RPJPD 2005-2025 RPJPD 2005 2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2005-2025

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

I-

i

DAFTAR ISI
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 PENGERTIAN

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
1.4 LANDASAN HUKUM
1.5 HUBUNGAN RPJPD PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN
DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA
1.6 TATA URUT
KONDISI UMUM DAERAH
2.1 KONDISI PADA SAAT INI
2.2 TANTANGAN
2.3 MODAL DASAR

BAB III VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA
TENGAH TAHUN 2005-2025
BAB IV ARAH, TAHAPAN, DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2005-2025
4.1 SASARAN POKOK PEMBANGUNAN
4.1.1 TERWUJUDNYA SUMBER DAYA MANUSIA DAN
MASYARAKAT
JAWA
TENGAH
YANG

BERKUALITAS,
BERIMAN
DAN
BERTAKWA
KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA, CERDAS,
SEHAT, SERTA BERBUDAYA
4.1.2 TERWUJUDNYA PEREKONOMIAN DAERAH YANG
BERBASIS PADA POTENSI UNGGULAN DAERAH
DENGAN DUKUNGAN REKAYASA TEKNOLOGI
DAN
BERORIENTASI
PADA
EKONOMI
KERAKYATAN
4.1.3 TERWUJUDNYA KEHIDUPAN POLITIK DAN TATA
PEMERINTAHAN
YANG
BAIK
(GOOD
GOVERNANCE),

DEMOKRATIS,
DAN
BERTANGGUNG JAWAB, DIDUKUNG OLEH
KOMPETENSI
DAN
PROFESIONALITAS
APARATUR, BEBAS DARI PRAKTIK KORUPSI,
KOLUSI,
DAN
NEPOTISME
(KKN)
SERTA
PENGEMBANGAN JEJARING
4.1.4 TERWUJUDNYA PENGELOLAAN SUMBER DAYA
ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP YANG OPTIMAL
DENGAN
TETAP
MENJAGA
KELESTARIAN
FUNGSI DALAM MENOPANG KEHIDUPAN

4.1.5 TERWUJUDNYA KUALITAS DAN KUANTITAS
PRASARANA DAN SARANA YANG MENUNJANG
PENGEMBANGAN
WILAYAH,
PENYEDIAAN
PELAYANAN
DASAR
DAN
PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH
4.1.6 TERWUJUDNYA KEHIDUPAN MASYARAKAT
YANG SEJAHTERA, AMAN, DAMAI DAN BERSATU
DALAM WADAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA (NKRI) DIDUKUNG DENGAN
KEPASTIAN HUKUM DAN PENEGAKAN HAM
SERTA KESETARAAN GENDER

I-

1

1
2
2
2
3
4
5
5
29
34
36
40
40
40

40

41

41


42

42

ii

4.2 ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHUN
2005-2025
4.2.1 MEWUJUDKAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN
MASYARAKAT
JAWA
TENGAH
YANG
BERKUALITAS,
BERIMAN
DAN
BERTAKWA
KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA, CERDAS,
SEHAT, SERTA BERBUDAYA

4.2.2 MEWUJUDKAN PEREKONOMIAN DAERAH YANG
BERBASIS PADA POTENSI UNGGULAN DAERAH
DENGAN DUKUNGAN REKAYASA TEKNOLOGI
DAN
BERORIENTASI
PADA
EKONOMI
KERAKYATAN
4.2.3 MEWUJUDKAN KEHIDUPAN POLITIK DAN TATA
PEMERINTAHAN
YANG
BAIK
(GOOD
GOVERNANCE),
DEMOKRATIS
DAN
BERTANGGUNG JAWAB, DIDUKUNG OLEH
KOMPETENSI
DAN
PROFESIONALITAS

APARATUR, BEBAS DARI PRAKTIK KORUPSI,
KOLUSI,
DAN
NEPOTISME
(KKN)
SERTA
PENGEMBANGAN JEJARING
4.2.4 MEWUJUDKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA
ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP YANG OPTIMAL
DENGAN
TETAP
MENJAGA
KELESTARIAN
FUNGSI DALAM MENOPANG KEHIDUPAN
4.2.5 MEWUJUDKAN KUALITAS DAN KUANTITAS
PRASARANA DAN SARANA YANG MENUNJANG
PENGEMBANGAN
WILAYAH,
PENYEDIAAN
PELAYANAN

DASAR
DAN
PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH
4.2.6 MEWUJUDKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG
SEJAHTERA, AMAN, DAMAI DAN BERSATU
DALAM WADAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA
(NKRI)
DIDUKUNG
DENGAN
KEPASTIAN HUKUM DAN PENEGAKAN HAM
SERTA KESETARAAN GENDER
4.3 TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS PEMBANGUNAN
DAERAH
4.3.1 RPJMD I (Tahun 2005 s/d Tahun 2009)
4.3.2 RPJMD II (Tahun 2010 s/d Tahun 2014)
4.3.3 RPJMD III (Tahun 2015 s/d Tahun 2019)
4.3.4 RPJMD IV (Tahun 2020 s/d Tahun 2024)
BAB V


PENUTUP

43

43

44

46

47

48

50

52
52
56

59
62
67

I-

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
1.

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia,
berada di tengah Pulau Jawa antara 5°40' dan 8°30' Lintang Selatan dan
antara 108°30' dan 111°30' Bujur Timur serta terletak berbatasan dengan
Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah
Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Provinsi Jawa Timur di sebelah
timur, dan Laut Jawa di sebelah Utara. Luas wilayah 32.548 km² atau
sekitar 1,7 persen dari luas Indonesia dan 25,04 persen dari luas Pulau
Jawa termasuk Pulau Nusakambangan di sebelah selatan daratan utama
dan Kepulauan Karimun Jawa di sebelah utara daratan utama.

2.

Dilihat dari sejarahnya Jawa Tengah sebagai provinsi telah ada sejak
zaman Hindia Belanda. Namun secara resmi terbentuknya Provinsi Jawa
Tengah sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950
tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah, tanggal 15 Agustus 1950.
Pada tahun 1965 dibentuk Kabupaten Batang berdasarkan UndangUndang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II
Kabupaten Batang. Provinsi ini meliputi 29 Kabupaten dan 6 Kotamadya.
Dalam perkembangannya selain 29 Kabupaten dan 6 Kotamadya, Provinsi
Jawa Tengah juga memiliki 3 Kota Administratif, yaitu Purwokerto,
Cilacap, dan Klaten. Namun, sejak diberlakukannya otonomi daerah
tahun 1999 Kota-kota Administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian
dalam wilayah Kabupaten. Dengan berlakunya otonomi daerah tersebut, 4
Kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke wilayahnya sendiri,
yaitu Kabupaten Semarang ke Ungaran, Kabupaten Magelang dari Kota
Magelang ke Kota Mungkid, Kabupaten Tegal dari Kota Tegal ke Slawi,
serta Kabupaten Pekalongan dari Kota Pekalongan ke Kajen. Hingga tahun
2005, Provinsi Jawa Tengah masih terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota.

3.

Semenjak terbentuknya hingga saat ini penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi beserta
segenap komponen masyarakat Jawa Tengah telah diupayakan guna
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian
sumber daya serta lingkungan hidup dalam kerangka NKRI. Selama ini
telah dikenal beberapa rencana pembangunan yang disusun untuk
memberikan arah pembangunan daerah. Rencana pembangunan ada yang
berdimensi waktu jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek.
Semua rencana pembangunan tersebut telah disusun dan diaplikasikan
hingga memberikan hasil yang cukup signifikan bagi perkembangan dan
kemajuan daerah.

4.

Rencana pembangunan daerah sangat diperlukan untuk mengantisipasi
pengaruh dinamika perubahan terhadap perkembangan pembangunan
daerah. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis multidimensi
pada tahun 1998 memberikan pengalaman tentang pentingnya langkahlangkah antisipatif yang tertuang dalam rencana pembangunan daerah.

5.

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung setiap periode lima tahunan
menjadi
pertimbangan
utama
pentingnya
penyusunan
rencana
pembangunan daerah yang berkesinambungan. Mengingat akan
pentingnya rencana pembangunan dalam dimensi jangka panjang, seperti
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Provinsi Jawa Tengah
1

menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk
kurun waktu 20 tahun (2005-2025).

1.2 PENGERTIAN
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa
Tengah adalah dokumen perencanaan pembangunan Provinsi Jawa Tengah
yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Provinsi Jawa
Tengah dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan daerah untuk masa
20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai tahun 2005 sampai
tahun 2025.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
RPJPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah periode 20
(dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai tahun 2025, ditetapkan
dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh
komponen pelaku pembangunan daerah (pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah yang
integral dengan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah
pembangunan daerah yang telah disepakati bersama, sehingga seluruh upaya
yang dilakukan oleh segenap komponen pelaku pembangunan akan menjadi
lebih efektif, efisien, terpadu, berkesinambungan, dan saling melengkapi satu
dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Adapun tujuan penyusunan RPJPD ini adalah untuk memberikan
pedoman bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) yang memuat Visi, Misi, Arah, dan Program Kepala Daerah terpilih.

1.4 LANDASAN HUKUM
1.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang
Jawa Tengah;

2.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan DaerahDaerah Kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Tengah;

3.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II Kabupaten Batang;

4.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta;

5.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Sistem Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

6.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);

7.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
2

Pembentukan Provinsi

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4547);
8.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);

9.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan, Kabupaten Dati II Pekalongan dan
Kabupaten Dati II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3381);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4664);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia 007 Nomor 4737);
13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003 tentang
Rencana Strategis Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008 (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 109;
14. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003);
15. Peraturan Daerah Provinsi
Tata Cara Penyusunan
Pelaksanaan Musyawarah
Tengah (Lembaran Daerah
Seri E Nomor E );

1.5
1.

Jawa Tengah
Perencanaan
Perencanaan
Provinsi Jawa

Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pembangunan Daerah dan
Pembangunan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2006 Nomor 8

HUBUNGAN RPJPD PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN DOKUMEN
PERENCANAAN LAINNYA
Perencanaan pembangunan Provinsi Jawa Tengah tidak terlepas dari
hierarki perencanaan pembangunan nasional, dengan merujuk pada
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Dalam undang-undang tersebut pemerintah
daerah baik Provinsi maupun Kabupaten atau Kota, diamanatkan
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang
merupakan dokumen perencanaan pembangunan untuk kurun waktu 20
(dua puluh) tahun. Dalam rangka pengintegrasian perencanaan
pembangunan tersebut, penyusunan RPJPD Provinsi Jawa Tengah Tahun
2005-2025 mengacu pada arah pembangunan RPJP Nasional Tahun
2005-2025.

3

2.

RPJPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025, akan digunakan sebagai
pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah pada setiap jangka waktu 5 (lima)
tahunan. Selain itu, RPJPD Provinsi Jawa Tengah juga dijadikan acuan
bagi penyusunan dokumen RPJPD Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah

3.

RPJPD Jawa Tengah merupakan perencanaan yang bersifat makro yang
memuat visi, misi, arah, tantangan, dan prioritas pembangunan jangka
panjang daerah. Dalam proses penyusunannya dilakukan secara
partisipatif
dengan
melibatkan
seluruh
pemangku
kepentingan
pembangunan, serta mempedomani Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

4.

Rencana Strategis (Renstra) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008
(Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003) berlaku
sampai dengan bulan Agustus tahun 2008. Renstra tersebut dipakai
sebagai dasar penyusunan RKPD dan RAPBD Provinsi Jawa Tengah tahun
2006, 2007, dan 2008, serta secara substansial menjadi bagian dari
RPJPD Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2025.

1.6 TATA URUT
RPJPD
sistematika
Bab I
Bab II
Bab III

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 disusun dengan
sebagai berikut.
: Pendahuluan
: Kondisi Umum
: Visi dan Misi Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun
2005-2025
Bab IV : Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2005-2025
Bab V : Penutup

4

BAB II
KONDISI UMUM DAERAH
2.1 KONDISI PADA SAAT INI
Pembangunan Provinsi Jawa Tengah yang telah dilaksanakan selama ini
dalam kerangka pembangunan daerah dan nasional, telah menunjukkan
kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, baik bidang sosial
budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek), politik, keamanan dan ketertiban, hukum dan aparatur, pembangunan
wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, maupun
pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
Untuk mengetahui kondisi kehidupan penduduk di Jawa Tengah dapat
dilihat melalui perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
sekaligus merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. IPM
tersebut pada prinsipnya menggambarkan mengenai tingkat kesehatan
penduduk yang dipresentasikan melalui Usia Harapan Hidup (UHH),
perkembangan dan kemajuan sosial yang ditunjukkan melalui Angka Melek
Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah, serta kemampuan ekonomi penduduk
yang diukur dengan pengeluaran riil per kapita.
IPM Jawa Tengah pada tahun 2001 sebesar 66,4 meningkat menjadi
69,8 pada tahun 2005. Lebih rinci capaian komponen pembentuk IPM tersebut
adalah untuk UHH meningkat dari 68,6 (2001) menjadi 70,6 (2005), Angka
Melek Huruf meningkat dari 83,3 % (2001) menjadi 87,4 % (2006), rata-rata
lama sekolah dari 6,1 (2001) menjadi 6,6 (2005), dan Pengeluaran Riil Per
Kapita tercatat sebesar Rp549.000,00 (2001) meningkat menjadi Rp621.400,00
(2005).
Meningkatnya UHH di Jawa Tengah antara lain disebabkan oleh makin
membaiknya pelayanan medis, terutama pertolongan kelahiran pertama, dan
meningkatnya jumlah balita yang lama menyusuinya sampai 24 bulan lebih.
Meningkatnya angka melek huruf berkat keberhasilan pelaksanaan programprogram pembangunan yang mendorong meningkatnya angka melek seperti
penyediaan fasilitas belajar, guru dan peningkatan kesadaran masyarakat
untuk mengikuti wajib belajar sembilan tahun. Meskipun rata-rata lama
sekolah di Jawa Tengah mengalami peningkatan, namun demikian kenaikan
tersebut masih belum mampu mengantarkan Jawa Tengah pada tataran
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mengingat mayoritas penduduk
berpendidikan Sekolah Dasar. Pengeluaran riil per kapita meskipun meningkat
tetapi pernah mengalami penurunan, yaitu dari Rp594.200,00 (2002) menjadi
Rp593.000,00 (2003), sedangkan tahun-tahun berikutnya cenderung
mengalami peningkatan.
IPM Jawa Tengah pada tahun 2005 (69,8) jika dirujuk ke kategori tingkat
nasional berada pada peringkat ke-17, sedangkan apabila dipersandingkan
dengan provinsi yang berada di Pulau Jawa, posisi Jawa Tengah menempati
urutan ke 3 yaitu setelah DKI (76,1) dan Jawa Barat (69,9). Di bawah Jawa
Tengah adalah Provinsi Banten (69,1) dan Jawa Timur (68,4).
2.1.1 Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
1.

Kependudukan dan Keluarga Berencana
Penduduk merupakan subjek dan objek pembangunan, dengan
demikian penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu
menjadi penggerak dan sekaligus penikmat hasil-hasil pembangunan.
5

Jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2001 sebanyak
31.063.818 jiwa dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 32.908.850 jiwa
yang terdiri dari perempuan sebanyak 16.540.126 jiwa (50,26 %) dan lakilaki sebanyak 16.368.724 jiwa (49,74 %) atau dengan rasio jenis kelamin
98,96. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,67 % per tahun
atau mengalami penurunan dibanding periode 1990-2000 yang tercatat
sebesar 0,84 %, sedangkan kepadatan penduduk rata-rata 1.011
jiwa/km2.
Dilihat dari sebaran penduduk desa kota terlihat bahwa penduduk
Jawa Tengah pada tahun 2002 yang berada di perdesaan sebanyak
13.477.112 orang (42,53 %) dan pada tahun 2005 menjadi 13.774.558
orang (41,86 %), sedangkan penduduk yang berada di perkotaan pada
tahun 2002 sebanyak 18.214.754 orang (57,47 %) dan pada tahun 2005
meningkat menjadi 19.134.292 orang (58,14 %). Dari data tersebut terlihat
bahwa penduduk di perdesaan meskipun prosentasenya menurun tetapi
secara absolut jumlahnya meningkat, sedangkan penduduk di perkotaan
baik prosentase maupun absolutnya meningkat.
Dilihat dari kelompok umur terlihat bahwa untuk kelompok umur
usia produktif (15-64 tahun) sebesar 66,16 % dan non produktif (0-14
tahun dan 65 tahun ke atas) sebesar 33,84 %. Dengan demikian, angka
beban tanggungan penduduk usia produktif (dependency ratio) sebesar
51,15 atau mengalami penurunan dibanding tahun 2000 yang tercatat
sebesar 52,57. Total Fertility Rate (TFR) yaitu rata-rata anak-anak yang
dilahirkan hidup oleh seorang wanita selama usia produktif (15-49) pada
tahun 2002-2003 sebanyak 2,1.
Peserta Keluarga Berencana (KB) Aktif pada tahun 2001 tercatat
sebanyak 4.447.887 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 4.779.940
dengan rincian yang menggunakan metode nonhormonal sebanyak
940.927 (14,68 %) dan hormonal sebanyak 3.839.013 (80,32 %). Peserta
KB Aktif Mandiri pada tahun 2001 sebanyak 2.338.351 meningkat
menjadi 2.577.340 pada tahun 2005 atau mengalami peningkatan
sebanyak 238.989 (10,22 %). Jumlah peserta KB pria relatif rendah yaitu
sebanyak 120.742 peserta (2,53 %). Rendahnya peserta KB pria tersebut
antara lain disebabkan oleh terbatasnya pilihan alat kontrasepsi,
terbatasnya layanan KB Pria, dan masih berkembangnya anggapan dalam
masyarakat bahwa masalah KB merupakan urusan wanita.
Upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk telah
dilakukan antara lain melalui pelayanan KB, peningkatan akses dan
kualitas pelayanan KB serta kesehatan reproduksi, peningkatan
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, peningkatan
keikutsertaan pria dalam ber-KB dan penguatan jaringan program.
2.

Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian
Jumlah angkatan kerja pada tahun 2001 sebanyak 15.644.732
orang dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 16.634.255 orang atau
mengalami peningkatan sebanyak 989.523 orang (6,32 %). Dari jumlah
angkatan kerja tersebut yang berstatus bekerja sebanyak 15.655.303
(94,11 %) dan pencari kerja (penganggur) sebanyak 978.952 orang (5,89
%). Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah pencari kerja
(penganggur) tersebut mengalami fluktuasi yaitu sebanyak 578.190 orang
(2001), 984.234 orang (2002), 912.513 orang (2003), dan 1.044.573 orang
(2004). Adapun untuk jumlah setengah penganggur, yaitu penduduk yang
6

bekerja di bawah 35 jam per minggu, cenderung mengalami penurunan,
yaitu sebanyak 5.584.236 orang (37,06%) pada tahun 2001 turun menjadi
5.185.409 orang (33,12 %) pada tahun 2005, meskipun pada tahun 2004
sempat mengalami peningkatan dibanding tahun 2003.
Tingkat pendidikan penduduk yang bekerja (data 15 tahun ke
atas), pada tahun 2005 untuk SD ke bawah sebesar 62,47 %, SMP sebesar
18,66 %, SMA sebesar 14,55 %, dan Perguruan Tinggi sebesar 4,32 %.
Selanjutnya, untuk pencari kerja yang berpendidikan SD sebesar 30,07 %,
SMP sebesar 25,95 %, SMA sebesar 36,93 %, dan Perguruan Tinggi
sebesar 7,05 %.
Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian, yaitu
sebanyak 5.875.292 orang (37,53 %) atau mengalami penurunan
dibandingkan dengan keadaan tahun 2001 yang tercatat sebanyak
6.730.367 orang (44,67 %). Disusul kemudian sektor perdagangan (20,76
%), industri (16,59 %), dan jasa (11,17 %).
Upaya perluasan kesempatan kerja dalam rangka mengurangi
pengangguran telah dilakukan, antara lain melalui penempatan tenaga
kerja baik di dalam maupun di luar negeri penyelenggaraan bursa kerja,
dan pengembangan informasi tenaga kerja. Adapun upaya peningkatan
kualitas dan produktivitas tenaga kerja dilakukan melalui berbagai
kegiatan pelatihan kerja dan pemagangan.
Upaya perluasan kesempatan kerja juga dilakukan melalui
program transmigrasi. Banyaknya jumlah transmigran dari Jawa Tengah
dalam kurun waktu tahun 2001-2005 mengalami fluktuasi. Pada tahun
2001 tercatat sebanyak 323 KK (1.199 jiwa) atau 57 % dari target (564 KK)
dan pada tahun 2005 tercatat sebanyak 890 KK (3.247 jiwa) atau 79,96 %
dari target (1.113 KK). Pelaksanaan program transmigrasi tidak sematamata ditekankan pada target pemindahan penduduk, tetapi pada
pencapaian kesejahteraan transmigran dan perannya dalam rangka
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di daerah penempatan.
3.

Pendidikan
Dalam kerangka pembangunan bangsa, pengembangan sumber
daya manusia merupakan salah satu upaya strategis pembangunan di
Jawa Tengah. Upaya tersebut dilakukan melalui pembangunan di bidang
pendidikan di Jawa Tengah yang selama ini telah diarahkan untuk
mewujudkan masyarakat Jawa Tengah yang berkualitas, cerdas,
produktif, dan berakhlak mulia melalui pengembangan dan peningkatan
relevansi pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan Iptek dan
kebutuhan pasar kerja.
Pembangunan pendidikan di Jawa Tengah selain memerhatikan
sistem pendidikan nasional yang berjalan juga memerhatikan sasaransasaran komitmen internasional di bidang pendidikan seperti Sasaran
Millenium Development Goals (MDG’s) dan Kesepakatan Dakkar untuk
Pendidikan Untuk Semua (PUS).
Penyelenggaraan pendidikan di Jawa Tengah selain dilaksanakan
melalui jalur pendidikan formal juga dilaksanakan melalui jalur
pendidikan non formal. Jalur pendidikan formal terdiri atas jenjang
pendidikan dasar, menengah, sampai dengan pendidikan tinggi.
Perkembangan pendidikan di Jawa Tengah, salah satunya dapat diukur
melalui jumlah anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan. Angka
7

Partisipasi Kasar (APK) pada tahun ajaran 2005/2006, untuk
SD/sederajat meningkat sebesar 0,80 % dari tahun ajaran sebelumnya,
yaitu sebesar 105,67 %, sehingga telah melebihi standar ideal indikator
pemerataan pendidikan. Tingkat SMP/sederajat sebesar 89,57 % atau
meningkat sebesar 3,36 % dari tahun ajaran sebelumnya, yaitu sebesar
86,21 % dan SMA/sederajat tahun ajaran 2005/2006 sebesar 50,63 %
terjadi peningkatan sebesar 1,83 % dari tahun ajaran sebelumnya sebesar
48,80 %. Untuk pencapaian Angka Partisipasi Murni (APM), pada tahun
ajaran 2005/2006 pada SD/sederajat sebesar 89,98 % meningkat sebesar
0,26 % dari tahun ajaran sebelumnya, sedangkan untuk SMP/sederajat
sebesar 69,01 % atau meningkat sebesar 4,39 % dari tahun ajaran
sebelumnya sebesar 64,62 % serta pada SMA/sederajat sebesar 39,56 %
atau meningkat sebesar 4,73 % dari tahun ajaran sebelumnya.
Indikator lain dari perkembangan pendidikan juga dapat dilihat dari
Angka Putus Sekolah (DO). Angka DO SD pada tahun 2000/2001 tercatat
sebanyak 10.978 siswa (0,30 %) turun menjadi 9.940 siswa (0,29 %). Pada
kurun waktu yang sama, untuk SMP tercatat sebanyak 10.129 siswa (0,87
%) meningkat menjadi 11.764 siswa (1,03 %), sedangkan untuk SMA
tercatat sebanyak 3.662 (0,92 %) turun menjadi 3.576 siswa (0,90 %).
Pada tahun ajaran 2005/2006 Jawa Tengah memiliki 23.832 unit
SD/MI dengan jumlah guru sebanyak 212.420 orang dan sebanyak
3.888.779 siswa. Untuk tingkat SMP/MTs/sederajat terdapat 4.101 unit
sekolah, dengan guru sebanyak 97.071 orang dan jumlah siswa sebanyak
1.508.517 orang. Tingkat SLTA/SMK terdapat 2.155 unit sekolah dengan
guru sebanyak 63.661 orang dengan murid sebanyak 878.245 orang.
Untuk gedung sekolah pada tahun 2006, terdapat 89.755 ruang kelas
sekolah jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK yang rusak.
Jumlah ruang kelas yang rusak ringan mencapai 67.175 (34,49 %), rusak
sedang mencapai 19.207 (9,86 %), dan rusak berat mencapai 14.231 (7,31
%) dari total ruang kelas sebesar 194.760.
Jumlah Perguruan Tinggi terdapat 225 buah, dengan status
perguruan tinggi negeri sebanyak 5 (lima) buah dan perguruan tinggi
swasta sebanyak 218 buah, serta beberapa perguruan tinggi kedinasan,
antara lain Akademi Militer (AKMIL) di Magelang dan Akademi Kepolisian
(Akpol) di Semarang. Seperti halnya perguruan tinggi negeri, perguruan
tinggi swasta pun sebagian besar hanya berada di ibukota
kabupaten/kota.
4.

Perpustakaan
Mencerdaskan kehidupan masyarakat juga dilakukan melalui
penyediaan layanan kondisi perpustakaan dan peningkatan minat baca
masyarakat.
Kondisi perpustakaan umum dan daerah Jawa Tengah
menunjukkan kecenderungan meningkat dari sisi jumlah, koleksi,
pengunjung, dan fasilitas layanan. Jumlah perpustakaan umum yang ada
di Jawa Tengah pada tahun 2005 mencapai 35 unit; sedangkan
perpustakaan khusus (universitas, sekolah, dan lainnya) mencapai 274
buah. Koleksi buku di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah berjumlah
219.229 buah dengan pengunjung mencapai 135.420 orang. Layanan
perpustakaan keliling mencapai 48 unit yang mampu menjangkau 30
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Sedangkan perpustakaan sekolah

8

tersedia di 23.948 Sekolah Dasar/MI 4.101 Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama/MTs dan 2.112 di Sekolah Menengah Atas/MA.
5.

Pemuda dan Olah Raga
Pada tahun 2005 jumlah pemuda sebesar 9.331.747 jiwa atau
sekitar 28,80 % dari keseluruhan jumlah penduduk. Jumlah pemuda yang
sebesar ini merupakan aset sebagai kader pemimpin, pelopor, dan
penggerak pembangunan, namun sekaligus membutuhkan keseriusan
dalam hal pembinaan dan penyediaan lapangan kerja. Pembinaan
kepemudaan, dilakukan melalui berbagai pendekatan institusional seperti
Pramuka, KNPI dan Karang Taruna, serta organisasi kepemudaan lainnya.
Jumlah organisasi kepemudaan di Jawa Tengah pada tahun 2005 tercatat
279 buah yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, yang
masih perlu terus ditingkatkan semangat kepeloporannya dalam
pembangunan di tengah terpaan globalisasi. Prestasi pembangunan
bidang kepemudaan tahun 2005 adalah juara I dalam Pemilihan Pemuda
Pelopor Tingkat Nasional Bidang Kewirausahaan (Mebelair), Kwartir
Daerah 11 Jawa Tengah (Pramuka) meraih Juara I Kontingen Tergiat pada
Perkemahan Saka Bayangkara Tingkat Nasional di Jakarta.
Kondisi keolahragaan, baik olah raga prestasi maupun olah raga
masyarakat, masih memerlukan perhatian berkelanjutan. Dalam hal
prestasi, keinginan Jawa Tengah menjadi 3 besar nasional dalam
penyelenggaraan Pekan Olah Raga Nasional (PON) belum pernah tercapai,
sekalipun dalam beberapa jenis olah raga mampu menjadi yang terbaik
ditingkat nasional.
Sarana dan prasarana olah raga yang ada di Jawa Tengah yang
berstandar nasional dan internasional belum dimanfaatkan secara optimal
dalam penyelenggaraan event tahunan olah raga nasional dan atau
internasional kecuali untuk olah raga sepakbola.
Sampai akhir tahun 2005, tercatat 56 rekor nasional (medali emas)
atas nama atlet-atlet Jawa Tengah, sedangkan untuk rekor Asia Tenggara
8 medali emas SEA Games XXIII Tahun 2005 di Manila dan 1 untuk rekor
internasional untuk cabang olah raga tinju profesional.

6.

Kesehatan
Derajat kesehatan penduduk di Jawa Tengah dapat dilihat dari 3
(tiga) indikator utama, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian
Bayi (AKB), dan Usia Harapan Hidup (UHH). Berdasarkan hasil Survey
Kesehatan Daerah pada tahun 2005, AKI tercatat sebesar 252 per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan,
disusul kemudian eklamsi, perdarahan sebelum persalinan, dan infeksi.
AKB sebesar 23,71 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan untuk UHH di
Jawa Tengah tercatat dari 68,6 pada tahun 2001 meningkat menjadi 70,6
pada tahun 2005.
Proporsi balita dengan gizi buruk di Jawa Tengah cenderung
meningkat, yaitu dari 1,63% pada tahun 2001 menjadi 1,88% pada tahun
2004, sedangkan pada tahun 2005 turun menjadi 1,0%. Meningkatnya
prevalensi balita gizi buruk antara lain disebabkan oleh semakin
memburuknya keadaan ekonomi keluarga yang berdampak terhadap
kecukupan pangan di tingkat keluarga dan sulitnya lapangan pekerjaan.
Adapun penurunan gizi buruk antara lain dikarenakan penanganan kasus
9

gizi buruk yang lebih intensif melalui perawatan kasus di RS dan
Puskesmas rawat inap. Di samping itu, pelacakan kasus gizi buruk
senantiasa dilakukan dengan tujuan untuk melakukan analisis tentang
faktor-faktor yang berkaitan dengan gizi buruk dan alternatif
penanggulangannya. Selanjutnya, untuk gizi kurang pada kurun waktu
yang sama tercatat sebesar 14,34% turun menjadi 9,78%, gizi baik dari
81,43% meningkat menjadi 87,26%, dan gizi lebih dari 2,59% turun
menjadi 1,96%.
Hasil survei kondisi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
tahun 2004 menunjukkan bahwa strata PHBS tatanan rumah tangga baru
mencapai 65,3 % yang berarti masih di bawah angka strata yang
diharapkan, yaitu sebesar 75 %.
Dalam hal penyakit menular, pada tahun 2005 kasus DBD di Jawa
Tengah sebanyak 7.144 dengan Incidence Rate (IR) sebesar 2,17 per
10.000 penduduk yang tersebar di 874 desa endemis.Kondisi ini masih
belum memenuhi target nasional yang diharapkan yaitu IR sebesar kurang
dari 2 per 10.000 penduduk. Untuk kasus Malaria pada tahun 2005
terdapat 2.590 kasus yang tersebar di 28 desa endemis dengan Anual
Parasit Index (API) 0,08 per 1000 penduduk dimana dengan angka
tersebut Jawa Tengah sudah masuk dalam kategori daerah dengan
insiden rendah atau Low Case Insidence (LCI) dengan API kurang dari 1
per 1000 penduduk. Jumlah kasus HIV/AIDS positif di Jawa Tengah pada
tahun 2005 mencapai 185/58 kasus, diantaranya telah meninggal dunia
dengan perubahan pola transmisi HIV dari sexual transmitted kearah
intravenous drug user, di samping itu penularan HIV juga sudah
merambah pada kelompok umum nonrisiko termasuk ibu rumah tangga.
Berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS telah
dilakukan baik yang bersifat koordinasi melalui kelembagaan Komite
Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) maupun melalui layanan untuk
Voluntary Counselling Testing (VCT). Untuk kasus TBC paru, pada tahun
2005 jumlah penderita sebesar 17.524 dengan angka CDR (case detection
rate) sebesar 50,92%, angka ini masih jauh dari target yang diharapkan
yaitu 70%. Walau demikian angka kesembuhan penderita TBC paru sudah
mencapai 86,1% yang berarti sudah sesuai dengan target nasional yaitu
>85%.
Target pelayanan kesehatan jiwa untuk Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 adalah 3 % dari kunjungan kasus di
sarana kesehatan. Sedangkan rata-rata pelayanan kesehatan jiwa tahun
2005 sebesar 0,44 %. Cakupan tertinggi tahun 2005 dicapai oleh Kota
Magelang (3,07 %), terendah di Kota Tegal (0,03 %). Dibandingkan dengan
target 2005 (3 %), hanya Kota Magelang saja yang mencapai target. Dalam
hal ini permasalahan yang dihadapai adalah masyarakat merasa
kesehatan jiwa belum menjadi alasan penting untuk datang berobat ke
sarana kesehatan.
Obat Asli Indonesia (OAI) merupakan salah satu potensi di Jawa
Tengah yang perlu dikembangkan. Oleh sebab itu, dalam upaya
peningkatan kualitas, pada tahun 2004 dan 2005 telah dibentuk 3 (tiga)
Pusat Kajian Pengembangan OAI yang masih perlu dilanjutkan pada
tahun berikutnya.
Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di unit kesehatan
kabupaten/kota se-Jawa Tengah keadaan tahun 2005 sebanyak 39.709.
Adapun rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk dibandingkan
dengan target Indonesia Sehat 2010 terlihat untuk dokter ahli sebesar
10

3,15 (target 6), dokter umum sebesar 9,55 (target 40), dokter gigi sebesar
2,56 (target 11), tenaga kefarmasian sebesar 7,29 (target 10), tenaga gizi
sebesar 3,62 (target 22), tenaga keperawatan 53,94 (target 117,5), tenaga
bidan sebesar 26,71 (target 100), tenaga kesehatan masyarakat sebesar
2,73 (target 40), dan tenaga sanitasi 3,63 (target 40). Khusus untuk tenaga
teknisi medis sebesar 7,23 dan apabila dibandingkan dengan rasio
Provinsi Jawa Tengah masih terdapat 23 kabupaten/kota yang masih
berada di bawah rasio Jawa Tengah.
Jumlah Puskesmas dari tahun ke tahun ditingkatkan dengan
tujuan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau oleh masyarakat dan
merata sampai di daerah terpencil. Jumlah Puskesmas pada tahun 2005
sebanyak 846 unit. Keberadaan Puskesmas tersebut masih didukung
dengan Puskesmas Pembantu yang jumlahnya tercatat sebanyak 1.824
unit. Di samping itu, sejak akhir tahun 2003 dikembangkan Poliklinik
Kesehatan Desa (PKD) yang jumlahnya tercatat sebanyak 4.322 unit. PKD
merupakan pengembangan Pondok Bersalin Desa (Polindes) dengan
penambahan beberapa fungsi seperti tempat untuk memberikan
penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, tempat untuk
melakukan pembinaan kader/ pemberdayaan masyarakat dan forum
komunikasi pembangunan kesehatan di desa, serta tempat pemberian
pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana. Kegiatan
lain yang dilakukan di PKD adalah deteksi dini dan penanggulangan
pertama kasus gawat darurat. Di samping itu, layanan kesehatan juga
dilakukan melalui Puskesmas Keliling yang jumlahnya mencapai 921.
Jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) di Jawa Tengah pada tahun
2005 sebanyak 155 unit yang terdiri atas RSU milik pemerintah sebanyak
42 unit (2 milik Departemen Kesehatan, 3 milik Pemerintah Provinsi, 37
milik Pemerintah Kabupaten/Kota), 10 milik TNI/Polri, dan 2 milik
departemen lain, sedangkan RSU milik swasta sebanyak 101 unit. Adapun
jumlah Rumah Sakit Khusus (RSK) milik pemerintah dan swasta sebanyak
62 unit, sebanyak 60 RSK (96,77 %) di antaranya telah memiliki
kemampuan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat. Capaian
%tase tersebut telah melebihi target Indonesia Sehat 2010 sebesar 90 %.
Demikian pula untuk 5 Rumah Sakit Jiwa (RSJ), kesemuanya telah
memiliki kemampuan gawat darurat, sehingga target Indonesia Sehat
2010 sebesar 90 % terlampaui.
7.

Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan
masyarakat
ditandai
dengan
fenomena
permasalahan kesejahteraan sosial masih yang banyak ditemui di Jawa
Tengah.
Walaupun
upaya
penanganan
Penyandang
Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) terus dilakukan tetapi belum berhasil
mengurangi jumlah PMKS secara signifikan. Kondisi ini ditandai dengan
masih banyaknya permasalahan sosial yang muncul dan berkembang
seperti meningkatnya jumlah penduduk miskin (seperti gelandangan,
pengemis, anak jalanan, dan anak terlantar), tindak kekerasan, korban
bencana alam, dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
lainnya.
Pada tahun 2005, terdapat Anak Balita Terlantar sebesar 32.149
orang , anak terlantar 185.721 orang, anak korban tindak kekerasan
2.229 orang, anak nakal 12.610, anak jalanan 10.196, anak cacat 50.978,
wanita rawan sosial ekonomi 178.484 orang, Wanita Korban Tindak
Kekerasan 3.728 orang, Lanjut Usia Terlantar
170.230
orang,
11

Penyandang Cacat 119.844 orang, Tuna Susila 4.919 orang, pengemis
3.964 orang, gelandangan 1.583 orang, Korban penyalahgunaan Napza
2.229 orang, Keluarga Fakir Miskin sejumlah 1.723.710 KK, Keluarga
Berumah Tak Layak Huni sejumlah
254.800 KK, Keluarga Rentan
sejumlah 24.756 KK, Komunitas Adat Terpencil (KAT) sejumlah 2.426
KK, Masyarakat Yang Tinggal Di Daerah Rawan Bencana 116.318 KK,
Korban Bencana Alam sebesar 67.343 jiwa dan Korban Bencana Sosial
sejumlah 9.508 jiwa.
Sebagai upaya penanganan PMKS di Jawa Tengah, terdapat 52
panti milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 7 panti milik Pemerintah
Kabupaten/Kota, 5 panti milik Departemen Sosial, dan 388 panti milik
masyarakat. Pada tahun 2005, untuk mendukung upaya penanganan
PMKS juga dilakukan melalui Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) sebanyak
37.087, Karang Taruna 8.567, Organiasai Sosial 1.113, Dunia Usaha 581.
8.

Kemiskinan
Secara umum kondisi penduduk miskin ditandai oleh
ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam hal: 1) memenuhi
kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan,
dan kesehatan; 2) melakukan kegiatan usaha produktif; 3) menjangkau
akses sumber daya sosial dan ekonomi; 4) menentukan nasibnya sendiri
dan senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif dan eksploitatif; dan 5)
membebaskan diri dari mental dan budaya miskin.
Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah mengalami fluktuasi.
Menurut SUSENAS pada tahun 1999 tercatat sebanyak 8,8 juta orang
(28,46%), pada tahun 2002 turun menjadi 7,3 juta orang (23,06%) dan
pada tahun 2005 turun menjadi 6,5 juta orang atau 20,49% dari total
penduduk Jawa Tengah. Merujuk hasil SUPAS tahun 2005, garis
kemiskinan total di daerah perkotaan sebesar Rp. 143.776,-, sedangkan
garis kemiskinan total di pedesaan sebesar Rp. 120.115,-.
Selanjutnya apabila dilihat dari tatanan kesejahteraan keluarga
terlihat bahwa untuk keluarga katagori Prasejahtera pada tahun 2000
sebanyak 3.113.703 (39,53%) dan pada tahun 2004 meskipun dari
prosentase menurun tetapi secara absolut meningkat, yaitu menjadi
3.171.918 (36,77%). Keadaan yang sama juga terjadi pada katagori
Keluarga Sejahtera I (KS I) yaitu pada tahun 2001 sebanyak 1.611.643
(19,71%) dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 1.778.790 (20,71%).
Penanggulangan kemiskinan telah menjadi agenda dan prioritas
utama pembangunan serta telah dilaksanakan dalam kurun waktu yang
panjang. Berbagai strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
penanggulangan kemiskinan baik yang bersifat langsung (program
khusus) maupun yang tidak langsung telah diimplementasikan, namun
demikian hasilnya belum optimal, salah satunya ditandai dengan masih
banyaknya penduduk miskin di Jawa Tengah.
Penanggulangan
kemiskinan bukanlah hal yang mudah diatasi, mengingat kemiskinan
merupakan masalah yang bersifat multidimensional. Di samping itu,
kemiskinan juga merupakan masalah sosio-ekonomi yang memiliki
kandungan lokalitas yang sangat bervariasi.
Upaya riil yang telah ditempuh sebagai upaya penanggulangan
kemiskinan di Jawa Tengah adalah 1) pengurangan beban biaya bagi
penduduk miskin dengan mengurangi pengeluaran kebutuhan dasar
seperti
akses
pendidikan,
kesehatan,
dan
infrastruktur
yang
12

mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi, dan 2)
meningkatkan pendapatan atau daya beli penduduk miskin melalui
peningkatan produktivitas, dimana masyarakat miskin memiliki
kemampuan pengelolaan, memperoleh peluang dan perlindungan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi,
sosial budaya maupun politik. Bentuk riil tersebut dilaksanakan melalui
program antara lain Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP), Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K), Program
Pengembangan Kecamatan (PPK).
9.

Kebudayaan
Jawa Tengah merupakan pusat budaya Jawa, karena mayoritas
penduduknya adalah Suku Jawa. Sampai saat ini masih terdapat dua
istana kerajaan di Jawa Tengah yang keduanya berada di Kota Surakarta.
Budaya Jawa ini mewarnai hampir semua daerah kota atau kabupaten
yang ada, namun tiap daerah memiliki budaya daerah setempat yang
berbeda-beda.
Budaya
yang
ada
di
masing-masing
daerah,
homogenitasnya sejak zaman Belanda telah terbagi dalam 5 (lima) wilayah
(gewesten) yakni Semarang, Rembang, Kedu, Banyumas, dan Pekalongan;
serta Surakarta sebagai daerah Swapraja (vorstenland) Kasunanan dan
Mangkunegaran. Umumnya bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa
sehari-hari tetapi dengan dialek atau logat bahasa yang digunakan
serumpun sesuai pembagian tersebut. Bahasa Jawa dialek Solo-Jogja
dianggap sebagai bahasa Jawa standar. Terdapat sejumlah dialek bahasa
Jawa, namun secara umum terdiri atas dua dialek, yaitu kulonan dan
timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas
dialek Banyumasan dan dialek Tegal. Dialek ini memiliki pengucapan yang
cukup berbeda dengan bahasa Jawa standar. Adapun timuran dituturkan
di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas dialek Solo dan
Semarang. Di antara perbatasan kedua dialek tersebut dituturkan bahasa
Jawa campuran antara lain di Pekalongan dan Kedu.
Budaya kesenian Jawa yang menonjol serta masih menunjukkan
eksistensinya adalah kesenian karawitan tradisional, wayang kulit,
wayang orang, ketoprak, seni tari Jawa dan keroncong/campursari. Upaya
mempertahankan budaya di beberapa daerah sering dilakukan dengan
pagelaran seni dan budaya secara rutin tahunan. Sementara itu, budaya
gotongroyong, tolong menolong dirasakan mengalami pergeseran nilai
akibat pengaruh budaya asing dan globalisasi.
Aspek budaya Jawa Tengah ini merupakan modal dasar sekaligus
kearifan lokal yang sangat penting dan potensial bagi Provinsi Jawa
Tengah untuk mengembangkan diri dalam jangka panjang tanpa harus
tercabut dari akar budayanya. Pembangunan yang berbasis pada budaya
dan kearifan lokal memiliki daya tahan terhadap pengaruh negatif dari
budaya asing dan globalisasi yang kontraproduktif dengan nilai-nilai
budaya lokal.

10. Agama
Kehidupan beragama di Jawa Tengah selama ini berlangsung
dalam toleransi yang cukup tinggi, namun masih belum sepenuhnya
menjadi perilaku dalam tata hubungan kemasyarakat.
Hal itu disebabkan oleh rasa toleransi yang tinggi di antara
pemeluk agama. Keharmonisan tersebut salah satunya dapat dilihat dari
13

banyaknya tempat ibadah yang ada di sekitar warga yang majemuk,
seperti masjid, gereja, vihara, dan pura. Jumlah tempat ibadah pada
tahun 2005 mencapai 139.000 buah yang terdiri atas 97,38 % masjid dan
musholla, sebanyak 2,11 % gereja Kristen dan Katholik dan lainnya
berupa pura dan vihara. Jumlah pondok pesantren tahun 2005 tercatat
sebanyak 2.190 unit dengan 37.000 ustad, 2000 kiai, dan 442.860 santri.
Jamaah haji Jawa Tengah pada tahun 2005 memenuhi kuota yaitu
sebanyak 19.742 orang.
11. Perempuan dan anak
Jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah lebih banyak
dibanding laki-laki. Meskipun demikian, peran perempuan belum optimal,
salah satunya karena masih adanya kesenjangan gender antara lain pada
bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, hukum dan HAM,
lingkungan hidup, Media, kekerasan berbasis gender, mekanisme
kemajuan perempuan, penanganan konflik dan bencana alam dan
perosalan kemiskinan.
Masih terjadinya kesenjangan gender berpengaruh pada capaian
indikator gender. Gender related Development Index (GDI) Jawa Tengah
belum menunjukkan peningkatan yang berarti dari indeks 57,4 pada
tahun 1999 (ranking 10 secara nasional) dan tahun 2005 menjadi 60,8
(ranking 13). Sementara angka Gender Empowering Measure (GEM) pada
tahun 1999 adalah 51,2 (ranking 9) dan tahun 2005 sebesar 56,9 (ranking
15).
Untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) serta
perlindungan anak dan remaja, yang telah dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah antara lain melalui pembentukan dan penguatan
kelembagaan, seperti Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan, Anak,
dan Remaja (TKP2AR), Forum Komunikasi Pengarusutamaan Gender,
Forum Kajian Gender, dan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak
(KPPA). Sebagai upaya peningkatan kualitas hidup perempuan
dilaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat
afirmatif. Selain hal
tersebut ditempuh pula langkah strategis yaitu dengan mengintegrasikan
perspektif gender ke dalam dokumen-dokumen perencanaan.
Kondisi anak dan remaja di Jawa Tengah masih perlu mendapat
perhatian serius. Pada tahun 2005 masih terdapat 171.308 anak
terlantar, 32.149 anak balita terlantar, 2.229 anak korban tindak
kekerasan, 11.178 anak nakal, 10.025 anak jalanan, 54.572 anak cacat,
dan 1.273 pekerja anak.
2.1.2 Ekonomi
1.

Kondisi dan Struktur Ekonomi
Kondisi makro perekonomian Jawa Tengah semakin membaik. Hal
ini ditandai dengan indikator-indikator ekonomi makro, antara lain
pertumbuhan ekonomi tahun 2005 mencapai 5,35 %, sedangkan tahun
2001 sebesar 3,59 %; Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun
2005 atas dasar harga konstan tahun 2000 sebesar
Rp143,051
trilyun dibanding tahun 2001 baru mencapai Rp118,816 trilyun yang
berarti terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Tahun 2001 inflasi
tercatat sebesar 13,81 %, sedangkan pada tahun 2005 mencapai 15,97 %
akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan Oktober
2005.
14

Pada Tahun 2005, struktur perekonomian Jawa Tengah masih
didominasi oleh 3 (tiga) sektor, yaitu industri pengolahan sebesar 32,23 %;
perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 21,01 %; dan pertanian sebesar
20,92 %. Sektor lainnya yang mempunyai kontribusi dalam PDRB adalah
pertambangan dan galian (1,02 %); listrik gas dan air bersih (0,82 %);
bangunan (5,57 %); pengangkutan dan komunikasi (4,89 %); keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan (3,54 %); dan jasa–jasa (10,01 %).
Sedangkan dalam konteks tenaga kerja sektor pertanian masih
mendominasi.
2.

Industri
Industri merupakan salah satu sektor andalan Jawa Tengah dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Selama 5
tahun terakhir omzet sektor industri meningkat, yaitu dari Rp 21,67
trilyun pada tahun 2001 menjadi Rp 22,01 trilyun pada tahun 2005.
Adapun jumlah investasi industri di Jawa Tengah mengalami peningkatan
dari Rp 13,37 trilyun pada tahun 2001 menjadi Rp 13,81 trilyun pada
tahun 2005. Sementara itu jumlah industri meningkat dari 644.196 unit
pada tahun 2001 menjadi 644.701 pada tahun 2005 dengan penyerapan
tenaga kerja sebanyak 3.215.649 orang pada tahun 2005.
Bila dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur, kinerja sektor
industri di Jawa Tengah relatif lebih bagus, dimana omzet sektor industri
di Jawa Timur pada tahun 2005 hanya sebesar Rp. 12,1 trilliun, dengan
nilai investasi sebesar Rp. 12,7 trilliun dan penyerapan tenaga kerja
sebanyak 2.464.565 orang. Sedangkan dengan Jawa Barat, kinerja
industri Jawa Tengah masih cukup rendah, dimana omzet sektor industri
di Jawa Barat pada tahun 2005 sebesar Rp. 51,68 trilliun, dengan nilai
investasi sebesar Rp. 60,8 trilliun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak
3.831.334 orang.

3.

Koperasi dan UKM
Jumlah koperasi di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2005
sebanyak 15.799 buah, yang berarti meningkat dibanding tahun 2001
yang tercatat hanya sebesar 13.290 buah. Jumlah UMKM diluar sektor
pertanian pada tahun 2006 berjumlah 3,69 juta (Sensus Ekonomi-BPS,
2006), sedangkan jumlah UMKM disektor pertanian pada tahun 2003
berjumlah 4,1 juta (Sensus Ekonomi-BPS, 2003). Banyaknya tenaga kerja
yang terserap disektor UMKM memperlihatkan bahwa sektor UMKM
sangat berpotensi dalam penciptaan lapangan kerja, sekaligus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengatasi
kemiskinan. Pembangunan koperasi dan UKM dilakukan melalui kegiatan
promosi dan misi dagang ke luar negeri, yang ternyata berdampak sangat
signifikan terhadap pengembangan koperasi dan UKM di Jawa Tengah.
Kegiatan promosi dan misi dagang tersebut telah memacu koperasi dan
UKM untuk meningkatkan kualitas produknya sehingga mampu bersaing
di pasar global. Besar modal dan aset koperasi pada tahun 2001 sebesar
Rp 2,94 trilyun dan pada tahun 2005 menjadi Rp5,13 trilyun. Besar modal
dan aset UKM pada tahun 2001 sebesar Rp2,68 trilyun dan pada tahun
2005 menjadi Rp 5,3 trilyun.
Permasalahan mendasar yang terjadi adalah masih lemahnya akses
UMKM terhadap pembiayaan untuk peningkatan modal usaha, khususnya
akses pada perbankan/lembaga keuangan, selain itu masih terkendala di
bidang pemasaran dan kualitas sumberdaya pengelola koperasi, dimana
15

mayoritas SDM karyawan dan pengurus koperasi di Jawa Tengah
berpendidikan SMA dan hanya sebagian kecil berpendidikan Sarjana (S1).
4.

Investasi
Investasi PMA Jawa Tengah dilihat dari jumlah proyek selama 5
tahun terakhir mengalami penurunan dari 57 proyek pada tahun 2001
menjadi 47 proyek pada tahun 2005. Namun, apabila dilihat dari nilai
investasi mengalami kenaikan, yaitu dari 96,68 juta US$ pada tahun 2001
menjadi 610,43 juta US$ pada tahun 2005. Jumlah proyek PMDN juga
mengalami penurunan dari 26 proyek dengan nilai investasi Rp2,91
trilyun pada tahun 2001 menjadi 20 proyek dengan nilai investasi sebesar
Rp1.91 trilyun pada tahun 2005.
Jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur
maka nilai investasi PMDN di Jawa Tengah relatif lebih rendah. Pada
Tahun 2005 investasi PMDN Jawa Barat mencapai 4,21 trilyun dan Jawa
Timur mencapai 5,47 trilyun. Investasi PMA Jawa Barat mencapai
1.573,36 juta US$ relatif lebih tinggi dari Jawa Tengah. Sedangkan nilai
investasi PMA Jawa Timur lebih rendah dari Jawa Tengah yaitu sebesar
553,38 juta US$.
Untuk mendorong tercapainya pemenuhan kebutuhan investasi
swasta dan berkembangnya sektor riil, diperlukan berbagai kebijakan
pemerintah, meliputi penciptaan iklim kondusif bagi dunia usaha,
peningkatan produktivitas tenaga kerja , serta penyediaan infrastruktur
yang memadai. Untuk itu Pemerintah Provinsi telah mendukung
penciptaan kebijakan pemerintah yang pro investasi dan dapat mendorong
berkembangnya sektor riil. Kebijakan tersebut adalah penciptaan iklim
kondusif bagi investor dalam dan luar negeri dalam segala hal, seperti
kepastian
hukum,
promosi
terpadu,
intermediasi
perbankan,
ketenagakerjaan, penyediaan infrastruktur yang memadai dan kebijakan
tata ruang yang konsisten.

5.

Pertanian
Jawa Tengah dalam 20 tahun terakhir merupakan penyangga
pangan (utamanya beras) nasional. Produksi gabah pada tahun 2005
mencapai 8.424.096 ton (setara dengan 4.590.071 ton beras), sedangkan
konsumsi beras mencapai 3.075.966 ton sehingga terdapat surplus
1.514.105 ton.
Pada sektor peternakan, produksi daging Jawa Tengah 392.550 ton
(kurang lebih 14 % dari produksi daging nasional) dengan kebutuhan
265.750 ton. Sementara untuk telur produksinya mencapai 170.860 ton
dengan kebutuhan 166.580 ton atau surplus 4.280 ton. Produksi susu
Jawa Tengah 70.689 kilo liter belum mampu mencukupi kebutuhan Jawa
Tengah sendiri, yakni sebanyak 184.200 kilo liter.
Ketahanan pangan di Jawa Tengah secara umum baik aspek
produksi, distribusi, dan konsumsi masuk dalam kategori mantap,
sedangkan permasalahan konversi/alih fungsi lahan pertanian pada
tahun 2005 mencapai 361 Ha dengan kecenderungan ma