Pengaruh Kepemimpinan Motivasi dan Relig

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, DAN RELIGIUSITAS TERHADAP KEPUASAN KERJA

KARYAWAN PADA PT. UNZA VITALIS SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah

Oleh: AHMAD BAIHAQI

NIM 213 10 034

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH – S1 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2014

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

: Ahmad Baihaqi NIM

: 213.10.034 Program Studi

: Perbankan Syari’ah – S1 Judul

: Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, dan Religiusitas Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Unza Vitalis Salatiga

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya serahkan ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri, kecuali kutipan-kutipan dan ringkasan-ringkasan yang telah saya jelaskan sumbernya, dan apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi saya ini hasil jiplakan maka saya relah bila gelar dan ijazah yang saya diberikan STAIN Salatiga keapda saya akan batal saya terima.

Salatiga, 10 September 2014 Yang membuat pernyataan,

Ahmad Baihaqi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum Sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri Mereka sendiri ( Ar- Ra’d : 11 ).

Apabila kamu inginkan dunia maka dengan ilmu dan Apabila kamu inginkan akherat maka dengan ilmu dan apabila kamu inginkan keduanya (dunia dan akherat) maka dengan ilmu pula. (al-Hadits).

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan kepada : Almamater yang memberikan wacana baru dalam hidupku. Kedua orang tuaku dan adek-adekku tercinta yang selalu memberikan motivasi

dan do’a untukku. Wahyu Dyah yang telah banyak membantu dan mendo’akanku.

Saudara-saudaraku, serta rekan-rekan yang mendukung terselesaikanya skripsi ini.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Religiusitas Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Unza Vitalis Salatiga ”.

Penulisan Skripsi ini dapat selesai berkat kerja sama, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ketua STAIN Salatiga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program S1 Perbankan Syari’ah.

2. Drs. Mubasirun, M.Ag., selaku Ketua Jurusan syariah.

3. Ketua Program Studi Perbankan Syari’ah program Sarjana 1 (S1) STAIN Salatiga.

4. Dr. Anton Bawono, S.E., M.Si., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan serta dorongan kepada penulis selama proses bimbingan dan penyelesaian Skripsi ini.

5. Ibu Yuliana Widyantari, S.Psi., selaku HRGA Executive, Bapak Taiful selaku Manager Produksi, dan Direktur PT. Unza Vitalis Salatiga yang telah memberikan kesempatan penelitian di PT. Unza Vitalis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Perbankan Syari’ah yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan mendorong serta memberikan bantuan selama mengikuti perkuliahan

7. Bapak dan Ibu Dosen STAIN Salatiga yang telah banyak membimbing

penulis beserta seluruh pihak yang bersangkutan dalam penulisan Skripsi.

8. Kedua orang tua dan adek-adekku yang tak henti-hentinya memberikan dorongan, motivasi dan mendo’akan.

9. Wahyu Dyah Nur Anis Wachidah yang selalu menemani, memberikan motivasi dan mendo’akan.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan Skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga atas bantuan semua tersebut akan mendapatkan limpahan berkah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi bertambahnya pengetahuan dan wawasan Penulis.

Harapan penulis semoga Skripsi ini berguna bagi para pembaca.

Salatiga, 10 September 2014 Penulis

Ahmad Baihaqi

ABSTRAK

Baihaqi, Ahmad. 2014. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja dan Religiusitas terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Unza Vitalis Salatiga. Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam. Program Studi Perbankan Syari’ah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Dr. Anton Bawono, S.E., M.Si.

Kata Kunci : Kepemimpinan, Motivasi Kerja, Religiusitas dan Kepuasan Kerja.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kepemimpinan, motivasi kerja, dan religiusitas terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT Unza Vitalis Salatiga. Sampel diperoleh sebanyak 100 responden. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini dirumuskan lima hipotesis, hipotesis pertama, kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hipotesis kedua motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hipotesis ketiga religiusitas berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hipotesis keempat kepemimpinan, motivasi dan religiusitas bersama-sama mempengaruhi kepuasan kerja. Hipotesis kelima kepemimpinan paling dominan mempengaruhi kepuasan kerja. Untuk memudahkan pemecahan masalah, penelitian ini dilakukan menggunakan metode regresi linier dengan bantuan SPSS 20.0. Hasil penelitian ini adalah : kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan secara positif dan signifikan, motivasi kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan secara positif dan signifikan, religiusitas berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan secara positif dan signifikan, kepemimpinan, motivasi dan religiusitas bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan secara positif dan signifikan, variabel paling dominan mempengaruhi kepuasan kerja adalah motivasi kerja karyawan.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Kuisioner Penelitian ........................................................................... 92 Lampiran Data Masing-Masing Variabel............................................................ 98 Lampiran Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas .................................................... 100 Lampiran Hasil Uji Statistik................................................................................ 119 Lampiran Hasil Uji Asumsi Klasik .................................................................... 120

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang – Undang No. 3 Tahun 1982 perusahaan didefinisikan sebagai bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.Banyak para ahli mendefinisikan pengertian perusahaan namun intinya setiap perusahaan mempunyai tujuan yang sama, yaitu memperoleh dan memaksimalkan laba. Dalam pencapaian tujuan, perusahaan memerlukan keunggulan kompetitif dan komperatif yang dikelola secara efektif, efisien, baik dan excellent.Dengan begitu dapat dikatakan perusahaan memerlukan seorang pemimpin yang dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Dalam bahasan teori dan perilaku organisasi Siswanto dan Sucipto (2008:196) menyatakan terdapat kelompok pakar yang memandang bahwa kepemimpinan merupakan hasil dari kualitas individu dan hanya dimiliki orang-orang tertentu. Kelompok pakar lainya mengatakan bahwa kepemimpinan tergantung pada faktor followership dan sebagian lainya lagi mengatakan kepemimpinan merupakan state of mind (konstruk sosial dan psikologis imajiner). Hal ini menjadikan kepemimpinan sebagai topik yang menarik untuk diteliti. Terlebih jika melihat kondisi kepemimpinan di

Indonesia yang menimbulkanperbedaanpersepsi dan mengingat pentingnya kedudukan pemimpin dalam sautuperusahaanatauinstansi, terkait dengan keberbasilan dalam pencapaian visi, misi dan tujuan perusahaanatauinstansi yang bersangkutan.Pentingnya peran pemimpin dalam menentukan keberhasilan organisasi dikuatkan lagi dengan pernyataan (Robbins dan Judge, 2005:49) bahwa kepemimpinan (leadership) merupakan kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.

Kemudian agar seorang pemimpin dapat memberdayakan seluruh sumber daya dalam perusahaan untuk mencapai tujuan, diperlukan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan professional untuk mempengaruhi, memotivasi dan mengkoordinasikan urusan-urusan demi tercapainya tujuan. Dubrin (2005:3) dalam Brahmasari dan Suprayitno (2008:126), mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespon dan menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasi organisasi dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai. Tugas utama seorang pemimpin harus dapat menciptakan situasi kerja yang kondusif, mengelola dan memberdayakan karyawan sehingga para karyawan dapat melaksanakan tugas dengan baik, kemampuan dan prestasi kerja meningkat.

Motivasi diyakini dapat meningkatkan kinerja karyawan, dalam hal ini seorang manajer perlu mengarahkan motivasi dengan menciptakan kondisi (iklim) organisasi melalui pembentukan budaya kerja atau budaya organisasi sehingga para karyawan merasa terpacu untuk bekerja lebih keras agar kinerja yang dicapai juga tinggi (Ermayanti, 2001:3 dalam Brahmasari dan Suprayitno, 2008:125). Perbedaan motivasi dari setiap karyawan, membuat seorang pemimpin perlu mengarahkan motivasi dari karyawan ke arah tujuan organisasi, sehingga pimpinan dapat memberikan motivasi kepada karyawan secara efektif dan efisien.

Wibowo (2007:379) menyimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan, yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan, intensitas, bersifat continue dan bertujuan.Pada dasarnya motivasi datang dari dalam diri manusia, jadi motivasi setiap orang dalam melakukan pekerjaan tidak dapat disamaratakan. Meski begitu, tidak memungkinkan jika pemimpin diharuskanmemotivasi karyawan satu-persatu.Dalam kehidupan, melakukan pekerjaan perlu adanya suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan. Disamping hal itu, perusahaan juga membutuhkan sumber daya untuk mencapai tujuan. Disini terdapat pertemuan antara kepentingan individu dan perusahaan, serta menjadikan keterkaitan antara motivasi dan kepuasan kerja menjadi penting untuk diteliti.

Selain kepemimpinan dan motivasi, religiusitas dapat mempengaruhi kepuasan dan kinerja karyawanyang mengarah pada pencapaian tujuan Selain kepemimpinan dan motivasi, religiusitas dapat mempengaruhi kepuasan dan kinerja karyawanyang mengarah pada pencapaian tujuan

Keberagamaan atau religiusitas menuntut penganutnya untuk mendalami ajarannya, memperkuat keyakinan dan melaksanakan perintah dengan kaidah-kaidah yang berlaku serta menjauhi larangan yang ada dalam ajarannya.Dalam bahasan Sulistyo (2011:255) terdapat kelompok penelitian yang menemukan pengaruh positif religiusitas dengan sikap terhadap kerja (McClelland, 1961; Simmons, 2005; Weaver & Agle, 2002),sedangkan penelitian yang dilakukan Elci (2007) menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan kebutuhan berprestasi maupun afiliasi, dan religiusitas berhubungannegatif dengan kebutuhan ataskekuasaan.

Penduduk Indonesia menganut berbagai macam agama, hal itu membuktikan bahwa relugiusitas berperan penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Meski demikian, tidak semua masyarakat mengamalkan ajaran agama dalam pemenuhan kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan belum diketahui bagaimana pengaruh religuisitas terhadap kepuasan dan produktifitas kerja. Untuk memastikan ungkapan para pakar di atas membutuhkan penelitian lebih lanjut, guna mengetahui seberapa penting Penduduk Indonesia menganut berbagai macam agama, hal itu membuktikan bahwa relugiusitas berperan penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Meski demikian, tidak semua masyarakat mengamalkan ajaran agama dalam pemenuhan kebutuhan. Hal tersebut dikarenakan belum diketahui bagaimana pengaruh religuisitas terhadap kepuasan dan produktifitas kerja. Untuk memastikan ungkapan para pakar di atas membutuhkan penelitian lebih lanjut, guna mengetahui seberapa penting

Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting bagi pihak manajemen perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia kaitannya dengan kinerja dan produktivitas yang akan memaksimalkan laba. Menurut Martoyo (2000,dalam Nalendra, 2008:2), kepuasan kerja merupakan keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi yang merupakan titik temu antara nilai balas jasa atas suatu pekerjaan dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan. Raharjo dan Nafisah (2006:71) menerangkan bahwa kepuasan kerja merupakan konsep praktis yang sangat penting dan merupakan hasil dari keefektifan performance dan kesuksesan pekerjaan.

Perbedaan pendapat diatas menjadikan bahasan ini menjadi menarik untuk diteliti, terlebih lagi hubunganya dengan kepuasan kerja yang akan mempengaruhi tujuan akhir dari perusahaan. Dari hal tersebut penulis mengasumsikan bila kepemimpinan, motivasi, budaya organisasi dan religiusitas berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Untuk menjawab asumsi tersebut, maka peneliti mencoba melakukan penelitian pada PT. Unza

Vitalis Salatiga Indonesia dengan judul “PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI DAN RELIGIUSITAS TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT. UNZA VITALIS SALATIGA”

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul yang telah diajukan di atas beserta latar belakang, indentifikasi dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, antara lain :

1. Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT Unza Vitalis Salatiga?

2. Bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan karyawan di PT Unza Vitalis Salatiga?

3. Bagaimana pengaruh religiusitas terhadap kepuasan kerja karyawan di PT Unza Vitalis Salatiga?

4. Bagaimana pengaruh secara bersama - sama antara kepemimpinan, motivasi kerja dan religiusitas terhadap kepuasan kerja pegawai di PT Unza Vitalis Salatiga?

C. Tujuan Penulisan

Dalam penelitian ini ada empat tujuan yang ingin dicapai dalam punulisan, yaitu :

1. Mengetahui pengaruh kepemimpinan, motivasi kerja dan religiusitas terhadap kepuasan kerja pegawai di PT Unza Vitalis Salatiga.

2. Mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT Unza Vitalis Salatiga.

3. Mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan karyawan di PT Unza Vitalis Salatiga.

4. Mengetahui pengaruh religiusitas terhadap kepuasan kerja karyawan di PT Unza Vitalis Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Perusahaan

a. Memberikan informasi tambahan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya karyawan, supervisor, manajer dan direktur di lembaga yang bersangkutan tentang kepemimpinan, motivasi kerja dan religiusitas sehingga dapat dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

2. Bagi Akademisi

a. Dapat memberikan manfaat berupa tambahan kepustakaan/referensi mengenai masalah seputar kepemimpinan, motivasi, religiusitas dan kepuasan kerja.

b. Untuk menambah khazanah keilmuan dan wawasan bagi masyarakat umum, bagi organisasi dan perusahaan yang memperhatikan masalah- masalah industrinya berkaitan dengan karyawan.

3. Bagi penulis

a. Sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu yang didapat saat kuliah dan penerapan dalam praktek nyata.

b. Menyelesaikan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana.

E. SistematikaPenulisan BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini terdiri dari landasan teori, telaah pustaka, kerangka pikir, hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari jenis penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, devinisi variabel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan penyajian data-data dari lapangan atau berupa dokumen- dokumen yang dianalisis setelah melakukan penelitian.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran untuk kemajuan obyek penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Kepemimpinan

Penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2011:44) dengan 110 responden manajer menengah yang bekerja pada perusahaan manufaktur di wilayah Jawa Timur menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan dan kompensasi finansial tidak mempengaruhi motivasi kerja maupun kinerja karyawan.

Von, Lo, Ngui & Ayob (2011:29) juga melakukan penelitian pada sektor publik di Malaysia, yang mengungkapkan bahwa organisasi yang memiliki kepemimpinan yang baik dapat meningkatkan kinerja yang berhubungan positif dengan kepuasan kerja. Dalam hal ini pemimpin dapat menggunakan pendekatan manajemen dan ketrampilan kepemimpinan untuk mempengaruhi bawahan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Dalam penelitian yang dilakukan di PT. Inco Sorowako oleh Suryana, Haerani, & Taba (2010:15), membuktikan adanya pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Sedangkan dalam penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2008:133) menyimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh negatif dan signifikan Sedangkan dalam penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2008:133) menyimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh negatif dan signifikan

Purnomo & Cholil (2010:34) menemukan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional secara parsial maupun bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada karyawan administratif di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Motivasi Kerja

Dalam penelitian yang dilakukan di PT. Inco Sorowako oleh Suryana, Haerani, & Taba (2010:15), membuktikan adanya pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.

Dalam penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2008:133) menyimpulkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia.

Penelitian Indaraswari & Djastuti (2010:21) menunjukkan adanya hubungan positif antara motivasi kerja dan kepuasan kerja pada PT. Telkom regional IV Semarang

Penelitian Nalendra (2008:42) menemukan pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Karya Sejati Vidyatama.

3. Religiusitas

Penelitian Sulistyo (2011:266), mengemukakan bahwa religiusitas sangat penting dalam meningkatkan outcomes organisasi, khususnya kapabilitas inovasi. Semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang maka akan meningkat pula motivasi dalam bekerja baik dari aspek kebutuhan akan prestasi, kebutuhan kekuasaan dan kebutuhan afiliasi.

Samsari (2004:70) juga menemukan pengaruh positif antara religiusitas dimensi belief terhadap keterlibatan kerja, kemudian keterlibatan kerja berpengaruh positif terhdap kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhdap produktivitas.

Hong (2009:152) menemukan bahwa spiritualitas ditempat kerja (artinya cara pekerja mencoba menemukan makna dalam pekerjaan mereka, bukan hanya memikirkan pekerjaan semata-mata sebagai mata pencaharian) memiliki pengaruh yang kuat pada kepuasan kerja, niat untuk pergi, dan kelelahan emosional.

B. Kerangka Teori

1. Kepemimpinan

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama, sehingga muncullah masalah kepemimpinan.Suatu kelompok membutuhkan seseorang bahkan beberapa orang yang mempunyai kelebihan dari pada yang lain untuk memimpin seluruh anggota kelompok menuju kepada tujuan bersama. Melihat Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama, sehingga muncullah masalah kepemimpinan.Suatu kelompok membutuhkan seseorang bahkan beberapa orang yang mempunyai kelebihan dari pada yang lain untuk memimpin seluruh anggota kelompok menuju kepada tujuan bersama. Melihat

O’Hair, Friedrich dan Dixon (2009:195), memaknai kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi bawahan, atasan dan rekan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan metode komunikasi strategi yang mencakup nilai, visi, identifikasi tujuan, orientasi kedepan, dan perilaku penting lainya yang membuat kita mampu beradaptasi dengan tantangan era reformasi. Dalam buku mereka juga diutarakan pendapat John F. Kennedy yangmengemukakan bahwa kepemimpinan dan proses belajar merupakan hal mutlak yang saling melengkapi.

Robbins dan Judge (2005:49) mendefinisikan kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.

Dalam penelitian Siswanto dan Sucipto (2008:195), diutarakan pendapat House dkk., (1999) yang menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan memungkinkan pengikutnya untuk memberikan kontribusi terhadap efektifitas dan kesuksesan organisasi, sedangkan Richard & Engle (1986) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mengungkapkan visi, mewujudkan nilai dan membentuk lingkungan yang dapat dibentuk.

Buhler (2001:327) mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan menggunakan pengaruh untuk mengarahkan aktivitas dan sikap orang lain tanpa menggunakan kekerasan dan paksaan. As-Suwaidan dan Basyarahil

(2005:41) mengartikan kepemimpinan sebagai aktivitas menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari definisi kepemimpinan di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar para ahli mendifinisikan kepemimpinan dalam makna yang berbeda- beda, namun mempunyai makna inti, yaitu suatu proses mempengaruhi atau menggerakkan. Sedangkan yang membedakan dari pengertian tersebut adalah siapa pengguna pengaruh, tujuan dari pengaruh dan cara-cara menggunakannya. Dengan kata lain kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memengaruhi dan menggerakkan bawahan atau anggota organisasi untuk mencapai visi atau tujuan yang telah ditetapkan suatu kelompok.

a. Karakteristik Kepemimpinan

Dalam padangan kontemporer yang diutarakan Buhler (2001:335), terdapat beberapa karakteristik yang secara umum dimiliki oleh orang- orang yang dianggap pemimpin. Karakter tersebut adalah :

1. Tingkat energi tinggi Pemimpin tidak hanya tahu apa yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan, tetapi secara fisik harus mampu menyukseskan pekerjaannya. Mereka adalah orang-orang yang dapat bekerja tanpa lelah sepanjang waktu.

2. Mengambil inisiatif Pemimpin tidak menunggu apa yang harus dilakukan, namun melangkah dan berbuat saat diperlukan.

3. Jujur Pemimpin memiliki rasa integritas, memiliki nilai-nilai moral tinggi yang diakui oleh orang lain.

4. Memiliki motivasi memimpin Pemimpin sejati tidak mengontrol orang lain, namun mereka dapat bekerja dengan orang lain. Dalam prakteknya, mereka memimpin dan membuat perbedaan dalam organisasi dilakukan dengan orang lain.

5. Percaya diri Rasa percaya diri bagi pemimpin sangat dibutuhkan dengan cara memahami kekuatan dan kelemahan dalam diri. Mereka harus benar- benar mengetahui kekuatan dan kelemahannya.

6. Cerdas Pemimpin harus cerdas, namun tidak perlu dalam tingkat jenius. Mereka lebih memerlukan kecerdasan yang relevan dan mahir dalam mengintegrasikan informasi penting.

7. Pengetahuan teknis praktis Pemimpin yang efektif mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang informasi pekerjaan yang relevan. Sebagian rasa percaya diri mereka muncul dari penguasaan atas pengetahuan teknis ini.

8. Kreatif Pemimpin harus dapat melihat hal-hal lama dalam perspektif baru dan siap melakukan perubahan. Selain itu mereka harus mampu berbuat dan berpikir secara kreatif.

9. Fleksibel Seorang pemimpin harus dapat bertindak fleksibel, dapat menyesuaikan perilaku agar sesuai dengan kebutuhan situasi yang terus berubah.

b. Teori Perilaku Kepemimpinan

Dalam bahasan perilaku organisasional tentang kepemimpinan, banyak para alhi mendefinisikan dimensi-dimensi yang digunakan, berikut merupakan table ringkasan beberapa penelitian terkait dengan teori kepemimpinan (Robbins dan Coulter, 2005:180):

Tabel 2.1

Teori Perilaku Kepemimpinan

Tempat

Dimensi Perilaku

Kesimpulan

Universitas Gaya Demokratis : melibatkan Gaya kepemimpinan Lowa

bawahan, mendelegasikan demokratis menjadi yang wewenang, dan mendorong paling efektif, walaupun partisipasi.

pada studi selanjutnya Gaya Otokratis : Mendiktekan terdapat kesimpulan yang metode kerja, memusatkan belum pasti. pengambilan keputusan, dan membatasi partisi pasi. Gaya

Laissez-faire

Memberikan kebebasan pada kelompok

untuk

membuat

keputusan dan menyelesaikan pekerjaan.

Ohio State Pertimbangan : Pemimpin Tinggi (dalam

Mempertimbangkan ide dan pertimbangan

dan perasaan dari pengikutnya.

pengadaan struktur) Mengadakan

: mencapai kinerja dan Menyusun kerja dan hubungan kepuasan bawahan yang kerja untuk memenuhi tujuan tinggi, tapi tidak dalam pekerjaan.

struktur

semua situasi. Universitas Berorientasi pada karyawan : Pemimpin berorientasi pada Michigan

menekankan hubungan antar karyawan terkait dengan pribadi

memerhatikan produktivitas yang tinggi kebutuhan karyawan.

dan

dan kepuasan kerja yang Berorientasi

: lebih tinggi. menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan.

produksi

Kisi-Kisi Memerhatikan orang : mengukur Pemimpin mempunyai Manajerial perhatian pemimpin terhadap kinerja yang sangat baik jika bawahan (rendah sampai tinggi). gaya pemimpin tersebut 9,9 Perhatian akan produksi : (perhatian pada skala 1

mengukur perhatian pemimpin sampai 9 tinggi atas untuk menyelesaikan pekerjaan produksi dan perhatian yang pada skala 1 sampai 9 (rendah tinggi atas orang). sampai tinggi).

Sumber : Robbins dan Coulter, 2005:180 Gaya kepemimpinan merupakan cara yang disenangi dan digunakan pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya, yaitu mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan tidak hanya sebatas yang ada pada penelitian di atas, namun terdapat banyak gaya kepemimpinan lain yang diutarakan oleh Sumber : Robbins dan Coulter, 2005:180 Gaya kepemimpinan merupakan cara yang disenangi dan digunakan pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya, yaitu mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan tidak hanya sebatas yang ada pada penelitian di atas, namun terdapat banyak gaya kepemimpinan lain yang diutarakan oleh

1. Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Robbins dan Coulter (2005:193) menjelaskan bahwa pemimpin jenis ini lebih cenderung memberikan inspirasi pengikutnya untuk bertindak melebihi kepentingan peribadi demi kepentingan organisasi dan menimbulkan dampak yang luar biasa pada pengikutnya. Model ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya, dan kontingensi. Kedua penulis tersebut juga mengemukakan bahwa pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang membimbing atau memotivasi pengikutnya menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas

peran dan tugas-tugasnya. Kepemimpinan transformasional dibangun karena adanya kepemimpinan transaksional, dan menghasilkan tingkat usaha dan kinerja yang jauh lebih baik dari pendekatan transaksional.

2. Gaya Kepemimpinan Kharismatik dan Visioner Kepemimpinan Kharismatik merupakan gaya kepemimpinan dengan sifat antusias, percaya diri yang mana kepribadian dan tindakanya dapat mempengaruhi orang lain berperilaku dengan cara tertentu (Robbins dan Coulter, 2005:194). Gaya

kepemimpinan tersebut dapat dilihat dari kepemilikan visi dan mampu menyampaikan visi tersebut, bersedia mengambil risiko dalam pencapaian visi, sensitif pada kendala lingkungan dan kebutuhan pengikutnya, dan mempunyai perilaku diluar kebiasaan yang membuat perbedaan dengan pemimpin nonkharismatik. Kedua penulis di atas juga menjelaskan tentang kepemimpinan visioner, merupakan kepemimpinan untuk menciptakan dan menegaskan suatu visi yang realistis, dapat dipercaya, dan mempunyai cita-cita masa depan yang menarik bagi organisasi yang dipimpin, serta dapat menumbuhkan keadaan sekarang kearah yang lebih baik.

3. Kepemimpinan Tim Dalam bahasan manajemen, Robbins dan Coulter (2005:198) mengutarakan empat fungsi kepemimpinan tim, yaitu sebagai penghubung dengan pihak luar, sebagai penyelesai masalah, manajer konflik dan berfungsi sebagai pembina.

Rumusan kepemimpinan dari para ahli menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi membutuhkan orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing, memotivasi, mengendalikan, memanfaatkan dan memelihara agar dapat menjadikan karyawan mengikuti apa yang dikehendaki oleh pemimpin mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, kepemimpinan berarti kemampuan Rumusan kepemimpinan dari para ahli menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi membutuhkan orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing, memotivasi, mengendalikan, memanfaatkan dan memelihara agar dapat menjadikan karyawan mengikuti apa yang dikehendaki oleh pemimpin mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, kepemimpinan berarti kemampuan

Kepemimpinan memiliki kemiripan dengan manajemen, namun kepemimpinan tidak sama dengan manajemen, seperti pernyataan Robbins dan Judge (2008:49) bahwa tidak semua pemimpin adalah manajer dan tidak semua manajer adalah pemimpin. Namun keduanya dibutuhkan oleh organisasi untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi yang optimal. Pemimpin berperan untuk meciptakan visi masa depan, dan mengarahkan anggota organisasi agar secara suka rela mancapai visi tersebut. Sedangkan manajemen berfungsi untuk merumuskan perencanaan, menciptakan struktur organisasi beserta kerangka kerja secara mendetail dan mengawasi operasi organisasi sehari-hari.

2. Motivasi Kerja

a. Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi muncul karena perlunya seseorang untuk memenuhi kebutuhan, namun dalam teori ekonomi menyatakan bahwa kebutuhan manusia tidak ada batasnya. Hal tersebut juga menjadikan motivasi sebagai topik yang hangat untuk diteliti. Dalam organisasi, motivasi sangat diperlukan sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan.

Motivasi kerja merupakan aspek yang sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang. Hal tersebut dapat dijadikan kekuatan Motivasi kerja merupakan aspek yang sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang. Hal tersebut dapat dijadikan kekuatan

Jerald Greenberg dan Tobert A. Baron dalam Wibowo (2007:379), menyatakan bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arause), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) perilaku manusia menuju pada pencapaian. Membangkitkan berkaitan dengan dorongan atau energi dibelakang tindakan. Motivasi juga berkepentingan dengan pilihan yang dilakukan manusia dan arah perilaku mereka. Sedangkan perilaku menjaga atau memelihara berapa lama orang akan terus berusaha untuk mencapai tujuan.

Robbin dan Judge (2008:223), mengartikan motivasi (motivation) sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuanya. Intensitas berkaitan dengan seberapa giat seorang berusaha, namun intensitas yang tinggi tidak akan menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Kualitas dan intensitas harus dipertimbangkan secara bersamaan diarahkan serta secara konsisten dengan tujuan-tujuan organisasi. Selain itu, motivasi juga memiliki dimensi ketekunan, berkaitan dengan berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

Lain halnya Robbin dan Coulter (2005:129) dalam buku manajemen yang menyatakan bahwa motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi untuk mencapai sasaran organisasi, yang dikoordinasikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu.

Inti dari pernyataan mereka adalah upaya, sasaran organisasi dan kebutuhan. Upaya mereka artikan sebagai ukuran intensitas atau dorongan, upaya harus disalurkan kearah sasaran organisasi dan konsisten dengan sasaran organisasi yang akhirnya akan berujung pada motivasi sebagai proses memuaskan kebutuhan. Sopiah (2007:170) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dimana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada pencapaian hasil-hasil atau tujuan tertentu.

Dari definisi penelitidi atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya motivasi merupakan kebutuhan dan keinginan pribadi seseorang yang berpengaruh kepada perilaku dalam menjalankan tugasnya. Dengan begitu dapat diartikan bahwa motivasi dipengaruhi oleh keinginan, tujuan, kebutuhan dan dorongan-dorongan tertentu dalam melaksanakan tugas demi mengharapkan imbalan yang bersifat material maupun non material.

b. Teori-Teori Motivasi

Teori menjadi dasar untuk memahami penjelasan motivasi. Menurut Robbins dan Coulter (2005:131), teori motivasi tersebut diantaranya :

1. Hierarki Teori Kebutuhan (Maslow Hierarchy of Needs Theory) Teori motivasi yang paling terkenal merupakan teori hierarki kebutuhan yang diungkapkan oleh Abraham Maslow. Hipotesisnya menyatakan bahwa didalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah :

a. Kebutuhan fisik : Meliputi kebutuhan biologis yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seperti makanan, minuman, tempat berlindung atau tempat tinggal, seksual dan kebutuhan fisik lainya.

b. Kebutuhan keamanan : Meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional, dan juga kepastian akan terpenuhinya kebutuhan fisik.

c. Kebutuhan Sosial : Meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.

d. Kebutuhan harga Diri : Meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti penghargaan diri, otonomi, dan pencapaian prestasi dan faktor-faktor harga diri ekternal seperti status, pengakuan dan perhatian.

e. Kebutuhan aktualisasi diri : Merupakan dorongan untuk menjadi seseorang yang sesuai dengan kecakapannya yang meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan pemenuhan diri sendiri (dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu capai).

Kelima kebutuhan tersebut menjadi tingkatan kebutuhan manusia dari tingkat rendah (kebutuhan fisik) sampai kebutuhan tingkat tinggi (aktualisasi diri).

Aktualisasi Diri Harga Diri

Sosial Keamanan

Fisik

Sumber :(Robbin dan Coulter, 2005:132)

Gambar 2.1

Hierarki Kebutuhan Malow

2. Teory X dan Teory Y McGregor Teori tentang pandangan nyata mengenai manusia yang dikemukakan Douglas McGregor adalah teori X dan teory Y.Teori X yang menyatakan empat asumsi yang dimiliki oleh manajer, yaitu:

a. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin untuk menghindarinya.

b. Karena sikap tersebut di atas, maka para karyawan perlu dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.

c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin.

d. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain yang terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi. Bertentangan dengan teori X yang menyatakan sifat negatif manusia, empat asumsi positif dalam teori Y adalah :

a. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, halnya istirahat dan bermain.

b. Karyawan akan berlatih dalam mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai tujuan.

c. Karyawan akan berusaha belajar menerima, mencari dan bertanggung jawab.

d. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang kemudian disebarkan keseluruh populasi secara merata.

3. Teori Kebutuhan McClelland ( McClelland’s Achievement Theory)

Teori yang dikemukakan oleh McClelland berpendapat bahwa, semua karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan, tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.

McClelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang menjadi motif utama dalam bekerja (Robbins dan Coulter, 2005:135), yaitu :

a. Kebutuhan akan pencapaian prestasi (need for Achievement, nAch), kebutuhan ini akan mendorong seseorang untuk unggul, berprestasi menurut standard dan berusaha keras supaya berhasil.

b. Kebutuhan akan Afiliasi (need for Affiliation, nAff), kebutuhan untuk membuat hubungan antar-pribadi yang bersahabat erat.

c. Kebutuhan akan Kekuasaan (need for Power, nPow), yaitu kebutuhan untuk lebih kuat, lebih berpengaruh terhadap orang lain. Kebtutuhan ini berusaha membuat orang lain berperilaku dengan cara yang sebenarnya tidak akan mereka lakukan jika tidak dipaksa.

4. Teori ERG Alderfer Clayton Alderfer dari Universitas Yale telah mengerjakan ulang teori hierarki kebutuhan Maslow untuk disandingkan secara lebih dekat dengan riset empiris. Hierarki kebutuhan yang direvisinya itu dikenal dengan teori ERG. Teori ERG adalah teori motivasi kepuasan yang mengarahkan bahwa individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan akan Eksistensi – Existance (E), Keterkaitan – Relatedness (R), dan Pertumbuhan – Growth (G). Berbeda dengan hirarki kebutuhan Maslow, Aldelfer menjelaskan hirarki kebutuhan meliputi tiga perangkat kebutuhan, meliputi : 4. Teori ERG Alderfer Clayton Alderfer dari Universitas Yale telah mengerjakan ulang teori hierarki kebutuhan Maslow untuk disandingkan secara lebih dekat dengan riset empiris. Hierarki kebutuhan yang direvisinya itu dikenal dengan teori ERG. Teori ERG adalah teori motivasi kepuasan yang mengarahkan bahwa individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan akan Eksistensi – Existance (E), Keterkaitan – Relatedness (R), dan Pertumbuhan – Growth (G). Berbeda dengan hirarki kebutuhan Maslow, Aldelfer menjelaskan hirarki kebutuhan meliputi tiga perangkat kebutuhan, meliputi :

b. Related needs (kebutuhan keterkaitan), yaitu kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antar pribadi yang bermanfaat.

c. Growth needs (kebutuhan pertumbuhan), yaitu kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi atau sumbangan.

5. Teori Motivasi Higienis Herzberg Frederick Herzberg mengembangkan teori motivasi higienis yang menyatakan bahwa faktor intrinsik terkait dengan kepuasan dan motivasi kerja. Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori tersebut, yaitu:

a. Pertama, ada serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan (job context), yang menghasilkan ketidakpuasaan dikalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada, maka tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas (dissatifiers) atau disebut hygiene factors karena faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah yaitu tidak adanya kepuasan. Faktor-faktor tersebut mencakup : upah, jaminan a. Pertama, ada serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan (job context), yang menghasilkan ketidakpuasaan dikalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada, maka tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas (dissatifiers) atau disebut hygiene factors karena faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah yaitu tidak adanya kepuasan. Faktor-faktor tersebut mencakup : upah, jaminan

b. Kedua, yaitu serangkaian kondisi intrinsik, isi pekerjaan, jika ada dalam pekerjaan tersebut akan menggerakan tingkat motivasi yang kuat yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi tersebut tidak ada, maka akan timbul rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator, meliputi:

prestasi (achievement), pengakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work it self), dan kemungkinan berkembang (the possibility of growth).

c. Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Saydan dan Sayuti dalamGustisyah (2009:26), menyebutkan bahwa motivasi kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama yaitu faktor internal (proses psikologis dalam diri seseorang), faktor-faktor tersebut adalah :

1. Kematangan pribadi Dalam hal ini, pendidikan dan kebiasaan sejak kecil sangat berpengaruh. Orang yang kekanak-kanakan biasanya kurang peka terhadap motivasi yang diberikan. Dan orang yang berfikiran dewasa, akan lebih mudah menerima motivasi yang diberikan.

2. Tingkat pendidikan Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi, memiliki wawasan yang luas, hal tersebut akan membuat orang tersebut lebih termotivasi. Dan berlaku juga kondisi sebaliknya, orang yang berpendidikan rendah, cenderung memiliki motivasi yang lebih rendah.

3. Keinginan dan harapan pribadi Bila seseorang memiliki keinginan yang hendak diwujudkan, maka akan memunculkan kemauan untuk bekerja keras.

4. Kebutuhan Semakin besar kebutuhan seseorang, maka semakin besar pula motivasi seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan.

5. Kelelahan dan kebosanan Kelelahan dan kebosanan akan berpengaruh pada semangat kerja, yang akhirnya akan mempengaruhi motivasi orang yang berkaitan.

6. Kepuasan kerja Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang kuat terhadap motivasi seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan kata lain, pegawai atau karyawan yang puas terhadap pekerjaannya, akan memiliki motivasi yang tinggi.

Kedua yaitu faktor eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar diri (environment factor). Faktor tersebut terdiri dari :

1. Kondisi lingkungan kerja Kondisi lingkungan kerja meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, dan hubungan antar sesama pegawai.

2. Kompensasi yang memadai Mathis dan Jacson dalam Gustisyah (2009), menyatakan bahwa gaji, insentif, dan tunjangan merupakan penghargaan yang nyata bagi pekerjaan yang telah dilakukan karyawan. Gustisyah menambahkan bahwa kompensasi merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan dalam mendorong karyawan untuk bekerja keras.

3. Supervisi yang baik Dalam hal ini, seorang supervisor dituntut untuk membangun hubungan kerja yang baik dan tidak diskriminatif terhadap bawahanya. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong motivasi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Mathis dan Jackson dalam Gustisyah (2009), menyatakan pekerjaan supervisor yaitu memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada pegawai untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan organisasi.

4. Pengahargaan atas prestasi Gustisyah (2009) mendefinisikan karir sebagai rangkaian posisi yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Seseorang akan mengorbankan apa yang ada pada dirinya 4. Pengahargaan atas prestasi Gustisyah (2009) mendefinisikan karir sebagai rangkaian posisi yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Seseorang akan mengorbankan apa yang ada pada dirinya

5. Status dan tanggung jawab Status atau kedudukan dalam jabatan merupakan harapan setiap karyawan dalam bekerja. Bukan hanya kompensasi, namun kesempatan tersebut terkadang menjadi penghargaan bagi orang yang bersangkutan. Dengan kenaikan jabatan, maka orang tersebut akan merasa dirinya dihargai, dipercayai, diberi tanggung jawab dan wewenang.

6. Peraturan yang fleksibel Hubungan yang dimiliki oleh para karyawan juga dinilai dapat mempengaruhi motivasi. Hubungan tersebut meliputi kelayakan dan kebijakan manajemen, keadilan dari tindakan disipliner, cara yang digunakan untuk memutuskan hubungan kerja dan peluang kerja. Apabila kebijakan terlalu kaku atau ditetapkan dengan tidak konsisten, maka pegawai akan cenderung memiliki motivasi yang rendah.

d. Pengukur Motivasi

Menurut Maslow motivasi karyawan dipengaruhi oleh kebutuhan fisik, kebutuhan akan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan diri dan kebutuhan perwujudan diri.

Kemudian dari faktor tersebut diturunkan menjadi indikator-indikator untuk mengetahui tingkat motivasi kerja pada karyawan. Dibawah ini merupakan penjelasannya (Robbins & Coulter, 2005:131) :

1. Kebutuhan Fisik. Merupakan kebutuhan fisik yang ada didalam perusahaan seperti kebutuhan karyawan akan gaji, seragam, dll.

2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan. Merupakan kebutuhan akan keselamatan seperti tunjangan kesehatan, tunjangan kecelakaan, iklim dan kondisi kerja.

3. Kebutuhan Sosial. Merupakan kebutuhan sosial seperti hubungan karyawan dengan atasan, hubungan karyawan dengan rekan kerja.

4. Kebutuhan akan Penghargaan. Kebutuhan akan penghargaan diri seperti pengakuan prestasi kerja, pujian dari atasan, kepercayaan atasan, kesempatan promosi kerja serta penghargaan prestasi dari karyawan.

5. Kebutuhan akan Aktualisasi diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, melakukan pekerjaan yang lebih menantang, menunjukan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja.

3. Religiusitas

Agama merupakan sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Muhaimin, Mujib, dan Mudzakkir (2005:35) mengartikan agama (religi atau din) sebagai jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam kehidupan didunia, sehingga mendatangkan kehidupan yang teratur, aman, tentram, dan sejahtera. Jalan hidup tersebut berisi aturan-aturan, nilai dan norma-norma yang mengatur kehidupan manusia yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembanganya kehidupan manusia, masyarakat dan budaya yang membentuk suatu sistem kehidupan keagamaan, sosial, kebudayaan.

Glock & Stark (1996) sebagai ahli psikologi agama, memberikan definisi agama sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning) (Ancok & Suroso, 2008:76).

Dari istilah agama inilah muncul religiusitas, seperti penjelasan Samsari (2004:11) bahwa religiusitas merupakan tingkat keimanan seseorang dalam menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Religiusitas secara umum dihubungkan dengan kognisi (pengetahuan dan keyakinan beragama) yang mempengaruhi, apa yang dilakukan dengan kelekatan emosional atau perasaan emosional tentang agama, dan atau perilaku, seperti kehadiran ditempat peribadatan, membaca kitab suci, dan berdoa (Elci, 2007 dalam Sulistyo, 2011:254). Religiusitas Dari istilah agama inilah muncul religiusitas, seperti penjelasan Samsari (2004:11) bahwa religiusitas merupakan tingkat keimanan seseorang dalam menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Religiusitas secara umum dihubungkan dengan kognisi (pengetahuan dan keyakinan beragama) yang mempengaruhi, apa yang dilakukan dengan kelekatan emosional atau perasaan emosional tentang agama, dan atau perilaku, seperti kehadiran ditempat peribadatan, membaca kitab suci, dan berdoa (Elci, 2007 dalam Sulistyo, 2011:254). Religiusitas

a. Fungsi Religiusitas