IMPLEMENTASI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN DI DESA TOLA KECAMATAN TABUKAN UTARA KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE | MANANOMA | JURNAL EKSEKUTIF 2815 5213 1 SM

IMPLEMENTASI PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN
DI DESA TOLA KECAMATAN TABUKAN UTARA
KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE

Oleh :
CHRISTIAN MANANOMA

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) sebagai salah satu Program
Penanggulangan Kemiskinan Klaster 1, yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok bagi masyarakat kurang mampu, dimana
RASKIN ini mempunyai multi fungsi yaitu memperkuat ketahanan pangan keluarga miskin,
sebagai pendukung bagi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendukung usaha tani padi
dan sektor lainnya dan peningkatan pemberdayaan ekonomi daerah.
Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) adalah bagian dari upaya
pemerintah Indonesia untuk memperdayakan masyarakat dengan menanggulangi masalah
kemiskinan secara terpadu. Program ini dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen
Dalam Negeri dan Perum BULOG sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri
Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum BULOG No. 25 Tahun 2003 dan No. PKK12/07/2003, yang melibatkan instansi terkait, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Berdasarkan Surat Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat No. B2143/KMK/Dep.II/XI/2007 tertanggal 30 November 2007, salah satu alternatif tindakan yang

dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ini diwujudkan dalam kebijakan
Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) yaitu pendistribusian beras bersubsidi dengan
ketentuan setiap rumah tangga memperoleh 10 Kg hingga 15 Kg selama 10 bulan dengan
harga Rp. 1.600,-/Kg netto di titik distribusi dengan ketentuan Rp 4.616 harga beras/sesuai
dengan HPP harga pembelian oleh pemerintah, sedangkan Rp 3.016 disubsidi oleh
pemerintah/APBN. Namun sejak tahun 2009 sampai sekarang, penetapan jumlah beras per
RTS-PM berubah menjadi 15 Kg/rumah tangga/bulan sehingga dalam setahun tiap rumah
tangga memperoleh 180 Kg dengan harga yang tetap sama yaitu Rp. 1.600,-/Kg netto di titik
distribusi. Frekuensi distribusi yang pada tahun-tahun sebelumnya 12 kali, pada tahun 2006

berkurang menjadi 10 kali, dan pada tahun 2007 sampai sekarang ini kembali menjadi 12 kali
per tahun.
Kabupaten Kepulauan Sangihe menjadi salah satu daerah Kabupaten pelaksanaan
Program Raskin sejak tahun 1998 hingga sekarang, dimana seluruh Kecamatan yang ada
menjadi lokasi pelaksanaan RASKIN. Tahun 2013 ini sesuai dengan Keputusan Bupati
Kepulauan Sangihe No. 52 Tahun 2013 tentang Alokasi dan Sasaran Penerima Beras Miskin
Di Kabupaten Kepulauan Sangihe Tahun 2013, ditetapkan bahwa untuk Desa Tola Kecamtan
Tabukan Utara rumah tangga penerima RASKIN berjumlah 52 RTS-PM.
Survey pendahuluan menunjukkan bahwa pelaksanaan program RASKIN selama ini
masih terjadi penyimpangan. Tujuan mulia pemerintah untuk dapat memberikan akses yang

lebih baik terhadap kebutuhan pangan bagi rumah tangga miskin atau kurang mampu ternyata
masih terjadi ketimpangan. RASKIN yang seharusnya dijual kepada keluarga-keluarga
miskin yang merupakan penduduk desa setempat yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai
salah satu lokasi pelaksanaan Program RASKIN, ternyata masih ada juga yang jatuh di
tangan kelompok masyarakat lain atau keluarga-keluarga yang berasal dari luar Desa Tola.
Salah sasaran ini sering kali menimbulkan ketidaktepatan penyaluran RASKIN sebab yang
seharusnya kuantitas atau jumlah keluarga miskin yang didata sebagai penerima bisa lebih
banyak atau lebih sedikit dari yang sebenarnya, sehingga pada akhirnya RASKIN yang
dibagikan akan memberikan dampak kekurangan atau bahkan kelebihan jatah.
Apabila dilihat dari kualitas dan mutu beras yang didistribusikan sampai ke tangan
RTS-PM masih sangat rendah. Sebab banyak masyarakat (RTS-PM) yang mengeluhkan
bahwa beras RASKIN tersebut berkualitas buruk, kotor dan banyak hamanya (berkutu), bersa
patah/menir, terdapat benda asing serta berwarna kuning. Tidak heran warga menyatakan
beras RSKIN tidak layak untuk dikonsumsi manusia.
Pada proses penyaluran atau pendistribusian RASKIN ke RTS-PM pun tidak luput
dari kesalahan sebab yang harusnya per bulan namun dilaksanakan per triwulan.
Adanya

penyimpangan-penyimpangan


tersebut

membuat

peneliti

tertarik

melakukan penelitian dengan judul Implementasi Program Beras Untuk Keluarga Miskin
(RASKIN) di Desa Tola Kecamatan Tabukan Utara Kabupaten Kepulauan Sangihe .
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
implementasi Program Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN) di Desa Tola Kecamatan
Tabukan Utara Kebupaten Kepulauan Sangihe?
C. Tujuan dan Manfat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis
implementasi Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) di Desa Tola Kecamatn
Tabukan Utara Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Penelitian ini kiranya dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
ilmu-ilmu sosial terlebih khusus mengenai implementasi kebijakan atau program.
2. Secara praktek, hasil penelitian ini dapat menjadi suatu sumbangan informasi yang positif
kepada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Badan Pemberdayaan Masyarakat
Desa (BPMD) Kabupaten Kepulauan Sangihe dalam upaya pelaksanaan Program Beras untuk
Keluarga Miskin (RASKIN) agar dapat terlaksana sesuai dengan regulasinya dan dapat
memberikan manfaat yang positif bagi peningkatan kemampuan konsumsi keluarga miskin
yang ada di Kabupaten Kepulauan Sngihe khususnya di Desa Tola Kecamatan Tabukan
Utara.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Implemntasi Kebijakan
Jenkins (dalam Parsons, 2011: 463) berpendapat bahwa studi implementasi adalah
studi perubahan : bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa
dimunculkan. Ia juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik :
bagaimana organisasi di luar dan di dalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan
berinteraksi satu sama lain; apa motivasi-miotivasi mereka bertindak seperti itu, dan apa
motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda.
Nugroho (2009: 618) yang berpendapat bahwa implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijkan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih, dan

tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang
ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi
kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
Menurut Edward III (dalam Santosa, 2009: 41) bahwa implementasi kebijakan adalah
: Is the stag eof policymaking between the establishment of a policy .
Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2010: 65). mendefinisikan implementasi
kebijakan sebagai berikut: Policy implementation encompasses those actions by public and
private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in
prior policy decisions .
Penjelasan dari Van Meter dan Van Horn tersebut dipertajam oleh Saefullah (2009:
39) yang menjelaskan bahwa :

pada tingkatan pelaksanaan kebijakan menyangkut

bagaimana atau sejauh mana suatu ekbijakan bisa dilaksanakan dalam dunia nyata
Pemahaman tentang pelaksanaan kebijakan bukan hanya dimiliki oleh aparat lmbaga dan
aparat pelaksana, tetapi juga oleh masyarakat atau pihak-pihak yang menjadi sasaran
kebijakan .
Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 2010: 65) menjelaskan makna
implementasi dengan mengatakan bahwa : Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah

program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi

kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
pedoman-pedoman

kebijakan

negara,

yaitu

mencakup

baik

usaha-usaha

untuk

mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat

atau kejadian-kejadian".
Menurut pendapat Ripley dan Franklin (1986: 54) ada dua hal yang menjadi fokus
perhatian dalam implementasi, yaitu kepatuhan (Compliance) dan Apa yang terjadi (What s
happening?). Kepatuhan menunjuk pada apakah para implementor patuh terhadap prosedur
atau standar aturan yang telah ditetapkan. Sementara untuk what s happening
mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yang muncul,
apa yang berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya.
Merujuk pada pendapat tersebut Ripley (dalam Purwanto dan Sulistyastuti, 2012:
68-70) juga mengemukakan hal yang sama bahwa implementation studies have two major
foci ; compliance and what s happening? . Perspektif pertama (Complience) memahami
keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan para implementer
dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam bentuk
undang-undang, peraturan pemerintah atau program). Studi implementasi yang menggunakan
perspektif ini juga ingin mengetahui kepatuhan para bawahan dalam menjalankan perintah
yang diberikan oleh para atasan sebagai upaya untuk melaksanakan suatu kebijakan.
Perspektif ini berangkat dari pertanyaan : Apakah implementor mematuhi prosedur yang
telah ditetapkan?; Apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah disusun?;
Apakah implementer tidak melanggar larangan-larangan yang telah dibuat? Dan seterusnya.
Perspektif


kedua (what s

happening/) memahami

implementasi

secara

lebih

luas.

Keberhasilan implementasi tidak hanya dilihat dari kepatuhan implementer dalam mengikuti
prosedur namun demikian juga diukur dari keberhasilan mereka dalam merealisasikan tujuantujuan kebijakan.
Mengacu kepada pendapat Ripley maka dalam penelitian ini keberhasilan
implementsi kebijakan akan dilihat dari perspektif what s happening mempertanyakan
bagaimana implementasi program RASKIN itu dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa
yang berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya.
B. Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)


Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)
adalah sebuah program dari pemerintah sebagai sebuah upaya untuk
mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk

dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan
perlindungan

sosial

beras

murah

dengan

jumlah

maksimal

15


kg

(kilogram)/rumah tangga miskin/bulan dengan masing-masing seharga Rp.
1.600,00 per kg (netto) di titik distribusi. Program ini mencakup di seluruh
Provinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke
titik distribusi di kelurahan dipegang oleh Perum Bulog. Tujuan Program Raskin
adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin melalui
pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan
Program RASKIN diantaranya:
1)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2)

Undang-Undang No. 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012.

3)

Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.

4)

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan

Umum (Perum) BULOG.
5)

Peraturan

Presiden

RI

No.

15

Tahun

2010

tentang

Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.
6)

Inpres No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan.

7)

Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi Raskin Pusat.
Prinsip pengelolaan Raskin adalah keberpihakan kepada Rumah Tangga

Miskin (RTM), yang maknanya mendorong RTM untuk ikut berperan aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian seluruh kegiatan
Raskin baik di desa dan kecamatan, termasuk menerima manfaat atau
menikmati hasilnya. Transparansi, yang maknanya membuka akses informasi
kepada lintas pelaku Raskin terutama masyarakat penerima Raskin, yang harus
tahu, memahami dan mengerti.
Penanggung jawab pelaksanaan program Raskin di pusat adalah
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, di provinsi adalah gubernur,
di kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di kecamatan adalah camat dan di
desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah.

METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tola Kecamatan Tabukan Utara Kabupaten
Kepulauan Sangihe.
B.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif, sebab dalam penelitian ini akan digambarkan secara apa adanya mengenai
implementasi Program Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN).
C. Informan Penelitian
Informan berjumlah 10 orang dengan rincian sebagai berikut :
Kepala Sub Divre Perum BULOG

:

1 orang

Kepala Desa

:

1 orang

Penerima RASKIN

:

8 orang

D. Sumber dan Jenis Data, Informasi
1. Data primer merupakan data, informasi yang diperoleh langsung dari informan yang
mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi mengenai implementasi Program Beras untuk
Keluarga Miskin (RASKIN) di Desa Tola Kecamatan Tabukan Tengah Kabupaten
Kepulauan Sangihe.
2. Data sekunder merupakan data, informasi yang diperoleh dari sumber tertulis seperti,
literatur, dokumen-dokumen, arsip-arsip, aturan-aturan, laporan-laporan dan lain-lain
menyangkut Program Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN) yang masih relevan dan

berkaitan dengan kajian penelitian yang dipakai sebagai tambahan referensi untuk
memperkaya temuan peneliti.
E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data, Informasi
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Ini sesuai dengan pendapat
Suyanto dan Sutinah (2007: 186) dan Moleong (2012: 9) bahwa dalam penelitian kualitatif
peneliti adalah instrumen utama. Peneliti berperan sebagai instrumen utama sebab hanya
manusia yang bisa berhubungan langsung dengan objek penelitian dan memahami kaitan
antara harapan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan.
Teknik pengumpulan data, informasi yang digunakan yaitu :
1. Wawancara : Teknik wawancara dilakukan dalam dua bentuk yaitu wawancara
mendalam dan wawancara dengan menggunakan peodman wawancara.
2. Observasi (Pengamatan) : Teknik ini dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi di
lapangan dan fakta sosial yang terjadi mengenai implementasi Program Beras untuk Keluarga
Miskin (RASKIN) di Desa Tola Kecamatan Tabukan Utara Kabupaten Kepulauan Saangihe
sehingga dapat dicocokkan, dibandingkan, dikaitkan antara hasil wawancara dengan fakta
sosial yang ada di lokasi penelitian..
3. Studi Dokumen : Teknik ini dilakukan untuk memperoleh informasi dalam rangka
melengkapi data yang telah ada yang diperoleh melalui laporan, dokumen, aturan suatu
lembaga tertentu, maupun literatur dan sumber tertulis lainnya mengenai Program Beras
untuk Keluarga Miskin (RASKIN) yang masih berkaitan dengan penelitian.
F. Teknik Analisa Data
Secara rinci, tahapan dalam menganalisa data yaitu sebagai berikut :
1. Reduksi data; sebagai proses pemilahan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan trasformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan.

Reduksi

merupakan

tahap

analisa

yang menajamkan,

menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dan informasi
dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya.
2. Penyajian data; sebagai sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam tahap ini, data
dan informasi yang telah direduksi tersebut kemudian disajikan dalam narasi pada setiap
aspek yang diteliti yaitu kepatuhan implementor dan proses implementasi kebijakan.
3. Menarik kesimpulan dan verifikasi; penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu
kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian

berlangsung. Pada tahap ini, dilakukan pengambilan kesimpulan dari hasil penelitian yang
telah disusun dalam bentuk narasi sehingga diperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.

Rangkuman Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat

dirangkum bahwa pada kenyataannya selama ini implementasi Program Beras Untuk Rumah
Tangga Miskin (RASKIN) di Desa Tola Kecamatan Tabukan Utara Kabupaten Kepulauan
Sangihe masih belum berjalan dengan baik dikarenakan masih ada beberapa penyimpangan
yang terjadi, antara lain jumlah jatah beras yang diterima masyarakat kurang dari 10 Kg yang
disebabkan jumlah rumah tangga yang disepakati oleh Musyawarah Desa untuk menjadi
penerima RASKIN lebih tinggi dibanding data rumah tangga yang resmi dikeluarkan oleh BPS
hanya karena untuk menghindari terjadinya kecemburuan sosial antara masyarakat setempat,
sedangkan jumlah alokasi atau pagu beras RASKIN sangat terbatas. Selain itu jadwal
pelaksanaan pembagian beras sering kali terlambat dan kualitas beras yang cenderung buruk.

B. Pembahasan
Pada bagian ini peneliti hendak membahas mengenai implementasi Program Beras
Untuk Rumah Tangga Miskin (RASKIN) sesuai dengan gambaran hasil penelitian yang telah
diuraikan, dengan bertitik tolak pada teori implementasi kebijakan yang telah dipilih peneliti
yaitu teori yang dikemukakan oleh Ripley (dalam Purwanto dan Suliistyastuti, 2012: 68-70)
yang menyatakan bahwa salah satu fokus utama implementasi adalah what s happening
yang ingin mempertanyakan bagaimana proses implementasi Program RASKIN itu
dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil dicapai, mengapa dan sebagainya.
Perspektif ini bermaksud untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan Program
RASKIN yang diukur dari keberhasilan implementor merealisasikan tujuan-tujuan program
yang wujud nyatanya berupa dampak dari program tersebut.

Kelompok sasaran kebijakan Program RASKIN adalah rumah tangga miskin dengan
tujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat keluarga melalui penjualan beras
bersubsidi, memberikan bantuan pangan keluarga miskin dalam rangka memenuhi kebutuhan
beras, dan untuk meningkatkan/membuka akses pangan keluarga miskin dalam rangka memenuhi
kebutuhan beras.

Sebagai salah satu dari sekian banyak program yang ditetapkan oleh Pemerintah
dalam usaha dan upaya pengatasan masalah yang lebih merujuk pada terbatasnya akses
terhadap kebutuhan pangan, pemilihan dan penetapan rumah tangga sasaran program
RASKIN sudah tepat atau benar-benar cocok menjadi penerima bantuan ini. Namun ada dua
rumah tangga yang bukan penduduk desa yang namanya masuk dalam daftar penerima
RASKIN untuk Desa Tola. Terjadinya hal tersebut disebabkan karena kesalahan pencatatan
pada saat pelaksanaan pendataan berlangsung yang dilakukan oleh petugas BPS, sebab ketika
diamati di lokasi penelitian ternyata antara Desa Tola dengan desa tetangga yang merupakan
tempat tinggal kedua rumah tangga tersebut hanya dibatasi oleh pagar bambu saja sehingga
memungkinkan terjadi kesalahan pencatatan nama rumah tangga tersebut. Meskipun begitu,
dua rumah tangga yang berasal dari luar Desa Tola tidak pernah datang untuk mengambil
jatah beras mereka.
Namun menyangkut rumah tangga peneirma bantuan ini, tidak lepas dari
penyelewengan sebab sesuai dengan hasil penelitian, terungkap bahwa hanya 50 rumah
tangga yang secara resmi menjadi penerima RASKIN sesuai dengan data dari BPS.
Sedangkan rumah tangga penerima yang didasarkan pada hasil Musyawarah Desa lebih
banyak jumlahnya yaitu ada 66 rumah tangga. Hal seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi
sebab sudah termasuk penyelewengan dalam pelaksanaan program. Harus tetap diingat
bahwa data penerima yang resmi adalah daftar nama yang dikeluarkan oleh Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berdasarkan hasil pendataan yang
dilakukan oleh BPS, meskipun seluruh rumah tangga penerima tambahan (hasil Musdes)
tersebut cocok untuk menjadi penerima RASKIN ini.
Besarnya selisih antara jumlah rumah tangga penerima bantuan yang resmi dengan
jumlah rumah tangga tambahan hasil kesepakatan tersebut tentu berdampak terhadap
berkurangnya jumlah jatah beras yang kemudian akan diterima oleh masing-masing rumah
tangga yang secara resmi ditetapkan sebagai peserta RASKIN. Kenyataan seperti ini terjadi
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pertama, tidak adanya sosialisais mengenai program
RASKIN kepada pemeirntah setempat dan seluruh masyarakat menjadi penyebab utama
terjadinya kesalahan tersebut. Hal ini dipandang relevan karena kenyataannya Kades selaku

pemerintah desa hanya meneirma surat pemeberitahuna bahwa Desa Tola menjadi salah satu
lokasi pelaksanaan Program RASKIN sehingga kedua, ketidaktahuan Kades mengenai aturan
RASKIN

khususnya

mengenai

pembatasan

jumlah

rumah

tangga

penerima

tambahan; ketiga, masyarakat sebagai sasaran program tidak mengetahui dan memahami
ketentuan Program RASKIN sehingga cenderung mengiyakan saja setiap keputusan yang
diambil dan ditetapkan pemeirntah desa mengenai penetapan rumah tangga peneirma
tambahan tersebut; keempat, Kades mengetahui ketentuan tersebut tetapi merasa terbeban
secara moril ketika masih ada rumah tangga miskin yang layak untuk menerima bantuan
RASKIN tetapi tidak diakomodir sehingga disepakatilah jumlah rumah tangga penerima
tambahan yang lebih banyak dibandingkan jumlah peneirma yang resmi.
Akibat dari banykanya jumlah rumah tangga penerima tambahan tersebut, maka
jatah beras yang diterima oleh rumah tangga penerima resmi bantuan RASKIN menjadi
berkurang yaitu hanya 9 Kg/bulan sehingga untuk sekali pembagian beras tiap rumah tangga
mendapat jatah 27 Kg. Ini merupakan ketimpangan sebab jika didasarkan pada aturan maka
seharusnya tiap rumah tangga mendapat 15 Kg/bulan sehingga seharusnya dalam tiap kali
pembagian beras, masing-masing rumah tangga penerima resmi RASKIN mendapat jatah 45
Kg beras murah ini.
Meskipun demikian, hal positif yang muncul adalah dengan dibuat kesepakatan
Musdes yang menetapkan jumlah rumah tangga penerima RASKIN tambahan untuk Desa
Tola dimana rumah tangga tersebut memang benar-benar cocok menjadi penerima bantuan
ini, maka secara tidak langsung membantu memberikan akses masyarakat miskin untuk
memenuhi kebutuhan pangan (beras) bagi kelangsungan hidup keluarga mereka sehari-hari.
Di dalam proses pelaksanaan pendistribusian bantuan RASKIN masih juga terjadi
ketidaksesuaian antara aturan dengan kenyataan di lapangan. Seperti yang telah diuraikan
dalam hasil penelitian ditemukan bahwa selama ini jadwal pelaksanaan pendistribusia beras
dari BULOG sampai ke tangan tiap rumah tangga penerima sering tidak tepat waktu karena
hanya sekali dalam kurun waktu tiga bulan.
Terjadinya keterlambatan penyaluran RASKIN menyebabkan pengeluhan baik dari
pemerintah desa maupun masyarakat yang menjadi penerima bantuan karena sebagian besar
rumah tangga mengharapkan beras murah tersebut rutin dapat dibagikan setiap bulannya agar
uang yang mereka peroleh dari hasil mata pencaharian mereka tidak habis begitu saja hanya
untuk membeli beras dengan harga jual yang mahal karena dibeli di warung atau di toko.
Penghasilan mereka yang minim mengharuskan masing-masing rumah tangga meminimalisir
pengeluaran untuk membeli beras (pangan) karena masih harus memenuhi kebutuhan lain

seperti keperluan dapur lainnya atau biaya pendidikan anak jika rumah tangganya masih
memiliki anak usia balita/bayi dan usia sekolah, atau biaya kesehatan jika anggota rumah
tangga yang bersangkutan sudah berusia lanjut dan sering sakit-sakitan.
Bantuan RASKIN merupakan bantuan pemerintah bagi keluarga miskin yang
dikemas dalam bentuk bantuan beras bersubsidi dalam arti rumah tangga penerima dikenakan
biaya atau tarif sekian rupiah untuk tiap kilogram beras. Sesuai dengan ketentuan program,
selama ini tarif yang dikenakan untuk tiap kilogram beras adalah senilai Rp. 1.600,- . Di akui
oleh seluruh rumah tangga penerima bantuan bahwa penggunaan tarif tersebut sangat
meringankan mereka dalam memperoleh beras, apalagi tiap rumah tangga tidak pernah
dipungut biaya lain (pungutan liar) yang kerap kali terjadi dalam pelaksanaan penyaluran
RASKIN di daerah lain. Namun terlepas dari pemenuhan ketentuan mengenai tariff yang
dikenakan dalam tiap pembelian beras RASKIN tersebut, seluruh penerima RASKIN baik
yang merupakan penerima resmi yang ditetapkan oleh BPS atau yang ditetapkan sebagai
penerima tambahan selalu mengeluhikan kualitas atau mutu dari beras yang mereka terima.
Yang cenderung rendah. Hal ini pun diakui oleh pemerintah desa bahwa, selama pelaksanaan
Program RASKIN, mutu dari beras yang disalurkan itu selalu saja buruk. Kondisi beras yang
diterima dan akhirnya dikonsumsi oleh tiap anggota rumah tangga penerima bantuan ini
selalu banyak kotorannya, menir, berwarna kuning atau bahkan pernah juga berkutu sehingga
bagi rumah tangga dengan tingkat ekonomi tinggi, beras yang demikian tidak akan
dikonsumsi akan tetapi bagi rumah tangga penerima RASKIN beras dengan mutu yang
rendah tersebut tetap dikonsumsi meskipun disiasati dengan cara pencucian beras dilakukan
minimal lima kali.
Rendahnya mutu beras tersebut sungguh sangat memperhatinkan sebab dapat
dipahami bahwa ternyata pemerintsah tidak mengawasi dan menetapkan standar mutu beras
yang bersubsidi tersebut.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan dalam implementasi program RASKIN
tersebut, tujuan utama program ini sudah dapat tercapai yaitu membuka/menyediakan atau
meningkatkan akses dan kesempatan bagi tiap-tiap rumah tangga miskin dalam memperoleh
dan memenuhi kebutuhan beras atau pangan bagi keluarganya.
Uraian tersebut memperlihatkan bhwa dalam implementasi suatu kebijkan maupun
program dalam hal ini Program RASKIN, dipengaruhi oleh beberapa hal yang kemudian
dapat menjadi patokan dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan dari suatu
inmplementasi.

Di dalam implementasi Program RASKIN di Desa Tola Kecamatan Tabukan Utara
Kabupaten Kepuluan Sangihe selama ini belum berjalan dengan baik karena dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu pertama, tidak adanya sosialisasi program terlebih dahulu sebelum
program tersebut mulai dijalankan atau diterpakan. Kedua, sikap dari pelaksana program
yang tidak memenuhi ketentuan program RASKIN; ketiga, karakteristik individu kelompok
sasaran program yang cendeurng pasif; keempat, terlalu panjang dan rumitnya struktur
birokrasi yang harus dilalui sehingga memperlamban pelaksanaan program dan kelima
kurangnya kontrol dan pengawasan pemeirntah pusat sampai pemerintah daerah.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut implementasi Program Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN)
paten Kepulauan Sangihedi Desa Tola Kecamatan Enemawira Kabu belum berjalan efektif
dan efisien ditandai tidak adanya sosialisasi tentang program RASKIN yang mengakibatkan
pemerintah dan masyarakat setempat tidak terlalu memahami tentang program RASKIN
sehingga terjadi pengurangan jatah beras bagi penerima resmi RASKIN diakibatkan jumlah
penerima tambahan yang disepakati dalam musyawarah desa lebih banyak. Pendataan dari
BPS tidak akurat mengakibatkan masih ditemukan dua rumah tangga bukan penduduk desa
namun terdaftar sebagai pnerima Raskin untuk Desa Tola. Pembagian beras tidak tepat waktu
dikarenakan struktur birokrasi yang terlalu panjang dan rumit, serta mutu beras yang rendah
akbitan kurangnya pengawasan pemerintah terhadap standar mutu beras yang kemudian di
distribusikan hingga ke pelosok Desa.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka ada beberapa saran yang dapat diajukan
peneliti yaitu :
1. Pemerintah harus melakukan sosialisasi tentang Program Beras untuk Keluarga Miskin
(RASKIN) terutama di tingkat desa agar pemerintah desa dan seluruh masyarakat mengetahui
dan memahami ketentuan program sehingga mematuhi ketentuan tersebut.
2. BPS harus lebih memperhatikan keakuratan data untuk meminimalisir kesalahan
penentuan penerima bantuan RASKIN.

3. Pemerintah lebih mempercepat penyaluran beras RASKIN dan harus mengontrol standar
mutu dari beras yang akan di distribusikan ke pelosok desa.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Pedoman
Umum Penyaluran RASKIN Tahun 2012. Jakarta
Moleong, L. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Parsons,

Wayne.

2011. Public

Policy

Pengantar,

Teori

dan

Praktik

Analisis

Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Purwanto, Erwan Agus dan Sulistyastuti, Dyah Ratih. 2012. Implementasi Kebijakan Publik
Konsep dan Aplikasinya Di Indonesia. Gava Media. Yogyakarta.
Ripley, Randall B. dan Franklin, Grace A. 1986. Policy Implementation and Bureaucracy.
The Dorsey Press. Chicago.
Saefullah, Djaja. 2009. Pemkiran Kontomporer Administrasi Publik. LP3AN Fisip
Universitas Padjajaran. Bandung.
Santosa, Pandji. 2009. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance. PT. Refika
Aditama. Bandung.
Suyanto, B dan Sutinah (ed.). 2007. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif
Pendekatan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Wahab, Solichin Abdul. 2010. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Dokumen yang terkait

Implementasi Program Beras Untuk Masyarakat Miskin di Desa Lau Gumba Kecamatan Berastagi

4 65 159

Implementasi Program Raskin ( Beras untuk Masyarakat Miskin ) di Kecamatan Medan Sunggal (Studi pada Kelurahan Babura)

3 118 82

Implementasi Program Raskin (Beras Untuk Masyarakat Miskin) Di Kecamatan Medan Sunggal (Studi Pada Kelurahan Babura)

1 56 82

Pengembangan Ekowisata Bahari di Wilayah Perbatasan Nusa Tabukan Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara.

0 6 56

KEBIJAKAN PEMERINTAH DESA DALAM PENGELOLAAN AIR BERSIH DI DESA KALEKUBE KECAMATAN TABUKAN UTARA KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE | Budiman | JURNAL EKSEKUTIF 16796 33739 1 SM

0 0 12

PELAYANAN PUBLIK PASCA PEMEKARAN KECAMATAN DI KECAMATAN TAHUNA BARAT KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE | Makagansa | JURNAL EKSEKUTIF 16792 33731 1 SM

0 1 12

PEMBERDAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN DI DESA MAHUMU DUA KECAMATAN TAMAKO KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE | Makagingge | JURNAL EKSEKUTIF 16592 33264 1 SM

0 0 11

PERAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM MENUNJANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DI DESA ENEMAWIRA KECAMATAN TABUKAN UTARA KABUPATEN SANGIHE | Makaminan | JURNAL EKSEKUTIF 16413 32894 1 SM

0 0 10

IMPLEMENTASI PROGRAM OBJEK PARIWISATA PANTAI PANANUALENG DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE | Makawowode | JURNAL EKSEKUTIF 16335 32748 1 SM

0 0 11

IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN TABUKAN TENGAH KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE | Mantiri | JURNAL EKSEKUTIF 17171 34596 1 SM

0 0 9