Pengembangan Ekowisata Bahari di Wilayah Perbatasan Nusa Tabukan Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara.

(1)

i

TESIS

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI

DI WILAYAH PERBATASAN NUSA TABUKAN

KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI

SULAWESI UTARA

JUITA CAROLINA LESAWENGEN NIM 1491061033

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MAGISTER KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ii

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI

DI WILAYAH PERBATASAN NUSA TABUKAN

KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI

SULAWESI UTARA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana

JUITA CAROLINA LESAWENGEN NIM 1491061033

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MAGISTER KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 18 APRIL 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Made Sudiana Mahendra, Ph.D. Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP NIP. 195611021983031001 NIP. 195705061984031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Direktur

Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt Prof. Dr.dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP.196112051986031004 NIP.195902191985102001


(4)

iv

Tesis ini Telah Diuji pada

Tanggal 14 April 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, Nomor: 1504/UN14.4/HK/2016, Tanggal 11 April 2016

Ketua : Prof. Made Sudiana Mahendra, Ph.D.

Sekretaris : Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP.

Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH, MS.

2. Dr. I Nyoman Sukma Arida, S.Si, M.Si.


(5)

(6)

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji Syukur dihaturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang pemilik

kehidupan, atas limpahan karuniaNya Tesis dengan judul “Pengembangan Ekowisata

Bahari di Wilayah Perbatasan Nusa Tabukan, Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi

Sulawesi Utara” dapat terselesaikan.

Apresiasi dan penghargaan penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah

membantu dan memberikan dukungan selama proses penelitian pun penulisan Tesis.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka yang tidak bisa disebutkan satu

persatu dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih

kepada:

1. Prof. Made Sudiana Mahendra, Ph.D selaku pembimbing I atas waktu,

bimbingan, arahan serta diskusi konstruktif yang terbangun selama proses

penelitian maupun penulisan Tesis.

2. Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP selaku pembimbing II atas waktu,

bimbingan, arahan serta diskusi konstruktif yang terbangun selama proses

penelitian maupun penulisan Tesis.

3. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD.KEMD selaku Rektor Universitas Udayana

dan Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program


(7)

vii

penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Magister Universitas

Udayana.

4. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt, selaku Ketua Program Studi

Magister Kajian Pariwisata, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

untuk mengikuti proses perkuliahan juga atas bantuan, koreksi dan masukan

sehingga Tesis ini bisa terselesaikan.

5. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH, MS, Dr. I Nyoman Sukma Arida, SSi, MSi

dan Dr. I Nyoman Madiun, MSc selaku penguji atas koreksi, masukan serta

diskusi konstruktif selama ujian dan proses perbaikan.

6. Bapak/Ibu Dosen pada Program Magister Kajian Pariwisata atas ilmu dan

pengalaman yang dibagikan selama penulis menempuh pendidikan magister.

Seluruh staff sekretariat Program Magister Kajian Pariwisata, atas bantuan

selama penulis menempuh pendidikan magister.

7. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe melalui jajaran instansi terkait

sebagai sumber data dalam penelitian ini. Kepala Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kabupaten Kepulauan Sangihe, Bpk. Jefry Gaghana, SH.MH dan

tim, atas bantuan, informasi, serta diskusi konstruktif yang terbangun.

Pemerintah dan masyarakat Kecamatan Nusa Tabukan, atas bantuan selama

penelitian dilakukan.

8. Manajemen HARRIS Hotel Tuban Bali, khususnya Tim Sales Marketing dan


(8)

viii

9. Ayahanda Jan Piter Lesawengen (alm) dan Bapak Wilson Adipati, Ibunda

Anlisbet Triofin Bawoel, Kakak – kakak penulis dan keluarga besar

Lesawengen – Adipati – Bawoel, atas segala doa, semangat dan dukungan

bagi keberhasilan penulis.

10.Teman – teman seperjuangan Magister Kajian Pariwisata 2014 atas bantuan

dan kerjasama selama menempuh pendidikan.

Akhirnya dengan iringan doa semoga Tuhan memberikan pahala yang berlipat

ganda atas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis

menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dimohon

koreksi dan saran guna mewujudkan karya tulis yang lebih baik.

Denpasar, 18 April 2016


(9)

ix ABSTRAK

Nusa Tabukan di Kabupaten Kepulauan Sangihe merupakan gugusan pulau di wilayah pulau – pulau terluar, terdiri dari empat pulau di perairan utara Pulau Sangihe Besar. Sumber daya pariwisata, seperti ekosistem pesisir, lingkungan bawah laut, serta potensi sosial budaya yang berdasar pada tradisi masyarakat bahari, serta aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik ekowisata bahari. Tentunya dengan merumuskan strategi dan program pengembangan yang tepat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen produk wisata, mengkaji lingkungan internal dan eksternal, serta merumuskan formulasi strategi dan program pengembangan ekowisata bahari yang sesuai dengan karakteristik Nusa Tabukan. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori perencanaan, teori siklus hidup destinasi wisata, dan teori komponen produk wisata. Data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif dan analisis SWOT sabagai dasar perumusan strategi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan Nusa Tabukan memiliki potensi dalam pengembangan kawasan berbasis ekowisata bahari. Potensi di kawasan ini meliputi potensi alam dan potensi sosial budaya. Ekosistem pesisir, pasir putih, terumbu karang, hutan bakau, padang lamun serta habitat dugong dan burung kumkum putih merupakan potensi alam yang dimiliki. Nilai, kearifan dan tradisi masyarakat bahari sangihe serta akttivitas ekonomi perbatasan merupakan potensi sosial budaya yang dapat dikembangkan dalam masyarakat. Terdapat berbagai faktor yang menjadi kendala seperti sumber daya manusia, fasilitas, aksesibilitas, serta infrastruktur dapat menghambat pengembangan kawasan ini. Berdasarkan analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal, dirumuskan strategi pengembangan yang tepat yaitu strategi W-O, disusun juga beberapa strategi alternatif yang dapat mendukung pengembangan kawasan ini.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan manfaat dalam upaya pengembangan pariwisata di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Peran semua pihak terkait menjadi aspek penting dalam pengembangan kawasan Nusa Tabukan. Pengembangan kawasan berbasis ekowisata bahari diharapkan mampu mengarahkan pariwisata menuju keberlanjutan baik secara ekologi, sosial budaya dan ekonomi.


(10)

x ABSTRACT

Nusa Tabukan in Sangihe Islands Regency is a cluster of small islands at the outer teritorry, consist of four islands that located in the northern part on Sangihe Island. Tourism resources such as small island, beaches, underwater resources and marine socio-culture as well as economic activities, can be developed as a marine ecotourism attractiveness.

The aims of this research were to identify potential tourist attractions, analyzing internal and external factors, and formulating proper marine ecotourism strategies and programs. Theories used on this research were the theory of planning, destination lifecycle and tourism product component. This research was qualitative research, while data was analyzed by descriptive qualitative and SWOT analysis techniques as a basic formulation of development strategies.

The results indicate that potentials attractions can be developed at Nusa Tabukan. Those are the nature and socio-culture environment. Small islands, white sandy beaches, coral reefs, mangrove forest, sea grass,

dugong¸ local wisdom as well as economic activities on community can be developed as marine tourism attractions. However, here were some obstacles related to tourism development such as human resources, tourism facilities and infrastructure and accessibility. This research formulated the grand strategy W-O to be, while alternative strategies are also formulated.

This research is expected to provide a contribution and benefit related to tourism development in Sangihe Islands Regency. Roles of relates stakeholder is necessary needed to ensure the development is on the right track of sustainability.


(11)

xi RINGKASAN

Kabupaten Kepulauan Sangihe merupakan kabupaten terluar di ujung utara Indonesia yang terdiri dari 179 pulau 105 pulau, yang terdiri dari 26 pulau berpenghuni dan 79 pulau tidak berpenghuni. Salah satu kawasan di kabupaten Kepulauan Sangihe adalah kawasan Nusa Tabukan yang terdiri dari Pulau Nusa, Pulau Bukide, Pulau Poa dan Pulau Liang. Dalam revisi klaster pembangunan daerah, kawasan ini masuk dalam klaster Manalu yaitu klaster pengembangan ekonomi berbasis minapolitan, agroplolitan dan pariwisata. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara No. 1 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara tahun 2014 – 2024, Kabupaten Kepulauan Sangihe masuk dalam peruntukkan pengembangan wisata bahari, sedangkan secara spesifik gugusan kepulauan Nusa masuk dalam rencana pengembangan sebagai kawasan ekowisata laut dan pulau di perbatasan antara Negara.

Kawasan Nusa Tabukan dikenal dengan eksotisme pulau kecil, pasir putih, pesisir, terumbu karang serta pemandangan laut yang Indah. Kawasan ini mulai dikenal dengan ditemukannya habitat Dugong, salah satu satwa laut yang dilindungi di Indonesia. Pulau Bukide, salah satu pulau dalam kawasan ini merupakan satu dari sembilan spot penyelaman di Sangihe yang dikenal dengan koloni ikan. Diving Spot

di Pulau Bukide meliputi coral garden dan padang lamun. Juga terdapat Pulau Poa dan Pulau Liang, dua pulau karang tidak berpenghuni dengan hamparan pasir putih, yang merupakan rumah bagi ribuan burung kumkum putih. Dugong dan Burung kumkum putih ini merupakan satwa langka yang dilindungi di Indonesia, dan oleh pemerintah desa setempat (Kampung Bukide) telah ditindaklanjuti dengan membuat peraturan kampung yang melarang masyarakat untuk berburu atau membunuh satwa tersebut. Selain memiliki keragaman sumber daya alam, kawasan ini juga dikenal sebagai wilayah perikanan tangkap yang menjadi penyuplai kebutuhan perikanan di


(12)

xii

pesisir utara Kepulauan Sangihe. Masyarakat nelayan tradisional yang mendiami kawasan ini sangat menghormati laut. Penghormatan masyarakat terhadap laut dilakukan melaui tradisi bahari terutama dalam pola penangkapan ikan yang didasarkan pada nilai, kearifan dan falsafah hidup masyarakat. tradisional untuk menjaga kelestarian laut disekitar mereka.

Kekayaan sumber daya bahari di Nusa Tabukan tidak selaras dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Secara administratif kawasan ini masuk dalam wilayah Kecamatan Nusa Tabukan dengan lima buah kampung didalamnya. Terdapat total 947 kepala keluarga yang mendiami kawasan ini, dimana 60%nya masuk dalam kategori pra-sejahtera. Hal ini disebabkan antara lain oleh terbatasnya pilihan/ alternatif mata pencaharian penduduk pulau-pulau kecil yang cenderung homogen dan sangat tergantung pada sumberdaya pesisir dan laut. Secara keseluruhan, kegiatan ekonomi di kawasan ini masih sangat tergantung pada aktivitas ekonomi di luar pulau, terutama pada Pulau Sangihe Besar sebagai induknya (mainland).

Penelitian terhadap kawasan Nusa Tabukan sebagai kawasan ekowisata bahari bertujuan untuk mengidentifikasi komponen produk wisata, mengkaji lingkungan internal dan eksternal, serta merumuskan formulasi strategi dan program pengembangan yang sesuia dengan potensi, karakteristik dan kebutuhan pengembangan kawasan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan pariwisata berkelanjutan, sedangkan konsep yang digunakan adalah konsep potensi dan daya tarik, konsep wisata bahari dan ekowisata. Dari pendekatan dan konsep tersebut diharapkan dalam perencanaan dan pengembangan kawasan tetap berorientasi pada keberlanjutan ekologi, ekonomi dan budaya masyarakat tanpa mengesampingkan nilai edukasi dan kepuasan berwisata. Teori – teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perencanaan, teori siklus hidup destinasi, teori komponen produk serta teori adptasi. Teori perencanaan digunakan untuk mengarahkan proses perencaaan dan pengembangan sesuai dengan proses perencanaan yang tepat guna meminimalisir dampak yang mungkin ditimbulkan.


(13)

xiii

Teori siklus hidup destinasi digunakan untuk mengetahui posisi kawasan Nusa Tabukan dalam siklus hidup destinasi sehingga dapat menentukan strategi pegembangan yang tepat. Teori komponen produk digunakan untuk mengidentifikasi komponen produk yang harus dimiliki dalam pengembangan pariwisata, hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui kekuatan serta kendala pengembangan. Teori adaptasi digunakan untuk mengetahui gejala adaptasi dala interaksi antara masyarakat dan lingkungan, serta terhadap akibat dari pengembangan pariwisata.

Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif kualitatif dengan mengidentifikasi potensi dan daya tarik, mendeskripsikan sarana prasarana, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta layanan lainnya. Strategi dan program pengembangan dirumuskan berdasarkan identifikasi lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan lingkungan eksternal (peluang dan ancaman). Matriks analaisis SWOT enghasilkan 4 sel pilihan strategi yang ditentukan sebagai strategi utama dan strategi alternatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 17 orang, ditentukan berdasarkan tujuan penelitian dan dikembangkan berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat penelitian. Data dikumpulkan melalui obervasi, wawancara, serta workshop dan focus group discuccion menggunakan pedoman wawancara dan alat dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan Nusa Tabukan memiliki potensi sumber daya bahari berupa ekositem pesisir, perbukitan dan pulau kecil, terumbu karang, habitat hutan bakau, padang lamun, koloni ikan serta habitat satwa langka yang dilindungi di Indonesia. Potensi sosial budaya berupa pola hidup masyarakat, bahasa, aktivitas ekonomi masyarakat perbatasan, serta tradisi bahari yang masih dilakukan masyarakat lokal. Berdasarkan analisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal diketahui bahwa kekuatan pengembangan terletak pada: potensi alam dan potensi sosial budaya, sedangkan kelemahannya meliputi: kapasitas sdm lokal dan keterbatasan infrastruktur dan sarana penunjang. Kondisi lingkungan eksternal menunjukan bahwa peluang pengembangan yaitu: akses / hub internasional sebagai


(14)

xiv

ancamannya adalah: isu pertahanan keamanan, kompetisi dengan destinasi lain, serta konflik kewenangan pengelolaan.

Berdasarkan analisis SWOT diperoleh pilihan strategi pegembangan, yaitu: strategi S-O, Strategi pengembangan produk ekowisata bahari di perbatasan Negara dilakuka melalui penguatan identitas destinasi sebagai kawasan di wilayah perbatasan Negara yang berbasis ekowisata. Strategi S-T, Strategi Pengembangan kerjasama antara lembaga dan peningkatan investasi dan Strategi Pengembangan kerjasama regional. Strategi W-O, Strategi pengembangan pasar dan promosi dan Strategi pengembangan sarana pariwisata. Strategi S-T, Strategi pengembangan kapasitas SDM dan manajemen destinasi.

Kawasan Nusa Tabukan memiliki prospek pengembangan yang sangat baik utuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata apabila potensi yang ada dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sinergitas semua sektor diperlukan dalam kerangka pembangunan pariwisata, dibarengi dengan upaya perbaikan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur penunjang untuk memastikan pengambangan pariwisata berjalan seiring dengan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Pengembangan kawasan harus memperhatikan kaidah – kaidah pelestarian lingkungan, perbaikan ekonomi, dan penghargaan terhadap nilai lokal. Dengan demikian diharapkan pengembangan pariwisata berada pada jalur yang tepat menuju keberlanjutan.


(15)

xv DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ……… i

PRASYARAT GELAR ………. ii

LEMBAR PENGESAHAN ………... iii

PENETAPAN PANITIAN PENGUJI ……….. iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ……… v

UCAPAN TERIMA KASIH ………. vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

RINGKASAN ……… xi

DAFTAR ISI xv

DAFTAR GAMBAR xviii

DAFTAR TABEL ………. xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah……… 9

1.3 Tujuan Penelitian ………. 9

1.4 Manfaat Penelitian ……….... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ………..………. 11

2.2 Konsep Penelitian ………..……… 16

2.2.1 Konsep Pengembangan Pariwisata ………..………. 16

2.2.2 Konsep Potensi dan Daya Tarik Wisata …….………. 19

2.2.3 Konsep Wisata Bahari dan Ekowisata ………..………... 20

2.3 Landasan Teori ……….……… 26


(16)

xvi

2.3.2 Teori Siklus Hidup Destinasi Pariwisata ……….. 30

2.3.3 Teori Komponen Produk Wisata ………..…… 32

2.3.4 Teori Adaptasi ………..……... 34

2.4 Model Penelitian ………..….. 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ………... 38

3.2 Lokasi Penelitian ……….…. 38

3.3 Jenis dan Sumber Data ………..………. 40

3.4 Instrumen Penelitian ………..………... 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data ………...……… 41

3.6 Teknik Analisis Data ……….……… 43

3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ………..………. 45

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Sangihe ……….…. 46

4.1.1 Kondisi Fisik dan Geografis ……….……… 46

4.1.2 Ekonomi dan Kependudukan …………..……… 48

4.1.3 Perkembangan Pariwisata ………..……….. 55

4.2 Gambaran Umum Kawasan Nusa Tabukan ……...………. 58

4.2.1 Kondisi Fisik dan Geografis………..……… 58

4.2.2 Pemerintahan ...……….………. 59

4.1.3 Kependudukan dan Ekonomi Masyarakat ………....……… 60

BAB V KOMPONEN PRODUK WISATA 5.1 Atraksi ……… 63

5.1.1 Potensi dan Daya Tarik Pulau – Pulau Kecil Di Kawasan Nusa Tabukan ………... 64

5.1.2 Potensi Ekowista Bahari Kawasan Nusa Tabukan ………... 68

5.1.3 Potensi Sosial Budaya ……….. 76


(17)

xvii

5.4 Aksesibilitas ………..………...………. 79

5.5 Pelayanan Tambahan ………...………. 85

BAB VI LINGKUNGAN INTERNAL DAN LINGKUNGAN EKSTERNAL 6.1 Lingkungan Internal ………... 87

6.1.1 Kekuatan …………..…………...…….………. 87

6.1.1 Kelemahan ………...………...………..… 89

6.2 Lingkungan Eksternal ……….………... 95

6.2.1 Peluang ………...………..… 95

6.2.2 Ancaman ………. …..……….. 99

BAB VII STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI 7.1 Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata ……….. 103

7.2 Strategi Alternatif Pengembangan Kawasan Ekowisata ...…………..… 107

7.3 Program Pengembangan Kawasan Ekowisata ………...………….. 110

7.3.1 Program dari Strategi S-O …………...……….. 110

7.3.2 Program dari Strategi S-T …………...………... 113

7.3.3 Program dari Strategi W-O ………...……….… 115

7.3.4 Program dari Strategi W-T … ……...……….. 120

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan ……….………...… 123

8.2 Saran ………...……... 123

DAFTAR PUSTAKA ……….…... 124


(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Teori Butler ………...…. 32

Gambar 2.2 Model Penelitian ………..…… 37

Gambar 3.1 Peta Orientasi Lokasi Penelitian ……… 39

Gambar 3.2 Matrik SWOT ……… 45

Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe ……...…. 51

Gambar 4.2 Klaster Pengembangan Kabupaten Kepulauan Sangihe ……… 54

Gambar 4.3 Orientasi Kawasan Nusa Tabukan terhadap Pulau Sangihe Besar ... 58

Gambar 5.1 Pemandangan Pulau Nusa ……….…….... 64

Gambar 5.2 Pemandangan Pulau Bukide ………... 65

Gambar 5.3 Pemandangan Pulau Poa ………... 66

Gambar 5.4 Pemandangan Pulau Liang ……….….. 67

Gambar 5.5 Habitat Dugong ……….…….……... 71

Gambar 5.6 Terumbu Karang Nusa Tabukan ……….……….……. 73

Gambar 5.7 Akses Penyebrangan Manado – Sangihe ………..….. 81

Gambar 5.8 Bandar Udara Yuda Tindas Kabupaten Kepulauan Sangihe ....…... 82

Gambar 5.9 Akses Penyeberangan ke Kawasan Nusa Tabukan …….. ……….... 83


(19)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Jumlah Keluarga Miskin Menurut Kecamatan

di Kabupaten Kepulauan Sangihe ……..………...… 49

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Kepulauan Sangihe Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan ….………... 50

Tabel 4.3 Struktur Ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe ……….. 52

Tabel 4.4 Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Kepulauan Sangihe ….……. 56

Tabel 4.5 Hotel dan Restoran di Kabupaten Kepulauan Sangihe …………... 56

Tabel 4.6 Sebaran Daya Tarik Wisata di Kabupaten Kepulauan Sangihe ..….. 57

Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Kecamatan Nusa Tabukan Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan ………...………. 60

Tabel 5.1 Potensi dan Daya Tarik Ekowisata Bahari di Kawasan Nusa Tabukan ………... 74

Tabel 5.2 Rencana Pengembangan Aktivitas Ekowisata Bahari di Kawasan Nusa Tabukan ……… 75

Tabel 5.3 Pemanfaatan Lahan Pulau dan Laut di Kawasan Nusa Tabukan …. 76 Tabel 5.4 Hotel di Kota Tahuna ………..….. 79

Tabel 5.5 Jadwal Pelayaran Reguler Manado – Sangihe ………..…... 80

Tabel 5.6 Jadwal Pelayaran Express Manado – Sangihe ………..…… 81

Tabel 5.7 Jadwal Penerbangan Manado – Sangihe ………..………. 82

Tabel 5.8 Estimasi biaya dan durasi perjalanan menuju Sangihe ………….. 84

Tabel 5.9 Estimasi Biaya dan Durasi Perjalanan Menuju Kawasan Nusa Tabukan ……….….. 85


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kekayaan

bahari berlimpah yang tersebar di seluruh wilayah. Kekayaan laut ini menjadi hak

setiap anak bangsa untuk dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan bangsa.

Tentunya, dengan tidak melupakan kewajiban untuk menjaga, memelihara, dan

melestarikannya. Hasil pemanfaatan potensi dan kekayaan bahari Indonesia

diharapkan dapat dinikmati oleh setiap masyarakat Indonesia secara merata. Untuk

itu, pembangunan semestinya dapat dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah

Indonesia sehingga hasilnya dapat menyentuh sampai seluruh wilayah, termasuk

wilayah perbatasan negara. Namun pendekatan pembangunan di masa lampau yang

fokus pada wilayah perkotaan menjadikan wilayah pulau-pulau kecil hingga wilayah

perbatasan tetap tampil dalam dalam keterbatasan, meskipun memiliki ragam sumber

daya di wilayah mereka.

Pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan dapat dilakukan melalui

berbagai sektor termasuk sektor pariwisata. Pembangunan pariwisata pada umumnya

diarahkan sebagai sektor andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,

peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian masyarakat,


(21)

2

pengenalan dan pemasaran produk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Pengembangan pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi unggulan juga

telah menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe (selanjutnya

disingkat KKS). KKS merupakan satu dari sebelas Kabupaten / Kota di Provinsi

Sulawesi Utara dan merupakan daerah otonom baru di ujung utara Indonesia yang

berbatasan laut dengan Filipina bagian selatan. Ditetapkan sebagai wilayah

perbatasan Negara melalui Undang Undang No.77 tahun 1957, KKS juga ditetapkan

sebagai Daerah Perdagangan Lintas Batas berdasarkan Keputusan Presiden RI No.6

Tahun 1975. Berdasarkan letak dan kondisi geografis wilayah KKS, terdapat empat

karakteristik yang dinilai sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan di

KKS, yaitu: (1) Sebagai Daerah Perbatasan, kawasan ini memiliki peluang dalam

membangun kerja sama dengan negara tetangga, (2) Sebagai Daerah Kepulauan,

kawasan ini terdiri atas gugusan pulau yang besar dan kecil berjumlah 105 buah

pulau, dimana 26 buah pulau berpenghuni dan 79 buah pulau belum berpenghuni, (3)

Sebagai Daerah Rawan Bencana Alam, hal ini berkaitan dengan keadaan topografi

daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe yang terdiri dari daerah perbukitan dan

pegunungan dengan struktur tanah yang labil, (4) Sebagai Daerah Tertinggal atau

daerah miskin, Kondisi ini mengakibatkan terjadinya proses kemiskinan yang

terstruktur. (sangihekab.go.id).

Semangat pemerintah daerah dalam memanfaatkan sumber daya bahari dalam


(22)

3

“Mewujudkan Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagai kabupaten bahari yang

sejahtera, dan didukung oleh Misi Pembangunan Daerah yang menetapkan bahwa “Pemantapan ekonomi daerah akan dilakukan melalui optimalisasi potensi bahari

melalui kegiatan perikanan dan pariwisata (sangihekab.go.id). Kebijakan pemerintah

yang sentralistik di masa lalu, dilakukan dengan orientasi pada pendekatan keamanan

(security) yang tidak sebanding dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity), menjadikan KKS sebagai daerah tertinggal dengan tingkat daya saing ekonomi yang

lemah. Penetapan daerah tertinggal berdasarkan kriteria perekonomian masyarakat,

sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah,

aksesibilitas, serta karakteristik daerah. Hal ini berpengaruh pada lemahnya daya

saing komoditas, SDM maupun sumber daya ekonomi.

KKS telah menjadi tempat transit dalam program Sail Bunaken 2009, Sail

Morotai 2012, Sail Komodo 2013, dan Sail Tomini 2015, khususnya bagi partisipan yang masuk ke wilayah Indonesia dari Laut Tiongkok Selatan. Hal ini membuka

peluang pengembangan pariwisata di KKS, sehingga untuk mengoptimalkan potensi

yang ada diperlukan strategi pengembangan pariwisata yang sesuai dengan

karakteristik KKS. Peluang pengembangan pariwisata di KKS didukung pula oleh

dibukanya kembali bandara pengumpan skala tertier Yudha Tindas di Pulau Sangihe

Besar, yang melayani jalur penerbangan penerbangan perintis Sangihe – Manado dan

sebaliknya. Dalam pengembangannya, bandara ini direncanakan untuk peningkatan

status menjadi bandara pengumpan skala sekunder untuk mendukung pengembangan


(23)

4

kegiatan perekonomian di Filipina Selatan. Transportasi melalui jalur laut juga dapat

diakses dengan jadwal pelayaran setiap hari. Tersedianya jalur transportasi menuju

KKS memberikan pengaruh positif terhadap kunjungan wisata. Sejak beroperasinya

bandara secara penuh di Sangihe tahun 2011, pergerakan wisatawan mengalami

peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya.

Salah satu kawasan yang memiliki potensi sumber daya bahari di KKS adalah

Kawasan Nusa Tabukan (selanjutnya disingkat KNT). KNT merupakan gugusan

pulau dengan keindahan alam pantai, pesisir, terumbu karang serta kehidupan bawah

laut yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Hingga kini KNT mulai

ramai dikunjungi dengan tujuan untuk melihat secara langsung kehidupan satwa laut

tersebut. Pulau Bukide, salah satu pulau dalam kawasan ini merupakan satu dari

sembilan spot penyelaman di KKS yang dikenal dengan coral carpet dan koloni ikan. Juga terdapat Pulau Poa dan Pulau Liang, dua pulau karang tidak berpenghuni

dengan hamparan pasir putih, yang merupakan rumah bagi ribuan burung kumkum

putih. Burung kumkum putih ini merupakan satwa langka yang dilindungi di

Indonesia, dan oleh pemerintah desa setempat (Kampung Bukide) telah

ditindaklanjuti dengan membuat peraturan kampung yang melarang masyarakat

untuk berburu atau membunuh satwa tersebut.

Selain memiliki keragaman sumber daya alam, KNT juga dikenal sebagai

wilayah perikanan tangkap yang menjadi penyuplai kebutuhan perikanan di pesisir

utara Kepulauan Sangihe. Masyarakat nelayan tradisional yang mendiami kawasan


(24)

5

Dalam falsafah hidup masyarakat lokal, laut dianggap sebagai pemberi kehidupan.

Penghormatan masyarakat bahari di kepulauan Sangihe dapat dilihat pada perbedaan

bahasa atau penyebutan, masyarakat memiliki bahasa khusus di laut dengan makna

yang lebih dalam. Penghormatan masyarakat terhadap laut juga dilakukan melaui

penggunaan metode tangkap tradisional untuk menjaga kelestarian laut disekitar

mereka.

Kekayaan sumber daya bahari di KNT tidak selaras dengan kondisi sosial

ekonomi masyarakat setempat. Secara administratif KNT masuk dalam wilayah

Kecamatan Nusa Tabukan dengan lima buah kampung didalamnya. Lemahnya daya

saing ekonomi masyarakat di kawasan ini disebabkan antara lain oleh terbatasnya

pilihan mata pencaharian penduduk pulau-pulau kecil yang cenderung homogen dan

sangat tergantung pada sumberdaya pesisir dan laut. Secara keseluruhan, kegiatan

ekonomi di KNT masih sangat tergantung pada aktivitas ekonomi di luar pulau,

terutama pada Pulau Sangihe Besar sebagai induknya (mainland).

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara No.1 Tahun 2014 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara tahun 2014 – 2034,

Kepulauan Sangihe masuk dalam peruntukkan pengembangan wisata bahari,

sedangkan secara spesifik gugusan kepulauan Nusa (KNT) masuk dalam rencana

pengembangan sebagai kawasan ekowisata laut dan pulau di perbatasan antara

Negara. Pemanfaatan pulau – pulau kecil juga diatur dalam Undang – Undang nomor

1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang – Undang nomor 27 tahun 2007 tentang


(25)

6

dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan berikut ini, yaitu: a)

konservasi, b) pendidikan dan pelatihan, c) penelitian dan pengembangan, d)

budidaya laut, e) pariwisata, f) usaha dan industri perikanan secara lestari, g)

pertanian organik, dan h) peternakan. Pengaturan ini juga terintegrasi dengan

Undang – Undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menyebutkan

bahwa pengembangan pariwisata bertujuan untuk : meningkatkan pertumbuhan

ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengentaskan kemisknan, mengatasi

pengangguran, melestarikan alam budaya dan lingkungan, memupuk rasa cinta tanah

air, memperkokoh jati diri bangsa serta mempererat persahabatan antar bangsa.

Menyadari potensi dan daya Tarik yang terdapat di pulau – pulau kecil terkait

potensi perikanan dan pariwisata, maka pemerintah menganggap perlunya dibuat

kawasan pulau – pulau kecil sebagai destinasi ekowisata yang terintegrasi untuk

memudahkan pengaturan, pengawasan dan upaya dalam memanfaatkan potensi yang

ada di setiap daerah untuk kesejahteraan masyarakat. Pilihan tersebut dinilai tepat

karena mengingat ekowisata merupakan kegiatan yang berwawasan lingkungan (Oka

Yoety, 2000). Pembangunan di pulau-pulau kecil harus dilaksanakan secara

berkelanjutan dengan pendekatan yang mengutamakan keseimbangan ekologi,

ekonomi dan konservasi. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sendiri adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan

atau merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan


(26)

7

dianjurkan dengan persyaratan bahwa laju (tingkat) kegiatan pembangunan tidak

melampaui daya dukung (carrying capacity).

Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan

mengembangkan pariwisata dengan konsep Ekowisata. Dalam konteks ini wisata

yang dilakukan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya

konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan mendorong penghargaan yang lebih

tinggi terhadap perbedaan budaya. Hal inilah yang mendasari perbedaan antara

konsep ekowisata dengan model wisata konvensional (mass tourism) yang telah ada sebelumnya. Secara sederhana, konsep ekowisata menghubungkan antara perjalanan

wisata yang memiliki visi dan misi konservasi dan kecintaan lingkungan. Hal ini

dapat terjadi karena keuntungan finansial yang didapat dari biaya perjalanan wisata

digunakan juga untuk kebutuhan konservasi alam serta perbaikan kesejahteraan

penduduk lokal. Ekowisata juga menekankan pada nilai dan manfaat edukatif dari

setiap kegiatan yang dilakukan.

Dalam klaster pembangunan daerah, KNT masuk dalam klaster Manalu

sebagai kawasan agropolitan, minapolitan dan pariwisata. Dalam Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 12 tahun 2010 tentang

minapolitan disebutkan bahwa minapolitan adalah suatu bagian wilayah dengan

pusat kegiatan ekonomi yang memanfaatkan, mengelola, dan membudidayakan

sumber daya kelautan dan perikanan, serta memiliki keterkaitan fungsional yang

dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan menumbuhkan


(27)

8

pengembangan ekowisata, dimana keduanya menekankan pada penguatan sinergi

antara pertumbuhan ekonomi masyarakat dan kelestarian fungsi lingkungan hidup

untuk merumuskan strategi yang tepat bagi pengembangan ekonomi kerakyatan.

Hingga kini pengembangan pariwisata di KKS dan KNT belum optimal

karena berbagai faktor, seperti: keterbatasan infrastruktur, kurangnya SDM

pariwisata, akesibilitas, promosi, serta faktor lainnya. Perlunya dikembangkan

pariwisata di KNT maupun di KKS dengan harapan adanya kontribusi nilai ekonomi

baik bagi penerimaan daerah dalam tataran makro, maupun yang langsung diterima

oleh masyarakat. Undang – Undang Otonomi Daerah memberikan kewenangan

kepada pemerintah daerah untuk melakukan perencaan, pengembangan dan

pengelolaan pariwisata di daerah masing – masing. Proses dan mekanisme

pengambilan keputusan menjadi lebih cepat, serta peluang untuk memberdayakan

masyarakat lokal dalam pariwisata menjadi lebih terbuka (Damanik dan Weber,

2006). Pengembangan pariwisata di KNT perlu direncanakan dan dikelola dengan

baik untuk mencegah dampak yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata

terhadap lingkungan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui konsep

pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian pengembangan pariwisata di KNT


(28)

9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan

pedoman berdasarkan pertimbangan terhadap permasalahan berikut:

1. Apa saja komponen produk wisata dalam menunjang ekowisata bahari di

Kawasan Nusa Tabukan?

2. Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal terhadap pengembangan

ekowisata bahari di Kawasan Nusa Tabukan?

3. Bagaimana strategi dan program pengembangan ekowisata bahari di Kawasan

Nusa Tabukan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi dan program pengembangan

ekowisata bahari di Kawasan Nusa Tabukan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi potensi dan daya Tarik ekowisata bahari di Kawasan

Nusa Tabukan.

2. Untuk menganalisis kondisi lingkungan internal dilihat dari kekuatan dan

kelemahan, serta kondisi lingkungan eksternal dilihat dari peluang dan

ancaman terhadap pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Nusa Tabukan.

3. Untuk merumuskan strategi dan program pengembangan ekowisata bahari di


(29)

10

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya dalam bidang pariwisata, terutama yang terkait dengan

pengembangan daya tarik ekowisata dan jenis wisata alternatif lainnya. Juga

diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian ilmiah lainnya, terutama yang

berkaitan dengan pengembangan sumber daya pariwisata di Kabupaten Kepulauan

Sangihe, dan pengembangan pariwisata di pulau – pulau di wilayah perbatasan

Negara lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terkait

dalam pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Nusa Tabukan, terutama bagi

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe dalam merumuskan formulasi kebijakan

pengembangan pariwisata. Hasil penelitian juga diharapkan menjadi sumber

informasi kepada instansi terkait dalam menyusun rencana dan strategi

pengembangan pariwisata di Kabupaten Kepulauan Sangihe, khususnya di Kawasan

Nusa Tabukan dan sekitarnya, dengan tetap berorientasi kepada aspek lingkungan


(30)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Dalam mendukung pengembangan pariwisata terutama yang berkaitan dengan

pengembangan destinasi, maka dibutuhkan penelitian ilmiah yang dapat

merekomendasikan bentuk atau model pengembangan pariwisata yang sesuai dengan

karakteristik masing – masing daerah.

Berikut beberapa penelitian terdahulu yang relevan dijadikan sebagai acuan

dalam penelitian ini, baik yang tertuang dalam jurnal maupun tesis:

Vodeb (2010) dalam “Cross-border regions as a potential tourist destination along the Croatian frontier: an ecotourism approach”. Penelitian ini dilakukan pada wilayah perbatasan antara Kroasia dan Sloveia dengan fokus untuk

pengembangan kegiatan wisata. Wilayah perbatasan selama ini identik dengan

masalah keamanan, sehingga pembangunan ekonomi sering diabaikan. Hal ini

menjadikan wilayah perbatasan menjadi wilayah yang termarjinalkan oleh sistem

pemerintahan, hingga berakibat pada kemampuan ekonomi. Wilayah perbatasan

Kroasia memiliki beragam potensi yang dapat dimanfatkan untuk kegiatan pariwisata.

Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap persepsi dan ekpektasi pasar wisata,


(31)

12

pengembangan wisata di wilayah perbatasan. Hasil penelitian menunjukan bahwa

sebagian besar menganggap bahwa wilayah perbatasan Negara dapat dikembangkan

sebagai destinasi pariwisata, dengan tetap mengedepankan aspek keamanan, dan

lingkungan. Dalam penelitian ini dirumuskan rencana strategis dalam pengembangan

wisata perbatasan, ada 4 hal penting dalam rekomendasi strategis yaitu : (1)

Peningkatan daya saing daerah (regional competitiveness), (2) Peningkatan kerjasama regional antara Kroasia dan Slovenia, (3) Pengembangan pasar, (4) Ekowisata

sebagai model pengembangan yang sesuai. Ekowisata direkomendasikan sebagai

model pengembangan yang tepat dengan karakteristik wilayah perbatasan Kroasia

yang rentan dengan isu lingkungan dan keamanan. Relevansi penelitian ini dengan

penelitian yang dilakukan adalah fokus penelitian terkait pengembangan ekowisata

yang lokasinya di wilayah perbatasan Negara. Perbedaannya terletak pada ruang

lingkup penelitian. Penelitian ini dilakukan pada wilayah yang cukup besar dengan

mempertimbangkan pada perjanjian dan kerjasama ekonomi antar kedua Negara,

serta pertimbangan terhadap batas territorial Negara, sedangkan penelitian yang

dilakukan pada skup wilayah yang lebih kecil.

Jaafar (2012) dalam “Ecotourism-related products and activities, and the economic sustainability of small and medium island chalets”. Penelitian ini dilakukan di empat pulau bagian Timur Malaysia, yaitu: Pulau Redang, Pulau Kapas, Pulau Perhentian Besar dan Kecil (The Redang Island Marine Park), serta Pulau Tioman (The Tioman Island Marine Park). Penelitian dilakukan untuk menganalisis kegiatan wisata utama di empat pulau tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan pemetaan jenis


(32)

13

kegiatan, profil wisatawan, kondisi lingkungan, serta persepsi dan ekpektasi stakeholder terkait. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengembangan wisata telah mencapai batas optimum, dimana jumlah permintaan wisata melebihi suplai yang tersedia. Untuk mencegah kerusakan lingkungan, diperlukan upaya – upaya pelestarian melalui pengembangan model pengelolaan yang berorientasi terhadap keberlanjutan lingkungan.

Pengembangan yang sporadis dan tidak terencana dengan baik dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang dalam jangka panjang akan menyebabkan degradasi nilai dan keunggulan kompetitif dari produk wisata yang dijual. Terdapat korelasi antara kondisi lingkungan dengan pengembangan wisata, sehingga diperlukan komitmen dari semua stakeholder untuk merumuskan model pengembangan produk wisata. Penelitian ini merekomendasikan pengembangan ekowisata sebagai solusi untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan, yang berujung pada keberlanjutan ekonomi. Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah fokus penelitian yang sama yaitu wisata di pulau pulau kecil dengan rencana pengembangan ekowisata. Namun yang membedakan adalah penelitian ini dilakukan di wilayah pulau yang sudah berkembang, dan merekomendasikan ekowisata sebagai strategi baru, sedangkan penelitian yang dilakukan di wilayah yang belum berkembang.

Agusriadi (2013) dalam “Kajian Potensi Ekowisata Bahari di Pulau Balai

Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh”. Dalam penelitian ini dibahas tentang


(33)

14

dan eksternal. Dalam penelitian ini potensi ekowisata bahari diidentifikasi

berdasarkan sembilan faktor berikut : (1) Parameter fisika kimia oseanografi (2)

Geologi dan geomorfologi pantai (3) Kedalaman dan kemiringan pantai (4) Jenis

substrat pantai (5) Kunjungan wisatawan (6) Pelaku usaha wisata (7) Peranan

pemerintah lokal / daerah (8) Nilai WTA dan WTP (9) Potensi ekonomi wisata

bahari. Strategi pengembangan berorientasi pada potensi fisik, hal ini terkait dengan

fokus penelitian yang diarahkan pada potensi fisik lingkungan yang dijelaskan secara

detail. Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah mengkaji

potensi wisata, faktor internal dan eksternal sebagai dasar dalam perumusan strategi.

Namun yang membedakan adalah penelitian yang dilakukan membahas pontensi

berdasarkan perspektif pariwisata dengan mengacu kepada pengembangan potensi

dan daya tarik wisata.

Penelitian lain dilakukan oleh Taghulihi (2013) dalam tesis “Strategi

Perencanan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara”.

Dalam penelitian ini dibahas tentang strategi perencanaan pariwisata di Kabupaten

Kepulauan Sangihe sebagai daerah otonom baru. Dalam penelitian ini dilakukan

identifikasi terhadap potensi sumber daya pariwisata, kelembagaan dan sumber daya

manusia, kemampuan daerah dalam mengelola pariwisata, serta identifikasi faktor

internal dan eksternal sebagai dasar dalam merumuskan strategi perencanaan

pariwisata di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Strategi perencanaan dirumuskan


(34)

15

Kepulauan Sangihe, yaitu: potensi perkebunan, potensi hutan, potensi perikanan dan

kelautan, serta potensi pariwisata alam. Penelitian ini menghasilkan rencana strategis

dalam level makro, dan belum memberikan penjelasan secara mendalam tentang

pengembangan wisata secara spesifik. Strategi yang dihasilkan merupakan

rekomendasi terhadap pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk

mengidentifikasi potensi sebaran wisata di Sangihe. Relevansi penelitian ini dengan

penelitian akan dilakukan adalah penelitian dilakukan di wilayah yang sama yaitu di

Kabupaten Kepulauan Sangihe. Perbedaannya terletak pada fokus yang dikaji,

penelitian ini membahas pengembangan satu kawasan di Kabupaten Kepulauan

Sangihe secara khusus sebagai kawasan berbasis ekowisata bahari.

Pattaray (2015) dalam “Pengembangan Ekowisata Bahari di Kawasan Gili

Balu Kabupaten Sumbawa Barat”. Penelitian ini membahas tentang potensi kawasan

Gili Balu sebagai area konservasi yang memiliki ekosistem pulau kecil, pesisir panta,

lingkungan bawah laut serta budaya masyarakat Poto Tano Sumbawa Barat..

Pengembangan pariwisata berbasis ekowisata bahari di kawasan Gili Balu dilakukan

untuk mencegah kerusakan lingkungan berbasis konservasi, sehingga pengembangan

pariwisata di kawasan Gili Balu dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan dampak

minimal terhadap lingkungan alam dan masyarakat. Dalam penelitian ini diterapkan

beberapa strategi yaitu : strategi pengembangan produk wisata, strategi peningkatan

keamanan dan memperkuat identitas Pulau Gili Trawangan sebagai destinasi


(35)

16

pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, strategi penetrasi pasar dan

promosi daya tarik wisata, serta strategi perencanaan dan pengembangan pariwisata

berkelanjutan. Relevansi penelitian Pattaray dengan penelitian yang dilakukan di

Kawasan Nusa Tabukan adalah penelitian tersebut berada pada wilayah pulau – pulau

kecil yang fokus terhadap pengembangan wisata berbasis pada konservasi sumber

daya bahari yang dimanfaatkan sebagai sumber daya pariwisata. Perbedaannya

dengan penelitian ini terletak pada kondisi geografi dan topografis yang berbeda,

dimana penelitian ini dilakukan pada gugusan pulau kecil yang masuk dalam wilayah

perbatasan Negara, juga dalam klaster pengembangan ekonomi berbasis perikanan

dengan kondisi dua pulau tidak berpenduduk.

2.2 Konsep Penelitian

2.2.1 Pengembangan Pariwisata

Dalam era otonomi daerah, dimana daerah memiliki kewenangan dalam

merencanakan dan menyelenggarakan pembangunan maka diperlukan suatu model

pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan, kapasitas serta karakteristik wilayah

masing – masing, sehingga diperlukan upaya untuk menggali potensi daerah sebagai

dasar dalam perumusan strategi pembangunan. Menurut Tantra (2014) dalam

merencanakan dan melaksanakan pembangunan diperlukan sebuah kerangka teoritik,

yaitu paradigma berpikir yang memperhatikan ruang secara realistik. Ruang tidak

berarti fisik, tetapi juga lingkungan sosial budaya dalam arti luas. Pola dasar


(36)

17

ruang sebagai kesatuan wilayah administratif, ekonomi, historis dan empiris. Dengan

demikian pola pembangunan dirumuskan berdasarkan kondisi dan potensi lingkungan

dan manusianya.

Pengembangan destinasi wisata dalam kerangka pembangunan daerah

memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi dalam tataran makro,

serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam tataran mikro. Sehingga

pengembangan pariwisata daerah haruslah juga memperhitungkan keuntungan dan

manfaat bagi banyak pihak, terutama masyarakat lokal. Pengembangan pariwisata

yang baik dapat mendorong terbukanya peluang kerja, pengembangan produk lokal,

serta kesempatan pendidikan dan pelatihan masyarakat. Secara harafiah

pengembangan diartikan sebagai proses atau cara. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi Ketiga (2005: 538) mendefinisikan pengembangan sebagai suatu proses, cara,

perbuatan mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik, maju sempurna dan berguna,

sehingga pengembangan merupakan suatu proses / aktivitas memajukan sesuatu yang

dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan atau memelihara

yang sudah berkembang agar menjadi menarik dan lebih berkembang.

Menurut Suwantoro (2002) pengembangan adalah memajukan dan

memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Dengan demikian

pengembangan pariwisata dapat diartikan sebagai sebuah proses untuk

mengembangkan destinasi, kawasan serta usaha pariwisata menjadi lebih baik


(37)

18

Grady dalam Suwantoro (2002) menjelaskan bahwa kriteria pengembangan

pariwisata haruslah selalu melibatkan masyarakat lokal sehingga pengembangan yang

dilakukan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat. Pengembangan juga

harus diarahkan agar tidak merusak nilai – nilai dalam masyarakat, serta minimalisasi

dampak melalui penyesuaian program dengan kapasitas sosial masyarakat. Kriteria

tersebut sejalan dengan konsep dasar pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism) serta pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development). Hal yang sama juga tertuang dalam kebijakan pemerintah tentang kepariwisataan. Dalam Undang – Undang nomor 10 tahun 2009 disebutkan bahwa

prinsip dasar pengembangan pariwisata agar berkelanjutan yaitu: Meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan,

mengatasi pengangguran, serta melestarikan alam lingkungan dan budaya.

Dari berbagai penjelasan, maka dapat dilihat hubungan dalam memberikan

konsep secara operasional tentang pengembangan pariwisata. Pengembangan

pariwisata yang dimaksud dalam mengembangan ekowisata bahari di Kawasan Nusa

Tabukan merupakan sebuah proses untuk mengarahkan kegiatan pariwisata menjadi

lebih baik, dengan berorientasi pada keberlanjutan lingkungan dan pemberdayaan

masyarakat, sehingga kegiatan pariwisata dapat memberikan manfaat bagi sumber


(38)

19

2.2.2 Potensi dan Daya Tarik Wisata

Secara harafiah potensi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan diri yang

dapat dikembangkan. Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan

untuk dikembangkan berdasarkan kesanggupan, kekuatan dan daya. Menurut Pendit

(1999) potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah

yang bisa dikembangkan sebagai atraksi wisata. Merujuk pada pendapat Pendit

tersebut, maka dapat dikatakan bahwa potensi wisata merupakan sumber daya yang

bisa dimanfaatkan sebagai daya tarik / atraksi wisata untuk kepentingan ekonomi

daerah dan masyarakat lokal, dengan tetap memperhatikan unsur – unsur pendukung

lainnya. Potensi dapat dibedakan menurut jenisnya, yaitu: (1) Potensi fisik,

merupakan potensi lingkungan alam suatu daerah, dan (2) Potensi non fisik,

merupakan potensi dalam bentuk sosial masyarakat, budaya, kesenian, dan lainnya.

Potensi dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Dalam Undang –

Undang nomor 10 tahun 2009 disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala

sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman

kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan

kunjungan wisatawan. Oleh karena itu, daya tarik wisata harus dikelola sedemikian

rupa agar tetap lestari.

Setidaknya ada tiga hal penting yang harus dipenuhi dalam suatu destinasi.

Menurut Marioti (1985) dan Yoeti (1987) dalam Bambang Sunaryo (2013), tiga hal


(39)

20

1. Something to see, merujuk kepada daya tarik khusus yang dapat dilihat oleh wisatawan. Daya tarik ini haruslah memiliki keunikan dan nilai yang

membedakannya dengan destinasi lain

2. Something to do, merujuk kepada pilihan – pilihan aktivitas yang dapat dilakukan oleh wisatawan selama melakukan kunjungan. Aktivitas ini juga

harusla ditunjang oleh kelengkapan fasilitas, sehingga dapat memperpanjang

length of stay wisatawan di suatu destinasi

3. Something to buy, merujuk kepada ketersediaan cindera mata atau oleh – oleh khas suatu destinasi. Cindera mata sebaiknya berupa produk lokal yang

dihasilkan oleh masyarakat atau industri lokal

Merujuk pada beberapa pendapat diatas, maka potensi dan daya tarik wisata

merupakan faktor penting dalam pengembangan sebuah destinasi wisata.

2.2.3 Wisata Bahari dan Ekowisata

Wisata bahari merupakan jenis wisata yang memanfaatkan potensi lingkungan

wilayah pesisir dan lautan secara langsung dan tidak langsung seperti yang

diungkapkan oleh Pendit (2003). Kegiatan langsung diantaranya adalah berperahu,

berenang, snorkeling, diving dan memancing. Wisata bahari tidak dapat dilepaskan dari kegiatan wisata alam dimana kegiatan ini sering disebut juga sebagai kegiatan

wisata pantai yang memanfaatkan potensi lingkungan pantai sebagai daya tarik

utama. Bentuk wisata bahari dapat berbeda sesuai karakteristik pantai dan lingkungan

sosial budaya yang ada dilingkungan pantai tersebut. Menurut Fandeli (2002: 50),


(40)

21

darat (coastal landscape). Keindahan alam, pantai berpasir, terumbu karang, kekayaan sejarah alam merupakan atraksi utama bagi wisatawan baik itu wisatawan

yang mencari ketenangan dan rekreasi maupun bagi wisatawan minat khusus yang

lebih mencari aktivitas yang bersifat menantang seperti fishing atau diving (inskeep, 1991). Menurut Fandeli (2002: 50), ada riga jenis kegiatan wisata bahari, yaitu :

1. Surface activities, Merupakan aktivitas wisata yang dilakukan di permukaan air. Aktivitas ini antara lain berperahu, ski air dan berselancar.

2. Contact activities, Merupakan aktivitas yang dilakukan wisatawan dengan melakukan kontak air. Aktivitas tersebut meliputi berenang, snorkeling dan kegiatan menyelam.

3. Littoral activities, Merupakan kegiatan berwisata yang dilakukan di darat. Aktivitas berwisata yang banyak dilakukan adalah berjemur, piknik, dan

berjalan-jalan.

Secara umum aktivitas wisata bahari yang dilakukan dapat memberi dampak

atau pengaruh yang cukup besar terhadap berbagai aspek, baik itu dampak positif

maupun negatif. World Tourism Organization (UNWTO: 2002) menyebutkan dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas wisata bahari berikut:

1. Dampak positif.

Wisata bahari dapat memberikan manfaat sosial ekonomi yang cukup baik, dan

telah memberikan kontribusi ekonomi yang positif terhadap peningkatan


(41)

22

a. Peningkatan aktivitas wisatawan serta pemberian ijin memancing bagi

nelayan, dan dilibatkan dalam pengelolaan usaha wisata bahari

b. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan tiket masuk dan perijinan

aktivitas dalam kawasan

c. Pendapatan total yang berasal dari fasilitas rekreasi dan komersial,

penginapan, makanan dan transportasi

d. Kawasan wisata bahari dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal maupun

wisatawan untuk melakukan aktivitas bahari

e. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam usaha wisata terkait dengan pengembangan

wisata bahari.

2. Dampak negatif

Wisata bahari juga dinilai memberikan dampak negatif, terutama bagi sumber

daya alam yang menjadi basis pengembangan atraksi wisata, seperti:

a. Small boat damage

Perahu-perahu kecil yang beroperasi di sekitar terumbu karang dapat

mengakibatkan kerusakan fisik di daerah yang dangkal terutama di area

yang memiliki gelombang kecil.

b. Reef walking

Aktivitas berjalan di area terumbu karang yang memiliki gelombang laut

kecil akan menyebabkan kerusakan fisik secara langsung.


(42)

23

Kerusakan yang diakibatkan oleh penempatan jangkar kapal / perahu yang

dapat merusak terumbu karang.

d. Pembangunan fasilitas wisata

Kerusakan akibat pembangunan fasilitas wisata yang dikembangkan untuk

menunjang kegiatan wisata bahari, dimana pembangunan dan atau

konstruksi bangunan dapat menyebabkan perubahan arus air di sekitar

terumbu karang yang berujung pada perubahan sistem ekologi. Disamping

itu, aktivitas pembangunan dapat menjadi sumber polusi dan limbah.

e. Pemindahan spesies bernilai ekonomi tinggi

Pengetahuan dan pengenalan terhadap spesies - spesies laut yang memiliki

nilai ekonomis tinggi dapat memberikan dampak karena akan terjadi

pemindahan spesies - spesies tersebut dari habitat aslinya.

Pengembangan pariwisata bahari dapat menyebabkan terjadinya pemasalahan

lingkungan, baik lingkungan alam maupun sosial masyarakat. Dampak – dampak

aktivitas pariwisata tersebut kemudian memunculkan konsep wisata yang berorientasi

terhadap keberlanjutan ekologi dan pemberdayaan masyarakat. Konsep ekowisata

pada dasarnya adalah konsep pengembangan pariwisata yang memandang sumber

daya wisata sebagai bagian dari ekosistem dimana terjadi interaksi antara sistem

lingkungan, ekonomi dan sosial sehingga dalam pengembangnnya harus

mempertimbangkan tercapainya ekologis, peningkatan kualitas hidup dan


(43)

24

aktivitas wisata tetapi terkait juga dengan konsep pelestarian lingkungan dan

pemberdayaan masyarakat lokal. Ekowisata merupakan suatu perpaduan dari

berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan

sosial. Destinasi untuk wisata ekologis dapat dimungkinkan mendapatkan manfaat

sebesar besarnya aspek ekologis, sosial budaya dan ekonomi bagi masyarakat,

pengelola dan pemerintah.

Definisi tentang ekowisata dikemukakan oleh The International Ecotourism Scociety (TIES) tahun 1990 sebagai berikut “Ekowisata adalah kegiatan wisata alam yang bertanggung jawab dengan menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat”. Dari pengertian tersebut dapat

dilihat bahwa dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur – unsur kepedulian,

tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan serta kesejahteraan

masyarakat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan sekaligus

melestarikan potensi sumber daya alam dan sosial budaya dalam konteks

pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Dalam pengembangan ekowisata perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu:

prinsip konservasi, prinsip partisipasi masyarakat, prinsip ekonomi, prinsip

pendidikan dan prinsip wisata (Suhandi, 2001). (1) Prinsip Konservasi.

Menumbuhkan kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian alam

serta pembangunan mengikuti kaidah ekologis. (2) Prinsip Partisipasi Masyarakat.


(44)

25

yang ada dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat

secara partisipatif menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada

tingkat pengelolaan. (3) Prinsip Ekonomi. Ekowisata memberikan peluang untuk

mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat,

melalui kegiatan-kegiatan yang non-ekstraktif dan non-konsumtif sehingga

meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan

kaidah-kaidah ekowisata, mewujudkan ekonomi berkelanjutan. (4) Prinsip

Pendidikan. Kegiatan ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan

masyarakat setempat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini

mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang

pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan

budaya. (5) Prinsip Wisata. Menciptakan rasa aman, nyaman dan memberikan

kepuasan serta pengalaman bagi pengunjung.

Dari berbagai definisi ekowisata diatas, maka ide dasar dari kegiatan

ekowisata adalah orientasi terhadap keberlanjutan lingkungan alam, penghargaan

tehadap nilai- nilai lokal, serta mengupayakan manfaat ekonomi kepada masyarakat

melalui konsep pemberdayaan. Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang

sangat erat dengan prinsip konservasi sehingga dalam merumuskan strategi

pengembangan ekowisata juga menggunakan haruslah mengacu kepada prinsip –

prinsip konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam


(45)

26

diharapkan mampu memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat tanpa

mengabaikan nilai informasi dan edukasi kepada wisatawan.

2.3 Landasan Teori

Untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini diperlukan landasan teoritis

sebagai dasar dalam menjawab permasalahan dalam penelitian.

2.3.1 Teori Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis dan

rasional kegiatan-kegiatan yang akan digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu

dan merupakan suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan

sumber-sumber yang ada secara lebih efektif dan efisien. Perencanaan pariwisata

adalah suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu

destinasi atau atraksi wisata. Ini merupakan suatu proses dinamis dalam penentuan

tujuan, yang secara bersistem mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk

mencapai tujuan serta implementasinya terhadap alternatif terpilih dan evaluasinya.

Proses perencanaan mempertimbangkan lingkungan (politik, fisik, sosial dan

ekonomi) sebagai suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu

dengan yang lainnya (Paturusi, 2008).

Perencanaan pariwisata di tingkat kabupaten / kota difokuskan pada empat

hal, yaitu: Kebijakan pengembangan pariwisata kabupaten / kota disesuaikan dengan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah, Rencana struktur tata


(46)

27

gerbang menuju obyek utama dan kebutuhan fasilitas pendukung, dan Rencana

jaringan utilitas, pendukung kawasan dan obyek menarik lainnya (Paturusi, 2008).

Teori perencanaan tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini mengingat fokus

penelitian pada perencanaan pariwisata di tingkat kabupaten / kota. Ada beberapa

prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan perumusan perencanaan

pengembangan Pariwisata :

1. Perencanaan pengembangan pariwisata haruslah merupakan suatu kesatuan

dengan pembangunan regional atau nasional dari pembangunan

perekonomian, sosial dan budaya.

2. Perencanaan pengembangan pariwisata haruslah dilakukan secara terpadu

dengan sektor-sektor lainnya yang berkaitan dengan bidang pariwisata.

3. Perencanaan pengembangan pariwisata daerah haruslah di bawah koordinasi

perencanaan fisik daerah secara keseluruhan.

4. Perencanaan fisik pengembangan pariwisata harus didasarkan suatu studi atau

penelitian dan memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan alam dan

budaya disekitar wilayah pengembangan.

5. Perencanaan fisik pengembangan pariwisata tidak hanya dilihat dari segi

administrasi, tetapi harus sesuai dengan lingkungan alam sekitar dengan

memperhatikan faktor geografis yang lebih luas.

6. Perencanaan pengembangan pariwisata tidak hanya memperhatikan masalah

dari ekonomi saja, tetapi juga harus memperhatikan masalah dari segi sosial


(47)

28

7. Perencanaan pengembangan pariwisata salah satu tujuannya adalah untuk

memberikan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu perencanaan

pengembangan pariwisata harus memperhatikan peningkatan kerjasama

dengan negara-negara lain yang saling menguntungkan khususnya dibidang

pariwisata. Inskeep (1991) menjelaskan bahwa perencanan merupakan konsep

dasar dengan menyediakan kerangka perencanaan menjadi konsep yang

berkesinambungan, berorientasi pada sistem, menyeluruh, terintegrasi, ramah

lingkungan serta fokus pada keberhasilan pengembangan yang dapat

mendukung keterlibatan masyarakat.

Ada delapan model pendekatan perencanaan pariwisata menurut (Inskeep,

1991: 29) dalam (Paturusi 2008: 45), yaitu: Pendekatan Berkesinambungan,

Inkremental, dan Fleksibel (Continous, Incremental and Fleksible approach), Pendekatan ini didasari kebijakan dan rencana pemerintah, baik di tingkat nasional

maupun regional. Perencanaan pariwisata dilihat sebagai suatu proses

berkesinambungan yang perlu dievaluasi berdasarkan pemantauan dan umpan balik

dalam kerangka pencapaian tujuan dan kebijakan pengembangan pariwisata.

Kedua, pendekatan Sistem (System Approach) dimana pariwisata dilihat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan (interrelated system); demikian halnya dalam perencanaan dan teknik analisisnya.

Ketiga, Pendekatan Menyeluruh (Comprehencive Approach), dimana segala aspek yang terkait mencakup institusi, lingkungan, dan implikasi sosial ekonominya,


(48)

29

Keempat, pendekatan terintegrasi (Integrated Approach) yaitu pendekatan yang berhubungan dengan sistem secara menyeluruh, pariwisata dikembangkan dan

direncanakan sebagai suatu sistem yang terintegrasi baik ke dalam maupun ke luar.

Dalam perencanaan suatu kawasan wisata, kawasan sekitarnya tidak bisa diabaikan,

bahkan dipandang sebagai bagian integral perencanaan. Potensi dan masalah di setiap

kawasan diharapkan saling menutupi dan saling melengkapi.

Kelima, Pendekatan Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan dan

Berkelanjutan (Environmental and Sustainable Development Approach) dimana pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan dikelola dengan memperhatikan

kelestarian lingkungan fisik dan sosial budaya, untuk tetap bisa digunakan di masa

depan.

Keenam, Pendekatan Swadaya Masyarakat (Community Approach), pendekatan ini melibatkan sebesar-besarnya masyarakat mulai dari proses

perencanaan, membuat keputusan, pelaksanaan, sampai pengelolaan pengembangan

pariwisata.

Ketujuh, Pendekatan Implementasi (Implementable Approach) Kebijakan, rencana, rekomendasi, dan rumusan pengembangan pariwisata dibuat serealistis

mungkin dan dapat diterapkan. Rumusan perencanaan dibuat jelas sehingga bisa

direncanakan.

Terakhir, Penerapan Proses Perencanaan yang Bersistem (Application of Systematic Planning Process). Pendekatan ini dilakukan berdasar logika tahapan kegiatan, dimana tahapan ini bisa berdasarkan atas dimensi waktu (jangka pendek,


(49)

30

menengah, dan panjang); sumber pembiayaan (APBN, APBD, Swasta, Swadaya,

dst); sektoral berdasarkan departemen atau instansi internal atau eksternal pariwisata.

Merujuk pada penjelasan teori diatas, maka perencanaan yang sistematis

diperlukan dalam kerangka pembangunan pariwisata daerah. Perencanaan digunakan

untuk merumuskan nilai, tujuan dan sasaran pembangunan berdasarkan kapasitas

masing – masing daerah.

2.3.2 Teori Siklus Hidup Pariwisata

Perkembangan destinasi pariwisata digambarkan dalam sebuah siklus hidup.

Butler (1980) mengemukakan siklus hidup destinasi pariwisata yang kemudian

dikenal dengan Tourism Area Lifecycle. Mengacu pada pendapat Butler dalam Pitana (2005), maka tahapan – tahapan dalam siklus hidup destinasi dapat dijelaskan sebagai

berikut: Tahap penemuan (Exploration). Pada tahap ini daerah tujuan wisata mulai dikunjungi sebagai daya tarik wisata baru. Tujuan utama dari kunjungan ini pada

umumnya adalah eksplorasi, bersantai atau mengadakan kontak yang intensif dengan

lingkungan alam, penduduk lokal dan menggunakan fasilitas yang dimiliki penduduk

dengan dampak sosial dan ekonomi yang sangat kecil.

Tahap keterlibatan (involvement) ditandai dengan meningkatnya jumlah kujungan sehinga masyarakat terdorong untuk menyediakan fasilitas bagi wisatawan.

Pada tahap ini juga promosi destinasi wisata mulai dikembangkan dan diinisiasi

dengan keterlibatan pemerintah, termasuk juga dalam hal penyediaan sarana dan

prasarana pendukung. Namun pada tahapan ini, pengelolaan pariwisata masih bersifat


(50)

31

Tahap pengembangan dan pembangunan (development) ditandai dengan pertumbuhan pariwisata yang cepat. Pada tahap ini, jumlah kunjungan wisatawan

meningkat secara massif, bahkan pada kurun waktu tertentu jumlah wisatawan bisa

sama atau bahkan melebihi jumlah penduduk lokal. Pada tahap ini, penyediaan

fasilitas pariwisata, fasilitas umum, sistem transportasi disiapkan dengan baik seiring

dengan pertumbuhan investasi guna membangun berbagai fasilitas pariwisata.

Kegiatan promosi dan pemasaran destinasi juga dilakukan secara intensif guna

mendorong tumbuhnya demand terhadap destinasi.

Tahap konsolidasi (consolidation), ditandai dengan tingkat pertumbuhan mulai menurun meskipun jumlah wisatawan masih relatif meningkat. Pada tahap ini,

kecenderungan terjadinya monopoli sangat kuat.

Tahap kestabilan (stagnation)ditandai dengan kapasitas maksimal dari faktor penunjang telah mencapai batas maksimum. Pada tahap ini wisatawan tdak mampu

lagi dilayani secara maksimal oleh destinasi wisata. Kunjungan wisata bersifat

repeated atau berulang – ulang, sehingga destinasi dianggap tidak menarik karena wisatawan telah mencapai titik jenuh. Komponen – komponen pendukung mulai

mengalami permasalahan.

Tahap penurunan kualitas (decline) ditandai dengan beralihnya wisatawan ke destinasi baru atau pesaing. Destinasi dianggap tidak menarik lagi, sehingga mulai

ditinggalkan wisatawan. Banyak fasilitas pariwisata yang beralih fungsi sebagai

fasilitas non pariwisata, atraksi wisata menjadi semakin kurang bermanfaat,


(51)

32

pariwisata dan penurunan jumlah kunjungan wisata. Tahap kelahiran baru

(rejuvenation), ditandai dengan perubahan dalam penggunaan dan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Terjadi penciptaan seperangkat atraksi wisata artifisial baru

atau penggunaan sumber daya alam yang belum tereksplorasi sebelumnya.

Gambar 2.1

Tourism Area Life Cycle

Sumber : Butler (1980)

Mengacu pada penjelasan ksklus hidup destinasi wisata di atas, maka posisi

kawasan Nusa Tabukan berada pada tahap eksplorasi yang ditandai dengan adanya

ekspolrasi terhadap sumber daya bahari, dengan keterlibatan masyarakat dan fasilitas

yang masih minim.

2.3.3 Teori Komponen Produk Wisata

Kotler menjelaskan dalam bukunya Marketing for Hospitality and Tourism


(52)

33

attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want or need. It includes physical objects, services, places, organizations, and ideas”. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa suatu produk atau barang diciptakan dan ditawarkan ke

pasar untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan dari produk tersebut pasar atau

konsumen mendapatkan kepuasan.Produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai

komponen yang mendukung kegiatan wisata. Kaitan pengertian produk dengan

produk wisata ialah produk wisata merupakan suatu produk yang nyata, produk ini

merupakan suatu rangkaian jasa yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat

ekonomis, tetapi juga yang bersifat sosial, psikologis dan alam, walaupun produk

wisata itu sendiri sebagian besar dipengaruhi oleh tingkah laku ekonomi (Suwantoro,

2004:48).

Terdapat berbagai pandangan terkait komponen – komponen apa saja yang

membentuk kesatuan produk wisata. Menurut Cooper (1995: 81), yang menyatakan

bahwa setidaknya terdapat empat komponen yang harus dimiliki suatu daya tarik

wisata, yaitu :

1. Atraksi (Attraction) yaitu Natural Resources (alami) dan Man Made (buatan manusia)

2. Fasilitas (Amenities), meliputi ketersediaan infrastruktur dasar dan fasilitas pariwisata

3. Aksesibilitas (Accesibitities), terkait dengan akses dan transportasi intra dan inter destinasi


(53)

34

4. Pelayanan Tambahan (ancillary service), terkait dengan fasilitas pelayanan lainnya yang dibutuhkan oleh wisatawan

Menurut Middleton, produk wisata dapat dipahami lebih dalam yaitu “The tourist products to be considered as an amalgam of three main components of attraction, facilities at the destination and accessibility of the destination”. Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa produk wisata secara umum terbentuk

disebabkan oleh tiga komponen utama yaitu: (1) Attractions, meliputi daya tarik yang terdapat dalam suatu destinasi, (2), Accesibilities, terkait dengan kemudahan pencapaian destinasi, dan (3), Amenities, meliputi ketersedian fasilitas penunjang kegiatan pariwisata. Pendapat diatas juga diperkuat oleh Direktorat Jendral Pariwisata

Republik Indonseia yang menambahkan komponen Tourism Organization

(kelembagaan) dalam kerangka penyusunan recana pengembangan, promosi, serta

pengelolaan destinasi.

2.3.4 Teori Adaptasi

Menurut Kaplan (2000) adaptasi merupakan sebuah proses yang

menghubungkan sistem budaya dan lingkungan. Dalam kegiatan pariwisata terjadi

interaksi antara guest (wisatawan) dan host (destinasi), baik interaksi dengan lingkungan fisik maupun dengan lingkungan non fisik (sosial budaya masyarakat).

Perbedaan latar belakang antara guest dan host ini menyebabkan terjadinya proses penyesuaian diri atau adaptasi antara masing – masing pihak. Interaksi yang terjadi


(54)

35

mengadaptasikan diri sehingga sikap dan perilakunya sesuai dengan perubahan yang

terjadi di lingkungan sekitarnya.

Pengembangan pariwisata dimanapun akan mendorong terjadinya perubahan,

baik bagi lingkungan fisik maupun non fisik. Perubahan lingkungan alam, sosial,

serta ekonomi yang terjadi di sekitarnya akan mendorong masyarakat untuk

beradaptasi sehingga sikap dan perilaku mereka sesuai dengan keadaan di sekitarnya.

Merujuk pada teori adaptasi diatas, maka pengembangan pariwisata di Kawasan Nusa

Tabukan juga akan menyebabkan perubahan terhadap kondisi lokal sebelum

pariwisata dikembangkan. Perubahan dapat terjadi pada lingkungan alam, ekosistem

laut dan pesisir, kegiatan ekonomi, serta interaksi budaya antara masyarakat dan

wisatawan. Strategi dan program pengembangan pariwisata di Kawasan Nusa

Tabukan haruslah mempertimbangkan proses interaksi dan adaptasi yang terjadi

dalam masyarakat sebagai salah satu bentuk dampak pengembangan pariwisata.

2.4 Model Penelitian

Untuk menjawab dan memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan,

diperlukan kerangka konsep atau model yang merupakan abstraksi dan sintesis dalam

kajian pustaka. Secara kualitatif penelitian ini berdasar pada fenomena yang terjadi

dimana Kepulauan Sangihe memiliki kekayaan sumber daya bahari yang melimpah

tetapi belum dimanfaatkan dengan optimal bagi kepentingan masyarakat maupun bagi

pembangunan daerah. Potensi tersebut menjadi prospek pengembangan pariwisata di


(55)

36

berbasis sumber daya bahari. Dari pemikiran tersebut dirumuskan tiga permasalahan

yang akan dijawab dalam penelitian ini.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka pengembangan Kawasan Nusa

Tabukan perlu berorientasi terhadap prinsip keberanjutan lingkungan dan

pemberdayaan masyarakat. Pembangunan pariwisata, potensi dan daya tarik, serta

ekowisata dan wisata bahari menjadi konsep yang diacu dalam pengembangan

kawasan, sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini menjadi landasan

dalam membedah permasalahan. Dalam penelitian ini diidentifikasi faktor internal

dan eksternal terhadap pengembangan Kawasan Nusa Tabukan sebagai kawasan

berbasis ekowisata bahari di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Dua faktor tersebut

dianalisis menggunakan matrik SWOT, yang menjadi dasar dalam perumusan strategi

dan program perencanaan yang sesuai. Model penelitian dapat dilihat pada Gambar


(1)

pariwisata dan penurunan jumlah kunjungan wisata. Tahap kelahiran baru (rejuvenation), ditandai dengan perubahan dalam penggunaan dan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Terjadi penciptaan seperangkat atraksi wisata artifisial baru atau penggunaan sumber daya alam yang belum tereksplorasi sebelumnya.

Gambar 2.1 Tourism Area Life Cycle Sumber : Butler (1980)

Mengacu pada penjelasan ksklus hidup destinasi wisata di atas, maka posisi kawasan Nusa Tabukan berada pada tahap eksplorasi yang ditandai dengan adanya ekspolrasi terhadap sumber daya bahari, dengan keterlibatan masyarakat dan fasilitas yang masih minim.

2.3.3 Teori Komponen Produk Wisata

Kotler menjelaskan dalam bukunya Marketing for Hospitality and Tourism (1999) pengertian dari produk ialah“anything that can be offered to a market for


(2)

attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want or need. It includes physical objects, services, places, organizations, and ideas”. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa suatu produk atau barang diciptakan dan ditawarkan ke pasar untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan dari produk tersebut pasar atau konsumen mendapatkan kepuasan.Produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai komponen yang mendukung kegiatan wisata. Kaitan pengertian produk dengan produk wisata ialah produk wisata merupakan suatu produk yang nyata, produk ini merupakan suatu rangkaian jasa yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat ekonomis, tetapi juga yang bersifat sosial, psikologis dan alam, walaupun produk wisata itu sendiri sebagian besar dipengaruhi oleh tingkah laku ekonomi (Suwantoro, 2004:48).

Terdapat berbagai pandangan terkait komponen – komponen apa saja yang membentuk kesatuan produk wisata. Menurut Cooper (1995: 81), yang menyatakan bahwa setidaknya terdapat empat komponen yang harus dimiliki suatu daya tarik wisata, yaitu :

1. Atraksi (Attraction) yaitu Natural Resources (alami) dan Man Made (buatan manusia)

2. Fasilitas (Amenities), meliputi ketersediaan infrastruktur dasar dan fasilitas pariwisata

3. Aksesibilitas (Accesibitities), terkait dengan akses dan transportasi intra dan inter destinasi


(3)

4. Pelayanan Tambahan (ancillary service), terkait dengan fasilitas pelayanan lainnya yang dibutuhkan oleh wisatawan

Menurut Middleton, produk wisata dapat dipahami lebih dalam yaitu “The tourist products to be considered as an amalgam of three main components of attraction, facilities at the destination and accessibility of the destination”. Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa produk wisata secara umum terbentuk disebabkan oleh tiga komponen utama yaitu: (1) Attractions, meliputi daya tarik yang terdapat dalam suatu destinasi, (2), Accesibilities, terkait dengan kemudahan pencapaian destinasi, dan (3), Amenities, meliputi ketersedian fasilitas penunjang kegiatan pariwisata. Pendapat diatas juga diperkuat oleh Direktorat Jendral Pariwisata Republik Indonseia yang menambahkan komponen Tourism Organization (kelembagaan) dalam kerangka penyusunan recana pengembangan, promosi, serta pengelolaan destinasi.

2.3.4 Teori Adaptasi

Menurut Kaplan (2000) adaptasi merupakan sebuah proses yang menghubungkan sistem budaya dan lingkungan. Dalam kegiatan pariwisata terjadi interaksi antara guest (wisatawan) dan host (destinasi), baik interaksi dengan lingkungan fisik maupun dengan lingkungan non fisik (sosial budaya masyarakat). Perbedaan latar belakang antara guest dan host ini menyebabkan terjadinya proses penyesuaian diri atau adaptasi antara masing – masing pihak. Interaksi yang terjadi antara guest dan host ini menyebabkan masing – masing pihak saling


(4)

mengadaptasikan diri sehingga sikap dan perilakunya sesuai dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

Pengembangan pariwisata dimanapun akan mendorong terjadinya perubahan, baik bagi lingkungan fisik maupun non fisik. Perubahan lingkungan alam, sosial, serta ekonomi yang terjadi di sekitarnya akan mendorong masyarakat untuk beradaptasi sehingga sikap dan perilaku mereka sesuai dengan keadaan di sekitarnya. Merujuk pada teori adaptasi diatas, maka pengembangan pariwisata di Kawasan Nusa Tabukan juga akan menyebabkan perubahan terhadap kondisi lokal sebelum pariwisata dikembangkan. Perubahan dapat terjadi pada lingkungan alam, ekosistem laut dan pesisir, kegiatan ekonomi, serta interaksi budaya antara masyarakat dan wisatawan. Strategi dan program pengembangan pariwisata di Kawasan Nusa Tabukan haruslah mempertimbangkan proses interaksi dan adaptasi yang terjadi dalam masyarakat sebagai salah satu bentuk dampak pengembangan pariwisata.

2.4 Model Penelitian

Untuk menjawab dan memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan, diperlukan kerangka konsep atau model yang merupakan abstraksi dan sintesis dalam kajian pustaka. Secara kualitatif penelitian ini berdasar pada fenomena yang terjadi dimana Kepulauan Sangihe memiliki kekayaan sumber daya bahari yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan dengan optimal bagi kepentingan masyarakat maupun bagi pembangunan daerah. Potensi tersebut menjadi prospek pengembangan pariwisata di Kabupaten Kepulauan Sangihe, khususnya sub – sub pengembangan kawasan


(5)

berbasis sumber daya bahari. Dari pemikiran tersebut dirumuskan tiga permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka pengembangan Kawasan Nusa Tabukan perlu berorientasi terhadap prinsip keberanjutan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Pembangunan pariwisata, potensi dan daya tarik, serta ekowisata dan wisata bahari menjadi konsep yang diacu dalam pengembangan kawasan, sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini menjadi landasan dalam membedah permasalahan. Dalam penelitian ini diidentifikasi faktor internal dan eksternal terhadap pengembangan Kawasan Nusa Tabukan sebagai kawasan berbasis ekowisata bahari di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Dua faktor tersebut dianalisis menggunakan matrik SWOT, yang menjadi dasar dalam perumusan strategi dan program perencanaan yang sesuai. Model penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(6)

Gambar 2.2 Model Penelitian Keterangan :

= Arah hubungan = Saling mempengaruhi

Pengembangan Kawasan Ekowisata Bahari Di Kawasan Nusa Tabukan

Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal Komponen Produk

Wisata

Strategi dan Program Pengembangan

Teori Perencanaan Teori Adaptasi Teori Komponen

Produk Wisata

Pariwisata Kepulauan Sangihe

Fenomena : Kesenjangan

Ekonomi

Pemanfaatan SD yang belum optimal

Teori Siklus Hidup Destinasi