Studi Tentang Kompetensi Mahasiswa dalam Merekonstruksi Pembelajaran Terpadu (Studi Inkuiri Naturalistik pada Mahasiswa Semester Enam Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau

  

STUDI TENTANG KOMPETENSI MAHASISWA DALAM MEREKONSTRUKSI

PEMBELAJARAN TERPADU (Studi Inkuiri Naturalistik pada Mahasiswa Semester

Enam Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Islam Riau)

JURNAL PENELITIAN

  

Oleh:

AGUS BASKARA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FKIP

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

   2013

  

(Agus Baskara). Studi Tentang Kompetensi Mahasiswa dalam Merekonstruksi

Pembelajaran Terpadu (Studi Inkuiri Naturalistik pada Mahasiswa Semester Enam

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Islam Riau

The student competence in reconstructing integrated Social Studies learning is an essential

competency for the student as prospective social studies teacher. The competency is required,

especially to teach social studies in junior high school, since the social studies learning in the

school is an integrated Social Studies learning. Based on the condition, it needs to examine

comprehensively and deeply how competencies of students of Social Studies education will

reconstruct the integrated Social Studies learning. The research was conducted at the

Department of Social Studies Education, Islamic University of Riau (UIR). The subjects are

sixth semester students. The study purpose is to determine how the competence of Education

student in reconstructing the integrated Social Studies learning. In order to gain a

comprehensive and in-depth result, the study used a naturalistic inquiry research methods.

Based on the research findings, it resulted that Social Science has been taught partially; this

condition impacted the students' understanding on the meanings of social learning

applications; the students understand the Social Studies as a collection of social knowledge to

be learned separately. The other results show that students only conceptually understand the

stages when they reconstruct the integrated social studies learning. However, in

implementation, the student has not been able to reconstruct the exact integrated Social Studies

learning. The main problem faced by the students is the stage of determining the relevant topics,

formulate indicators, and determine the subject matter. The effects of this problem is, when

students develop learning tools of syllabus and lesson plans (RPP), they are not able to

distinguish between integrated social studies syllabus and lesson plans with regular syllabus

and lesson plans. It is recommended that Department of Education UIR IPS to revise the social

studies curriculum and implemented the integrated learning material as a new course which

applicable and relevant to the practical demands.

  Keywords: Social studies, Integrated learning,Competencies.

  A.

  pembelajaran terpadu dimana ilmu-ilmu

LATAR BELAKANG MASALAH

  sosial yang diseleksi dan diadaptasi tersebut Konsep

  • – konsep ilmu sosial dalam dipadukan menjadi satu kesatuan. Sifat

  IPS tidak dipelajari secara terpisah tetapi keterpaduan dalam IPS diperkuat oleh dipadukan. Wesley (1964:9) menyatakan

  Sapriya (2009:26) yang berpendapat bahwa

  “the social studies are those portions or

  Pendidikan IPS sebagai “seleksi dan

  aspects of the social sciences that have been

  integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan

  selected and adapted for use in the school

  disiplin ilmu-ilmu lain yang relevan,

  or in other instructional situations

  ”. dikemas secara psikologis, ilmiah, Berdasarkan pendapat Wesley, bisa pedagogis, dan sosio-kultural untuk tujuan disimpulkan bahwa IPS merupakan seleksi pendidikan.” Implikasinya maka dan adaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang pembelajaran dalam

  IPS merupakan digunakan untuk pembelajaran di sekolah. pembelajaran yang mengintegrasikan

  Selain itu, definisi tersebut mengandung (memadukan) konsep-konsep dari disipilin makna bahwa pembelajaran IPS adalah ilmu sosial, bahkan disiplin ilmu lain yang relevan. Secara lebih tegas Numan Somantri (2001: 134) yang memberikan penjelasan IPS sebagai suatu synthetic discipline yang berusaha untuk mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

  Dengan demikian, pembelajaran

  IPS merupakan pembelajaran terpadu yang disajikan dengan secara ilmiah dan psikologis.

  Masih menurut Sapriya (2009: 35) Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPS adalah pendekatan yang bersifat integrated. Hal ini diaplikasikan melalui pelaksanan pembelajaran terpadu.

  Artinya, pembelajaran

  IPS bukan mengajarkan ilmu

  • – ilmu sosial secara utuh, melainkan membuat sintesis dari ilmu-ilmu tersebut ke dalam tema-tema tertentu sehingga siswa mampu mengkaji tema- tema tersebut dari berbagai sudut pandang ilmu sosial. Pembelajaran yang bersifat terpadu memiliki kedudukan yang sangat penting pada pendidikan IPS, karena pembelajaran yang bersifat terpadu dalam pendidikan IPS merupakan implementasi dari tujuan dan jati diri pendidikan IPS. Tanpa pembelajaran yang bersifat terpadu maka pembelajaran IPS hanya bersifat parsial, dengan hanya mengkaji suatu permasalahan berdasarkan satu disiplin ilmu saja.

  Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa IPS tidak bisa lepas dari keterpaduan konsep ilmu-ilmu sosial. Maryani dan Syamsudin (2009:2) menyatakan Penamaaan IPS sebenarnya sudah melekat dengan keterpaduan (integrated) ilmu-ilmu sosial, tujuannya sudah jelas untuk meningkatkaan kepekaan dan keterampilan dalam memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan psikologi perkembangan peserta didik.

  Materi Pendidikan IPS ditingkat sekolah merupakan kajian terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi (Puskur, 2001: 9). Materi

  pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosial yang terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Misalnya materi tentang konsep pasar, maka harus ditampilkan kapan atau bagaimana proses berdirinya (Konsep Sejarah), di mana lokasi pasar tersebut (Konsep Geografi), bagaimana hubungan antara orang-orang yang berada di pasar (Konsep Sosiologi), bagaimana kebiasaan- kebiasaan orang menjual atau membeli di pasar (Konsep Antropologi) dan berapa atau jenis-jenis barang yang diperjualbelikan (Konsep Ekonomi).

  Pada kenyataannya kurikulum IPS pada pendidikan dasar dan menengah masih terpisah pisah, Kurikulum baru (KTSP) di SMP memang sudah memadukan IPS, tetapi masih tetap masih tampak nyata generik ilmu sosialnya, Standar Kompetensi dan Kompetensi dasarnya masih terlihat parsial dan pendekatannya pun belum tematik, kecuali kelas 1, 2, dan 3 di SD pendekatan yang digunakan sudah tematik. Pada jenjang SMA, IPS sudah mengarah ke ilmu sosial,

  IPS hanya dipergunakan sebagai payung ilmu-ilmu sosial dan nama salah satu jurusan saja.

  Sejalan dengan penyelenggaraan pendidikan

  IPS di tingkat sekolah, penyelenggaraan pendidikan IPS di LPTK menurut Somantri (2001: 105) merupakan

  “integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang disajikan dalam lingkup ilmiah”. IPS Berbeda dengan ilmu sosial yang tidak berafiliasi dengan ilmu pendidikan, dimana setiap kajiannya disajikan secara mandiri dan berdiri sendiri tidak berafiliasi dengan bidang keilmuan lain. Misalnya di Fakultas Ekonomi, maka secara khusus kajian yang disajikan adalah bidang kajian ekonomi secara mandiri, tidak diintegrasikan dengan bidang kajian lain di luar ekonomi. Akan tetapi bagi Fakultas atau pun Jurusan Pendidikan IPS, walaupun di dalamnya terdapat program studi pendidikan ekonomi, pada program studi tersebut tidak hanya mengkaji pendidikan ekonomi, tetapi seharusnya mengintegrasikan kajian ekonomi dengan ilmu sosial lain melalui pendekatan interdisipliner dan atau transdisipliner. Integrasi tersebut terdeskripsikan dalam kurikulum yang dilaksanakan di LPTK. Masih menurut Somantri (2001: 102), bahwa fakultas/ jurusan IPS “harus memperhatikan tujuan pendidikan IPS pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”. Artinya, kurikulum

  IPS di LPTK harus memiliki konektivitas dan relevansi dengan pendidikan dasar dan menengah, sehingga ketika melakukan perumusan kurikulum harus dilakukan secara berdampingan dengan pendidikan

  IPS ditingkat pendidikan dasar dan menengah.

  Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa harus terdapat relevansi antara Pendidikan

  IPS di LPTK dengan Pendidikan IPS ditingkat pendidikan dasar dan menengah. Sebagian besar relevansi ini terdapat pada pengembangan kurikulum pendidikan

  IPS di LPTK dan pengembangan kurikulum di tingkat sekolah, yang mana keduanya harus memiliki keterkaitan. Faktor lain yang juga memiliki peranan penting adalah lulusan dari LPTK itu sendiri yang akan berkarir di lingkungan pendidikan dasar dan menengah. Kualitas lulusan LPTK akan menentukkan sejauh mana ketercapaian tujuan pendidikan IPS di sekolah, kemudian ketercapaian aplikasi konsep keterpaduan

  (integrated ) dalam pembelajaran IPS dan

  bagaimana mereka mampu mengembangkan sendiri kurikulum IPS di sekolah tempat mereka bekerja. Berdasarkan tuntutan tersebut, seharusnya guru IPS dipersiapkan secara khusus di LPTK melalui program studi pendidikan IPS.

  Fakta saat ini, hampir tidak ada program studi Strata 1 (S1) pada LPTK di Indonesia yang mengkhususkan diri mempersiapkan mahasiswanya untuk menjadi guru IPS. Pada saat ini baru ada dua program studi Pendidikan IPS S1 yaitu di Universitas Pendidikan Indonesia dan di Universitas Negeri Yogyakarta. Pada LPTK yang lain, pendidikan IPS baru ada pada level fakultas dan jurusan yang membawahi program studi yang berada dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial

  Permasalahan yang terjadi di atas merupakan masalah yang aktual saat ini. Sebagai solusinya maka mahasiswa yang kuliah di program studi pendidikan ekonomi, pendidikan sejarah dan pendidikan geografi selama mereka berada di bawah jurusan Pendidikan

  IPS, seharusnya mendapatkan kurikulum yang memiliki konten IPS. Jika meninjau pada kebijakan pemerintah, hal ini sejalan dengan Keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, Keputusan Mendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, dan SK Dirjen Dikti nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Dalam peraturan-peraturan tersebut dijelaskan bahwa terdapat mata kuliah yang memuat konten kurikulum fakultas dan jurusan. Mahasiswa di program studi harus mendapat mata kuliah yang berbasis jurusan/fakultasnya.

  Jika meninjau kebijakan tersebut maka pembelajaran terpadu pada jurusan

  IPS dapat dijadikan mata kuliah jurusan. Walaupun mahasiswa kuliah di program studi pendidikan ekonomi, mereka dapat belajar tentang pembelajaran terpadu secara khusus agar mampu untuk menyusun dan merencanakan pembelajaran yang bersifat terpadu. Mereka harus mampu memadukan konsep ekonomi dengan bidang keilmuan lainnya dalam ilmu sosial ketika menemukan suatu permasalahan sosial dan berusaha memecahkannya berdasarkan pola pikir yang majemuk, tidak hanya dilihat dari ilmu ekonomi saja.

  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau (FKIP- UIR) merupakan satu-satunya LPTK swasta di Propinsi Riau yang memiliki Jurusan Pendidikan IPS. Jurusan ini berdiri mulai tahun 2005 dan memiliki satu program studi, yaitu program studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Minat masyarakat terhadap jurusan ini cenderung tinggi. Minat tersebut dibuktikan dengan pelamar yang mendaftar setiap tahunnya selalu tinggi. Berdasarkan data borang akreditasi program studi, saat ini jurusan pendidikan

  IPS memiliki mahasiswa sebanyak 578 orang, dan telah menghasilkan lulusan sebanyak dua angkatan. Selain itu, terdapat dua angkatan yang telah diterima di dunia kerja dan sebanyak lima puluh persen mengajar di satuan pendidikan menengah baik di SMP/ di MTs.

  Mahasiswa di jurusan pendidikan IPS dibebankan 152 SKS mata kuliah wajib yang berisi mata kuliah yang bersifat umum, mata kuliah dasar kependidikan, mata kuliah dasar profesi dan mata kuliah bidang keahlian. Mata kuliah yang berhubungan dengan pendidikan IPS terdiri dari Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Telaah Kurikulum

  IPS dan Ekonomi, Telaah Buku Teks IPS dan Ekonomi, dan Strategi Belajar Mengajar Ekonomi Akuntansi. Walaupun konten kurikulum tersebut sudah ada, akan tetapi, pola pikir mahasiswa masih terbatasi bahwa mereka hanya akan menjadi guru ekonomi/akuntansi di SMA/SMK. Sehingga mahasiswa tidak mempersiapkan diri jika suatu saat mereka akan mengajar di SMP.

  Permasalahan lain yang ditemukan adalah adanya keluhan dari sekolah tempat mahasiswa melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Hal ini terungkap dari hasil survey yang dilakukan oleh panitia pengelola PPL bahwa keluhan umumnya berasal dari SMP/MTs yang mempermasalahkan kemampuan mahasiswa yang mengajar mata pelajaran

  IPS. Mahasiswa hanya menguasai pelajaran ekonomi saja, sedangkan di SMP/MTs pelajaran ekonomi terintegrasi dengan geografi, sejarah dan sosiologi melalui mata pelajaran

  IPS. Permasalahan- permasalahan tersebut menarik peneliti untuk mengetahui secara lebih mendalam dan komprehensif mengenai kompetensi mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR dalam merekonstruksi pembelajaran yang bersifat terpadu.

  Terdapat beberapa definisi pendidikan IPS yang dikemukakan pakar pendidikan IPS, seperti yang dikemukakan oleh Wesley (1964), Gross (1964), Frasser dan West (1993), Djahiri dan Makmun (1979), Somantri (2001) dan Sapriya (2009). Wesley (1964: 9) mengemukakan

  “the social studies are those portions or aspects of the social sciences that have been selected and adapted for use in the school or in other instructional situations

  ”. Dari definisi tersebut Wesley berpendapat bahwa Pendidikan IPS merupakan bagian atau aspek ilmu-ilmu sosial yang telah diseleksi dan disesuaikan untuk digunakan di sekolah atau di dalam situasi pengajaran lainnya.

  Definisi dari Wesley sejalan dengan pendapat Somantri (2001: 109) yang mendefinisikan Pendidikan IPS adalah “..suatu synthetic discipline yang berusaha untuk mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Pendapat ini diperkuat dengan definisi yang dikemukakan Sapriya (2009: 26) yang berpendapat bahwa Pendidikan

  • – definisi di atas, terdapat kesamaan konsep dalam mendefinisikan pendidikan IPS yaitu sebagai integrasi dari beberapa disiplin ilmu khususnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu pendidikan. Makna integrated ini mengimplikasikan bahwa Pendidikan IPS bukan sekedar mensistesiskan konsep konsep yang relevan antara ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial, tetapi juga mengkorelasikan dengan masalah-masalah sosial, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Pendidikan IPS diharapkan berkontribusi dalam menciptakan warga negara yang baik. Merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan kajian terpadu yang merupakan gabungan

  IPS sebagai “seleksi dan integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu- ilmu lain yang relevan, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis, dan sosio- kultural untuk tujuan pendidikan.”

  Kemudian Djahiri dan Ma’mun

  (1979: 2) berpendapat bahwa: “IPS atau studi sosial konsep-konsepnya merupakan konsep pilihan dari berbagai ilmu lalu dipadukan dan diolah secara didaktis- pedagogis sesuai dengan tingkat perkembangan siswa”. Sebagaimana

  Djahiri dan Makmun, Frasser and West, (1981: 15) berpendapat “…the social studies, on the other hand, consist of materials selected from the social sciences and organized for instruction of children and youth”. Berbeda dengan pendapat Wesley, Frasser dan West membatasi pendidikan IPS sebagai pengajaran yang diberikan pada anak dan remaja.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Pendidikan IPS

  Berbeda dengan pendapat yang lain, Gross (1964: 129) menyatakan

  “ the social studies are those studies that provide understanding of man’s way of living, of the basic needs of man, of the activities in which he engages to meet his needs, and of the institutions he has developed”. Gross

  tidak hanya berbicara Pendidikan IPS sebagai suatu sintesis beberapa disiplin ilmu sosial, tetapi juga mendefinisikan Pendidikan IPS sebagai sintetis disiplin yang mempelajari tentang cara hidup, kebutuhan dasar, dan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya, dan lembaga-lembaga yang dikembangkannya.

  Berdasarkan definisi antara berbagai disiplin ilmu khususnya ilmu-ilmu sosial, yang terdiri atas beberapa bagian disiplin ilmu terseleksi seperti geografi, sosiologi, ekonomi, dan sejarah. Dalam pelaksanaannya IPS tidak dipelajari secara terpisah melainkan menjadi satu kesatuan sebagai aplikasi dari konsep keterpaduan.

  a. Pengertian Pembelajaran Terpadu Menurut Fogarty (1991: 78) pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan beberapa konsep, baik dari satu bidang studi maupun beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Kecenderungan pembelajaran terpadu diyakini sebagai suatu pendekatan berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak didik.

  Pembelajaran terpadu adalah mengintegrasikan beberapa unsur mata pelajaran. Sebagaimana dikemukakan oleh Nasution (1991: 35) bahwa usaha untuk mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai mata pelajaran akan menghasilkan suatu kurikulum yang terpadu. Artinya bahwa pembelajaran terpadu ini meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Dengan kebulatan bahan pembelajaran ini diharapkan dapat membentuk anak menjadi suatu kepribadian yang mempersatukan yakni manusia yang sesuai atau selaras hidupnya dengan sekitarnya.

  a. Landasan Filosofis Pembelajaran Terpadu

  Setiap teori belajar maupun pembelajaran pada umumnya mempunyai landasan filosofis, yang berfungsi melandasi semua aspek lainnya.

  Perumusan tujuan atau kompetensi, dan isi atau materi pembelajaran pada dasarnya bergantung pada pertimbangan- pertimbangan filosofis. Secara filosofis, kemunculan pembelajaran terpadu sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat berikut : (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme (Aisyah, dkk.,2007:211). Ketiga aliran filosofis ini menjadikan anak sebagai pusat pendidikan.

2. Pembelajaran Terpadu

  1) Filsafat Progresivisme Filsafat progresivisme merupakan suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat populer pada abad ke-20 dengan tokohnya John Dewey. Aliran progresivisme beranggapan bahwa proses pembelajaran pada umumnya perlu sekali ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah, dan memperhatikan pengalaman anak.

  Menurut Ali (1990: 146) aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan besar dalam dunia pendidikan dengan meletakkan dasar-dasar kemerdekaan kepada anak. Kebebasan secara fisik maupun cara berpikir diberikan kepada anak guna mengembangkan kemampuan dan bakat yang ada pada dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat orang lain. Sejalan dengan Ali, Sukmadinata (2005: 86) mengemukakan bahwa aliran progresivisme lebih memberikan tempat utama kepada anak, mereka bertolak dari asumsi bahwa anak adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Aliran progresivisme memandang bahwa dalam proses belajar, anak sering dihadapkan pada persoalan- persoalan yang harus mendapatkan pemecahan atau problem solving (Aisyah, 2007: 211). Dalam memecahkan masalah tersebut, anak perlu memilih dan menyusun ulang pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikinya. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran filsafat progresivisme memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan dan bakat melalui suasana kegiatan yang alamiah dengan tetap memperhatikan pengalaman anak.

  2) Filsafat konstruktivisme Aliran filsafat konstruktivisme melihat pengalaman langsung anak atau direct experiences sebagai kunci dalam pembelajaran (Aisyah,2007: 212). Bagi kontruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditrasformasikan langsung begitu saja oleh seorang pendidik kepada anak , tetapi harus dipahami sendiri oleh masing-masing anak.

  Anak harus membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses membangun pengetahuan tersebut keaktifan anak yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya memiliki peran yang amat besar dalam perkembangan pengetahuannya. Anak berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan cara melihat, mendengar, menjamah, mencium dan merasakan.

  Menurut Suparno (1997:57) konstruktivisme merupakan salah satu filsafat yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi atau bentukan kita sendiri. Pengetahuan lanjut Suparno, bukan tiruan dari kenyataan melainkan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Berdasarkan pendapat- pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak akan membentuk pengetahuannya sendiri, pengetahuan yang telah dimiliki oleh seorang anak adalah hasil aktivitas yang dilakukan oleh anak tersebut. Karena itu pengalaman langsung anak atau direct experiences sebagai kunci dalam pembelajaran.

  3) Filsafat Humanisme Humanisme melihat anak dari segi keunikan, potensi dan motivasi yang dimilikinya. Sejalan dengan hal tersebut Elias dan Merriam dalam Moenir (2006: 21-22) menyatakan humanisme berpandangan bahwa diri (self) merupakan pusat kepribadian manusia. Pengembangan self ini akan terjadi melalui aktualisasi dari potensi-potensi yang dimiliki seseorang. Self yang dimiliki oleh seseorang digambarkan sebagai sejumlah keseluruhan yang terdapat dalam individu, yang dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

  Termasuk dalam diri adalah sikap, nilai, perasaan, intelek dan ciri-ciri fisiknya. Implikasi dari hal tersebut (Aisyah, dkk.,2007: 213), maka tugas pendidikan memberikan kesempatan berkembangnya aspek individual anak dengan mengembangkan setiap bakat dan keterampilan khusus yang dimilikinya. Dalam kegiatan pembelajaran dilakukan dengan memberikan: (1) layanan pembelajaran selain bersifat klasikal, juga bersifat individual, (2) pengakuan adanya anak yang lambat dan cepat, (3) penyikapan yang unik terhadap anak yang baik menyangkut faktor personal/individual maupun yang menyangkut faktor lingkungan sosial/kemasyarakatan.

  Menurut Aisyah (2007: 213) secara fitrah anak memiliki potensi yang sama dalam memahami sesuatu. Implikasinya dalam kegiatan pembelajaran adalah : (1) pendidik bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, (2) anak disikapi sebagai subyek belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahamannya sendiri, (3) dalam proses pembelajaran pendidik lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping, motivator, penyedia bahan pembelajaran, dan aktor yang juga bertindak sebagai anak (pembelajar). Dilihat dari motivasi dan minat, anak memiliki ciri sendiri. Implikasi dari pandangan tersebut, yaitu : (1) isi pembelajaran harus memiliki manfaat bagi anak secara aktual, (2) dalam kegiatan belajarna anak harus menyadari penguasaan isi pembelajaran itu bagi kehidupannya, dan (3) isi pembelajaran perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan anak. Sejalan dengan itu Pujiati (2007) mengemukakan bahwa dalam pandangan humanisme, kurikulum hendaknya menekankan pada : (1) kebebasan untuk belajar, sehingga anak dapat mengaktualisasi diri, (2) menggunakan minat anak dan bidang pengembangan yang dipelajari bersifat komprehensif, (3) menggunakan metode penemuan dengan menekankan pada kreativitas untuk mengembangkan keingintahuan alami anak, dan (4) peran pendidik sebagai agen kerjasama untuk menciptakan suasana kondusif dalam belajar. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas diketahui bahwa aliran filsafat humanisme dalam pendidikan mengutamakan peranan anak, pendidik lebih berfungsi sebagai fasilitator yang memfasilitasi anak untuk belajar. Minat dan kebutuhan anak menjadi orientasi utama dalam mengembangakan pengalaman belajar. Strategi pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip penemuan dengan tujuan utama agar anak mampu mengaktualisasikan diri.

  Berdasarkan uraian di atas, maka aliran filsafat progresivisme, konstruktivisme dan humanisme merupakan filsafat pendidikan yang menempatkan anak sebagai pusat aktifitas pendidikan dan memandang perkembangan anak sebagai suatu proses holistik yang kontekstual. Pandangan ini melandasi mengapa diperlukan pengemasan pembelajaran terpadu pada siswa.

  C. METODE PENELITIAN

  Metode penelitian yang dianggap relevan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan inkuiri naturalistik atau

  naturalistic inquiry . Lincoln dan Guba

  (1985:39) menggunakan istilah

  Naturalistic Inquiry oleh karena ciri yang

  menonjol dari penelitian ini adalah cara pengamatan dan pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/ setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti (sebagaimana adanya natur). Terkait dengan jenis penelitian tersebut, maka peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga dengan menggunakan pendekatan inil diharapkan bahwa kompetensi mahasiswa dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dapat dideskripsikan secara lebih teliti dan mendalam.

  D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Kompetensi mahasiswa dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu tergambarkan dalam kegiatan workshop yang diselenggarakan selama 3 kali pertemuan. Hasil dari workshop tersebut menunjukkan bahwa secara konseptual mahasiswa memahami tahapan-tahapan yang harus mereka laksanakan ketika harus merekonstruksi pembelajaran IPS terpadu. Akan tetapi, dalam aplikasinya, mahasiswa belum mampu merekonstruksi secara tepat bagaimana melakukan rekonstruksi pembelajaran terpadu. Permasalahan utama yang mahasiswa hadapi adalah dalam tahap menentukan topik yang relevan dengan kompetensi dasar, merumuskan indikator, dan menentukan materi pokok. Efek dari permasalahan ini adalah ketika mahasiswa menyusun perangkat pembelajaran berupa silabus dan RPP, mereka tidak mampu membedakannya dengan silabus dan RPP biasa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, bisa diketahui bahwa secara konseptual mahasiswa memahami prinsip dan konsep pembelajaran IPS terpadu. Mereka mampu membedakan mana IPS terpadu mana pembelajaran secara parsial. Mahasiswapun mengetahui bagaiamana tahapan-tahapan yang harus mereka laksanakan untuk menyelenggarakan pembelajaran

  IPS terpadu. Permasalahannya pada tahap aplikasi mereka mengalami kesulitan, yaitu ketika mereka harus memadukan KD ke dalam topik, menetukan topik, merumuskan indikator, menentukan materi pokok, menyusun silabus dan menyusun RPP.

  Mahasiswa belum mampu mengoperasionalkan pemahaman mereka tentang pembelajaran IPS terpadu menjadi produk perangkat pembelajaran. Permasalahan ini merupakan dampak dari muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya konsep Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Mahasiswa diajarkan pembelajaran IPS terpadu secara instan melalui workshop. Sedangkan lima semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari IPS secara operasional untuk diajarkan di tingkat sekolah. Mata kuliah yang identik dengan IPS, seperti Pengantar Pendidikan Ilmu Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar tidak mencukupi untuk menjadi fondasi mereka dalam memahami pendidikan IPS.

  Secara umum tugas guru mata

  pelajaran IPS adalah sama dengan tugas guru mata pelajaran lainnya. Namun demikian dengan melihat karakteristik mata

  pelajaran IPS berbeda dengan mata pelajaran lainnya, maka setidaknya ada beberapa hal yang menjadi pembedanya. Misalnya, pada kurikulum sekarang ini (KTSP) ditekankan bahwa substansi mata

  pelajaran IPS merupakan IPS terpadu, maka tuntutannya adalah bahwa guru IPS sekarang ini harus memahami dan menerapkan model-model pembelajaran terpadu sebagaimana tuntutan kurikulum. Karakteristik IPS lainnya adalah bahwa masalah-masalah sosial kemasyarakatan sebagai obyek kajian

  IPS selalu berkembang terus menerus, maka sebagai guru mata pelajaran IPS dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan itu agar apa yang diajarkannya selalu up to date (masalah-masalah terkini).

  Menurut lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, butir Struktur Kurikulum Pendidikan Umum pada struktur kurikulum SD/MI point b, dinyatakan bahwa “substansi mata pelajaran IPA dan

  IPS pada SD/MI merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:7). Demikian halnya untuk substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs juga merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:9). Bahkan untuk jenjang pendidikan menengah, khususnya pada SMK/MAK, substansi mata pelajaran IPS juga disajikan sebagai ‘IPS terpadu’ (2006:17).

  Konsekuensinya adalah, setiap LPTK yang memiliki jurusan Pendidikan IPS harus mempersiapkan mahasiswanya agar mampu melaksanakan pembelajaran yang bersifat terpadu/tematis. Mahasiswa calon guru harus memiliki kompetensi yang memadai untuk mengajar IPS melalui pembelajaran yang bersifat tematis/terpadu karena mereka akan turun ke dunia kerja. Berdasarkan pemikiran tersebut maka bisa disimpulkan bahwa semua mahasiswa yang berada di bawah jurusan pendidikan IPS harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran tematis/terpadu, terlepas apakah mahasiswa tersebut berada di program studi pendidikan ekonomi, pendidikan sejarah, pendidikan geografi ataupun prodi lain yang menjadi rumpun dari IPS.

  Sebagaimana yang diungkapkan oleh Numan Somantri (2001:103) bahwa Penyelenggaraan Pendidikan IPS di LPTK adalah seleksi dari dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah ( dan Psikologis ) untuk mewujudkan tujuan pendidikan IPS dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila. Berdasarkan pendapat tersebut maka seyogyanya kurikulum Pendidikan IPS di LPTK merupakan kurikulum yang bersifat integratif yang terdiri dari ilmu-ilmu sosial yang telah diseleksi. Model kurikulum inilah yang akan mampu menjadi fondasi bagi mahasiswa untuk melaksanakan pembelajaran yang bersifat terpadu/tematis di jenjang pendidikan dasar dan menengah.

  Materi mengenai pembelajaran IPS terpadu sebaiknya menjadi matakuliah tersediri. Mata kuliah ini merupakan penjabaran yang konkret dari konsep integrated dalam IPS. Dalam mata kuliah ini mahasiswa akan mampu “mengoperasionalkan” prinsip monodisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Lebih jauhnya lagi, dengan adanya kompetensi yang memadai dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis, mahasiswa akan mampu menemukan hakikat dari tujuan IPS sebagai salah satu fasilitas untuk membentuk peserta didik Menjadi warga negara yang baik, mampu berfikir untuk memahami, menyikapi, beradaptasi, dan memecahkan masalah sosial (peka terhadap masalah sosial yang ada di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat) dan memahami, mewarisi serta mengembangkan kebudayaan bangsa Indonesia.

  E. KESIMPULAN DAN SARAN

  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa belum terdapat model Pendidikan IPS yang mapan yang menjadi model IPS di Jurusan Pendidikan IPS FKIP- UIR. Pendidikan IPS masih diajarkan secara parsial, walaupun dosen pengajar sudah memiliki konsep yang benar mengenai pendidikan IPS. Kondisi ini berdampak pada pemahaman mahasiswa dimana pemahaman mahasiswa tentang konsep IPS belum komprehensif. Hal tersebut berdampak juga pada pemahaman dan penguasaan mahasiswa dalam merekonstruksi pembelajaran

  IPS. Mahasiswa belum mampu menerapkan konsep IPS dalam pembelajaran, sehingga rancangan pembelajaran IPS yang disusun oleh mahasiswa belum menunjukkan konsep integrated yang seharusnya menjadi karakteristik pembelajaran IPS.

  Berdasarkan hasil analisis, permasalahan di atas merupakan dampak dari muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya model Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Mahasiswa diajarkan pembelajaran IPS terpadu secara instan melalui workshop. Sedangkan lima semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari IPS secara operasional untuk diajarkan di tingkat sekolah. Mata kuliah yang identik dengan IPS, seperti Pengantar Pendidikan Ilmu Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar tidak mencukupi untuk menjadi fondasi mereka dalam memahami pendidikan IPS.

DAFTAR PUSTAKA

  Rekomnedasi kedua yaitu kepada Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR dimana permasalahan dalam rekonstruksi pembelajaran IPS terpadu di Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR terjadi karena muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya konsep Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Secara khusus, peneliti merekomendasikan kepada pihak Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR agar melakukan revisi kurikulum IPS dan menjadikan materi mengenai pembelajaran IPS terpadu menjadi mata kuliah baru yang bersifat bersifat aplikatif serta relevan dengan tuntutan di lapangan.. Mata kuliah ini merupakan penjabaran yang konkret dari konsep integrated dalam IPS. Dalam mata kuliah ini mahasiswa akan mampu “mengoperasionalkan” prinsip monodisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Lebih jauhnya lagi, dengan adanya kompetensi yang memadai dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis, mahasiswa akan mampu menemukan hakikat dari tujuan IPS sebagai salah satu fasilitas untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik, mampu berfikir untuk memahami, menyikapi, beradaptasi, dan memecahkan masalah.

  Aisyah, S.(2007). Pembelajaran

  Terpadu

  .Jakarta: Universitas Terbuka. Ali, et al. (2007). Ilmu dan Aplikasi

  Pendidikan .Bandung : Pedagogiana Press.

  Djahiri, K dan Ma’Mun, F.(1979).

  Peneliti merekomendasikan kepada pemerintah dan LPTK agar adanya lembaga yang menjadi rujukan utama dalam penyelenggaraan pendidikan IPS. Lembaga ini menjadi tempat pertemuan antara para pakar IPS, dosen, pengelola LPTK, guru, pemerintah, dinas pendidikan dan masyarakat seperti halnya NCSS di Amerika.

  Fogarty, R. (1991). How to Integrate the

  Curricula . Palatine. Illinois: IRI/Skylight Publishing.Inc.

  Frasser and West.(1993).Social Studies in

  Secondary School .The Ronald Press

  Gross, R.E.(1964) . “Social Studies”. In

  Charles W. Harris (ed), Encyclopedia of Educational Research. New York: Macmillan.

  Harianti, Diah.(2007).Model Pembelajaran terpadu IPS,Jakarta: Depdiknas

  Pengajaran Studi Sosial . Bandung: LPPP-IPS:FKIP-IKIP Bandung. Hidayati, Mujinem .(2008). Pengembangan Somantri, M. Numan. (2001). Menggagas

  Pendidikan

  IPS SD , Jakarta: Pembaharuan Pendidikan IPS .

  Direktorat Jenderal Pendidikan Bandung: Rosda Tinggi Departemen Pendidikan Sukmadinata, N., Sy. (2005). Nasional.

  Pengembangan Kurikulum Teori

  Lincoln, Guba.(1985). Naturalistic Inquiry. dan Praktek . Bandung : PT.Rosda Beverly Hill: Sage Publication Karya. Maryani, E dan Syamsudin, H. (2009). Suparno, P., (1997) Filsafat Program Konstruktivisme dalam Pendidikan .

  “Pengembangan Pembelajaran

  IPS untuk Yogyakarta. Kanisius meningkatkan kompetensi Trianto. (2007). Model Pembelajaran

  Keterampilan sosial ”.Jurnal Terpadu dalam Teori dan Praktek .

  Penelitian. 9, (1), 1-15.

  Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher. Moenir, M. (2006) Model Pembelajaran

  Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Persiapan Membaca dan Menulis . tentang Sistem Pendidikan

  Desertasi pada Program Pasca Nasional . Bandung. Sinar Grafika. Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.Tidak

  Wesley, E.B. & Wronski, diterbitkan S.P.(1964).Teaching Social

  Studies in High School Boston:

  Nasution.(2003). Metode Penelitian D.C. Health

  . Bandung :

  Naturalistik Kualitatif

  Tarsito NCSS.(1994).Curriculum Standard for

  Social Studies . Washington.:

  Expectation of Excellece Pujiati, M., A. (2007). PAUD dan

  Calistung , diakses dari

  http://duniaparenting.com/paud- dan-calistung/ tanggal 6 Juni 2012 jam 16.13 Wib Puskur Balitbang Depdiknas.(2001).

  Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Ilmu Sosial Sekolah Dasar Jakarta: Depdiknas

  Puskur Balitbang depdiknas.(2007).Model

  Pembelajaran terpadu IPS .Jakarta:

  Depdiknas Sapriya.(2009).Pendidikan IPS: Konsep

  dan Pembelajaran , Bandung: Rosdakarya.

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Koordinasi Perencanaan Pembangunan antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa

0 0 17

Pengaruh Kinerja Pegawai terhadap Efektifitas Pengelolaan Objek Wisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru

0 0 22

Balance Scorecard dan Analytical Hirarchy Process dolam Pengukuron Kinerjo Rochma Sari

1 1 11

LANGUAGE LEARNING STRATEGIES USED BY ENGLISH STUDENTS AT FKIP UIR (Strategi Pembelajaran Bahasa yang Digunakan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris di FKIP UIR) Oleh: Miranti Eka Putri) ) Dosen FKIP Universitas Islam Riau ABSTRAK - LANGUAGE L

0 0 8

Kompetensi Mahasiswa Dalam Merekonstruksi Pembe-Lajaran Terpadu/Tematis (Studi Inkuiri Naturalistik Pada Mahasiswa Semester Enam Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau)

0 0 12

Tindak Tutur Yang Digunakan Mahasiswa Tahun Satu Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Riau

0 0 9

Pengaruh Metode pliometrik Terhadap Kecepatan Tendangan Sabit Pada Atlit Pencak Silat Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Islam Riau

0 0 7

The Effect of the Repetition Exercise Method towards Crescent Kick Speed of Pencak Silat athletes PPLP DISPORA Riau Province

0 0 5

SIMULASI TRACKING LOKASI DENGAN MENGGUNAKAN JAVA BERBASIS LINUX UBUNTU DAN WINDOWS SEVEN Ciksadan Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Sriwijaya Jln. Srijaya Negara, Bukit Besar Palembang 30139 e-mail : cik_sadanyahoo.com Abstrak - SIMUL

0 0 9

Pengaruh sikap terhadap kesiapan guru dalam implementasi Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMA Negeri se-Kabupaten Blitar

0 0 8