Peningkatan Sektor Pertanian sebagai Upa

PENINGKATAN SEKTOR PERTANIAN SEBAGAI UPAYA MENGURANGI
KETIMPANGAN SPASIAL DI KABUPATEN TUBAN
Lailia Rahmawati / 041411131111

Abstrak
Secara spasial,, wilayah di Kabupaten Tuban Selatan merupakan daerah pertanian, sedangkan
di Tuban Utara merupakan daerah kelautan dan pertambangan. Kinerja ekonomi Kabupaten
Tuban yang diukur dari nilai PDRB-nya, menunjukkan bahwa kontribusi terbesar adalah di
sektor pertanian. Namun, dalam kenyataannya sektor ini tidak mampu memberikan tingkat
pendapatan yang tinggi bagi penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Sehingga terjadi
tingkat ketimpangan yang cukup tinggi antara Tuban Selatan dan Tuban Utara.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat ketimpangan di Tuban Utara dan Tuban
Selatan, (2) menyusun strategi peningkatan sektor pertanian sebagai upaya mengurangi
ketimpangan spasial di Kabupaten Tuban. Alat analisis yang digunakan adalah indeks
Williamson dan SWOT analysis.
Kata kunci: ketimpangan spasial, sektor pertanian,

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah dan
masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah
tersebut (Arsyad, 1999)
Pembangunan ekonomi daerah merupakan kewenangan setiap pemimpin daerah
setelah adanya undang-undang otonomi daerah No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Maju dan berkembang atau tidaknya suatu daerah tergantung pada bagaimana pemerintah
daerah menjalankan sistem dan kebijakan untuk memajukan daerahnya.
Kabupaten Tuban merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang dilewati oleh
jalur daendles dan memanjang sepanjang pantai utara jawa. Kabupaten Tuban terdiri atas 20
kecamatan. Secara spasial Kabupaten Tuban dapat dibagi menjadi tiga kelompok daerah
dengan spesifikasi jenis kegiatan ekonomi yang beragam. Kawasan Tuban Utara, Kawasan
Penyangga Pantura dan Kawasan Tuban Selatan.
Kawasan Tuban Utara yang terdiri atas Kecamatan Bancar, Tambakboyo, Jenu,
Tuban, Palang dan Widang memiliki diversifikasi jenis perekonomian di bidang potensi hasil
laut, industri, pertanian dan pertambangan. Kawasan Penyangga Pantura terdiri atas
Kecamatan Semanding, Merakurak, Montong dan Kerek dimana perekonomian bertumpu
pada pertanian dan pertambangan. Kawasan Tuban Selatan terdiri atas Kecamatan Plumpang,

Rengel, Soko, Parengan, Grabagan, Singgahan, Senori, Bangilan, Jatirogo, dan Kenduruan
dimana perekonomian bertumpu pada pertanian, kehutanan dan pertambangan.
Berdasarkan jenis perekonomian masyarakat Kabupaten Tuban, dapat dilihat bahwa
sektor pertanian merupakan sektor yang paling menyebar dan terletak di setiap kawasan. Hal
ini membuat sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar PDRB tuban dalam 3 tahun
terakhir dengan rata-rata menyumbang 24% dari total PDRB Kabupaten Tuban.
Pelaksanaan pembangunan ekonomi di Kabupaten Tuban tidak dapat dipungkiri telah
menghasilkan adanya pencapaian yang berbeda terutama di 3 kawasan tersebut. Pencapaiaan
yang berbeda antar kawasan inilah yang akhirnya menimbulkan adanya ketimpangan spasial
antara Kawasan Tuban Utara dalam hal ini ditambah Kawasan Penyangga Pantura dengan
Kawasan Tuban Selatan.
Sektor industri mampu menjadi daya dorong yang besar bagi kemajuan perekonomian
suatu daerah, sedangkan sektor pertanian menghasilkan nilai tambah dan spread effect yang
rendah terhadap perkembangan perekonomian suatu daerah. (kusumawardani 2006)
Sektor pertanian yang merupakan penyumbang terbesar PDRB nyatanya belum bisa
menjadi penyumbang terbesar dalam perekonomian pelakunya. Hal ini menyebabkan
Kawasan Tuban Selatan yang lebih bertumpu pada sektor pertanian mengalami sedikit
ketertinggalan dibanding Kawasan Tuban Utara yang mulai beralih ke industri dan
pengolahan hasil laut.
1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa tingkat ketimpangan antara Kawasan Tuban Utara dan Kawasan Tuban
Selatan?
2. Bagaimana strategi peningkatan sektor pertanian untuk mengurangi ketimpangan
spasial di Kabupaten Tuban?
2

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan paper ini yaitu :
1. Untuk menganalisa seberapa besar tingkat ketimpangan antara kawasan tuban utara
dan kawasan tuban selatan
2. Untuk mendeskripsikan strategi peningkatan sektor pertanian sebagai upaya
mengurangi ketimpangan spasial di kabupaten Tuban.
1.4 Manfaat Penelitian
Penulisan ini memiliki manfaat secara teoritik maupun praktik. Secara teoritik,
penulisan ini mampu memberikan gambaran mengenai ketimpangan spasial di Kabupaten
Tuban dan cara peningkatan sektor pertanian. Secara praktik penulisan ini dapat
bermanfaat bagi :
a. Pemerintah : sebagai pihak yang merencanakan pembangunan Kabupaten
Tuban dan sebagai pembuat kebijakan
b. Petani : sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan sektor pertanian

c. Masyarakat : sebagai saran untuk memanfaatkan dan mengelola sektor
pertanian
d. Penulis : sebagai referensi untuk penulisan berikutnya.

3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kuncoro (2004) dalam lingkup negara, pembangunan daerah secara spasial tidak
selalu merata. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan yang cepat, sementara daerah-daerah
lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Kesenjangan tersebut menunjukkan adanya
perbedaan sumber-sumber yang dimiliki, kecenderungan investor memilih daerah perkotaan
atau daerah yang telah memiliki fasilitas memadai, serta ketimpangan redistribusi pembagian
pendapatan dari pemerataan pusat ke daerah.
Secara umum, penyebab kemiskinan di Indonesia adalah malapraktik pembangunan
akibat formulasi kebijakan ekonomi yang diproduksi oleh pemerintah cenderung
mendahulukan kepentingan pemilik modal dan sektor industri / jasa ketimbang pelaku
ekonomi kecil dan sektor pertanian (Satriawan dan Oktaviani 2012).
Sektor pertanian di Indonesia dibangun oleh petani, sehingga kesejahteraan petani

harus menjadi perhatian karena pertanian merupakan sektor pendukung ketahanan pangan
nasional. Strategi pennggulangan kemiskinan di Indonesia didasarkan pada argumentasi
bahwa dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kemiskinan akan dapat dikurangi melalui
mekanisme trickling down effect. Namun program ini belum mencapai hasil yang diharapkan
(Astuti dan Musiyam 2009)

4

BAB III
PEMBAHASAN

Data BPS Kabupaten Tuban menunjukkan bahwa pada tahun 2013 nilai PDRB
Kabupaten Tuban sebesar 27.615.185.770.000 mengalami kenaikan sebesar
3.532.314.290.000 dibanding tahun 2012. Kenaikan PDRB ini disumbang oleh kenaikan dari
semua sektor dimana kenaikan tertinggi pada sektor industri pengolahan yaitu sebesar
837.996.100.000. sektor pertanian mengalami kenaikan sebesar 627.501.560.000, nilai ini
lebih rendah dibanding kenaikan dari sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor
pertambangan dan penggalian.
Perekonomian Kabupaten Tuban mulai beralih ke sektor industri pengolahan,
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertambangan dan penggalian. Peralihan sektor

perekonomian ini menyebabkan adanya ketimpangan di Kabupaten Tuban. Sektor-sektor
penyumbang PDRB tertinggi sebagian besar berada di Kawasan Tuban Utara, sedangkan
Kawasan Tuban Selatan masih di dominasi oleh sektor pertanian.
Data pendapatan tiap kecamatan di Kabupaten Tuban pada triwulan I tahun 2012
sebagai berikut (dalam Rp) :
Kecamatan

Pendapatan

Kecamatan Tuban
Kecamatan Merakurak
Kecamatan Semanding
Kecamatan Palang
Kecamatan Jenu
Kecamatan Bancar
Kecmatan Jatirogo
Kecamatan Bangilan
Kecamatan Grabagan
Kecamatan Senori
Kecamatan Kenduruan


937.731.765,78
330.237.310,88
1.370.378.726,68
573.907.092,79
431.998.402,95
395.522.253,84
435.755.091,73
364.369.281,99
277.532.618,45
311.151.140,55
141.664.911,00

Kecamatan Montong
Kecamatan Kerek
KecamatanTambakboyo
Kecamatan Singgahan
Kecamatan Parengan
Kecamatan Soko
Kecamatan Rengel

Kecamatan Plumpang

340.868.506,85
365.797.168,51
263.732.347,55
331.030.052,99
277.433.074,59
728.165.781,99
424.865.194,46
697.133.389,15

Kecamatan Widang
Total

336.346.172,81
9.335.620.285,54

Sumber : pemerintah Kabupaten Tuban
5


Pendapatan tertinggi yaitu Kecamatan Semanding sebesar Rp 1.370.378.726,68
sedangkan kecamatan dengan pendapatan terendah yaitu Kecamatan Kenduruan sebesar Rp
141.664.911,00. Kecamatan Semanding merupakan kecamatan terluas dengan penduduk
terbanyak yaitu mencapai 116ribu jiwa. Perekonomian Kecamatan Semanding bertumpu pada
pertambangan, pertanian ladang, dan perdagangan. Sedangkan Kecamatan Kenduruan dengan
jumlah penduduk sebanyak 31.084 sebagian besar bekerja pada pertanian dan kehutanan.
Berdasarkan pengukuran menggunakan Indeks Williamson, diketahui bahwa tingkat
ketimpangan Kawasan Tuban Utara dengan Kawasan Tuban Selatan mencapai 0.56. dalam
Indek Williamson, nilai tersebut masuk kedalam kategori ketimpangan level tinggi.
Ketimpangan ini disebabkan oleh lebih majunya perekonomian di Kawasan Tuban Utara
dibanding Kawasan Tuban Selatan.
Tingginya nilai Indeks Williamson membuktikan bahwa terjadi ketimpangan yang
cukup tinggi di Kabupaten Tuban antara Kawasan Tuban Utara dan Kawasan Tuban Selatan.
Untuk mengurangi ketimpangan ini perlu dilakukan peningkatan terhadap sektor tertinggal
dan sektor yang menjadi penyangga perekonomian masyarakat. Sektor pertanian merupakan
sektor yang perlu dilakukan peningkatan sebagai upaya mengurangi ketimpangan spasial
dikarenakan perekonomian masyarakat yang bertumpu pada pertanian.
Pertanian di Kabupaten Tuban terbagi menjadi dua jenis yaitu pertanian ladang dan
pertanian sawah. Kawasan Tuban Utara kebanyakan berupa pertanian ladang sedangkan
Kawasan Tuban Selatan berupa pertanian sawah. Pertanian ladang memiliki biaya yang lebih

sedikit dalam perawatan maupun pengolahan lahan jika dibandingkan dengan pertanian
sawah.
Kawasan Tuban Utara dengan memiliki beberapa hasil panen diantaranya jagung,
kacang tanah, cabe keriting, mangga, siwalan, asam, sawo, duku dan sarikaya. Jenis tanaman
tersebut memiliki perawatan yang mudah dan tergolong cepat dalam hal proses awal hingga
pemanenan. Beberapa tanaman bahkan tidak membutuhkan biaya perawatan seperti mangga,
siwalan, asam, sawo, duku dan sarikaya. Meskipun dengan biaya yang rendah, akan tetapi
tanaman tersebut selalu panen secara periodik dengan hasil yang tinggi.
Kawasan Tuban Selatan memiliki beberapa hasil panen berupa padi, jagung, ubi jalar,
kedelai, kacang hijau, dan cabe. Pertanian di Kawasan Tuban Selatan bertumpu pada tanaman
pangan karena lahannya yang basah. Pertanian jenis ini membutuhkan perawatan yang sangat
intensif dan membutuhkan waktu yang lama hingga pemanenan.
Petani kebanyakan dihadapkan pada masalah dana. Keterbatasan modal yang dimiliki
petani berdampak pada kemiskinan yang mereka derita. Pada masa tanam petani
membutuhkan modal besar-besaran tetapi mereka tidak bisa memprediksi hasil panen
nantinya. Oleh karena itu mereka meminjam kepada bank atau kepada ketua kelompok tani
Sedangkan harga hasil panen belum tentu sesuai dengan harapan petani. Jangka tunggu yang
lama mulai dari proses pembibitan hingga panen juga merupakan suatu masalah yang
dihadapi petani. (Satriawan dan Oktaviani 2012).
Untuk dapat menentukan solusi alternatif peningkatan pertanian di Kabupaten Tuban

bisa di analisa menggunakan SWOT analisis dimana terdiri dari empat faktor analisa yaitu :
1. Strength
2. Weakness
3. Opportunity
6

4. Threat

Weakness

Strength
- Luasnya lahan pertanian di Kabupaten
Tuban. Berdasarkan sensus 2009 kurang
lebih 228.326 Ha lahan produktif di
Kabupaten Tuban
-Terdapat dua jenis pertanian yang masingmasing memiliki kelebihan untuk
dikembangkan
-Terdapat pasar yang luas untuk hasil panen
baik lahan kering maupun lahan basah

- Belum maksimalnya pengolahan lahan
pertanian
- Sistem bertani yang digunakan masih belum
menghasilkan hasil panen maksimal

Threat

Opportunity
- Pengolahan hasil pertanian untuk
meningkatkan nilai tambah produk
- Spesialisasi hasil pertanian untuk setiap
kecamatan.

- Berkurangnya lahan pertanian dikarenakan
banyaknya pembangunan kawasan hunian
- Belum adanya regenerasi petani
- Belum adanya peraturan yang memihak
petani

Berdasarkan analisa SWOT tersebut, sektor pertanian memiliki keunggulan dan
potensi yang besar apabila mampu dimaksimalkan dalam pengolahannya.Peningkatan daya
tarik sekor pertanian sehingga mampu menjadi salah satu komoditas yang ikut andil dalam
pembangunan jangka panjang merupakan salah satu tugas berat dimana tidak hanya berada di
tangan pemerintah sebagai manajer pengelola pembangunan tetapi juga peran serta
masyarakat, pengusaha dan sebagainya yang mana memiliki kepentingan terhadap
pembangunan di wilayah tersebut.
Peningkatan daya tarik sektor pertanian perlu dilakukan sehingga mampu menarik
pemilik modal untuk berinvestasi yang nantinya dapat menimbulkan inovasi terbaru dalam
bidang pertanian. Untuk meningkatkan investasi dalam hal ini perlu didukung dengan adanya
fasilitas penunjang yang bersifat internal dan eksternal. Internal yaitu berupa perbaikan dalam
bidang pertanian sehingga mampu menjadikan pertanian sebagai salah satu tujuan investasi.
Faktor eksternal berupa fasilitas yang menjadi tugas pemerintah seperti akses jalan, saluran
irigasi dan ketersediaan fasilitas pelengkap di bidang pertanian. (Setiono 2011)
Ketika faktor internal dan eksternal telah baik, hal yang perlu diperhatikan yaitu
menciptakan iklim usaha yang kondusif. Iklim usaha yang kondusif ini perlu diciptakan
dalam usaha bersama antara petani, pemerintah dan pelaku pasar. Bulog sebagai lembaga
yang turun tangan dalam hal ini harus mampu menjalankan perannya secara nyata, bukan
hanya sebagai penampung tapi mampu bertindak lebih sebagai perantara pasar.
Beberapa alternatif solusi yang dapat dipilih untuk meningkatkan sektor pertanian
yaitu :
1. Menciptakan kebijakan propetani
2. Perbaikan sarana irigasi

7

3. Pendistribusian pupuk yang baik meliputi jumlah yang cukup, merata dan
pendistribusian yang tepat waktu
4. Adanya kemudahan akses perbankan sehingga memudahkan petani untuk
mendapatkan biaya sehingga tidak bergantung pada rentenir
5. Peningkatan peran Bulog bagi petani dan pasar terutama ketika waktu panen tiba
6. Sosialisasi untuk memanfaatkan lahan tidak terfokus pada tanaman pangan tetapi
dengan variasi lain misal sayuran yang dapat diterapkan dengan sistem
tumpangsari
7. Pengadaan kemitraan antarpetani dan pemerintah melalui pemberian hewan ternak
dengan sistem bagi hasil.
8. Dibangunnya sentra produksi serta pengolahan hasil pertanian di setiap
kecamatan.
Pengembangan ekonomi lokal dalam hal ini antar kecamatan perlu untuk diadakan
sebagai penyokong perekonomian yang lebih besar. Kekuatan ekonomi internal yang kuat
dari tiap kecamatan mampu menjadi suatu fondasi untuk menciptakan persaingan yang lebih
kompetitif dan juga meningkatkan daya saing serta daya tarik wilayah. Perekonomian lokal
mampu menjadi solusi bagi pemerintah untuk menciptakan distribusi pendapatan yang merata
antar daerah serta meningkatkan kapasitas lokal untuk mempromosikan dan mempertahankan
proses pembangunan berkelanjutan.

8

BAB IV
PENUTUP

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi penopang perekonomian
masyarakat Kabupaten Tuban. Dengan luasnya lahan pertanian di Kabupaten Tuban maka
pemerintah sebagai pihak yang berwenang patut untuk mengoptimalkan hal ini agar mampu
menjadi salah satu sumber penopang perekonomian daerah dan juga perekonomian rakyat.
Sinergi antarmasing-masing pihak yang terlibat dalam pembangunan daerah meliputi
pemerintah, investor dan masyarakat harus diciptakan sehingga mampu menciptakan
pembangunan yang merata di setiap wilayah.

9

Daftar Pustaka

Arsyad , L. 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi
pertama. Yogyakarta : BPFE,
Astuti dan Musiyam. (2009). “Kemiskinan dan Perkembangan Wilayah di Kabupaten
Boyolali”. Jurnal forum geografi, vol.23, (1).
Kuncoro, M. 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi,
dan Peluang, Jakarta : Erlangga
Kusumawardani, Deni. (2006) “Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Antar Kabupaten Di
Jawa Timur Agustus” jurnal ekonomi fe unair vol. 1 (7).
Satriawan, Bondan dan Henny Oktavianti. (2012) “Upaya Pengentasan Kemiskinan pada
Petani Menggunakan Model Tindakan Kolektif Kelembagaan Pertanian”. Jurnal ekonomi
pembangunan vol 13, (1).
Setiono, Dedi ns. 2011. Ekonomi Pengembangan Wilayah (Teori dan Analis). Jakarta :
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

10