Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang | Gunawan | Jurnal Titra 2360 4462 1 SM
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas
di Lumajang dan Malang
Gerry Anggian Gunawan1, I Gede Agus Widyadana2, Herry Christian Palit3
Abstract: Pisang Mas (Musa acuminata colla) is one of important commodities in East Java.
Previous study showed that there are two different supply chain models at Lumajang and at
Malang. In these paper, we combine different supply chain models and considers the effect of
price on customer demand. This model is simulated using Vensim PLE software. The result
shows that demand is affected by price change. This model is sensitive to price with percentage
of 12,4% in retail and 13,04% in traditional market.
Keywords: Supply chain management, dynamic system, simulation, Musa Acuminata cola,
Vensim PLE
Pendahuluan
Aliran suatu produk mulai produsen hingga konsumen pada saat ini dituntut untuk lebih cepat
dalam pendistribusian, memiliki kualitas produk
lebih baik, serta mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hal ini akan berjalan dengan baik
apabila didukung dengan pendistribusian barang
yang baik melalui struktur rantai pasok yang baik
pula. Perancangan jaringan rantai pasok dapat
dilakukan untuk semua komoditas, termasuk buah
pisang Mas (Musa acuminata colla).
Pisang Mas termasuk ke dalam komoditas fresh
fruits and vegetables atau buah segar merupkan
produk yang menuntut kesegaran hingga ke tangan
end customer. Menurut Setiawan, dkk [4], rantai
pasok buah segar perlu ditangani secara khusus
dalam pendistribusiannya karena termasuk ke
dalam fresh product yang rentan terjadi kerusakan.
Ray [2] menyatakan bahwa pendistribusian produk
buah segar atau sayuran memiliki resiko kerusakan
yang dampaknya akan ditanggung oleh pihak
retailer atau tahap akhir dalam jaringan rantai
pasok. Produk yang berupa fresh product berpeluang
mengalami penurunan kualitas dalam setiap tahap
dalam jaringan rantai pasok
Jalur rantai pasok pisang Mas di Jawa Timur
terbagi menjadi 2 jalur, yaitu berasal dari Lumajang
dan Malang (Sanada, dkk [3]). Jalur rantai pasok
pisang Mas yang pertama yaitu dimulai dari petani
dan jalur rantai pasok berikutnya yaitu berasal dari
perkebunan besar.
Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri,
Universitas Kristen Petra. Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya
60236. E-mail: gerryanggian@gmail.com, gedeaw@gmail.com,
herry@peter.petra.ac.id
1,2,3
183
Pisang Mas yang diproduksi oleh petani berlokasi di
Lumajang, sedangkan perkebunan besar yang
dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XII
berlokasi di Malang, Jawa Timur. Hasil dari
penelitian tersebut yaitu kedua model rantai pasok
memberikan dampak yang berbeda terhadap setiap
pelaku bisnis di masing-masing jalur rantai pasok.
Perbandingan untuk kedua model rantai pasok
pisang Mas di Jawa Timur dapat dilihat dari
performance yang dihasilkan, yang meliputi
pendapatan penjualan, lost sales, oversupply dan
prosentase ketersediaan produk.
Hasil penelitian Sanada, dkk [3] mengenai model
rantai pasok pisang Mas sebelumnya, menyatakan
bahwa petani di Lumajang lebih baik dalam hal
pendapatan penjualan, lost sales dan tingkat
ketersediaan. Hasil produksi perkebunan besar di
Malang tidak sebaik rantai pasok petani Lumajang
karena pasokan yang dimiliki perkebunan lebih
rendah dari pasokan pisang Mas dari Lumajang.
Penelitian tersebut juga diasumsikan bahwa harga
beli end customer/masyarakat independen terhadap
jumlah permintaan terhadap pisang Mas, yang
artinya harga beli berapapun jumlahnya tidak akan
mempengaruhi jumlah permintaan.
Penelitian ini akan menggabungkan dua model
rantai pasok pisang Mas sebelumya menjadi satu
model baru. Model rantai pasok gabungan pisang
Mas yang akan dibuat juga memperhitungkan
variabel harga beli masyarakat terhadap kuantitas
permintaan pisang Mas. Simulasi rantai pasok pada
penelitian ini menggunakan software Vensim PLE
yang merupakan simulator untuk sistem dinamis.
Model rantai pasok yang dihasilkan pada penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja
setiap pelaku bisnis maupun secara kaseluruhan.
Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
bagaimana sensitivitas harga jual terhadap jumlah
permintaan pisang Mas. Penggambaran model
rantai pasok ini terbatas pada wilayah Lumajang,
Malang, dan Surabaya.
pisang mas dari perkebunan besar sehingga terbentuk 1 jaringan rantai pasok yang saling terkait.
Metode Penelitian
Bab hasil dan pembahasan berisi analisa model
rantai pasok yang dibangun beserta output yang
dihasilkan dari simulasi sistem dinamis. Berikut
merupakan perancangan model rantai pasok pisang
Mas di Lumajang dan Malang.
Pembahasan mengenai langkah-langkah dalam
penyelesaian permasalahan serta metode apa saja
yang digunakan pada penelitian ini dijabarkan
dalam bab metode penelitian. Pengembagan model
rantai pasok pisang Mas ini diawali dengan
mempelajari model dan causal loop yang telah ada
sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan causal loop baru untuk mempermudah
pembuatan model rantai pasok pisang Mas.
Penelitian dilanjutkan dengan membangun model
rantai pasok berdasarkan causal loop yang telah
dirancang sebelumnya. Causal loop ini merupakan
pengembangan dari studi yang dilakukan sebelumnya mengenai pisang Mas. Langkah yang terakhir
setelah menyusun model rantai pasok yaitu menganalisa hasil simulasi dan menarik kesimpulan.
Sistem Dinamis dan Causal Loop
Menurut Daellenbach & McNickle [1], sistem
dinamis merupakan kondisi di mana perilaku dari
sistem berubah-ubah secara kontinu/berkelanjutan
dalam suatu waktu tertentu. Penggambaran sistem
dinamis melalui bentuk diagram dapat dilakukan
dengan menggunakan causal loop diagram untuk
mengetahui perilaku dari suatu sistem yang
kompleks. Causal loop diagram menggambarkan
hubungan sebab akibat dari beberapa aspek, entiti,
maupun variabel. Hubungan yang terjadi antar 2
entiti semisal A dan B saling berpengaruh dan
merubah nilai dari salah satu entiti, maka diberi
penghubung anak panah.
Sistem dinamis dapat diselesaikan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif
(Setiawan, [4]). Pendekatan kualitatif dilakukan
dengan menggunakan causal loop diagram dan
pendekatan kuantitatif dilakukan melalui simulasi
dengan bantuan komputer. Simulasi dalam riset
operasi digunakan untuk mengeksplor perilaku
dinamis dari operasi yang kompleks (Daellenbach &
McNickle [1]).
Penyusunan Model dengan VENSIM PLE
Aktivitas yang dilakukan setelah memahami model
dan causal loop pada tahap sebelumnya yaitu
pembuatan model rantai pasok pisang Mas
gabungan dari jalur petani dan perkebunan besar.
Jalur rantai pasok pisang mas yang berasal dari
petani akan digabungkan dengan jalur rantai pasok
184
Hasil dan Pembahasan
Causal Loop Rantai Pasok Pisang Mas
Causal loop diagram ditandai dengan adanya tanda
“+” dan “–“ untuk 2 variabel yang saling terhubung.
Tanda “+” menggambarkan hubungan yang berdampak positif jika salah satu variabel ditingkatkan
nilainya dan sebaliknya akan berdampak negatif
jika salah satu variabel ditingkatkan nilainya.
Causal loop model rantai pasok pisang Mas
Lumajang dan Malang dapat dilihat pada Gambar
1.
Pelaku bisnis yang terlibat dalam di dalam rantai
pasok secara keseluruhan meliputi petani di
Lumajang dan perkebunan di Malang, distributor,
pasar yang terdiri dari retail, grosir buah, serta
pedagang buah eceran. Perusahaan yang berperan
sebagai distributor yaitu PT Sewu Segar Nusantara
atau dikenal dengan PT SSN. Pemilihan Retail yang
dipilih sebagai tempat untuk memasarkan pisang
Mas kepada end customer yaitu PT Carrefour.
Adanya mekanisme effecot of price and demand
pada penelitian ini membutuhkan lebih dari 1 retail
di samping PT Carrefour sebagai pembanding harga
jual pisang Mas kepada end customer. Pasar selain
retail yang dijadikan sebagai penjual pisang ke end
customer yaitu grosir buah (toko buah) dan pengecer
(pedagang buah di pasar tradisional). Performansi
atau kinerja yang diukur dari rantai pasok,
dimodelkan dengan variabel respon yang meliputi
pendapatan penjualan, lost sales, oversupply serta
ketersediaan terhadap pada setiap pelaku bisnis.
Input Data
Data yang digunakan dalam model mengacu pada
studi pisang Mas sebelumnya dan juga hasil
wawancara serta data sekunder yang berasal dari
SUSENAS (Survey Sosial dan Ekonomi Nasional).
Jumlah permintaan konsumen Surabaya terhadap
buah pisang untuk setiap minggu yaitu sebesar
12.230 kg hingga 13.000 kg (SUSENAS, [5]).
Permintaan masyarakat Surabaya terhadap pisang
ini akan ditampung ke dalam dummy retail setelah
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
retail, grosir &
pengecer
demand riil pasar
reject rate pasar
tingkat persediaan
pasar
ketersediaan
pasar
+
+
+
+
supply pasar ke
konsumen
+
-
-
lost sales pasar
oversupply pasar
+
supply ke pasar
+
+
+
+
selling price pasar
+
+
+
pendapatan
penjualan pasar
-
profit margin pasar
demand riil pasar ke
distributor +
ukuran order minimum
pasar ke pemasok
buying price pasar
+
Distributor (PT SSN)
+
ketersediaan
distributor
+
-
+
supply dari distributor yang
dapat dipenuhi untuk pasar
+
lost sales
distributor
tingkat persediaan +
siap kirim
tingkat persediaan
belum siap kirim
-
+
+
tingkat oversupply
distributor
reject rate
distributor
+
selling price +
+
distributor
demand riil distributor
ke perkebunan
profit margin
distributor
+
+
Demand riil distributor
ke kelompok tani
+
Pendapatan
penjualan distributor
-
+
Petani dan kelompok
tani,
supply ke
distributor
Buying price
distributor
+
+
+
Demand riil pedagang
pengumpul ke kelompok
tani
Perkebunan besar
+
+
+
+
pendapatan
penjualan
perkebunan
profit margin
petani
-
+
-
+
selling price petani
+
Supply ke
kelompok tani+
biaya produksi
pisang per kg
pendapatan petani
dari pasar lokal
+
+
Ketersediaan
petani +
kapasitas produksi
perkebunan
Profit margin
kelompok tani
+
+
pendapatan
penjualan petani
+
+
+
lost sales petani
hasil panen
perkebunan
Oversupply +
perkebunan
Selling price
kelompok tani
+
+
Buying price
kelompok tani
+
lost sales
kelompok tani
+ Demand riil kelompok
tani ke petani
-
-
Selling price
+ perkebunan
Biaya produksi
per kg
+
Ketersediaan
kelompok tani
pendapatan penjualan +
ke kelompok tani
+
+
+
-
Reject rate
perkebunan
Ketersediaan
perkebunan
Profit margin
perkebunan
supply ke distributor
dari kel. tani
+
- +
+
Lost sales
perkebunan
+
hasil panen
supply ke pasar
+
lokal
-
reject rate petani
Gambar 1. Causal Loop Rantai Pasok Pisang Mas Lumajang dan Malang
Selling price
trigger 0 0
Demand
elasticity 0 0
Selling price
change 0 0
Pisang tak
terserap retail
Effect demand
price 0 0
Demand riil retail
00
Supply retail Surabaya
ke konsumen 0 0
Ketersediaan Retail
Surabaya 0 0
pendapatan retail
00
Selling price trigger
Pendapatan
penjualan retail
Surabaya 0 0
Demand elasticity
Selling price
change
Lost sales retail
lost sales retail 0 0 Surabaya 0 0
ketersediaan
retail 0 0
Effect demand
price
Demand riil retail
Selling price retail
Surabaya 0 0
Oversupply
retail Surabaya
00
Oversupply retail
00
Demand riil retail
Surabaya 0 0
Supply retail Surabaya
ke konsumen
Profit margin retail
Surabaya 0 0
pendapatan retail
Persediaan retail
Surabaya 0 0
Reject rate retail
Surabaya 0 0
Ketersediaan Retail
Surabaya
Supply distributor untuk
retail Surabaya 0 0
lost sales retail
ketersediaan retail
Reject rate pengecer
Surabaya
Lost sales retail
Surabaya
Selling price retail
Surabaya
Ketersediaan
grosir Surabaya
Oversupply retail
Demand riil retail ke
APP Seroja
Profit margin retail
Surabaya
Reject rate
processing
Persediaan retail
Surabaya
Supply dari APP
Seroja ke retail
Supply distributor
untuk retail Surabaya
Ukuran order minimum
pasar Surabaya
Demand riil retail ke
distributor
Ketersediaan APP
Akumulasi ketersediaan
distributor
Reject rate grosir
Surabaya
Supply dari distributor
yang dipenuhi
Selling price APP
Seroja
Profit margin APP
Seroja
Oversupply APP
Seroja
Persediaan
distributor siap kirim
Oversupply APP
Selling price
pengecer Surabaya
Buying price
pengecer Surabaya
Selling price grosir
Surabaya
Supply distributor
ke retail
Profit margin grosir
Surabaya
Oversupply grosir
Buying price grosir
Surabaya
Oversupply grosir
Surabaya
Profit margin
distributor untuk retail
Reject rate
distributor
Akum. oversupply
distributor
Persediaan distributor
belum siap kirim
Buying price APP
Seroja
Pendapatan
pengecer
Pendapatan
penjualan grosir
Surabaya
Supply distributor
untuk grosir Surabaya
Lost sales APP
selling price
distributor untuk retail
Oversupply
distributor
Supply distributor
ke grosir
Selling price distributor
untuk grosir
Penawaran harga
lelang dari distributor
Profit margin
distributor untuk grosir
Pendapatan
penjualan distributor
Lost sales distributor
terhadap retail
Akum. lost
sales
distributor
Pendapatan
distributor
Buying price distributor
dari kelompok tani
Lost sales distributor
terhadap grosir
Buying Price
Distributor
Demand riil distributor
ke perkebunan
Lost sales distributor
Buying price distributor
dari lelang perkebunan
Harga lelang
minimum
Supply dari perkebunan
ke distributor
Demand riil distributor dan
APP Seroja ke kelompok
tani
Oversupply
Kel. tani
Oversupply
kelompk tani
Pendapatan penjualan
kelompok tani
Reject rate kel.
tani
Ketersediaan
kelompok tani
buying price
kelompok tani
Lost sales
kelompok tani
Pisang tak
terserap kel.tani
Selling price
perkebunan
Pendapatan kebun
Ketersediaan
kebun
Konstanta harga
perkebunan
Hasil panen
perkebunan siap kirim
Konstanta harga
petani
Lost sales kel.
Tani
Profit margin
petani
Selling price petani
Ketersediaan kel.
Tani
Pendapatan penjualan
perkebunan
Profit margin
kelompok tani
Ketersediaan
Perkebunan
Supply dari kelompok tani
ke distributor dan APP
Seroja
Selling price
kelompok tani
Pendapatan kel.
Tani
Lost sales
perkebunan
Lost sales kebun
Konstanta hasil
panen perkebunan
Reject rate
Profit margin
perkebunan
Biaya produksi per
kg kebun
Demand riil kelompok
tani ke petani
Akum. ketersediaan
petani
Ketersediaan
petani
Pendapatan petani
Konstanta hasil
panen petani
Oversupply Petani
Oversupply kebun
Oversupply
perkebunan
Lost sales petani
Hasil panen petani
Akum. lost sales
petani
Selling price petani
ke pasar lokal
Profit margin petani
ke pasar lokal
Hasil panen
perkebunan
Biaya produksi per
kg petani
Pisang tak
terserap petani
Supply dari petani ke
kelompok tani
Overupply
petani
Pendapatan
penjualan petani
Supply ke pasar
lokal
Reject rate hasil
panen
Pendapatan petani dari
penjualan ke pasar lokal
Gambar 2. Model Rantai Pasok Pisang Mas Kombinasi Lumajang dan Malang
185
Lost sales pengecer
Surabaya
Demand riil grosir ke
distributor
Demand riil pasar ke
distributor
ketersediaan distributor
Persediaan APP
Seroja
Lost sales
pengecer
Pendapatan
penjualan pengecer
Surabaya
Persediaan grosir
Surabaya
Lost sales APP
Seroja
Selling price change
pengecer
Demand riil grosir
Surabaya
Pendapatan grosir
Pendapatan APP
Demand elasticity
pengecer
Demand riil
pengecer Surabaya
Supply grosir Surabaya
ke pengecer Surabaya
Lost sales
grosir Surabaya Lost sales grosir
Buying price retail
Surabaya
Pendapatan penjualan
APP Seroja
Demand riil
pengecer
Oversupply
pengecer Surabaya
Oversupply
pengecer
Selling price trigger
pengecer
Reject rate retail
Surabaya
Ketersediaan APP
Seroja
Ketersediaan
grosir
Ketersediaan
pengecer
Surabaya
Ketersediaan
pengecer
Supply pengecer
Surabaya ke konsumen
Persediaan pengecer
Surabaya
Oversupply
retail Surabaya
Demand riil retail
Surabaya
Buying price retail
Surabaya 0 0
Pendapatan
penjualan retail
Surabaya
Pisnag tak terserap
perkebunan
Profit margin
pengecer Surabaya
Effect price demand
pengecer
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
dikurangi dengan permintaan retail PT Carrefour di
model rantai pasok. Jumlah permintaan pisang
yang tertampung di dummy retail yaitu berkisar
antara 9.430 kg hingga 9.500 kg per minggu untuk
memenuhi jumlah konsumsi pisang masyarakat
Surabaya. Data untuk input model dapat dilihat
pada Tabel 1 hingga Tabel 3.
Tabel 1. Hasil Panen dan Demand Rill Perkebunan
dan Petani
Variabel
Hasil panen
Demand riil
retail
Surabaya
Demand riil
pengecer
Surabaya
Hasil panen
petani
Demand riil
retail dummy
Jenis
Distribusi
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Input Distribusi (kg)
Distribusi
uniform
Nilai minimum: 1.200
Nilai maksimum: 1.500
Distribusi
uniform
Nilai minimum: 7.700
Nilai maksimum: 8.800
Nilai minimum: 9.430
Nilai maksimum: 9.500
Distribusi
uniform
Nilai minimum: 1.000
Nilai maksimum: 2.000
Nilai minimum: 2.800
Nilai maksimum: 3.500
Reject rate
perkebunan
Reject rate
distributor
Reject rate
retail
Reject rate
grosir
Reject rate
pengecer
Reject rate
petani
Reject rate
processing
Jenis
Distribusi
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Variabel
Profit margin petani
Profit margin kelompok tani
Profit margin APP Seroja
Profit margin Distribusi
retail
uniform
Profit margin
Distribusi
uniform
grosir
Input Simulasi
200%
20%
20%
Nilai minimum: 3%
Nilai maksimum: 5%
Profit margin
pengecer
Nilai minimum: 18%
Nilai maksimum: 22%
Distribusi
uniform
Nilai minimum: 18%
Nilai maksimum: 22%
Reject rate pada Tabel 2 merupakan variabel yang
bersifat keputusan, sehingga besarnya reject rate
berbeda-beda dan ditentukan oleh kebijakan pelaku
bisnis terkait. Data distribusi reject rate dari seluruh
rantai pasok pada Tabel 2 menunjukkan perbedaan
yang menandakan bahwa keputusan setiap pelaku
bisnis mematok reject rate memang murni keputusan sendiri. Tabel 3 menunjukkan biaya produksi
dari setiap produsen dan profit margin yang
ditentukan oleh setiap pelaku bisnis. Distribusi yang
digunakan yaitu uniform karena informasi yang
didaptkan dari narasumber terbatas pada nilai
maksimum dan minimum.
Tabel 2. Reject Rate Rantai Pasok
Variabel
Tabel 3. Biaya Produksi dan Profit Margin Rantai
Pasok (Sambungan)
Input Distribusi
Pengembangan Model
Nilai minimum: 0,8%
Nilai maksimum: 1,2%
Nilai minimum: 1%
Nilai maksimum: 3%
Nilai minimum: 2%
Nilai maksimum: 3%
Nilai minimum: 5%
Nilai maksimum: 7%
Nilai minimum: 5%
Nilai maksimum: 7%
Nilai minimum: 3%
Nilai maksimum: 5%
Nilai minimum: 1%
Nilai maksimum: 3%
Model rantai pasok pisang Mas ini telah digabungkan antara 2 produsen pisang Mas di Lumajang dan
Malang dan juga telah ditambahkan pelaku bisnis
baru dalam rantai pasok, yaitu APP Seroja sebagai
distributor. Alur pendistribusian rantai pasok ini
dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 3. Biaya Produksi dan Profit Margin Rantai
Pasok
Variabel
Biaya produksi per kg
Profit margin perkebunan
Profit margin distributor untuk
retail
Profit margin distributor untuk
grosir
Biaya produksi per kg petani
Profit margin petani ke pasar lokal
Input Simulasi
Rp 1.375,00
300%
100%
Gambar 3. Alur Distribusi Pisang Mas Kombinasi
Lumajang dan Malang
Model rantai pasok pisang Mas yang telah dibangun
berdasarkan causal loop yang telah dibuat, dapat
dilihat pada Gambar 2. Pelaku bisnis yang terlibat
di dalam rantai pasok pisang Mas memiliki perbedaan dibandingkan model rantai pasok pisang Mas
80%
Rp 1.250,00
50%
186
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
yang pernah digambarkan pada penelitian sebelumnya. Adanya APP Seroja dalam rantai pasok, menjadikan distributor PT SSN memiliki pesaing baru
dalam hal pendistribusian pisang Mas.
Perancangan model rantai pasok 1 ini menghubungkan APP Seroja selaku distributor ke retail langsung
di daerah Surabaya. Pembagian supply dari kelompok tani dibagi menjadi 2, yaitu ke APP Seroja dan
ke distributor PT SSN. Proporsi pembagian supply
pisang mas yaitu dilakukan sebanyak 2 truk yang
masing-masing berbobot 4,4 ton untuk pengiriman
pisang Mas ke PT SSN dan APP Seroja setiap
minggunya.
Perancangan model rantai pasok pisang Mas ini
juga menggunakan mekanisme perubahan harga
terhadap permintaan, sehingga dapat mengetahui
seberapa besar perubahan kinerja rantai pasok jika
harga jual dan demand berubah. Model ini menggunakan dummy retail untuk menampung jumlah
permintaan pisang Mas Surabaya.
Lost sales yang dihasilkan setiap pelaku bisnis dapat
dilihat pada Gambar 5. PT SSN dan petani adalah
pelaku bisnis yang memiliki kerugian terbesar
akibat tidak dapat memenuhi semua permintaan
yang ada. Petani dan PT SSN memiliki jumlah
pasokan yang lebih kecil dari permintaan yang
diterima, sehingga mengalami kerugian. Solusi
untuk kedua pelaku bisnis ini yaitu menambah
jumlah pasokan yang berasal dari pelaku bisnis
sebelumnya.
Gambar 5. Lost Sales Rantai Pasok Pisang Mas
Hasil Simulasi
Hasil dari simulasi dijabarkan sesuai dengan parameter pengukuran kinerja yang terdiri dari pendapatan, lost sales, oversupply, dan ketersediaan.
Keuntungan terbesar pada pendapatan penjualan
yang dihasilkan dari perancangan model ini
didapatkan oleh distributor PT SSN yang diikuti
oleh petani dengan keuntungan terbesar kedua yang
dihasilkan. Keuntungan besar yang dihasilkan oleh
distributor ini disebabkan oleh profit margin yang
ditetapkan lebih besar daripada profit margin yang
ditetapkan oleh APP Seroja. Profit margin yang
diterapkan oleh distributor yaitu sebesar 80% untuk
penjualan kepada grosir dan 100% kepada retail,
sementara APP Seroja mematok profit margin 20%.
Gambar 4 menunjukkan perbandingan pendapatan
yang diterima oleh setiap pelaku bisnis. Petani dan
PT SSN memiliki pendapatan yang lebih tinggi jika
dibandingkan semua pelaku bisnis yang terlibat.
Gambar 4. Pendapatan Penjualan Rantai Pasok
Pisang Mas
187
Gambar 6. Oversupply Rantai Pasok Pisang Mas
Kinerja rantai pasok pisang Mas jika dilihat dari sisi
oversupply, didapatkan bahwa grosir dan APP seroja
yang mengalami oversupply terbesar jika dibandingkan pelaku bisnis yan lain. Hal ini dikarenakan
kedua pelaku bisnis tersebut memiliki supply yang
besar dan juga reject rate yang tinggi. Reject rate
yang tinggi ini ada untuk mengakomodasi banyaknya pisang Mas yang rusak atau matang sebelum
waktunya sehingga tidak dapat dijual ke end
customer. Oversupply dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 7. Ketersediaan Rantai Pasok Pisang Mas
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
Parameter pengukuran yang terakhir dari simulasi
rantai pasok pisang Mas yang dijalankan yaitu
tingkat ketersediaan. Tingkat ketersediaan dapat
dilihat pada Gambar 7. Perkebunan memiliki ratarata ketersediaan pisang Mas yang terkecil, sebesar
48,8%. Ketersediaan yang berada di bawah 50% ini
terjadi karena pasokan di perkebunan lebih kecil
daripada permintaan yang diterimanya. Hal ini
menunjukkan bahwa pemenuhan perkebunan di
Malang terhadap pisang Mas masih kurang.
Tingkat ketersediaan pelaku bisnis lain dikatakan
cukup baik karena mendekati 100%.
silkan supply pisang yang terserap di tahap petani
dan kelompok tani. Tingkat serapan berubah menjadi tidak terserap di petani dan kelompok tani
ketika perubahan harga jual di retail dinaikkan
menjadi Rp 19.125,00 dan harga jual pengecer
menjadi Rp 17.250,00. Prosentase perubahan harga
di retail yaitu sebesar 12,42% dan 13,04% untuk
perubahan harga di pengecer guna mencapai perubahan kondisi serapan pisang. Perubahan harga ini
juga berdampak pada perubahan permintaan di
retail dan pengecer. Perubahan permintaan dapat
dilihat pada Tabel 3.
Dari keseluruhan kinerja rantai pasok pisang Mas,
dapat dilihat bahwa pelaku bisnis yang paling besar
keuntungannya yaitu distributor PT SSN, sedangkan pelaku bisnis yang paling sedikit menderita
kerugian akibat lost sales yaitu grosir. Oversupply
terkecil dari keseluruhan rantai pasok yaitu
perkebunan karena memiliki tingkat supply yang
rendah dan juga reject rate paling rendah jika
dibandingkan dengan reject rate pelaku bisnis lain.
Model rantai pasok pisang Mas yang dirancang ini,
didapatkan bahwa hanya perkebunan PTPN XII di
Malang saja yang memiliki rata-rata tingkat ketersediaan paling rendah dan berada di bawah 50%.
Solusi yang dapat diterapkan untuk perkebunan
yaitu mengurangi permintaan atau membatasi
permintaan hingga pasokan yang dimiliki bertambah, mengingat perkebunan PTPN XII baru 2 tahun
merintis usaha. Rekapitulasi kinerja rantai pasok
secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Perubahan Permintaan Sebelum dan
Sesudah Harga Dinaikkan
Tabel 4. Rekapitulasi Kinerja Rantai Pasok Pisang
Mas
Pelaku
Bisnis
3,000
3,000
Kg/Week
Kg/Week
4,000
2,000
2,000
1,000
1,000
0
0
0
0
4
8
12
16
Demand riil pengecer Surabaya : run1
Demand riil retail Surabaya : run1
20
24 28 32
Time (Week)
36
40
44
48
4
8
12
16
52
20
24 28 32
Time (Week)
36
40
44
48
52
Demand riil pengecer Surabaya : run1
Demand riil retail Surabaya : run1
Hal yang sebaliknya juga dilakukan terhadap perkebunan, di mana harga diubah untuk mengubah
status pisang menjadi tidak terserap dari kondisi
awalnya yang terserap. Hasil yang didapatkan
setelah merubah harga jual di retail sebesar Rp
90.000,00 dan pengecer sebesar Rp 80.000,00 per kg
tetap tidak mengubah kondisi pisang di perkebunan
akibat demand yang masih lebih tinggi dari supply
perkebunan. Upaya peningkatan harga tersebut
bertujuan untuk mengurangi demand, sehingga
dapat merubah tingkat serapan pisang di tahap
produsen.
Simpulan
Parameter Pengukuran
Pendapatan
Penjualan
(Rp)
3.353.630.000
Lost Sales
(Rp)
Oversupply
(Rp)
942.442.000
123.916.000
Ketersediaan
(%)
0,779381
902.948.000
286.096.000
23.770.100
0,75939
321.584.000
337.524.000
2.905.760
0,487908
746.461.000
14.326.500
322.750.000
0,981169
4.695.760.000
1.067.880.000
119.747.000
1
137.838.000
9.352.990
364.886.000
0,936457
152.602.000
21.864.200
10.778.000
0,87468
Retail
973.139.000
20.590.800
20.590.800
0,979279
Supply
Chain
11.283.962.00
0
2.700.076.490
989.343.660
0,849783
Petani
Kelompok
Tani
Perkebunan
APP Seroja
Dist. PT SSN
Grosir
Pengecer
Selected Variables
Selected Variables
4,000
Model yang dirancang pada penelitian ini merupakan penggabungan jalur rantai pasok pisang Mas di
Lumajang dan Malang serta penambahan APP
Seroja sebagai distributor. Parameter pengukuran
kinerja rantai pasok yaitu pendapatan penjualan,
lost sales, oversupply, dan ketersediaan. Pengukuran
terhadap tingkat serapan pisang juga ditambahkan
dalam simulasi, namun hanya ada di tahap produsen pisang untuk mengetahui tingkat serapan
pisang setelah proses pemanenan.
Pengujian Sensitivitas
Model rantai pasok ini memiliki tingkat harga jual
awal di retail yaitu sebesar Rp 16.750,00 dan harga
jual di tingkat pengecer yaitu sebesar Rp 15.000,00.
Konfigurasi harga sedemikian rupa telah mengha-
188
Pisang Mas pada petani, kelompok tani, dan
perkebunan terserap seluruhnya oleh pasar. Hasil
pengujian sensitivitas perubahan harga jual terhadap permintaan yaitu permintaan akan berubah
seiring peningkatan atau penurunan harga jual. Peningkatan permintaan dipicu oleh penurunan harga
jual dan sebaliknya. Kebijakan pemilihan model
yang paling optimal ditentukan oleh kepentingan
dari setiap pelaku bisnis. Hal ini dikarenakan hasil
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
rantai pasok keseluruhan merupakan akumulasi
dari pengukuran kinerja dalam model tersebut.
Daftar Pustaka
3.
4.
1.
McNickle, Donald C. & Daellenbach, Hans G.
2005. Management Science: Decision Making
Through System Thinking. New York: Palgrave
Macmillan.
2. Ray,
Rajesh.
2010.
Supply
Chain
Management for Retailing. New Delhi: Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited.
189
5.
Sanada, Wilson, Widyadana, Gede Agus, &
Palit, Herry Christian. Pengembangan Model
Rantai Pasok Pisang Mas di Jawa Timur.
Jurnal Titra Vol. 2, No. 1 (Januari 2014): 17-24.
Setiawan, Thea Callista, Tjondrokusumo, Garry,
Suseno, Valencia, Christnawan, Dandy Lonata,
Purnomo, Monica, Budiman, Fenny Suryanita.
2013 Rantai Pasok Buah Pepaya di Jawa
Timur. Unpublished research, Universitas
Kristen Petra, Surabaya.
Survey Sosial Ekonomi dan Nasional. 2010.
Tingkat Konsumsi Pisang di Jawa Timur.
Retrieved June 27, 2014 From Badan Pusat
Statistik Jawa Timur.
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
190
Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas
di Lumajang dan Malang
Gerry Anggian Gunawan1, I Gede Agus Widyadana2, Herry Christian Palit3
Abstract: Pisang Mas (Musa acuminata colla) is one of important commodities in East Java.
Previous study showed that there are two different supply chain models at Lumajang and at
Malang. In these paper, we combine different supply chain models and considers the effect of
price on customer demand. This model is simulated using Vensim PLE software. The result
shows that demand is affected by price change. This model is sensitive to price with percentage
of 12,4% in retail and 13,04% in traditional market.
Keywords: Supply chain management, dynamic system, simulation, Musa Acuminata cola,
Vensim PLE
Pendahuluan
Aliran suatu produk mulai produsen hingga konsumen pada saat ini dituntut untuk lebih cepat
dalam pendistribusian, memiliki kualitas produk
lebih baik, serta mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hal ini akan berjalan dengan baik
apabila didukung dengan pendistribusian barang
yang baik melalui struktur rantai pasok yang baik
pula. Perancangan jaringan rantai pasok dapat
dilakukan untuk semua komoditas, termasuk buah
pisang Mas (Musa acuminata colla).
Pisang Mas termasuk ke dalam komoditas fresh
fruits and vegetables atau buah segar merupkan
produk yang menuntut kesegaran hingga ke tangan
end customer. Menurut Setiawan, dkk [4], rantai
pasok buah segar perlu ditangani secara khusus
dalam pendistribusiannya karena termasuk ke
dalam fresh product yang rentan terjadi kerusakan.
Ray [2] menyatakan bahwa pendistribusian produk
buah segar atau sayuran memiliki resiko kerusakan
yang dampaknya akan ditanggung oleh pihak
retailer atau tahap akhir dalam jaringan rantai
pasok. Produk yang berupa fresh product berpeluang
mengalami penurunan kualitas dalam setiap tahap
dalam jaringan rantai pasok
Jalur rantai pasok pisang Mas di Jawa Timur
terbagi menjadi 2 jalur, yaitu berasal dari Lumajang
dan Malang (Sanada, dkk [3]). Jalur rantai pasok
pisang Mas yang pertama yaitu dimulai dari petani
dan jalur rantai pasok berikutnya yaitu berasal dari
perkebunan besar.
Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri,
Universitas Kristen Petra. Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya
60236. E-mail: gerryanggian@gmail.com, gedeaw@gmail.com,
herry@peter.petra.ac.id
1,2,3
183
Pisang Mas yang diproduksi oleh petani berlokasi di
Lumajang, sedangkan perkebunan besar yang
dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XII
berlokasi di Malang, Jawa Timur. Hasil dari
penelitian tersebut yaitu kedua model rantai pasok
memberikan dampak yang berbeda terhadap setiap
pelaku bisnis di masing-masing jalur rantai pasok.
Perbandingan untuk kedua model rantai pasok
pisang Mas di Jawa Timur dapat dilihat dari
performance yang dihasilkan, yang meliputi
pendapatan penjualan, lost sales, oversupply dan
prosentase ketersediaan produk.
Hasil penelitian Sanada, dkk [3] mengenai model
rantai pasok pisang Mas sebelumnya, menyatakan
bahwa petani di Lumajang lebih baik dalam hal
pendapatan penjualan, lost sales dan tingkat
ketersediaan. Hasil produksi perkebunan besar di
Malang tidak sebaik rantai pasok petani Lumajang
karena pasokan yang dimiliki perkebunan lebih
rendah dari pasokan pisang Mas dari Lumajang.
Penelitian tersebut juga diasumsikan bahwa harga
beli end customer/masyarakat independen terhadap
jumlah permintaan terhadap pisang Mas, yang
artinya harga beli berapapun jumlahnya tidak akan
mempengaruhi jumlah permintaan.
Penelitian ini akan menggabungkan dua model
rantai pasok pisang Mas sebelumya menjadi satu
model baru. Model rantai pasok gabungan pisang
Mas yang akan dibuat juga memperhitungkan
variabel harga beli masyarakat terhadap kuantitas
permintaan pisang Mas. Simulasi rantai pasok pada
penelitian ini menggunakan software Vensim PLE
yang merupakan simulator untuk sistem dinamis.
Model rantai pasok yang dihasilkan pada penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja
setiap pelaku bisnis maupun secara kaseluruhan.
Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
bagaimana sensitivitas harga jual terhadap jumlah
permintaan pisang Mas. Penggambaran model
rantai pasok ini terbatas pada wilayah Lumajang,
Malang, dan Surabaya.
pisang mas dari perkebunan besar sehingga terbentuk 1 jaringan rantai pasok yang saling terkait.
Metode Penelitian
Bab hasil dan pembahasan berisi analisa model
rantai pasok yang dibangun beserta output yang
dihasilkan dari simulasi sistem dinamis. Berikut
merupakan perancangan model rantai pasok pisang
Mas di Lumajang dan Malang.
Pembahasan mengenai langkah-langkah dalam
penyelesaian permasalahan serta metode apa saja
yang digunakan pada penelitian ini dijabarkan
dalam bab metode penelitian. Pengembagan model
rantai pasok pisang Mas ini diawali dengan
mempelajari model dan causal loop yang telah ada
sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan causal loop baru untuk mempermudah
pembuatan model rantai pasok pisang Mas.
Penelitian dilanjutkan dengan membangun model
rantai pasok berdasarkan causal loop yang telah
dirancang sebelumnya. Causal loop ini merupakan
pengembangan dari studi yang dilakukan sebelumnya mengenai pisang Mas. Langkah yang terakhir
setelah menyusun model rantai pasok yaitu menganalisa hasil simulasi dan menarik kesimpulan.
Sistem Dinamis dan Causal Loop
Menurut Daellenbach & McNickle [1], sistem
dinamis merupakan kondisi di mana perilaku dari
sistem berubah-ubah secara kontinu/berkelanjutan
dalam suatu waktu tertentu. Penggambaran sistem
dinamis melalui bentuk diagram dapat dilakukan
dengan menggunakan causal loop diagram untuk
mengetahui perilaku dari suatu sistem yang
kompleks. Causal loop diagram menggambarkan
hubungan sebab akibat dari beberapa aspek, entiti,
maupun variabel. Hubungan yang terjadi antar 2
entiti semisal A dan B saling berpengaruh dan
merubah nilai dari salah satu entiti, maka diberi
penghubung anak panah.
Sistem dinamis dapat diselesaikan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif
(Setiawan, [4]). Pendekatan kualitatif dilakukan
dengan menggunakan causal loop diagram dan
pendekatan kuantitatif dilakukan melalui simulasi
dengan bantuan komputer. Simulasi dalam riset
operasi digunakan untuk mengeksplor perilaku
dinamis dari operasi yang kompleks (Daellenbach &
McNickle [1]).
Penyusunan Model dengan VENSIM PLE
Aktivitas yang dilakukan setelah memahami model
dan causal loop pada tahap sebelumnya yaitu
pembuatan model rantai pasok pisang Mas
gabungan dari jalur petani dan perkebunan besar.
Jalur rantai pasok pisang mas yang berasal dari
petani akan digabungkan dengan jalur rantai pasok
184
Hasil dan Pembahasan
Causal Loop Rantai Pasok Pisang Mas
Causal loop diagram ditandai dengan adanya tanda
“+” dan “–“ untuk 2 variabel yang saling terhubung.
Tanda “+” menggambarkan hubungan yang berdampak positif jika salah satu variabel ditingkatkan
nilainya dan sebaliknya akan berdampak negatif
jika salah satu variabel ditingkatkan nilainya.
Causal loop model rantai pasok pisang Mas
Lumajang dan Malang dapat dilihat pada Gambar
1.
Pelaku bisnis yang terlibat dalam di dalam rantai
pasok secara keseluruhan meliputi petani di
Lumajang dan perkebunan di Malang, distributor,
pasar yang terdiri dari retail, grosir buah, serta
pedagang buah eceran. Perusahaan yang berperan
sebagai distributor yaitu PT Sewu Segar Nusantara
atau dikenal dengan PT SSN. Pemilihan Retail yang
dipilih sebagai tempat untuk memasarkan pisang
Mas kepada end customer yaitu PT Carrefour.
Adanya mekanisme effecot of price and demand
pada penelitian ini membutuhkan lebih dari 1 retail
di samping PT Carrefour sebagai pembanding harga
jual pisang Mas kepada end customer. Pasar selain
retail yang dijadikan sebagai penjual pisang ke end
customer yaitu grosir buah (toko buah) dan pengecer
(pedagang buah di pasar tradisional). Performansi
atau kinerja yang diukur dari rantai pasok,
dimodelkan dengan variabel respon yang meliputi
pendapatan penjualan, lost sales, oversupply serta
ketersediaan terhadap pada setiap pelaku bisnis.
Input Data
Data yang digunakan dalam model mengacu pada
studi pisang Mas sebelumnya dan juga hasil
wawancara serta data sekunder yang berasal dari
SUSENAS (Survey Sosial dan Ekonomi Nasional).
Jumlah permintaan konsumen Surabaya terhadap
buah pisang untuk setiap minggu yaitu sebesar
12.230 kg hingga 13.000 kg (SUSENAS, [5]).
Permintaan masyarakat Surabaya terhadap pisang
ini akan ditampung ke dalam dummy retail setelah
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
retail, grosir &
pengecer
demand riil pasar
reject rate pasar
tingkat persediaan
pasar
ketersediaan
pasar
+
+
+
+
supply pasar ke
konsumen
+
-
-
lost sales pasar
oversupply pasar
+
supply ke pasar
+
+
+
+
selling price pasar
+
+
+
pendapatan
penjualan pasar
-
profit margin pasar
demand riil pasar ke
distributor +
ukuran order minimum
pasar ke pemasok
buying price pasar
+
Distributor (PT SSN)
+
ketersediaan
distributor
+
-
+
supply dari distributor yang
dapat dipenuhi untuk pasar
+
lost sales
distributor
tingkat persediaan +
siap kirim
tingkat persediaan
belum siap kirim
-
+
+
tingkat oversupply
distributor
reject rate
distributor
+
selling price +
+
distributor
demand riil distributor
ke perkebunan
profit margin
distributor
+
+
Demand riil distributor
ke kelompok tani
+
Pendapatan
penjualan distributor
-
+
Petani dan kelompok
tani,
supply ke
distributor
Buying price
distributor
+
+
+
Demand riil pedagang
pengumpul ke kelompok
tani
Perkebunan besar
+
+
+
+
pendapatan
penjualan
perkebunan
profit margin
petani
-
+
-
+
selling price petani
+
Supply ke
kelompok tani+
biaya produksi
pisang per kg
pendapatan petani
dari pasar lokal
+
+
Ketersediaan
petani +
kapasitas produksi
perkebunan
Profit margin
kelompok tani
+
+
pendapatan
penjualan petani
+
+
+
lost sales petani
hasil panen
perkebunan
Oversupply +
perkebunan
Selling price
kelompok tani
+
+
Buying price
kelompok tani
+
lost sales
kelompok tani
+ Demand riil kelompok
tani ke petani
-
-
Selling price
+ perkebunan
Biaya produksi
per kg
+
Ketersediaan
kelompok tani
pendapatan penjualan +
ke kelompok tani
+
+
+
-
Reject rate
perkebunan
Ketersediaan
perkebunan
Profit margin
perkebunan
supply ke distributor
dari kel. tani
+
- +
+
Lost sales
perkebunan
+
hasil panen
supply ke pasar
+
lokal
-
reject rate petani
Gambar 1. Causal Loop Rantai Pasok Pisang Mas Lumajang dan Malang
Selling price
trigger 0 0
Demand
elasticity 0 0
Selling price
change 0 0
Pisang tak
terserap retail
Effect demand
price 0 0
Demand riil retail
00
Supply retail Surabaya
ke konsumen 0 0
Ketersediaan Retail
Surabaya 0 0
pendapatan retail
00
Selling price trigger
Pendapatan
penjualan retail
Surabaya 0 0
Demand elasticity
Selling price
change
Lost sales retail
lost sales retail 0 0 Surabaya 0 0
ketersediaan
retail 0 0
Effect demand
price
Demand riil retail
Selling price retail
Surabaya 0 0
Oversupply
retail Surabaya
00
Oversupply retail
00
Demand riil retail
Surabaya 0 0
Supply retail Surabaya
ke konsumen
Profit margin retail
Surabaya 0 0
pendapatan retail
Persediaan retail
Surabaya 0 0
Reject rate retail
Surabaya 0 0
Ketersediaan Retail
Surabaya
Supply distributor untuk
retail Surabaya 0 0
lost sales retail
ketersediaan retail
Reject rate pengecer
Surabaya
Lost sales retail
Surabaya
Selling price retail
Surabaya
Ketersediaan
grosir Surabaya
Oversupply retail
Demand riil retail ke
APP Seroja
Profit margin retail
Surabaya
Reject rate
processing
Persediaan retail
Surabaya
Supply dari APP
Seroja ke retail
Supply distributor
untuk retail Surabaya
Ukuran order minimum
pasar Surabaya
Demand riil retail ke
distributor
Ketersediaan APP
Akumulasi ketersediaan
distributor
Reject rate grosir
Surabaya
Supply dari distributor
yang dipenuhi
Selling price APP
Seroja
Profit margin APP
Seroja
Oversupply APP
Seroja
Persediaan
distributor siap kirim
Oversupply APP
Selling price
pengecer Surabaya
Buying price
pengecer Surabaya
Selling price grosir
Surabaya
Supply distributor
ke retail
Profit margin grosir
Surabaya
Oversupply grosir
Buying price grosir
Surabaya
Oversupply grosir
Surabaya
Profit margin
distributor untuk retail
Reject rate
distributor
Akum. oversupply
distributor
Persediaan distributor
belum siap kirim
Buying price APP
Seroja
Pendapatan
pengecer
Pendapatan
penjualan grosir
Surabaya
Supply distributor
untuk grosir Surabaya
Lost sales APP
selling price
distributor untuk retail
Oversupply
distributor
Supply distributor
ke grosir
Selling price distributor
untuk grosir
Penawaran harga
lelang dari distributor
Profit margin
distributor untuk grosir
Pendapatan
penjualan distributor
Lost sales distributor
terhadap retail
Akum. lost
sales
distributor
Pendapatan
distributor
Buying price distributor
dari kelompok tani
Lost sales distributor
terhadap grosir
Buying Price
Distributor
Demand riil distributor
ke perkebunan
Lost sales distributor
Buying price distributor
dari lelang perkebunan
Harga lelang
minimum
Supply dari perkebunan
ke distributor
Demand riil distributor dan
APP Seroja ke kelompok
tani
Oversupply
Kel. tani
Oversupply
kelompk tani
Pendapatan penjualan
kelompok tani
Reject rate kel.
tani
Ketersediaan
kelompok tani
buying price
kelompok tani
Lost sales
kelompok tani
Pisang tak
terserap kel.tani
Selling price
perkebunan
Pendapatan kebun
Ketersediaan
kebun
Konstanta harga
perkebunan
Hasil panen
perkebunan siap kirim
Konstanta harga
petani
Lost sales kel.
Tani
Profit margin
petani
Selling price petani
Ketersediaan kel.
Tani
Pendapatan penjualan
perkebunan
Profit margin
kelompok tani
Ketersediaan
Perkebunan
Supply dari kelompok tani
ke distributor dan APP
Seroja
Selling price
kelompok tani
Pendapatan kel.
Tani
Lost sales
perkebunan
Lost sales kebun
Konstanta hasil
panen perkebunan
Reject rate
Profit margin
perkebunan
Biaya produksi per
kg kebun
Demand riil kelompok
tani ke petani
Akum. ketersediaan
petani
Ketersediaan
petani
Pendapatan petani
Konstanta hasil
panen petani
Oversupply Petani
Oversupply kebun
Oversupply
perkebunan
Lost sales petani
Hasil panen petani
Akum. lost sales
petani
Selling price petani
ke pasar lokal
Profit margin petani
ke pasar lokal
Hasil panen
perkebunan
Biaya produksi per
kg petani
Pisang tak
terserap petani
Supply dari petani ke
kelompok tani
Overupply
petani
Pendapatan
penjualan petani
Supply ke pasar
lokal
Reject rate hasil
panen
Pendapatan petani dari
penjualan ke pasar lokal
Gambar 2. Model Rantai Pasok Pisang Mas Kombinasi Lumajang dan Malang
185
Lost sales pengecer
Surabaya
Demand riil grosir ke
distributor
Demand riil pasar ke
distributor
ketersediaan distributor
Persediaan APP
Seroja
Lost sales
pengecer
Pendapatan
penjualan pengecer
Surabaya
Persediaan grosir
Surabaya
Lost sales APP
Seroja
Selling price change
pengecer
Demand riil grosir
Surabaya
Pendapatan grosir
Pendapatan APP
Demand elasticity
pengecer
Demand riil
pengecer Surabaya
Supply grosir Surabaya
ke pengecer Surabaya
Lost sales
grosir Surabaya Lost sales grosir
Buying price retail
Surabaya
Pendapatan penjualan
APP Seroja
Demand riil
pengecer
Oversupply
pengecer Surabaya
Oversupply
pengecer
Selling price trigger
pengecer
Reject rate retail
Surabaya
Ketersediaan APP
Seroja
Ketersediaan
grosir
Ketersediaan
pengecer
Surabaya
Ketersediaan
pengecer
Supply pengecer
Surabaya ke konsumen
Persediaan pengecer
Surabaya
Oversupply
retail Surabaya
Demand riil retail
Surabaya
Buying price retail
Surabaya 0 0
Pendapatan
penjualan retail
Surabaya
Pisnag tak terserap
perkebunan
Profit margin
pengecer Surabaya
Effect price demand
pengecer
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
dikurangi dengan permintaan retail PT Carrefour di
model rantai pasok. Jumlah permintaan pisang
yang tertampung di dummy retail yaitu berkisar
antara 9.430 kg hingga 9.500 kg per minggu untuk
memenuhi jumlah konsumsi pisang masyarakat
Surabaya. Data untuk input model dapat dilihat
pada Tabel 1 hingga Tabel 3.
Tabel 1. Hasil Panen dan Demand Rill Perkebunan
dan Petani
Variabel
Hasil panen
Demand riil
retail
Surabaya
Demand riil
pengecer
Surabaya
Hasil panen
petani
Demand riil
retail dummy
Jenis
Distribusi
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Input Distribusi (kg)
Distribusi
uniform
Nilai minimum: 1.200
Nilai maksimum: 1.500
Distribusi
uniform
Nilai minimum: 7.700
Nilai maksimum: 8.800
Nilai minimum: 9.430
Nilai maksimum: 9.500
Distribusi
uniform
Nilai minimum: 1.000
Nilai maksimum: 2.000
Nilai minimum: 2.800
Nilai maksimum: 3.500
Reject rate
perkebunan
Reject rate
distributor
Reject rate
retail
Reject rate
grosir
Reject rate
pengecer
Reject rate
petani
Reject rate
processing
Jenis
Distribusi
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Distribusi
uniform
Variabel
Profit margin petani
Profit margin kelompok tani
Profit margin APP Seroja
Profit margin Distribusi
retail
uniform
Profit margin
Distribusi
uniform
grosir
Input Simulasi
200%
20%
20%
Nilai minimum: 3%
Nilai maksimum: 5%
Profit margin
pengecer
Nilai minimum: 18%
Nilai maksimum: 22%
Distribusi
uniform
Nilai minimum: 18%
Nilai maksimum: 22%
Reject rate pada Tabel 2 merupakan variabel yang
bersifat keputusan, sehingga besarnya reject rate
berbeda-beda dan ditentukan oleh kebijakan pelaku
bisnis terkait. Data distribusi reject rate dari seluruh
rantai pasok pada Tabel 2 menunjukkan perbedaan
yang menandakan bahwa keputusan setiap pelaku
bisnis mematok reject rate memang murni keputusan sendiri. Tabel 3 menunjukkan biaya produksi
dari setiap produsen dan profit margin yang
ditentukan oleh setiap pelaku bisnis. Distribusi yang
digunakan yaitu uniform karena informasi yang
didaptkan dari narasumber terbatas pada nilai
maksimum dan minimum.
Tabel 2. Reject Rate Rantai Pasok
Variabel
Tabel 3. Biaya Produksi dan Profit Margin Rantai
Pasok (Sambungan)
Input Distribusi
Pengembangan Model
Nilai minimum: 0,8%
Nilai maksimum: 1,2%
Nilai minimum: 1%
Nilai maksimum: 3%
Nilai minimum: 2%
Nilai maksimum: 3%
Nilai minimum: 5%
Nilai maksimum: 7%
Nilai minimum: 5%
Nilai maksimum: 7%
Nilai minimum: 3%
Nilai maksimum: 5%
Nilai minimum: 1%
Nilai maksimum: 3%
Model rantai pasok pisang Mas ini telah digabungkan antara 2 produsen pisang Mas di Lumajang dan
Malang dan juga telah ditambahkan pelaku bisnis
baru dalam rantai pasok, yaitu APP Seroja sebagai
distributor. Alur pendistribusian rantai pasok ini
dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 3. Biaya Produksi dan Profit Margin Rantai
Pasok
Variabel
Biaya produksi per kg
Profit margin perkebunan
Profit margin distributor untuk
retail
Profit margin distributor untuk
grosir
Biaya produksi per kg petani
Profit margin petani ke pasar lokal
Input Simulasi
Rp 1.375,00
300%
100%
Gambar 3. Alur Distribusi Pisang Mas Kombinasi
Lumajang dan Malang
Model rantai pasok pisang Mas yang telah dibangun
berdasarkan causal loop yang telah dibuat, dapat
dilihat pada Gambar 2. Pelaku bisnis yang terlibat
di dalam rantai pasok pisang Mas memiliki perbedaan dibandingkan model rantai pasok pisang Mas
80%
Rp 1.250,00
50%
186
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
yang pernah digambarkan pada penelitian sebelumnya. Adanya APP Seroja dalam rantai pasok, menjadikan distributor PT SSN memiliki pesaing baru
dalam hal pendistribusian pisang Mas.
Perancangan model rantai pasok 1 ini menghubungkan APP Seroja selaku distributor ke retail langsung
di daerah Surabaya. Pembagian supply dari kelompok tani dibagi menjadi 2, yaitu ke APP Seroja dan
ke distributor PT SSN. Proporsi pembagian supply
pisang mas yaitu dilakukan sebanyak 2 truk yang
masing-masing berbobot 4,4 ton untuk pengiriman
pisang Mas ke PT SSN dan APP Seroja setiap
minggunya.
Perancangan model rantai pasok pisang Mas ini
juga menggunakan mekanisme perubahan harga
terhadap permintaan, sehingga dapat mengetahui
seberapa besar perubahan kinerja rantai pasok jika
harga jual dan demand berubah. Model ini menggunakan dummy retail untuk menampung jumlah
permintaan pisang Mas Surabaya.
Lost sales yang dihasilkan setiap pelaku bisnis dapat
dilihat pada Gambar 5. PT SSN dan petani adalah
pelaku bisnis yang memiliki kerugian terbesar
akibat tidak dapat memenuhi semua permintaan
yang ada. Petani dan PT SSN memiliki jumlah
pasokan yang lebih kecil dari permintaan yang
diterima, sehingga mengalami kerugian. Solusi
untuk kedua pelaku bisnis ini yaitu menambah
jumlah pasokan yang berasal dari pelaku bisnis
sebelumnya.
Gambar 5. Lost Sales Rantai Pasok Pisang Mas
Hasil Simulasi
Hasil dari simulasi dijabarkan sesuai dengan parameter pengukuran kinerja yang terdiri dari pendapatan, lost sales, oversupply, dan ketersediaan.
Keuntungan terbesar pada pendapatan penjualan
yang dihasilkan dari perancangan model ini
didapatkan oleh distributor PT SSN yang diikuti
oleh petani dengan keuntungan terbesar kedua yang
dihasilkan. Keuntungan besar yang dihasilkan oleh
distributor ini disebabkan oleh profit margin yang
ditetapkan lebih besar daripada profit margin yang
ditetapkan oleh APP Seroja. Profit margin yang
diterapkan oleh distributor yaitu sebesar 80% untuk
penjualan kepada grosir dan 100% kepada retail,
sementara APP Seroja mematok profit margin 20%.
Gambar 4 menunjukkan perbandingan pendapatan
yang diterima oleh setiap pelaku bisnis. Petani dan
PT SSN memiliki pendapatan yang lebih tinggi jika
dibandingkan semua pelaku bisnis yang terlibat.
Gambar 4. Pendapatan Penjualan Rantai Pasok
Pisang Mas
187
Gambar 6. Oversupply Rantai Pasok Pisang Mas
Kinerja rantai pasok pisang Mas jika dilihat dari sisi
oversupply, didapatkan bahwa grosir dan APP seroja
yang mengalami oversupply terbesar jika dibandingkan pelaku bisnis yan lain. Hal ini dikarenakan
kedua pelaku bisnis tersebut memiliki supply yang
besar dan juga reject rate yang tinggi. Reject rate
yang tinggi ini ada untuk mengakomodasi banyaknya pisang Mas yang rusak atau matang sebelum
waktunya sehingga tidak dapat dijual ke end
customer. Oversupply dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 7. Ketersediaan Rantai Pasok Pisang Mas
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
Parameter pengukuran yang terakhir dari simulasi
rantai pasok pisang Mas yang dijalankan yaitu
tingkat ketersediaan. Tingkat ketersediaan dapat
dilihat pada Gambar 7. Perkebunan memiliki ratarata ketersediaan pisang Mas yang terkecil, sebesar
48,8%. Ketersediaan yang berada di bawah 50% ini
terjadi karena pasokan di perkebunan lebih kecil
daripada permintaan yang diterimanya. Hal ini
menunjukkan bahwa pemenuhan perkebunan di
Malang terhadap pisang Mas masih kurang.
Tingkat ketersediaan pelaku bisnis lain dikatakan
cukup baik karena mendekati 100%.
silkan supply pisang yang terserap di tahap petani
dan kelompok tani. Tingkat serapan berubah menjadi tidak terserap di petani dan kelompok tani
ketika perubahan harga jual di retail dinaikkan
menjadi Rp 19.125,00 dan harga jual pengecer
menjadi Rp 17.250,00. Prosentase perubahan harga
di retail yaitu sebesar 12,42% dan 13,04% untuk
perubahan harga di pengecer guna mencapai perubahan kondisi serapan pisang. Perubahan harga ini
juga berdampak pada perubahan permintaan di
retail dan pengecer. Perubahan permintaan dapat
dilihat pada Tabel 3.
Dari keseluruhan kinerja rantai pasok pisang Mas,
dapat dilihat bahwa pelaku bisnis yang paling besar
keuntungannya yaitu distributor PT SSN, sedangkan pelaku bisnis yang paling sedikit menderita
kerugian akibat lost sales yaitu grosir. Oversupply
terkecil dari keseluruhan rantai pasok yaitu
perkebunan karena memiliki tingkat supply yang
rendah dan juga reject rate paling rendah jika
dibandingkan dengan reject rate pelaku bisnis lain.
Model rantai pasok pisang Mas yang dirancang ini,
didapatkan bahwa hanya perkebunan PTPN XII di
Malang saja yang memiliki rata-rata tingkat ketersediaan paling rendah dan berada di bawah 50%.
Solusi yang dapat diterapkan untuk perkebunan
yaitu mengurangi permintaan atau membatasi
permintaan hingga pasokan yang dimiliki bertambah, mengingat perkebunan PTPN XII baru 2 tahun
merintis usaha. Rekapitulasi kinerja rantai pasok
secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Perubahan Permintaan Sebelum dan
Sesudah Harga Dinaikkan
Tabel 4. Rekapitulasi Kinerja Rantai Pasok Pisang
Mas
Pelaku
Bisnis
3,000
3,000
Kg/Week
Kg/Week
4,000
2,000
2,000
1,000
1,000
0
0
0
0
4
8
12
16
Demand riil pengecer Surabaya : run1
Demand riil retail Surabaya : run1
20
24 28 32
Time (Week)
36
40
44
48
4
8
12
16
52
20
24 28 32
Time (Week)
36
40
44
48
52
Demand riil pengecer Surabaya : run1
Demand riil retail Surabaya : run1
Hal yang sebaliknya juga dilakukan terhadap perkebunan, di mana harga diubah untuk mengubah
status pisang menjadi tidak terserap dari kondisi
awalnya yang terserap. Hasil yang didapatkan
setelah merubah harga jual di retail sebesar Rp
90.000,00 dan pengecer sebesar Rp 80.000,00 per kg
tetap tidak mengubah kondisi pisang di perkebunan
akibat demand yang masih lebih tinggi dari supply
perkebunan. Upaya peningkatan harga tersebut
bertujuan untuk mengurangi demand, sehingga
dapat merubah tingkat serapan pisang di tahap
produsen.
Simpulan
Parameter Pengukuran
Pendapatan
Penjualan
(Rp)
3.353.630.000
Lost Sales
(Rp)
Oversupply
(Rp)
942.442.000
123.916.000
Ketersediaan
(%)
0,779381
902.948.000
286.096.000
23.770.100
0,75939
321.584.000
337.524.000
2.905.760
0,487908
746.461.000
14.326.500
322.750.000
0,981169
4.695.760.000
1.067.880.000
119.747.000
1
137.838.000
9.352.990
364.886.000
0,936457
152.602.000
21.864.200
10.778.000
0,87468
Retail
973.139.000
20.590.800
20.590.800
0,979279
Supply
Chain
11.283.962.00
0
2.700.076.490
989.343.660
0,849783
Petani
Kelompok
Tani
Perkebunan
APP Seroja
Dist. PT SSN
Grosir
Pengecer
Selected Variables
Selected Variables
4,000
Model yang dirancang pada penelitian ini merupakan penggabungan jalur rantai pasok pisang Mas di
Lumajang dan Malang serta penambahan APP
Seroja sebagai distributor. Parameter pengukuran
kinerja rantai pasok yaitu pendapatan penjualan,
lost sales, oversupply, dan ketersediaan. Pengukuran
terhadap tingkat serapan pisang juga ditambahkan
dalam simulasi, namun hanya ada di tahap produsen pisang untuk mengetahui tingkat serapan
pisang setelah proses pemanenan.
Pengujian Sensitivitas
Model rantai pasok ini memiliki tingkat harga jual
awal di retail yaitu sebesar Rp 16.750,00 dan harga
jual di tingkat pengecer yaitu sebesar Rp 15.000,00.
Konfigurasi harga sedemikian rupa telah mengha-
188
Pisang Mas pada petani, kelompok tani, dan
perkebunan terserap seluruhnya oleh pasar. Hasil
pengujian sensitivitas perubahan harga jual terhadap permintaan yaitu permintaan akan berubah
seiring peningkatan atau penurunan harga jual. Peningkatan permintaan dipicu oleh penurunan harga
jual dan sebaliknya. Kebijakan pemilihan model
yang paling optimal ditentukan oleh kepentingan
dari setiap pelaku bisnis. Hal ini dikarenakan hasil
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
rantai pasok keseluruhan merupakan akumulasi
dari pengukuran kinerja dalam model tersebut.
Daftar Pustaka
3.
4.
1.
McNickle, Donald C. & Daellenbach, Hans G.
2005. Management Science: Decision Making
Through System Thinking. New York: Palgrave
Macmillan.
2. Ray,
Rajesh.
2010.
Supply
Chain
Management for Retailing. New Delhi: Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited.
189
5.
Sanada, Wilson, Widyadana, Gede Agus, &
Palit, Herry Christian. Pengembangan Model
Rantai Pasok Pisang Mas di Jawa Timur.
Jurnal Titra Vol. 2, No. 1 (Januari 2014): 17-24.
Setiawan, Thea Callista, Tjondrokusumo, Garry,
Suseno, Valencia, Christnawan, Dandy Lonata,
Purnomo, Monica, Budiman, Fenny Suryanita.
2013 Rantai Pasok Buah Pepaya di Jawa
Timur. Unpublished research, Universitas
Kristen Petra, Surabaya.
Survey Sosial Ekonomi dan Nasional. 2010.
Tingkat Konsumsi Pisang di Jawa Timur.
Retrieved June 27, 2014 From Badan Pusat
Statistik Jawa Timur.
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
190