STUDI KOMPARASI ANTARA PANDANGAN IMAM SYAFI’I DAN HUKUM POSITIF TENTANG STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN.

STUDI KOMPARASI ANTARA PANDANGAN IMAM SYAFI’I DAN
HUKUM POSITIF TENTANG STATUS ANAK YANG LAHIR
SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT PENGINGKARAN

SKRIPSI

OLEH
MOCHAMMAD AMALUDHIN ALWI

C31211125

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga Islam
Ahwal Al-Syakhsiyah

SURABAYA
2015

i


ABSTRAK
3HQHOLWLDQ\DQJEHUMXGXOoStudi KomparasL$QWDUD3DQGDQJDQ,PDP6\D!ILnL> dan
Hukum Positif Tentang Status Anak yang Lahir setelah istri di Talak Akibat
Pengingkaranp LQL PHUXSDNDQ SHQHOLWLDQ SXVWDND \DQJ EHUWXMXDQ XQWXN PHQMDZDE
tentang permasalahan yang telah dirumuskan yaitu : Bagaimana status anak yang
lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran PHQXUXWSDQGDQJDQ,PDP6\D!ILnL> dan
hukum Positif ? Persamaan dan perbedaaQ DQWDUD SDQGDQJDQ ,PDP 6\D!ILnL> dan
hukum Positif tentang status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat
pengingkaran ?
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (liberary research). Dalam
penelitian ini penulis mengunakan metode penelitian deskriptif analisis kompratif,
yakni penulis mengambarkan suatu permasalahan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran.
Setelah itu penulis membandingkan antara pandangan Imam 6\D!ILnL> dan hukum
Positif mengenai status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa status anak yang lahir setelah istri ditalak
akibat pengingkaran PHQXUXW SDQGDQJDQ ,PDP 6\D!ILni> anak tersebut berstatus
sebagai anak zina, baik anak yang diingkari tersebut dilahirkan dalam kondisi istri
talak URMnL atau EDnLQ hal ini dikarenakan ketika seorang suami sudah membuktikan

bahwa anak tersebut bukanlah anaknya dan diantara suami istri telah melakukan
sumpah OLnDQsecara sempurnah, maka hakim akan memisahkan diantar keduanya dan
mengikutkan nasab anak pada ibunya. Sedangkan dalam hukum Positif anak yang
diingkari oleh seorang suami maka anak tersebut berstatus sebagai anak luar kawin,
yang mana anak tersebut hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu dan
keluarga ibunya saja.
Meskipun demikian antara pandangan Imam Sya>ILnL> dan hukum Positif terdapat
persamaan dan perbedaan. Persamaan diantara keduanya terletak pada proses
penyelesaian ketika seorang suami mengingkari anak yang dilahirkan istrinya yakni
dengan cara sumpah OLnDQ. Sedangkan perbedaan terdapat pada akibat hukum serta
hak yang akan diperoleh oleh seorang anak. MeQXUXW ,PDP 6\D!ILni> seorang anak
yang diingkari oleh suami maka anak tersebut berstaus sebagai anak zina dan anak
tersebut hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya saja, selain itu anak
tersebut tidak bisa mendapatkan hak apapun dari seorang laki-laki yang mengingkari
ataupun dari bapak biologisnya. Berbeda dalam pandangan hukum Positif, seorang
anak yang diingkari oleh seorang suami maka anak tersebut berstatus sebagai anak
luar kawin yang mana anak tersebut hanya mempunyai hubungan keperdataan
dengan ibu dan keluarga ibunya, meskipun demikian seorang anak juga dapat
mempunyai hubungan dengan seorang laki-laki selagi bisa dibuktikan secara
teknologi dan medis bahwa laki-laki tersebut terbukti mempunyai hubungan darah

dengan seorang anak. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai
yudicial riview pasal 43 mengenai status anak luar kawin.
vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman

SAMPUL DALAM ................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii
PENGESAHAN ......................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
MOTTO.................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
DAFTAR TRANSLITERASI ..................................................................... xiii
BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .............................................. 9
C. Rumusan Masalah ...................................................................... 10
D. Kajian Pustaka............................................................................ 10
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 12
F. KeJXQDDQ+DVLO3HQHOLWLDQeee ............................................. 12
G. Definisi Operasional .................................................................. 13
H. Metode Penelitian ...................................................................... 14
I. Sistematika Pembahasan ........................................................... 17

BAB II

STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK
AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT PANDANGAN IMAM
6 ............................................................. 20
1. %HRJUDIL,PDP6\D!ILnL> ....................................................... 20
2. Metode Istinba>t +XNXP,PDP6\D!ILnL> .............................. 28
B. Status Anak Yang Lahir Setelah Istri Ditalak Akibat

Pengingkaran.............................................................................. 31
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pengingkaran Status Anak .. 31
2. Syarat pengingkaran Status Anak ...................................... 33
3. Status Anak Yang Lahir Setelah Istri Ditalak Akibat
Pengingkaran Menurut Pandangan Imam S\D!ILnL> .............. 34
BAB III

STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK
AKIBAT PENGINGKARAN MENURUT HUKUM POSITIF.
A. Definisi Anak dalam Hukum Positif ........................................ 45
B. Dasar Hukum Keabsahan Anak dalam Hukum Positif ............. 47
C. Status Anak Yang Lahir Setelah Istri Ditalak Akibat
Pengingkaran ........................................................................... 50
1. Pengingkaran Keabsahan Anak Menurut Hukum Positif .. 50
2. Prosedur Penyangkalan Anak Menurut Hukum Positif ..... 55
3. Status Anak Yang Lahir Stetelah Istri Ditalak Akibat
Pengingkaran Menurut Hukum Positif.............................. 56

BAB IV


.203$5$6, '$1 $1$/,6,6 3$1'$1*$1 ,0$0 6 dan Hukum Positif
Tentang Status Anak yang Lahir Setelah Istri Ditalak Akibat
Pengingkaran............................................................................. 63

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. 3HUEHGDDQ 3DQGDQJDQ ,PDP 6\D!ILnL> dan Hukum Positif
Tentang Status Anak yang Lahir Setelah Istri Ditalak Akibat
Pengingkaran............................................................................. 66
C. Analisis 3DQGDQJDQ,PDP6\D!ILnL> dan Hukum Positif Tentang
Status Anak yang Lahir Setelah Istri Ditalak Akibat
Pengingkaran............................................................................. 72
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 82
B. Saran ......................................................................................... 84


DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, manusia tidak pernah
terlepas dari fitrahnya, yang salah satunya adalah hasrat untuk mendapatkan
seorang pendamping hidup yang akan menemaninya mengarungi kehidupan
di dunia dan akhirat. Sebagai agama Rahmatan lil ‘a>lamin,> Islam memberikan
jalan atau cara bagi umatnya untuk mendapatkan calon pendamping hidup
dengan jalan pernikahan atau perkawinan yang sah menurut syariat maupun

hukum Positif di Indonesia. Perkawinan yang dimaksud ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.1
Memahami pasal diatas sebenarya perkawinan yang dikehendaki oleh
agama Islam adalah untuk selamanya sampai matinya salah seorang suami
atau istri. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki
putusnya perkawinan itu, artinya apabila hubungan perkawinan tetap di
lanjutkan, maka kemadharatan akan terjadi. Dalam hal ini Islam memberikan
jalan alternatif berupa perceraian sebagai langka terakhir dari usaha
melanjutkan rumah tangga.

1

Lihat Undang-Undang Nomor 1 Pasal 1 tahun 1974, Tentang Perkawinan

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


2

Perceraian atau dalam istilah fiqih disebut dengan talak, itu diambil dari
kata

‚Ithla>q”

yang

menurut

bahasa

artinya

‚melepaskan

atau

meninggalkan”.2 Menurut istilah syara’, talak yaitu :


ِ ‫حل ر‬
.‫اا َواِ ْ اَءُ اْ َلعاَ قَ ِة اَلل ْو ِجي ِة‬
ِ ‫ابا َ ِة الل َو‬
َ َ
Artinya : Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.3
Talak sebagai sebab putusnya perkawinan merupakan perbuatan yang
dibenci oleh Allah SWT, karena sejatinya Islam mensyariatkan perkawinan
selama-lamanya, tetapi meski demikian perceraian itu di perbolehkan ketika
berada dalam keadaan darurat baik atas inisiatif suami (talak) atau inisiatif
istri (khulu’) sebagaimana hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar :

ِ
ُ ‫قال َر ُس‬
َ ‫َع ِن ابْ ِن ُع َم َر‬
َ‫ض اْ َاَ ِل اِ ََ اَ َعل َو َجل الطا‬
ُ َ‫ اَبْ غ‬: ‫صلى اَُ َعلَْيه َو َسل ْم‬
َ َ‫لل ا‬
َ ‫لد ُاو ْد‬
َ ُ‫ُق ُ َرَواهُ اَب‬

Artinya: Dari Ibnu Umar. Ia berkata: bersabda Rasulullah SAW : ‚perkara
halal yang sangat dibenci oleh Allah SWT adalah talak.4
Dengan memahami hadits tersebut diatas, sebenarnya Islam mendorong
terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal tampak dan menghindarkan
terjadinya perceraian (talak). Dapat dikatakan, pada prinsipnya Islam tidak
memberikan peluang untuk terjadinya perceraian kecuali pada hal-hal
darurat.

2

Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, Cet.I (Bogor: Kencana, 2003), 191.
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, cet. 4, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Fikr 1983), 206.
4
Amiur Nurddun dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Islam di Indonesia Studi Kritis
Perkembangan Islam dan Fiqih UU No.1 Tahun 1974 Sampai KHI, 208.
3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Seperti halnya perkawinan yang menimbulkan hak dan kewajiban,
perceraian membawa akibat-akibat hukum bagi kedua belah pihak. Dengan
adanya perceraian maka timbul suatu hak serta kewajiban yang harus
dipenuhi oleh keduanya. Tidak hanya itu, ketika dalam suatu perkawinan
sudah di karuniai seorang anak, maka kedua orang tua tersebut juga
mempunyai hak serta kewajiban yang harus diberikan kepada anak-anaknya.
Hal tersebut seperti yang dijelaskan pada Pasal 41 huruf (a) Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ialah baik bapak maupun ibu tetap

mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, sematamata berdasarkan kepentingan anak.
Meskipun demikian tidak semua anak dapat memperoleh hak yang sama.
Hal ini dikarenakan Undang-undang sendiri memberikan akibat hukum yang
berbeda pada anak tersebut sesuai dengan asal usul anak itu sendiri. Para ahli
fiqih sepakat bahwa wanita yang bersuami dengan akad nikah yang sah
apabila melahirkan anak maka anak tersebut dinisbatkan kepada suaminya
atau dapat dikatakan anak tersebut mempunyai hubungan nasab dengan
ayahnya (anak sah). Di Indonesia permasalahan mengenai anak seringkali
menjadi persoalan yang obyektif, hal ini karena peraturan yang ada
memberikan akibat hukum yang berbeda pada anak sesuai dengan asal-usul
anak tersebut. Permasalahan tentang asal usul anak merupakan hal yang
paling penting untuk menunjukkan hubungan nasab seorang anak dengan
ayah biologisnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Di Indonesia, masalah asal-usul anak ini terdapat beberapa ketentuan
hukum yang berbeda-beda. Hal ini karena pluralitas bangsa, utamanya dari
agama dan adat kebiasaan, maka ketentuan hukum yang berlakupun
bervariasi. Ada tiga hukum yang berlaku di Indonesia yaitu hukum Islam,
hukum Positif meliputi hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam, dan Hukum Adat sebagai hukum tidak tertulis.5
Tentang asal usul anak dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974,
dijelaskan pada pasal 42 bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dan atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Kemudian dalam pasal 43 ayat
(1) dijelaskan anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Selanjutnya dalam
Kompilasi Hukum Islam juga dijelaskan pada Pasal 99 bahwa anak sah
adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah,
selanjutnya pada pasal 100 dijelaskan bahwa anak diluar perkawinan hanya
mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Nampaknya antara Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dengan Kompilasi
Hukum Islam mengenai penjelasan anak sah dan anak luar kawin adalah
sama.
Sejalan dengan pengertian yang ada dalam Undang-undang Nomor 1
tahun 1974 pasal 42, mengenai asal-usul anak juga dijelaskan dalam KUH
Perdata yakni pada pasal 250 bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan
5

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2003, 220.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai bapaknya.
Dalam pasal ini memberikan penekanan bahwa anak bisa dianggap anak sah
jika anak tersebut terlahir selama masa perkawinan, sedangkan anak yang
lahir setelah perkawinan terputus maka anak tersebut tidak bisa disebut anak
sah (anak luar kawin).
Apabila terjadi perselisihan mengenai status anak yang dilahirkan oleh
seorang istri, maka untuk memecahkan permasalahan ini Islam memberikan
jalan alternatif, yang dalam ilmu fiqih dikenal dengan nama li’an.6
Menurut istilah hukum Islam, li’an merupakan sumpah yang diucapkan
oleh suami ketika ia menuduh istrinya berbuat zina dengan empat kali
kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhanya, kemudian
pada sumpah kesaksian kelima disertai persyaratan bahwa ia bersedia
menerima laknat Allah SWT jika ia berdusta dalam tuduhanya itu.7 Atau
dapat dikatakan, seorang suami tidak mengakui anak yang dilahirkan
istrinya, karena suami telah menuduh istrinya berzina dengan laki-laki lain.
Dasar hukum pengaturan li’an bagi suami istri, ialah firman Allah SWT
dalam surat An-Nur ayat 6-9 :

          
           
            
6

Syekh Muhammad Yusuf Qardawi, Halal Dan Haram Dalam Islam, (Jakarta :PT.Bina Ilmu,
1980), hlm 305
7
Abd. Rahaman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta Timur : Penada Media, 2003), 239.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

             
 
Artinya : Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal
mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah SWT,
sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar, dan (sumpah)
yang kelima, bahwa la'nat Allah SWT atasnya, jika dia termasuk orangorang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya
empat kali atas nama Allah SWT sesungguhnya suaminya itu benar-benar
termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat
Allah SWT atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.8
Pada dasarnya setiap anak yang dilahirkan berasal dari sperma seorang
laki-laki dan sejatinya harus menjadi ayahnya, namun hukum Islam
memberikan ketentuan lain. Menurut Imam Sya>fi’i> seorang laki-laki
diharamkan untuk menolak atau mengingkari anak yang dilahirkan oleh
istrinya, apabila tidak terdapat cukup alasan-alasan yang dibenarkan agama,
alasan-alasan tersebut antara lain :
a. Anak itu lahir kurang dari enam bulan sesudah nikah dilangsungkan
sebab sekurang-kurangnya hamil adalah selama enam bulan.
b. Anak itu berada dalam kandungan ibunya setelah habis massa beriddah
dengan cerai talak dan wafat.

8

Departemen Agma RI, Al-Quran dan Terjemah, Jakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,1995, 544.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

c. Anak itu lahir setelah melewati massa iddah bila suaminya pergi
merantau (sesudah melewati empat bulan sepuluh hari ).
Dari beberapa alasan tersebut di atas ketika seorang suami yakin bahwa
anak yang dilahirkan oleh istrinya bukan hasil dari persetubuhanya,
melainkan dengan laki-laki lain maka seorang suami harus bersumpah bahwa
apa yang dia tuduhkan itu benar (baik tuduhan tersebut berupa penyangkalan
status anak ataupun dikarenakan menuduh istrinya berzina). Ketika kedua
suami maupun istri telah bersumpah di muka persidangan maka hakim akan
memisahkan di antara keduanya, dan anak tersebut di ikutkan nasabnya
kepada seorang ibu saja. Hal ini dikarenakan anak yang diingkari oleh
seorang laki-laki statusnya sama dengan anak zina (anak di luar perkawinan
yang sah) yang mana anak tersebut hanya mempunyai hubungan dengan
ibunya saja.
Sedangkan dalam hukum Positif seorang suami diperbolehkan
mengingkari anak yang dilahirkan oleh istrinya ketika seorang laki-laki
tersebut bisa membuktikan bahwa anak tersebut akibat dari perzinahan, hal
ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 44 ayat 1 Undang-undang Nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi ‚ Seorang suami dapat

menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bilamana ia dapat
membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat dari pada
perzinaan tersebut. Jika seorang laki-laki bisa membuktikan di muka
persidangan dan diantara keduanya telah melakukan sumpah li’an secara
sempurnah dihadapan hakim, maka hakim akan memisahkan diantara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

keduanya, dan anak tersebut diikutkan nasabnya kepada seorang ibunya saja
hal ini dikarena anak yang diingkari oleh seorang laki-laki berstatus sebagai
anak luar kawin. Ketentuan tersebut sesuai dengan penjelasan 43 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa anak yang dilahirkan di luar

perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga
ibunya saja.
Dari beberapa ulasan di atas, bagaimana ketika seorang anak tersebut
dilahirkan ketika orang tuanya sudah bercerai dan kelahiran anak tersebut
diingkari oleh seorang suami. Apakah anak tersebut tergolong sebagai anak
sah atau anak luar kawin yang hanya mempunyai hubungan dengan ibunya
dan keluarga ibunya saja.
Hal ini sangat penting mengingat permasalahan ini menyangkut masalah
status anak yang nantinya berakibat hukum pada hak-hak yang akan diterima
oleh seorang anak. dan juga penting karena seorang anak juga mempunyai
hak untuk mengetahui siapa orang tuanya, mendapatkan asuhan, perawatan
dan pemeliharaan, pendidikan dan pengajaran dari kedua orang tuanya,
seperti halnya anak yang sah.9
Bertumpu dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut mengenai status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat
pengingkaran, yang penulis tuangkan dalam penelitian yang berjudul : ‚Studi
Komparasi Antara Pandangan Imam Sya>fi’i> dan Hukum Positif Tentang
Status Anak Yang Lahir Setelah Istri Ditalak Akibat Pengingkaran”.
9

Pasal 4 sampai 7, Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Pelindungan Anak.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Status keperdataan anak yang lahir setelah istri ditalak akibat
pengingkaran.
b. Hubungan nasab anak yang lahir setalah istri ditalak akibat
pengingkaran.
c. Status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran
menurut pandangan Imam Sya>fi’i>.
d. Status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran
menurut hukum Positif
e. Akibat hukum terhadap anak yang lahir setelah istri ditalak akibat
pengingkaran menurut pandangan Imam Sya>fi’i> dan hukum Positif.
2. Pembatasan Masalah
Penelitian tidaklah mudah untuk meneliti semua permasalahan pada
bidang yang diteliti. Oleh karena itu peneliti akan membatasi masalah
yang terkait dengan penelitian ini, guna memperjelas arah pembahasan
penelitian ini :
a. Status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran
menurut pandangan Imam Sya>fi’i>.
b. Status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran
menurut hukum Positif.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

c. Perbedaan dan persamaan antara pandangan Imam Sya>fi’i> dan hukum
Positif tentang status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat
pengingkaran.
C. Rumusan Masalah
Untuk menghindari semakin meluasnya permasalahan dan dengan
berangkat dari latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana status anak yang lahir setalah istri ditalak akibat
pengingkaran menurut pandangan Imam Sya>fi’i> ?
2. Bagaimana status anak yang lahir setalah istri ditalak akibat
pengingkaran dalam hukum Positif ?
3. Apa persamaan, perbedaan antara pandangan Imam Sya>fi’i> dan hukum
Positif tentang status anak yang lahir setalah istri ditalak akibat
pengingkaran ?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada penelitian kali ini, pada dasarnya untuk
mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian yang
pernah dilakukan oleh penelitian lain sebelumnya sehingga diharapkan tidak
adanya pengulangan materi secara mutlak.
Setelah menelusuri melalui kajian pustaka, Pertama; penulis membaca
Skripsi saudari Azizah (2004) yang berjudul ‚Analisis Ibnu Rusyd Tentang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Pengingkaran Status Anak Oleh Suami Sebagai Alasan Perceraian”,10 Skripsi
ini memfokuskan pada pandangan Ibnu Rusyd tentang kriteria-kriteria dalam
menentukan nasab seorang anak yaitu perkawinan yang sah, istri melahirkan
anak sebelum cukup batas minimal kehamilan adalah enam bulan terhitung
dari akad nikah/ terakhir kali hubungan badan dan istri melahirkan anak
setelah batas maksimal kehamilan kehamilan terhitung dari masa perceraian
atau terakhir kali hubungan badan. Dalam skripsi ini juga menjelaskan
tentang pengingkaran status anak oleh suami sebagai alasan perceraian, jika
sempurna ucapan li’an antara suami dan istri.

Kedua; penulis juga pernah membaca Skripsi saudari Mafazatun Ni’mah
khofifah (2009) yang berjudul ‚Pembatalan Putusan Pengadilan Agama

Lamongan Oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Tentang Pengingkaran
Anak (Studi Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
No.155/Pdt/G/2008/ PTA.Sby)”,11 Skripsi ini lebih memfokuskan pada
pembatalan putusan Pengadilan Agama lamongan oleh Pengadilan Tinggi
Agama surabaya, karena Pengadilan Agama lamongan dalam memutuskan
perkara pengingkaran anak tidak sesuai dengan ketentuan hukum formil
dalam beracara dan juga pengadilan Agama lamongan dalam hal pembuktian
pengingkaran anak tidak di dasarkan pada ketentuan pasal 174 dan 176 HIR
sebagai dasar putusanya.
10

Azizah, Analisis Ibnu Rusyd Tentang Pengingkaran Status Anak Oleh Suami Sebagai Alasan
Perceraian, Skripsi, Fakultas Syari’ah, Jurusan Akhwal Syakhsiyah, (Surabaya: IAIN Sunan

Ampel, 2004).
11
Mafazatun Ni’mah khofifah ‚Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Lamongan Oleh
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Tentang Pengingkaran Anak (Studi Analisis Putusan
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No.155/Pdt/G/2008/ PTA.Sby, Skripsi, Fakultas Syari’ah,
Jurusan Akhwal Syakhsiyah, (Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2009).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Berdasarkan telah pustaka yang sebagaian telah dipaparkan diatas,
maka penelitian yang ingin peneliti tulis dengan judul ‚Studi Komparasi
Antara Pandangan Imam Sya>fi’i> dan Hukum Positif Tentang Status Anak
Yang Lahir Setelah Istri Ditalak Akibat Pengingkaran” belum pernah
diadakan penelitian.
E. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui status anak yang lahirkan sesudah istri ditalak

akibat pengingkaran menurut pandangan Imam Sya>fi’i>.
2) Untuk mengetahui status anak yang lahirkan sesudah istri ditalak

akibat pengingkaran menurut hukum Positif.
3) Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara pandangan Imam

Sya>fi’i> dan hukum Positif tentang setatus anak yang lahirkan setelah
istri ditalak akibat pengingkaran.
2. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:
a. Manfaat ilmiah : Penelitian ini diharapkan dapat bergunan untuk

memberikan kontribusi dan memperkaya khazanah keilmuan tentang
hukum

dalam

memandang

persoalan-persoalan

kontemporer,

khususnya dalam masalah status anak.
b. Manfaat Praktis : Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pedoman dan acuan bagi orang tua yang melahirkan anak setelah
terjadinya perceraian, agar kelak anak yang dilahirkan mempunyai
kepastian hukum.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

F. Definisi Operasional
Skripsi ini berjudul ‚Studi Komparasi Antara Pandangan Imam Sya>fi’i>
dan Hukum Positif Tentang Status Anak Yang Lahir Setelah Istri Ditalak
Akibat Pengingkaran”. Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam memahami
judul skripsi tersebut, maka perlu penulis jelaskan istilah-istilah yang
terkandung di dalamnya.
1.

Komparasi

: Di dalam penelitian ini nantinya akan
membandingkan antara pandangan Imam
Sya>fi’i> dan Hukum Positif tentang status
anak yang lahir setelah istri ditalak
akibat pengingkaran.

2.

Pandangan

Imam : Pendapat Imam Sya>fi’i> mengenai status

Sya>fi’i

anak yang lahir setelah istri ditalak
akibat pengingkaran.

3.

Hukum Positif

: Suatu

peraturan

yang

mengatur

mengenai setatus anak yang di dasarkan
pada peraturan perundang- undangan.
Meliputi
Tahun

Undang-undang
1974

Tentang

Nomor

1

Perkawinan,

Kompilasi Hukum Islam, dan Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek).
4.

Pengingkaran Status

: Tidak mengakui, tidak membenarkan,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Anak

menyangkal,
keadaan.12

memungkiri
Dalam

hal

ini

suatu
suami

mengingkari status anak yang dilahirkan
oleh istri setelah keduanya telah bercerai.
G. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian
kepustakaan (Library Research). Adapun yang dimaksud dengan penelitian
kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian.13 Bahan-bahan penelitian kepustakaan bisa berupa: buku, majalah,
surat kabar dan dokumen lainnya yang dianggap perlu.
1. Data yang dikumpulkan
Sehubungan dengan jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka
(Library Research), maka data-data yang dikumpulkan adalah data-data
yang berasal dari kepustakaan, dan dalam pembahasan skripsi ini nantinya
bisa dipertanggungjawabkan dan relevan dengan permasalahan yang
diangkat, maka penulis membutuhkan data sebagai berikut:
a. Data yang menjelaskan mengenai pendapat Imam Sya>fi’i> tentang
status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran.
b. Data yang membahas mengenai status anak yang lahir setelah istri
ditalak akibat pengingkaran yang diatur dalam Undang-undang Nomor

12
13

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-Tiga, 433.
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 3.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
c. Data lain yang mendukung untuk melakukan analisis mengenai
pandangan Imam sya>fi’i> tentang status anak yang lahir setelah istri
ditalak akibat pengingkaran, serta peraturan-peraturan perundangan
lain yang menyangkut obyek yang diteliti.
2. Sumber data
Penelitian ini merupakan penelitian pustakan (Library Reserch) maka
sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder,
seperti buku-buku dan literatur lainya yang membahas mengenai objek
yang peneliti bahas. Perincian data tersebut meliputi dibawah ini:
a. Sumber data primer14, yaitu buku-buku yang bermadhhab Sya>fi’i> :
1) Al-Muhazab Fi Fiqh al-Imam as-Syafi’i, karya Abi Ishaq Ibrahim
bin Ali bin Yusuf
2) Terjemah Al-Umm, Karya Imam Sha>fi’i>.
b. Sumber Data Sekunder adalah bahan-bahan yang meberikan penjelas
dan pelengkap yang diambil dari beberapa buku atau literatur yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian ini, yang menjadi sumber
data sekunder meliputi :
1) Terjemah Al-Fiqih al-Islam wa Adillatuh, karya Wahbah alZuhaili.
2) Terjemah Fiqh al-Sunnah, karya Sayyid al-Sabiq.
14

Soerjono Suekanto Dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2006), 13.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

3) Terjemah Al-Fiqh Ala al-Madhahib al-Arba’ah, karya Abd alrahman al-Jaziri.
4) Terjemah Bidayatul Mujtahid, karya Ibn Tusyd.
5) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelik Wetboek).
6) Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
7) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah sebuah penelitian yang berupa penelitian pustaka

(Library Research),15 oleh karenanya penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data secara dokumentasi dengan menelusuri literaturliteratur atau karya ilmiah lainya yang berkaitan dengan penelitian, yang
diambil dari bahan primer maupun skunder.16
4. Teknik Analisi Data
Mengingat obyek penelitian ini terkait dengan masalah status anak
yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran menurut pandangan
Imam Sya>fi’i> dan hukum Positif, maka metode yang digunakan dalam
penelitian ini ia metode komparatif, yaitu melakukan perbandingan antara
pendapat ulama’ fiqih dengan pernyataan dalam Undang-undang hukum
Positif untuk menetukan status hukum anak yang lahir setelah istri ditalak

Yaitu penelitia n yang memerlukandokumen atau bahan pustaka sebagai data untuk menjawab
masalah penelitian. Lihat: Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta:
Granit, 2005), 61.
16
Winarno Surakhman, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung:Tarsito, 1980), 162.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

akibat pengingkaran serta argumentasi dan alasan yang dikemukan oleh
masing-masing ulama’ tersebut.
Adapun dalam menganalisi data-data tersebut, penulis mengunakan
metode penelitian deskriptif analitik,17 yakni mengambarkan suatu
permasalahan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai setatus anak
yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran. Setelah itu penulis
menganalisis permasalahan yang ada dengan mengunakan metode (content

analiysis) agar permasalahan tersebut bisa diselesaikan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang ada sehinga mendapatkan pemahaman dan
pemaknaan yang lebih akurat.18
Sedangkan untuk menarik kesimpulan dari hail analisis penulis
mengunakan pola pikir deduktif.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah di dalam pembahasan dan pemahaman dalam
penulisan skripsi ini, penulis mencoba membagi masing-masing pembahasan
menjadi lima bab, dan tiap bab sebagian akan diuraikan menjadi sub-sub bab,
untuk lebih jelasnya secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
Bab Kesatu

: Menguraikan alasan dan ketertarikan penulis dalam

meneliti masalah ini, gambaran secara keseluruhan skripsi, seperti yang
terdapat di dalam latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan

17

Deskriftif dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, pikiran,
pendapat tertentu, keadaan atau gejala-gejala lainya, maksudnya untuk mempertegas hipotesahipotesa agar membantu dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam rangka menyusun
teori baru. Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta:UII Press, 1986), 9-10
18
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Yogyakarta:Rake Sarasin, 2000), 68.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian,

definisi

oprasional,

metode

penelitian

dan

sistematika

pembahasan
Bab Kedua

: Bab kedua penulis menguraikan mengenai pandangan

Imam Sya>fi’i tentang status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat
pengingkaran, yang pembahasannya meliputi: a) Biografi Imam Sya>fi’i>, b)
Metode istinbat} hukum Imam Sya>fi’i>, c) Status anak yang lahir setelah istri
ditalak akibat pengingkaran menurut pandangan Imam Sya>fi’i>.
Bab Ketiga

: Dalam bab ketiga penulis menguraikan mengenai status

anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran menurut hukum
Positif, yang pembahasanya meliputi : a) Definisi anak sah dalam hukum
Positif, b) Dasar hukum keabsahan anak dalam Hukum Positif, c) Status
anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran menurut hukum
Positif.
Bab Keempat

: Dalam bab ini menjelaskan mengenai analisis pembahsan

yang meliputi: a) Analisis persamaan antara pandangan Imam Sya>fi’i> dan
hukum Positif tentang status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat
pengingkaran b) Analisis perbedaan antara pandangan Imam Sya>fi’i> dan
hukum Positif tentang status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat
pengingkaran c) Analisis pandangan Imam Sya>fi’i> dan hukum Positif tentang
status anak yang lahir setelah istri ditalak akibat pengingkaran.
Bab Kelima

: Bab ini merupakan bagian akhir yaitu penutup dari isi

keseluruhan skripsi dan meliputi kesimpulan yang merupakan jawaban pokok

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

masalah dan dalam bab ini juga mencakup saran-saran dari penulis atas
permasalahan yang diteliti sehingga tercapai upaya untuk mencapai tujuan
dari yang dilakukan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

BAB II
STATUS ANAK YANG LAHIR SETELAH ISTRI DITALAK AKIBAT
PENGINGKARAN MENURUT PANDANGAN IMAM SYAFI’I

A. Sejarah Madhab Sya>fi’i>
1. Biografi Ima>m Sya>fi’i>
Imam Sya>fi’i> adalah mujtahid dibidang fiqih, dan merupakan salah
satu dari empat mazhab yang terkenal dalam Islam. Beliau hidup pada
masa pemerintah khali>fah Ha>ru>n ar-Rasyi>d, al-Ami>n, dan al-Ma’mu>n
dari dinasti Abbasiyah.1 Beliau adalah seorang yang tinggi dan gagah
perawakannya, putih rupanya, fasih lidahnya, bagus suaranya dan
mempunyai wibawa

yang menakutkan bagi siapa yang melihatnya,

tetapi sangat disukai oleh orang yang pernah melihatnya. Tanda-tanda
yang menunjukkan bahwa dirinya orang besar, pandai dan berbudi luhur
telah ada dan kelihatan pada diri beliau sejak masih kecil.2
Imam Sya>fi’i> dilahirkan pada bulan Rajab tahun 150H atau 767M di
Ghazza>h ‘As-Qa>lan yang letaknya di pesisir laut putih di tengah-tengah
bumi Palestina yang bertepatan dengan tahun wafatnya Imam Abu
Hanifah di Baghdad dan Imam Ibn>u Jurai>j al-Makky>, yaitu seorang alim
di kota Makkah yang terkenal sebagai Imam ahli Hijaz, dan banyak
1

A. Rahman Ritonga, Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,1993),
326.
2
Munawar Cholil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet.
Ke-8, 1992), 156.

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

orang berkata bahwa Imam yang telah pergi telah diganti oleh Imam
yang baru. Beliau meninggal pada malam jum’at dan dimakamkan pada
hari Jum’at sesudah Ashar, bulan Rajab tahun 204H atau 20 Januari
820M dalam usia 54 Tahun di Mesir.3
Adapun nama kecil dari Imam Asy-Sya>fi’i> adalah Muh}ammad, dan
nama lengkapnya adalah sebagaimana tercantum dalam Tari>kh Tasyri>k
AlIsla>mi, yaitu: Dia adalah ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin Idri>s bin
‘Abba>s bin Us}ma>n bin Asy-Sya>fi’i> Mut}ha>lib, dari Abdul Mut}ha>lib yaitu
ayah yang keempat bagi Rasulullah SAW dan ayah yang kesembilan bagi
Asy-Sya>fi’i>. Ibunya berasal dari al-Azdi dan ibunya termasuk wanita
yang bernaluri paling cerdas.4
Beliau sering dipanggil dengan nama Abu> ‘Abdulla>h karena salah
seorang putera-nya bernama Abdullah, dan setelah menjadi ulama’ besar
dan mempunyai pengikut beliau lebih dikenal dengan nama Imam
Sya>fi’i>. Ayah Imam Asy-Sya>fi’i> bernama Idri>s bin ‘Usma>n bin AsySya>fi’i> bin As-Sa’i>d bin Abid bin ‘Abdul Yazi>d bin Ha>syim bin alMut}ha>lib bin ‘Abdul Mana>f, yang bekerja sebagai pengawal pasukan
yang ditempatkan di daerah Ghazzah. Sedangkan ibunya bernama
Fa>t}imah bin ‘Abdulla>h bin al-Hasan bin Husei>n bin ‘Ali> Abi> T}ha>lib. Dari
garis keturunan ayah, Ima>m Asy-Sya>fi’i> bersatu dengan keturunan Nabi
Muhammad SAW pada Abdul Manaf kakek Nabi yang ketiga, sedangkan
3

4

Umroh Machmudah Tolchah Mansoer, Al- Ima>m Asy-Sya>fi’i>. dan Nilai Musnadnya,
(Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1976), 19-20.
Asy-Syek>h Muh}ammad a l-Khud}ari>, Tarik>h Tasyri>k Al-Isla> mi, (Beiru>t : Daru>l Fikri, 1981),
251.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

dari pihak ibu, ia adalah cicit dari ‘Ali> b\ in Abi Thalib.5 Jadi silsilah yang
menurunkan Imam Asy-Sya>fi’i> baik dari ayah maupun ibu adalah
pertalian erat dengan silsilah yang menurunkan Nabi Muhammad SAW.
Imam Asy-Sya>fi’i> dilahirkan dalam keadaan yatim, karena ayahnya
meninggal saat beliau masih dalam kandungan sang ibu. Beliau diasuh
dan dibesarkan oleh ibunya sendiri dalam kehidupan yang sangat
sederhana, bahkan banyak menerima kesulitan. Asy-Sya>fi’i> dibawa
ibunya ke Makkah saat beliau berumur dua tahun, yaitu ke tempat
keluarga suami Fa>t}imah (ayah Imam Sya>fi’i>) bermukim, karena ibunya
beranggapan bahwa apabila beliau tinggal di Ghazzah maka nasab dari
bangsa Quraisy akan hilang.6 Sehingga ia menginginkan supaya anaknya
dibesarkan di antara keluarga ayahnya, yang mempunyai kedudukan
sosial yang terpandang dan mendapat fasilitas dari Bay>t al-Ma>l
(semacam kas negara), karena administrasi negara pada saat itu
menyediakan tunjangan khusus bagi setiap anggota keluarga quraisy
dari keturunan Ha>syim dan Mut}ha>lib,

yaitu

keluarga

dekat Nabi

Muhammad SAW.
Imam Asy-Sya>fi’i> yang dibesarkan dalam keadaan yatim dan sangat
sukar hidupnya, tetapi sejak kecil beliau belajar kepada ulama’-ulama’
dan menulis pelajaran-pelajaran yang diterimanya dalam sobekansobekan kertas-kertas bekas dan kulit-kulit, yang disebabkan oleh
kemiskinannya. Meskipun beliau dalam keadaan yatim dan miskin,
5
6

A. Rahman Ritonga, Ensiklopedi Islam, Jilid 4, 327.
Ali Fikri, Kisah-Kisah Para Imam Madzhab, (Yogyakarta: Mitra Pustaka Cet. Ke-I, 2003), 77.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

namun

beliau adalah seorang anak yang cerdas sekali yaitu dapat

menghafal al-Qur’an dengan mudah ketika masih kecil dan juga
menulis hadits, karena pendidikan Asy-Sya>fi’i> dimulai sejak dini,
sehingga gurunya tertarik pada ketekunan, kecerdasan, dan daya
hafal Asy-Sya>fi’i> yang luar biasa dan juga memberi kesempatan pada
Asy-Sya>fi’i> untuk melanjutkan pelajaran.7
Setelah mempelajari al-Qur’an pada usia 7\ tahun 8 dan menghafal
seluruh isi al-Qur’an dan menguasai artinya dengan lancar pada usia 9
(sembilan) tahun beliau sangat alim tentang makna dan kedudukan ayatayat al-Qur’an.8 Ima>m Ah}mad Ibnu

H}ambal

berkata: ‚Saya tidak

melihat orang yang lebih paham tentang Kitabullah dibanding pemuda
quraisy ini, dan tidak pernah saya melihat orang yang lebih patuh kepada
atsar dibanding dengan Sya>fi’i>”.9
Setelah dapat menghafal al-Qur’an, Asy-Sya>fi’i> berangkat kedusun
Badui, Banu Hudail, untuk mempelajari kaidah-kaidah dan nahwu bahasa
arab yang asli dan fasih. Di sana selama bertahun-tahun Asy-Sya>fi’i>
mendalami bahasa, kesusasteraan dan adat istiadat yang asli, berkat
ketekunan dan kesungguhannya Asy-Sya>fi’i> kemudian dikenal sangat
ahli dalam membuat syair, serta mendalami adat istiadat arab yang asli,

7

Ali Fikri, Kisah-Kisah Para Imam Madzhab, 77
T.M. Hasbi As-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), 144.
9
Umroh Machfud Tolchah Mansoer, Al-Imam Asy-Sya>fi’i> dan Nilai Musnadnya , 23.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

dan juga pada umur sepuluh tahun beliau sudah hafal dan mengerti
tentang isi Kitab ‚al-Muwa>tt}a” yang disusun oleh Ima>m Ma>lik.10
Asy-Sya>fi’i> kembali ke Makkah dan belajar Ilmu fiqih kepada
Ima>m Muslim bin Kha>lid\ Az-Z}anni>, seorang ulama’ besar dan mufti di
kota Makkah pada saat itu. Selain itu Asy-Sya>fi’i> juga mempelajari
berbagai cabang ilmu agama lainnya, seperti ilmu hadits dan ilmu alQur’an. Untuk ilmu hadits beliau berguru pada ulama’ hadits terkenal
dan di zaman itu yaitu Imam Sufya>n bin Uyai>nah, sedangkan Ilmu alQur’an pada ulama’ besar Ima>m Isma>’i>l bin Qassanti>n.11
Di samping cerdas, Asy-Sya>fi’i> juga sangat tekun dan tidak kenal
lelah dalam belajar, untuk itu pada usia 10 (sepuluh) tahun beliau sudah
membaca seluruh isi al-Muwa>tt}a’ karangan Ima>m Ma>lik, dan sebelum
beliau menghadap Ima>m Ma>lik, beliau sudah menghafal al-Muwa>tt}a’,
pada usia 12 (dua belas) tahun, beliau berkata : ‚Saya telah hafal

Muwa>tt}a’ sebelum saya menghadap Ima>m Ma>lik, ketika saya datang
untuk membaca Muwa>tt}a’ di hadapannya saya sedang berumur 12 (dua
belas) tahun, dia memandang saya masih kecil dan berkata kepada
saya : saya akan carikan orang yang membacakannya untukmu”.12
Setelah menghafal isi kitab al-Muwa>tt}a’, Imam Asy-Sya>fi’i>
berangkat ke Madinah untuk menemui pengarang kitab al-Muwa>tt}a’
yaitu Ima>m Ma>lik, dan sekaligus memperdalam ilmu fiqihnya. Selama di

Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab , 156.
A. Rahman Ritonga, Ensiklopedi Islam, Jilid 4, 327.
12
Umroh Machfud Tokchach Mansoer, Al-Imam Asy-Sya>fi’i> dan Nilai Musnadnya, 23.
10
11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Madinah Asy-Sya>fi’I tinggal di rumah Ima>m Ma>lik dan sering membantu
membacakan isi kitab al Muwatt}a’ kepada murid-murid Ima>m Ma>lik.
Imam Asy-Sya>fi’i> adalah profil ulama’ yang tidak pernah puas dalam
menuntut ilmu, karena semakin banyak ia menuntut ilmu semakin
dirasakannya banyak yang tidak diketahuinya. Beliau kemudian
meninggalkan Madinah menuju Irak untuk berguru pada ulama’ besar
di sana, antara lain Ima>m Abu> Yu>suf dan Ima>m Muh}ammad bin H}asa>n,
yang keduanya adalah sahabat Ima>m Abu> H}ani>fah. Dari kedua Ima>m
itu Asy-Sya>fi’i> memperoleh pengetahuan yang lebih luas mengenai caracara hakim memeriksa dan memutuskan perkara, cara memberi fatwa,
cara menjatuhkan hukuman, serta berbagai metode yang ditetapkan oleh
para mufti di Irak, yang tidak pernah Asy-Sya>fi’i> lihat di Hidjaz.
Asy-Sya>fi’i> termasuk orang yang mujur di dalam bidang ilmiah.
Beliau muncul setelah tersusun kodifikasi syari’ah menurut sistem yang
teratur dalam bentuk yang rapi. Dengan demikian beliau mudah
mempelajari buah pikiran dari orang-orang terdahulu dan belajar
langsung dari maha guru terkemuka.13
Aktifitasnya dalam dunia pendidikan dimulai dengan mengajar di
Madinah dan menjadi asisten Ima>m Ma>lik. Waktu itu usia beliau baru 29
(dua puluh sembilan) tahun, sebagai ulama’ fiqih namanya mulai dikenal,
muridnyapun berdatangan dari berbagai penjuru wilayah Islam. Selain
sebagai ulama’ ahli fiqih beliau juga dikenal sebagai ulama’ ahli
13

Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, Cet. Ke-I, 1972), 266.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

hadits, tafsir, bahasa dan kesusastraan arab, ilmu falak, ilmu ushul fiqih
dan tarikh.
Asy-Sya>fi’i> kemudian pindah ke Yaman atas undangan ‘Abdulla>h
bin Hasa>n wali negeri Yaman. Di sana beliau diangkat sebagai mufti
atau penasehat khusus dalam urusan hukum, di samping tetap
melanjutkan karirnya sebagai guru oleh wali negeri Yaman, Asy-Sya>fi’i>
juga dinikahkan dengan seorang putri bangsawan yang bernama Siti>
H}ami>dah bi>nti> Na>fi’ dan dianugerahi tiga orang anak yaitu ‘Abdullah,
Fa>timah, Zai>nab.14
Pada tahun 181 H atau 797 M Asy-Sya>fi’i> kembali mengajar di
Makkah. Selama 17 tahun di Makkah Asy-Sya>fi’i> mengajarkan berbagai
ilmu agama pada jama’ah haji yang datang dari penjuru dunia Islam,
beliau juga menulis masalah fiqih.15\
Selanjutnya pada tahun 198 H atau 813 M, Asy-Sya>fi’i pergi ke
Baghdad, yaitu pada masa pemerintahan Al-Ma’mun (198-218 H atau
813-833 M). Sesampai di Baghdad Asy-Sya>fi’i> diberi tempat mengajar di
dalam Masjid Baghdad. Asy-Sya>fi’i> juga menyusun kitab Ushul fiqih dan
beliau membentuk tiga h}alaqah (kelompok belajar), sehingga beliau
digelari ‚Nashi>rus Sunnah” (pembela as-sunnah), karena beliau
menjunjung tinggi Sunnah Nabi Muhammad SAW.16

14

A. Rahman Ritonga, Ensiklopedi Islam , Jilid 4, 328.
Ibid, 428.
16
Ibid, 428.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Belum cukup mengajar di Baghdad, Imam Asy-Sya>fi’i> diminta
pindah oleh wali Mesir yaitu Abbas bin Musa untuk pindah ke Mesir. Di
Mesir beliau memberi pelajaran di masjid Amr bin As}h, dengan jumlah
yang tidak sedikit.
Di Mesir beliau juga menyelesaikan beberapa buah pikiran dalam
bentuk buku-buku. Pikiran-pikiran dan hasil ijtihadnya selama tinggal di
Mesir inilah yang kemudian dikenal sebagai pendapat-pendapat Imam
Asy-Sya>fi’i> yang baru (al-Qa>ul al-Jadi>d), sedangkan pikiran dan hasil
ijtihadnya yang terdahulu dikenal dengan (al-Qa>ul al-Qadi>m) yaitu
pendapat Ima>m Asy-Sya>fi’i>