Kencana Anggar Kusuma 15010110120019.pdf

TERAPI PERILAKU
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas uts mata kuliah Psikoterapi

Disusun Oleh :

Kencana Anggar Kusuma

15010110120019

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN

Suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi atau mengubah perilaku. Seperangkat
perilakuatau respon yang dilakukan dalam suatu lingkungan dan menghasilkan konsekuensikonsekuensitertentu. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus
secepat-cepatnyadengan mengawasi perilaku belajar si pasien. Operan conditioning adalah
modifikasi perilaku yangdipertajam atau ditingkatkan frekuensi terjadinya melalui pemberian

reinforcement. Lingkungansosial digunakan untuk membantu seseorang dalam meningkatkan
kontrol terhadap perilaku ygberlebihan atau berkurang (Murray & Wilson).
sejarah perkembangan terapi perilaku
Watson dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan
kondisi (deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal. Pada
tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan memakai suara
bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell = makanan, yang kemudian dikenal juga
sebagai Stimulus dan Respon.

Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh
BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf
dan Hans Eysenck.
Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe),
Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing
memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah
perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
Skinner dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan
sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan
kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku.
Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik

(bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih
tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau

tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed
instruction.
Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson
menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak
dengan masalah perilaku.

Tujuan:

Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi
proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned),
termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa
unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi
tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons
yang layak, namun belum dipelajari;
a)


Meningkatkan perilaku, atau

b)

Menurunkan perilaku

c)

Meningkatkan perilaku:

d)

Reinforcement positif: memberi penghargaan thd perilaku

e)

Reinforcement negatif: mengurangi stimulus aversi

f)


Mengurangi perilaku:

g)

Punishment: memberi stimulus aversi

h)

Respons cost: menghilangkan atau menarik reinforcer

Extinction: menahan reinforcer

BAB II
TEORI

Teori dasar Metode Terapi Perilaku
a)

Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau


dipelajari (learned)
b)

Terapi untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning)

atau ditinggalkan (unlearning)
c)

Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical

conditioning)
Fungsi dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian
treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalahmasalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan
prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan
adjustive.

Hubungan antara Terapis dan Klien
Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial

dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi
perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal
sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik
kaku kepada para klien.

BAB III
PEMBAHASAN

Bentuk bentuk terapi Perilaku

1. Sistematis Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang
psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya.
Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang
dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe.
Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol
rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk
bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa
seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang kemudian
mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya.
Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses

desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek,
seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk menghindarinya.
Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien
bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.

2. Exposure and Response Prevention (ERP), untuk berbagai gangguan kecemasan,
terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang
dicapai ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian.
Metodenya dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan
menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya.
Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa
menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran.

Coping strategy ini dipakai untuk

mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.

3. Modifikasi perilaku, menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk
memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan
melalui penguatan positif dan negatif.

Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada
tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok
penelitian Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui
reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan penekanan
pada sebab).
Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam
memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap
satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara
yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.

4. Flooding, adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja
dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan
pada laba laba (arachnophobia ), pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba
sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi.
Banjir ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk
pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsipprinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana pasien mengubah
perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif.

Tehnik Terapi:
1.


Mencari stimulus yang memicu gejala gejala

2.

Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan
tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.

3.

Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai
celaan atau judgement oleh terapis.

4.

Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan
meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan

5.


Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.

5. Latihan relaksasi
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu
kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas
neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa
diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.
Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang
dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam
urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau
sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau
menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri.
Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien
diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan
rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki
keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi.

6. Observational learning, Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses
utama observasi pembelajaran.
a)


Attention to the model.

b)

Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model)

c)

Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi)

d)

Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah
diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya).

e)

reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behaviour

7.Latihan Asertif
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
1.

Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’ baik berupa mengungkapkan rasa marah atau

perasaan tersinggung.
2.

Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk

mendahuluinya,
3.

Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.

4.

Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran

sendiri.

Prosedur:
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.
Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk
melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami
hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
Cara Terapinya:
Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis,
sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian,
mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis
memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis
tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis
melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
8. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah
laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat/hilang.
Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme,
Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan
kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.

Efek-efek samping:
a)

Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh
jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir.

b)

Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum,
maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan,

c)

Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang
berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum
karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah,
semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya,

9. Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme
aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.
Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari,
yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain,
dsb.
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas
kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan
yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku,
merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode
pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan
intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
a)

Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan

ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh
untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder,
diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan
kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau
istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis
dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
b)

Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah

dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturutturut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan
suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika
seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif,
dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu.
Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang
adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan
pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
c)

Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik.

Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan
terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian
perkuatan yang terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan

tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya
tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul.
Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar.
Bagaimanapun,

setelah

tingkah

laku

yang

diinginkan

itu

meningkat

frekuensi

kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.
d)

Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-menerus

dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian,
karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu
periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari
tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi
berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan
intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian
pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan
kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian
perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama
perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan.
e)

Modeling, metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan tingkah

laku sang model. Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui
pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah
laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial
tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang
ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus
dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi
yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang
dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang
dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya
dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat
di mata mereka sebagai pengamat.

Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku
apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak
memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat
dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang
nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini. Metode taken
economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja
dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.

BAB IV
KESIMPULAN

Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini
memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan.
Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas,
bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian). Ahli
teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan bahwa
menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika
gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika
penyebb inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru.
Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari Eysenck: “
teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata – mata kebiasaan yang dipelajari; tidak
terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan
gejalanya dan anda telah menghilangkan neurosis.” Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi
perilaku adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi
kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi
kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting dalam menilai kemanjuran terapi
perilaku. Seperti pada bentuk terapi lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan
kekuatan psikologis pasien harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapi perilaku.

DAFTAR PUSTAKA

Gerald Corey, Konseling dan Psikoterapi, Refika Aditama, 2009, Bandung
Michel Hersen, Encyclopedia of Psychotherapy, Pacific University, Forest Grove,
Oregon. AP.
Windy Dryden, Developments in Psychotherapy, SAGE Publications Ltd, 2006,
London.
John and Rita Sommers, Counseling and Psychotherapy theories in context and
practice, John Wiley & Sons, Inc, 2004, New Jersey.