Memahami Peradaban Islam Masa Tiga Keraj (1)

http://nurhikmahnoviyanti26.blogspot.co.id/2016/06/memahami-peradabanislam-masa-tiga.html
Memahami Peradaban Islam Masa Tiga Kerajaan Besar

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Hingga sekarang sudah memasuki abad ke-15.
Sepanjang waktu tersebut umat Islam menganut ajaran dan mengembangkannya hingga
melahirkn kebudayaan Islam. Kebudayaan Islam pada zaman klasik mencapai puncak kejayaan,
memasuku zaman pertengahan kebudayaan Islam melemah drastis. Memasuki zaman modern
kebudayaan Islam sedikit demi sedikit mengalami perkembangan.
Setelah khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan
politik Islam mengalami kemunduran secara drastic. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik
dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Bebeapa
peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol
itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai disitu. Timurlenk, sebagaimana telah disebut,
menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali
setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar: Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan
Mughal di India, dan Kerajaan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani, di samping yang pertama
berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan disbanding dua kerajaan lainnya.1[1]

Bagi mahasiswa calon guru agama perlu mengetahui perkembangan kebudayaan Islam.
Agar dapat menyadari bahwa maju mundurnya kebudayaan Islam terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Selain itu mempelajari Islam dari aspek kebudayaannya akan menjadi bekal

1

bagi guru, karena di sekolah dan madrasah terdapat mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
(tarikh).2[2]
1.2 Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalah ini kami akan membahas beberapa rumusan masalah, yaitu:
1). Bagaimana perkembangan kebudayaan Islam pada zaman Kerajaan Usmani di Turki?
2). Bagaimana perkembangan kebudayaan Islam pada zaman Kerajaan Safawi di Persia?
3). Bagaimana perkembangan kebudayaan Islam pada zaman Kerajaan Mughal di Mughal?
1.3 Tujuan Masalah
1). Agar pembaca mengetahui bagaimana perkembangan kebudayaan Islam pada zaman Kerajaan
Usmani di Turki.
2). Agar pembaca mengetahui bagaimana perkembangan kebudayaan Islam pada zaman Kerajaan
Safawi di Persia?
3). Agar pembaca mengetahui bagaimana perkembangan kebudayaan Islam pada zaman Kerajaan
Mughal di Mughal?


2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kerajaan Usmani di Turki
2.1.1

Asal-usul Kerajaan Usmani
Khalifah Usmaniyah berawal dari sebuah kabilah pengembara yang mendiami wilayah

Asia Tengah, yaitu Turkistan. Mereka termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang
dunia Islam, pemimpin suku Kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk
menghindari serbuan bangsa Mongol tersebut dan lari ke arah barat. Di Asia kecil mereka
kemudian menetap dan mendapatkan wilayah padang rumput yang luas dan subur. Setelah
merasa aman dari ancaman serangan Mongol, Sulaiman kemudian memasuki wilayah Syiria,
namun musibah menimpanya. Pasalnya, ia justru meninggal dihantam banjir ketika menyebrang
sungai Euphrat di dekat kota Aleppo pada tahun 1228 M.
Kawanan pengembara itu lalu terpecah menjadi dua kelompok: mereka yang ingin
kembali ke daerah asalnya dan mereka yang ingin meneruskan perjalanan ke Asia kecil.

Kelompok kedua yang berjumlah 400 keluarga sepakat mengangkat Erthogrul sebagai pemimpin
mereka. Kemudian, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II dari Turki Saljuk Rum.
Pada waktu itu, Alaudin sedang berhadapan dengan kekaisaran Byzantium. Atas bantuan
Erthogrul, pasukannya berhasil memperoleh kemenangan. Sebagai hadiahnya, Sultan
memberikan satu wilayah yang berbatasan dengan Byzantium. Dengan senang hati, Erthogrul
menerima hadiah itu lalu membangun dan memperluas wilayah itu. Pada tahun 1280 M,
Erthogrul meninggal dan kedudukannya sebagai pemimpin digantikan oleh anaknya bernama
Usman.
Sementara itu, tentara Mongol tidak henti-hentinya melakukan serangan ke berbagai
wilayah. Serangan ke wilayah saljuk rum tidak dapat ditahan oleh Alaudin sampai ia terbunuh.
Usman menggunakan kesempatan ini untuk memproklamasikan sebuah kekuasaan baru pada
tahun 1300 M dengan nama Kerajaan Usmani. Dari wilayah Anatolia Tengah, Usman berhasil

memperluas wilayah sampai ke tiga benua, yakni Asia Kecil, Eropa Timur, Eropa Selatan, dan
Afrika Utara.3[3]
2.1.2

Para Penguasa Kerajaan Usmani
Para penguasa Kerajaan Usmani yang pada awalnya bergelar padishah, lalu sultan, dan


kemudian ditambah lagi dengan khalifah, berjumlah 38 orang.4[4] Tujuan dipakainya gelar
khalifah dimungkinkan untuk meningkatkan kewibawaan kekuasaan sultan. Sejak Usman hingga
Sulaeman Yang Agung, dapat dikatakan bahwa para sultan terdiri atas orang-orang yang kuat
dan dapat mengembangkan kerajaannya hingga ke Eropa dan Afrika. Di masa Sulaeman itulah
Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Setelah masa itu, mereka berkuasa dalam keadaan
lemah, ditambah lagi dengan banyaknya serangan balik dari Negara-negara Eropa yang sudah
merasa kuat.
Dalam sekian lama kekuasaannya, sejarah Usmani dapat dibagi menjadi lima periode.
1). Periode Pertama (1299-1402 M)
Pada periode ini dimulai dari awal berdirinya, perluasan pertama sampai kehancuran
sementara oleh serangan Timurlenk. Sultannya pada periode ini adalah Usman, Orkhan, Murad,
dan Bayazid. Pada masa Usman, dilakukan perluasan wilayah Islam dengan merebut wilayah
yang dikuasai Byzantium. Bersama anaknya, Orkhan, ia menyerang wilayah barat Byzantium
hingga ke Sela Bosporus. Pada tahun 1324 M, Usman dapat menguasai Bursa, sebuah kota di
tepi Laut Marmara. Penduduk kota itu berduyun-duyun masuk agama Islam. Setelah Orkhan
menggantikan Usman, ia memindahkan ibu kota dari Iskisyihar ke Bursa.
Orkhan juga dapat menundukkan ilayah Turkeman, Nicaca, Nicomedia, Scutari, Karasi,
dan dapat mengontrol wilayah antara Teluk Edremit dan Cyzicus yang dapat mencapai Laut
Marmara. Sultan Murad meluaskan wilayah sampai ke Eropa serta menaklukkan wilayah Asia
Kecil sampai ke Ankara. Demikian juga Adrianopel berhasil ditundukkannya. Namun, ia lalu

terbunuh oleh tentara Serbia pada tahun 1389 M. Bayazid, putra Murad, tampil
menggantikannya.
Bayazid menaklukan wilayah yang belum ditundukkan sultan-sultan sebelumnya. Di
masanya, terjadi perang besar antara pasukan Usmani melawan tentara sekutu Eropa yang
3
4

dimenangkan oleh pasukan Usmani. Bayazid dapa menghancurkan tentara Salib pada tahun 1396
M. Pasukan Bayazid juga harus menghadapi tentara Mongol di bawah komando Timurlenk.
Hanya saja, karena jumlah pasukannya tidak seimbang, ia pun dikalahkan dan ditawan oleh
Timurlenk dan wafat pada tahun 1402 M.
2). Periode Kedua (1402-1566 M)
Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan dan
perluasannya yang terbesar. Sultan-sultan pada periode ini adalah Muhammad I, Murad II,
Muhammad al-Fatih, Bayazid II, Salim I, dan Sulaiman al-Qanuni.5[5] Periode ini dimulai
dengan masa transisi karena perebutan kekuasaan di antara anak-anak Bayazid I, yang diakhiri
oleh kemenangan Muhammad terhadap saudara-saudaranya. Ia pada awalnya berkuasa atas
Anatolia saja pada 1403-1413. Sementara saudaranya, Sulaiman, berkuasa atas Rumelia pada
1403-1413. Mulai tahun 1413, Muhammad menguasai seluruh wilayah warisan ayahnya.
Periode ini juga ditandai dengan perbaikan-perbaikan sehingga Kerajaan Usmani kembali

kuat dan berkembang secara mengagumkan. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa
Constantinopel dapat dikuasai pada 1453 oleh Muhammad al-Fatih dan Mesir pada 1517 oleh
Sultan Salim I. Maa keemasan terjadi pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Yang Agung.
Periode kedua ini berakhir dengan wafatnya Sultan Sulaiman.
3). Periode Ketiga (1566-1703)
Kerajaan Usmani hanya mampu bertahan agar tidak hancur tanpa adanya kemajuan
dalam perluasan wilayah. Mereka bahkan sudah mulai kehilangan daerah Hongaria.
4). Periode Keempat (1703-1839)
Kerajaan Usmani berada dalam masa kemunduran dengan wilayah yang semakin
menyempit. Sedikit demi sedikit, kekuaaan berpindah kepada para pengikutnya yang berusaha
meminta otonomi, atau bahkan ingin melepaskan diri dari pemerintah pusat.
5). Periode Kelima (1839-1924)
Periode ini dilanjutkan dengan pembaruan di bidang politik, administrasi, dan kebudayan,
hingga Kerajaan Usmani jatuh pada tahun 1924 dan berganti menjadi republic di bawah mustafa
Kemal Ataturk. Pada masa kelima inilah timbul berbagai pemikiran dan gerakan untuk

5

memajukan Kerajaan Usmani, seperti Tanzimat, Usmani Muda, pan-turanisme, pan-turkisme,
pan-islamisme, dan nasionalisme Turki. 6[6]

2.1.3

Modernisasi Kerajaan Usmani
Pada abad ke-17, Kerajaan Usmani sudah mengadakan modernisasi dalam keadaan

terbatas. Modernisasi itu dilanjutkan pada abad-abad berikutnya. Yang dimaksud dengan
modernisasi ialah usaha perbaikan atas pemikiran maupun gerakan unuk mengubah paham, adat
istiadat, tatanan-tatanan lama, dan lainnya agar sesuai dengan situasi baru sebagai hasil yang
dicapai oleh ilmu dan teknologi modern. Penemuan-penemuan baru di bidang ilmu dan teknologi
menyebabkan tidak berfungsinya tatanan lama. Pertemuan antara dunia Islam dan Barat yang
membawa kepada pemikiran-pemikiran baru menyebabkan sibuknya para pemimpin Islam untuk
memecahkan masalah tersebut di dunia Islam agar tidak terkungkung dalam situasi kemunduran
dan diharapkan dapat mencapai kemajuan.
2.1.4

Kemajuan Kerajaan Usmani
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan

berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang
kehidupan yang lain. Di antaranya yaitu sebagai berikut.

1). Bidang Kemiliteran dan Perluasan Wilayah
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama, adalah orang-orang yang
kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian,
kemajuan Kerajaan Usmani mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena
keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan
ekspansi itu. Yang terpenting di antaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan, dan
kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja.7[7]
Keberhasilan Khilafah Turki Usmani memperluas kekuasaan ke berbagai wilayah yang
begitu luas ditentukan oleh kekuatan militernya yang tangguh.
6
7

Kekuatan militer Turki terletak pada mesin perangnya bernama Jenisarry. Mereka adalah
tentara professional yang direkru dari orang-orang bukan Turki, bahkan ada juga yang berasal
dari kalangan anak-anak Kristen yang masih kecil yang diasramakan dan dibina dalam suasana
Islam untuk dijadikan prajurit. Makin lama mereka makin menjadi kekuatan yang diperhitungkan
karena memiliki disiplin yang tinggi.
Selain Jenisarry ada lagi prajurit dari tentara kaum feudal yang dikirim kepada
pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi karena ia
mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16,

angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Faktor utama yang mendorong
kemajuan di bidang militer adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer,
berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi
dari nenek moyang mereka di Asia Tengah.8[8]
2). Bidang Pemerintahan
Bentuk kerajaan Turki Utsmani didasarkan kepada sistem feodal yang ditiru langsung
dari kerajaan Bizantium. Dalam sistem pemerintahan, sultan adalah penguasa tertinggi dalam
bidang agama, politik, pemerintahan bahkan masalah-masalah perekonomian. Pelantikan sultan
mengikuti sistem feodal. Pada mulanya sultan-sultan ini terdiri dari amir-amir yang menjadi tuan
tanah pada masa kerajaan Saljuk yang berpusat di Konya. Orkhan adalah salah seorang dari
amir-amir itu yang kemudian memproklamasikan dirinya sebagai seorang sultan. Setelah itu,
Bayazid I juga bergelar dengan “Sultan ar-Rum”,pemimpin negara Islam. Murad II misalnya
telah menggunakan gelar “Sultan al-Barrain wal Bahrain”(sultan di dua benua dan lautan).
Murad I menggelari dirinya dengan “Khalifah Allah di Bumi”setelah berhasil menaklukkan
Andrianopel. Orang kedua yang berkuasa adalah wazirbesar. la adalah ketua badan penasihat
kesultanan yang membawahi semua wazirdan amir.Sebagai simbol kekuasaannya, ia diangkat
sebagai wakil sultan. Di samping itu, di setiap daerah ada seorang qadi, pimpinan agama yang
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan hukum pidana dan perdata menurut syariat Islam
berda sarkan Alquran dan aI-Hadis. Sejak masa pemerintahan Salim I dibentuk pula Majelis
Syeikhul Islam (Mufti) yang berkedudukan di Istambul. Tugas utamanya adalah memberikan

fatwa dalam semua permasalahan agama, termasuk keputusan perang terhadap sesama muslim.
8

Misalnya, Mufti Sultan Salim I membenarkan peperangan menentang orang Islam Mesir. Mufti
juga diberi hak untuk melantik pegawai-pegawai istana di ibu kota Istambul (Badri Yatim,
2003:137).
3). Bidang Keagamaan dan Budaya
Kerajaan Turki Usmani memiliki keterikatan yang kuat dengan syariat Islam sehingga
fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan
berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Kehidupan keagamaan merupakan bagian dari
sistem sosial dan politik Turki Utsmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan
negara dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi Mufti keputusan
hukum kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini kehidupan tarekat berkembang pesat. AlBektasidan al-Maulawimerupakan dua ajaran tarekat yang paling besar. Al-Bektasimerupakan
tarekat yang sangat berpengaruh terhadap tentara Yeniseri, sedangkan al-Maulawiberpengaruh
besar di kalangan penguasa sebagai imbangan dari kelompok Yeniseri Bektasi (Badri Yatim,
2003:137).[9]
4). Bidang Intelektual
Kemajuan bidang intelektual Turki Utsmani tampaknya tidak lebih menonjol
dibandingkan bidang politik dan kemiliteran. Aspek-aspek intelektual yang dicapai adalah:
a). Terdapat dua buah surat kabar yang muncul pada masa ini, yaitu:

1. Berita harian Takvini Veka (1831) dan,
2. Jurnal Tasviri Efkyar (1862) dan Terjumani Ahval (1860).
b). Pendidikan, terjadi transformasi pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah (madrasah)
dasar, menengah (1861) dan perguruan tinggi (1869), fakultas kedokteran dan fakultas hukum
serta mengirimkan para pelajar yang berprestasi ke Prancis untuk melanjutkan studinya yang
sebelumnya tidak pernah terjadi. Ulama dan sejumlah karyanya yang dihasilkan pada masa Turki
Utsmani:
1. Mustafa Ali (1541-1599 M), ahli sejarah, karyanya antara lain Kunh al-Akhbar, tentang sejarah
dunia sejak Adam As sampai Yesus, sejarah Islam awal hingga Turki Utsmani;
2.

Evliya Chelebi (1614-1682 M), ahli ilmu sosial, karyanya antara lain Seyabat Name (Buku
Pedoman Perjalanan), tentang masyarakat dan ekonomi Turki Utsmani;

3.

Arifi (w. 1561 M), sejarawan istana, karyanya antara lain Shah-name-I-Al-I Osman, cerita
tentang keluarga raja-raja Utsmani (Jaih Mubarok, 2004: 115).

Sastra dan Bahasa, muncunya sastrawan-sastrawan dengan hasil karyanya setelah
menamatkan studi di luar negeri seperti Ibrahim Shinasi pendiri surat kabar Tasviri E t‘kyar. Di
antara karya yang dihasilkannya adalah The Poets Wedding (komedi). Salah seorang pengikutnya adalah Namik Kemal dengan karyanya Fatherland atau Silistria. Di samping itu,
terdapat Ahmad Midhat dengan Entertaining Tales

dan Mehmed Taufiq dengan Year in

Istanbul.
5). Bidang Seni dan Arsitektur
Di samping kemajuan politik, kemajuan seni arsitektur juga berkembang pesat. Terlihat
dari adanya bangunan-bangunan besar yang bernilai artistik, terutama bangunan masjid. Salah
satunya adalah Masjid Aya Sophia yang dulunya adalah sebuah gereja. Masjid ini oleh
Muhammad al-Fatih diperindah, di mana dinding bagian dalamnya dihiasi oleh tulisan indah
yang terdiri atas asmaul husna, nama Rasulullah, dan nama Khulafaur Rasyidin. Sementara, di
luar masjid dibangun beberapa menara yang menjulang tinggi.
Masjid lainnya yang juga sangat artistik adalah Masjid Raya Sultan Muhammad al-Fatih
dan Masjid Abu Ayyub al-Anshary. Masjid yang terakhir ini biasa digunakan sebagai tempat
pelantikan sultan-sultan Usmani yang baru. Tidak jauh dari tempat ini juga terdapat tempat
pemakaman sultan dan para pembesar Kerajaan Usmani. Al-Qanuni semakin mempercantik kota
Istanbul dan kota-kota lainnya.
Arsitek andalannya bernama Sinan, yang berhasil menyelesaikan sebanyak 235
bangunan. Karya Sinan yang mahabesar adalah Masjid Raya Sulaimaniyah, sebuah nama yang
diambil dari nama Sultan Sulaiman. Masjid ini mengungguli kemewahan Gereja Sana Sophia.
Bahkan, kubahnya jauh lebih besar daripada Katedral Justianus. Mihrab dan dinding bagian
dalamnya pun dihiasi dengan ubin indah gaya Persia. Seni arsitektur Turki merupakan perpaduan
antara kebudayaan Byzantium dan kebudayaan Turki.
2.1.5

Kemunduran Kerajaan Usmani
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai

memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan
kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Salim II
(1566-1573 M). Di masa pemerintahannya, terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan
Usmani dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut

Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebagai kapal para pendeta Malta yang di pimpin Don
Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini,
Turki Usmani mengalamai kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh.
Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut
kembali.
Walaupun Sultan Murad III (1574-1595 M) berkepribadian jelek dan suka
memperturutkan hawa nafsunya, Kerajaan Usmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus
dan menguasai Tiflis di laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tabriz, ibukota Safawi,
menundukan Georgia, menncampuri urusan dalam negari Polandia dan mengalahkan gubernur
Bosnia pada tahun 1593 M.9[10] Namun, kehidupan moral sultan yang jelek menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri. Kekacawan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan
Muhammad III (1595-1603 M), peganti Murad III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya
berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi
kepentingan pribadi.10[11] Dalam situasi yang baik itu, Australia berhasil memukul Kerajaan
Usmani. Meskipun Sultan Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit
untuk meperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa
Eropa sudah

mulai memudar. Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M), situasi semakin

memburuk dengan naiknya Mustafa I ( masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan
kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh AlIslam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Namun, yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi
demikian,bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya kembali. Kerajaan
Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Persia tersebut.
Langkah-langkah perebaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M).
Pertama-tama, ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukkan Jenissari yang
pernah membangkang Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir
sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran, di
antaranya adalah:
9
10

1). Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu Negara yanmg amat luas wilayahnya sangat rumit
dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan Kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain,
para penguasa sangat berambisi menguasai sehingga mereka terlibat perang terus-menerus
dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat
digunakan untuk membangun Negara.
2). Heterogenitas Penduduk
Sebagian Kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup
Asia Kecil, Amerika, Irak, Syiria, Hejaz, dan Yaman. Di asia; Mesir, India, Tunis, dan Alzajair
di Afrika; dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam dan tersebar di wilayah yang luas
itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur. Tanpa didukung oleh administrasi
yang baik, Kerajaan Usmani hanya akan menanggung beban yang berat akibat heterogenitas
tersebut. Perbedaan bangsa dan Agama acap kali melatarbelakangi terjadinya pemberontakan
dan peperangan.
3). Kelemahan Para Penguasa
Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, Kerajaan Usmani diperintah oleh Sultan-sultan yang
lemah, baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya, pemerintah
menjadi kacau, kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna bahkan semakin lama
menjadi semakin ramah.
4). Budaya Pungli
Pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam Kerajaan Usmani. Setiap
jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang
berhak memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya Pungli ini mengakibatkan
dekandensi moral yang merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.
5). Pemberontakan Tentara Jenissari
Kemajuan ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara janissary.
Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan
tentara janissary terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan
1826 M.
6). Merosotnya Ekonomi

Akibat perang yang tak pernah berhenti, perekonomian Negara merosot. Pendapatan
berkurang, sementara belanja Negara sangat besar termasuk untuk biaya perang.
7). Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan Ilmu dan teknologi, karena
hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi
oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi
persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju. Sebagaimana yang disebutkan pada bab
terdahulu, tidak terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Kerajaan
Usmani, ada kaitan dengan perkembangan metode berpikir tradisional di kalangan umat Islam.
Hal itu juga sejalan dengan menurunnya semangat berpikir bebas akibat tidak berkembangnya
pemikiran filsafat sejak masa Al-Ghazali.
Demikianlah proses kemunduran kerajaan besar Usmani. Pada masa selanjutnya, di
periode modern, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-kekuatan Eropa tanpa segansegan menjajah dan menduduki daerah-daerah Muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.11[12]
2.2 Kerajaan Safawi di Persia
2.2.1

Asal-usul Kerajaan Safawi
Kerajaan ini di dirikan oleh syah isma’il I (907 H/1501 M) di tabzir, iran ketika itu masih

bernama persia ibukota kerajaan Alaq Koyunlu adalah kerajaan suku turki diwilayah iran bagian
barat. Kerajaan Safawi berasal dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di
Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Safawiyah karena pendirinya bernama Syaikh Safiyudin
Ishaq (1252-1334 M). kerajaan Safawi beraliran Syiah dan dapat dianggap sebagai peletak dasar
terbentuknya Negara Iran dewasa ini.
Syaikh Safiyudin Ishaq bukan hanya seorang guru tarekat. Ia juga sebagai pedagang dan
politisi. Namun, ia kurang berambisi terhadap kekuasaan politik karena bidang politik bukanlah
perhatian utamanya. Ia lebih tertarik menjadi pelindung kaum miskin dan orang-orang lemah.
Selain itu, ia memiliki misi, antara lain, mengislamkan orang Mongol, penganut agama Budha. Ia
sendiri adalah orang Sunni. Popularitasnya tidak terbatas hanya di wilayah Ardabil. Jaringan para
11

murid dan wakilnya terbentang dari wilayah Oxus sampai teluk Persia, dan dari wilayah
Kaukasus sampai Mesir.
Pada mulanya gerakan tarekat Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan
ahli bid’ah. Gerakan Safawiyah makin lama makin besar pengaruhnya dan makin banyak
pengikutny. Suatu ajaran yang dipegang secara fanatic biasanya kerapkali menimbulkan
keinginan di kalangan pengikutnya untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama-kelamaan murid-murid
tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatic dalam kepercayaan, dan
menentang mazhab yang bukan Syiah.12[13]
2.2.2

Para Penguasa Kerajaan Safawi
Syah Ismail I adalah tokoh yang memprakarsai berdirinya Kerajaan Safawi di Persia. Ia

berkuasa selama 23 tahun, di mana pada sepuluh tahun pertama berhasil memperluas
kekuasaannya. Wilayahnya meliputi India, Kaspia, Gurgan Yazd, Diyat Bakr, Persia, Sirwan,
dan Khurasan. Keberhasilan dalm memperluas kekuasaannya ini tidak dapat dilepaskan dari
peran pasukan militernya yang bernama Qizilbash.
Ia juga menerapkan paham Syiah sebagai mazhab resmi Negara. Keputusannya ini tentu
saja mengundang reaksi penentangan ideologis dari para ulama Sunni. Namun, ia tetap
bergeming, malahan tidak segan-segan bertidak keras. Terbukti, di Baghdad dan Heart, misalnya,
ia membunuh secara kejam para ulama dan sastrawan Sunni yang menolak ideology Syiah.
Akibatnya, hingga beberapa decade kemudian para penganut Sunni seperti di Khurasan harus
menyembunyikan identitas Sunni mereka atau mempraktikan tradisi Sunni secara sembunyisembunyi.
Sejatinya, Ismail I adalah orang yang sangat berani dan berbakat. Ambisi politiknya
mendorong untuk menguasai daerah-daerah lain sampai Turki Usmani. Namun, dalam
peperangan ia dikalahkan oleh tentara Turki, yang lebih unggul dalam hal kemiliteran, pada
tahun 1514 M di Chaldiran, dekat Tabriz. Bahkan, Turki Usmani di bawah pimpinan Sultan
Salim dapat menduduki Tabriz. Hanya saja, Kerajaan Safawi akhirnya terselamatkan menyusul
kembalin sang Sultan ke negerinya karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki.
Kekalahan ini membuat Ismail I frustasi. Ia lalu senang menyendiri, menempuh
kehidupan hura-hura dan berburu. Para penggantinya, yakni Tahmasp, Ismail II, dan
12

Khudabanda, ternyata tidak mampu mengembalikan kebesaran kerajaan. Hal ini baru dapat
dipulihkan saat kerajaan diperintah oleh Syah Abbas I. Secara politik, ia mampu mengatasi
kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut kembali
wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh penguasa lain.
Popularitas Abbas I ditopang oleh sikap keagamaannya. Ia terkenal sebagai seorang
Syiah yang saleh yang dibuktikan dari seringnya ia berziarah ke tempat suci Qum dan Mayhad.
Di samping itu, ia pun melakukan perubahan struktur birokrasi dalam lembaga politik
keagamaan. Abbas I telah berhasil menciptakan kemajuan pesat dalam bidang keagamaan, yang
membuat ideology Syiah semkin dikukuhkan.13[14]
2.2.3

Struktur Pemerintahan Kerajaan Safawi
Secara administratif, struktur organisasi pemerintahan kerajaan safawi dapat dibagi

menjadi dua yaitu secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal, pembagian tersebut
didasarkan pada garis kesukuan/kedaerahan, sedangkan secara vertikal mencakup dua jenis yaitu
istana (dargh) dan sekretariat negara (divan atau mamalik). Dalam hal kesukuan, qizilbasy, suku
keturunan turki yang menjadi tulang punggung lahirnya kerajaan safawi, telah menjelma menjadi
kelompok bangsawan militer pemerintahan safawi. Para kepala suku dari turki ini menjabat
gubernur yang berasal dari militer di sebagian besar propinsi kerjaan safawi selama periode awal
sebagaimana diketahui, basis dan sumber kekuasaan politik pemerintahan kerajaan safawi adalah
sistem militer kaum qizilbasy. Mereka bukan saja menempati kedudukan strategis dalam bidang
militer, tetapi juga menduduki jabatan pemerintahan yang sangat penting. Kekuasan politik dari
sistem militer kaum qizilbasy ini berlangsung sampai masa pemerintahan syah muhammad
khudabanda (986H/1578M-996H/1588M).
Pada periode awal kerajaan safawi selain bangsa turki sebagai asal keturunan kaum
qizilbasy yang sangat berkuasa, keturunan tajik juga telah menempati kedudukan yang sangat
strategis dalam pemerintahan. Bahkan dari latar belakang keturunan ini bukan saja telah lahir
para menteri dan pejabat di lingkungan sekretariat negara, namun juga telah muncul kalangan
akuntan, pegawai administrasi, pengumpulan pajak, dan pejabat administrasi keuangan.
Sementara itu, kalangan ulama mayoritas berasal dari keturunan persia. Sejumlah ulama yang

13

berasal dari keturunan arab pun telah bercampur baur dengan ulama dari keturunan persia.
Bahkan jabatan sadr (ketua lembaga agama) selalu berasal dari keturunan persia.
Pada periode awal kerajaan safawi, bidang hukum termasuk bidang yang sistem
administrasinya bersifat rumit. Jabatan sadr, misalnya selain berfungsi terutama dalam
menyebarkan agama syiah, juga bertanggung jawab dalam masalah administrasi hukum yang
diterapkan dalam masyarakat. Adapun urusan hukum yang berkaitan dengan istana berada
dibawah tanggung jawab qadi al-qudrat (mahkamah agung) dan syekh al-islam.
Sepanjang sejarah kerajaan safawi, struktur pemerintahannya mengalami tiga fase
perkembangan. Pertama, periode kekuasaan syah isma”il I sampai dengan akhir pemerintahan
muhammad khudabanda (907 H/1501 M-996 H/1588 M). Kedua, sepanjang masa kekuasaan
syah abbas I (996 H/1588 M-1038 H/1629 M). Dan ketiga, sejak masa pemerintahan syah safi
sampai dengan jatuhnya kerajaan safawi ke tangan afghan (1038 H/1629 M-1135 H/1722 M).
Periode pertama adalah periode peralihan, ketika terjadi banyak perubahan dan penyesuaian
struktur administrasi pemerintahan. Sebagai akibatnya, benturan wewenang antara satu jabatan
dan jabatan lainnya sering tak dapat dihindarkan. Periode kedua, syah abbas I karena
keberhasilannya digelari “syah yang agung” melakukan penataan kembali sistem administrasi
kerajaan safawi. Adapun periode ketiga merupakan fase kemunduran yang mengakibatkan
kejatuhan safawi.
1). Fase I (907 H/1501 M-996 H/1588 M)
Struktur administrasi pemerintahan pada fase pertama ini ditandai oleh menonjolnya
pertentangan kesukuan, terutama antara keturunan turki dan keturunan persia. Orang militer
qizilbasy yang berasal dari keturunan turki sangat berkuasa dalam pemerintahan dinasti safawi.
Seperti diketahui, qizilbasy adalah organisasi militer paling bertanggung jawab atas keberhasilan
syah isma’il mendirikan kerajaan safawi.
Setelah 6 tahun masa jabatan wilakat (wakil syah) yang sangat strategis tersebut dipegang
oleh kaum qizilbasy, syah isma’il mengubah kebijakan tentang sistem pengangkatannya. Setelah
husain beg, jabatan wakil syah berturut-turut dipercayakan kepada orang persia antara tahun 913
H/1508 M dan 930 H/1524 M. Sepanjang rentang periode ini, tidak kurang dari lima orang persia
yang diangkat menjadi wakil syah. Dua dari lima orang wakil sya yang berlatar belakang persia
tersebut tewas dibunuh oleh orang qizilbasy. Adapun yang ketiga tewas sebagai akibat langsung
dari konflik kepentingan kekuasaan tersebut. Menjelang berakhirnya masa kekuasaan syah

isma’il, beberapa perubahan penting terjadi dalam sistem administrasi pemerintahan setelah
tahun 920 H/1514 M, misalnya jabatan wakil syah tidak berdiri sendiri melainkan dirangkap oleh
pejabat setingkat pertana menteri dengan tingkat kekuasaan yang jauh lebih kecil.
2). Fase II (996 H/1588 M-1038 H/1629 M)
Pertentangan internal yang bernuansa kesukuan di satu sisi, dan sistem kekuasaan politik
kerajaan safawi fase awal disisi lain, telah melahirkan suatu kehidupan pemerintahan yang labil.
Pada giliran berikutnya, kondisi sosial politik seperti itu telah menyebabkan melemahnya
kehidupan politik dalam negeri. Kondidi tersebut mendorong syah abbas I untuk melakukan
penataan kembali kehidupan politik dan pemantapan sistem administrasi kerajaan safawi.
Keputusan politik pertama dan terpenting yang dilakukan oleh syah abbas I adalah
menyingkirkan kekuatan politik militer qizilbasy dari pemerintahan dinasti safawi. Sebagai
gantinya, ia membentuk kekuatan militer baru yang berbasis budak kaukasus dan georgia.
Selanjutnya, perubahan atau penataan sistem administrasi pemerintahan terbesar yang
dilakukan syah abbas I adalah upayanya melakukan pemusatan sepenuhnya berada dibawah
kekuasaannya, terutama untuk bidang yang strategis. Pemusatan kekuasaan politik tidak dapat
dipisahkan dari atau harus didukung oleh sistem ekonomi yang dikendalikan langsung oleh
kekuasaan pusat. Untuk kepentingan itu, syah abbas I pun melakukan pemusatan sistem
pertanian. Karena sebelumnya pengawasan pemerintahan pusat cukup lemah terhadap
pemerintahan propinsi, maka pendapatan daerah dari sektor pertanian pun tidak dapat diserap
atau dialihkan ke pemerintahan pusat secara seimbang.
3). Fase III (1038 H/1629 M-1135 H/1722 M)
Secara budaya, sistem pemerintahan yang dibangun oleh syah abbas I (fase II) semakin
dimantapkan. Bahkan pemusatan ekonomi proses pengalihan tanah negara menjadi tanah raja
semakin diperluas. Namun, dilihat dari sudut ketahanan politik, pemerintahan pusat lambat laun
mengalami kelemahan. Kecuali, pada masa kekuasaan syah abbas II para penguasa pada fase III
ini adalah mereka yang tidak memiliki kecakapan untuk memrintah.
Pada fase III ini, terutama sejak awal masa pemerintahan sultan husain (1105 H/1694 M),
jabatan keagamaan tertinggi adalah mulia-basyi (ketua dewan majelis ulama). Adapun
wewenang sosial politik keagamaan jabatan sadr (sadarat) yang sudah mulai dikurangi sejak

masa kekuasaan syah abbas I. Pada fase ini jabatan tersebut hanya bertanggung jawab mengurusi
administrasi wakaf dan membantu para hakim (qadi) dalam urusan pengadilan.14[15]
2.2.4

Kemajuan Kerajaan Safawi

1). Bidang ekonomi
Stabilitas politik kerajaan safawi pada masa abbas I ternyata telah memacu
perkembangan perekonomian safawi, lebih-lebih setelah kepulauan

hurmuz dikuasai dan

pelabuhan gumrun diubah menjadi bandar abbas. Dengan dikuasainya bandar ini maka salah satu
jalur dagang laut antara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh belanda, inggris dan
prancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan safawi. Disamping sektor perdagangan, kerajaan
safawi juga mengalami kemajuan disektor pertanian terutama didaerah bulan sabit subur (fortile
crescent).
2). Bidang pembangunan fisik dan seni
Dalam sejarah islam bangsa persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan
berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada
masa kerajaan safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut. Ada beberapa ilmuan yang selalu hadir
do majelis istana, yaitu baha al-din al-syaerazi, generasi ilmu pengetahuan, sadar al-din alsyaerazi, filosof dan muhammad baqir ibn muhammad damad, filosof, ahli sejarah, teologi, dan
seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah-lebah. Dalam bidang ini
kerajaan safawi mungkin dapat dikatakan lebih berhasil dari kedua kerajaan islam lainnya pada
masa sama.
3). Bidang pembangunan fisik dan seni
Para penguasa kerajaan ini telah berhasil menciptakan isfahan, ibukota kerajaan menjadi
kota yang sangat indah. Dikota tersebut berdiri bangunan-bangunan besar lagi indah seperti
mesjid-mesjid, rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa diatas zende rud dan istana chilil
sutun. Kota isafan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secara apik. Ketika
abbas I wafat, di isafan terdapat 162 mesjid, 48 akademi 1802 penginapan dan 273 pemandian
umum.
Dibidang seni kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunanbangunannya, seperti terlihat pada mesjid shah yang dibangun tahun 1611 M. Dan mesjid syaikh
14

lutf allah yang dibangun tahun 1503 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan
tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian, dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni
lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zamantahmaps I raja ismail I pada tahun 1522 M
membawa seorang pelukis timur ke tabriz, yang bernama bizhad.15[16]
2.2.5

Kemunduran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi

Mirja (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732
M), dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi kerajaan Safawi tidak
menujukan grafik naik dan berkembang, tetapi justru meperlihatkan kemunduran yang akhirnya
membawa kehancuran.
Safi Mirja, cucu Abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah. Ia sangat kejam terhadap
pembesar-pembesar kerajaan karena karena

sifat pencemburunya. Kemajuan yang pernah

dicapai oleh Abbas I segera menurun. Kota Qandahar (sekarang termasuk wilayah Afganistan)
lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah
oleh sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja
yang suka minum minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian,
dengan bantuan wazir-wazirnya, pada masa kota Qandahar dapat direbut kembali. Sebagaimana
Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang
dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah
Husain yang alim. Pengganti Sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama
Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini
membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehingga mereka berontak dan berhasil
mengakhiri kekuasaan Dinastin Safawi.
Diantara

sebab-sebab

kemunduran

dan

kehancuran

kerajaan

Safawi

ialah

konflikberkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Bagi kerajaan Usmani, berdirinya kerajaan
Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaanna.
Konflik antara dua Kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika
tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namun, tak lama kemudian, Abbas meneruskan

15

konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan
besar Islam itu.
Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk
oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash.Hal ini disebabkan
karena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan
rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru ternyata
tidak dimiliki, militansi dan semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.
Tidak kalah penting dari sebab-sebab di atas adalah seringnya terjadi konflik intern dalam
bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
2.3 Kerajaan Mughal di India
2.3.1

Asal- usul Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal berdiri seperampat ahad sesudah berdirinya kerajaan safawi .jadi

diantara 3 kerajaan besar tersebut, kerajaan inilah yang termuda. didirikan oleh Zahirudin Babur
(1526–1530 M). Secara Geneologis Babur merupakan cucu Timur Lenk (dari pihak ayah) dan
keturunan Jengis Khan (dari pihak ibu). Ekspansinya ke India dimulai dengan menundukkan
penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi dengan bantuan Alam Khan (paman Lodi) dan
gubernurLahore.
Tahun 1525 M ia berhasil menguasai punjab dan meneruskannya ke Delhi tahun 1526 M.
Sejak saat itu babur dapat menguasai India dan mendirikan dinasti Mughal yang beribukota di
Delhi. Kerajaan Mughal mulai berkuasa sejak 1526 sampai 1707 M. kerajaan ini memiliki
sultan-sultan yang besar dan terkenal pada abad ke-17 yaitu Akbar (1556 – 1606 M), Jengahir
(1605 –1627 M), dengan permaisurinya Nur Janah, Syah jehan (1628 – 1658 M), dan Aurengzeb
(1659 – 1707 M).
2.3.2

Para Penguasa Kerajaan Mughal
Selama masa pemerintahannya Kerajaan Mughal dipimpin oleh beberapa orang raja.

Raja-raja yang sempat memerintah adalah Zahiruddin Babur (1526-1530), Humayun (15301556), Akbar (1556-1605), Jahangir (1605-1627), Shah Jahan (1627-1658), Aurangzeb (16581707), Bahadur Syah (1707-1712), Jehandar (1712-1713), Fahrukhsiyar (1713-1719),

Muhammad Syah (1719-1748), Ahmad Syah (1748-1754), Alamghir II (1754-1760), Syah Alam
(1760¬-1806), Akbar II (1806-1837 M), dan Bahadur Syah (1837-1858).
Zahiruddin Babur (1526-1530) adalah raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Mughal.
Masa kepemimpinannnya digunakan untuk membangun fondasi pemerintahan. Awal
kepemimpinannya, Babur masih menghadapi ancaman pihak-pihak musuh, utamanya dari
kalangan Hindu yang tidak menyukai berdirinya Kerajaan Mughal. Orang-orang Hindu ini
segera menyusun kekuatan gabungan, namun Babur berhasil mengalahkan mereka dalam suatu
pertempuran. Sementara itu dinasti Lodi berusaha bangkit kembali menentang pemerintahan
Babur dengan pimpinan Muhammad Lodi. Pada pertempuran di dekat Gogra, Babur dapat
menumpas kekuatan Lodi pada tahun 1529. Setahun kemudian yakni pada tahun 1530 Babur
meninggal dunia.
Sepeninggal Babur, tahta Kerajaan Mughal diteruskan oleh anaknya yang bemama
Humayun. Humayun memerintah selama lebih dari seperempat abad (1530-1556 M).
Pemerintahan Humayun dapat dikatakan sebagai masa konsolidasi kekuatan periode I. Sekalipun
Babur berhasil mengamankan Mughal dari serangan musuh, Humayun masih saja menghadapi
banyak tantangan. Ia berhasil mengalahkan pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat
yang bermaksud melepaskan diri dari Delhi. Pada tahun 1450 Humayun mengalami kekalahan
dalam peperangan yang dilancarkan oleh Sher Khan dari Afganistan. Ia melarikan diri ke Persia.
Di pengasingan ia kembali menyusun kekuatan. Pada saat itu Persia dipimpin oleh
penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun kekuatannya
dalam pengasingan di Persia, Humayun berhasil menegakkan kembali kekuasaan Mughal di
Delhi pada tahun 1555 M. Ia mengalahkan kekuatan Khan Syah. Setahun kemudian, yakni pada
tahun 1556 Humayun meninggal. Ia digantikan oleh putranya Akbar.
Akbar (1556-1605) pengganti Humayun adalah raja Mughal paling kontroversial. Masa
pemerintahannya dikenal sebagai masa kebangkitan dan kejayaan Mughal sebagai sebuah dinasti
Islam yang besar di India.
Ketika menerima tahta kerajaan ini Akbar baru berusia 14 tahun, sehingga seluruh urusan
pemerintahan dipercayakan kepada Bairam Khan, seorang penganut Syi’ah. Di awal masa
pemerintahannya, Akbar menghadapi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang
masih berkuasa di Punjab. Pemberontakan yang paling mengancam kekuasaan Akbar adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pasukan

pemberontak berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan
tersebut sehingga terjadilah peperangan dahsyat yang disebut Panipat II pada tahun 1556 M.
Himu dapat dikalahkan dan ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan
Gwalior dapat dikuasai penuh.
Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai
pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan
memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M. Setelah persoalanpersoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil
menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir,
Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu
diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
Keberhasilan ekspansi militer Akbar menandai berdirinya Mughal sebagai sebuah
kerajaan besar. Dua gerbang India yakni kota Kabul sebagai gerbang ke arah Turkistan, dan kota
Kandahar sebagai gerbang ke arah Persia, dikuasai oleh pemerintahan Mughal. Menurut Abu
Su’ud, dengan keberhasilan ini Akbar bermaksud ingin mendirikan Negara bangsa (nasional).
Maka kebijakan yang dijalankannya tidak begitu menonjolkan spirit Islam, tetapi bagaimana
mempersatukan berbagai etnis yang membangun dinastinya. Keberhasilan Akbar mengawali
masa kemajuan Mughal di India.
Kepemimpinan Akbar dilanjutkan oleh Jihangir (1605-1627) yang didukung oleh
kekuatan militer yang besar. Semua kekuatan musuh dan gerakan pemberontakan berhasil
dipadamkan, sehingga seluruh rakyat hidup dengan aman dan damai. Pada masa
kepemimpinannya, Jehangir berhasil menundukkan Bengala (1612 M), Mewar (1614 M)
Kangra. Usaha-usaha pengamanan wilayah serta penaklukan yang ia lakukan mempertegas
kenegarawanan yang diwarisi dari ayahnya yaitu Akbar.
Syah Jihan (1628-1658) tampil meggantikan Jihangir. Bibit-bibit disintegrasi mulai
tumbih pada pemerintahannya. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi Mughal.
Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan. Tahun pertama masa
pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan,
namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar Singh Bundela kemudian diusir. Pemberontakan yang
paling hebat datang dari Afghan Pir Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi

bagian Selatan. Pemberontakan ini cukup menyulitkan. Namun pada tahun 1631 pemberontakan
inipun dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati.
Pada masa ini para pemukim Portugis di Hughli Bengala mulai berulah. Di samping
mengganggu keamanan dan toleransi hidup beragama, mereka menculik anak-anak untuk
dibaptis masuk agama Kristen. Tahun 1632 Shah Jahan berhasil mengusir para pemukim
Portugis dan mencabut hak-hak istimewa mereka. Shah Jehan meninggal dunia pada 1657,
setelah menderita sakit keras. Setelah kematiannya terjadi perang saudara. Perang saudara
tersebut pada akhirnya menghantar Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal berikutnya.
Aurangzeb (1658-1707) menghadapi tugas yang berat. Kedaulatan Mughal sebagai
entitas Muslim India nyaris hancur akibat perang saudara. Maka pada masa pemerintahannya
dikenal sebagai masa pengembalian kedaulatan umat Islam. Penulis menilai periode ini
merupakan masa konsolidasi II Kerajaan Mughal sebagai sebuah kerajaan dan sebagai negeri
Islam. Aurangzeb berusaha mengembalikan supremasi agama Islam yang mulai kabur akibat
kebijakan politik keagamaan Akbar.
Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu
mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. Raja-raja sesudah Aurangzeb mengawali
kemunduran dan kehancuran Kerajaan Mughal.
Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb. Lima tahun kemudian terjadi
perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar dimenangkan dalam persaingan tersebut
dan sekaligus dinobatkan sebagai raja Mughal oleh Jenderal Zulfiqar Khan meskipun Jehandar
adalah yang paling lemah di antara putra Bahadur. Penobatan ini ditentang oleh Muhammad
Fahrukhsiyar, keponakannya sendiri. Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713,
Fahrukhsiyar keluar sebagai pemenang. Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada tahun 1719 M.
Sang raja meninggal terbunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali.
Keduanya kemudian mengangkat Muhammad Syah (1719-1748). Ia kemudian dipecat dan diusir
oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Syah. Tampilnya sejumlah penguasa lemah
bersamaan dengan terjadinya perebutan kekuasaan ini selain memperlemah kerajaan juga
membuat pemerintahan pusat tidak terurus secara baik. akibatnya pemerintahan daerah berupaya
untuk melepaskan loyalitas dan integritasnya terhadap pemerintahan pusat.
Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760¬-1806) Kerajaan Mughal diserang oleh
pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Kekalahan Mughal dari

serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasaan Afghan. Syah Alam tetap diizinkan
berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagai sultan. Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam,
memberikan konsesi kepada EIC untuk mengembangkan perdagangan di India sebagaimana
yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus
menjamin penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal masuknya
pengaruh Inggris di India.
Bahadur Syah (1837-1858) pengganti Akbar II menentang isi perjanjian yang telah
disepakati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik antara Bahadur Syah dengan pihak
Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M).
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India.
2.3.3

Perkembangan Politik dan Ilmu Pengetahuan
Perkembangan Politik dan Ilmu Pengetahuan Akbar Khan menjalankan pemerintahan

bersifat militeristik. Pemerintah pusat dipimpin oleh raja; pemerintah daerah dipimpin oleh
kepala komandan

(Sipah salat); dan pemerintahan sub-daerah dipimpin oleh komandan

(Faudjat). Akbar menerapkan sistem politik Sulh e-kul (toleransi universal), yaitu pandangan
yang menyatakan bahwa derajat semua penduduk adalah sama. Akbar pun membentuk Din
Ilahi. Dan Akbar juga mendirikan Mansabdhari (lembaga pelayanan umum yang berkewajiban
menyiapkan segala urusan kerajaan, termasuk menyiapkan sejumlah pasukan (Jaih Mubarok,
2004:137).
Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya,
yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M).
Kemantapan di bidang politik membawa kemajuan pada bidang lain seperti ekonomi dengan
mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Selain untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, hasilnya diekspor ke Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara.
Bidang Seni dan Budaya pun berkembang seperti karya sastera gubahan penyair istana
yang berbahasa Persia maupun India. Karya besar berjudul Padmavat yang mengandung pesan
kebajikan jiwa manusia hasil karya penyair terkenal Malik Muhammad Jayazi. Karya Akhbar
Nama dan Aini Akhbari yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figure
pemimpinnya hasil karya sejarawan Abu Fadl pada masa Aurangzeb. Istana Fatpur Sikri di Sikri,
villa dan mesjid-mesjid yang indah dibangun pada masa Akbar dan Mesjid Taj Mahal di Agra,

Mesjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore dibangun pada masa Syah Jehan masih ada sampai
sekarang (Badri Yatim, 2004:151).
2.3.4