PENGARUH PENAMBAHAN BATUBARA LIGNIT TERHADAP KUALITAS BRIKET BIOARANG DARI CAMPURAN TANDAN KOSONG DAN CANGKANG KELAPA SAWIT
PENGARUH PENAMBAHAN BATUBARA LIGNIT
TERHADAP KUALITAS BRIKET BIOARANG
DARI CAMPURAN TANDAN KOSONG
DAN CANGKANG KELAPA SAWIT
H.A.R. Fachry*, Bazlina Dawami Afrah, Michael
- Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
Email: kagakukogaku_unsri@yahoo.com
Abstrak
Ketersediaan Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan cangkang kelapa sawit sebagai limbah kelapa sawit yang belum termanfaatkan cukup banyak di Indonesia. Melalui penelitian diketahui bahwa TKKS dan cangkang kelapa sawit dapat diolah menjadi arang, yang apabila ditambahkan bahan pengikat dan diolah lebih lanjut dapat dibuat menjadi briket. Pemanfaatan TKKS dan cangkang kosong kelapa sawit ini juga dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar minyak (BBM). Keterbatasan akan ketersediaan sumber energi tak terbaharukan khususnya BBM menjadi ancaman yang cukup serius bagi masyarakat karena penggunaannya yang sangat essensial. Pemanfaatan energi-energi alternatif, khususnya bagi energi yang dapat diperbaharui (renewable energy), satu diantaranya adalah biomassa. Dari penelitian o yang dilakukan suhu optimal untuk proses karbonisasi TKKS dan cangkang kelapa sawit adalah 450 C o o o o o karena suhu 450 C memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 300
C, 350
C, 400
C, dan 500
C, selain itu penambahan batubara dapat menaikkan nilai kalor dari briket. Briket bioarang batubara yanga memiliki kualitas optimal adalah briket dengan penambahan batubara sebesar 35 % serta rasio antara TKKS dan cangkang kelapa sawit 1 : 15 karena memunuhi 4 parameter kualitas. Parameter optimum yang terpenuhi, yaitu nilai kalor sebesr 6834 cal/gr, kadar air lembab dengan persentase sebesar 4,97 %, kadar abu sebesar 3,03 %, serta kadar zat terbang sebesar 26,20 %.
Kata kunci : Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), Cangkang Kelapa Sawit, Briket, Alternatif Bahan Bakar Minyak (BBM)
Abstract
The availability of oil palm empty fruit bunches (TKKS) and palm kernel shells as oil palm waste untapped quite a lot in Indonesia. Through a research, found that TKKS and palm kernel shells can be processed into charcoal, which can be briquettes if we added some binder. Utilization of TKKS and palm kernel shells can also be used as an alternative fuel oil (BBM). Limitations of unrenewable energy sources especially BBM became a serious threat to society because its use is very essential. One of utilization for alternative energies, especially for renewable energy is biomass. From the research, the o o optimum temperature carbonization process TKKS and palm kernel shells is 450 C because in 450 C o o o o has a higher calorific value compared with a temperature of 300
C, 350
C, 400 C and 500
C, beside that the addition of coal can increase the calorific value of briquettes. Bioarang coal briquettes that have the optimal quality coal briquette are added of 35 % coal and the ratio between TKKS and palm kernel shell 1 : 15 because it fulfill the four quality parameters. The optimum parameters that reached are the heating value of 6834 cal/g, moistened with water content percentage of 4.97 %, ash content of 3.03 %, and volatile matter content of 26.20 %.
Keywords :
Oil Palm Empty Fruit Bunch (TKKS), Palm Kernel Shell, Briquette, Alternatif Fuel Oil
I. PENDAHULUAN
7 Kelarutan dalam : 1 % NaOH Air Dingin Air Panas Alkohol - Benzene 19,50 13,89
Perkembangan ekonomi di era globalisasi menyebabkan pertambahan konsumsi energi di berbagai sektor kehidupan. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai terobosan untuk mencegah terjadinya krisis energi. Salah satu diantaranya adalah biomassa ataupun bahan- bahan limbah organik. Biomassa ataupun bahan-bahan limbah organik ini dapat diolah dan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif, contohnya dengan pembuatan briket. Selama ini, pembuatan briket hanya terbuat dari batubara saja. Maka, peneliti mencoba melakukan pembuatan briket dari Tandan Kosong dan Cangkang Kelapa Sawit yang merupakan limbah padat organik terbanyak yang dikeluarkan pabrik pengolahan minyak sawit.
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan biomassa dengan kandungan terbesar berupa selulosa, disamping hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil. Melihat komponen kimia utama TKKS, kualitas TKKS tidak jauh berbeda kualitas biomassa lainnya, baik dengan limbah pertanian maupun dengan biomassa bukan kayu. Secara Kimiawi TKKS memperlihatkan tingginya komponen selulosa baik
α – Selulosa dan Holoselulosa dibandingkan komponen – komponen kimia lainya.
Kisaran (KJ/Kg) TKKS 18.795 18.000 – 19.920 Serat 19.055 18.800
Bagian Rata
Tabel 2. Nilai energi panas (calorific value) dari beberapa produk samping sawit (berdasarkan berat kering)
Cangkang kelapa sawit, termasuk bahan berlignoselulosa yang berkadar karbon tinggi dan mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada kayu yang mencapai 1,4 gr/ml. Sehingga karakteristik ini memungkinkan bahan tersebut baik untuk dijadikan arang. Menurut Goenadi et al (2005) potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk samping sawit dapat dilihat dari segi nilai energi panas (calorific value). Produk samping dari industri minyak sawit yang memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat. Perbandingan nilai energi panas yang dihasilkan dari beberapa produk samping industri minyak sawit dapat dilihat pada table.
Sumber : (Eka, 2000) Cangkang Kelapa Sawit
2,50 4,20
- – rata CV (KJ/Kg)
- – 19.580 Cangkang 20.093 19.500 – 20.750 Batang 17.471 17.000
- – 17.800 Pelepah 15.719 15.400 – 15.680
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011
5 Abu 1,6
6 Pektin 12,85
45,80
3 α - Selulosa
2 Pentosa 25,90
1 Lignin 22,60
(%)
No. Komponen Kimia Komposisi
Tabel 1. Komposisi Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit
Sumber : Ma et al (2004) dalam Goenadi et al (2005) Tepung Sagu
Sagu merupakan tanaman tropik yang sangat produktif sebagai penghasil pati dan energi. Secara kimiawi tepung sagu memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi dari pada jagung dan beras, tetapi kandungan protein dan lemaknya rendah. Pati sagu mengandung 28% amilosa dan 72% amilopektin (Harsanto
dalam Setyawati, 1989) . Komposisi kimia
4 Holoselulosa 71,80 tepung sagu per 100 gram bahan dapat dilihat dan Kota Prabumulih. Potensi batubara pada Tabel 2.3. Sumatera Selatan khususnya sebagaian besar termasuk kategori batubara muda atau
Tabel 3. Komposisi Kimiawi Tepung Sagu Per batubara peringkat rendah dengan persentase
100 gram Bahansebagai berikut : lignit 58,7 %, subbituminus 26,7 %, bituminus 14,35 % dan antrasit 0,3 %. Bahan Jumlah Bahan Jumlah
Dalam hal kualitas, batubara Sumatera Penyusun Penyusun
Selatan sangat bervariasi, baik dilihat dari sifat Air (gram) 14,0 Fosfor 13,0 kimia maupun sifat fisika (Tabel 2.4).
(miligram) Protein 0,7 Besi 1,3
Tabel 4. Kualitas batubara Sumatera Selatan
(gram) (miligram)
secara umum
Lemak 0,2 Vitamin A 0,01
Lokasi (Kabupaten)
(gram) (SI)
Parameter Muara Enim Lahat MUBA MURA
- Karbohidrat 84,7 Riboflavin
Proximate (%
(gram)
adb) 12,57 4,40 25,51 17,90 – 41,04 – 29,80
Thiamin Niasin - -
Moisture Ash 3,88 – 8,79 2,72 – 7,05 5,00
Kalsium 11,0 Asam
- 5,15
Volatine Matter 33,65 – 42,48 35,43 – 41,09 35,93 35,40
(miligram) askorbat
Fix Carbon 28,24 – 41,49 33,60 – 51,65 33,91 35,52
Serat 0,2 Abu 0,4 (gram) (gram)
Calorific Value
- Kalori 353,0 -
4.140 – 6.867 4.694 – 7.185 4.870 5.090 (Cal/gr)
(kalori)
Ultimate Sumber: (Harsanto, 1986)
0,15 – 0,57 0,18 – 0,61 0,69 0,20 Total Sulfur – 40,63 – 68,66 49,67 – 64,11 50,96 Carbon – 3,39 – 5,70 3,92 – 8,83 6,93
Jadi, komponen terbesar yang terdapat
Hidrogen – 0,50 – 1,10 0,63 – 1,10 1,06
dalam tepung sagu adalah pati yang Nitrogen
- – 19,31 – 8,45 – 21,79 9,84 35,21
Oksigen
merupakan homopolimer yang terdiri dari
HGI 47 – 62 48 – 65
48
50
molekul-molekul glukosa melalui ikatan
Petrography
glikosida dengan melepaskan molekul air. Pati
(%)
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan
80 – 83
87 Rymax
88
84 4 – 8
3
dengan air panas. Fraksi terlarut disebut Vitrinite
4
5 Inertinite 5 – 6
5
amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
4
5 Liptinite 6 – 7
5 Charley
amilopektin. Menurut , pada o
4
5 Mineral 0,46 – 0,55 0,38 – 1,10 0,42 0,41
pemanasan 60 C pati sagu mulai mengalami
(Sumber : (Neraca Sumberdaya Energi Sumatera Selatan, 2004)
pengembangan volume dan gelatinisasi mulai berlangsung.
Briket Bioarang
Bioarang merupakan arang (salah satu
Batubara
jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka Batubara merupakan mineral bahan bakar macam bahan hayati atau biomassa, misalnya yang berasal dari sisa tumbuhan yang telah kayu, ranting, daun-daunan, rumput, jerami, tertimbun dalam tanah pada jangka waktu ataupun limbah pertanian lainnya. Sedangkan yang lama bahkan sampai ratusan tahun dan briket bioarang merupakan gumpalan- telah mengalami proses kimia dan proses gumpalan atau batangan-batangan arang yang fisika karena perubahan suhu, waktu, tekanan terbuat dari bioarang. dan adanya bakteri pembusuk.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat Batubara Sumatera Selatan memiliki briket arang adalah berat jenis bahan bakar sumber yang cukup besar sekitar 22,4 miliar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan ton yang tersebar di 8 kabupaten yaitu Kab. serbuk, suhu karbonisasi, dan tekanan
Musi Banyuasin, Banyuasin, Lahat, Musi Rawas, OKU, OKU Timur, OKI, Muara Enim Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011
- – kriteria untuk digunakan sebagai bahan bakar. Kriteria – kriteria tersebut antara lain : a.
Berdasarkan standar kualitas briket batubara yang dikeluarkan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, nomor : 047 tahun 2006 tentang “Pedoman Pembuatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara Untuk Industri Kecil Dan Rumah Tangga”, menyatakan bahwa spesifikasi standar kualitas briket batubara adalah sebagai berikut :
Sulfur Content
adb % Maks 1 5.
Caloric Value
adb Cal/gr Min 4400
Spesifikasi Briket Batubara Terkarbonisasi Mengacu Pada SNI-4931-1998
baku partikel batubara, biomassa, baik dengan / tanpa bahan pengikat maupun bahan imbuh lainnya. Pemakaian biomassa bertujuan selain untuk menurunkan temperatur penyalaan briket, juga untuk mempercepat proses pembakaran yang sempurna dari briket sehingga dapat mengurangi emisi gas buang.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Volatile Matter
Adapun variabel penelitian yang dilakukan adalah : a.
Suhu pada proses karbonisasi b.
Perbandingan komposisi berat campuran arang cangkang dan tandan kosong kelapa sawit c. Jumlah campuran batubara dengan arang campuran cangkang dan tandan kosong kelapa sawit
Bahan Yang Digunakan a.
Batubara Lignit b.
Cangkang Kelapa Sawit c. Tandan Kosong Kelapa Sawit d.
adb % 24 – 27 4.
adb % < 10 3.
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 pengempaan. Selain itu, pencampuran formula dengan briket juga mempengaruhi sifat briket.
Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan penggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan.
Pada umumnya, syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, briket harus memenuhi kriteria
Mudah dinyalakan b.
Tidak mengeluarkan asap c. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun d.
Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama e.
Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik.
Teknologi Pembriketan
Standar Kualitas Briket Bio - Batubara
Ash Content
Briket Bio – Batubara merupakan jenis produk pembriketan yang menggunakan bahan baku partikel batubara, biomassa, baik dengan / tanpa bahan pengikat maupun bahan imbuh lainnya. Pemakaian biomassa bertujuan selain untuk menurunkan temperatur penyalaan briket, juga untuk mempercepat proses pembakaran yang sempurna dari briket sehingga dapat mengurangi emisi gas buang.
Berdasarkan standar kualitas briket batubara yang dikeluarkan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, nomor : 047 tahun 2006 tentang “Pedoman Pembuatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara Untuk Industri Kecil Dan Rumah Tangga”, menyatakan bahwa spesifikasi standar kualitas briket batubara adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Spesifikasi Kualitas Briket Super No. Parameter Basis Satuan Kisaran
1. Total
Moisture
adb % Maks 15 2.
Tepung Kanji e. Aquadest f. c. NaOH. Kadar Abu (Ash)
Prinsip : Kadar abu ditentukan dengan Prosedur Penelitian
cara menimbang residu (sisa) pembakaran sempurna dari contoh pada kondisi standar.
a.
Rumus:
c a
Kadar Abu x
(%) 100
b a
Keterangan: a = berat cawan + contoh (gr) b = berat cawan kosong (gr) c = berat cawan + contoh setelah dipanaskan (gr)
d. Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)
Prinsip
: Kadar zat terbang ditentukan dengan cara menghitung kehilangan berat dari contoh yang dipanaskan (tanpa dioksidasi) pada kondisi standar, kemudian dikoreksi terhadap kadar air lembab. Rumus:
b c
Kadar Zat Terbang x (%) 100 b a
Prosedur Uji Kualitas Briket Bioarang
Penelitian ini menghasilkan produk berupa briket bioarang dari enceng gondok yang perlu Keterangan: diuji. Pengujian proximat terhadap briket a = berat cawan + contoh (gr) bioarang meliputi : b = berat cawan kosong (gr) c = berat cawan + contoh setelah a. dipanaskan (gr)
Nilai Kalor (Calorific Value) Prinsip : Nilai kalor ditentukan
dengan cara membakar contoh di dalam e.
Kadar Karbon Padat (Fixed Carbon)
bomb calorimeter Kadar karbon padat ditentukan dengan persamaan berikut:
b.
Rumus:
Kadar Air Lembab (Inherent Moisture) Prinsip
: Kadar air dapat ditentukan Fixed Carbon (%) = dengan cara menghitung kehilangan berat 100- (IM + Ash + VM) dari contoh yang dipanaskan pada kondisi Keterangan: standar.
IM = Kadar air lembab Rumus: Ash = Kadar Abu
VM = Kadar Zat Terbang
b c Kadar Air x
(%) 100 b a
Keterangan:
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a = berat cawan + contoh (gr) b = berat cawan kosong (gr) Analisa Bahan Baku c = berat cawan + contoh setelah a.
Nilai Kalor (Calorific Value)
dipanaskan (gr) Dari hasil analisa didapatkan hubungan antara suhu karbonisasi terhadap nilai kalor Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 yang dapat digambarkan dengan grafik dibawah ini :
Gambar 1.
Hubungan Antara Suhu Karbonisasi Terhadap Nilai Kalor
Dari grafik, dapat terihat bahwa suhu optimal untuk proses karbonisasi TKKS dan cangkang kelapa sawit adalah 450 o C karena pada suhu 450 o C TKKS dan cangkang kelapa sawit sudah terkarbonisasi secara sempurna. Sedangkan untuk batubara lignit cenderung mengalami kenaikan hingga variasi suhu terakhir. Untuk menentukan suhu optimum karbonisasi dilakukan perhitungan selisih dari nilai kalor yang dihasilkan. Langkah penentuan suhu optimum ini dilakukan dengan melihat peningkatan yang signifikan, yaitu pada interval suhu 350 o C menuju 400 o C dibandingkan dengan kenaikan suhu lainnya. Oleh karena itu ditetapkan 400 o C merupakan suhu optimum dari batubara lignit, penentuan ini ditunjang dari perhitungan efisiensi untuk menaikkan suhu pada tiap variabelnya. Bila ditinjau lebih jauh, kenaikan nilai kalor dari 400 o C menuju 450 o C tidak sebanding bila dibandingkan dengan besarnya efisiensi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu tersebut.
Dari hasil analisa didapatkan hubungan antara suhu karbonisasi terhadap kadar air lembab (Inherent Moisture) yang dapat digambarkan dengan grafik dibawah ini :
Gambar 2.
Hubungan Antara Suhu Karbonisasi Terhadap Kadar Air
Dari grafik, dapat terlihat bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi menyebabkan kadar air pada bahan baku memiliki kecenderungan semakin menurun. Hal ini terjadi karena pada saat bahan baku dikarbonisasi, kadar air yang terdapat di dalam bahan ikut keluar.
3. Kadar Abu (Ash)
Dari hasil analisa didapatkan hubungan antara suhu karbonisasi terhadap kadar abu (Ash) yang dapat digambarkan dengan grafik dibawah ini :
Gambar
3. Hubungan Antara Suhu
Karbonisasi Terhadap Kadar Abu Dari grafik dapat terlihat bahwa seiring dengan semakin tingginya suhu karbonisasi maka kecenderungan kadar abu akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu karbonisasi akan mengakibatkan banyaknya bahan yang terbakar menjadi abu sehingga hubungan antara kenaikan suhu karbonisasi terhadap kadar abu akan sebanding.
2. Kadar Air Lembab (Inherent Moisture)
- – tiap bahan dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini :
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 4.
Nilai kalor yang dihasilkan untuk briket bioarang batubara pada masing-masing variabel dapat dilihat pada grafik di bawah ini
3. Analisa Briket Bioarang Batubara Nilai Kalor (Calorific Value)
Pada tabel, dapat terlihat bahwa briket bioarang dengan rasio 1 : 15 memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan rasio komposisi lainnya. Hal ini disebabkan kadar air lembab (IM), kadar abu (Ash) dan kadar zat terbang (VM) yang rendah pada rasio tersebut dibandingkan rasio lainnya. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap kadar karbon padat (FC) dan nilai kalor (CV) yang dihasilkan.
5 6403
1 : 15 8,77 3,55 23,7 3 63,9
3 63,3 5 6291
4 6263 1 : 10 9,09 3,77 23,8
1 : 5 9,26 4,05 23,9 5 62,7
% adb CV Cal/gr
VM % adb FC
% adb
IM % adb Ash
Cangkang
Rasio Arang Tandan/ Arang
Hasil Analisa Arang Briket Bioarang (Campuran TKKS dan Cangkang Sawit)
2. Analisa Briket Bioarang Campuran Arang TKKS dan Cangkang Kelapa Sawit Tabel 6.
C. Tapi untuk suhu karbonisasi 450 o C dan 500 o C batubara lignit memiliki nilai karbon padat yang sedikit lebih tinggi.
C – 400 o
Karbonisasi Terhadap Kadar Karbon Padat Dari grafik, didapatkan nilai karbon padat (fixed carbon) yang identik dengan nilai kalor (calorivic value) yang telah didapat sebelumnya. Pada cangkang sawit, didapatkan grafik yang cenderung naik. Sedangkan pada TKKS, nilai karbon padat sedikit lebih rendah dibandingkan dengan cangkang sawit. Dan pada batubara lignit juga memiliki nilai karbon padat yang lebih rendah dibandingkan dua jenis biomassa lainnya pada interval suhu 300 o
Gambar
) dan perbandingan diantara ketiga bahan tersebut dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini :
carbon
Hubungan antara suhu karbonisasi dari TKKS, cangkang sawit, dan batubara lignit terhadap besarnya kadar karbon padat (fixed
Dari grafik, dapat djelaskan bahwa seiring dengan semakin tingginya suhu karbonisasi, maka kecenderungan kadar zat terbang semakin menurun. Hal ini terjadi karena pada saat cangkang sawit, TKKS, dan batubara lignit dikarbonisasi maka zat terbang yang terdapat di dalamnya akan menguap keluar dari ketiga bahan tersebut. Dalam hal ini semakin tinggi suhu karbonisasi maka jumlah zat terbang yang menguap dari cangkang sawit, TKKS, dan batubara lignit akan semakin banyak.
Hubungan Antara Suhu Karbonisasi Terhadap Kadar Zat Terbang
Gambar 4.
Kecenderungan besarnya kadar zat terbang yang dihasilkan dari penelitian dengan variabel suhu karbonisasi dari tiap
Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)
5. Kadar Karbon Padat (Fixed Carbon)
5. Hubungan Antara Suhu
- – masing 1 : 5 dan 1 : 15. Hal ini dikarenakan kadar abu TKKS lebih tinggi dibandingkan cangkang sawit dan batubara. Sehingga nilai kadar abu paling tinggi didapatkan pada komposisi TKKS paling banyak, yaitu pada rasio 1 : 5. Sedangkan untuk setiap peningkatan variabel penambahan batubara, kadar abu pada briket bioarang batubara akan semakin menurun.
- – 5 %, dimana nilai kadar air tertinggi terdapat pada rasio penambahan batubara terendah dengan komposisi TKKS : cangkang sawit adalah 1 : 5. Sedangkan nilai kadar air terendah terdapat pada rasio penambahan batubara tertinggi dengan komposisi TKKS : cangkang kelapa sawit 1 : 10, tetapi tidak memiliki perbedaan yang cu kup jauh dengan perbandingan 1 : 15.
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Gambar 6.
Pengaruh Rasio Komposisi Briket Bioarang Batubara Terhadap Nilai Kalor
Nilai kalor tertinggi dihasilkan pada rasio perbandingan 1 : 15. Hal ini dikarenakan pada perbandingan 1 : 15 merupakan variasi penambahan cangkang sawit paling banyak dibandingkan dengan perbandingan 1 : 5 dan 1 : 10. Dimana dari hasil analisa bahan baku menunjukkan bahwa nilai kalor dari cangkang sawit sedikit lebih besar dibandingkan TKKS.
Gambar 7.
Pengaruh RasioKomposisi Briket Bioarang Batubara Terhadap Kadar Air
Dari grafik, dapat terlihat bahwa nilai kadar air untuk briket bioarang batubara berkisar antara 4
Kadar Abu (Ash)
Kadar abu yang dihasilkan untuk briket bioarang batubara pada masing-masing variabel dapat dilihat pada grafik di bawah ini Gambar 8.
Pengaruh Rasio Komposisi Briket Bioarang Batubara Terhadap Kadar Abu
Dari grafik, dapat terlihat bahwa kadar abu tertinggi dan terendah adalah briket dengan rasio TKKS dan cangkang kelapa sawit masing
Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)
Kecenderungan besarnya kadar zat terbang (volatile matter) yang dihasilkan untuk briket bioarang batubara pada masing-masing variabel dapat dilihat pada grafik di bawah ini
Gambar 9.
Pengaruh Rasio Komposisi Briket Bioarang Batubara Terhadap Kadar Zat Terbang Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Dari grafik, dapat terlihat bahwa dari variasi penambahan batubara, didapatkan kadar zat terbang tertinggi pada variasi penambahan batubara tertinggi, yaitu sebanyak 35 %. Penambahan batubara berdampak cukup besar pada briket yang dihasilkan, dikarenakan kadar zat terbang dari batubara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bahan baku lainnya, Sedangkan bila dibandingkan dari segi rasio komposisi TKKS dan cangkang sawit terlihat perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan dari data analisa bahan baku, kadar zat terbang untuk TKKS dan cangkang kelapa sawit tidak jauh berbeda
Kadar Karbon Padat (Fixed Carbon)
Briket bioarang yang memiliki kualitas optimal adalah briket dengan penambahan batubara sebesar 35 % serta rasio berat antara TKKS dan cangkang sawit 1 : 15 karena memenuhi 4 parameter kualitas. Parameter optimum yang terpenuhi, yaitu nilai kalor sebesar 6834 cal/gr, kadar air lembab dengan persentase sebesar 4,97 %, kadar abu sebesar 3,03 %, serta kadar zat terbang sebesar 26,20 %.
Suhu Optimal Proses Karbonisasi
Dipura, A. Y. & Jasril N. 2009. “Mencari
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Pembuatan Ampas/Bungkil Jarak Pagar Menjadi Biobriket ”. Dalam Info Tek Jarak Pagar (hlm.12). Bogor. Pusat
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Dewi. 2007. “Proses
”. Penelitian Jurusan Teknik
Eceng Gondok (Eichornia Crasipesssolm) dengan Sagu sebagai Pengikat
“Pembuatan Briket Bioarang dari
“Membuat Briket Bio Arang ”. Yogyakarta : Kanisius. Brades, A. C. & Febrina S. T. 2007.
DAFTAR PUSTAKA Adan, I. U. 1998.
d.
Kadar Karbon Padat yang dihasilkan untuk briket bioarang batubara pada masing- masing variabel dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
), dan kadar abu (Ash) serta menurunkan kadar air lembab (Inherent Moisture) dan kandungan zat terbang (Volatile Matter) pada pada briket bioarang yang dihasilkan.
Value ), kadar karbon padat (Fixed Carbon
Penambahan batubara lignit pada briket bioarang campuran TKKS dan cangkang kelapa sawit dapat meningkatkan nilai kalor (Calorfic
c.
Suhu optimal proses karbonisasi untuk arang batubara lignit adalah 400 o C dengan memperhatikan selisih yang paling signifikan antara variasi suhu karbonisasi.
b.
Suhu optimal proses karbonisasi untuk arang TKKS dan cangkang kelapa sawit adalah 450 o C karena pada suhu ini bahan tersebut mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi dari pada suhu karbonisasi lainnya.
Dari grafik, dapat dijelaskan bahwa nilai karbon padat dari briket bioarang batubara yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan seiring dengan besarnya persentase penambahan batubara. Bila ditinjau dari rasio komposisi arang TKKS dan cangkang kelapa sawit, komposisi 1 : 5 memiliki nilai karbon padat paling rendah, sebaliknya pada rasio komposisi 1 : 15 nilai karbon padat mencapai nilai maksimum.
Briket Bioarang Batubara Terhadap Kadar Karbon Padat
Gambar 10. Pengaruh Rasio Komposisi
4. KESIMPULAN a.
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011
Arang Dari Serbuk Gergaji Dengan Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit ”. Tugas Akhir Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.
Sulistyanto, A. 2006.
“Karakteristik
Pembakaran Biobriket Campuran Batubara Dan Sabut Kelapa ”.
Penelitian Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sundari, D. 2009. “Karakteristik Briket
Teknologi Hasil Hutan Universitas Sumatera Utara. Toha, M. T. 2007. “Laporan Akhir Riset
“Penggunaan Cangkang
Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Energi Baru Dan Terbarukan Pencairan Batubara (BCL) ”. Universitas Sriwijaya :
Lembaga Pengelola Rusnas Pengembangan Energi. Wiryanti, M. & Jumnaini F. 2002.
“Pengaruh
Ukuran Partikel dan Pengikat pada Pembuatan Briket dari Ampas Tebu ”. Penelitian Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Yusgiantoro, P. 2006.
“Pedoman Pembuatan
Dan Pemanfaatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara ”. Peraturan Menteri Energi
Kelapa Sawit (Elaeis Guineesis Jack) sebagai Bahan Baku Pembuatan Briket Bioarang dengan Variasi Temperatur ”. Penelitian Jurusan
”. Warta PPKS 2000, Vol, 8(3) : 137 – 144. Selfiani, I. 2006.
Dan Pengaruh Campuran Batubara Terhadap Kualitas Briket Enceng Gondok ”. Penelitian Jurusan Teknik
”. Tesis Program Studi Magister Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Lusia. 2008.
“Pembuatan Briket Dengan
Komposisi Limbah Cair CPO (Crude Palm Oil) Dan Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit
”. Penelitan Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Bengkulu.
Mulia, A. 2007.
“Pemanfaatan Tandan
Kosong Dan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Briket Arang
Ndhara, N. 2009. “Uji Komposisi Bahan
Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Bahan Kimia
Pembuat Briket Bioarang Tempurung Kelapa Dan Serbuk Kayu Terhadap Mutu Yang Dihasilkan
”. Tugas Akhir Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Ningsih, R. Y. & Ria S. F. 2006.
“Laporan
Kerja Praktek di Perusahaan Briket Unit Tanjung Enim PT. Tambang Batubara Bukit Asam (PERSERO), Tbk
”. Indralaya: Jurusan Teknik Kimia UNSRI. Nuryanto, E. 2000.
“Pemanfaatan Tandan
Dan Sumber Daya Mineral Nomor : 047 Tahun 2006.