UJI KHASIAT DIURETIK EKSTRAK ETANOL 70 D

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Istilah penyakit degeneratif akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat

berbagai kalangan. Salah satu penyakit yang menjadi perhatian adalah penyakit
kardiovaskuler. Dr. Rustika, peneliti Balitbang Departemen Kesehatan, dalam
disertasi doktornya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
mengatakan bahwa penyakit kardiovaskuler saat ini telah menjadi pembunuh yang
cukup signifikan (www.lapilaboratories.com). Salah satu penyakit kardiovaskuler
adalah hipertensi. Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang
terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas
dan stres psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi menduduki peringkat
pertama sebagai penyakit yang paling sering dijumpai.
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang
atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria

dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di
tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan
639 sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia
(www.majalah-farmacia.com).
Salah satu golongan obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi adalah
diuretik. Diuretik adalah zat–zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal (Tjay, 2007 : 519). Indonesia
kaya akan bahan obat tradisional yang memiliki berbagai khasiat, termasuk

2

diantaranya yang berkhasiat diuretik. Oleh karena itu, alternatif obat alam yang
berkhasiat diuretik dapat dikembangkan dari alam Indonesia sebagai salah satu
obat tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang
bermanfaat bagi kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih
mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Selain itu,
obat tradisional banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak
menyebabkan efek samping (www.indonesiaherbal.com).
Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat tradisional
dan belum dibuktikan secara ilmiah adalah markisa. Markisa (Passiflora

quadrangularis) adalah tanaman yang berupa semak, menjalar, panjang ± 10 m.
Daun markisa secara empiris berkhasiat sebagai peluruh air seni. Untuk peluruh
air seni dipakai ± 10 gram daun segar Passiflora quadrangularis, dicuci, direbus
dengan 2 gelas air selama 25 menit, setelah dingin disaring. Hasil saringan
diminum dua kali sama banyak pagi dan sore (Hutapea, 1994 : 187).
Salah satu senyawa yang diduga berkhasiat diuretik dalam daun markisa
adalah saponin yang dapat meningkatkan absorbsi senyawa-senyawa diuretikum
(terutama yang berbentuk garam) dan tampaknya juga merangsang ginjal untuk
lebih aktif (Gunawan, 2004 : 89).
Etanol merupakan pelarut yang bersifat semipolar. Ekstraksi menggunakan
pelarut etanol dapat menarik senyawa yang bersifat polar maupun nonpolar.
Kemungkinan senyawa saponin dapat tersari dalam pelarut etanol. Oleh karena itu
untuk membuktikan kebenaran penggunaan daun markisa sebagai peluruh air seni
maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan khasiat diuretik dari ekstrak
etanol 70% daun markisa pada tikus jantan galur DDY. Penelitian tentang khasiat

3

diuretik ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemakaian tanaman obat tradisional
untuk pengobatan hipertensi pada khususnya dan pengembangan tanaman obat

tradisional pada umumnya.

1.2.

Rumusan Masalah
Apakah ekstrak etanol 70% daun markisa berkhasiat diuretik ?

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui khasiat diuretik dari ekstrak etanol 70% daun markisa terhadap
mencit putih jantan DDY.

1.3.1

Tujuan Khusus

A. Mengetahui pada dosis berapa ekstrak etanol 70% daun markisa berkhasiat

sebagai diuretik.
B. Membandingkan onset ekstrak etanol 70% daun markisa dengan furosemid.

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan penulis dan mengaplikasikan ilmu yang didapat di
bangku kuliah Jurusan Farmasi.

4

1.4.2. Bagi masyarakat
Dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengatasi penyakit
hipertensi.

1.4.3. Bagi kampus
A. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa yang membacanya dan dapat
dijadikan referensi untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya.

B. Menambah

literatur

perpustakaan

Kesehatan Jakarta II Jurusan Farmasi.

Politeknik

Kesehatan

Kementerian

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teori

2.1.1. Markisa ( Passiflora quadrangularis L. )
A. Klasifikasi
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae
Kelas

: Dicotyledonae

Bangsa

: Parietales

Suku

: Passifloraceae

Marga


: Passiflora

Jenis

: Passiflora quadrangularis L

B. Sinonim dan nama daerah
Nama latin markisa adalah : Passiflora quadrangularis L dan beberapa nama
daerahnya adalah Rubis (Palembang), Belewa (Melayu), Markusa (Sunda),
Markisah (Jawa).

C. Morfologi tanaman markisa
Habitus

: Semak, menjalar, panjang ±10 m.

Batang

: Semu, bersegi, lunak, halus, hijau kecoklatan.


6

Daun

: Tunggal, lonjong, tersebar, panjang 7-20 cm , lebar 5-14 cm, tepi
rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip,
permukaan licin, tangkai bersegi, panjang 2-6 cm, hijau.

Bunga

: Tunggal, bulat, berkelamin dua, di ketiak daun, tangkai bergerigi,
panjang 3-4 cm, hijau, mahkota lonjong, permukaan beralur,
ungu, kelopak lonjong, hijau, benang sari bertangkai, bentuk
tabung, panjang ± 6 cm, kepala sari silindris, panjang ± 0.6 cm,
putih, putih pendek, kuning, mahkota lonjong, permukaan
beralur, ungu.

Buah


: Lonjong, panjang ± 20 cm, diameter ± 15 cm, hijau keputihputihan.

Biji

: Bulat pipih, panjang ± 0.3 cm, putih.

Akar

: Tunggang, putih kotor.

D. Khasiat
Daun Passiflora quadrangularis berkhasiat untuk peluruh air seni, kencing
nanah, sedangkan buahnya untuk penenang. Untuk peluruh air seni dipakai ± 10
gram daun segar Passiflora quadrangularis, dicuci, direbus dengan 2 gelas air
selama 25 menit, setelah dingin disaring. Hasil saringan diminum dua kali sama
banyak pagi dan sore.

7

E. Kandungan kimia

Daun, batang buah Passiflora quadrangularis mengandung saponin dan
polifenol, disamping itu batang dan buahnya juga mengandung flavonoida
(Hutapea, 1994 : 187).

2.1.2. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Anonim, 1995 : 7).

2.1.3. Pengertian diuretik
Diuretik adalah zat – zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal (Tjay, 2007 : 519). Istilah
diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan
volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran
(kehilangan) zat-zat terlarut dan air (Nafrialdi, 2007 : 389 ).
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli yang
terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja
sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam-garam dan

glukosa. Ultrafiltrat, yang diperoleh dari filtrasi dan berisi banyak air serta
elektrolit akan ditampung di kapsul Bowman dan kemudian disalurkan ke tubuli
proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang disini direabsorbsi

8

secara aktif kurang lebih 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan
ureum. Karena reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat
tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Dari tubula proksimal filtrat
disalurkan ke lengkungan Henle. Di bagian menaik Henle’s loop ini 25% dari
semua ion Cl- yang telah direabsorbsi secara aktif, disusul dengan reabsorbsi pasif
dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Filtrat kemudian
dialirkan ke tubula distal. Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorbsi secara
aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Di bagian
kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan K+ atau NH4+, proses ini
dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Akhirnya filtrat dari semua
tubuli ditampung di saluran pengumpul. Hormon antidiuretik ADH (vasopresin)
dari hipofise bertitik kerja di sini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi
air dari sel-sel saluran ini. Filtrat disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun di
sini sebagai urin (Tjay, 2007 : 519-521).
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra
sel kembali menjadi normal (Nafrialdi, 2007 : 389 ).
Diuretika digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Efek samping dari
penggunaan obat–obat diuretika dapat berupa hipokalemia, hiperurikemia,
hiperglikemia, hiperlipidemia dan hiponatriemia (Tjay, 2007 : 521-523).

9

2.1.4. Penggolongan diuretik, mekanisme kerja dan tempat kerjanya di
tubulus
Secara umum, diuretik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu : (1)
diuretik osmotik (2) penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli
ginjal. Obat yang dapat menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal adalah :
(1) benzotiazid (2) diuretik kuat (3) diuretik hemat kalium dan (4) penghambat
karbonik anhidrase.
Tabel 2.1 Penggolongan, tempat dan cara kerja diuretik
Golongan diuretic
Tempat kerja utama
Cara kerja
Diuretik osmotic
1. Tubuli proksimal
1. Penghambatan
reabsorpsi
natrium dan air melalui daya
osmotiknya
2. Ansa henle
2. Penghambatan
reabsorpsi
natrium dan air karena
hipertonisitas daerah medula
menurun
3. Duktus koligentes
3. Penghambatan
reabsorpsi
natrium dan air karena
penghambatan ADH
Penghambat enzim Tubuli proksimal
Penghambatan terhadap reabsorpsi
karbonik anhidrase
HCO3-, H+, dan Na+
Tiazid
Hulu tubuli distal
Penghambatan terhadap reabsorpsi
natrium klorida
Diuretik
hemat Hilir tubuli distal dan Penghambatan antiport Na+/K+
kalium
duktus koligentes daerah (reabsorbsi natrium dan sekresi
korteks
kalium) dengan jalan antagonisme
kompetitif (spironolakton) atau
secara langsung (triamteren dan
amilorid)
Diuretik kuat
Ansa
henle
bagian Penghambatan
terhadap
ascenden pada bagian kotransport Na+ / K+ / Cldengan epitel tebal
(Nafrialdi, 2007 : 389 - 390).

10

2.1.4. Furosemid

Gambar 2.1 Rumus bangun furosemid
Asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoilantranilat
Furosemid mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C12H11ClN2O5S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian

: Serbuk hablur, putih sampai hampir kuning, tidak berbau.

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam aseton,
dalam dimetilformamida dan dalam larutan alkali
hidroksida; larut dalam metanol; agak sukar larut dalam
etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam
kloroform (Anonim, 1995 : 400- 401).

Mekanisme
Kerja

: Furosemid merupakan turunan sulfonamide yang berdaya
diuretik kuat dan bertitik kerja di lengkung henle bagian
menaik. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam, dan
bertahan 4-6 jam.

Dosis

: Pada udema : oral 40-80 mg pagi p.c. (post coenam), jika
perlu atau pada insufisiensi ginjal sampai 250-2.000 mg
sehari dalam 2-3 dosis (Tjay, 2007 : 523).

Bentuk sediaan

: Furosemid tersedia dalam bentuk tablet 40 mg.

11

2.1.6. Natrium klorida
Natrium klorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101, 0 % NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian

: Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih; rasa asin.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air
mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol
(Anonim, 1995 : 584-585).

Penggunaan

: Sebagai induktor dalam uji diuretik.

2.1.7. Tragakan
Tragakan adalah eksudat kering gom dari Astragalus gummifer Labillardiere
atau spesies Asiatic lain dari Astragalus (Familia Leguminosae). Tanaman
Astragalus gummifer berupa semak-semak bercabang, berduri, dan tinggi 1 m.
Tragakan mengandung 60-70% basorin, suatu kompleks dari asam-asam dengan
polimetoksil yang mengembang dalam air, tetapi tidak larut. Basorin mempunyai
bentuk molekul memanjang dan membentuk larutan yang kental.
Pemerian

: Tidak berbau; mempunyai rasa tawar; seperti lender
(Anonim, 1995 : 799).

Kelarutan

: Dalam air agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang
menjadi masa homogen, lengket, dan seperti gelatin
(Anonim, 1979 : 612).

Penggunaan

: Sebagai suspending agent.

12

2.1.8. Mencit (Mus muculus)
Mencit hewan yang bersifat penakut, fotofobia, cenderung berkumpul dengan
sesamanya, dan lebih aktif pada malam hari dibandingkan siang hari. Cara
pemberian dapat dilakukan secara oral, intravena, subkutan, intramuskular,
intraperitoneal, dan intradermal.
Pemberian secara oral dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan
jarum atau kanula berujung tumpul dan berbentuk bola dengan maksimal volume
1 ml/20 g berat badan. Jarum atau kanula dimasukkan ke dalam mulut perlahan–
lahan diluncurkan melalui langit–langit kebelakang sampai esophagus. Pemberian
tanda dapat dilakukan dengan cara memberi garis atau titik dengan menggunakan
larutan 10% pikrat, tinta cina, atau pewarnaan lain pada punggung atau ekor
(Harmita, 2005 : 72-76).
2.2.

Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen

Furosemid, tragakan, ekstrak

Efek dan onset diuretik

etanol 70% daun markisa dosis
½ x, 1x, dan 2 x.
Mencit

Variabel Kontrol
Seleksi, berat badan,
jenis kelamin

Gambar 2.2 Bagan kerangka konsep

13

2.3. Definisi Operasional
A. Efek diuretik adalah efek yang ditimbulkan pada mencit setelah diberi
perlakuan yang dihitung dengan rumus :
VUT X 100%
VCB
VUT : Volume urin yang tertampung
VCB : Volume cairan yang diberikan
B. Onset adalah waktu pertama kali menimbulkan efek diuretik pada mencit
setelah diberi perlakuan (selisih antara waktu mulai berkemih dengan waktu
saat sonde perlakuan dicabut dari mulut mencit).
C. Kelompok kontrol positif adalah kelompok hewan (mencit) yang diberikan
perlakuan dengan furosemid dosis 40 mg/tab dan NaCl.
D. Kelompok kontrol negatif adalah kelompok hewan (mencit) yang diberikan
perlakuan dengan tragakan 0,5% dan NaCl.
E. Kelompok uji 1 adalah kelompok hewan (mencit) yang diberikan perlakuan
dengan zat uji dosis ½ x dan NaCl.
F. Kelompok uji 2 adalah kelompok hewan (mencit) yang diberikan perlakuan
dengan zat uji dosis 1 x dan NaCl.
G. Kelompok uji 3 adalah kelompok hewan (mencit) yang diberikan perlakuan
dengan zat uji dosis 2 x dan NaCl.

14

H. Zat Uji adalah zat yang diberikan kepada hewan uji berupa ekstrak etanol 70
% daun markisa.
I. Hewan uji yang terseleksi adalah hewan yang dapat mendiuresis volume
cairan sebanyak 20–40% dari volume cairan yang diberikan.

15

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Jakarta II Jurusan Farmasi pada bulan Juni 2010.

3.2. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat eksperimental. Sumber data
penelitian ini adalah :
A. Studi pustaka

: Teori dari literatur yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan.

B. Studi lapangan

: Data di tempat penelitian yang diperoleh dalam bentuk
data primer melalui pengamatan langsung di lapangan.

3.3. Alat dan Bahan Penelitian
Alat :
A. Timbangan hewan digital merek accurate.
B. Timbangan analitik merek boeco germany dan sartorius.
C. Kaca arloji.
D. Sonde oral.
E. Beaker glass, gelas ukur, vial, lumpang, alu, sudip, dan serbet.
F. Stopwatch.
G. Kandang metabolisme individual.

16

Bahan :
A.

Aquades.

B.

Furosemid generik 40 mg/tablet (PT. Indofarma Tbk.).

C.

Tragakan (PT. Brataco).

D.

Zat uji ; ekstrak etanol 70% daun markisa dosis ½ x, 1x, dan 2x
(Dideterminasi oleh LIPI dan dibuat oleh Balitro).

E.

NaCl (PT. Brataco).

F.

Mencit putih jantan DDY (Deutch Democratic Yokohama)
dengan berat badan (BB) antara 18-22 g.

3.4. Rancangan Penelitian
3.4.1. Hewan percobaan
Mencit galur DDY jenis kelamin jantan dengan BB antara 18-22 g yang berasal
dari Laboratorium Hewan Percobaan Badan POM.

3.4.2. Jumlah hewan percobaan
Penentuan jumlah sampel mencit yang akan diberi perlakuan pada penelitian
ini berdasarkan rumus yang terdapat dalam buku karangan Hanafiah :
(t-1) (r-1) ≥ 15
t = jumlah perlakuan
r = jumlah sampel

17

Perhitungan untuk menentukan jumlah setiap kelompok adalah sebagai berikut:
t=5
(5-1) (r-1) ≥ 15
4t – 4 ≥ 15
4r ≥ 19
r ≥ 4,75
4,75 ≈ 5
Hasil dari perhitungan tersebut dibutuhkan mencit minimal sebanyak lima
ekor per kelompok untuk lima perlakuan.

3.4.3. Rancangan volume per oral
Volume maksimal per oral mencit menurut Harmita adalah 1 ml/20 g BB.
Volume oral mencit untuk larutan NaCl 1,8% sebanyak 1 ml/20 g BB diubah
menjadi larutan NaCl 3,6% dengan volume oral sebanyak 0,5 ml/20 g BB dan
volume oral untuk perlakuan sebanyak 0,5 ml/20 g BB.
Dosis yang digunakan untuk tiap kelompok perlakuan :
Kelompok 1: Kelompok kontrol negatif (diberikan suspensi tragakan 0,5%
sebanyak 0,5 ml/20 g BB dan larutan NaCl 3,6% sebanyak 0,5
ml/20 g BB).

18

Kelompok 2 : Kelompok kontrol positif (diberikan suspensi furosemid sebanyak
0,5 ml/20 g BB dan larutan NaCl 3,6% sebanyak 0,5 ml/20 g BB).
Kelompok 3 : Kelompok uji 1 (diberikan suspensi zat uji dosis ½ x sebanyak 0,5
ml/20 g BB dan larutan NaCl 3,6% sebanyak 0,5 ml/20 g BB).
Kelompok 4 : Kelompok uji 2 (diberikan suspensi zat uji dosis 1 x sebanyak 0,5
ml/20 g BB dan larutan NaCl 3,6% sebanyak 0,5 ml/20 g BB).
Kelompok 5 : Kelompok uji 3 (diberikan suspensi zat uji dosis 2 x sebanyak 0,5
ml/20 g BB dan larutan NaCl 3,6% sebanyak 0,5 ml/20 g BB).

3.4.4. Perhitungan dosis dan pembuatan sediaan
A. Suspensi tragakan 0,5%
Perhitungan :
0,5 g x 150 ml = 0,75 g
100 ml

Pembuatan :
1.) Tragakan ditimbang sebanyak 0,75 g
2.) Tragakan digerus didalam lumpang lalu ditambahkan aquades sebanyak 5,3 ml
(7 x tragakan = 7 x 0,75 = 5,25 ≈ 5,3 ) dan digerus cepat sampai menjadi
suspensi yang bagus.
3.) Ditambahkan aquades ± 50 ml, lalu digerus sampai homogen.
4.) Larutan dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquades sampai
150 ml, lalu diaduk sampai homogen.

19

B. Larutan NaCl 3,6%
Pembuatan :
1.) NaCl ditimbang sebanyak 3,6 g .
2.) NaCl digerus dan ditambahkan aquades sedikit demi sedikit sebanyak 50 ml,
lalu diaduk sampai homogen.
3.) Larutan dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquades sampai
100 ml, lalu diaduk sampai homogen.
C. Suspensi furosemid
Dosis pada manusia adalah 1 tablet sekali pakai (1 tablet = 40 mg)
Konversi dosis pada mencit dengan berat badan 20 g adalah 40 mg x 0,0026 =
0,104 mg.
Volume suspensi yang diberikan secara oral pada mencit dengan berat badan 20
g adalah 0,5 ml.
Perhitungan :
4 mg
x ml

= 0,104 mg
0,5 ml
x = 19,2 ml

Pembuatan :
1.) Vial dikalibrasi.
2.) Tablet furosemid 40 mg digerus sampai homogen.
3.) Disuspensikan dalam 10 ml tragakan 0,5% sehingga konsentrasinya 4 mg/ml.
4.) Larutan tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke vial yang telah dikalibrasi,

20

lalu ditambahkan tragakan 0,5% sampai 19,2 ml, lalu dikocok sampai
homogen.
D. Suspensi zat uji
Dosis daun markisa segar untuk manusia adalah 10 g (dua kali pakai) atau 5 g
(satu kali pakai). Berat daun markisa kering yang dihasilkan dari 3 kg daun
markisa segar adalah 0,6 kg. Jadi berat daun markisa kering yang dihasilkan dari 5
g daun markisa segar adalah 1 g.
Berat serbuk simplisia daun markisa untuk penyarian adalah 250 g. Ekstrak
kental daun markisa yang diperoleh dari penyarian adalah 42,3 g. Jadi ekstrak
daun markisa untuk manusia adalah
250 g = 42,3 g
1g
x

=xg
= 0,1692 g

Dosis ekstrak daun markisa :
Dosis ½ x : 0,1692 g x 0,0026 x ½ = 0,00021996 g/20 g BB = 0,2200 mg/20 g
BB.
Dosis 1 x : 0,1692 g x 0,0026 x 1 = 0,00043992 g/20 g BB = 0,4399 mg/20 g BB.
Dosis 2 x : 0,1692 g x 0,0026 x 2 = 0,00087984 g/20 g BB = 0,8798 mg/20 g BB.

21

Pembuatan sediaan uji :
1.) Suspensi zat uji induk
Pembuatan :
a. Zat uji ditimbang sebanyak

1 g dengan menggunakan kaca arloji dan

timbangan analitik.
b. Zat uji disuspensikan dalam 100 ml tragakan 0,5% sehingga konsentrasinya
10 mg/ml.
2.) Suspensi zat uji dosis ½ x
Volume suspensi yang diberikan secara oral pada mencit dengan berat badan 20
g adalah 0,5 ml.
Perhitungan :
5 mg = 0,2200 mg
x ml
0,5 ml
x

= 11,36 ml ≈ 11,4 ml

Pembuatan :
a. Vial dikalibrasi.
b. Suspensi zat uji induk diambil ½ ml dengan menggunakan sonde, lalu
dimasukkan ke vial yang telah dikalibrasi.
c. Tragakan 0,5% ditambahkan ke dalam vial sampai 11,4 ml, lalu dikocok
sampai homogen.
3.) Suspensi zat uji dosis 1 x
Volume suspensi yang diberikan secara oral pada mencit dengan berat badan 20
g adalah 0,5 ml.

22

Perhitungan :
10 mg = 0,4399 mg
x ml
0,5 ml
x

= 11,37 ml ≈ 11,4 ml

Pembuatan :
a. Vial dikalibrasi.
b. Suspensi zat uji induk diambil 1 ml dengan menggunakan sonde, lalu
dimasukkan ke vial yang telah dikalibrasi.
c. Tragakan 0,5% ditambahkan ke dalam vial sampai 11,4 ml, lalu dikocok
sampai homogen.
4.) Suspensi zat uji dosis 2 x
Volume suspensi yang diberikan secara oral pada mencit dengan berat 20 g
adalah 0,5 ml.
Perhitungan :
20 mg = 0,8798 mg
x ml
0,5 ml
x

= 11,37 ml ≈ 11,4 ml

Pembuatan :
a. Vial dikalibrasi.
b. Suspensi zat uji induk diambil 2 ml dengan menggunakan sonde, lalu
dimasukkan ke vial yang telah dikalibrasi.
c. Tragakan 0,5% ditambahkan ke dalam vial sampai 11,4 ml, lalu dikocok
sampai homogen.

23

3.5. Prosedur Penelitian
3.5.1. Aklimatisasi hewan percobaan
Aklimatisasi hewan percobaan dilakukan dengan cara mendiamkan mencit
putih jantan dalam kandang selama 1 minggu, dipelihara dengan perlakuan dan
nutrisi yang sama. Tujuan aklimatisasi hewan percobaan adalah untuk
memberikan waktu kepada mencit untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang
baru.

3.5.2. Prosedur kerja
A.

Beberapa hari sebelum percobaan dimulai, dilakukan seleksi untuk
menentukan mencit yang memenuhi syarat untuk mengikuti protokol
penapisan terarah (Anonim, 1993) dengan prosedur sebagai berikut :

1.) Mencit dipuasakan selama 18 jam.
2.) Mencit diberi nomor dengan spidol kemudian ditimbang menggunakan
timbangan hewan.
3.) Mencit diberi volume oral larutan NaCl 1,8% 1ml/20 g BB.
4.) Masing-masing mencit ditempatkan dalam kandang metabolisme individual
dan urin yang dieksresikan ditampung.
5.) Volume urin tiap jam selama 4 jam dicatat.
6.) Mencit yang lulus seleksi adalah mencit yang dapat mendiuresis volume
cairan sebanyak 20-40% dari volume cairan yang diberikan dan dihitung
dengan rumus :

24

VUT X 100 % = 20-40%
VCB
VUT = Volume urin yang tertampung
VCB = Volume cairan yang diberikan
B. Setelah dilakukan seleksi pada mencit sesuai dengan protokol penapisan,
mencit diberi perlakuan dengan prosedur sebagai berikut :
1.) Semua mencit dipuasakan makan dan minum selama 18 jam.
2.) Mencit diberi nomor dengan spidol kemudian ditimbang menggunakan
timbangan hewan.
3.) Dilakukan penghitungan, pencatatan dan pengukuran volume perlakuan untuk
kelompok kontrol positif, kontrol negatif, dan uji.
4.) Semua mencit diberi volume oral larutan NaCl 3,6% sebanyak 0,5 ml/20 g BB
dan perlakuan sebanyak 0,5 ml/20 g BB mencit.
5.) Jam perlakuan dicatat.
6.) Masing-masing mencit ditempatkan dalam kandang metabolisme individual
dan urin yang dieksresikan ditampung.
7.) Waktu pertama kali mencit berkemih dan volume urin tiap jam selama 4 jam
dicatat.

3.6. Analisis Data
A. Seluruh data hasil penelitian ditabulasikan.
B. Efek diuretik dihitung menggunakan rumus :
VUT X 100%
VCB

25

VUT : Volume urin yang tertampung
VCB : Volume cairan yang diberikan
C. Data dinormalkan dengan menetapkan batas penyimpangan berdasarkan nilai
SD (standar deviasi) terbesar diantara 5 kelompok perlakuan.
D. Data dihitung secara statistik dengan program SPSS 12.0.
Data terdistribusi normal tetapi variasinya tidak homogen sehingga data tidak
dapat diuji dengan Oneway Anova. Data diuji dengan Kruskal-Wallis, hasilnya
ada perbedaan khasiat diuretik pada tiap kelompok perlakuan maka analisis
dilanjutkan dengan T-Test.

26

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Hasil Penelitian
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian

disusun dari bulan Juni-Juli 2010.

4.1.1. Hasil seleksi
Hasil seleksi menunjukkan bahwa dari 71 mencit, yang lolos seleksi ada 21
ekor. Data seleksi dapat dilihat pada tabel lampiran 1.

4.1.2. Hasil perlakuan
A. Kelompok normal
Hasil persentase rata-rata efek diuretik yang dihasilkan dari kelompok normal
dari 12 mencit adalah 52,02%. Data perlakuan kelompok normal dapat dilihat
pada tabel 4.1.

27

Tabel 4.1 Data kelompok normal
No.
Berat VCB
Onset
VUT (ml) tiap jam
Mencit
(g)
(ml)
(menit)
1
2
3
4
1
17.50
0.88
54
0.15 0.15 0.25 0.30
2
19.00
0.96
57
0.10 0.10 0.40 0.40
3
18.00
0.90
58
0.05 0.10 0.40 0.40
4
17.50
0.88
129
0.00 0.00 0.30 0.40
5
17.50
0.88
134
0.00 0.00 0.10 0.40
6
19.00
0.96
68
0.00 0.20 0.50 0.50
7
19.00
0.96
69
0.00 0.50 0.50 0.50
8
18.50
0.92
105
0.00 0.30 0.30 0.50
9
16.50
0.82
54
0.05 0.25 0.35 0.50
10
16.00
0.80
64
0.00 0.25 0.50 0.50
11
17.50
0.88
86
0.00 0.40 0.50 0.55
12
20.50
1.02
54
0.20 0.50 0.70 0.70
Rata-rata onset
77.67
Rata-rata efek diuretik
Standar deviasi

Efek
Diuretik
(%)
34.09
41.67
44.44
45.45
45.45
52.08
52.08
54.35
60.98
62.50
62.50
68.63
52.02
10.24

B. Kelompok furosemid
Hasil persentase rata-rata efek diuretik yang dihasilkan dari kelompok
furosemid dari 15 mencit adalah 144,60%. Data perlakuan kelompok furosemid
dapat dilihat pada tabel 4.2.

28

Tabel 4.2 Data kelompok furosemid
No.
Berat VCB
Onset
VUT (ml) tiap jam
Mencit
(g)
(ml)
(menit)
1
2
3
4
1
18.00
0.90
28
0.70 0.85 0.85 0.85
2
18.00
0.80
51
0.50 0.60 0.80 0.85
3
20.00
0.82
42
0.35 0.45 0.60 0.90
4
18.00
0.90
38
0.20 0.65 0.90 1.00
5
17.00
0.86
30
0.80 0.85 1.10 1.15
6
16.00
0.80
41
1.00 1.00 1.10 1.10
7
18.50
0.92
42
0.30 0.30 1.30 1.30
8
18.00
0.90
23
1.00 1.00 1.25 1.35
9
18.50
0.92
45
0.50 1.00 1.40 1.40
10
18.50
0.92
43
1.10 1.40 1.40 1.40
11
16.50
0.82
48
0.90 1.05 1.20 1.25
12
16.50
0.82
23
1.20 1.25 1.25 1.30
13
20.50
1.02
43
1.50 1.70 1.70 1.80
14
20.00
1.00
46
1.20 1.50 1.90 1.90
15
19.00
0.96
42
1.55 1.85 1.95 1.95
Rata-rata onset
39
Rata-rata efek diuretik
Standar deviasi

Efek
Diuretik
(%)
94.44
106.25
109.76
111.11
133.72
137.50
141.30
150.00
152.17
152.17
152.44
158.54
176.47
190.00
203.13
144.60
30.94

C. Kelompok uji 1
Hasil persentase rata-rata efek diuretik yang dihasilkan dari kelompok uji 1
dari 7 mencit adalah 86,17%. Data perlakuan kelompok uji 1 dapat dilihat pada
tabel 4.3.

29

Tabel 4.3 Data kelompok uji 1
No.
Berat VCB
Onset
VUT (ml) tiap jam
Mencit
(g)
(ml)
(menit)
1
2
3
4
1
24.00
1.20
168
0.00 0.00 0.60 0.60
2
21.50
1.08
47
0.30 0.55 0.55 0.55
23.50
3
1.18
38
0.50 0.75 0.80 0.80
4
24.50
1.22
76
0.00 0.40 0.60 1.25
5
22.00
1.10
102
0.20 0.40 0.90 1.15
26.50
6
1.32
58
0.35 0.75 0.75 1.40
7
28.00
1.40
59
0.60 1.70 1.70 1.70
Rata-rata onset
78.29
Rata-rata efek diuretik
Standar deviasi

Efek
Diuretik
(%)
50.00
50.93
67.80
102.46
104.55
106.06
121.43
86.17
29.24

D. Kelompok uji 2
Hasil persentase rata-rata efek diuretik yang dihasilkan dari kelompok uji 2
dari 5 mencit adalah 41,46%. Data perlakuan kelompok uji 2 dapat dilihat pada
tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data kelompok uji 2
No.
Berat VCB
Onset
VUT (ml) tiap jam
Mencit
(g)
(ml)
(menit)
1
2
3
4
1
24.00
1.20
89
0.00 0.45 0.45 0.45
2
21.00
1.06
227
0.00 0.00 0.00 0.40
3
26.00
1.30
141
0.00 0.00 0.50 0.50
4
24.00
1.20
182
0.00 0.00 0.00 0.55
27.00
5
1.36
89
0.00 0.65 0.65 0.65
Rata-rata onset
145.60
Rata-rata efek diuretik
Standar deviasi

Efek
Diuretik
(%)
37.50
37.74
38.46
45.83
47.79
41.46
4.94

E. Kelompok uji 3
Hasil persentase rata-rata efek diuretik yang dihasilkan dari kelompok uji 3
dari 8 mencit adalah 77,51%. Data perlakuan kelompok uji 3 dapat dilihat pada
tabel 4.5.

30

Tabel 4.5 Data kelompok uji 3
No.
Berat VCB
Onset
VUT (ml) tiap jam
Mencit
(g)
(ml)
(menit)
1
2
3
4
1
27.00
1.36
53
0.00 0.00 0.00 0.80
2
20.50
1.02
234
0.00 0.00 0.00 0.60
3
24.00
1.20
60
0.40 0.40 0.80 0.80
4
26.50
1.32
98
0.00 0.45 0.85 0.90
5
26.50
1.36
37
0.45 0.80 1.00 1.00
6
22.50
1.12
97
0.00 0.45 0.00 1.00
7
25.50
1.28
44
0.45 1.10 1.10 1.25
8
22.50
1.12
36
0.20 0.70 1.20 1.20
Rata-rata onset
82.38
Rata-rata efek diuretik
Standar deviasi

Efek
Diuretik
(%)
58.82
58.82
66.67
68.18
73.53
89.29
97.66
107.14
77.51
18.29

4.1.3. Efek diuretik tiap kelompok perlakuan
Persentasi rata-rata efek diuretik terbesar dihasilkan oleh kelompok furosemid
yaitu sebesar 144,60% sedangkan persentasi rata-rata efek diuretik terendah
dihasilkan oleh kelompok uji 2 yaitu 41,46%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 4.6 dan gambar 4.1.
Tabel 4.6 Data rekapitulasi persentase rata-rata efek diuretik tiap kelompok
perlakuan
Kelompok perlakuan
Normal
Furosemid
Uji 1
Uji 2
Uji 3

Rata - rata efek diuretik (%)
52.02
144.60
86.17
41.46
77.51

31

Gambar 4.1 Grafik persentase rata-rata efek diuretik tiap kelompok perlakuan

4.1.4. Waktu mulai berefek (onset)
Waktu mulai berefek (onset) dinyatakan dalam satuan menit. Kelompok
furosemid memiliki onset tercepat (39,00 menit) sedangkan kelompok uji 2
memiliki onset terlama (145,60 menit). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.7
dan gambar 4.2.

Tabel 4.7 Data rekapitulasi rata-rata onset tiap kelompok perlakuan
Kelompok perlakuan
Normal
Furosemid
Uji 1
Uji 2
Uji 3

Rata - rata onset (menit)
77.67
39.00
78.29
145.60
82.38

32

Gambar 4.2 Grafik rata – rata onset tiap kelompok perlakuan

4.1.5.

Analisis hasil penelitian secara statistiik

Setelah semua data diperoleh dan ditabulasikan dalam bentuk tabel kemudian
data dihitung secara statistik dengan program SPSS 12.0. Data persentase efek
dan onset diuretik yang didapat terdistribusi normal tetapi variasinya tidak
homogen sehingga data diuji dengan Kruskal-Wallis dengan alfa 5%. Hasil dari uji
Kruskal-Wallis untuk efek diuretik menyatakan bahwa ada perbedaan khasiat
diuretik diantara kelima kelompok perlakuan sehingga analisis dilanjutkan dengan
analisis T-Test yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.8. Hasil dari uji KruskalWallis untuk onset diuretik menyatakan bahwa ada perbedaan onset diuretik
diantara kelima kelompok perlakuan sehingga analisis dilanjutkan dengan analisis
T-Test yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.9. Hasil perhitungan statistik
dengan program SPSS 12.0 dapat dilihat pada lampiran 7.

33

Tabel 4.8 Hasil statistik uji T-Test untuk khasiat diuretik
Kelompok
Kelompok Sig.
Hasil
Kesimpulan
1. Furosemid
Normal
0,000 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 1
0,000 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 2
0,000 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 3
0,000 Sig. < α
Ada perbedaan
2. Normal
Uji 1
0,021 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 2
0,046 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 3
0,005 Sig. < α
Ada perbedaan
3. Uji 1
Uji 2
0,006 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 3
0,514 Sig. > α
Tidak ada perbedaan
4. Uji 2
Uji 3
0,001 Sig. < α
Ada perbedaan
Tabel 4.9 Hasil statistik uji T-Test untuk onset diuretik
Kelompok
Kelompok Sig.
Hasil
Kesimpulan
1. Furosemid
Normal
0,001 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 1
0,059 Sig. > α
Tidak ada perbedaan
Uji 2
0,016 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 3
0,106 Sig. > α
Tidak ada perbedaan
5. Normal
Uji 1
0,971 Sig. > α
Tidak ada perbedaan
Uji 2
0,062 Sig. > α
Tidak ada perbedaan
Uji 3
0,829 Sig. > α
Tidak ada perbedaan
7. Uji 1
Uji 2
0,049 Sig. < α
Ada perbedaan
Uji 3
0,892 Sig. > α
Tidak ada perbedaan
9. Uji 2
Uji 3
0,108 Sig. > α
Tidak ada perbedaan
Keterangan : Sig. = nilai signifikan
α

= 0,05

4.2. Pembahasan
Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan– bahan tersebut
yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman yang digunakan. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

34

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (Anonim, 1995 : 7). Daun markisa secara empiris berkhasiat
sebagai peluruh air seni (Hutapea, 1994 : 187). Salah satu senyawa yang diduga
terdapat dalam daun markisa adalah saponin yang dapat meningkatkan absorbsi
senyawa-senyawa diuretikum (terutama yang berbentuk garam) dan tampaknya
juga merangsang ginjal untuk lebih aktif (Gunawan, 2004 : 89). Etanol merupakan
pelarut yang bersifat semipolar. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol dapat
menarik senyawa yang bersifat polar maupun nonpolar. Kemungkinan senyawa
saponin dapat tersari dalam pelarut etanol. Etanol dipilih sebagai pelarut karena
mempunyai kelebihan dibandingkan air yaitu tidak menyebabkan pembengkakan
sel saat penyarian, menghambat kerja enzim yang dapat menyebabkan reaksi
fermentatif pada zat aktif dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.
Berdasarkan kandungan kimia yang dimilikinya diharapkan ekstrak etanol
70% daun markisa memiliki khasiat diuretik terhadap mencit putih jantan galur
DDY.
Dalam menentukan jumlah mencit yang akan digunakan, penulis menentukan
berdasarkan rumus yang terdapat dalam buku karangan Hanafiah. Hasil dari
perhitungan rumus tersebut menyatakan bahwa untuk setiap kelompok dibutuhkan
minimal 5 ekor mencit. Pada penelitian ini penulis melakukan tiga kali curah
percobaan sehingga masing-masing kelompok membutuhkan 15 ekor mencit.
Sebelum dilakukan penelitian uji khasiat diuretik ekstrak etanol 70% daun
markisa terlebih dahulu dilakukan proses seleksi menggunakan NaCl 1,8%
sebanyak 1 ml/20 g BB terhadap 71 ekor mencit. Mencit yang lolos seleksi adalah
mencit dengan persentase efek diuretik 20-40%. Mencit yang lolos seleksi ada 21

35

ekor. Oleh karena itu penulis tidak sanggup menyediakan mencit yang terseleksi
sehingga menggunakan seluruh mencit yang telah diseleksi. Data hasil seleksi
dapat dilihat pada lampiran 1.
Setelah seluruh mencit diseleksi, penelitian dilanjutkan dengan pemberian
perlakuan yang dibagi dalam lima kelompok, yaitu kelompok normal, kelompok
uji 1, kelompok uji 2, kelompok uji 3 dan furosemid. Sesaat sebelum diberikan zat
uji, seluruh kelompok perlakuan diberikan NaCl 3,6% 0,5 ml/20 g BB sebagai
penginduksi pengeluaran urin. Data hasil penelitian 15 ekor mencit dapat dilihat
pada lampiran 2 sampai dengan lampiran 6.
Dalam penelitian ini terdapat 12 ekor mencit dari kelompok uji yang datanya
dihilangkan karena tidak memberikan efek diuretik sama sekali. Data yang
didapat dinormalkan dengan menetapkan persen simpangan berdasarkan nilai
standar deviasi terbesar dintara 5 kelompok perlakuan. Data yang diambil adalah
data yang memiliki persen simpangan ± 42,54%. Standar deviasi terbesar terdapat
pada kelompok uji 1. Persentase efek diuretik yang tidak termasuk dalam kisaran
batas penyimpangan tidak dipakai atau dihilangkan karena dianggap sebagai data
ekstrim yang akan menyebabkan persentase rata-rata efek diuretik memiliki
standar deviasi lebih besar.
Jumlah data kelompok perlakuan dan rata–rata efek diuretiknya setelah
dihitung berdasarkan persen penyimpangan adalah sebagai berikut jumlah data
kelompok normal menjadi 12 data sehingga rata-rata efek diuretiknya menjadi
52,02%, kelompok uji 1 menjadi 7 data sehingga rata-rata efek diuretiknya
menjadi 86,17%, kelompok uji 2 menjadi 5 data sehingga rata–rata efek
diuretiknya menjadi 41,46%, kelompok uji 3 menjadi 8 data sehingga rata–rata

36

efek diuretiknya 77,51% dan kelompok furosemid tetap memiliki 15 data dengan
rata-rata efek diuretik 144,6%. Hasil perlakuan yang sudah dihitung berdasarkan
persen penyimpangan dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai 4.5.
Pemberian perlakuan sangat mempengaruhi hasil yang akan didapat. Pada
kelompok normal mencit diberikan tragakan 0,5%/20 g BB. Pemberian tragakan
pada kelompok normal dimaksudkan untuk menyamakan perlakuan karena
tragakan 0,5% digunakan sebagai suspending agent pada ekstrak etanol 70% daun
markisa dan furosemid.
Dari hasil yang didapat penulis melanjutkan analisis secara statistik. Analisis
statistik yang digunakan yaitu analisis Kruskal-Wallis dan analisis T-Test. Analisis
Kruskal-Wallis dipilih karena syarat pada uji Oneway Anova tidak terpenuhi yaitu
variasi data antara kelima kelompok perlakuan tidak homogen. Analisis KruskalWallis digunakan untuk menunjukan apakah ada perbedaan antara kelima
kelompok perlakuan menggunakan alfa 5%. Setelah dianalisis ternyata baik efek
maupun onset diuretik ada perbedaan di antara kelima kelompok perlakuan
sehingga analisis dilanjutkan dengan analisis T-Test.
Analisis T-Test digunakan untuk mengetahui lebih spesifik kelompok mana
saja yang berbeda secara bermakna. Setelah dianalisis ternyata khasiat diuretik
ketiga zat uji ada perbedaan secara bermakna dengan furosemid dan tragakan
0,5%. Selain itu khasiat diuretik zat uji dosis 1 x ada perbedaan secara bermakna
dengan zat uji dosis ½ x dan 2 x. Hasil analisis T-Test untuk khasiat diuretik dapat
dilihat pada tabel 4.8. Setelah dianalisis ternyata onset diuretik furosemid tidak
ada perbedaan secara bermakna dengan zat uji dosis ½ x dan 2 x. Selain itu onset

37

diuretik zat uji dosis 1 x ada perbedaan secara bermakna dengan zat uji dosis ½ x
dan 2 x. Hasil analisis T-Test untuk onset diuretik dapat dilihat pada tabel 4.9.
Zat uji yaitu ekstrak etanol 70% daun markisa dibagi dalam tiga dosis dengan
tujuan untuk mengetahui pada dosis berapa zat uji dapat menunjukkan efek
diuretik yang paling optimal. Dosis daun markisa yang digunakan merupakan
hasil konversi dari ½ x, 1 x dan 2 x pakai pada manusia. Zat uji dosis 1 x adalah
dosis empiris yang digunakan sebagai obat tradisional untuk peluruh seni, tetapi
pada penelitian ini zat uji dosis ½ x menunjukkan persentase efek diuretik paling
tinggi dibandingkan dengan zat uji lainya. Kelompok uji 2 (zat uji dosis 1 x) rata–
rata efek diuretiknya paling rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Seharusnya berdasarkan perhitungan khasiat secara empiris zat uji dosis 1 x
memiliki khasiat lebih kuat dari zat uji dosis ½ kali. Dalam penelitian ini hasil
yang didapat belum tentu sama dengan yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan
beberapa faktor diantaranya hewan coba memiliki variasi biologis dan terdapat
kandungan kimia lain dari daun markisa yang dapat mempengaruhi efek diuretik,
kandungan kimia lain itu dapat berkhasiat anti diuretik yang menyebabkan
turunnya efek diuretik pada zat uji dosis 1 x. Zat uji dosis ½ x memiliki persentase
efek diuretik paling tinggi. Hal ini dapat dikarenakan zat uji dosis ½ x adalah
suspensi yang paling encer dibandingkan dengan suspensi pada dosis yang lain
sehingga zat uji dosis ½ x memiliki kandungan air yang lebih banyak
dibandingkan dengan zat uji lainnya. Peneliti menduga senyawa saponin yang ada
di dalam daun markisa berkhasiat sebagai diuretik pada dosis ½ x. Peneliti
menduga khasiat saponin yang dapat merangsang ginjal untuk lebih aktif
berpengaruh pada sekresi ADH sehingga bila tidak ada ADH, air yang

38

direabsorbsi di segmen akhir tubulus distal dan tubulus kolingentes jumlahnya
sedikit, sehingga urin yang dihasilkan lebih encer dan lebih banyak (C, Arthur :
449-450). Kelompok furosemid sebagai pembanding terbukti memiliki khasiat
diuretik yang paling tinggi diantara kelompok lainnya karena furosemid telah
terbukti secara klinis memiliki khasiat diuretik dan termasuk golongan diuretik
kuat. Keseluruhan rata-rata persentase efek diuretik dapat dilihat pada tabel 4.6
dan grafik 4.1.
Onset tiap kelompok dapat dilihat pada tabel 4.7 dan grafik 4.2. Secara
statistik ternyata onset diuretik furosemid tidak ada perbedaan secara bermakna
dengan zat uji dosis ½ x dan 2 x. Jika dilihat nilai onsetnya, onset zat uji tidak
secepat onset furosemid hal tersebut dikarenakan kandungan kimia dari ekstrak
etanol 70% daun markisa belum diketahui dimana tempat kerjanya dalam ginjal,
tidak seperti furosemid yang sudah diketahui tempat kerjanya di lengkung Henle
bagian menaik.
Hasil penelitian kali ini masih dianggap kurang optimal karena menggunakan
mencit yang tidak terseleksi serta jumlahnya kurang dari 40 ekor. Sehingga data
kelompok uji yang dihasilkan belum dapat menunjukan dosis ekstrak etanol 70%
daun markisa yang paling optimal dalam menghasilkan efek diuretik. Pada
penelitian ini juga terdapat kendala yaitu menurut penapisan farmakologi
seharusnya setiap kelompok perlakuan adalah 40 ekor mencit, tetapi karena
keterbatasan biaya menyebabkan penulis hanya menggunakan 5 ekor/kelompok
dengan tiga kali curah percobaan, sehingga digunakan 15 ekor/kelompok. Melihat
banyaknya mencit yang tidak berkemih, dapat disimpulkan bahwa peneliti belum
terampil memperlakukan hewan coba.

39

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

A. Ekstrak etanol 70% daun markisa terbukti secara statistik berkhasiat sebagai
diuretik pada mencit putih jantan DDY yaitu pada dosis ½ x dan 2 x.
B. Onset furosemid yaitu 39 menit secara statistik tidak ada perbedaan secara
bermakna dengan onset ekstrak etanol 70% daun markisa dosis ½ x yaitu
78,29 menit dan onset ekstrak etanol 70% daun markisa dosis 2 x yaitu 82,38
menit.

5.2. Saran
A. Perlu dilakukan penelitian menggunakan 40 mencit per kelompok dan lebih
banyak kelompok zat uji agar data yang didapat lebih memuaskan.
B. Dalam

melakukan

penelitian

sebaiknya

peneliti

sudah

keterampilan yang teruji dalam memperlakukan hewan coba.

mempunyai

Dokumen yang terkait

PERANCANGAN DAN ANALISIS ALAT UJI GETARAN PAKSA MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM)

23 212 19

UJI AKTIVITAS TONIKUM EKSTRAK ETANOL DAUN MANGKOKAN( Polyscias scutellaria Merr ) dan EKSTRAK ETANOL SEDIAAN SERBUK GINSENG TERHADAP DAYA TAHAN BERENANG MENCIT JANTAN (Musmusculus)

50 334 24

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

UJI EFEKTIVITAS BENZALKONIUM KLORIDA KONSENTRASI 0,001% DENGAN pH 5 (Terhadap Aktivitas Bakteri Staphylococcus aureus)

10 193 21

UJI EFEKTIFITAS BERBAGAI DOSIS EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

3 39 1

HASIL UJI KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA MAHASISWA BARU FMIPA TAHUN 2015 DAN ANALISA BUTIR SOAL TES DENGAN MENGGUNAKAN INDEKS POINT BISERIAL

2 67 1

JI DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK POLIFENOL BIJI KAKAO Escherichia coli SECARA IN VITRO

6 112 17

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

PENGHAMBATAN LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON C-Mn STEEL MENGGUNAKAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA)

17 118 62