

pemerintah, baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, perumahan, lingkungan hidup, keamanan, politik dan lain sebagainya.

Keseluruhan upaya tersebut ditempuh melalui program-program pembangunan yang menyangkut aspek ekonomi, kesehatan, pendidikan serta kehidupan sosial lainnya baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat.Usaha-usaha tersebut merupakan kegiatan berkesinambungan yang bermuara untuk mencapai tujuan pembangunan secara optimal. Pembangunan ekonomi di Indonesia belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas, yang ditandai oleh tingginya ketimpangan dan kemiskinan. Keberhasilan pembangunan sering diukur oleh istilah Produk Nasional Bruto (PNB atau GNB) dan Produk Domestik Bruto (PDB atau GDP) maka kekayaan keseluruhan yang dimiliki suatu negara tidak berarti bahwa kekayaan itu merata dimiliki oleh semua penduduknya.

2.14 Tujuan dan Manfaat Indikator Kesejahteraan sosial

Indikator kesejahteraan sosial Kabupaten Sleman merupakan salah satu media yang dapat membantu memberikan gambaran data kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat sebagai hasil dari suatu proses pembangunan.

Indiktor kesejahteraan sosial Kabupaten Sleman bertujuan khusus menyajikan indikator kesejahteraan sosial yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan.


(35)

2.15 Ruang Lingkup

Dimensi kesejahteraan sosial disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu tarafkesejahteraan sosial tidak hanya dapat dilihat dari suatu aspek tertentu. Dalam pengertian yang luas sangat tidak mungkin untuk menyajikan data statistik kesejahteraan sosial yang lengkap.Oleh karena itu, indikator yang disajikan hanya menyangkut segi-segi kesejahteraan yang dapat diukur.

2.16 Standar Beberapa Indikator Kesejahteraan Sosial Menurut BPS

Berikut ini merupakan standar beberapa indikator kesejahteraan sosial (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2013 : 16) :

A. Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu aset penting dan potensi dalam pembangunan.Namun pertumbuhan penduduk yang relatif cepat dapat berubah menjadi beban bagi pembangunan itu sendiri, apalagi bila pertumbuhan tersebut tidak dipenuhi dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai.Oleh karena itu arah kebijakan di bidang kependudukan perlu diprioritaskan pada upaya pengendalian kuartitas dan peningkatan kualitas, sehingga potensi penduduk yang ada merupakan faktor yang dapat menguntungkan pembangunan.

Upaya pengendalian penduduk ditempuh dengan menggalakan program keluarga berencana.Program keluarga berencana memperkenalkan


(36)

konsep hidup dengan jumlah anggota keluarga yang kecil, bahagia dan sejahtera.

Beberapa upaya untuk meningkatkan kualitas penduduk adalah dengan cara memperluas pelayanan kesehatan, pendidikan, program perumahan dengan sanitasi dan lingkungan yang baik, program di bidang ketenagakerjaan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi penduduk sehingga mampu hidup lebih layak.

Penyebaran penduduk yang kurang merata merupakan salah satu masalah kependudukan yang juga perlu mendapat perhatian.Hal ini berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang memiliki keterbatasan.

Disamping daya dukung lingkungan tempat tinggal, struktur umur penduduk juga berperan memberi corak pada pola kehidupan penduduk. Struktur umur membagi penduduk menjadi dua kelompok besar yakni usia produktif dan non produktif. Kondisi yang timpang dengan kecenderungan besarnya kelompok usia non produktif yang banyak ditemui pada negara-negara berkembang menyebabkan tekanan di bidang ekonomi maupun sosial.

Indikator yang menggambarkan ketergantungan penduduk non produktif terhadap kelompok usia produktif adalah rasio ketergatungan (dependency ratio). Rasio ini menjelaskan besarnya tanggungan yang menjadi beban bagi penduduk usia produktif. Kelompok yang menjadi tanggungan dibagi menjadi atas dua kelompok yakni penduduk usia muda (0-14 tahun) dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas). Sehingga, rasio ketergantungan


(37)

dapat dirinci menjadi rasio ketergantungan anak (child dependency ratio) dan rasio ketergantungan lanjut usia ( old dependency ratio ).

B. Fertilitas

Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya tingkat kelahiran di suatu daerah, antara lain adalah struktur umur, usia perkawinan pertama, tingkat pendidikan, status pekerjaan perempuan, status gizi ibu dan keadaan sosial ekonomi rumah tangga.

Faktor penting yang perlu dicermati pada tingginya angka kelahiran adalah usia perkawinan pertama, variabel ini menentukan besarnya peluang sseorang ibu melahirkan anak – anak mereka. Semakin muda usia perkawinan pertama seorang ibu, semakin besar peluang mereka untuk memperoleh anak.

C. Kesehatan

Peningkatan kualitas penduduk merupakan salah satu aspek dalam upaya peningkatan kesejahteraan penduduk, salah satu unsur penting dari kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang anatara lain dapat diukur dari angka kesakitan. Angka kesakitan adalah angka yang dipakai untuk menyatakan jumlah keseluruhan orang yang menderita penyakit yang menimpa sekelompok penduduk pada periode waktu tertentu.

Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai program antara lain melaui penyuluhan kesehatan, imunisasi,


(38)

pemberantasan penyakit menular, penyediaan air bersih dan sanitasi, serta pelayanan kesehatan. Program ini memprioritaskan pelayanan yang terjangkau oleh masyarakat umum, dengan perhatian khusus kepada masyarakat berpenghasilan rendah.Disamping itu, pemerintah juga menyediakan berbagai sarana kesehatan bagi masyarakat antara lain, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, rumah sakit bersalin, balai pengobatan, puskesmas, dan puskesmas pembantu.

Salah satu indikator dari pemanfaatan fasilitas kesehatan adalah pelayanan yang diberikan untuk menolong kelahiran atau persalinan. Indikator ini sangat penting dalam menilai proses persalinan yang aman, yang idealnya dibantu oleh seorang dokter, bidan atau tenaga medis lainnya.

D. Pendidikan

Peningkatan kualitas sumber daya manusia bertitik tolak pada upaya pembangunan di bidang pendidikan.Kemajuan suatu bangsa banyak ditentukan oleh kualitas pendidikan penduduknya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, akan lebih mudah menerima serta mengembangkan pengetauan dan teknologi. Dengan menguasai pengetahuan dan teknologi, penduduk dapat menjadi sumber daya yang sangat berperan dalam meningkatkan produktifitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Guna mengetahui sampa seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan, pada bagian ni akan dibahas


(39)

beberapa indikator, seperti Angka Melek Huruf, Angka Partisipasi Kasar Sekolah (APK), Angka Partisipasi Murni (APM). APK merupakan rasio antara jumlah murid pada suatu jenjang pendidikan dengan penduduk usia seolah pada jenjang pendidikan bersangkutan. APM merupakan rasio antara jumlah murid suatu jenjang pendidikan yang berusia sesuai jenjang pendidikan tersebut dengan penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan.

Salah satu cara untuk mengukur kualitas sumber daya manusia adalah dengan megamati jenjang pendidikan yang diselesaikan oleh penduduk berumur 15 tahun ke atas. Semakin besar proporsi penduduk yang dapat menamatkan tingkat pendidikan menengah dan tinggi, secara teoritis semakin baik kualitas sumber daya manusianya.

E. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan aspek yang mendasar dalam kehidupan bermasyarakat karena meliputi dimensi ekonomi dan sosial yang luas.Dengan bekerja, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka sesuai kemampuan dan keterampilan yang dimiliki.Disamping itu, bekerja juga melibatkan aspek sosial seperti aktualisasi diri, melakukan kontak sosial, serta pengakuan masyarakat terhadap kemampuan individu yang bersangkutan.

Kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah selalu memperhatikan dampaknya pada perluasan kesempatan kerja, mengingat besarnya angkatan kerja yang siap masuk ke pasar kerja. Permasalahan ketenagakerjaan seperti


(40)

sulitnya mencari pekerjaan, pengabaian hak-hak pekerja serta eksploitasi buruh yang berlebihan dapat memicu terjadinya pertentangan – pertentangan yang sering berujung pada kerusuhan massa. Hal ini menandakan pentingnya penangannan ketenagakerjaan yang lebih komprehensif karena menyangkut kelangsungan hidup masyarakat.

Konsep tenaga kerja yang diadopsi oleh PBB merujuk pada penduduk usia 15 tahun keatas. Walaupun kenyataannya di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia masih banyak ditemui penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun sudah bekerja.

Dalam konsep Labor Force Approach, penduduk yang berumur 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, yang termasuk dalam angaktan kerja adalah pekerja atau mereka yang bekerja dan mereka yang sedang berusaha mencari pekerjaan atau mereka yang tidak bekerja dan sedang mempersiapkan suatu usaha. Sedangkan pengertian bekerja adalah mereka yang melakukan kegiatan ekonomi untuk memperoleh atau membatu memperoleh pendapatan.

Adapun mereka yang termasuk bukan angkatan kerja adalah mereka yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga dan kegiatan lainnya yang tidak masuk kategori bekerja atau mencari kerja, seperti pikun dan sakit-sakitan.

Status pekerjaan utama menunjukan jiwa kewirausahaan masyarakat di suatu daerah. Semakin besar porsi mereka yang memilih status berusaha sendiri atau berusaha dibantu orang lain, hal ini menunjukkan hasrat dan


(41)

kemampuan mereka dalam menegelola usaha sendiri lebih besar daripada hasrat menjadi pekerja/buruh. Hasrat ini tentu saja akan berdampak positif, jika hasrat tersebut diikuti dengan membuka lapangan kerja baru bagi orang lain.

Namun demikian fenomena di atas dapat juga disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk bekerja di sektor formal karena tidak memiliki ijazah yang disyaratkan, kurangnya keteramilan atau sebab – sebab lain, sehingga mereka lebih memilih untuk berusaha sendiri di sektor informal.

F. Setengah Menganggur

Setengah menganggur didefinisikan sebagai mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Sebagian mereka yang tergolong sebagai setengah penganggur adala para pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar yang umumnya membantu usaha ekonomi kepala rumah tangga, seperti membantu di sawah, menjaga warung atau usaha lainnya yang bersifat sambilan.Termasuk juga mereka yang sedang bersekolah namun juga bekerja membantu kegiatan ekonomi keluarga.

G. Penganggur Terdidik

Penganggur terdidik adalah angkatan kerja yang menganggur dan berpendidikan SMA/MA/SMK ke atas.


(42)

Kebutuhan jumlah perumahan bagi penduduk akan seiring dengan jumlah pertumbuhan penduduk, karena rumah merupakan kebutuhan pokok disamping kebutuhan pangan dan sandang. Kualitas rumah sangat mempengaruhi derajat kesehatan penghuninya. Rumah yang baik dan sehat akan memberikan rasa nyaman bagi penghuninya dan sekaligus membentuk rumah tangga yang sehat dan sejahtera.

Rumah yang layak huni mensyaratkan berbagai hal seperti luas rumah, jenis lantai, dinding dan atap yang digunakan serta kelengkapan lainnya seperti sumber dan fasilitas air minum, tempat buang air besar, dan lain-lain yang menunjang kebutuhan penghuninya.

Luas lantai rumah merupakan indikator untuk menggambarkan kecukupan tempat tinggal. Diperkirakan sampai batas – batas tertentu, semakin luas lantai yang didiami, berarti semakin baik keadaannya, yang pada gilirannya diharapkan akan mendatangkan kesejahteraan bagi penghuninya.

Disamping komponen luas lantai, keberadaan sarana penunjang utama seperti sumber air minum, tempat buang air besar dierlukan untuk menciptakan sanitasi ligkungan yang baik, serta sumber penerangan untuk keperluan penerangan dan sumber energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.17 Kemiskinan

Masalah kesejahteraan sosial tidak dapat dilepaskan dari masalah kemiskinan.Kemiskinan merupakan masalah utama yang terjadi di negara


(43)

berkembang, termasuk Indonesia.Secara umum banyaknya kemiskinan merupakan indikasi ekonomi yang lemah dari suatu wilayah. Kemajuan pembangunan ekonomi salah satunya akan tercermin dari keberhasilan program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan.

Garis kemiskinan merupakan standar yang digunakan dalam menentukan penduduk sebagai penduduk miskin atau bukan miskin karena garis kemiskinan adalah nilai rupiah yang dibutuhkan seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar.

Menurut jenisnya data kemiskinan dikategorikan dalam dua jenis yaitu data makro dan mikro.Data kemiskinan makro merupakan angka estimasi penduduk miskin untuk tingkat nasional maupun daerah yang digunakan untuk monitoring/evaluasi pembangunan nasional dan daerah.Karena bersifat makro, data kemiskinan ini tidak dapat digunakan untuk target sasaran rumah tangga miskin.Ketersediaan data berbagai perlindungan sosial yang lengkap disediakan melalui data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS), sedangkan untuk data makro dihasilkan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).


(44)

77

DAFTAR PUSTAKA

Anita Nur Qomariah. (2006). Studi Klasifikasi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur Berdasarkan Variabel – Variabel Sosial Ekonomi dengan Pendekatan Analisis Diskriminan dan Regresi Logistik. Skripsi. Surabaya : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Badan Pusat Statistik.(2013). Indikator Kesejahteraan sosial Kabupaten Sleman 2013. Sleman : BPS-Kab.Sleman.

Badan Pusat Statistik.(2014). Berita Resmi Statistika. http://jakarta.bps.go.id. Diakses pada 2 Januari 2014.

Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistika. http://yogyakarta.bps.go.id. Diakses pada 2 Januari 2014.

Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Sleman dalam Angka 2014.Sleman : BPS-Kab Sleman

Diah Safitri, dkk.(2012). Analisis Klaster pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Produksi Palawija. Media Statistika, Vol. 5, No. 1, Juni 2012 : 11-16.

Dinas Kesehatan Kab Sleman. (2013). Profil Kesehatan Sleman Tahun 2013. Sleman : Dinkes Sleman.

Edi Suharto. (2006). Arti Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Peran profesi Pekerjaan Sosial dalam Mengoptimalkan Pembangunan Daerah.http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/BengkuluPKSPeks osPemda.pdf. Diakses pada tanggal 06 Januari 2015.

Frenkel, A.(2004). "Land-use patterns in the classification of cities: the Israeli case" Environment and Planning B: Planning and DesignVol 31(5) Pages 711 – 730.

Gudono. (2011). Analisis Data Multivariat. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Hair F J, Anderson R E, et all. (2006). Multivariat Data Analysis. New Jersey : Pearson Education, Inc.


(45)

78

Johnson, R.A and Wichern, D.W. (1998). Applied Multivariate Statistical Analysis. University of Wisconsin, New Jersey : Prentice Hall Inc.

Morrison D F. 1990. Multivariat Statistical Methods. United States Of America : McGraw-Hill, Inc.

Okwonu, F.ZandOthman, A.R. (2012). A Model Classification Technique for Linear Discriminant Analysis for Two Groups. IJCSI International Journal of Computer Science Issues, Vol. 9, Issue 3, No 2, May 2012

Rencher, Alvin C.(2002). Methods of Multivariate Analysis.Second Edition. United State of America : John Wiley & Sons Inc.

Republika.(2014). Penurunan Kemiskinan Tingkat Kecamatan di Sleman Belum Merata.http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah

diynasional/14/04/20/n4bjqt-penurunan-kemiskinan-tingkat-kecamatan-di sleman-belum-merata. Diakses pada tanggal 06 Januari 2015.

Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta : Rineka Cipta.

Suryanto. (1988). Metode Statistika Multivariat. Jakarta : LP2PTK

Trio Iman Rahayu. (2010). Aplikasi Analisis Faktor dan Analisis Klaster dalam Mengidentifikasi Potensi Nasabah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Surya Mandiri Karanpucung. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Walpole, Ronald E. (1995). Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Yustika, A.E. (2012). Economic Reform and Weak of the Institutional Change in Indonesia. International Journal of Humanities and Sosial Science Vol 2 No. 2 Special Issue- October 2012


(1)

sulitnya mencari pekerjaan, pengabaian hak-hak pekerja serta eksploitasi buruh yang berlebihan dapat memicu terjadinya pertentangan – pertentangan yang sering berujung pada kerusuhan massa. Hal ini menandakan pentingnya penangannan ketenagakerjaan yang lebih komprehensif karena menyangkut kelangsungan hidup masyarakat.

Konsep tenaga kerja yang diadopsi oleh PBB merujuk pada penduduk usia 15 tahun keatas. Walaupun kenyataannya di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia masih banyak ditemui penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun sudah bekerja.

Dalam konsep Labor Force Approach, penduduk yang berumur 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, yang termasuk dalam angaktan kerja adalah pekerja atau mereka yang bekerja dan mereka yang sedang berusaha mencari pekerjaan atau mereka yang tidak bekerja dan sedang mempersiapkan suatu usaha. Sedangkan pengertian bekerja adalah mereka yang melakukan kegiatan ekonomi untuk memperoleh atau membatu memperoleh pendapatan.

Adapun mereka yang termasuk bukan angkatan kerja adalah mereka yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga dan kegiatan lainnya yang tidak masuk kategori bekerja atau mencari kerja, seperti pikun dan sakit-sakitan.

Status pekerjaan utama menunjukan jiwa kewirausahaan masyarakat di suatu daerah. Semakin besar porsi mereka yang memilih status berusaha sendiri atau berusaha dibantu orang lain, hal ini menunjukkan hasrat dan


(2)

kemampuan mereka dalam menegelola usaha sendiri lebih besar daripada hasrat menjadi pekerja/buruh. Hasrat ini tentu saja akan berdampak positif, jika hasrat tersebut diikuti dengan membuka lapangan kerja baru bagi orang lain.

Namun demikian fenomena di atas dapat juga disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk bekerja di sektor formal karena tidak memiliki ijazah yang disyaratkan, kurangnya keteramilan atau sebab – sebab lain, sehingga mereka lebih memilih untuk berusaha sendiri di sektor informal.

F. Setengah Menganggur

Setengah menganggur didefinisikan sebagai mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Sebagian mereka yang tergolong sebagai setengah penganggur adala para pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar yang umumnya membantu usaha ekonomi kepala rumah tangga, seperti membantu di sawah, menjaga warung atau usaha lainnya yang bersifat sambilan.Termasuk juga mereka yang sedang bersekolah namun juga bekerja membantu kegiatan ekonomi keluarga.

G. Penganggur Terdidik

Penganggur terdidik adalah angkatan kerja yang menganggur dan berpendidikan SMA/MA/SMK ke atas.


(3)

Kebutuhan jumlah perumahan bagi penduduk akan seiring dengan jumlah pertumbuhan penduduk, karena rumah merupakan kebutuhan pokok disamping kebutuhan pangan dan sandang. Kualitas rumah sangat mempengaruhi derajat kesehatan penghuninya. Rumah yang baik dan sehat akan memberikan rasa nyaman bagi penghuninya dan sekaligus membentuk rumah tangga yang sehat dan sejahtera.

Rumah yang layak huni mensyaratkan berbagai hal seperti luas rumah, jenis lantai, dinding dan atap yang digunakan serta kelengkapan lainnya seperti sumber dan fasilitas air minum, tempat buang air besar, dan lain-lain yang menunjang kebutuhan penghuninya.

Luas lantai rumah merupakan indikator untuk menggambarkan kecukupan tempat tinggal. Diperkirakan sampai batas – batas tertentu, semakin luas lantai yang didiami, berarti semakin baik keadaannya, yang pada gilirannya diharapkan akan mendatangkan kesejahteraan bagi penghuninya.

Disamping komponen luas lantai, keberadaan sarana penunjang utama seperti sumber air minum, tempat buang air besar dierlukan untuk menciptakan sanitasi ligkungan yang baik, serta sumber penerangan untuk keperluan penerangan dan sumber energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.17 Kemiskinan

Masalah kesejahteraan sosial tidak dapat dilepaskan dari masalah kemiskinan.Kemiskinan merupakan masalah utama yang terjadi di negara


(4)

berkembang, termasuk Indonesia.Secara umum banyaknya kemiskinan merupakan indikasi ekonomi yang lemah dari suatu wilayah. Kemajuan pembangunan ekonomi salah satunya akan tercermin dari keberhasilan program pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan.

Garis kemiskinan merupakan standar yang digunakan dalam menentukan penduduk sebagai penduduk miskin atau bukan miskin karena garis kemiskinan adalah nilai rupiah yang dibutuhkan seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar.

Menurut jenisnya data kemiskinan dikategorikan dalam dua jenis yaitu data makro dan mikro.Data kemiskinan makro merupakan angka estimasi penduduk miskin untuk tingkat nasional maupun daerah yang digunakan untuk monitoring/evaluasi pembangunan nasional dan daerah.Karena bersifat makro, data kemiskinan ini tidak dapat digunakan untuk target sasaran rumah tangga miskin.Ketersediaan data berbagai perlindungan sosial yang lengkap disediakan melalui data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS), sedangkan untuk data makro dihasilkan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).


(5)

77

DAFTAR PUSTAKA

Anita Nur Qomariah. (2006). Studi Klasifikasi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur Berdasarkan Variabel – Variabel Sosial Ekonomi dengan Pendekatan Analisis Diskriminan dan Regresi Logistik. Skripsi. Surabaya : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Badan Pusat Statistik.(2013). Indikator Kesejahteraan sosial Kabupaten Sleman 2013. Sleman : BPS-Kab.Sleman.

Badan Pusat Statistik.(2014). Berita Resmi Statistika. http://jakarta.bps.go.id. Diakses pada 2 Januari 2014.

Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistika. http://yogyakarta.bps.go.id. Diakses pada 2 Januari 2014.

Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Sleman dalam Angka 2014.Sleman : BPS-Kab Sleman

Diah Safitri, dkk.(2012). Analisis Klaster pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Produksi Palawija. Media Statistika, Vol. 5, No. 1, Juni 2012 : 11-16.

Dinas Kesehatan Kab Sleman. (2013). Profil Kesehatan Sleman Tahun 2013. Sleman : Dinkes Sleman.

Edi Suharto. (2006). Arti Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Peran profesi Pekerjaan Sosial dalam Mengoptimalkan Pembangunan Daerah.http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/BengkuluPKSPeks osPemda.pdf. Diakses pada tanggal 06 Januari 2015.

Frenkel, A.(2004). "Land-use patterns in the classification of cities: the Israeli case" Environment and Planning B: Planning and DesignVol 31(5) Pages 711 – 730.

Gudono. (2011). Analisis Data Multivariat. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Hair F J, Anderson R E, et all. (2006). Multivariat Data Analysis. New Jersey : Pearson Education, Inc.


(6)

78

Johnson, R.A and Wichern, D.W. (1998). Applied Multivariate Statistical Analysis. University of Wisconsin, New Jersey : Prentice Hall Inc.

Morrison D F. 1990. Multivariat Statistical Methods. United States Of America : McGraw-Hill, Inc.

Okwonu, F.ZandOthman, A.R. (2012). A Model Classification Technique for Linear Discriminant Analysis for Two Groups. IJCSI International Journal of Computer Science Issues, Vol. 9, Issue 3, No 2, May 2012

Rencher, Alvin C.(2002). Methods of Multivariate Analysis.Second Edition. United State of America : John Wiley & Sons Inc.

Republika.(2014). Penurunan Kemiskinan Tingkat Kecamatan di Sleman Belum Merata.http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah

diynasional/14/04/20/n4bjqt-penurunan-kemiskinan-tingkat-kecamatan-di sleman-belum-merata. Diakses pada tanggal 06 Januari 2015.

Supranto, J. (2004). Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta : Rineka Cipta.

Suryanto. (1988). Metode Statistika Multivariat. Jakarta : LP2PTK

Trio Iman Rahayu. (2010). Aplikasi Analisis Faktor dan Analisis Klaster dalam Mengidentifikasi Potensi Nasabah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Surya Mandiri Karanpucung. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Walpole, Ronald E. (1995). Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Yustika, A.E. (2012). Economic Reform and Weak of the Institutional Change in Indonesia. International Journal of Humanities and Sosial Science Vol 2 No. 2 Special Issue- October 2012