PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA KLINIK KECANTIKAN ESTETIKA (Studi Pada Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA KLINIK KECANTIKAN ESTETIKA

(Studi Pada Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung)

Oleh Jasmine Hanafi

Maraknya klinik kecantikan estetika disebabkan besarnya minat konsumen untuk mengkonsumsi produk perawatan wajah dan tubuh. Ketika mengkonsumsi suatu produk, konsumen membutuhkan perlindungan hukum untuk memberikan rasa aman dan jaminan apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam penggunaan produk tersebut. Konsumen dilindungi hukum jika klinik kecantikan estetika merupakan pelaku usaha yang terdaftar yang memiliki legalitas bentuk dan kegiatan usaha. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah pertama, legalitas bentuk hukum dan kegiatan usaha klinik kecantikan estetika. Kedua, hubungan hukum antara klinik kecantikan estetika dengan konsumen. Ketiga, tanggung jawab klinik kecantikan estetika kepada konsumen apabila terjadi kerugian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif terapan dengan tipe non judicial case study. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier, kemudian analisis data dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa legalitas bentuk hukum perusahaan Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung adalah berbentuk perusahaan perseorangan yang dimiliki oleh dr. Indriati Kusuma, MHA, CID, memiliki kegiatan usaha perdagangan dan perjasaan dibidang kecantikan dan memiliki bukti legalitas berupa SIUP, TDP, dan izin dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dari bukti legalitas tersebut dapat diketahui identitas klinik kecantikan estetika. Hubungan hukum terjadi karena adanya undang-undang dan perjanjian terapeutik. Undang-undang yang mengatur hubungan hukum tersebut adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Praktik Kedokteran, dan Peraturan Meneteri Kesehatan tentang Klinik. Perjanjian terapeutik merupakan inspanningverbintenis dan terjadi apabila


(2)

JASMINE HANAFI

terdapat informed consent. Hubungan hukum ini melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Tanggung jawab hukum terjadi apabila klinik kecantikan estetika melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum terhadap konsumen, sehingga meyebabkan kerugian. Konsumen dapat menuntut ganti rugi sebagaimana ditentukan dalam KUH Perdata, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan, dan Undang-Undang Praktik Kedokteran. Namun, selama berdirinya klinik kecantikan estetika tersebut, belum pernah ada kerugian yang diderita konsumen dan menuntut pertanggungjawaban.


(3)

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA KLINIK KECANTIKAN ESTETIKA

(Studi Pada Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung)

Oleh

JASMINE HANAFI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA KLINIK KECANTIKAN ESTETIKA

(Studi Pada Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung) (Skripsi)

Oleh

JASMINE HANAFI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

JUDUL DALAM

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

PERSEMBAHAN MOTTO

SANWACANA DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ...1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian...6

C.Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ...7

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Perlindungan Hukum Konsumen ...9

1. Pengertian Perlindungan Hukum ...9

2. Pengertian Konsumen ...10

3. Pengertian Perlindungan Konsumen ...13

4. Hak dan Kewajiban Konsumen ...14

B.Pelaku Usaha dan Legalitas Pelaku Usaha ...16

1. Pengertian Pelaku Usaha ...16

2. Hak Pelaku Usaha ...19

3. Kewajiban Pelaku Usaha ...20

4. Legalitas Pelaku Usaha ...20

C.Klinik Kecantikan Estetika ...22


(6)

2. Hubungan Hukum antara Klinik Kecantikan Estetika dan

Konsumen ...24

3. Produk-Produk Pada Klinik Kecantikan Estetika ...28

D.Tanggung Jawab Pelaku Usaha ...30

1. Tanggung Jawab Berdasarkan atas Kesalahan ...31

2. Tanggung Jawab secara Langsung ...32

3. Tanggung Jawab Produk...32

4. Tanggung Jawab Profesional ...33

E. Kerangka Pikir ...37

III. METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian...39

B.Tipe Penelitian ...40

C.Pendekatan Masalah...40

D.Data dan Sumber Data ...41

E. Pengumpulan Data ...42

F. Metode Pengolahan Data ...43

G.Analisis Data ...44

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Legalitas Bentuk Hukum dan Kegiatan Usaha Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung ...46

1. Legalitas Bentuk Hukum Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung ...46

2. Legalitas Kegiatan Usaha Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung ...48

B.Hubungan Hukum antara Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dengan Konsumen ...54

1. Hubungan Hukum Berdasarkan Informed Consent dan Perjanjian Terapeutik antara Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dengan Konsumen ...54 2. Hubungan Hukum Berdasarkan Undang-Undang antara


(7)

Lampung dengan Konsumen ...60 C.Tanggung Jawab Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang

Bandar Lampung Kepada Konsumen Apabila Terjadi Kerugian ...65 1. Tanggung Jawab Menurut Hukum Perdata ...66 2. Tanggung Jawab Hukum Menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen ...69 3. Tanggung Jawab Hukum Menurut Undang-Undang

Kesehatan ...70 4. Tanggung Jawab Hukum Menurut Undang-Undang Praktik

Kedokteran ...71 V. KESIMPULAN

Kesimpulan ...74 DAFTAR PUSTAKA


(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Rilda Murniati, S.H., M.Hum. ………

Sekretaris/ Anggota : Kasmawati, S.H., M.Hum. ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 19621109987031003


(9)

Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

TERHADAP PENGGUNA KLINIK

KECANTIKAN ESTETIKA (Studi Pada Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : Jasmine Hanafi No. Pokok Mahasiswa : 0912011173

Bagian : Hukum Keperdataan

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1.Komisi Pembimbing

Rilda Murniati, S.H., M.Hum. Kasmawati, S.H., M.Hum. NIP 197009251994032002 NIP 197607052009122001

2. Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.H. NIP 19580527198403100


(10)

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(Al-Baqarah: 153)

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan untukmu” (Al-Mukmin: 60)

“Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat

menggantikan kerja keras”


(11)

PERSEMBAHAN

Segala puji hanya bagi Allah SWT

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

( Surat Al 'Alaq 1- 5)

Karya ilmiah ini ku dedikasikan kepada:

Mama & Ayahku tercinta, yang tiada henti mencurahkan kasih sayang dan doanya. Adikku Hanny Hanafi,

yang telah memberi dukungan yang tiada henti . Serta kepada Almamaterku tercinta.


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Jasmine Hanafi, lahir pada tanggal 9 November 1991 di Bandar Lampung. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Hanafi Zuchri dan Ibu Azizah Jafar Garmus.

Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak di TK Trisula II Bandar Lampung pada tahun 1997, Sekolah Dasar di SDN 2 (Teladan) Bandar Lampung pada tahun 2003 , Sekolah Menengah Pertama di SMPN 4 Bandar Lampung pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 9 Bandar Lampung pada tahun 2009. Tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Unila melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan HIMA Perdata yang berada di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada 2012 penulis mengikuti program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN Tematik di Pekon Puramekar, Kecamatan Kebon Tebu, Kabupaten Lampung Barat.


(13)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul “Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pengguna Klinik Kecantikan Estetika (Studi Pada Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung; 3. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Satu yang telah

bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Dua yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,


(14)

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., selaku Pembahas Satu, yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini; 6. Ibu Diane Eka Rusmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembahas Dua, yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini; 7. Bapak Naek Siregar, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik, yang telah

membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Ibu dr. Vonny Ovia Rahmat, selaku Dokter Penanggung Jawab pada Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung., yang telah meluangkan waktunya, memberikan bantuan, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian di Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung;

9. Hanny Hanafi adikku, yang telah mendengarkan cerita dan keluh kesah, menemani penulis selama penelitian, memberikan doa, dan saran;

10.Ce Ati, Kak Iyan, Ce Tia, Ais, dan Andi sepupu-sepupu yang telah mendengarkan cerita, keluh kesah, dan memberikan doa dan dukungan;

11.Rio Fabry, yang telah memberikan dukungan, bantuan, semangat dan doanya; 12.Fristiana Diansasy, yang telah menjadi teman berbagi cerita sejak SMP,

memberikan doa, dukungan, dan semangatnya;

13.Ita Mayasari, yang telah menjadi teman berbagi cerita, memberikan semangat, dan doanya;


(15)

14.Teman seperjuangan Hukum Keperdataan ’09 Lia, Tyas, Rini, Novia, Rintar, Cicha, Adenty, Indah, Vita, Clara, Vina, Nuy, Dafson, Sujana, Fariz, dan seluruh teman-teman Hukum Keperdataan ’09 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

15.Seluruh teman-teman Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2009 dan teman-teman KKN Tematik di Pekon Puramekar.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Bandar Lampung, 2013 Penulis,


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan. Kebutuhan adalah keinginan manusia terhadap benda atau jasa yang dapat memberikan kepuasan jasmani maupun rohani. Kebutuhan manusia tidak terbatas, faktor yang menyebabkan kebutuhan manusia tidak terbatas antara lain adalah sifat alami manusia, tingkat pendapatan, lingkungan alam, lingkungan sosial, kemajuan teknologi informasi, agama dan kepercayaan, akulturasi budaya,dan perdagangan internasional.

Setiap manusia adalah konsumen yang memiliki kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan terus berkembang, dapat dipenuhi dengan membeli kebutuhan-kebutuhan tersebut dari pelaku usaha, sebagai penyedia produk yang dibutuhkan manusia sebagai konsumen. Perkembangan kebutuhan manusia dapat dilihat dari maraknya suatu industri, contohnya industri kecantikan. Perkembangan suatu industri dikarenakan besarnya minat konsumen dalam menggunakan barang dari industri ini. Kebanyakan mereka yang tertarik untuk menggunakan produk dari industri kecantikan ini terpengaruh oleh berbagai media cetak atau elektronik yang sering kali menampilkan wajah maupun bentuk tubuh yang dianggap sempurna.1

1


(17)

2

Pelaku usaha melihat adanya suatu kesempatan atau peluang usaha dalam bidang industri kecantikan. Jika dahulu konsumen hanya mengenal salon kecantikan sebagai pelaku usaha dibidang industri kecantikan, namun seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, pelaku usaha melakukan inovasi yakni dengan membuka industri kecantikan yang berbeda dengan salon kecantikan, yaitu klinik kecantikan estetika. Perbedaan antara klinik kecantikan estetika dengan salon kecantikan adalah, bahwa klinik kecatikan estetika menggunakan tenaga medis, berbeda dengan salon kecantikan yang tidak menggunakan tenaga medis.

Kebutuhan konsumen untuk mengkonsumsi produk yang dihasilkan dari suatu klinik kecantikan estetika dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah faktor tingkat pendapatan, semakin besar pendapatan seseorang maka semakin besar kebutuhannya. Klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha di bidang industri kecantikan, adalah perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang perdagangan dan perjasaan. Berbagai produk perawatan wajah dan tubuh disediakan oleh industri kecantikan ini. Hadirnya klinik kecantikan estetika bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Namun, tidak menutup kemungkinan ketika konsumen menggunakan suatu barang atau jasa, dan kemudian terjadi akibat buruk ketika mengkonsumsi barang atau jasa tersebut, yang tentu saja merugikan konsumen. Begitu pula, yang dapat dialami oleh konsumen klinik kecantikan estetika. Kerugian yang dialami oleh konsumen suatu


(18)

3

klinik kecantikan estetika lebih dikarenakan ketidak sesuaian dengan yang diharapkan.2

Hal ini dapat terjadi karena adanya kondisi dari konsumen itu sendiri maupun dari kelalaian pelaku usaha dalam hal ini adalah klinik kecantikan estetika. Pada produk jasa yang menggunakan berbagai teknologi seperti sinar laser yang digunakan secara berlebihan dapat menimbulkan efek-efek tertentu bagi tubuh, begitu pula dengan penggunaan obat dan kosmetik yang mempunyai dampak pada tubuh. Dampak dapat berupa dampak yang baik maupun yang buruk. Apabila penggunaan produk berdampak buruk tentu saja sangat merugikan konsumen, maka konsumen memerlukan suatu perlindungan, berupa perlindungan hukum. Perlindungan hukum ada apabila ada hubungan hukum. Konsumen suatu klinik kecantikan estetika memiliki hubungan hukum dengan klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha, sejak konsumen datang ke klinik kecantikan estetika dan dilakukan wawancara medis oleh dokter. Hubungan hukum terjadi karena adanya konsensus antara konsumen dan klinik kecantikan estetika, walaupun konsensus terjadi secara lisan, namun mengikat kedua belah pihak, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban.

Konsumen telah dilindungi oleh hukum, ditandai dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dicantumkan berbagai hak dan kewajiban pelaku usaha maupun konsumen, selain itu juga dicantumkan mengenai tanggung jawab pelaku usaha. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus dapat menghargai

2


(19)

4

hak konsumen, memproduksi barang dan atau jasa yang berkualitas, informasi yang benar dan jelas, aman dimakan dan digunakan, mengikuti standar yang berlaku, dan dengan harga yang sesuai (reasonable)3.

Tujuan penyelenggaraan, pengembangan, dan peraturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha di dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan kepastian hukum yakni agar para pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.5 Dengan adanya kepastian hukum maka konsumen juga dapat menggunakan produk dengan rasa aman dan dapat menjadi suatu jaminan apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam penggunaan produk tersebut.

Konsumen suatu klinik kecantikan estetika, selain dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, juga dilindungi oleh Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik karena klinik kecantikan estetika merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan (praktik dokter perorangan atau berkelompok) yang mengkhususkan pada bidang kecantikan.

3

Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 63.

4Ibid 5

Wahyu Sasongko, 2007, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Unila, Lampung, hlm. 37.


(20)

5

Klinik kecantikan estetika mempunyai bentuk usaha, maka klinik kecantikan estetika harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh undang-undang. Setiap bentuk usaha yang memenuhi persyaratan undang-undang dinyatakan sebagai bentuk usaha yang sah atau disebut juga mempunyai legalitas bentuk usaha.6 Klinik kecantikan estetika yang mempunyai bukti legalitas dinyatakan sebagai bentuk usaha yang sah.

Klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha melakukan kegiatan usahanya dengan itikad baik, namun tidak menutup kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh konsumen suatu klinik kecantikan estetika, seperti halnya terjadi kerugian pada konsumen. Apabila terjadi kerugian yang diderita konsumen, maka klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha harus bertanggung jawab.

Konsumen suatu klinik kecantikan estetika harus menyadari dan mengetahui hak-haknya. Dengan adanya kesadaran dari konsumen tentang semua hak-haknya diharapkan tidak ada kerugian yang akan diderita konsumen di kemudian hari. Kewajiban pelaku usaha dalam hal ini adalah klinik kecantikan estetika memenuhi hak-hak konsumen dan apabila terjadi suatu kerugian yang diderita oleh konsumen, maka klinik kecantikan estetika harus bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

Penelitian ini akan mengkaji dan membahas tentang perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna klinik kecantikan estetika, dengan mengambil studi tempat penelitian yaitu Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis akan membahasnya ke dalam

6

Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 329.


(21)

6

sebuah penelitian hukum yang berjudul Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pengguna Klinik Kecantikan Estetika (Studi Pada Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen pengguna Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung?

Untuk itu, pokok bahasan dalam penelitian ini adalah:

1. Legalitas bentuk hukum dan kegiatan usaha Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung;

2. Hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dengan konsumen;

3. Tanggung jawab Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung kepada konsumennya apabila terjadi kerugian.

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini adalah hukum keperdataan (ekonomi) khususnya tentang hukum perlindungan konsumen dalam bahasan tentang perlindungan hukum konsumen terhadap pengguna klinik kecantikan estetika yang berkaitan dengan aspek hukum kesehatan yang dilakukan oleh


(22)

7

Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung terhadap konsumen.

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

Untuk menganalisis perlindungan hukum yang dilakukan oleh Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Lampung terhadap konsumennya, yang terdiri dari: 1. Legalitas bentuk hukum dan kegiatan usaha Klinik Kecantikan Estetika

Kusuma Cabang Bandar Lampung;

2. Hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dengan konsumen;

3. Tanggung jawab Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung kepada konsumennya apabila terjadi kerugian

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Secara teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai upaya pengembangan wawasan keilmuan peneliti, khususnya pemahaman pada bidang ilmu hukum perlindungan konsumen berkenaan dengan pengguna klinik kecantikan estetika dan sebagai upaya pengembangan keahlian dalam meneliti dan meningkatkan keterampilan menulis karya tulis ilmiah (skripsi);


(23)

8

b. Secara praktis

Secara praktis penelitian ini berguna sebagai pelajaran melakukan penelitian di lapangan, sumbangan pemikiran mengenai hukum perlindungan konsumen, dan sumber bacaan baru dibidang hukum perlindungan konsumen.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Kata perlindungan mengandung makna, yaitu suatu tindakan perlindungan atau tindakan melindungi dari pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk pihak tertentu dengan menggunakan cara-cara tertentu.1 Menurut M.H Tirtaatmidjaja, hukum ialah semua aturan norma yang harus ditutur dalam tingkah laku, tindakan-tindakan dalam pergaulan dengan ancaman mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan tersebut, akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang kehilangan kemerdekaannya, denda, dan sebagainya.2

Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Hukum dalam memberikan perlindungan dapat melalui cara-cara tertentu, antara lain dengan: 1. Membuat peraturan (by giving regulation), bertujuan untuk:

a. memberikan hak dan kewajiban; b. menjamin hak-hak para subyek hukum.

2. Menegakkan peraturan (by law enforcement) melalui:

1

Wahyu Sasongko, 2007, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Unila, Lampung, hlm. 30.

2

Sumber: http://new-article-artikel.blogspot.com/2012/01/pengertian-hukum.html, diakses pada tanggal 7 November 2012, pukul 19.22 WIB.


(25)

10

a. hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah (preventive)

terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan perijinan dan pengawasan;

b. hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive)

pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dengan mengenakan sanksi pidana dan hukuman;

c. hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative; recovery; remedy), dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.3

2. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument

itu tergantung dari posisinya.4 Menurut A.Z. Nasution, konsumen adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang atau jasa lain atau memperdagangkannya kembali.

Ada unsur utama dari arti konsumen yaitu tentang maksud atau tujuan dilakukan pembelian tidak untuk dijual kembali, tetapi untuk kepentingan pribadi. Mengenai bentuk dan cara dilakukannya perbuatan hukum atau transaksi konsumen tidak diharuskan dalam bentuk tertentu, yang pokok adalah tujuan dilakukannya transaksi bukan untuk bisnis, melainkan untuk kepentingan pribadi atau personal. Perolehan suatu produk dapat dilakukan dalam berbagai cara dan bentuk

3

Wahyu Sasongko, op.cit., hlm. 31. 4

AZ Nasution, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, hlm. 21.


(26)

11

perbuatan. Seperti transaksi pembelian, persewaan yang dapat dilakukan dengan cara dan bentuk yang berbeda-beda, namun tidak untuk tujuan bisnis. Unsur untuk dijual kembali sudah seharusnya tidak masuk dalam pengertian konsumen, karena kegiatan pembelian untuk tujuan dijual kembali adalah kegiatan dagang atau perbuatan perniagaan.

Arti konsumen di Indonesia tercantum dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yakni:5

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Unsur-unsur konsumen dalam rumusan tersebut ialah:6

1. Setiap orang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak memberikan penjelasan tentang orang. Berarti, pengertian orang adalah subyek hukum pribadi alami (naturlijke persoon) dan tidak termasuk badan hukum (rechts persoon). Dengan demikian, hanya orang yang dapat dikualifikasi sebagai konsumen;

2. Pemakai barang dan/atau jasa ialah konsumen akhir bukan konsumen antara. Dalam penjelasan atas pasal itu dikemukakan bahwa konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk. Di dalam kepustakaan ekonomi juga dikenal konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai

5

Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen 6


(27)

12

bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.

3. Barang adalah setiap benda yang berwujud atau tidak berwujud, bergerak atau tidak bergerak, dapat dihabiskan atau tidak dapat dihabiskan, dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dimanfaatkan oleh konsumen;

4. Jasa adalah setiap layanan berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen;

5. Yang tersedia dalam masyarakat mensyaratkan barang atau jasa sudah tersedia di masyarakat adalah barang yang sudah dipasarkan;

6. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau makhluk hidup lain, mempertegas arti konsumen akhir yang membeli barang untuk digunakan bagi dirinya, keluarganya, orang lain, atau makhluk hidup lain, misalnya binatang peliharaan. Jadi, seseorang yang membeli produk makanan harus ditujukan untuk dikonsumsi bagi diri sendiri, dan keluarga. Kalaupun diberikan kepada orang lain tentu untuk dikonsumsi. Termasuk produk makanan hewan peliharaan;

7. Tidak untuk diperdagangkan, unsur ini pun mempertegas arti konsumen akhir yang bertujuan untuk dikonsumsi atau digunakan sendiri dan untuk membedakan dengan kegiatan bisnis sebagaimana telah diuraikan di atas. Pada penjelasan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menjelaskan bahwa:7

“Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan

7


(28)

13

suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir”. Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara. Secara teoretis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataan, sulit menetapkan batasan-batasan seperti itu.

3. Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, adalah:8

“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.

Menurut A.Z. Nasution, hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaedah-kaedah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk antara penyedia dan penggunannya dalam kehidupan bermasyarakat.9 Kepastian hukum merupakan unsur yang utama, ada korelasi positif antara kepastian hukum dan perlindungan konsumen. Kepastian hukum merupakan variabel yang akan mempengaruhi pemberian perlindungan konsumen. Sebaliknya, perlindungan konsumen merupakan variabel yang terpengaruh dari adanya kepastian hukum. Jadi inti dari

8

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen 9


(29)

14

perlindungan hukum adalah kepastian hukum. Jika kepastian hukum dapat tercapai, maka perlindungan hukum juga akan dapat diberikan.

Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ada dua persyaratan utama dalam perlindungan konsumen, yaitu adanya jaminan hukum

(law guarantee) dan adanya kepastian hukum (law certainty).10

4. Hak dan Kewajiban Konsumen

a. Hak-Hak Konsumen

Pada tanggal 15 Maret 1962 dalam pidato presiden Amerika Serikat John F. Kennedy di depan kongres mencetuskan hak-hak konsumen pertama kali. Isi pidatonya kemudian dikenal sebagai hak-hak konsumen yang diakui secara internasional yaitu:

(1) Hak untuk memperoleh keselamatan (the right to safety);

(2) Hak untuk diberitahu (the right to be informed);

(3) Hak untuk memilih (the right to choose);

(4) Hak untuk didengar (the right to heard).11

Adapun hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:12

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

10

Wahyu Sasongko, op.,cit, hlm. 33. 11Ibid,

hlm. 22. 12


(30)

15

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana yang dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat J.F.Kennedy.13 Hak-hak konsumen sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen bersifat terbuka, artinya selain ada hak-hak konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dimungkinkan diakuinya

13

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 38.


(31)

16

hak konsumen lainnya yang tidak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tetapi diatur dalam peraturan perundang-undangan lain disektor tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari status Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebagai ketentuan payung (umberella rule). 14

b. Kewajiban Konsumen

Menurut Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kewajiban konsumen adalah:15

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

B. Pelaku Usaha dan Legalitas Pelaku Usaha

1. Pengertian Pelaku Usaha

Perlindungan konsumen sangat terkait dengan dunia bisnis atau perdagangan dimana didalamnya terdapat pelaku usaha dan konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menggunakan istilah pelaku usaha. Istilah ini memiliki abstraksi yang tinggi karena dapat mencakup berbagai istilah seperti produsen, pengusaha atau pebisnis, pedagang, eksportir, importir, penjual, pedagang eceran, pembuat barang-barang jadi atau pabrikan, penyedia jasa, perajin. Pendek kata,

14

Wahyu Sasongko, op.cit., hlm. 62. 15


(32)

17

siapa pun yang menjalani suatu usaha di lapangan perekonomian.16 Menurut Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, menyebutkan tentang pengertian atau definisi dari pelaku usaha yaitu:17

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Unsur-unsur pelaku usaha dalam rumusan tersebut adalah:18

1. Setiap orang perseorangan atau badan usaha, ditinaju dari aspek subyek, pelaku usaha adalah pengusaha (perseorangan) dan sekumpulan pengusaha yang membentuk organ atau badan usaha. Dengan demikian, baik perseorangan maupun badan usaha dapat dikenakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen;

2. Berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, pembuat undang-undang memahami bahwa badan usaha terdiri dari dua kategori, ialah badan usaha berbadan hukum dan badan usaha bukan berbadan hukum. Dalam konteks perlindungan konsumen, keduanya tidak dibedakan agar undang-undang perlindungan konsumen dapat dikenakan. Akan tetapi, pertanggungjawaban secara yuridis masing-masing berbeda;

3. Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, dalam hukum perdata internasional diakui prinsip nasionalitas atau domisili dari suatu badan hukum sebagai kriteria badan usaha domestik atau asing. Suatu korporasi yang didirikan dalam yurisdiksi menurut

16

Wahyu Sasongko, op.cit., hlm. 57. 17

Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen 18


(33)

18

hukum Indonesia, adalah badan hukum Indonesia, sedangkan badan hukum asing adalah badan hukum yang didirikan di luar negeri;

4. Baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, kegiatan bisnis dapat dilakukan dalam beragam bentuk dan cara yang dituangkan ke dalam kontrak. Oleh karena itu, bentuk kerja sama mendirikan perusahaan atau sekedar kerja sama operasional atau usaha patungan;

5. Menyelenggarakan kegiatan usaha, istilah kegiatan usaha memiliki cakupan yang luas meliputi perbuatan dagang atau kegiatan perniagaan, yaitu kegiatan pembelian barang-barang untuk dijual kembali;

6. Dalam berbagai bidang ekonomi, memperluas arti pelaku usaha meliputi pihak-pihak yang melakukan aktifitas atau kegiatan usaha (bisnis). Dalam hal ini tidak hanya mencakup pembelian barang-barang bergerak dan menjualnya kembali, tetapi juga mengimpor, menjadi agen perusahaan asing, mengusahakan apotek, penyelenggara rumah sakit, atau sekedar menjual obat di warung adalah pelaku usaha juga.

Meurut CelinaTri Siwi Kristiyanti pengertian Pelaku Usaha dibagi menjadi 3 yaitu19 :

1. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur, mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya; 2. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk;

19


(34)

19

3. Siapa saja yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada produk menampakkan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.

2. Hak-Hak Pelaku Usaha

Pelaku usaha dan konsumen memiliki hubungan hukum yang mengakibatkan adanya akibat hukum berupa hak dan kewajiban. Selain hak-hak konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur mengenai hak-hak pelaku usaha yang terdapat di dalam Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:20

Hak pelaku usaha adalah :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

20


(35)

20

3. Kewajiban Pelaku Usaha

Menurut Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kewajiban pelaku usaha adalah:21

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/ atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 4. Legalitas Pelaku Usaha

Pelaku usaha dalam hukum perusahaan disebut sebagai pengusaha. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya, baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan pekerja, dalam hal ini dia

21


(36)

21

mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan.22 Suatu perusahaan memiliki bentuk usaha dan kegiatan usaha, dan setiap perusahaan harus memiliki legalitas bentuk dan kegiatan usahanya.

a. Bentuk Usaha

Bentuk usaha adalah organisasi usaha atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis kegiatan usaha, yang disebut bentuk hukum perusahaan. Dalam bahasa Inggris bentuk usaha atau bentuk hukum perusahaan disebut

company atau enterprise atau corporation. Bentuk hukum perusahaan tersebut diatur/diakui oleh undang-undang, baik yang bersifat perseorangan, persekutuan, atau badan hukum.23 Dilihat dari bentuk hukumnya, perusahaan diklasifikasikan menjadi perusahaan badan hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan badan hukum ada yang dimiliki oleh pihak swasta, yaitu Perseroan Terbatas (PT) dan koperasi, ada pula yang dimiliki oleh negara, yaitu peusahaan umum (perum) dan perusahaan perseroan (persero). Perusahaan badan hukum perseroan terbatas dan koperasi selalu berupa persekutuan, sedangkan perusahaan bukan badan hukum dapat berupa perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan, dan hanya dimiliki oleh pihak swasta. Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat ditentukan ada tiga jenis bentuk hukum perusahaan, yaitu perusahaan perseorangan, perusahaan bukan badan hukum, dan perusahaan badan hukum.24

22

Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm. 25. 23Ibid,

hlm. 1. 24Ibid,


(37)

22

Bentuk usaha harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh undang-undang. Setiap bentuk usaha yang memenuhi persyaratan undang-undang dinyatakan sebagai bentuk usaha yang sah atau disebut juga mempunyai legalitas bentuk usaha. Bentuk usaha dapat diketahui dengan jelas dalam akta pendirian setiap perusahaan. Akta pendirian perusahaan memuat anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan.25

b. Kegiatan Usaha

Kegiatan usaha adalah berbagai jenis usaha di bidang perekonomian yang meliputi bidang perindustrian, perdagangan, perjasaan, dan keuangan (pembiayaan). Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apa pun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.26 Suatu kegiatan dapat disebut usaha dalam arti hukum perusahaan apabila memenuhi unsur-unsur berikut ini:

1. Dalam bidang perekonomian; 2. Dilakukan oleh pengusaha;

3. Tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

Jika kegiatan itu bukan dilakukan oleh pengusaha, melainkan oleh pekerja, kegiatan itu disebut pekerjaan, bukan usaha.27 Setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya wajib memenuhi syarat operasional usaha. Setiap perusahaan yang telah memenuhi syarat tersebut dinyatakan sebagai perusahaan yang mempunyai bukti legalitas kegiatan usaha.

25Ibid 26Ibid,

hlm. 2. 27Ibid


(38)

23

C. Klinik Kecantikan Estetika

1. Pengertian Klinik Kecantikan Estetika

Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik, menyebutkan bahwa:28

“Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga

kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.”

Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik, membedakan klinik menjadi klinik pratama dan klinik utama.

Klinik kecantikan estetika adalah satu fasilitas pelayanan kesehatan (praktik dokter perorangan atau berkelompok) yang bersifat rawat jalan dengan menyediakan jasa pelayanan medis seperti konsultasi, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medis. Untuk mengatasi berbagai kondisi yang terkait kecantikan (estetika penampilan) seseorang yang dilakukan oleh tenaga medis sesuai keahlian dan kewenangannya.29 Klinik kecantikan estetika dibagi dalam dua tipe sebagai berikut:30

1. Klinik kecantika tipe pratama, adalah satu fasilitas klinik kecantikan estetika yang menyediakan jasa pelayanan tindakan medis terbatas yang dilakukan oleh seorang dokter/dokter gigi dengan penanggung jawab teknis adalah seorang dokter dengan kompetensi dibidang estetika.

28

Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Klinik 29

Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan RI, 2007, Pedoman

Penyelenggaraan Klinik Kecantikan Estetika, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, hlm. 6.

30Ibid,


(39)

24

2. Klinik kecantika tipe utama, adalah satu sarana klinik kecantikan estetika yang menyediakan jasa pelayanan tindakan medis terbatas dan tindakan medis invasif (operatif) tanpa bius umum yang dilakukan oleh seorang dokter/dokter gigi atau dokter spesialis/dokter gigi spesialis sesuai dengan keahlian dan kewenangannya dengan penanggung jawab teknis adalah seorang dokter. Kepemilikan klinik kecantikan estetika diperbolehkan secara:31

1. Perorangan

2. Badan usaha yang sah secara hukum (perseroan terbatas, yayasan, atau koperasi)

2. Hubungan Hukum antara Klinik Kecantikan Estetika dan Konsumen

Hubungan hukum antara klinik kecantikan estetika dan konsumen lahir karena adanya perikatan. Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda Verbintenis. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum. Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum. Dalam hubungan hukum tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Sesuatu yang dituntut disebut prestasi yang merupakan objek perikatan.32 Perikatan itu adalah hubungan hukum. Hubungan hukum timbul karena adanya peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, keadaan.

31Ibid,

hlm. 25. 32

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 198.


(40)

25

Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan sistem terbuka, artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang. Tetapi, keterbukaan itu dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.33

Sesuai dengan penggunaan sistem terbuka, maka Pasal 1233 KUH Perdata menentukan bahwa perikatan dapat timbul baik karena perjanjian maupun karena undang-undang. Dengan kata lain, sumber perikatan itu ialah perjanjian dan undang-undang. Perikatan yang timbul karena perjanjian, kedua pihak dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri, dalam perikatan mana kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Perjanjian itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut:34

1. Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang (subjek); 2. Persetujuan antara pihak-pihak itu (konsensus); 3. Ada objek yang berupa benda;

4. Ada tujuan yang bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan); 5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat

33Ibid 34Ibid


(41)

26

hukum (legally concluded contract). Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata syarat-syarat sah perjanjian, yaitu:

1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsensus);

2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity);

3. Ada suatu hal tertentu (objek); 4. Ada suatu sebab yang halal (causa).

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang membuatnya. Selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, kendatipun tidak memenuhi syarat-syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya, sehingga menimbulkan sengketa, maka Hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.

Ilmu hukum mengenal dua jenis perjanjian, yaitu: 35

1. Ispanningverbintenis, yakni suatu perjanjian di mana masing-masing pihak berupaya atau berusaha semaksimal mungkin mewujudkan atau menghasilkan perjanjian yang dimaksud. Dalam hal ini yang diutamakan adalah upaya atau ikhtiar;

2. Resultaatverbintenis, yakni suatu perjanjian yang didasarkan pada hasil atau resultaat yang diperjanjikan. Masing-masing pihak berusaha semaksimal mungkin menghasilkan atau mewujudkan apa yang diperjanjikan. Dalam hal ini yang diutamakan adalah hasilnya.

35

Agus Budianto, 2010, Aspek Jasa Pelayanan Kesehatan Dalam Perspektif Perlindungan Pasien, Karya Putra Darwati, Bandung, hlm. 91.


(42)

27

Hubungan hukum antara klinik kecantikan estetika yang merupakan fasilitas pelayanan kesehatan (praktik dokter perorangan atau berkelompok) dibidang kecantikan (estetika penampilan) dengan konsumen timbul karena undang-undang dan perjanjian atau yang disebut perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik adalah perjanjian antara dokter sebagai penyelenggara usaha klinik kecantikan estetika dan konsumen. Dalam perjanjian terapeutik yang dituntut bukan perjanjian hasil atau kepastian adanya kesembuhan atau keberhasilan, namun perjanjian tersebut berupa upaya atau usaha semaksimal mungkin dari dokter dalam upayanya melakukan penyembuhan secara hati-hati dan cermat didasarkan pada ilmu pengetahuan yang layak.36

Perjanjian terapeutik dapat dikategorikan pada perjanjian inspanningverbintenis.

Jadi yang dituntut dari klinik kecantikan estetika sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dibidang kecantikan (estetika penampilan) yang dilakukan oleh praktik dokter perorangan atau berkelompok adalah usaha maksimal dan sungguh-sungguh dalam melakukan penyembuhan dengan didasarkan pada standar ilmu pengetahuan kedokteran yang baik. Hubungan hukum antara klinik kecantikan estetika dan konsumen melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-maing pihak. Hubungan hukum terjadi antara klinik kecantikan estetika dan konsumen, ketika konsumen datang ke klinik kecantikan estetika dan melakukan wawancara medis dan pemeriksaan oleh dokter, dalam hal ini konsumen memberikan kepercayaan kepada dokter.37

36

Sumber:http://thepublicadministration.blogspot.com/2012/04/hubungan-hukum-dokter-dan-pasien-dalam.html, diakses pada tanggal 25 Januari 2013, pukul 19.05 WIB.

37


(43)

28

Konsumen suatu klinik kecantikan estetika merupakan pihak yang meminta pertolongan sehingga relatif lemah kedudukannya dibandingkan dokter sebagai penyelenggara klinik kecantikan estetika. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, ada prinsip yang dikenal dengan informed consent, yaitu hak konsumen klinik kecantikan estetika untuk mengizinkan dilakukannya suatu tindakan medis. Lebih lanjut informed consent diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Persetujuan tindakan medis (informed consent) dalam ketentuan ini adalah persetujuan yang diberikan oleh konsumen suatu klinik kecantikan estetika atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap konsumen suatu klinik kecantikan estetika tersebut.38 Tujuan dari

informed consent adalah agar konsumen klinik kecantikan estetika mendapat informasi yang cukup untuk mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Pada dasarnya perjanjian terapeutik harus didahului dengan

informed consent.

3. Produk-Produk Pada Klinik Kecantikan Estetika

a. Jasa Sebagai Produk Pada Klinik Kecantikan Estetika

Pengertian jasa menurut Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat sederhana, yaitu layanan yang bebentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.39 Kamus besar bahasa indonesia mengartikan jasa dalam berbagai arti atau makna, antara lain yaitu perbuatan yang baik atau berguna dan bernilai bagi orang lain;

38Ibid,

hlm. 91. 39


(44)

29

perbuatan yang memberikan segala sesuatu yang diperlukan orang lain; pelayanan; servis; aktivitas, kemudahan, manfaat, yang dapat dijual kepada orang lain (konsumen) yang menggunakan atau menikmatinya.

b. Obat Sebagai Produk Pada Klinik Kecantikan Estetika

Pengertian obat menuurut Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu:40

“Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.”

Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia.41 Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan menimbulkan keracunan dan bila dosisnya kecil tidak akan memperoleh penyembuhan.

40

Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Kesehatan 41

Sumber: http//: repository.usu.ac.id/.../3/Chapter%20II.pdf, diakses pada tanggal 21 November 2012, pukul 07.12 WIB.


(45)

30

Klinik kecantikan estetika dapat memiliki satu sarana farmasi, yang digunakan untuk menyimpan obat-obatan dan bahan medis habis pakai yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pelayanan kecantikan/estetika medik.

c. Kosmetik Sebagai Produk Pada Klinik Kecantikan Estetika

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik,

“Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan

pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Definisi kosmetik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sebagai berikut :

“Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan

pada bagian luar badan (epidermis, rambut,kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk

mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.”

Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk kosmetik dibagi 2 (dua) golongan :

1. Kosmetik golongan I adalah :

a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi;

b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya; c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan; d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum


(46)

31

2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I D. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Jika berbicara soal pertanggungjawaban hukum, mau tidak mau, kita harus berbicara soal ada tidaknya suatu kerugian yang telah diderita oleh suatu pihak sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, serta pemakaian oleh konsumen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu.42

Arti tanggung jawab secara keabsahan adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya ( kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Dalam bahasa inggris, kata tanggung jawab digunakan dalam beberapa padanan kata, yaiu liability, responsibility, dan accountability.43 Istilah tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku. Di sini, ada norma atau perbuatan yang melanggar norma hukum itu, maka pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggarnya.44

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:

42

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 59.

43

Wahyu Sasongko, op.cit., hlm. 95. 44Ibid,


(47)

32

1. Tanggung Jawab Berdasarkan atas Kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan adalah prinsip yang cukup umum, berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatuhan dan kesusilaan dalam masyarakat.

2. Tanggung Jawab secara Langsung

Dalam hukum perlindungan konsumen, tanggung jawab secara langsung atau tanggung jawab berdasarkan risiko diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi:

”Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”

Ketiadaan pembuktian kesalahan oleh konsumen atau pengalihan beban pembuktian kesalahan kepada pelaku usaha merupakan ciri khas dari strict liability yang dijumpai pada product liability.

3. Tanggung Jawab Produk

Menurut Agnes M. Toar tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut. Mirip dengan itu H.E. Saefullah mengartikan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan hukum yang menghasilkan


(48)

33

suatu produk atau dari orang atau badan hukum yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk atau dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.45

4. Tanggung Jawab Profesional

Menurut Komar Kantaatmadja, pengertian tanggung jawab profesional, yaitu tanggung jawab hukum dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Begitu juga dengan Johanes Gunawan, memberikan rumusan yang mirip tentang tanggung jawab profesional, yaitu pertanggungjawaban dari pengemban profesi atas jasa yang diberikannya.

Pertanggungjawaban klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha apabila terjadi kerugian pada konsumen, diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:

a. Menurut KUH Perdata

Pertanggungjawaban dalam bidang hukum perdata, dapat ditimbulkan karena wanprestasi dan karena perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad). Wanprestasi terjadi jika klinik kecantikan estetika tidak melaksanakan kewajibannya, yaitu tidak memberikan prestasi sebagaimana yang telah disepakati. Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh klinik kecantikan estetika disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu: 46

45Ibid

, hlm. 100. 46

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 203.


(49)

34

1. Kemungkinan kesalahan klinik kecantikan estetika, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian.

2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar kemampuan klinik kecantikan estetika. Klinik kecantikan estetika tidak bersalah.

Untuk menentukan apakah klinik kecantikan estetika bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana klinik kecantikan estetika dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada tiga keadaan, yaitu:47 1. Klinik kecantikan estetika tidak memenuhi prestasi sama sekali;

2. Klinik kecantikan estetika memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru; 3. Klinik kecantikan estetika memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau

terlambat.

Setiap konsumen berhak menuntut ganti rugi terhadap klinik kecantikan estetika yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan adalah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Berkaitan dengan gugatan seseorang dalam hal wanprestasi ada beberapa hal yang perlu diketahui:48

1. Hanya dapat ditujukan pada pihak dalam perjanjian;

2. Kewajiban pembuktian dalam gugat wanprestasi dibebankan kepada penggugat (dalam hal ini adalah konsumen) yang menggugat wanprestasi.

47Ibid 48

Sumber: http://regulasikesehatan.wordpress.com/tag/hukum-perdata/, diakses pada tanggal 17 Febuari 2013, Pukul 01.43 WIB.


(50)

35

Klinik kecantikan estetika memliki tanggung jawab secara perdata seperti diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu,

wajib diselesaikan dengan memberikan pergantian biaya, kerugian, dan bunga, bila debitur tidak memenuhi janjinya.”

Selain wanprestasi pertanggungjawaban dalam hukum perdata juga dapat disebabkan karena adanya perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum terjadi jika memenuhi beberapa persyaratan:49

1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; 2. Melanggar hak orang lain;

3. Melanggar kaidah tata susila;

4. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.

Dalam ilmu hukum dikenal tiga kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:50

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan (Pasal 1365 KUH Perdata); 2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan/tanpa unsur kesengajaan maupun

kelalaian (Pasal 1366 KUH Perdata);

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian (Pasal 1367 KUH Perdata). Jika dihubungkan dengan prinsip tanggung jawab, maka tanggung jawab dalam hal adanya wanprestasi dan perbuatan melawan hukum termasuk ke dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan.

49

Wahyu Sasongko, op.cit., hlm. 97. 50


(51)

36

b. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Setiap pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas perilaku tidak baik yang dapat merugikan konsumen. Pengenaan tanggung jawab terhadap pelaku usaha digantungkan pada jenis usaha atau bisnis yang digeluti. Bentuk dari tanggung jawab yang paling utama adalah ganti kerugian yang dapat berupa pengembalian uang, atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengadopsi tanggung jawab secara langsung dan tanggung jawab produk sebagaimana diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sedangkan tanggung jawab profesional dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur dalam Bab IV tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, tersebar dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17, dan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

c. Menurut Undang-Undang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dibentuk demi memenuhi kebutuhan hukum masayarakat akan pelayanan kesehatan dan juga sebagai pengganti Undang-Undang sebelumnya yaitu undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesjahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perwujudan hak asasi tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam hak dan kewajiban setiap orang dalam memperoleh


(52)

37

kesehatan.51 Undang-Undang Kesehatan ini selain mengatur mengenai hak dan kewajiban setiap orang secara umum dalam bidang kesehatan, juga memberikan perlindungan bagi konsumen jasa pelayanan kesehatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 58 Undang-Undang Kesehatan. Tanggung jawab dalam Undang-Undang Kesehatan mengadopsi tanggung jawab profesional.

d. Menurut Undang-Undang Praktik Kedokteran

Klinik kecantikan estetika merupakan fasilitas pelayanan kesehatan (praktik dokter perorangan atau berkelompok) dibidang kecantikan. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran memberikan perlindungan kepada konsumen pengguna jasa dokter untuk mengadukan kerugiannya akibat kelalaian atau kesalahan pihak dokter dalam menjalankan profesinya. Hal ini diatur dalam Bab VII, Bagian Kedua tentang Pengaduan Pasal 66 Undang-Undang Praktik Kedokteran. Sama seperti halnya Undang Kesehatan, Undang-Undang Praktik Kedokteran juga mengadopsi tanggung jawab profesional.

51

Sumber: http://repository.usu.ac.id/.../3/Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 4 Maret 2013, pukul 19.55 WIB.


(53)

38

E. Kerangka Pikir

Klinik kecantikan estetika adalah pelaku usaha di bidang industri kecantikan, dan merupakan perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang perdagangan dan perjasaan. Berbagai produk perawatan wajah dan tubuh disediakan oleh klinik kecantikan estetika. Adanya produk dari klinik kecantikan estetika bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Namun, ketika konsumen menggunakan suatu barang atau jasa, dan kemudian terjadi akibat buruk ketika mengkonsumsi barang atau jasa tersebut, tentu saja merugikan konsumen. Begitu pula, yang dapat dialami oleh konsumen klinik kecantikan estetika. Kerugian yang dialami oleh konsumen suatu klinik kecantikan estetika lebih dikarenakan ketidak sesuaian dengan yang diharapkan, maka konsumen memerlukan suatu perlindungan, berupa perlindungan hukum.

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Klinik Kecantikan

Estetika

Konsumen pada Klinik

Kecantikan Estetika Legalitas Bentuk

dan Kegiatan Usaha

Klinik Kecantikan Estetika (Pelaku Usaha)

Hubungan Hukum

Tanggung Jawab Klinik Kecantikan Estetika


(54)

39

Klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha mempunyai legalitas bentuk dan kegiatan usaha. Klinik kecantikan estetika yang mempunyai bukti legalitas dinyatakan sebagai bentuk usaha yang sah. Konsumen suatu klinik kecantikan estetika dapat dilindungi oleh hukum, karena klinik kecantikan estetika merupakan pelaku usaha yang terdaftar. Perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen suatu klinik kecantikan estetika dapat dilihat dari aspek hukum perdata, aspek hukum perlindungan konsumen, dan aspek hukum kesehatan. Perlindungan hukum ada apabila terdapat hubungan hukum antara klinik kecantikan estetika dan konsumen. Adanya hubungan hukum menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Hubungan hukum antara klinik kecantikan estetika dan konsumen, menjamin konsumen apabila terjadi kerugian. Klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha wajib bertanggung jawab apabila terjadi kerugian.

Penelitian ini akan mengkaji dan membahas mengenai legalitas bentuk hukum dan kegiatan usaha Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung, hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dengan konsumen, dan tanggung jawab Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung kepada konsumen apabila terjadi kerugian.


(55)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung adalah perusahaan perseorangan yang memiliki kegiatan usaha perdagangan dan perjasaan dibidang kecantikan yang memiliki legalitas usaha berupa Surat Izin Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Perusahaan, dan izin dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, dari bukti legalitas tersebut diketahui bahwa Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dimiliki oleh dr. Indriati Kusuma, MHA, CID.

2. Hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dan konsumen terjadi karena undang-undang dan perjanjian terapeutik Undang-undang yang mengatur hubungan hukum tersebut adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Praktik Kedokteran, dan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik. Perjanjian terapeutik merupakan inspanningverbintenis, dan terjadi apabila terdapat informed consent. Hubungan hukum melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Hak klinik kecantikan estetika diantaranya adalah memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari konsumen, memperoleh imbalan jasa, berhak atas itikad baik dari konsumen.


(56)

75

Kewajiban klinik kecantikan estetika adalah memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, memberikan informasi tentang tindakan medis yang dilakukannya, memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan, membuat rekam medis, merujuk konsumen untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai keahlian yang lebih baik. Hak konsumen diantaranya adalah berhak atas rasa aman, mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar profesi, memperoleh informasi tentang tindakan medis, memberikan persetujuan atau menolak cara perawatan tertentu. Kewajiban konsumen, yaitu memberikan informasi mengenai kondisi fisiknya, memberikan imbalan jasa, mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.

3. Tanggung jawab hukum terjadi apabila Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum terhadap konsumen, sehingga meyebabkan kerugian. Konsumen dapat menuntut ganti rugi sebagaimana ditentukan dalam KUH Perdata, Undang Perlindungan Konsumen, Undang Kesehatan, dan Undang-Undang Praktik Kedokteran. Namun, selama berdirinya Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung belum pernah ada kerugian yang diderita konsumen dan menuntut pertanggungjawaban.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dewi, Alexandra Indriyanti. 2008. Etika dan Hukum Kesehatan. Pustaka Book Publisher. Jogjakarta

Gunawan, Johannes. 2003. Hukum Perlindungan Konsumen. Citra Aditya Bakti. Bandung

Kansil, CST dan Christine ST Kansil. 2005. Hukum Perusahaan Indonesia. Pradnya Paramitha. Jakarta

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2007. Hukum Perlindungan Konsumen. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung

______________ 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung

______________ 2010. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung

Nasution, AZ . 1999. Hukum Perlindungan Konsumen. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

_____________ 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Diadit Media. Jakarta

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Hukum. Mandar Maju., Bandung

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Saefullah, H.E. 2000. Tanggung Jawab Produsen Dalam Era Perdagangan


(58)

Sasongko, Wahyu. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Unila. Lampung

Sutedi, Adrian. 2008. Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Ghalia Indonesia. Bogor

Soekanto, Soerjono. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Pers. Jakarta

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2001. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan

a. KitabUndang-Undang Hukum Perdata

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan d. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik Website

http://new-article-artikel.blogspot.com/2012/01/pengertian-hukum.html http://thepublicadministration.blogspot.com

http://regulasikesehatan.wordpress.com

http://radarlampung.co.id/read/metro-bisnis/9737-lbc-ajak-cintai-kulit-sehat-dan-cantik

http://repository.uii.ac.id http://repository.usu.ac.id http://ejournal.umm.ac.id http://budi399.wordpress.com


(1)

E. Kerangka Pikir

Klinik kecantikan estetika adalah pelaku usaha di bidang industri kecantikan, dan merupakan perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang perdagangan dan perjasaan. Berbagai produk perawatan wajah dan tubuh disediakan oleh klinik kecantikan estetika. Adanya produk dari klinik kecantikan estetika bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Namun, ketika konsumen menggunakan suatu barang atau jasa, dan kemudian terjadi akibat buruk ketika mengkonsumsi barang atau jasa tersebut, tentu saja merugikan konsumen. Begitu pula, yang dapat dialami oleh konsumen klinik kecantikan estetika. Kerugian yang dialami oleh konsumen suatu klinik kecantikan estetika lebih dikarenakan ketidak sesuaian dengan yang diharapkan, maka konsumen memerlukan suatu perlindungan, berupa perlindungan hukum.

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Klinik Kecantikan

Estetika

Konsumen pada Klinik

Kecantikan Estetika Legalitas Bentuk

dan Kegiatan Usaha

Klinik Kecantikan Estetika (Pelaku Usaha)

Hubungan Hukum

Tanggung Jawab Klinik Kecantikan Estetika


(2)

39

Klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha mempunyai legalitas bentuk dan kegiatan usaha. Klinik kecantikan estetika yang mempunyai bukti legalitas dinyatakan sebagai bentuk usaha yang sah. Konsumen suatu klinik kecantikan estetika dapat dilindungi oleh hukum, karena klinik kecantikan estetika merupakan pelaku usaha yang terdaftar. Perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen suatu klinik kecantikan estetika dapat dilihat dari aspek hukum perdata, aspek hukum perlindungan konsumen, dan aspek hukum kesehatan. Perlindungan hukum ada apabila terdapat hubungan hukum antara klinik kecantikan estetika dan konsumen. Adanya hubungan hukum menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Hubungan hukum antara klinik kecantikan estetika dan konsumen, menjamin konsumen apabila terjadi kerugian. Klinik kecantikan estetika sebagai pelaku usaha wajib bertanggung jawab apabila terjadi kerugian.

Penelitian ini akan mengkaji dan membahas mengenai legalitas bentuk hukum dan kegiatan usaha Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung, hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dengan konsumen, dan tanggung jawab Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung kepada konsumen apabila terjadi kerugian.


(3)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung adalah perusahaan perseorangan yang memiliki kegiatan usaha perdagangan dan perjasaan dibidang kecantikan yang memiliki legalitas usaha berupa Surat Izin Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Perusahaan, dan izin dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, dari bukti legalitas tersebut diketahui bahwa Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dimiliki oleh dr. Indriati Kusuma, MHA, CID.

2. Hubungan hukum antara Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung dan konsumen terjadi karena undang-undang dan perjanjian terapeutik Undang-undang yang mengatur hubungan hukum tersebut adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Praktik Kedokteran, dan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik. Perjanjian terapeutik merupakan inspanningverbintenis, dan terjadi apabila terdapat informed consent. Hubungan hukum melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Hak klinik kecantikan estetika diantaranya adalah memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari konsumen, memperoleh imbalan jasa, berhak atas itikad baik dari konsumen.


(4)

75

Kewajiban klinik kecantikan estetika adalah memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, memberikan informasi tentang tindakan medis yang dilakukannya, memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan, membuat rekam medis, merujuk konsumen untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai keahlian yang lebih baik. Hak konsumen diantaranya adalah berhak atas rasa aman, mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar profesi, memperoleh informasi tentang tindakan medis, memberikan persetujuan atau menolak cara perawatan tertentu. Kewajiban konsumen, yaitu memberikan informasi mengenai kondisi fisiknya, memberikan imbalan jasa, mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.

3. Tanggung jawab hukum terjadi apabila Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum terhadap konsumen, sehingga meyebabkan kerugian. Konsumen dapat menuntut ganti rugi sebagaimana ditentukan dalam KUH Perdata, Undang Perlindungan Konsumen, Undang Kesehatan, dan Undang-Undang Praktik Kedokteran. Namun, selama berdirinya Klinik Kecantikan Estetika Kusuma Cabang Bandar Lampung belum pernah ada kerugian yang diderita konsumen dan menuntut pertanggungjawaban.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dewi, Alexandra Indriyanti. 2008. Etika dan Hukum Kesehatan. Pustaka Book Publisher. Jogjakarta

Gunawan, Johannes. 2003. Hukum Perlindungan Konsumen. Citra Aditya Bakti. Bandung

Kansil, CST dan Christine ST Kansil. 2005. Hukum Perusahaan Indonesia. Pradnya Paramitha. Jakarta

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2007. Hukum Perlindungan Konsumen. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung

______________ 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung

______________ 2010. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung

Nasution, AZ . 1999. Hukum Perlindungan Konsumen. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

_____________ 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Diadit Media. Jakarta

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Hukum. Mandar Maju., Bandung

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Saefullah, H.E. 2000. Tanggung Jawab Produsen Dalam Era Perdagangan


(6)

Sasongko, Wahyu. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Unila. Lampung

Sutedi, Adrian. 2008. Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Ghalia Indonesia. Bogor

Soekanto, Soerjono. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Pers. Jakarta

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. 2001. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan

a. KitabUndang-Undang Hukum Perdata

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan d. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik Website

http://new-article-artikel.blogspot.com/2012/01/pengertian-hukum.html http://thepublicadministration.blogspot.com

http://regulasikesehatan.wordpress.com

http://radarlampung.co.id/read/metro-bisnis/9737-lbc-ajak-cintai-kulit-sehat-dan-cantik

http://repository.uii.ac.id http://repository.usu.ac.id http://ejournal.umm.ac.id http://budi399.wordpress.com