PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP PEMBENTUKAN ETANOL DARI AMPAS KELAPA

PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI
TERHADAP PEMBENTUKAN ETANOL
DARI AMPAS KELAPA
H. M. Faizal*, Zuhandri, Ivan Andrio
*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
Email: faizal_ga@yahoo.co.id
Abstrak
Bioetanol merupakan merupakan salah satu energi alternatif pengganti minyak bumi. Komponen utama
pada limbah pertanian dan industri yang digunakan untuk produksi bioetanol adalah lignoselulosa yang
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kelapa menghasilkan ampas kelapa yang dapat diolah
menjadi bioetanol. Etanol dibuat dengan proses fermentasi dengan bantuan Saccharomyces Cereviciae.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan ampas kelapa untuk dibuat etanol dengan proses
fermentasi dan mempelajari pengaruh waktu dan massa ragi yang berpengaruh terhadap volume dan
kadar alkohol. Percobaan dilakukan dengan penyiapan ampas kelapa, selanjutnya ampas kelapa
disterilkan dan didelignifikasi, dituangkan kedalam erlemeyer bersama ragi (5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr,
15 gr), waktu operasi (4 hari, 5 hari dan 6 hari), pH 4, kemudian analisa kadar etanol menggunakan alat
kromatografi gas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa percobaan pada massa ragi 15 gr dan waktu
fermentasi hari ke enam memberikan volume alkohol 3,6 ml dan kadar alohol tertinggi yaitu 9,49%.
Kata kunci : ampas kelapa, lignoselulosa, kromatografi gas, kadar alkohol
Abstract

Substitution bioethanol as one of energy source has been selected as an alternative source for the fossil
fuel substitution. The main component in those waste materials is lignocellulose that contained cellulose,
hemicellulose and lignin. The cocos nucifera produces leftover coconut flesh which can made to be
bioethanol. Ethanol obtained by fermentation with Saccharomyces Cereviciae. The goal of research were
to study the exploration etanol from leftover coconut flesh by fermentation, the relation between reaction
time and mass of yeast to produce alcohol. Researched start with preparation of leftover coconut flesh,
sterilization and delignification leftover coconut flesh, mixed it with yeast (5 gr, 10 gr, 15 gr), time
reaction was 4 days, 5 days and 6 days, pH 4, analyzed alcohol content use gas chromatografi. The
highest volume alcohol 3,6 ml and alcohol content was 9,49% with optimum condition 15 gr yeast at
sixth day.
Keywords : leftover coconut flesh, lignoselulose, gas chromatografi, alcohol content

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

Page | 39

1.

PENDAHULUAN
Indonesia yang semula adalah net-exporter

dibidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah
menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal
ini sungguh ironis karena terjadi saat harga
minyak dunia tidak stabil dan cenderung
mengalami peningkatan. Pada periode bulan
Januari-Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia
hanya mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari
sehingga terdapat deficit BBM sebesar 270.000
barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan
harga minyak dunia per barel mencapai USD 70.
Dengan kata lain, pemerintah harus mengeluarkan
Rp 170 miliar per hari (Erliza dkk, 2008
Tingginya harga minyak dunia menyebabkan
harga BBM dalam negeri meningkat. Indonesia
yang merupakan negara kapitalis pun akhirnya
menyesuaikan harga BBM dengan mengurangi
subsidi BBM. Hasilnya, sejak 1 Oktober 2005,
harga BBM dalam negeri terus mengalami
kenaikan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan,
terlebih lagi ketergantungan Indonesia terhadap

bahan bakar fosil sangat besar. Artinya, jika terus
dikonsumsi, tidak ditemukan cadangan minyak
baru dan teknologi baru untuk meningkatkan
recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan
minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu
dua puluh tiga tahun mendatang.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan
Energi
Nasional
untuk
mengembangkan sumber energi alternatif sebagai
pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan
tersebut telah menetapkan sumber daya yang
dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati
sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar
berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi
terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan

akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan bakar
berbasis nabati juga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan, sehingga lebih ramah
lingkungan.
Bahan bakar berbasis nabati salah satu
contohnya adalah bioetanol. Bioetanol dibuat dari
bahan-bahan bergula atau berpati seperti kelapa,
serbuk kayu, umbi-umbian, tebunira, sorgum, nira
nipah, jagung, dan lain-lain. Hampir semua
tanaman yang disebutkan diatas merupakan
tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena
mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut
digunakan sebagai bahan pangan. Saat ini, bahanbahan tersebut tidak dimanfaatkan secara
maksimal. Misalnya ampas kelapa yang banyak

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

terdapat pada limbah industri pengolahan kelapa.
Ampas kelapa sangat asing dimanfaatkan sebagai
bahan bakar. Selama ini, sisanya hanya ditumpuk

atau dibuang sehingga mudah mencemari
lingkungan. Bahkan ampas kelapa kebanyakan
dijadikan pakan ternak.
Kelapa dapat tumbuh pada wilayah tropis
dan tumbuh baik pada iklim panas yang lembab.
Namun, bila udara terlalu lembab dalam waktu
yang lama, juga tidak baik untuk pertumbuhan
tanaman. Ini disebabkan akan mengurangi
penguapan dan penyerapan unsure hara. Adapun
suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa adalah
27-28 oC. Curah hujan rata-rata 1200-2500 mm
per tahun. Sedangkan untuk pH antara 6,5-7,5.
Tanaman kelapa memiliki klasifikasi ilmiah
yang digolongkan sebagai berikut:
Divisi : Spermathophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo
: Palmales
Famili : Palmae
Genus : Cocos

Spesies : Cocos Nucifera
Sebaran tanaman ini meliputi Filipina,
Indonesia, India, Vietnam dan Meksiko (Aun,
2006). Khusus di Indonesia tanaman ini terdapat
hampir di seluruh wilayah Nusantara. Kelapa
membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai
untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Ada
dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan produksi kelapa, yaitu :
1. Faktor yang berasal dari udara, terutama sinar
matahari, temperatur, curah hujan dan
kelembaban.
2. Faktor yang berasal dari dalam tanah,
terutama partikel tanah, jenis tanah dan
unsure hara.
Potensi kelapa di Indonesia sangat besar. Hal
ini terlihat dari produksi kelapa dalam negeri yang
selalu memperlihatkan peningkatan dari tahun ke
tahun. Peningkatan ini berpotensi besar sejalan
dengan perkembangan bioenergi khususnya

bioetanol berbahan kelapa. Tepatnya dari ampas
kelapa.

Page | 40

Tabel 1. Produksi Kelapa Indonesia

2001

Produksi Kelapa
(1.000 ton)
833

2002

790

2003

837


2004

835

2005

880

Tahun

Sumber : Oil World, Agustus 2006
Buah kelapa yang normal terdiri dari
beberapa bagian, yaitu kulit luar (epicarp), sabut
(mesocarp), tempurung (endocarp), kulit daging
buah (testa), daging buah (endosperma), air
kelapa dan lembaga. Sekitar 35% total berat buah
kelapa merupakan berat sabut kelapa. Tebal sabut
kelapa kurang lebih 5 cm dan tebal daging buah
kelapa kurang lebih 1 cm atau lebih.

Ukuran maksimal kelapa terjadi saat
berumur 9 sampai 10 bulan. Dengan berat buah 3
sampai 4 kg. Pada umur 12 sampai 14 bulan, buah
cukup masak dan berat rata-rata menjadi 2 kg
serta volume air berkurang. Tempurung
merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan
antara 3 sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan
terdapat kandungan silikat ditempurung tersebut.
Dari berat total kelapa, 15 sampai 19% merupakan
berat tempurung.
Selain lemak, daging kelapa terdiri atas
senyawa-senyawa organic atau anorganik yang
menjadikan kalori dan gizi. Daging kelapa yang
sudah masak dapat dijadikan kopra dan bahan
makanan. Komposisi kimia daging kelapa
ditentukan umur buah. Komposisi tersebut pada
berbagai tingkat dapat dilihat pada tabel 2. Dari
tabel ditampilkan bahwa semakin tua umur kelapa
kandungan lemaknya semakin tinggi.


Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Kelapa
Berbagai Tingkat Umur
Analisis
(dalam 100 gr)

Buah
Muda

Buah
Setengah
Tua

Buah
Tua

Kalori

68 kal


180 kal

359 kal

Protein

1 gr

4 gr

3,4 gr

Lemak

0,9 gr

13 gr

34,7 gr

Karbohidrat

14 gr

10 gr

14 gr

Kalsium

17 mg

18 mg

21 mg

Fosfor

30 mg

35 mg

21 mg

Besi

1 mg

1,3 mg

2 mg

Thiamin

0 mg

0,5 mg

0,1

Asam

4 mg

4 mg

2 mg

Askorbat

83,3 gr

70 gr

46,9 gr

Air

53,0 gr

53,0 gr

53,0 gr

Bagian yang
dapat
dimakan
Sumber. Thieme, J.G. (1968) dalam Ketaren, 1986
Nilai gizi daging buah kelapa sangat
bervariasi tergantung beberapa faktor, baik faktor
dalam maupun faktor luar. Faktor dalam yang
dimaksud adalah varietas kematangan atau
kemasakan buah ketika dipetik. Adapun faktor
luar yang dimaksud antara lain, budidaya tanaman
kelapa. Faktor lingkungan, faktor teknologi lepas
panen. Lengkapnya nilai gizi pada daging buah
kelapa menghasilkan produk olahan.
Ampas Kelapa
Selama ini ampas kelapa (leftover coconut
flesh) sebagian besar dimanfaatkan untuk pakan
ternak. Atau, manfaat lain seperti penurun
kolesterol karena ampas kelapa mengandung
galaktomanan. Sehingga, dengan mengolahnya
menjadi bioetanol maka akan meningkatkan daya
guna dari ampas kelapa dan menjadi salah satu
sumber bahan bakar alternatif di daerah sentra
kelapa.
Ampas kelapa yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari ampas yang tidak bisa
menghasilkan kandungan santan (perasaan kelapa)
berkualitas baik. Seperti yang pernah dilakukan
tiga anak SMA Negeri 2 Pare, Kediri, Jawa
Timur, yakni Muh. Wildan Yahya, Ardhy Purwo,

Page | 41

dan Diana Sekar Sari yang memenangkan Lomba
Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-41 bidang Ilmu
Pengetahuan Teknik yang diselenggarakan LIPI
tahun lalu, dengan ampas kelapa 6,56 kg bisa
menghasilkan seliter bioetanol berkadar 95
persen, sedangkan bagi seliter air kelapa,
sebanyak 11,4 persennya bisa menjadi bioetanol
(Tempo, 2009).
Tabel 3. Komposisi Kimia Ampas Kelapa

Protein (%)

Data
Literatur
4,11

Serat Kasar (%)

30,58

Lemak (%)

15,89

Karbohidrat (%)

74,69

Kadar Air (%)

4,65

Kadar Abu (%)

0,66

Galaktomannan (%)

61

Manana (%)

26

Selulosa (%)

13

Karakteristik

Sumber : Barlina et al., 1997
Selulosa
Selulosa adalah polymer glukosa (hanya
glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk polymer
ini
memungkinkan
selulosa
saling
menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang
sangat kuat. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi
glukosa dengan menggunakan bantuan asam atau
enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat
difermentasi menjadi etanol.

terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6
(C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa,
galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil
rhamnosa, asam glukoroat, asam metal
glukoronat, dan asam galaturonat.
Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa
lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 %
(berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih
mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula
C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol
daripada gula C-6.

Gambar 2. Gula Penyusun dari Hemiselulosa
Lignin
Lignin adalah
salah
satu
komponen
penyusun tanaman. Secara umum, tanaman
terbentuk dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Lignin adalah molekul komplek yang
tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di
dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah
material yang paling kuat di dalam biomassa.
Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik
secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena
kandungan karbon yang relative tinggi
dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa,
lignin memiliki kandungan energi yang tinggi.

Gambar 1. Skema Rantai Selulosa
Hemiselulosa
Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang
merupakan polymer gula. Namun, berbeda dengan
selulosa yang hanya tersusun dari glukosa,
hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam
jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

Page | 42

Gambar 4. Skematis Tujuan Pretreatment

Gambar 3. Struktur Lignin
Pretreatment (Delignifikasi)
Pretreatment biomassa lignoselulosa harus
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di
mana penting untuk pengembangan teknologi
biokonversi dalam skala komersial (Mosier, et al.,
2005). Pretreatment terkadang merupakan tahapan
yang banyak memakan biaya dan berpengaruh
besar terhadap biaya keseluruhan proses. Sebagai
contoh pretreatment yang baik dapat mengurangi
jumlah enzim yang digunakan dalam proses
hidrolisis (Wyman, Dale, Elander, Holtzapple,
Ladisch, & Lee, Coordinated development of
leading biomass pretreatment technologies, 2005)
(Wyman, Dale, Elander, Holtzapple, Ladisch, &
Lee, Comparative sugar recovery data from
laboratory scale application of leading
pretreatment technologies to corn stover, 2005).
Pretreatment dapat meningkatkan hasil
gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa
pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan
pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari
hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij,
2005).

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

Seperti dijelaskan pada gambar diatas,
Proses pretreatment ini bertujuan memecah ikatan
lignin, menghilangkan kandungan lignin dan
hemisellulosa, merusak struktur krital dari
sellulosa serta meningkatkan porositas bahan (Sun
and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal
sellulosa akan mempermudah terurainya sellulosa
menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa turut
terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa,
galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan
arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula
sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh
mikroorganisme menghasilkan etanol (Mosier et
al., 2005).
Hidrolisa Selulosa
Hidrolisis meliputi proses pemecahan
polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa,
yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi
monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna
selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan
hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer
gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis
dapat dilakukan secara kimia (asam) atau
enzimatik. Ada dua macam hidrolisa yang
digunakan pada pembuatan bioetanol dari bahan
baku biomassa, yaitu enzimatis dan hidrolisa
asam.
Hidrolisa
sellulosa
secara enzimatik
memberi yield etanol sedilkit lebih tinggi
dibandingkan metode hidrolisa asam (Palmqvist
dan Hahn-Hägerdal, 2000). Namun proses
enzimatik tersebut merupakan proses yang paling
mahal. Proses recycle dan recovery enzim
sellulose diperlukan untuk menekan tingginya
biaya produksi (Iranmahboob et al., 2002;
Szczodrak dan Fiedurek, 1996).Selain itu, proses
hidrolisa enzimatik memerlukan pretreatment
bahan baku agar struktur sellulosa siap untuk

Page | 43

dihirolisa oleh enzim (Palmqvist dan HahnHägerdal, 2000). Mengingat kerumitan proses
hidrolisa enzimatik sebagaimana tersebut di atas,
hidrolisa enzimatik dengan enzim sellulose
mempengaruhi 43,7% biaya total produksi
(Szczodrak dan Fiedurek, 1996).
Hemisellulosa
dan
selulosa
mudah
dihidrolisa menggunakan asam konsentrasi rendah
(encer) pada kondisi reaksi moderat, akan tetapi
diperlukan kondisi yang lebih ekstrim untuk dapat
menghidrolisa sellulosa. Keuntungan utama
hidrolisa dengan asam encer adalah, tidak
diperlukannya recovery asam, dan tidak adanya
kehilangan asam dalam proses (Iranmahboob et
al., 2002). Umumnya asam yang digunakan
adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto,
2004) pada range konsentrasi 2-5% (Iranmahboob
et al., 2002; Sun dan Cheng, 2002), dan suhu
reaksi ± 160oC. Suhu yang lebih tinggi akan
mempermudah dekomposisi gula sederhana dan
senyawa lignin (Mussatto dan Roberto, 2004)
Fermentasi
Fermentasi alkohol adalah proses penguraian
karbohidrat menjadi etanol dan CO2 yang
dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang
disebut khamir dalam keadaan anaerob (Prescott
dan Dunn, 1959). Perubahan dapat terjadi jika
mikroba tersebut bersentuhan dengan makanan
yang sesuai bagi pertumbuhannya. Pada proses
fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau
busuk dan
biasanya
menghasilkan
gas
karbondioksida. Hasil fermentasi dipengaruhi
banyak faktor. Seperti, bahan pangan atau
substrat, jenis mikroba dan kondisi sekitar.
Bahan yang mengandung monosakarida
langsung dapat difermentasi. Akan tetapi, untuk
disakarida, pati (polisakarida) atau karbohidrat
kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu
menjadi komponen yang lebih sederhana. Selain
itu, pada dasarnya fermentasi dapat langsung
menggunakan enzim. Tetapi sampai saat ini
industri
fermentasi
masih
memanfaatkan
mikroorganisme, antara lain karena cara ini jauh
lebih mudah dan murah.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
fermentasi alkohol merupakan proses terjadi
karena adanya aktifitas suatu jenis mikroba yang
disebut khamir. Besar kecilnya aktifitas hidup
mikroba ini akan menentukan jumlah alkohol
yang terbentuk dan aktifitas ini juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor
tersebut
umumnya
berhubungan erat dengan penyediaan dan

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

pemakaian nutrisi yang digunakan untuk
menunjang aktifitas hidupnya (Said.e.g).
Berikut ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil fermentasi etanol :
a. Jenis Mikroorganisme
Bila dilihat dari jenisnya, maka terdapat
beberapa jenis mikroorganisme yang banyak
digunakan
dalam
proses
fermentasi
diantaranya adalah khamir, kapang dan
bakteri. Tetapi tidak semua mikroorganisme
tersebut dapat digunakan secara langsung.
Masih diperlukan seleksi untuk menjamin
berlangsungnya proses fermentasi. Pemilihan
mikroorganisme biasanya didasarkan pada
jenis substrat (bahan) yang digunakan
sebagai
medium,
misalnya
untuk
menghasilkan etanol digunakan khamir
Saccharomyces Cerevisae.
Seleksi ini bertujuan untuk mendapatkan
mikroorganisme yang mampu tumbuh
dengan cepat dan mempunyai toleransi
tinggi terhadap konsentrasi gula yang tinggi.
Sehingga dapat menghasilkan kadar etanol
yang dikehendaki.
b. Lama Fermentasi
Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi
biasanya ditentukan pada jenis bahan, jenis
ragi dan jenis gula. Pada umumnya
diperlukan waktu 4 – 20 hari untuk
memperoleh
hasil
fermentasi
yang
sempurna. Menurut Amarine (1982)
fermentasi berlangsung dua sampai tiga
minggu dan ditandai dengan tidak
diproduksinya CO2.
c. Derajat Keasaman
Pada umumnya pH untuk fermentasi buahbuahan atau pembentukan sel khamir
dibutuhkan keasaman optimum antara 3,0 –
5,0. Diluar itu maka pertumbuhan mikroba
akan terganggu.
Untuk mengatur pH
dapat digunakan NaOH untuk menaikan dan
asam nitrat untuk menurunkan pH. Sebelum
difermentasi, sari buah dipasteurisasi
ditambahkan dengan SO2. Hal ini untuk
mencegah timbulnya bakteri dan khamir
yang tidak diinginkan. Sumber SO2 adalah
NaHSO3, kalium atau natrium bisulfit.
d. Kadar Gula
Kadar gula yang optimum untuk aktifitas
pertumbuhan khamir adalah sekitar 10 – 18
%.

Page | 44

e.

Suhu
Setiap golongan memiliki suhu pertumbuhan
yang optimum yang berbeda-beda, untuk
mikroba ini suhu optimumnya 19 – 32 oC.

Etanol
Etanol atau disebut juga etil alkohol, alkohol
murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah
sejenis cairan yang mudah menguap, mudah
terbakar, tak berwarna. Etanol merupakan alkohol
yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat
psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman
beralkohol dan termometer modern. Etanol
termasuk isomer konstitusional dari dimetil eter
dan alkohol rantai tunggal, dengan rumus
kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O.
Fermentasi gula (glukosa) menjadi etanol
merupakan salah satu reaksi organik paling awal
yang pernah dilakukan manusia.
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut
berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk
konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya
adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan,
dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok
umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya.
Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan
sebagai bahan bakar.
Tabel 4. Sifat Fisika dan Kimia Etanol
Properti
Nilai
Berat molekul (g/mol)
46,1
Titik beku (ºC)
-114,1
Titik didih normal (ºC)
78,32
Densitas (g/ml)
0,7983
Viskositas pada 20ºC (Cp)
1,17
Panas penguapan normal (J/kg)
839,31
Panas pembakaran pada 25ºC (J/kg) 29676,6
Panas jenis pada 25ºC (J/kg)
2,42
Nilai oktan (penelitian)*
106-111
Sumber : Kirk-Orthmer, Enyclopedia of Chemical
Technolgy, vol 9, 1967) *American Petroleum
Institute
Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang
mengandung pati atau selulosa, maka etanol
mampu menjadi bioenergi. Atau lebih dikenal
dengan istilah bioetanol. Salah satu proses
pembuatan etanol dalam industri dengan cara
fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

memakai berbagai macam bahan baku. Bahan
baku yang umum digunakan antara lain,
a. Sugar
Bahan – bahan ini mengandung gula atau
disebut substansi sakarin yang rasanya manis.
Bahan ini berasal dari gula tebu, gula bit,
molase ( tetes ) buah-buahan yang langsung
dapat difermentasikan menjadi alkohol
b. Starches
Starches adalah bahan yang mengandung pati,
gandum, kentang, akar tumbuh-tumbuhan,
jagung, ubi kayu, padi padian dan lain-lain.
Bahan jenis ini terlebih dahulu harus
dihidrolisa dengan bantuan enzim atau katalis
asam terlebih dahulu, agar dapat menjadi gula,
kemudian difermentasikan menjadi etanol.
c. Cellulose Material
Bahan-bahan ini mengandung sellulosa,
misalnya ampas kelapa, kayu, ampas tebu,
kulit kerang, ‘waste sulft liquor’ yang
merupakan residu dari pabrik pulp dan kertas.
Untuk menghasilkan etanol sellulosa harus
dihidrolisa dengan mineral atau larutan asam
sebelum difermentasikan.
Evaporasi
Penguapan atau evaporasi adalah
proses
perubahan molekul di dalam keadaan cair
(contohnya air) dengan spontan menjadi gas
(contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan
dari kondensasi.
Evaporasi merupakan perpindahan kalor ke
zat cair mendidih yang sangat sering ditemukan
sehingga biasanya ditangani sebagai satu operasi
tersendiri. Tujuan evaporasi yaitu untuk
memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut
yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah
menguap. Evaporasi dilaksanakan dengan
menguapkan sebagian dari pelarut sehingga
didapatkan larutan cair pekat yang konsentrasinya
lebih tinggi. Evaporator adalah sebuah alat yang
berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan
sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair
menjadi uap. Evaporator mempunyai dua prinsip
dasar, untuk menukar panas dan untuk
memisahkan uap yang terbentuk dari cairan.
Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian,
yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di
mana cairan mendidih lalu menguap), dan
pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu
dimasukkan ke dalam kondenser (untuk
diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan
lainnya. Hasil dari evaporator (produk yang
diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau

Page | 45

larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah
dievaporasi bisa saja terdiri dari beberapa
komponen volatil (mudah menguap). Evaporator
biasanya digunakan dalam industri kimia dan
industri makanan
Kromatografi Gas
Kromatografi adalah suatu cara pemisahan di
dalam analisis kimia. Di dalam kromatografi
diperlukan adanya dua fase yang tidak saling
menyampur, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase
diam berupa zat padat yang ditempatkan dalam
suatu kolom atau dapat juga berupa cairan
terserap (teradsorpsi). Sedangkan fase gerak
berupa gas (gas pembawa) atau cairan.
Campuran
yang
akan
dipisahkan
komponennya dimasukan ke kolom yang
mengandung fase diam. Dengan bantuan fase
gerak, komponen campuran itu kemudian dibawa
bergerak melalui fase diam dalam kolom.
Perbedaan antaraksi atau afinitas antara
komponen-komponen campuran itu dengan kedua
fase, menyebabkan komponen-komponen itu
bergerak dengan kecepatan berbeda melalui
kolom. Akibat adanya perbedaan kecepatan
(differential migration), komponen-komponen itu
terpisah satu sama lain.
Bagian-bagian alat kromatografi gas adalah :
a. Tangki gas pembawa. Gas pembawa yang
biasa digunakan seperti helium, hidrogen, dan
nitrogen.
b. Alat pengatur tekanan (regulator), regulator
digunakan untuk mengatur tekanan gas-gas
yang digunakan.
c. Injection port. Tempat memasukkan cuplikan
dengan cara penyuntikan. Waktu injeksi harus
singkat, suhu lebih tinggi dari titik didih dan
volume cuplikan berkisar 1-20 µL.
d. Kolom. Tempat terjadinya proses pemisahan
komponen-komponen cuplikan.
e. Oven. Berfungsi untuk memanaskan kolom
dengan sesuai dengan titik didih cuplikan dan
tingkat pemisahan yang diinginkan.
f. Detektor. Mendeteksi komponen-komponen
yang keluar dari kolom. Detektor ini akan
mengirimkan isyarat listrik ke alat pencatat
(recorder).
Ada
tiga
jenis
detektor
kromatografi gas yaitu, Flame Ionisation
Detector, Thermal Conductivity Detector, dan
Electron Capture Detector.
g. Recorder. Alat pencatat yang berfungsi untuk
mencatat isyarat-isyarat.

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

2. METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian dilakukan di
Laboratorium Kesetimbangan, Jurusan Teknik
Kimia, Universitas Sriwijaya sejak bulan
November 2010 sampai Januari 2011. Kemudian
dilanjutkan dengan analisa kemurnian alkohol
menggunakan gas kromatografi yang dilakukan
Laboratorium Teknik Kimia, Politeknik Negeri
Sriwijaya pada tanggal 23 Agustus 2011.
Parameter – parameter yang dipilih pada
penelitian ini antara lain :
a. Lama Fermentasi
Faktor – faktor yang mempengaruhi
fermentasi salah satunya adalah lama fermentasi.
Pemilihan lama fermentasi sebagai parameter
yang dicoba karena lama waktu yang dibutuhkan
dalam proses fermentasi ampas kelapa untuk
menghasilkan etanol yang maksimal, maka
dilakukan parameter lama waktu. Lama waktu
fermentasi berlangsung 4-6 hari.
b. Massa Ragi
Parameter lain yang juga dicoba adalah
massa ragi. Saccharomyces Cereviceae yang
terdapat pada ragi sebagai agen fermentasi, sangat
berpengaruh untuk memperoleh
kadar dan
volume etanol optimal. Berapa massa ragi yang
dibutuhkan untuk memberikan hasil optimal,
maka dipakai parameter massa ragi pada
penelitian ini. Variasi massa ragi sebanyak 5
gram, 10 gram dan 15 gram.
Bahan :
a. Ampas Kelapa
b. Saccharomyces Cerevisiae (ragi roti)
c. Aquadest
d. NaOH (Natrium Hidroksida)
e. Asam Sulfat (Asam Sulfat)
Alat :
a. Neraca Analitis
b. Gelas Ukur
c. Pengaduk
d. Erlemeyer
e. Saringan
f. Pipet tetes
g. Corong
h. Beker gelas
i. Selang Plastik
j. Autoklaf
k. Oven
l. Alumunium foil
m. pH meter
n. Evaporator
o. Gas Kromatografi

Page | 46

Prosedur Penelitian
Persiapan Awal Perlakuan Ampas Kelapa
a. Ampas kelapa dikeringkan dalam dalam oven
pada suhu 100 oC selama 180 menit lalu
didinginkan.
b. Alat – alat yang digunakan pada proses
delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada
suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada
mikroba lain karena kesterilan akan
mempengaruhi delignifikasi.
Delignifikasi
a. Ampas kelapa seberat 500 gram dimasukan
ke dalam beker gelas 1000 ml.
b. Bahan baku (ampas kelapa) dicampurkan
dengan NaOH 10% dalam autoklaf pada suhu
80oC selama 90 menit untuk memecah
lignoselulosa menjadi selulosa, hemiselulosa
dan lignin.
c. Beker gelas ditutup rapat menggunakan
alumunium foil.
Hidrolisis
a. Alat – alat yang digunakan pada proses
delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada
suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada
mikroba lain karena kesterilan akan
mempengaruhi hidrolisis.
b. Dengan pengadukan yang merata, ampas
kelapa
hasil
delignifikasi
direaksikan/direndam dengan larutan H2SO4
0,75%% di dalam autoklaf pada suhu 126oC
selama 240 menit. Perendaman ini bertujuan
agar terjadi hidrolisis pada selulosa yang
terkandung dalam ampas kelapa. Produk
selulosa lalu dipecah menjadi glukosa, dan
hemiselulosa dipecah menjadi xylose.
c. Ampas kelapa didiamkan selama 24 jam
dengan beker gelas tertutup rapat alumunium
foil.
Fermentasi
a. Alat – alat yang digunakan pada proses
fermentasi disterilisasi dalam autoklaf pada
suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada
mikroba lain karena kesterilan akan
mempengaruhi fermentasi.
b. Hidrolisat ampas kelapa yang telah
disesuaikan pH nya dimasukan ke fermentor
(erlemeyer). Hidrolisat dibagi menjadi 9
sampel dengan masing-masing massa 30
gram.
c. Ragi roti (Saccharomyces Cerevisiae)
dicampurkan dengan hidrolisat (ampas

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

kelapa). Masing-masing dengan variasi massa
5 gram, 10 gram, dan 15 gram.
d. Aquadest sebanyak 50 ml dimasukkan ke
dalam masing-masing erlemeyer yang
berisikan ragi roti dan hidrolisat.
e. Tutup rapat masing - masing erlenmeyer
dengan alumunium foil supaya tidak ada
kontaminan yang mengganggu fermentasi.
f. Fermentasi dilakukan selama 4-6 hari.
Evaporasi
a. Peralatan evaporasi dirangkai dengan benar.
b. Hasil fermentasi lalu dimasukkan ke dalam
labu.
c. Hasil fermentasi dipanaskan dalam labu
dengan menggunakan mantel (jaket) pemanas
listrik.
d. Temperatur hasil fermentasi dijaga pada suhu
80 ºC.
e. Proses distilasi dilakukan selama 1,5–2 jam.
f. Etanol yang dihasilkan kemudian ditimbang
lalu ditutup rapat.
Analisa Kadar Etanol
a. Persiapan larutan cuplikan (sampel) dan
larutan baku.
b. Persiapan operasi alat kromatografi gas.
c. Injeksi larutan cuplikan dan larutan baku
dengan cara penyuntikan.
d. Puncak
etanol
akan
terlihat
dari
kromatogram.
PRETREATMENT/DELIGNIFIKASI
AMPAS KELAPA
Pengeringan pada temperatur 100oC selama 180
menit.
Pemasakan dengan NaOH 10% pada temperatur
80oC selama 90 menit.

Filtrasi
HIDROLISIS
Penambahan H2SO4 0,75%. Temperatur 126oC.
Waktu 130 menit.

Filtrasi
FERMENTASI
Massa hidrolisat 30 gram. Aquadest 50 ml. Massa
ragi, 5 gram, 10 gram dan 15 gram. Lama
fermentasi, 4 hari, 5 hari, dan 6 hari

Page | 47

Tabel 6. % Yield Etanol terhadap Variasi Lama
Fermentasi dan Massa Ragi.

EVAPORASI
Temperatur 78oC. Waktu 1,5 – 2 jam

Volume

Lama

Aquadest

Fermentasi

ETANOL




Massa
Bahan

50 ml

4 hari

50 ml

5 hari

30
gram

Volume etanol dihitung.
Analisa kadar etanol dengan gas
kromatografi.

Gambar 5. Blok Diagram Pembuatan Etanol dari
Ampas Kelapa

Tabel 5. Volume Etanol terhadap Variasi Lama
Fermentasi dan Massa Ragi.
Volume

Lama

Aquadest

Fermentasi

Massa
Bahan
Baku

50 ml

4 hari

30
gram

50 ml

5 hari

30
gram

50 ml

6 hari

30
gram

Identitas
Sampel
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Sampel 5
Sampel 6
Sampel 7
Sampel 8
Sampel 9
Sampel 10
Sampel 11
Sampel 12
Sampel 13
Sampel 14
Sampel 15

Massa

Volume

Ragi

Etanol

(gr)
5
7,5
10
12,5
15
5
7,5
10
12,5
15
5
7,5
10
12,5
15

(ml)
1,2
1,3
1,5
2,0
2,6
1,0
1,9
2,8
2,4
2,1
1,9
2,5
3,2
3,4
3,6

50 ml

6 hari

Etanol

Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Sampel 5
Sampel 6
Sampel 7
Sampel 8
Sampel 9
Sampel
10
Sampel
11
Sampel
12
Sampel
13
Sampel
14
Sampel
15

1,2
1,3
1,5
2,0
2,6
1,0
1,9
2,8
2,4

24,36
26,41
30,26
40,51
52,56
20,26
38,46
56,67
48,46

2,1

42,56

1,9

38,46

30
gram

2,5

50,51

3,2

64,87

3,4

68,97

3,6

72,82

Penelitian pembentukan etanol dari
ampas kelapa dilakukan uji kuantitatif ( volume
dan yield etanol) dan uji kualitatif (kadar etanol).
Penelitian
dilakukan
dengan
perlakuan
(pretreatment)
sebelum
hidolisis
dengan
mencampurkan ampas kelapa sebanyak 30 gram
ke dalam larutan NaOH 10% dengan kondisi
operasi yang telah ditentukan. Selanjutnya, ampas
kelapa dihidrolisa dengan menggunakan H2SO4
pada berbagai variasi perlakuan. Selanjutnya,
hidrolisat difermentasi dengan variasi massa ragi
(5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr dan 15 gr) dan lama
fermentasi (4 hari, 5 hari, dan 6 hari) untuk
berikutnya masuk ke dalam tahapan evaporasi dan
analisa kadar etanol.

Volume Etanol (ml)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembuatan alkohol dari ampas kelapa
yang telah dilakukan melalui proses fermentasi
dengan variasi massa ragi dan lama fermentasi
menghasilkan data seperti pada kedua tabel di
bawah ini.
Tabel 5 berisi data tentang pengaruh
volume etanol terhadap variasi lama fermentasi
yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta variasi massa
ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15
gram. Sedangkan tabel 4.2. berisi data tentang
pengaruh %yield etanol terhadap variasi lama
fermentasi yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta
variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram,
12.5 gram dan 15 gram.

Volume

Sampel

Baku

30
gram

%Yield

Identitas

5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

Hari ke 4
Hari ke 5
Hari ke 6
5

7,5

10

12,5

15

Massa Ragi (gram)

Gambar 5. Volume Etanol (ml) terhadap Massa
Ragi (gram)

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

Page | 48

80
70
%Yield Etanol

60
50

Hari ke 4
Hari ke 5
Hari ke 6

40
30

analisa dan sedikitnya volume produk yang
dihasilkan, hanya 4 sampel saja yang dianalisa
kadar etanol. Yaitu sampel 3, sampel 5, sampel 8
dan sampel 9. Pilihan sampel didasarkan pada
jumlah volume produk akhir minimal 2 ml.
Tabel 7. Kadar Etanol Hasil Analisa
Kromatografi Gas

20
10
0
5

10

15

Vol.
Aquadest

Massa
Bahan
Baku

Identitas
Sampel

Lama
Fermentasi

Vol.
Etanol
(ml)

Sampel 5

4 Hari

2,6

Sampel 8

5 Hari

2,8

Sampel
13

6 Hari

3,2

Sampel
15

6 Hari

3,6

Massa Ragi (gram)

Gambar 6. %Yield Etanol terhadap Massa Ragi
(gram)
50 ml

Gambar 5 merupakan grafik data kuantitatif
yang menunjukkan hubungan volume etanol (ml)
yang dihasilkan dengan variasi massa ragi (gram)
dan lama fermentasi. Sedangkan gambar 6
menunjukkan hubungan yield etanol (%) terhadap
massa ragi (gram). Adapun perhitungan persen
yield etanol terlampir.
Dalam penelitian ini, variasi massa ragi 5
gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram.
Sedangkan, lama fermentasi divariasikan 4 hari, 5
hari dan 6 hari. Dari grafik dapat dilihat
pengaruhnya, semakin lama waktu fermentasi
maka semakin banyak volume yang dihasilkan.
Begitu juga dengan yang terjadi pada persen
yield-nya.
Berdasarkan data yang dihasilkan, etanol
dengan volume terbanyak ditunjukkan pada hari
keenam dengan massa ragi 15 gram. Sedangkan,
etanol yang dihasilkan paling sedikit dihasilkan
ditunjukkan pada hari kelima dengan massa ragi 5
gram. Dari 3 variasi lama fermentasi, ternyata
pada hari kelima terjadi penurunan jumlah volume
yang kemungkinan disebabkan karena tidak
homogennya reaksi sintesa etanol, baik ketika
proses delignifikasi, hidrolisis maupun fermentasi.
Penyebab lain bisa juga dikarenakan kesalahan
prosedur penelitian dan tidak sterilnya alat yang
digunakan.
Melalui pendekatan tabel dan grafik di atas,
secara kuantitatif didapatkan volume etanol
maksimal terjadi pada kondisi operasi massa ragi
15 gram dan lama fermentasi 6 hari yaitu 3,6 ml.
Dengan persen yield etanol yang dihasilkan
72,82%.
Sedangkan data kualitatif produk yaitu uji
kadar etanol, telah dilakukan uji analisa kadar
etanol menggunakan alat kromatografi gas (gas
chromatografi). Dengan alasan keterbatasan biaya

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

30 ml

%
Yield

Kadar
Etanol
(%)

52,5

2,57

56,67

1,01

64,87

2,23

72,82

9,49

Analisa kadar etanol diuji menggunakan alat
kromatografi gas jenis kolom carbowix 1500.
Pada uji analisa pada 4 sampel tersebut, etanol
tertinggi terkandung pada sampel 9 sebesar
9,49%. Sampel 9 dihasilkan dari hasil fermentasi
6 hari dan massa ragi 15 gram. Hal ini
membuktikan bahwa kadar alkohol berbanding
lurus dengan massa ragi dan lama fermentasi.
4.

KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan, dapat
diambil kesimpulan antara lain :
1. Massa
ragi
dan
lama
fermentasi
mempengaruhi proses terjadinya fermentasi.
2. Jumlah volume etanol yang dihasilkan
berbanding lurus dengan lama fermentasi dan
massa ragi. Maksimum volume etanol yang
dihasilkan yaitu pada hari keenam. Mencapai
3,6 ml.
3. Jumlah kadar etanol yang dihasilkan
berbanding lurus dengan lama fermentasi dan
massa ragi. Maksimum kadar etanol yang
dihasilkan yaitu pada hari keenam yakni
mencapai 9,49%.
4. Kondisi variabel fermentasi terbaik dari
penelitian ini adalah pada waktu fermentasi 6
hari dan massa ragi 15 gram yang
menghasilkan persentase yield sebesar 72,82
%.

Page | 49

Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Wildan dan Bahan Bakar dari
Kelapa. Diakses pada 5 November 2010 dari
http:// www.kompetisi.lipi.go.id
Barlina, Rindengan. 1999. Pengembangan
Berbagai Produk Pangan dari Daging Buah
Kelapa Hibrida. Indonesian Agricultural
Research and Development Journal.. Diakses
pada 5 November 2010 dari http://
www.google.com
Hambali, Erliza. dkk., 2008. Teknologi Bioenergi.
Jakarta : Agromedia Pustaka.
Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku
Biomassa Lignoselulosa : Hidrolisis Asam.
Diakses pada 6 November 2010 dari
http://www. isroi.wordpress.com
Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku
Biomassa Lignoselulosa : Pretreatment.
Diakses pada 6 November 2010 dari
http://www. isroi.wordpress.com
Isroi. 2009. Bioethanol Selulosa Skala Kecil.
Diakses pada 6 November 2010 dari
http://www. isroi.wordpress.com
Tim

Penulis.
2011.
Modul
Praktikum
Laboratorium Kimia Analitik Instrumen.
Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya.

Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011

Page | 50