IMF dan Pembangunan Ekonomi Indonesia pa
Perubahan Struktural Ekonomi Indonesia pada Masa Orde Baru Melalui International
Monetary Fund (IMF) sebagai Institusi dengan Paham Neoliberalisme : Studi Program
Penyesuaian Struktural
Oleh: Ulta Levenia
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
International Monetary Fund (IMF) atau dalam bahasa Indonesia „Dana Moneter
Internasional‟ adalah salah satu badan khusus yang di bawahi oleh bank dunia atau World Bank
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation). IMF didirikan dengan tujuan membangun
kesehatan perekonomian dunia dan memberikan bantuan bagi negara yang membutuhkan
bantuan dana. Dengan tujuan utama membantu kesehatan perekonomian dunia, maka IMF dalam
hal ini dapat membantu berbagai negara yang sedang mengalami kesulitan dalam sektor ekonomi
terutama sebagai dukungan umum terhadap neraca pembayaran maupun cadangan devisa suatu
negara sementara negara tersebut sedang mengambil langkah kebijakan untuk mengatasi
kesulitannya. Sebagai “dokter” ekonomi negara-negara di dunia, IMF melancarkan “obat”
melawan krisisnya yang mengandung neoliberalisme. Setiap negara yang terindikasi “penyakit”
krisis moneter, meminta bantuan kepada IMF dan IMF selalu memberikan “resep” yang sama
demi penyembuhan “penyakit” negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang
mengalami krisis ekonomi pada awal Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto.
Peninggalan permasalahan ekonomi Orde Lama, berupa depresiasi nilai mata uang rupiah,
melemahnya daya beli masyarakat dan lemahnya sektor swasta dalam perekonomian membuat
ekonomi Indonesia terpuruk pada masa itu. Salah satu tindakan pemerintah adalah dengan
meminta bantuan IMF berupa pinjaman. IMF mensyaratkan adanya perubahan struktural
perekonomian Indonesia untuk dapat menjalankan pinjaman IMF tersebut. Klaimnya persyaratan
perubahan struktural ini merupakan bagian penting yang perlu dilakukan oleh pemerintah
Indonesia demi terwujudnya negara dengan kekuatan ekonomi yang baik. Untuk itu pemerintah
Indonesia perlu bekerja sama dengan IMF dengan menjalankan persyaratan tersebut, di
antaranya berupa privatisasi perusahaan nasional, liberalisasi pasar, meningkatkan investor asing
melalui penanaman modal asing. Paham neoliberalisme dalam tubuh IMF ini disalurkan melalui
Structural Adjustment Program (SAP) yang merupakan salah satu persyaratan yang harus
dipatuhi pemerintahan yang meminta bantuan kepada IMF. Dalam kurun waktu yang lama
setelah penerimaan bantuan IMF dan pelaksanaan program penyesuaian struktural atau SAP
dilakukan, Indonesia ikut terkena krisis moneter pada tahun 1998. Krisis moneter ini
menghancurkan perekonomian Indonesia yang sebelumnya telah dibangun sedemikian baiknya
dengan bantuan pinjaman dari IMF. Melalui bantuan IMF dan program penyesuaian
strukturalnya, idealnya Indonesia cukup kuat untuk menghadapi krisis moneter tersebut, dengan
struktur ekonomi yang sudah berubah sesuai dengan negara industri lainnya. Namun ternyata
Indonesia tidak mampu menghadapi krisis moneter yang merupakan efek domino atau pengaruh
dari negara lain yang juga terkena krisis.
1.2. Kerangka Teoritis
David Harvey dalam bukunya “The Brief History of Neoliberalism”, menjelaskan dengan
apik bagaimana IMF sebagai institusi dan agen yang menyebarluaskan paham Neoliberalisme
melaui operasi administrasi yang harus disetujui oleh setiap negara yang membutuhkan bantuan
IMF demi menyelamatkan perekonomian negara tersebut. Harvey menyatakan bahwa lembaga
atau institusi internasional seperti IMF, World Bank, World Trade Organization (WTO)
melakukan regulasi liberalisasi pasar dalam upaya melancarkan paham Neoliberalisme dan
dengan singkat, Neoliberalisme menjadi paham yang meng-hegemoni paham ekonomi dunia
dalam bentuk diskursus.1 Menurut Harvey, melalui regulasinya IMF beserta agen Neoliberalisme
lainnya menanamkan paham bahwa kebaikan sosial akan maksimal dengan memaksimalkan
pasar sebagai domain kegiatan manusia. Melalui Structural Adjustment Program (SAP) yang
wajib dijalankan oleh pemerintahan yang menerima bantuan, IMF masuk dengan regulasi sarat
dengan Neoliberalisme. Regulasi IMF seperti mengharuskan privatisasi, membuka pengelolaan
sumber daya alam kepada pasar, hingga privatisasi keamanan sosial (social security) merupakan
tindakan agar Neoliberalisme dapat tumbuh di negara tersebut. Regulasi ini direfleksikan sebagai
peraturan pemerintah yang mendukung agar setiap kebijakan berorientasi pasar dan ramah akan
investasi modal asing.
1
Harvey, David. 2005. The Brief History of Neoliberalis
. Oxford University Press. Hal: 3
Keberadaan IMF ini yang bagi beberapa negara terlihat sebagai pahlawan di tengah
terjangan krisis bagi Harvey hanya berdasarkan kepentingan Neoliberalisme yang membutuhkan
sistem yang sama di setiap negara. Aktor utama dibalik layar IMF bagi Harvey adalah United
States (US) yang merupakan tuan dari Neoliberalisme. Karena jika situasi kembali pada masa
teori Keynesian masih berlaku, maka negara-negara barat khususnya United States (US), Inggris
dan kolega akan mengalami keterpurukan ekonomi, dengan kuatnya kontrol negara terhadap
pasar, seperti halnya yang berlaku ketika terbentuknya OPEC. Kebutuhan akan terorganisasinya
sistem yang sama di setiap negara ini dapat diwujudkan melalui IMF. Kemudian IMF bersama
Bank Duni (World Bank) menjadi pusat dari penyebaran dan pelaksanaan sistem “Free Market
Fundamentalist”
dan
pengikut
neoliberalisme.2
Tentunya
dipaksakan
masuk
dengan
memanfaatkan krisis dan kewajiban bagi pemerintahan negara tersebut untuk mengadopsi
peraturan yang ditetapkan oleh IMF.
1.3 Rumusan Masalah
Indonesia di akhir masa pemerintahan presiden Soekarno atau Orde Lama mengalami
krisis ekonomi yang hebat dengan tingginya tingkat inflasi hingga 600%, rendahnya daya beli
masyarakat dan kosongnya kas negara. Keadaan ini memaksa pemerintahan setelah presiden
Soekarno yang dipimpin oleh presiden Soeharto atau Orde Baru untuk memperoleh pinjaman
asing demi mencapai perbaikan ekonomi. Meskipun sebelumnya Indonesia pada masa Orde
Lama pernah memiliki hubungan dengan IMF, tetapi pemerintahan Orde Lama tidak melakukan
kewajiban yang diharuskan oleh IMF, dengan melakukan nasionalisasi perusahaan privat.
Pemerintahan Orde Baru melakukan kerja sama yang baik dengan IMF dengan menaati
peraturan dan kewajiban IMF salah satunya melalui penerapan program penyesuaian struktural.
Program ini mengubah kondisi ekonomi Indonesia yang lebih liberal dan berorientasi kepada
pasar. Selain itu, pemerintahan Orde Baru menerapkan kebijakan ekonomi yang ramah dengan
investor asing atau penanaman modal asing di Indonesia. Makalah ini menganalisis bahwa
program penyesuaian struktural yang diwajibkan oleh IMF dan dijalankan melalui kebijakan
pemerintah Indonesia memberikan dampak terhadap struktur ekonomi yang awalnya merupakan
negara berbasis agraris bergeser menjadi negara berbasis industri. Namun kesehatan
2
Ibid. Hal:29
perekonomian Indonesia ini tidak mampu dijaga sehingga cukup kuat untuk melawan krisis, oleh
karena itu, krisis moneter pada tahun 1998 merubuhkan perekonomian Indonesia.
1.4. Pertanyaan Penelitian
Seiring dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis paparkan, maka
pertanyaan utama makalah ini adalah: bagaimana program penyesuaian struktural atau yang
dikenal dengan Structural Adjustment Program (SAP), mengubah struktur perekonomian
Indonesia dan apa yang menyebabkan Indonesia tidak mampu menghadapi krisis moneter tahun
1998 setelah program tersebut telah dilaksanakan.
I.I. Pembahasan
2.1. IMF dan Structural Adjustment Program (SAP)
IMF (International Monetary Fund) merupakan organisasi yang berada di bawah
wewenang Bank Dunia atau World Bank. Tujuan utama didirikannya IMF dalah dalam rangka
memelihara kesehatan ekonomi dunia dan membantu negara anggota yang menghadapi krisis
ekonomi maupun moneter. Selain itu, IMF juga mendorong kerjasama moneter global,
mengamankan stabilitas keuangan, memfasilitasi perdagangan internasional yang dilakukan oleh
188 negara-negara anggota, mempromosikan kerja tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang
bersangkutan dan yang terakhir adalah mengurangi kemiskinan di seluruh dunia.3 Hingga saat
ini, IMF memiliki andil dalam membantu mengatasi masalah-masalah struktural dengan adanya
program yang mengatasi permasalahan tersebut, yaitu program penyesuaian struktura atau
Structural Adjustment Program (SAP). Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan-
perubahan yang mencakup salah satunya perubahan infrastruktur dimana hal tersebut
mendukung perubahan suatu negara yang berasal dari negara agraris menjadi negara Industri
karena pada dasarnya perubahan struktural terjadi karena adanya masalah struktural yang terdiri
dari berbagai persoalan besar dan mendasar sejak lama secara sistematis, disadari atau tidak dan
terus mengikat pada keterpurukan.4 Melalui perspektif IMF, melihat bahwa untuk dapat
3
www.imf.org (diakses pada 14/12/2015 pukul 07.18)
Basri, Faisal. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural,
Transformasi Baru, dan Prospek perekonomian Indonesia . Jakarta: Kencana
4
memperbaiki kondisi perekonomian suatu negara yang terkena krisis, perubahan pertama kali
yang perlu dilakukan adalah perubahan struktural perekonomian itu sendiri.
Negara anggota yang membutuhkan bantuan finansial oleh IMF untuk penangan krisis,
diwajibkan untuk melaksanakan Structural Adjustment Program (SAP ) untuk dapat dapat
menjalankan dana yang disediakan oleh IMF. Program penyesuaian struktural yang dimaksud
adalah penghapusan subsidi, liberalisasi perdagangan, privatisasi, liberlisasi investasi, deregulasi,
restrukturisasi perbankan dan hal lain sebagainya. Hal ini bagi IMF, ditujukan untuk
membangunkan kembali kondisi perekonomian negara yang terkena krisis moneter. Program
IMF ini memiliki pro dan kontra terhadap kinerja dari program itu sendiri. Kontranya, program
ini di beberapa negara menyebabkan semakin terpuruknya perekonomian, karena dengan
privatisasi negara menjadi kekurangan aset yang diharapkan menambah kas negara. Sedangkan
pro nya, beberapa negara sukses menjadi negara industri karena keterlibatan IMF dalam
mengubah struktur perekonomian negara tersebut.
Structural Adjustment Program (SAP) oleh IMF ini, dapat dijelaskan dalam beberapa poin
berikut:
• Memperkuat sektor moneter dan keuangan melalui nasihat pengaturan sistem
perbankan, pengawasan, dan restrukturisasi, manajemen dan pengoperasian sistem
valuta asing, sistem kliring dan penyelesaian untuk pembayaran, serta struktur dan
pembangunan bank sentral;
• Mendukung manajemen dan kebijakan fiskal yang kuat melalui nasihat administrasi
dan kebijakan bea dan cukai, formulasi anggaran, manajemen perbelanjaan, rancangan
jaringan pengaman sosial, dan manajemen hutang internal dan external;
• Menyusun, mengelola, and diseminasi data statistik dan meningkatkan kwalitas data;
dan
• Penulisan konsep dan peninjauan peraturan perundangundangan ekonomi dan
keuangan.5
Beberapa kondisi untuk Structural Adjustments atau juga sering juga disebut sebagai The
Washington Consensus dapat mencakup: 6
Memotong pengeluaran, juga dikenal sebagai Austerity.
Fokus output ekonomi terhadap ekspor langsung dan ekstraksi sumberdaya,
Liberalisasi perdagangan, peningkatan impor dan pembatasan ekspor,
Devaluasi mata uang,
Meningkatkan stabilitas investasi (dengan melengkapi investasI langsung asing
dengan pembukaan pasar saham domestik),
Menyeimbangkan anggaran dan tidak overspending,
Privatisasi, atau pelepasan semua atau bagian dari perusahaan milik negara,
Menghapus kontrol harga dan subsidi negara,
Meningkatkan hak-hak investor asing vis-a-vis hukum nasional,
Meningkatkan tata pemerintahan dan memerangi korupsi
2.2. Masuknya Indonesia ke dalam Pusaran Neoliberalisme melalui bantuan IMF
Tantangan utama pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Jendral Soeharto adalah
mengembalikan perekonomian Indonesia yang terpuruk ditandai dengan melemahnya daya beli
masyarakat, depresiasi nilai rupiah dan tingginya tingkat inflasi pada masa itu mencapai sekitar
600% (Hyperinflation). Permasalahan pemerintahan Orde Baru ini terdapat dalam pernyataan Ali
Moertopo di bawah ini:
“Pembangunan pemerintah pada awal Orde Baru berorientasi pada usaha
penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok
rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada
5
Clift, Jeremy. 2001. What is I ter atio al Mo etary Fu d i I do esia . Washington, D.C. Hlm:35
James, B. 1997. A Political Ecology of Structural-Adjustment Policies: The Case of The Dominican Republic,Culture
& Agriculture , Greenberg., hal. 85-93
6
awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650% setahun.
Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah” (AliMoertopo, 2009:48).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintahan Orde Baru melakukan rekonstruksi
ekonomi salah satunya dengan bantuan IMF. IMF di Indonesia, dijalankan melalui IGGI
(International Governmental Group on Indonesia) yang kemudian berganti nama menjadi CGI
(Consultative Group on Indonesia). Seperti umumnya negara-negara yang meminta bantuan
IMF, Indonesia juga harus melakukan tiga hal yaitu liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. 7 Tiga
indikator tersebut merupakan indikator penting untuk menjalankan Struktural Adjustment
Program (SAP) oleh IMF. Dalam bidang liberalisasi, penerapan oleh pemerintahan Indonesia
melakukan perombakan dasar yuridis dan membuat salah satu undang-undang yaitu UU no 1
tahun 1967 yang mengatur tentang penanaman modal asing. Dalam undang-undang ini Indonesia
membuka diri bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Liberalisasi ini
dilakukan agar upaya pembangunan di Indonesia berjalan dengan lancar. Dengan konsep yuridis
dalam bentuk kebijakan dan undang-undang yang mendukung liberalisasi ini, mempermudah
investor asing melakukan investasi di Indonesia dengan memperhitungkan Low Wage
Production.
Pelayanan ini diberikan dengan membukakan peluang bagi investor asing untuk
memasuki semua sektor melalui pengurangan subsidi untuk kebutuhan-kebutuhan dasar (seperti
pendidikan, kesehatan, pangan dan perumahan), termasuk menghilangkan subsidi pada listrik,
tarif telepon dan bahan bakar minyak.8 Hasilnya banyak investor asing dalam kurun waktu 19671997 mendirikan perusahaan mereka di Indonesia karena kemudahan akses dan biaya
operasional perusahaan yang dapat ditekan dibandingkan memilih berinvestasi di negara lain.
Diasumsikan jika banyak investor asing melakukan investasi di Indonesia maka perekonomian
negara dapat berkembang, seperti pengelolaan lahan ekonomi yang belum tersentuh oleh
pemerintah ataupun pengusaha lokal. Dampak positif dari penyesuaian struktural dalam konteks
liberalisasi ini yaitu membuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia,
7
Prasetiantono,A Tony. 2003. IMF (I ter atio al Mo etary Fu d . Dala Neoliberalis e oleh I. Wibowo dan
Francis Wahono. Pustaka Rakyat Cerdas. Yogyakarta. Hlm: 117
8
Kusfiardi, “Menyerah Untuk Dijajah AS”, http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_
pdf=1&id=58 diakses pada 14/12/2015: 14.55
secara otomatis ini akan mengurangi pengangguran. Selain itu dengan adanya liberalisasi ini
menjadi sarana untuk peralihan teknologi dan pengetahuan bagi masyarakat Indonesia. Namun
dampak negatifnya, perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing dengan perusahaan asing yang
telah matang secara konsep, modal, dan distribusi. Selain itu banyak lahan ekonomi yang
menguasai hajat banyak orang yang dikuasai oleh sektor privat terutama perusahaan asing,
seperti air mineral (Aqua) pertambangan ( Caltex, Freeport, Exon Mobil, Newmont dst), dan
komunikasi (Indosat).
Dalam bidang deregulasi pemerintahan Indonesia membentuk suatu konsep yang
memudahkan semua masyarakat mengakses sumber daya alam, yang kemudian juga tercantum
dalam program Rapelita. Pemerintah membuka artikulasi kepentingan masyarakat pedesaan,
dengan menguncurkan subsidi (subsidi pupuk, bantuan kredit, harga pembelian yang memadai,
bantuan irigasi dan bentuk bantuan lainnya) yang dibiayai oleh utang luar negeri dan kenaikan
harga minyak.9 Semua masyarakat dituntut aktif untuk menjalankan perekonomian agar
menunjang pembangunan yang telah dirumuskan dalam program Rapelita. Pemerintahan
Soeharto pada saat itu membuka kesempatan dan menunjang masyarakatnya untuk menjadi aktor
dalam perekonomian melalui kebijakan pemerintah. Hal ini berdampak positif dengan
dikenalnya Indonesia sebagai “Macan Asia” karena sukses dalam sektor pertanian dan menjadi
salah satu negara eksportir minyak bumi yang pada masa itu meningkat harganya.
Tuntutan IMF yang lain demi membantu membangun ekonomi Indonesia adalah tuntutan
privatisasi BUMN. Pada masa Orde Baru, fungsi BUMN tidak dijalankan selayaknya perusahaan
yang mencari keuntungan untuk menambah kas negara. BUMN dibuat untuk menjadi pionir
dalam sektor-sektor yang tidak menarik dengan infrastruktur yang miskin. Namun pada tahun
1970an terjadi ledakan minyak dan harga minyak dunia yang meningkat, ini menjadikan peran
BUMN meningkat. Dengan mendapatkan banyak keuntungan dari BUMN pemerintah memiliki
modal untuk membangun BUMN baru. Fenomena ini bertahan selama hampir satu dasawarsa,
dan berakhir setelah terjadinya krisis keuangan karena jatuhnya harga minyak di pasar dunia
pada tahun 1983.10 Semenjak itu privatisasi gencar didiskusikan dan dilaksanakan oleh
9
Abison, Gama Fatih. 2002. Di a ika Kebijaka Pa ga Orde Baru: Oto o i egara vs pasar Global . Jurnal Ilmu
sosial dan Ilmu Politik. ISSN 1410-4946. Hlm: 284
10
Tumiwa, Febby. 2003. Privatisasi BUMN: Ti jaua Kasus di “ektor Listrik INFID Annual Lobby. Op Cit Hlm: 3
pemerintahan. Dimulai dengan privatisasi seperti PT. Telkom Indonesia, PT indosat, PDAM,
PLN, PT tambang Batu Bara, PT Gresik, Krakatau Steel dan BUMN lainnya. Privatisasi dinilai
perlu agar terdapat efisiensi perusahaan, jika perusahaan berada dalam penguasaan swasta,
diasumsikan bahwa perusahaan tersebut dapat lebih efisien dan meningkatkan produktivitas
perusahaan tersebut.
Hasil dari perubahan struktural di Indonesia ini secara umum dapat dilihat pada grafik
berikut
11
11
Laporan Kamar Dagang dan Industri I do esia Daya “ai g I do esia dala Me arik I vestasi Asi g .
www.kadin-indonesia.or.id diakses pada 13/12/2015 pukul 16:48
Dari grafik yang dipublikasikan oleh Kamar Dagang dan Industri terlihat bahwa terjadi fluktuasi
investasi dalam sektor industri yang pada umumnya terjadi peningkatan. Sektor jasa mengalami
fluktuasi yang juga umumnya mengalami peningkatan walau tidak setinggi sektor Industri.
Sementara itu sektor pertanian mengalami fluktuasi yang cenderung selalu turun dan tidak
banyak mengalami peningkatan. Peralihan investasi masyarakat lokal dan asing ini
memperlihatkan suskesnya proses perubahan struktural dari agraris ke industri di Indonesia
karena berbagai faktor salah satunya menjalankan program liberalisasi, deregulasi dan privatisasi
oleh IMF. Walau masih menjadi perdebatan namun pada masa orde baru bimbingan yang
diberikan oleh IMF masih berdampak positif terhadap perubahan struktural di Indonesia.
Sementara itu, pendapatan negara dalam bentuk PDB dari berbagai sektor tampak mengalami
pergeseran, digambarkan lewat tabel berikut12:
TABEL PERUBAHAN PDB STRUKTUR SEKTOR EKONOMI DI INDONESIA
2.3 Gagalnya Program Penyesuaian Struktural oleh IMF dan Jatuhnya Perekonomian
Indonesia saat Krisis Moneter 1998
12
Widodo, Tri. Tansformasi struktural pereko o ia I do esia pada tahu 2020: per asalaha da ta ta ga .
Jurnal terbuka.
Structural Adjustment Program (SAP) atau Program Penyesuaian Struktural, merupakan
salah satu “obat” yang ditawarkan IMF sebagai “dokter” ekonomi kepada negara-negara anggota
yang tergabung dalam IMF untuk menangani permasalahan ekonomi negara yang bersangkutan.
Umumnya negara yang meminta bantuan IMF, merupakan negara berkembang yang rentan dan
rapuh jika terjadi krisis, seperti Venezuela, Brazil, Turki dan lainnya termasuk Indonesia. IMF
mulai melakukan intervensi terhadap perekonomian Indonesia melalui bantuan (utang) dana dari
Masa Orde Lama, namun Presiden Sukarno yang sebagai Presiden Indonesia pada masa itu
melakukan hal yang bertolak belakang dengan tujuan IMF yaitu Nasionalisasi perusahaan
swasta. Sehingga pada Masa Orde Lama, IMF menarik bantuan tersebut. Peralihan Orde Lama
dan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto memberi peluang IMF untuk
mengintervensi perekonomian Indonesia, didukung dengan terpuruknya kondisi perekonomian
Indonesia selepas Orde Lama.
Selama masa Orde Baru SAP yang diterapkan dapat berjalan cenderung baik dan
memperbaiki perekonomian Indonesia karena masih dalam masa proses. Asumsinya hal ini
dikarenakan SAP masih dilakukan perlahan dan ditopang dengan utang luar negeri oleh IMF
melalui IGGI (International Governmental Group on Indonesia). Pada periode tersebut SAP
masih belum menimbulkan masalah hingga terjadi krisis global pada tahun 1997. SAP yang
menuntut liberalisasi, memberikan ruang yang besar kepada penanaman modal asing di
Indonesia. Sehingga banyak perusahaan asing yang mendirikan perusahaannya di Indonesia
karena memperhitungkan Low wage Production. Namun pertumbuhan ini tidak di topang dengan
tabungan nasional yang memadai dan hanya mengandalkan utang luar negeri yang semakin
membesar.13 Situasi seperti ini, membahayakan ketika pemodal asing menarik modal mereka di
Indonesia.
Krisis Moneter yang berubah menjadi Krisis Total pada tahun 1997 dan memuncak pada
tahun 1998 ini berdasarkan cirinya digolongkan sebagai krisis over investment. Dalam hal ini
tidak ada obatnya, karena pemodal asing yang memasukkan modalnya kehilangan kepercayaan
dan menarik modal mereka dari Indonesia, diperparah dengan tabungan nasional yang kosong. 14
Hilangnya kepercayaan pemodal asing terhadap Indonesia disebabkan karena kerawanan
13
Lihat Kwik Kian Gie. 999. Eko o i I do esia dala
Ibid. Hlm: 10
14
Krisis da Tra sisi Politik. Gra edia Pustaka. Jakarta. Hl : 4
perekonomian Indonesia sendiri. Kerawanan perekonomian bisa terjadi karena unsur-unsur yang
pada dasarnya bersifat internal, seperti kebijakan makro yang tidak tepat, lemahnya atau
hilangnya kepercayaan terhadap mata uang dan lembaga keuangan dan ketidakstabilan politik.15
Kerawanan dapat pula berasal dari faktor eksternal, seperti kondisi keuangan global yang
berubah, ketidakseimbangan atau misalignment nilai tukar mata uang dunia (dollar dengan yen),
atau perubahan cepat dari sentimen pasar yang meluas sebagai akibat dari perilaku ikut-ikutan
atau herdinstinct dari pelaku usaha.16 Inilah yang menjadi poin penilaian SAP gagal diterapkan
di Indonesia.
III. Kesimpulan
Program penyesuaian struktural oleh IMF ynag diwajibkan dilaksanakan oleh
pemerintaha negara yang menerima bantuan dari IMF, mengubah struktur negara tersebut
menjadi lebih liberal dan terbuka dengan pasar. Indonesia merupakan pasien IMF yang juga
melakukan hal tersebut pada masa pemerintahan Orde Baru. Perubahan struktur ekonomi
Indonesia memang bergeser dari yang tadinya berbasis agraris menjadi negara berbasis industri
dan taat kepada pasar. Melalui program ini juga IMF menuntut kebijakan pemerintahan yang
mampu menarik investor asing sebanyak mungkin ke Indonesia. Pada masa awal penerimaan
bantuan, Indonesia mengalami kesuksesan perekonomian, hingga menjadikan negara ini sebagai
macan Asia Namun kesuksesan ini berakhir pada saat terjangan krisis moneter 1998 ikut
menghancurkan perekonomian Indonesia. Hancurnya perekonomian Indonesia ini menandakan
bahwa program penyesuaian struktural IMF tidak sukses di Indonesia. Terutama karena IMF
menuntut adanya liberalisasi ekonomi Indonesia, perbaikan infrastruktur yang menunjang
liberalisasi, menuntut privatisasi BUMN, sementara itu IMF tidak memperhitungkan sistem
pemerintahan Indonesia yang rapuh sehingga sangat mudah untuk jatuh. Ibaratnya membangun
gedung serbaguna yang besar dan tinggi, tetapi mengabaikan ketahanan fondasi bangunan
tersebut.
15
Djiwa do o J. “oedjadjad.
Jakarta. Hlm: 6-7
16
Ibid.
. Bergulat de ga Krisis da Pe uliha Eko o i I do esia . “i ar Harapa .
Kepustakaan
Buku dan Jurnal:
Basri, Faisal. 2009.
“Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap
Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek perekonomian Indonesia ”.
Jakarta: Kencana
Clift, Jeremy. 2001. “What is International Monetary Fund in Indonesia”. Washington,
D.C.
Harvey, David. 2005. “The Brief History of Neoliberalism”. Oxford University Press.
James, B. 1997. “A Political Ecology of Structural-Adjustment Policies: The Case of The
Dominican Republic,Culture & Agriculture”, Greenberg.
Kusfiardi,
“Menyerah
Untuk
AS”,
Dijajah
http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_
Gie, Kwik Kian. 1999. “Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi Politik. Gramedia
Pustaka. Jakarta.
Prasetiantono,A
Tony.
2003.
“IMF
(International
Monetary
Fund”.
Dalam
“Neoliberalisme” oleh I. Wibowo dan Francis Wahono. Pustaka Rakyat Cerdas. Yogyakarta.
Soedjadjad, Djiwandono J. 2001. “Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi
Indonesia”. Sinar Harapan. Jakarta.
Staf Departemen Hubungan Eksternal IMF, “Apakah Dana Moneter Internasional Itu”?,
Washington DC, 2003,
Widodo, Tri. “Tansformasi struktural perekonomian Indonesia pada tahun 2020:
permasalahan dan tantangan”. Jurnal terbuka.
Internet:
Laporan Kamar Dagang dan Industri Indonesia “Daya Saing Indonesia dalam Menarik
Investasi Asing”. www.kadin-indonesia.or.id diakses pada 13/12/2015 pukul 16:48
Kusfiardi, “Menyerah Untuk Dijajah AS”,
http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=58 diakses pada 14/12/2015:
14.55
www.imf.org (diakses pada 14/12/2015 pukul 07.18)
Monetary Fund (IMF) sebagai Institusi dengan Paham Neoliberalisme : Studi Program
Penyesuaian Struktural
Oleh: Ulta Levenia
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
International Monetary Fund (IMF) atau dalam bahasa Indonesia „Dana Moneter
Internasional‟ adalah salah satu badan khusus yang di bawahi oleh bank dunia atau World Bank
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation). IMF didirikan dengan tujuan membangun
kesehatan perekonomian dunia dan memberikan bantuan bagi negara yang membutuhkan
bantuan dana. Dengan tujuan utama membantu kesehatan perekonomian dunia, maka IMF dalam
hal ini dapat membantu berbagai negara yang sedang mengalami kesulitan dalam sektor ekonomi
terutama sebagai dukungan umum terhadap neraca pembayaran maupun cadangan devisa suatu
negara sementara negara tersebut sedang mengambil langkah kebijakan untuk mengatasi
kesulitannya. Sebagai “dokter” ekonomi negara-negara di dunia, IMF melancarkan “obat”
melawan krisisnya yang mengandung neoliberalisme. Setiap negara yang terindikasi “penyakit”
krisis moneter, meminta bantuan kepada IMF dan IMF selalu memberikan “resep” yang sama
demi penyembuhan “penyakit” negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang
mengalami krisis ekonomi pada awal Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto.
Peninggalan permasalahan ekonomi Orde Lama, berupa depresiasi nilai mata uang rupiah,
melemahnya daya beli masyarakat dan lemahnya sektor swasta dalam perekonomian membuat
ekonomi Indonesia terpuruk pada masa itu. Salah satu tindakan pemerintah adalah dengan
meminta bantuan IMF berupa pinjaman. IMF mensyaratkan adanya perubahan struktural
perekonomian Indonesia untuk dapat menjalankan pinjaman IMF tersebut. Klaimnya persyaratan
perubahan struktural ini merupakan bagian penting yang perlu dilakukan oleh pemerintah
Indonesia demi terwujudnya negara dengan kekuatan ekonomi yang baik. Untuk itu pemerintah
Indonesia perlu bekerja sama dengan IMF dengan menjalankan persyaratan tersebut, di
antaranya berupa privatisasi perusahaan nasional, liberalisasi pasar, meningkatkan investor asing
melalui penanaman modal asing. Paham neoliberalisme dalam tubuh IMF ini disalurkan melalui
Structural Adjustment Program (SAP) yang merupakan salah satu persyaratan yang harus
dipatuhi pemerintahan yang meminta bantuan kepada IMF. Dalam kurun waktu yang lama
setelah penerimaan bantuan IMF dan pelaksanaan program penyesuaian struktural atau SAP
dilakukan, Indonesia ikut terkena krisis moneter pada tahun 1998. Krisis moneter ini
menghancurkan perekonomian Indonesia yang sebelumnya telah dibangun sedemikian baiknya
dengan bantuan pinjaman dari IMF. Melalui bantuan IMF dan program penyesuaian
strukturalnya, idealnya Indonesia cukup kuat untuk menghadapi krisis moneter tersebut, dengan
struktur ekonomi yang sudah berubah sesuai dengan negara industri lainnya. Namun ternyata
Indonesia tidak mampu menghadapi krisis moneter yang merupakan efek domino atau pengaruh
dari negara lain yang juga terkena krisis.
1.2. Kerangka Teoritis
David Harvey dalam bukunya “The Brief History of Neoliberalism”, menjelaskan dengan
apik bagaimana IMF sebagai institusi dan agen yang menyebarluaskan paham Neoliberalisme
melaui operasi administrasi yang harus disetujui oleh setiap negara yang membutuhkan bantuan
IMF demi menyelamatkan perekonomian negara tersebut. Harvey menyatakan bahwa lembaga
atau institusi internasional seperti IMF, World Bank, World Trade Organization (WTO)
melakukan regulasi liberalisasi pasar dalam upaya melancarkan paham Neoliberalisme dan
dengan singkat, Neoliberalisme menjadi paham yang meng-hegemoni paham ekonomi dunia
dalam bentuk diskursus.1 Menurut Harvey, melalui regulasinya IMF beserta agen Neoliberalisme
lainnya menanamkan paham bahwa kebaikan sosial akan maksimal dengan memaksimalkan
pasar sebagai domain kegiatan manusia. Melalui Structural Adjustment Program (SAP) yang
wajib dijalankan oleh pemerintahan yang menerima bantuan, IMF masuk dengan regulasi sarat
dengan Neoliberalisme. Regulasi IMF seperti mengharuskan privatisasi, membuka pengelolaan
sumber daya alam kepada pasar, hingga privatisasi keamanan sosial (social security) merupakan
tindakan agar Neoliberalisme dapat tumbuh di negara tersebut. Regulasi ini direfleksikan sebagai
peraturan pemerintah yang mendukung agar setiap kebijakan berorientasi pasar dan ramah akan
investasi modal asing.
1
Harvey, David. 2005. The Brief History of Neoliberalis
. Oxford University Press. Hal: 3
Keberadaan IMF ini yang bagi beberapa negara terlihat sebagai pahlawan di tengah
terjangan krisis bagi Harvey hanya berdasarkan kepentingan Neoliberalisme yang membutuhkan
sistem yang sama di setiap negara. Aktor utama dibalik layar IMF bagi Harvey adalah United
States (US) yang merupakan tuan dari Neoliberalisme. Karena jika situasi kembali pada masa
teori Keynesian masih berlaku, maka negara-negara barat khususnya United States (US), Inggris
dan kolega akan mengalami keterpurukan ekonomi, dengan kuatnya kontrol negara terhadap
pasar, seperti halnya yang berlaku ketika terbentuknya OPEC. Kebutuhan akan terorganisasinya
sistem yang sama di setiap negara ini dapat diwujudkan melalui IMF. Kemudian IMF bersama
Bank Duni (World Bank) menjadi pusat dari penyebaran dan pelaksanaan sistem “Free Market
Fundamentalist”
dan
pengikut
neoliberalisme.2
Tentunya
dipaksakan
masuk
dengan
memanfaatkan krisis dan kewajiban bagi pemerintahan negara tersebut untuk mengadopsi
peraturan yang ditetapkan oleh IMF.
1.3 Rumusan Masalah
Indonesia di akhir masa pemerintahan presiden Soekarno atau Orde Lama mengalami
krisis ekonomi yang hebat dengan tingginya tingkat inflasi hingga 600%, rendahnya daya beli
masyarakat dan kosongnya kas negara. Keadaan ini memaksa pemerintahan setelah presiden
Soekarno yang dipimpin oleh presiden Soeharto atau Orde Baru untuk memperoleh pinjaman
asing demi mencapai perbaikan ekonomi. Meskipun sebelumnya Indonesia pada masa Orde
Lama pernah memiliki hubungan dengan IMF, tetapi pemerintahan Orde Lama tidak melakukan
kewajiban yang diharuskan oleh IMF, dengan melakukan nasionalisasi perusahaan privat.
Pemerintahan Orde Baru melakukan kerja sama yang baik dengan IMF dengan menaati
peraturan dan kewajiban IMF salah satunya melalui penerapan program penyesuaian struktural.
Program ini mengubah kondisi ekonomi Indonesia yang lebih liberal dan berorientasi kepada
pasar. Selain itu, pemerintahan Orde Baru menerapkan kebijakan ekonomi yang ramah dengan
investor asing atau penanaman modal asing di Indonesia. Makalah ini menganalisis bahwa
program penyesuaian struktural yang diwajibkan oleh IMF dan dijalankan melalui kebijakan
pemerintah Indonesia memberikan dampak terhadap struktur ekonomi yang awalnya merupakan
negara berbasis agraris bergeser menjadi negara berbasis industri. Namun kesehatan
2
Ibid. Hal:29
perekonomian Indonesia ini tidak mampu dijaga sehingga cukup kuat untuk melawan krisis, oleh
karena itu, krisis moneter pada tahun 1998 merubuhkan perekonomian Indonesia.
1.4. Pertanyaan Penelitian
Seiring dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis paparkan, maka
pertanyaan utama makalah ini adalah: bagaimana program penyesuaian struktural atau yang
dikenal dengan Structural Adjustment Program (SAP), mengubah struktur perekonomian
Indonesia dan apa yang menyebabkan Indonesia tidak mampu menghadapi krisis moneter tahun
1998 setelah program tersebut telah dilaksanakan.
I.I. Pembahasan
2.1. IMF dan Structural Adjustment Program (SAP)
IMF (International Monetary Fund) merupakan organisasi yang berada di bawah
wewenang Bank Dunia atau World Bank. Tujuan utama didirikannya IMF dalah dalam rangka
memelihara kesehatan ekonomi dunia dan membantu negara anggota yang menghadapi krisis
ekonomi maupun moneter. Selain itu, IMF juga mendorong kerjasama moneter global,
mengamankan stabilitas keuangan, memfasilitasi perdagangan internasional yang dilakukan oleh
188 negara-negara anggota, mempromosikan kerja tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang
bersangkutan dan yang terakhir adalah mengurangi kemiskinan di seluruh dunia.3 Hingga saat
ini, IMF memiliki andil dalam membantu mengatasi masalah-masalah struktural dengan adanya
program yang mengatasi permasalahan tersebut, yaitu program penyesuaian struktura atau
Structural Adjustment Program (SAP). Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan-
perubahan yang mencakup salah satunya perubahan infrastruktur dimana hal tersebut
mendukung perubahan suatu negara yang berasal dari negara agraris menjadi negara Industri
karena pada dasarnya perubahan struktural terjadi karena adanya masalah struktural yang terdiri
dari berbagai persoalan besar dan mendasar sejak lama secara sistematis, disadari atau tidak dan
terus mengikat pada keterpurukan.4 Melalui perspektif IMF, melihat bahwa untuk dapat
3
www.imf.org (diakses pada 14/12/2015 pukul 07.18)
Basri, Faisal. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural,
Transformasi Baru, dan Prospek perekonomian Indonesia . Jakarta: Kencana
4
memperbaiki kondisi perekonomian suatu negara yang terkena krisis, perubahan pertama kali
yang perlu dilakukan adalah perubahan struktural perekonomian itu sendiri.
Negara anggota yang membutuhkan bantuan finansial oleh IMF untuk penangan krisis,
diwajibkan untuk melaksanakan Structural Adjustment Program (SAP ) untuk dapat dapat
menjalankan dana yang disediakan oleh IMF. Program penyesuaian struktural yang dimaksud
adalah penghapusan subsidi, liberalisasi perdagangan, privatisasi, liberlisasi investasi, deregulasi,
restrukturisasi perbankan dan hal lain sebagainya. Hal ini bagi IMF, ditujukan untuk
membangunkan kembali kondisi perekonomian negara yang terkena krisis moneter. Program
IMF ini memiliki pro dan kontra terhadap kinerja dari program itu sendiri. Kontranya, program
ini di beberapa negara menyebabkan semakin terpuruknya perekonomian, karena dengan
privatisasi negara menjadi kekurangan aset yang diharapkan menambah kas negara. Sedangkan
pro nya, beberapa negara sukses menjadi negara industri karena keterlibatan IMF dalam
mengubah struktur perekonomian negara tersebut.
Structural Adjustment Program (SAP) oleh IMF ini, dapat dijelaskan dalam beberapa poin
berikut:
• Memperkuat sektor moneter dan keuangan melalui nasihat pengaturan sistem
perbankan, pengawasan, dan restrukturisasi, manajemen dan pengoperasian sistem
valuta asing, sistem kliring dan penyelesaian untuk pembayaran, serta struktur dan
pembangunan bank sentral;
• Mendukung manajemen dan kebijakan fiskal yang kuat melalui nasihat administrasi
dan kebijakan bea dan cukai, formulasi anggaran, manajemen perbelanjaan, rancangan
jaringan pengaman sosial, dan manajemen hutang internal dan external;
• Menyusun, mengelola, and diseminasi data statistik dan meningkatkan kwalitas data;
dan
• Penulisan konsep dan peninjauan peraturan perundangundangan ekonomi dan
keuangan.5
Beberapa kondisi untuk Structural Adjustments atau juga sering juga disebut sebagai The
Washington Consensus dapat mencakup: 6
Memotong pengeluaran, juga dikenal sebagai Austerity.
Fokus output ekonomi terhadap ekspor langsung dan ekstraksi sumberdaya,
Liberalisasi perdagangan, peningkatan impor dan pembatasan ekspor,
Devaluasi mata uang,
Meningkatkan stabilitas investasi (dengan melengkapi investasI langsung asing
dengan pembukaan pasar saham domestik),
Menyeimbangkan anggaran dan tidak overspending,
Privatisasi, atau pelepasan semua atau bagian dari perusahaan milik negara,
Menghapus kontrol harga dan subsidi negara,
Meningkatkan hak-hak investor asing vis-a-vis hukum nasional,
Meningkatkan tata pemerintahan dan memerangi korupsi
2.2. Masuknya Indonesia ke dalam Pusaran Neoliberalisme melalui bantuan IMF
Tantangan utama pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Jendral Soeharto adalah
mengembalikan perekonomian Indonesia yang terpuruk ditandai dengan melemahnya daya beli
masyarakat, depresiasi nilai rupiah dan tingginya tingkat inflasi pada masa itu mencapai sekitar
600% (Hyperinflation). Permasalahan pemerintahan Orde Baru ini terdapat dalam pernyataan Ali
Moertopo di bawah ini:
“Pembangunan pemerintah pada awal Orde Baru berorientasi pada usaha
penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok
rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada
5
Clift, Jeremy. 2001. What is I ter atio al Mo etary Fu d i I do esia . Washington, D.C. Hlm:35
James, B. 1997. A Political Ecology of Structural-Adjustment Policies: The Case of The Dominican Republic,Culture
& Agriculture , Greenberg., hal. 85-93
6
awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650% setahun.
Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah” (AliMoertopo, 2009:48).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintahan Orde Baru melakukan rekonstruksi
ekonomi salah satunya dengan bantuan IMF. IMF di Indonesia, dijalankan melalui IGGI
(International Governmental Group on Indonesia) yang kemudian berganti nama menjadi CGI
(Consultative Group on Indonesia). Seperti umumnya negara-negara yang meminta bantuan
IMF, Indonesia juga harus melakukan tiga hal yaitu liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. 7 Tiga
indikator tersebut merupakan indikator penting untuk menjalankan Struktural Adjustment
Program (SAP) oleh IMF. Dalam bidang liberalisasi, penerapan oleh pemerintahan Indonesia
melakukan perombakan dasar yuridis dan membuat salah satu undang-undang yaitu UU no 1
tahun 1967 yang mengatur tentang penanaman modal asing. Dalam undang-undang ini Indonesia
membuka diri bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Liberalisasi ini
dilakukan agar upaya pembangunan di Indonesia berjalan dengan lancar. Dengan konsep yuridis
dalam bentuk kebijakan dan undang-undang yang mendukung liberalisasi ini, mempermudah
investor asing melakukan investasi di Indonesia dengan memperhitungkan Low Wage
Production.
Pelayanan ini diberikan dengan membukakan peluang bagi investor asing untuk
memasuki semua sektor melalui pengurangan subsidi untuk kebutuhan-kebutuhan dasar (seperti
pendidikan, kesehatan, pangan dan perumahan), termasuk menghilangkan subsidi pada listrik,
tarif telepon dan bahan bakar minyak.8 Hasilnya banyak investor asing dalam kurun waktu 19671997 mendirikan perusahaan mereka di Indonesia karena kemudahan akses dan biaya
operasional perusahaan yang dapat ditekan dibandingkan memilih berinvestasi di negara lain.
Diasumsikan jika banyak investor asing melakukan investasi di Indonesia maka perekonomian
negara dapat berkembang, seperti pengelolaan lahan ekonomi yang belum tersentuh oleh
pemerintah ataupun pengusaha lokal. Dampak positif dari penyesuaian struktural dalam konteks
liberalisasi ini yaitu membuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia,
7
Prasetiantono,A Tony. 2003. IMF (I ter atio al Mo etary Fu d . Dala Neoliberalis e oleh I. Wibowo dan
Francis Wahono. Pustaka Rakyat Cerdas. Yogyakarta. Hlm: 117
8
Kusfiardi, “Menyerah Untuk Dijajah AS”, http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_
pdf=1&id=58 diakses pada 14/12/2015: 14.55
secara otomatis ini akan mengurangi pengangguran. Selain itu dengan adanya liberalisasi ini
menjadi sarana untuk peralihan teknologi dan pengetahuan bagi masyarakat Indonesia. Namun
dampak negatifnya, perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing dengan perusahaan asing yang
telah matang secara konsep, modal, dan distribusi. Selain itu banyak lahan ekonomi yang
menguasai hajat banyak orang yang dikuasai oleh sektor privat terutama perusahaan asing,
seperti air mineral (Aqua) pertambangan ( Caltex, Freeport, Exon Mobil, Newmont dst), dan
komunikasi (Indosat).
Dalam bidang deregulasi pemerintahan Indonesia membentuk suatu konsep yang
memudahkan semua masyarakat mengakses sumber daya alam, yang kemudian juga tercantum
dalam program Rapelita. Pemerintah membuka artikulasi kepentingan masyarakat pedesaan,
dengan menguncurkan subsidi (subsidi pupuk, bantuan kredit, harga pembelian yang memadai,
bantuan irigasi dan bentuk bantuan lainnya) yang dibiayai oleh utang luar negeri dan kenaikan
harga minyak.9 Semua masyarakat dituntut aktif untuk menjalankan perekonomian agar
menunjang pembangunan yang telah dirumuskan dalam program Rapelita. Pemerintahan
Soeharto pada saat itu membuka kesempatan dan menunjang masyarakatnya untuk menjadi aktor
dalam perekonomian melalui kebijakan pemerintah. Hal ini berdampak positif dengan
dikenalnya Indonesia sebagai “Macan Asia” karena sukses dalam sektor pertanian dan menjadi
salah satu negara eksportir minyak bumi yang pada masa itu meningkat harganya.
Tuntutan IMF yang lain demi membantu membangun ekonomi Indonesia adalah tuntutan
privatisasi BUMN. Pada masa Orde Baru, fungsi BUMN tidak dijalankan selayaknya perusahaan
yang mencari keuntungan untuk menambah kas negara. BUMN dibuat untuk menjadi pionir
dalam sektor-sektor yang tidak menarik dengan infrastruktur yang miskin. Namun pada tahun
1970an terjadi ledakan minyak dan harga minyak dunia yang meningkat, ini menjadikan peran
BUMN meningkat. Dengan mendapatkan banyak keuntungan dari BUMN pemerintah memiliki
modal untuk membangun BUMN baru. Fenomena ini bertahan selama hampir satu dasawarsa,
dan berakhir setelah terjadinya krisis keuangan karena jatuhnya harga minyak di pasar dunia
pada tahun 1983.10 Semenjak itu privatisasi gencar didiskusikan dan dilaksanakan oleh
9
Abison, Gama Fatih. 2002. Di a ika Kebijaka Pa ga Orde Baru: Oto o i egara vs pasar Global . Jurnal Ilmu
sosial dan Ilmu Politik. ISSN 1410-4946. Hlm: 284
10
Tumiwa, Febby. 2003. Privatisasi BUMN: Ti jaua Kasus di “ektor Listrik INFID Annual Lobby. Op Cit Hlm: 3
pemerintahan. Dimulai dengan privatisasi seperti PT. Telkom Indonesia, PT indosat, PDAM,
PLN, PT tambang Batu Bara, PT Gresik, Krakatau Steel dan BUMN lainnya. Privatisasi dinilai
perlu agar terdapat efisiensi perusahaan, jika perusahaan berada dalam penguasaan swasta,
diasumsikan bahwa perusahaan tersebut dapat lebih efisien dan meningkatkan produktivitas
perusahaan tersebut.
Hasil dari perubahan struktural di Indonesia ini secara umum dapat dilihat pada grafik
berikut
11
11
Laporan Kamar Dagang dan Industri I do esia Daya “ai g I do esia dala Me arik I vestasi Asi g .
www.kadin-indonesia.or.id diakses pada 13/12/2015 pukul 16:48
Dari grafik yang dipublikasikan oleh Kamar Dagang dan Industri terlihat bahwa terjadi fluktuasi
investasi dalam sektor industri yang pada umumnya terjadi peningkatan. Sektor jasa mengalami
fluktuasi yang juga umumnya mengalami peningkatan walau tidak setinggi sektor Industri.
Sementara itu sektor pertanian mengalami fluktuasi yang cenderung selalu turun dan tidak
banyak mengalami peningkatan. Peralihan investasi masyarakat lokal dan asing ini
memperlihatkan suskesnya proses perubahan struktural dari agraris ke industri di Indonesia
karena berbagai faktor salah satunya menjalankan program liberalisasi, deregulasi dan privatisasi
oleh IMF. Walau masih menjadi perdebatan namun pada masa orde baru bimbingan yang
diberikan oleh IMF masih berdampak positif terhadap perubahan struktural di Indonesia.
Sementara itu, pendapatan negara dalam bentuk PDB dari berbagai sektor tampak mengalami
pergeseran, digambarkan lewat tabel berikut12:
TABEL PERUBAHAN PDB STRUKTUR SEKTOR EKONOMI DI INDONESIA
2.3 Gagalnya Program Penyesuaian Struktural oleh IMF dan Jatuhnya Perekonomian
Indonesia saat Krisis Moneter 1998
12
Widodo, Tri. Tansformasi struktural pereko o ia I do esia pada tahu 2020: per asalaha da ta ta ga .
Jurnal terbuka.
Structural Adjustment Program (SAP) atau Program Penyesuaian Struktural, merupakan
salah satu “obat” yang ditawarkan IMF sebagai “dokter” ekonomi kepada negara-negara anggota
yang tergabung dalam IMF untuk menangani permasalahan ekonomi negara yang bersangkutan.
Umumnya negara yang meminta bantuan IMF, merupakan negara berkembang yang rentan dan
rapuh jika terjadi krisis, seperti Venezuela, Brazil, Turki dan lainnya termasuk Indonesia. IMF
mulai melakukan intervensi terhadap perekonomian Indonesia melalui bantuan (utang) dana dari
Masa Orde Lama, namun Presiden Sukarno yang sebagai Presiden Indonesia pada masa itu
melakukan hal yang bertolak belakang dengan tujuan IMF yaitu Nasionalisasi perusahaan
swasta. Sehingga pada Masa Orde Lama, IMF menarik bantuan tersebut. Peralihan Orde Lama
dan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto memberi peluang IMF untuk
mengintervensi perekonomian Indonesia, didukung dengan terpuruknya kondisi perekonomian
Indonesia selepas Orde Lama.
Selama masa Orde Baru SAP yang diterapkan dapat berjalan cenderung baik dan
memperbaiki perekonomian Indonesia karena masih dalam masa proses. Asumsinya hal ini
dikarenakan SAP masih dilakukan perlahan dan ditopang dengan utang luar negeri oleh IMF
melalui IGGI (International Governmental Group on Indonesia). Pada periode tersebut SAP
masih belum menimbulkan masalah hingga terjadi krisis global pada tahun 1997. SAP yang
menuntut liberalisasi, memberikan ruang yang besar kepada penanaman modal asing di
Indonesia. Sehingga banyak perusahaan asing yang mendirikan perusahaannya di Indonesia
karena memperhitungkan Low wage Production. Namun pertumbuhan ini tidak di topang dengan
tabungan nasional yang memadai dan hanya mengandalkan utang luar negeri yang semakin
membesar.13 Situasi seperti ini, membahayakan ketika pemodal asing menarik modal mereka di
Indonesia.
Krisis Moneter yang berubah menjadi Krisis Total pada tahun 1997 dan memuncak pada
tahun 1998 ini berdasarkan cirinya digolongkan sebagai krisis over investment. Dalam hal ini
tidak ada obatnya, karena pemodal asing yang memasukkan modalnya kehilangan kepercayaan
dan menarik modal mereka dari Indonesia, diperparah dengan tabungan nasional yang kosong. 14
Hilangnya kepercayaan pemodal asing terhadap Indonesia disebabkan karena kerawanan
13
Lihat Kwik Kian Gie. 999. Eko o i I do esia dala
Ibid. Hlm: 10
14
Krisis da Tra sisi Politik. Gra edia Pustaka. Jakarta. Hl : 4
perekonomian Indonesia sendiri. Kerawanan perekonomian bisa terjadi karena unsur-unsur yang
pada dasarnya bersifat internal, seperti kebijakan makro yang tidak tepat, lemahnya atau
hilangnya kepercayaan terhadap mata uang dan lembaga keuangan dan ketidakstabilan politik.15
Kerawanan dapat pula berasal dari faktor eksternal, seperti kondisi keuangan global yang
berubah, ketidakseimbangan atau misalignment nilai tukar mata uang dunia (dollar dengan yen),
atau perubahan cepat dari sentimen pasar yang meluas sebagai akibat dari perilaku ikut-ikutan
atau herdinstinct dari pelaku usaha.16 Inilah yang menjadi poin penilaian SAP gagal diterapkan
di Indonesia.
III. Kesimpulan
Program penyesuaian struktural oleh IMF ynag diwajibkan dilaksanakan oleh
pemerintaha negara yang menerima bantuan dari IMF, mengubah struktur negara tersebut
menjadi lebih liberal dan terbuka dengan pasar. Indonesia merupakan pasien IMF yang juga
melakukan hal tersebut pada masa pemerintahan Orde Baru. Perubahan struktur ekonomi
Indonesia memang bergeser dari yang tadinya berbasis agraris menjadi negara berbasis industri
dan taat kepada pasar. Melalui program ini juga IMF menuntut kebijakan pemerintahan yang
mampu menarik investor asing sebanyak mungkin ke Indonesia. Pada masa awal penerimaan
bantuan, Indonesia mengalami kesuksesan perekonomian, hingga menjadikan negara ini sebagai
macan Asia Namun kesuksesan ini berakhir pada saat terjangan krisis moneter 1998 ikut
menghancurkan perekonomian Indonesia. Hancurnya perekonomian Indonesia ini menandakan
bahwa program penyesuaian struktural IMF tidak sukses di Indonesia. Terutama karena IMF
menuntut adanya liberalisasi ekonomi Indonesia, perbaikan infrastruktur yang menunjang
liberalisasi, menuntut privatisasi BUMN, sementara itu IMF tidak memperhitungkan sistem
pemerintahan Indonesia yang rapuh sehingga sangat mudah untuk jatuh. Ibaratnya membangun
gedung serbaguna yang besar dan tinggi, tetapi mengabaikan ketahanan fondasi bangunan
tersebut.
15
Djiwa do o J. “oedjadjad.
Jakarta. Hlm: 6-7
16
Ibid.
. Bergulat de ga Krisis da Pe uliha Eko o i I do esia . “i ar Harapa .
Kepustakaan
Buku dan Jurnal:
Basri, Faisal. 2009.
“Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap
Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek perekonomian Indonesia ”.
Jakarta: Kencana
Clift, Jeremy. 2001. “What is International Monetary Fund in Indonesia”. Washington,
D.C.
Harvey, David. 2005. “The Brief History of Neoliberalism”. Oxford University Press.
James, B. 1997. “A Political Ecology of Structural-Adjustment Policies: The Case of The
Dominican Republic,Culture & Agriculture”, Greenberg.
Kusfiardi,
“Menyerah
Untuk
AS”,
Dijajah
http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_
Gie, Kwik Kian. 1999. “Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi Politik. Gramedia
Pustaka. Jakarta.
Prasetiantono,A
Tony.
2003.
“IMF
(International
Monetary
Fund”.
Dalam
“Neoliberalisme” oleh I. Wibowo dan Francis Wahono. Pustaka Rakyat Cerdas. Yogyakarta.
Soedjadjad, Djiwandono J. 2001. “Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi
Indonesia”. Sinar Harapan. Jakarta.
Staf Departemen Hubungan Eksternal IMF, “Apakah Dana Moneter Internasional Itu”?,
Washington DC, 2003,
Widodo, Tri. “Tansformasi struktural perekonomian Indonesia pada tahun 2020:
permasalahan dan tantangan”. Jurnal terbuka.
Internet:
Laporan Kamar Dagang dan Industri Indonesia “Daya Saing Indonesia dalam Menarik
Investasi Asing”. www.kadin-indonesia.or.id diakses pada 13/12/2015 pukul 16:48
Kusfiardi, “Menyerah Untuk Dijajah AS”,
http://kau.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=58 diakses pada 14/12/2015:
14.55
www.imf.org (diakses pada 14/12/2015 pukul 07.18)