Kritik atas Model Empirik Hathaway pada

Kritik atas Model Empirik Hathaway pada Makalah “Apakah Perjanjian
Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia Membuat Perbedaan?” | 1

Kritik atas Model Empirik Hathaway pada Makalah “Apakah
Perjanjian Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia Membuat
Perbedaan?”
Dalam sebuah artikel oleh Profesor Oona Hathaway, beliau bermaksud
untuk mengukur dampak dari ratifikasi perjanjian internasional atas pelanggaran
hak asasi manusia yang sebenarnya.1 Hathaway mempertahankan bahwa
analisisnya itu mendukung berbagai klaim empirik yang penting, termasuk: (1)
negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang lebih buruk, tampak
meratifikasi perjanjian internasional dengan tingkat yang lebih tinggi dibanding
negara-negara yang memiliki catatan hak asasi manusia yang lebih baik; (2)
ratifikasi perjanjian internasional dikaitkan dengan praktek hak asasi manusia
yang lebih buruk dari yang diharapkan; (3) prosedur penegakan hukum
memperkecil tingkat ketidakpatuhan; dan (4) ratifikasi dikaitkan dengan praktik
yang lebih baik dalam sistem demokrasi purna.2
Hathaway menegaskan bahwa temuan ini bertentangan dengan prediksi empiris
baik dari segi rational actor dan normative models kepatuhan atas perjanjian
internasional; dan dia menawarkan model teoritis yang, dalam pandangannya,
lebih memadai menjelaskan tentang bukti empiris.3 Dia menyatakan bahwa

perjanjian internasional 'beroperasi pada lebih dari satu tingkat secara serempak.
Mereka menciptakan hukum yang mengikat yang dimaksudkan untuk memiliki
efek tertentu dan mereka mengungkapkan posisi negara-negara yang bergabung
dengan mereka.4 Bagi Hathaway, peran ganda perjanjian internasional ini bisa
membantu menjelaskan 'pola yang bersifat paradoks

dalam interaksi antara

ratifikasi perjanjian hak asasi manusia dan praktik hak asasi manusia.5 Dia
menunjukkan bahwa beberapa negara meratifikasi perjanjian internasional untuk
memberi sinyal kepada aktor yang penting lainnya akan komitmen mereka
1

Hathaway, ‘Do Human Rights Treaties Make a Difference?’, 112 Yale L.J. (2002) 1935
Ibid., at 1999
3
Ibid., at 1989-2002
4
Ibid., at 2002
5

Ibid.
2

Kritik atas Model Empirik Hathaway pada Makalah “Apakah Perjanjian
Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia Membuat Perbedaan?” | 2

terhadap hak asasi manusia.6 Karena sifat hukum perjanjian internasional di
bidang hak asasi manusia internasional, ratifikasi hampir tanpa biaya dalam aturan
perjanjian internasional yang tidak ditegakkan tidak memerlukan perubahan yang
sebenarnya dalam praktek negara. Lebih khusus lagi, para pelaku internasional
(termasuk negara-negara dan organisasi-organisasi non-pemerintah) mengganjar
negara

yang

meratifikasi

dengan

mengurangi


tekanan

politik

untuk

mempromosikan standar hak asasi manusia, dengan demikian sebenarnya
meningkatkan pelanggaran hak asasi manusia.7 Dengan cara ini, hukum dan
politik dari perjanjian internasional di bidang hak asasi manusia internasional
menyediakan insentif struktural untuk beberapa 'negara [untuk] mengambil sikap
yang mana mereka kemudian belum menyesuaikan diri'.8
Proyek Hathaway adalah studi empiris yang paling baik yang disusun
tentang masalah ini di dalam kepustakaan hukum. Namun, penelitian Hathaway
tidak cukup menjelaskan cara bagaimana, dan kondisi ketika, norma-norma hak
asasi manusia digabungkan ke dalam praktek hukum nasional. Karena penelitian
ini berusaha untuk memahami secara lebih lengkap hubungan antara hukum hak
asasi manusia internasional dan praktik domestik. Memang, baik teoretikus
rational actor dan normative mendalilkan bahwa struktur proses sosial hubungan
antara hukum internasional dan pengambilan keputusan di dalam negara dalam

hukum internasional adalah bagian dari lingkungan kelembagaan yang di
dalamnya negara bertindak. Pendekatan teoritis berbeda dalam hal-hal penting
lainnya, termasuk logika pilihan sosial yang digunakan oleh negara-negara dan
sifat dasar proses sosial yang menuntun penyatuan norma-norma internasional.
Hathaway tidak memperhitungkan ini, modelnya tidak dirancang untuk mengatasi
perdebatan antara para teoretikus rational actor dan normative. Penggabungan
norma hak asasi manusia adalah suatu proses; hukum perjanjian internasional
memainkan peran penting dalam proses ini; dan Penelitian Hathaway tidak
memberikan alasan untuk menolak pandangan ini.

6
7
8

Ibid., at 2005-2006
Ibid., at 2007

Kritik atas Model Empirik Hathaway pada Makalah “Apakah Perjanjian
Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia Membuat Perbedaan?” | 3


Variabel bebas Hathaway (ratifikasi perjanjian internasional) dan variabel
terikat (pelanggaran HAM yang dilaporkan) adalah subjek akan kesalahan
pengukuran yang mempertanyakan hasil temuan empirisnya. Kedua variabel
tersebut gagal untuk menjelaskan poros paling penting sepanjang yang kita
harapkan dapat melihat variasi-variasi. Desain penelitian karenanya tidak cukup
merangkum

sifat

pelanggaran

hak

asasi

manusia;

dan

itu


tidak

mempertimbangkan berbagai cara di mana negara-negara yang berorientasi
kepada tatanan hukum internasional.
Fokus Hathaway terhadap ratifikasi sebagai variabel bebas patut
dipertanyakan, ratifikasi adalah suatu tahap dalam proses yang lebih luas dari
penggabungan dan signifikansi yang relatif pada tahap ini akan bervariasi dengan
dampak yang beragam terhadap pengukuran tingkat kepatuhan. Sebagai masalah
hukum internasional, inti kewajiban dalam perjanjian internasional terlampir
terlebih dahulu dalam proses penggabungan (the incorporation process) - yaitu,
pada saat ditandatangani perjanjian internasional tersebut.9 Sebagai masalah
hukum nasional, banyak pemerintah mengkondisikan penerimaan mereka tentang
kewajiban-kewajiban dalam perjanjian internasional dalam ketentuan undangundang nasional mereka. Ratifikasi dapat mencerminkan inisiasi, titik kulminasi
atau konfigurasi ulang dari perjuangan politik di tingkat dalam negeri. Keputusan
pemerintah untuk meratifikasi mungkin akan didahului oleh tindakan lain yang
signifikan secara hukum internasional yang kemudian dapat diikuti oleh negara
lain. Ketika tindakan ini terjadi pada proses penggabungan tentu beragam. Saat
yang paling penting dalam proses penggabungan untuk setiap negara mungkin
menjadi keputusan bagi negara lain untuk meratifikasi perjanjian internasional di

bidang hak asasi manusia yang signifikan. Tugas empiris yang sentral seharusnya
mengidentifikasi kondisi ketika proses bergerak maju dan kondisi ketika ia
mandek.
Ukuran

Hathaway

tentang

terhadap

variabel

terikat

tidak

mempertimbangkan strategi, bahwa pemerintah seringkali mengadopsi sebagai
tanggapan untuk meningkatkan penegakkan sebuah norma. Masalah utama di sini
9


See Hathaway, supra note 1, at 1963 n.113

Kritik atas Model Empirik Hathaway pada Makalah “Apakah Perjanjian
Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia Membuat Perbedaan?” | 4

menyangkut perilaku strategis dan substitusi. Mengukur satu bidang hak asasi
manusia tanpa secara bersamaan mengukur yang lainnya akan disalahartikan pola
dan prevalensi kondisi hak asasi manusia. Masalah untuk model seperti Hathaway
adalah bahwa kepatuhan yang lebih besar terhadap sebuah kewajiban dapat
muncul sebagai kepatuhan yang lebih rendah terhadap kewajiban yang lain. Oleh
karena itu, suatu model mempelajari hanya pengadilan yang tidak adil akan
menunjukkan kondisi hak asasi manusia memburuk, meskipun kondisi negara
secara keseluruhan mungkin membaik karena norma perjanjian ini secara bertahap
digabungkan ke dalam praktek dalam negeri.
Kesulitan lain adalah bahwa variabel standar dalam bidang ini hanya
mengukur pelanggaran hak asasi manusia yang tercatat dan dilaporkan, bukan
pelanggaran yang sebenarnya. Masalahnya adalah bahwa membaiknya kondisi
hak asasi manusia meningkatkan akses terhadap informasi mengenai jangkauan
pelanggaran hak asasi manusia. Keterbatasan mengenai ini di dalam data dapat

menghasilkan hasil pengukuran yang menyimpang: Semakin suatu negara
melindungi hak-hak warga negaranya, ia akan menjadi negara dengan catatan
yang semakin memburuk terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang terdeteksi.
Secara khusus, model yang diperkenalkan Hathaway tidak dapat, sebagai
contoh, secara memadai membedakan antara (1) keadaan di mana tingkat
penyiksaan meningkat pasca ratifikasi dan (2) keadaan di mana penyiksaan
menurun

pasca-ratifikasi

tetapi

tampak

meningkat

karena

liberalisasi


memudahkan proses pendokumentasian dan pelaporan kasus penyiksaan.
Kesalahan pengukuran dibuat dengan menggunakan pelanggaran yang dilaporkan
tidak akan menjadi masalah jika kesalahannya itu acak. Kesalahan pengukuran ini
dalam model empiris yang diperkenalkan Hathaway, bagaimanapun juga,
sistematis (yaitu, tidak acak). Masalah untuk model Hathaway adalah bahwa
ratifikasi perjanjian internasional memicu proses sosial dan politik yang
memperburuk kesalahan pengukuran ini.
Model empiris yang diperkenalkan Hathaway tidak akan menjelaskan
banyak mengenai adanya variasi di dalam data. Dengan demikian, bahwa
penelitian Hathaway menghasilkan ‘tidak adanya hubungan statistik yang

Kritik atas Model Empirik Hathaway pada Makalah “Apakah Perjanjian
Internasional di Bidang Hak Asasi Manusia Membuat Perbedaan?” | 5

signifikan antara perjanjian internasional ratifikasi dan peringkat HAM di
sebagian besar analisis multi-variable nya.10 Titik statistik ini mungkin
memerlukan klarifikasi: kurangnya hubungan yang signifikan secara statistik
antara ratifikasi dan praktek tidak memperlihatkan bahwa dampak sebuah
perjanjian itu terlalu signifikan. Sebaliknya, hasil statistik yang tidak signifikan
memberi kesan kecenderungan (dan barangkali tidak-acak) kesalahan pengukuran

dalam variabel bebas dan tidak bebas.11 Artinya, temuan tersebut kurang kuat
untuk mengkonfirmasi atau tidak mengkonfirmasi setiap dalil yang disetujui
secara empiris.

10
11

Hathaway, supra note 1, at 1994
Ibid., at 1993 n.195 and 1978

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22