Media Online untuk Anak antara Konten Po

Media Online untuk Anak, antara Konten Porno dan Edukasi
Penulis : Dhima Wahyu S

Sempat kita dihebohkan dengan rencana WhatsApp yang akan di blokir oleh kominfo
jika tetap memuat konten porno. Kominfo mendapati konten porno dengan format GIF di
aplikasi android tersebut. Konten porno memang sebenarnya telah di bekukan oleh Kominfo
dan diblokir agar tidak di akses oleh masyarakat indonesia. Kominfo meyebuatkan dalam
lamannya kominfo.co.id sudah memblokir 983.000. Namun faktanya konten porno memang
sangat deras dan tidak memungkinkan untuk dibendung keseluruhan mengingat setiap hari
setidaknya ada situs baru yang memuat konten porno bermunculan.
Beberapa negara, produksi pornografi dilegalkan dan menjadi ladang bisnis. Seperti
di Jepang, beberpa perusahaan Jepang yang memproduksi anime meluncurkan genre Harem.
genre Harem mempertotonkan satu tokoh laki-laki sebagai tokoh utama yang banyak
dikelilingi oleh tokoh-tokoh perempuan yang memiliki tampilan minimalis dan feminim
dengan pakaian serba ketat juga menojolkan bagian-bagian tertentu, walau adegan tidak
menjerumus ke hubungan intim, namun apa yang ditampilkan tetaplah tidak pantas ditonton
anak-anak sebab terbilaang vulgar. Genre anime lain adalah Hentai, yang menampikan
adegan-adegan pornografi secara terang-terangan. Begitu pula di beberapa negara Eropa
seperti Amerika yang memproduksi berbagai konten porno dengan legal serta diproduksi
secara gratis atau komersil untuk khalayak. Konten-konten porno agaknya terlalu mudah
untuk diakses di media.

Akhir-akhir ini beberapa orang tau sudah memberi ijin anaknya untuk memegang
smartphone, padahala mereka sebenarnya tidaklah bigitu membeutuhkannya sekalipun untuk
komunkaisi. Maka dari itu, smartphone yang diberikan digunakan untuk bermain dan hal-hal
yang tidak penting. Tanpa pengawasan orang tua dan tentu sulitnya mengawasi anak ketika
mereka berselancar di dunia maya membuat banyak orang tua akan kecolongan. Anak
memiliki peluang yang sangat besar untuk mengakses konten-konten porno kapanpun.
Ketika banyak orang ditanya bagaimana solusinya, tentu jawaban paling umum dan
mudah adalah tutup semua konten porno di media online. Sudah kita sampaikan diawalal,
website/blog yang memuat konten porno setiap harinya bermunculan lebih banyak ketimbang
pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo. Namun bukan tindakan yang bijak jika kita
melarang anak agar tidak menggunakan internet sepenuhnya, karena di dalam media online

juga terdapat situs-situs edukasi, e-jurnal, e-book, dan video edukasi anak. Tentu ini adalah
dilema yang besar bagi orang tua.
Kegagalan si anak dalam menggunakan internet ini tidak lepas dari foktor orang tua.
Ketika orang tua tidak paham betul tentang isi media, secara tidak sadar orang tua telah
memberikan peluang si anak untuk mengakses konten-konten porno. Ketidakpahaman
tentang isi medai akan membuat orang tua sulit memahamkan si anak agar dapat menggukan
media degan tangung jawab sosial yang tinggi.
Media Literasi menjadi salah satu solusi dari berbagai permasalahan media

konvensional ataupun online saat ini. Media literasi adalah solusi jangka panjang yang dapat
dilakukan oleh semua kalangan. Jika kita runtut permasalahannya kita akan temui akarnya,
yaitu minimnya pengetahuann orang tua dan anak mengenai media. Artinya secara sederhana
mereka sedang “buta media”. Melalui Media Literasi diharapakan orang tua “melek media”
sehingga dapat menyeleksi dan mengawasi secara efektif kegaitan anak di Media Sosial.
Libih lagi orang tua juga dapat memahamkan si anak tentang cara sehat menggunakan Media
Sosial dan Internet untuk kepentingan edukasi.
Gerakan media literasi harus segera digencarkan mengiggat masalah pelik yang
dihadapi media-media Indonesia saat ini. Jika kita tidak segera berbenah, kita hanya akan
menajadi korban dari penyalahgunaan media yang lepas dari tanggung jawab sosial, norma
sosial dan agama.