ONLINE SHOP MELALUI MEDIA SOSIAL SEBAGA
“ONLINE-SHOP MELALUI MEDIA SOSIAL SEBAGAI BENTUK
HYPERREALITAS YANG MENCIPTAKAN MASYARAKAT KONSUMTIF”
Oleh:
AGUSTRINALDI (1300975)
Bahasa dan Sastra Inggris
Universitas Negeri Padang
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi semakin pesat dari masa ke masa. Perkembangan teknologi
sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya,
politik, dan sebagainya. Aspek ekonomi misalnya, dengan adanya kemajuan teknologi yang
semakin canggih menimbulkan kreativitas- kreativitas yang baru sehingga mendobrak
penghasilan, bisa memakmurkan suatu Negara.
Negara jepang merupakan Negara di Asia
dengan menciptakan berbagai barang barang elektronik seperti mobil, sepeda motor, Handphone,
dll. Berkat teknologi-teknologi tersebut Jepang menjadi salah satu Negara terkaya dan juga
disegani di Asia.Selain itu, teknologi sangat membantu sekali dalam memudahkan pekerjaan
manusia seperti yang dikatakan oleh Mangunwijaya,1983 bahwa Teknologi adalah suatu bentuk
penerapan sistematis dari pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang digunakan untuk keperluan atau
suatu kebutuhan agar lebih praktis dan efisien. Oleh karena itu teknologi adalah hasil ilmu
pengetahuan modern yang dibuat untuk mempermudah manusia, yang salah satunya membantu
dalam komunikasi serta akses informasi agar lebih praktis.
Internet merupakan salah satu contoh dari perkembagan teknologi. Jarak pada zaman
pasca modern ini tidak bisa lagi dijadikan sebagai penghalang untuk melakukan komunikasi.
Internet memfasilitasi pemakainya dengan berbagai teknologi yang canggih, sehingga banyak
buisnis yang booming dan medunia berkat internet. Berkat internet pula dunia rasanya semakin
kecil, dunia menajdi sebuah desa global, dimana segala macam informasi, modal, dan
kebudayaan bergerak secara cepat, tanpa halangan batas-batas kedaulatan. Kemajuan dari dunia
yang semakin mengglobal tersebut dinamakan globalisasi (kushendrawati: 2006). Dunia dengan
kemajuan teknologi yang semakin canggih dan juga dunia dengan pasar bebasnya menciptakan
suatu masyarakat konsumen.
Perkembangan internet yang semakin menjadi-jadi semakin berkembang dengan
munculnya fitur fitur baru untuk online seperti Facebook, Tweeter, Instagram, Whats up, BBM,
Line dan masih banyak lagi. Dengan muncul nya media-media sosial tersebut mengakibatkan
para pemakainya menjadikan sebuah cara yang inovativ dan kreatif sebagai strategi pemasaran
barang barang seperti sepatu, baju, hijab, dress dengan berbagai jenis dan berbagai merek serta
keperluan-keperluan lainnya. Perkembangan media-media sosial tersebut sangat berdampak
positif bagi orang-orang yang kreatif, tapi juga menciptakan dampak yang negative bagi para
pengguna yang tidak memiliki kesadaran dan gampang terhegemoni oleh internet.
Online- shop merupakan suatu cara yang digunakan oleh para entrepreneur untuk
memasarkan barang-barang dagangan mereka melalui media-sosial. Para orang-orang yang
berpandangan positif benar-benar memanfaatkan suatu peluang suapay bisa menghasilkan
keuntungan bagi mereka, dan peluang itu sudah ada. Media sosial dipilih untuk memasarkan
online-shop karena mayoritas penduduk bumi memiliki akun di media sosial. Seperti di
Indonesia, Indonesia merupakan salah satu Negara pengakses media sosial terbanyak. Rata-rata
di Indonesia Siswa SMP, SMA, Mahasiswa, Guru, Dosen, bahkan para golongan-golongan
pekerja keras pun telah memiliki beberapa akun seperti Facebook dan BBM. Orang-orang
tersebutlah yang merupakan target pasar dari Online- shop dengan postingan postingan gambar
dagangan (sepatu, Jam tangan, tas, rok, dll) yang sangat menarik ditambah dengan warna-warni
plus model yang memakai produk-produk tersebut tambah memikat hati para pemakai media
sosial.
Foto-foto yang ditampilkan dimedia sosial menciptakan suatu pengaruh yang sangat
besar pada pikiran para pemakai media. Padahal foto- foto tersebut menampilkan visual yang
sudah di-edit kesekian kalinya sebelum diposting. Hal tersebutlah yang mencipatakan adanya
sebuah simulacra dan hyper realitas pada Online- shop melalui media sosial. Karena rasa
ketertarikan yang tinggi dari sebuah produk, maka dapat menimbulkan prilaku konsumtif pada
pemakai media sosial. Para pemodal akan menciptakan atau mengiklankan produk-produk
mereka lewat media sosial dengan berbagai cara seperti memberikan diskon yang fantastis seolah
olah barang tersebut sangat lah murah. Padahal kenyataannya, diskon tersebut hanyalah sebagai
strategi dan tidak mengurangi daya jual produk tersebut.
Dengan adanya isu-isu tersebut maka terlihatlah adanya suatu kejanggalan terhadap pola
pikir masyarakat yang sangat mudah terpengaruh dengan adanya online shop. Online shop juga
memberikan hyperrealitas yang tinngi kepada masyarakat sehingga menyebaban mereka menjadi
masyarakat yang konsumtif tanpa memandang produk yang dibelinya merupakan hal yang
dibutuhkan oleh mereka atau tidak, atau jangan-jangan produk yang mereka beli tersebut
hanyalah kebutuhan mereka yang ke-lima belas saja. Oleh sebab itu penulis akan membahas
tentang hal-hal tersebut pada artikel ini yang berjudul “ONLINE-SHOP MELALUI MEDIA
SOSIAL SEBAGAI BENTUK HYPERREALITAS DAN MENCIPTAKAN MASYARAKAT
YANG KONSUMTIF”
PEMBAHASAN
Online-Shop saat ini memang sedang menjamur dan trend dikalangan penikmat dunia
maya. Di jaman serba canggih seperti sekarang tidak perlu susah susah pergi ke toko atau mall
untuk membeli barang kebutuhan kita, karena sekarang banyak yang menjual barang yang kita
perlukan via online atau buka toko lewat internet. Online Shopping adalah suatu proses transaksi
jual-beli melalui internet. Online Shopping mengusung motto Smart and Friendly.
Di Indonesia perkembangan Online Shop menunjukkan hasil yang signifikan. Ini
ditandai dengan sudah banyak bermunculan penjual yang menerapkan sistem ini, Perkembangan
yang signifikan ini didasari dengan mudahnya dalam memulai bisnis ini. Tanpa perlu modal yang
besar Online Shop telah dapat dijalankan. Cukup dengan adanya foto produk dan akses internet
sebagai modalnya. Selain itu, kelebihan lain yang disediakan dalam Online Shop adalah mudah
dan murah untuk diakses, karena pembeli cukup dengan melihat contoh barang pada foto yang
telah dipasang oleh penjual tanpa harus mendatangi toko tersebut. Kelebihan yang ditawarkan
tersebut membuat para pebisnis muda yang berasal dari kalangan remaja tertarik untuk
mencobanya. Tingginya minat remaja terhadap bisnis Online Shop ini semakin menambah
pesatnya perkembangan Online Shop di Indonesia maupun dunia.
Kemudahan yang ditawarkan oleh Online shop telah menghegemoni masyarakat dan
mengubah pola hidup masyarakat menjadi masyarakat yang konsumtif. Perilaku konsumtif
adalah keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara
berlebihan hanya untuk mencapai kepuasan maksimal batin masyarakat. Perilaku konsumtif
terjadi karena telah banyaknya tempat-tempat hiburan, mall dan tempat perbelanjaan, café, dan
lain-lain sehingga pola konsumsi telah berubah yang mulanya hanya untuk memenuhi kebutuhan
menjadi sarana pembentukan identitas diri dalam pergaulan sehari- hari. Perilaku konsumtif
tersebut dialami juga oleh mahasiswa pada umumnya. Mahasiswa yang sebaiknya beraktivitas di
dalam kampus untuk melakukan kegiatan- kegiatan yang bermanfaat malah lebih memilih
menghabiskan waktunya berada di mall untk mengkonsumsi barang barang yang kurang
diperlukan dan berada di tempat hiburan malam demi kepuasan semata untuk meningkatkan
prestise. Ini berarti yang diinginkan mahasiswa dalam setiap perilaku konsumtifnya seperti
untuk mendapatkan pakaian, handphone, sepatu, serta tempat-tempat yang menawarkan gaya
hidup modern yaitu café, restoran cepat saji, club malam, dan lain-lain.
Online shop merupakan sarana atau toko untuk menawarkan barang dan jasa lewat
internet
sehingga
pengunjung
online
shop dapat melihat barang-barang di toko online
(Loekamto, 2012). Konsumen bisa melihat barang-barang berupa gambar atau foto-foto atau
bahkan juga video. Toko online atau online shop bisa dikatakan sebagai tempat berjualan
yang sebagian besar aktivitasnya berlangsung secara online di internet. Online shop memberikan
beragam kemudahan bagi konsumennya diantaranya adalah adanya penghematan biaya, barang
bisa langsung diantar
ke
rumah,
pembayaran
dilakukan secara transfer, dan harga lebih
bersaing (Juju & Maya, 2010). Proses transaksi jual beli yang ada di online shop dilakukan
dengan memberikan berbagai
syarat
kepada
calon
konsumen.
Di antaranya adalah
memberikan syarat kepada calon konsumen untuk registrasi sebagai anggota. Konsumen yang
sudah menjadi anggota, selanjutnya dapat memesan produk. Setelah itu, konsumen membayar
produk yang dibeli menggunakan kartu kredit atau melalui transfer bank. Pemilik toko online
selanjutnya mengirimkan produk tersebut ke konsumen.
Ollie (2008) menyebutkan bahwa manfaat dari belanja melalui online shoping adalah
memberikan kemudahan karena pelanggan
dapat
memesan
produk
dalam waktu 24 jam
sehari di manapun berada sehingga tidak perlu ribet; adanya kejelasan informasi karena
pelanggan dapat memperoleh beragam informasi komparatif tentang perusahaan,produk dan
pesaing tanpa meninggalkan pekerjaan yang dilakukan oleh pelanggan;
keterpaksaan
yang lebih sedikit karena pelanggan tidak perlu menghadapi
dan
atau
tingkat
melayani
bujukan
dari faktor-faktor emosional. Keuntungan toko online bagi pembeli adalah sebagai
berikut (Juju & Maya, 2010): 1) Menghemat biaya, apalagi jika barang yang ingin dibeli
hanya ada di luar kota. Pembeli tidak harus mengeluarkan biaya lebih untuk mencari barang
tersebut di luar kota. 2) Barang bisa langsung diantar ke rumah. 3) Pembayaran dilakukan
secara transfer, maka transaksi pembayaran akan lebih aman. 4) Harga lebih bersaing.
Howard Rheingold ( Piliang, 2004) mengatakan bahwa yang terbentuk pada komunitas
online di dalam masyarakat sekarang adalah bentuk dari virtual community salah satunya media
sosial seperti Facebook, Instagram, Path, Twitter, dan lain-lainnya. Pada virtual community
semua
bisa
saling
berlawanan,
menyatu
dan
hadir
bersama-sama
membangun/merusak,moral/amoral, kebaikan/kejahatan, kebenaran/ kepalsuan). Dapat diartikan
bahwa apa yang terjadi di komunitas virtual seperti pada Facebook dan Instagram dapat
dirasakan gambaran layaknya dunia nyata seperti berinteraksi, berjualan, berdiskusi. Berjualan
melalui virtual komunitas di media sosial menjadi sesuatu yang mudah, karena dapat mencari
calon pembeli dari berbagai kalangan. Di samping kemudahan memperoleh calon pembeli juga
mudah untuk menampilkan foto-foto produk yang bagus untuk dilihat, dan tak menjadi masalah
entah itu palsu atau tidak.
Sekarang semua akun di media sosial bisa dijadikan saling terhubung antara yang satu
dengan yang lainnya. Hiperteks berbentuk “clickable” memungkinkan pengguna internet dapat
membuat atau memilih suatu item teks link dan dapat terhubung dari komputersatu ke yang lain
dalam satu waktu. Hiperteks juga biasa digunakan untuk mencari informasi yang diinginkan
(Dicks, Mason, Coffey, & Atkinson, 2005 ).Ketika seseorang terhubung dengan Facebook dan
dapat berpindah dari akun satu ke yang lain ke yang, itu merupakan salah satu bentuk hiperteks.
Hiperteks pada jejaring sosial Facebook, Instagram, dsb salah satu berbentuk suatu teks atau
tulisan yang dapat ditambahkan gambar atau video dan link ke teks lain dan dapat terhubung
dengan konten yang berbeda. Saya sendiri dapat berteman dan berhubungan di Facebook
dengan online shop melalui hiperteks yang ada, dimana saya menambahkan dan ditambahkan
oleh pemilik online shop pada jaringan pertemanan dengan menulis nama pada kotak pencarian
atau dengan “mengklik” tulisan nama pada kotak add friend atau tambah pertemanan.
Media foto dibuat melalui teknologi virtual yang ditampilkan di Media Sosial dan dilihat
oleh jaringan pertemanan milik online shop ternyata menciptakan suatu bentuk ruang semu.
Foto yang dibuat oleh online shop merupakan penggambaran ulang produk yang dijual melalui
sebuah simulasi. Hal ini karena bagi online shop foto merupakan salah satu bentuk hal yang
penting. Sebenarnya tidak hanya bagi online shop tetapi juga para pelanggan. Misalnya Si Wati
mahasiswi UNP jurusan bahasa inggris berpendapat bahwa foto-foto yang ditampilkan yang
pertama kali dilihat, kemudian baru membaca keterangan kalau tidak jelas bertanya atau melihat
komentar yang lainnya. Kemudian para penjual online shop yaitu menguangkapkan bahwa “
Foto yang diunggah sangat penting untuk itu diperlukan hasil foto dengan kualitas maksimal
agar terlihat bagus, untuk itu diperlukan sedikit sentuhan (edit) untuk lebih memperjelas dan
mempercantik tampilan”. Dari ungkapan tersebut dapat dimpulkan bahwa betapa pentingnya
foto bagi online shop untuk menimbulkan hyperrealitas dan simulacra pada pelanggan di media
sosial.
Simulasi produk pada foto biasanya online shop tidak bisa dibuat sembarangan. Biasanya
online shop dalam pembuatan simulasi menggunakan bantuan model manusia dengan berbagai
gaya yang menarik. Model yang dipilih untuk merepresentasikan produk memiliki standard atau
syarat seperti memiliki tubuh yang langsing dengan wajah yang dianggap cantik dan tampan.
Pemilihan warna pakaian ternyata juga ditentukan, biasanya online shop dalam penampilan
fotonya menggunakan berbagai tema. Seperti tema jaman dahulu vintage dengan warna yang
kalem atau warna- warna pastel. Sering juga online shop juga menampilkan fotonya dengan
warna-warna ceria yang digambarkan dengan warna barang yang cerah atau corak yang ramai.
Segala yang dilakukan online shop tersebut sebenarnya juga berguna untuk menonjolkan apa
yang dijual.
Foto-foto yang biasanya ditampilkan di media sosial dalam Online-shop sangat
memperhatikan penampilan produk pada foto yang ditampilkan. Bagi pemilik online shop
pemilihan kata-kata yang dibaca para calon konsumen tulisan keterangan berguna untuk
menggambarkan ciri khas atau bisa juga keterangan produk yang dijual. Setelah pemilihan
model, properti dan penataan dilanjutkan dengan pemotretan. Hasil dari pemotretan yang berupa
foto yang kemudian disempurnakan dan diubah atau diedit dengan menggunakan aplikasi.
Sehingga menghasilkan sebuah foto yang dianggap menarik untuk dilihat, biasanya model
menjadi lebih cantik dan tampan serta bentuk tubuh dengan pemberian caption atau tulisan atau
label juga merupakan hasil dari pengubahan foto.
Berbagai pengubahan foto yang dilakukan di Media sosial akan menimbulkan simulacra
pada konsumennya. Disini simulacra representasi objek nyata, tetapi akhirnya mengaburkan
representasi yang sebenarnya dan menciptakan representasinya sendiri. ruang realitas semu,
dimana hanya membentuk realitasnya sendiri. Foto yang menarik yang dibuat menciptakan
sebuah ruang yang dianggap pelanggan realitas. Hal ini terlihat ketika ada pelanggan yang yakin
bahwa pada foto tersebut sangat mempengaruhi pemikiran pelanggan. Ketika mereka melihat
foto-foto yang ada pada media sosial tersebut, maka khayalan pun timbul dalam diri mereka
bahwa ketika mereka nantik membeli dan memakai produk tersebut, maka mereka akan menjadi
seolah-olah seperti artis seperti yang ditampilkan dalam foto-foto di Media Sosial tersebut.
Tampilan Foto-Foto di Online Shop memggambarkan bagaimana keindahan sebuah
produk dan kelebihan produk-produk oleh pemilik online shop . Mereka sengaja menata
sedemikian rupa dengan caption atau sebuah tulisan-tulisan yang diletakan di dalam iklan
dengan berbgai
menghindari
font atau bentuk tulisan yang sekiranya sangat menarik. Meraka sangat
font atau jenis tulisan yang monoton tidak menarik untuk konsumen. Bagi
pemilik online shop pemberian caption online shop lebih disempurnakan. Di samping itu,
pengubahan berbagai foto dan font serta tulisan-tulisan yang di-posting di online shop tersebut
membentuk sebuah simulacra. Simulakra ditimbulkan ketika foto membentuk sebuah
reprsentasi objek yang sangat bagus dan seakan-akan jika konsumen memakai barang yang ada
di online shop tersebut, maka mereka juga akan terlihat menarik. Sehingga dapat diartikan
bahwasanya pelanggan terjebak oleh realitas semu pada foto yang ditampilkan di online shop
pada Media Sosial tesebut.
Online shop sendiri juga lebih mengutamakan hasil foto yang disukai banyak orang
dibandingkankan realitas dari produk yang dijual, hal ini terlihat ketika pemiliknya lebih
mementingkan hasil foto. hal ini bisa dilepaskan karena bagi pemilik online shop, foto
dipergunakan guna menarik pembeli untuk mendapatkan keuntungan. Pendapat online shop
tentang betapa pentingnya hasil foto seperti yang dinyatakan Baudrillard bahwa simulasi dibuat
bukan berpatokan pada realitas tetapi berpatokan pada apa yang di dambakan banyak orang
(Baudrillard, 1987). Pada simulacra produk di dalam foto ternyata yang lebih mendominasi
adalah citra dibandingkan realitas yang sesungguhnya dari objek produk yang dijual. Dominasi
citra pada foto terlihat saat pelanggan melihat foto yang ditampilkan online shop, kemudian
membeli barang hanya berdasarkan keinginan tampil dengan gaya popular seperti model dalam
foto. Citra sendiri adalah sesuatu yang terlihat oleh panca indra, dan makna dari citra sendiri
bukan makna yang sepenarnya dari objek yang disimulasikan.
Bentuk Simulakra dan pencitraan yang ditimbulkan di online shop telah menghasilkan
suatu bentuk hiperealitas yang tercipta dan ditampilkan melalui Media Sosial (Facebook,
Instagram, dll). Hiperalitas sendiri merupakan sesuatu yang berkembang dalam masyarakat
global saat ini, dan salah satu bentuknya adalah kecenderungan hipermodernitas yang dapat
dilihat dari terjerat kemuajuan teknologi (Piliang, 2004). Kecenderungan hipermodernitas
terlihat saat pemilik online shop tergantung pada teknologi guna membuat perubahan pada foto
untuk ditampilkan di Facebook. Tidak hanya pemilik online shop yang terjebak dalam
hipermodernitas tetapi juga pelanggan online shop yang sering belanja, dimana mereka
membutuhkan teknologi untuk menyalurkan hasrat dan keinginan terhadap produk fashion.
Dari apa yang dilakukan baik pemilik online shop dengan penampilan fotonya atau
pelanggan yang menyukai foto yang ditampilkan, hal ini menggambarkan hiperealitas. Foto
yang ditampilkan online shop pada media sosial seperti Facebook sebagai sebuah hasil
teknologi, telah menyebabkan kondisi antara realitas dan rekayasa tercampur baur dan tidak
dapat dibedakan lagi antara palsu dan asli. Online shop dengan komoditas virtualnya telah
menciptakan hiperealitas yang bukan hanya membaurkan realitas sebenarnya dari suatu objek,
tetapi juga memusnahkan representasi dari objek. Pada objek foto dalam hal ini produk atau
barang yang dijual online shop memiliki penanda atau bentuk dari objek yaitu produk fashion,
dan petanda yaitu makna dari produk. Salah satu objek barang produk fashion yaing dijual
online shop dalam hal ini berupa pakaian atau tas tidak memiliki makna atau fungsi sebenarnya.
Penggeseran makna produk seperti pakaian terlihat saat pakaian yang dibeli pelanggan tidak lagi
difungsikan sebagai penutup tubuh semata, tetapi dimaknai sebagai sesuatu yang trend atau
popular di dunia maya sehingga harus dibeli.
Bagi pemilik online shop dan pelanggan sendiri trend bisa dipantau dan dilihat melalui
interenet seperti media sosial, sehingga kita lihat rata-rata foto dan produk yang dijual din online
shop memiliki banyak kesamaan Simulacra dan hiperealitas melalui sebuah foto yang
ditampilkan online shop mengarahkan yang melihatnya dalam hal ini calon konsumen di
jaringannya untuk membeli. Agar calon konsumen tertarik inilah kenapa sebuah foto dibuat
menarik baik dari gambar atau tulisan dan keterangan pendukungnya. Dengan foto yang
menarik calon pembeli diarahkan pada sebuah ruang semu dimana realitas yang berlebihan
dihasilkan. Bukan hanya 1 foto yang dapat dinikmati tetapi banyak foto yang bisa dilihat dan
dinikmati. Dalam sebuah foto calon konsumen ditunjukkan realitas palsu sehingga menggiring
mereka pada sebuah imajinasi atau halusinasi, hal ini terlihat saat pelanggan online shop
berpendapat dia membeli karena ingin tampil modis dan cantik seperti pada model di dalam
foto. Di samping itu para pelanggan online shop terlihat terjebak dengan imajinasinya sendiri
saat bagi mereka foto online shop merupakan realitas barang, meskipun sesungguhanya mereka
mengatahui bahwa foto tersebut sudah diubah. Online shop sendiri terus menerus menghadirkan
hiperelitas melalui foto, sehingga membuat pelanggan beranggapan bahwa realitas semu
merupakan hal biasa bahkan dianggapnya sebagai realitas sesungguhnya.
Hiperealitas dan simulacra tidak dapat dipesahkan begitu saja, karena karena saling
keduanya yang memang tidak dapat dipisahkan pada penelitian online shop ini. Dari segala
hiperealitas tersebut yang menggiring para pelanggan online shop kepada tindakan konsumtif.
Menurut Sumartono (2002) indikator perilaku konsumtif yaitu membeli produk karena imingiming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga
penampilan diri dan gengsi, membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai
produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, munculnya penilaian
bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi,
dan mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Ruang virtual yang dibuat melalui
foto dan ditampilkan melalui Facebook untuk menggambarkan ulang suatu produk, telah
menciptakan hiperealitas dan tindakan konsumtif.
Para pelanggan sebenarnya mengetahui secara pasti bahwa apa foto yang dipertontonkan
online shop merupakan hasil dari pengubahan, tetapi mereka juga beranggapan bahwa foto
merupakan realitas yang sesungguhnya dari produk yang dijual. Meskipun pelanggan telah
mengetahui bahwa foto telah diubah, keinginan atau hasrat untuk membeli dan mengkonsumsi
produk online shop terus muncul. Hasrat membeli ini muncul dikarenakan foto bagus yang
diciptkan online shop. Para pelanggan biasa membeli untuk memenuhi rasa penasaran,
kesenangan, ketertarikan dan ingin memiliki akan objek produk yang dijual. Rasa ketertarikan
terlihat saat pelanggan beranggapan bahwa foto online shop bagus, menarik dan lucu sehingga
menimbulkan rasa ingin memiliki. Setalah membeli para pelanggan juga merasa puas dan
senang karena telah berhasil membeli. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelanggan online shop
membeli bukan berdasarkan kebutuhan sebenarnya dari suatu produk. Dari apa yang dilakukan
pelanggan online shop yaitu membeli untuk memenuhi nafsu dan keinginan.
Konsep nafsu menurut Lacan merupakan bentuk dorongan yang dapat membangun
perasaan atau persepsi yang menyenangkan yang tidak dimiliki oleh kebutuhan. Kebutuhan
merupakan suatu energi murni yang berbeda dengan nafsu (Piliang, 2004). Pelanggan membeli
produk dari Online-Shop karena keinginan setelah melihat foto meskipun telah mengetahui foto
telah diubah, kemudian membeli juga karena trend fashion telah mengarahkan mereka pada
tindakan konsumtif. Tindakan konsumtif merupakan tindakan individu yang langsung terlihat
dalam usaha mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa termasuk pengambilan keputusan.
Dan tindakan konsumtif terlihat saat pelanggan membeli untuk mendapatkan barang meskipun
seperti halnya membeli kucing dalam karung. Para pelanggan hanya beranggapan bahwa yang
mereka beli akan seperti pada foto. Pelanggan online shop disini juga menganggap suatu hal
yang biasa terjadi apabila barang yang datang bisa berbeda dari yang difoto. Seharusnya
kesadaran terhadap resiko perbedaan barang asli dan foto bisa menjadi pertimbangan sebelum
membeli, tetapi tidak menjadi pertimbangan utama bagi pelanggan.
Semakin bagusnya produk yang di posting di Media Sosial dan semakin besarnya
tuntutan bagi masyarakat untuk berpenampilan modis, maka akan semakin besar peluang
masyarakat tersebut untuk berperilaku konsumtif. Hal ini nantinya akan memberikan dampak
yang kurang baik bagi masyarakat tersebut. Sebab, dengan semakin konsumtifnya masyarakat
dalam berbelanja online akan secara otomatis mengurangi kesempatan mereka untuk menabung.
Hal ini dikarenakan, mereka lebih cenderung banyak membelanjakan uangnya dibandingkan
dengan menyisihkan uangnya untuk menabung. Masyarakat
yang lebih sering berbelanja
melalui media sosial kebanyakan membeli produk yang dijual oleh online shop milik
temannya.
Tindakan konsumtif disini semakin kuat karena apa yang dilakukan pelanggan online
shop mengarah pada pembelian impulsive atau pembelian karena hasrat dan keinginan. Hasrat
yang ada yang diakibatkan foto membuat pelanggan membeli tanpa pempertimbangkan
kebutuhan sebenarnya, serta fungsi dan makna sebenarnya dari objek barang. Apa yang
dilakukan pelanggan dengan membeli berkali-kali produk online juga merupakan suatu bentu
pemborosan, atau suatu bentuk menghabiskan uang tanpa adanya kebutuhan yang jelas. Dan
yang terakhir apa yang dilakukan pelanggan online shop masuk pada tindakan konsumtif,
karena para pelanggan membeli hanya karena mengejar hasrat dan keinginan semata.
KESIMPULAN
Perkembangan teknologi membawa banyak perubahan dalam gaya hidup masyarakat.
Internet mengenalkan berbagai informasi mulai dari jejaring sosial, berita, video, foto, hingga
berbelanja. Online shop merupakan fasilitas yang disajikan internet yang memberikaan berbagai
kemudahan. Media sosial (facebook, instagram, path, tweeter, dll) merupakan jembatan yang
paling meguntungkan bagi para pecinta Online Shop. Dengan berbagai macam postingan foto
dan video di Media Sosial, Online Shop berhasil mempengaruhi pikiran para pemakainya. Fotofoto yang biasanya ditampilkan di media sosial dalam Online-shop sangat memperhatikan
penampilan produk pada foto yang ditampilkan.
Online shop adalah salah satu yang memicu masyarakat untuk berperilaku konsumtif.
Online shop seringkali menampilkan simulacra melalui foto barang-barang yang dijual yang
menyebabkan munculnya suatu hiperrealitas. Hyperrealitas muncul karena para pengguna media
sosial melihat postingan foto-foto yang sangat menarik yang sebenarnya sudah diedit sebagus
mugkin. Namun, para pengguna media sosial tidak menyadarinya sehingga mereka terbuai ole
postingan tersebut. Dari hiperealitas yang muncul , itu sagat berperan dalam tindakan konsumtif.
Gaya hidup konsumtif merupakan kecenderungan perilaku individu untuk membeli atau
mengkonsumsi barang – barang yang sebenarnya kurang diperlukan. Membeli suatu barang
hanya karena mementingkan faktor keinginan, kepuasan, kesenangan dan mendukung
penampilan sebagai wujud identitas diri, daripada kebutuhan sebenarnya. Apabila perilaku
tersebut terus dilakukan tanpa ada kesadaran maka akan mengakibatkan pemborosan atau
pengeluaran yang berlebihan.
REFERENSI
Fatah, Maulana Subki. 2015. Pengaruh Online Shop Terhadap Perkembangan Generasi Muda
Indonesia. Universitas Gunadarma.
Hotpascaman, S. 2010. Hubungan Antara Prilaku Konsumtif dengan Konformitas pada Remaja.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Mangunwijaya, Y. 1983. Teknologi dan dampak kebudayaannya. Yayasan Obor Indonesia.
Piliang, Yasraf Amir. 2004. Dunia yang dilipat. Yogyakarta : Jalan Sutra
Rachmawati, Nadya. 2013. Dampak Positif dan Negatif dari Membeli dengan cara Online dan
Langsung .Universitas Gunadarma.
Shohibullana, I. H. 2014. Kontrol Diri Dan Perilaku Konsumtif Pada Siswa SMA (Ditinjau dari
lokasi sekolah). Jurnal Online Psikologi.
Sari , Chacha Andira .2015. Perilaku Berbelanja Online Di Kalangan Mahasiswi Antropologi
Universitas Airlangga.Journal online.
Sumartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan (Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi).
Bandung: Alfabeta.
HYPERREALITAS YANG MENCIPTAKAN MASYARAKAT KONSUMTIF”
Oleh:
AGUSTRINALDI (1300975)
Bahasa dan Sastra Inggris
Universitas Negeri Padang
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi semakin pesat dari masa ke masa. Perkembangan teknologi
sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya,
politik, dan sebagainya. Aspek ekonomi misalnya, dengan adanya kemajuan teknologi yang
semakin canggih menimbulkan kreativitas- kreativitas yang baru sehingga mendobrak
penghasilan, bisa memakmurkan suatu Negara.
Negara jepang merupakan Negara di Asia
dengan menciptakan berbagai barang barang elektronik seperti mobil, sepeda motor, Handphone,
dll. Berkat teknologi-teknologi tersebut Jepang menjadi salah satu Negara terkaya dan juga
disegani di Asia.Selain itu, teknologi sangat membantu sekali dalam memudahkan pekerjaan
manusia seperti yang dikatakan oleh Mangunwijaya,1983 bahwa Teknologi adalah suatu bentuk
penerapan sistematis dari pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang digunakan untuk keperluan atau
suatu kebutuhan agar lebih praktis dan efisien. Oleh karena itu teknologi adalah hasil ilmu
pengetahuan modern yang dibuat untuk mempermudah manusia, yang salah satunya membantu
dalam komunikasi serta akses informasi agar lebih praktis.
Internet merupakan salah satu contoh dari perkembagan teknologi. Jarak pada zaman
pasca modern ini tidak bisa lagi dijadikan sebagai penghalang untuk melakukan komunikasi.
Internet memfasilitasi pemakainya dengan berbagai teknologi yang canggih, sehingga banyak
buisnis yang booming dan medunia berkat internet. Berkat internet pula dunia rasanya semakin
kecil, dunia menajdi sebuah desa global, dimana segala macam informasi, modal, dan
kebudayaan bergerak secara cepat, tanpa halangan batas-batas kedaulatan. Kemajuan dari dunia
yang semakin mengglobal tersebut dinamakan globalisasi (kushendrawati: 2006). Dunia dengan
kemajuan teknologi yang semakin canggih dan juga dunia dengan pasar bebasnya menciptakan
suatu masyarakat konsumen.
Perkembangan internet yang semakin menjadi-jadi semakin berkembang dengan
munculnya fitur fitur baru untuk online seperti Facebook, Tweeter, Instagram, Whats up, BBM,
Line dan masih banyak lagi. Dengan muncul nya media-media sosial tersebut mengakibatkan
para pemakainya menjadikan sebuah cara yang inovativ dan kreatif sebagai strategi pemasaran
barang barang seperti sepatu, baju, hijab, dress dengan berbagai jenis dan berbagai merek serta
keperluan-keperluan lainnya. Perkembangan media-media sosial tersebut sangat berdampak
positif bagi orang-orang yang kreatif, tapi juga menciptakan dampak yang negative bagi para
pengguna yang tidak memiliki kesadaran dan gampang terhegemoni oleh internet.
Online- shop merupakan suatu cara yang digunakan oleh para entrepreneur untuk
memasarkan barang-barang dagangan mereka melalui media-sosial. Para orang-orang yang
berpandangan positif benar-benar memanfaatkan suatu peluang suapay bisa menghasilkan
keuntungan bagi mereka, dan peluang itu sudah ada. Media sosial dipilih untuk memasarkan
online-shop karena mayoritas penduduk bumi memiliki akun di media sosial. Seperti di
Indonesia, Indonesia merupakan salah satu Negara pengakses media sosial terbanyak. Rata-rata
di Indonesia Siswa SMP, SMA, Mahasiswa, Guru, Dosen, bahkan para golongan-golongan
pekerja keras pun telah memiliki beberapa akun seperti Facebook dan BBM. Orang-orang
tersebutlah yang merupakan target pasar dari Online- shop dengan postingan postingan gambar
dagangan (sepatu, Jam tangan, tas, rok, dll) yang sangat menarik ditambah dengan warna-warni
plus model yang memakai produk-produk tersebut tambah memikat hati para pemakai media
sosial.
Foto-foto yang ditampilkan dimedia sosial menciptakan suatu pengaruh yang sangat
besar pada pikiran para pemakai media. Padahal foto- foto tersebut menampilkan visual yang
sudah di-edit kesekian kalinya sebelum diposting. Hal tersebutlah yang mencipatakan adanya
sebuah simulacra dan hyper realitas pada Online- shop melalui media sosial. Karena rasa
ketertarikan yang tinggi dari sebuah produk, maka dapat menimbulkan prilaku konsumtif pada
pemakai media sosial. Para pemodal akan menciptakan atau mengiklankan produk-produk
mereka lewat media sosial dengan berbagai cara seperti memberikan diskon yang fantastis seolah
olah barang tersebut sangat lah murah. Padahal kenyataannya, diskon tersebut hanyalah sebagai
strategi dan tidak mengurangi daya jual produk tersebut.
Dengan adanya isu-isu tersebut maka terlihatlah adanya suatu kejanggalan terhadap pola
pikir masyarakat yang sangat mudah terpengaruh dengan adanya online shop. Online shop juga
memberikan hyperrealitas yang tinngi kepada masyarakat sehingga menyebaban mereka menjadi
masyarakat yang konsumtif tanpa memandang produk yang dibelinya merupakan hal yang
dibutuhkan oleh mereka atau tidak, atau jangan-jangan produk yang mereka beli tersebut
hanyalah kebutuhan mereka yang ke-lima belas saja. Oleh sebab itu penulis akan membahas
tentang hal-hal tersebut pada artikel ini yang berjudul “ONLINE-SHOP MELALUI MEDIA
SOSIAL SEBAGAI BENTUK HYPERREALITAS DAN MENCIPTAKAN MASYARAKAT
YANG KONSUMTIF”
PEMBAHASAN
Online-Shop saat ini memang sedang menjamur dan trend dikalangan penikmat dunia
maya. Di jaman serba canggih seperti sekarang tidak perlu susah susah pergi ke toko atau mall
untuk membeli barang kebutuhan kita, karena sekarang banyak yang menjual barang yang kita
perlukan via online atau buka toko lewat internet. Online Shopping adalah suatu proses transaksi
jual-beli melalui internet. Online Shopping mengusung motto Smart and Friendly.
Di Indonesia perkembangan Online Shop menunjukkan hasil yang signifikan. Ini
ditandai dengan sudah banyak bermunculan penjual yang menerapkan sistem ini, Perkembangan
yang signifikan ini didasari dengan mudahnya dalam memulai bisnis ini. Tanpa perlu modal yang
besar Online Shop telah dapat dijalankan. Cukup dengan adanya foto produk dan akses internet
sebagai modalnya. Selain itu, kelebihan lain yang disediakan dalam Online Shop adalah mudah
dan murah untuk diakses, karena pembeli cukup dengan melihat contoh barang pada foto yang
telah dipasang oleh penjual tanpa harus mendatangi toko tersebut. Kelebihan yang ditawarkan
tersebut membuat para pebisnis muda yang berasal dari kalangan remaja tertarik untuk
mencobanya. Tingginya minat remaja terhadap bisnis Online Shop ini semakin menambah
pesatnya perkembangan Online Shop di Indonesia maupun dunia.
Kemudahan yang ditawarkan oleh Online shop telah menghegemoni masyarakat dan
mengubah pola hidup masyarakat menjadi masyarakat yang konsumtif. Perilaku konsumtif
adalah keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara
berlebihan hanya untuk mencapai kepuasan maksimal batin masyarakat. Perilaku konsumtif
terjadi karena telah banyaknya tempat-tempat hiburan, mall dan tempat perbelanjaan, café, dan
lain-lain sehingga pola konsumsi telah berubah yang mulanya hanya untuk memenuhi kebutuhan
menjadi sarana pembentukan identitas diri dalam pergaulan sehari- hari. Perilaku konsumtif
tersebut dialami juga oleh mahasiswa pada umumnya. Mahasiswa yang sebaiknya beraktivitas di
dalam kampus untuk melakukan kegiatan- kegiatan yang bermanfaat malah lebih memilih
menghabiskan waktunya berada di mall untk mengkonsumsi barang barang yang kurang
diperlukan dan berada di tempat hiburan malam demi kepuasan semata untuk meningkatkan
prestise. Ini berarti yang diinginkan mahasiswa dalam setiap perilaku konsumtifnya seperti
untuk mendapatkan pakaian, handphone, sepatu, serta tempat-tempat yang menawarkan gaya
hidup modern yaitu café, restoran cepat saji, club malam, dan lain-lain.
Online shop merupakan sarana atau toko untuk menawarkan barang dan jasa lewat
internet
sehingga
pengunjung
online
shop dapat melihat barang-barang di toko online
(Loekamto, 2012). Konsumen bisa melihat barang-barang berupa gambar atau foto-foto atau
bahkan juga video. Toko online atau online shop bisa dikatakan sebagai tempat berjualan
yang sebagian besar aktivitasnya berlangsung secara online di internet. Online shop memberikan
beragam kemudahan bagi konsumennya diantaranya adalah adanya penghematan biaya, barang
bisa langsung diantar
ke
rumah,
pembayaran
dilakukan secara transfer, dan harga lebih
bersaing (Juju & Maya, 2010). Proses transaksi jual beli yang ada di online shop dilakukan
dengan memberikan berbagai
syarat
kepada
calon
konsumen.
Di antaranya adalah
memberikan syarat kepada calon konsumen untuk registrasi sebagai anggota. Konsumen yang
sudah menjadi anggota, selanjutnya dapat memesan produk. Setelah itu, konsumen membayar
produk yang dibeli menggunakan kartu kredit atau melalui transfer bank. Pemilik toko online
selanjutnya mengirimkan produk tersebut ke konsumen.
Ollie (2008) menyebutkan bahwa manfaat dari belanja melalui online shoping adalah
memberikan kemudahan karena pelanggan
dapat
memesan
produk
dalam waktu 24 jam
sehari di manapun berada sehingga tidak perlu ribet; adanya kejelasan informasi karena
pelanggan dapat memperoleh beragam informasi komparatif tentang perusahaan,produk dan
pesaing tanpa meninggalkan pekerjaan yang dilakukan oleh pelanggan;
keterpaksaan
yang lebih sedikit karena pelanggan tidak perlu menghadapi
dan
atau
tingkat
melayani
bujukan
dari faktor-faktor emosional. Keuntungan toko online bagi pembeli adalah sebagai
berikut (Juju & Maya, 2010): 1) Menghemat biaya, apalagi jika barang yang ingin dibeli
hanya ada di luar kota. Pembeli tidak harus mengeluarkan biaya lebih untuk mencari barang
tersebut di luar kota. 2) Barang bisa langsung diantar ke rumah. 3) Pembayaran dilakukan
secara transfer, maka transaksi pembayaran akan lebih aman. 4) Harga lebih bersaing.
Howard Rheingold ( Piliang, 2004) mengatakan bahwa yang terbentuk pada komunitas
online di dalam masyarakat sekarang adalah bentuk dari virtual community salah satunya media
sosial seperti Facebook, Instagram, Path, Twitter, dan lain-lainnya. Pada virtual community
semua
bisa
saling
berlawanan,
menyatu
dan
hadir
bersama-sama
membangun/merusak,moral/amoral, kebaikan/kejahatan, kebenaran/ kepalsuan). Dapat diartikan
bahwa apa yang terjadi di komunitas virtual seperti pada Facebook dan Instagram dapat
dirasakan gambaran layaknya dunia nyata seperti berinteraksi, berjualan, berdiskusi. Berjualan
melalui virtual komunitas di media sosial menjadi sesuatu yang mudah, karena dapat mencari
calon pembeli dari berbagai kalangan. Di samping kemudahan memperoleh calon pembeli juga
mudah untuk menampilkan foto-foto produk yang bagus untuk dilihat, dan tak menjadi masalah
entah itu palsu atau tidak.
Sekarang semua akun di media sosial bisa dijadikan saling terhubung antara yang satu
dengan yang lainnya. Hiperteks berbentuk “clickable” memungkinkan pengguna internet dapat
membuat atau memilih suatu item teks link dan dapat terhubung dari komputersatu ke yang lain
dalam satu waktu. Hiperteks juga biasa digunakan untuk mencari informasi yang diinginkan
(Dicks, Mason, Coffey, & Atkinson, 2005 ).Ketika seseorang terhubung dengan Facebook dan
dapat berpindah dari akun satu ke yang lain ke yang, itu merupakan salah satu bentuk hiperteks.
Hiperteks pada jejaring sosial Facebook, Instagram, dsb salah satu berbentuk suatu teks atau
tulisan yang dapat ditambahkan gambar atau video dan link ke teks lain dan dapat terhubung
dengan konten yang berbeda. Saya sendiri dapat berteman dan berhubungan di Facebook
dengan online shop melalui hiperteks yang ada, dimana saya menambahkan dan ditambahkan
oleh pemilik online shop pada jaringan pertemanan dengan menulis nama pada kotak pencarian
atau dengan “mengklik” tulisan nama pada kotak add friend atau tambah pertemanan.
Media foto dibuat melalui teknologi virtual yang ditampilkan di Media Sosial dan dilihat
oleh jaringan pertemanan milik online shop ternyata menciptakan suatu bentuk ruang semu.
Foto yang dibuat oleh online shop merupakan penggambaran ulang produk yang dijual melalui
sebuah simulasi. Hal ini karena bagi online shop foto merupakan salah satu bentuk hal yang
penting. Sebenarnya tidak hanya bagi online shop tetapi juga para pelanggan. Misalnya Si Wati
mahasiswi UNP jurusan bahasa inggris berpendapat bahwa foto-foto yang ditampilkan yang
pertama kali dilihat, kemudian baru membaca keterangan kalau tidak jelas bertanya atau melihat
komentar yang lainnya. Kemudian para penjual online shop yaitu menguangkapkan bahwa “
Foto yang diunggah sangat penting untuk itu diperlukan hasil foto dengan kualitas maksimal
agar terlihat bagus, untuk itu diperlukan sedikit sentuhan (edit) untuk lebih memperjelas dan
mempercantik tampilan”. Dari ungkapan tersebut dapat dimpulkan bahwa betapa pentingnya
foto bagi online shop untuk menimbulkan hyperrealitas dan simulacra pada pelanggan di media
sosial.
Simulasi produk pada foto biasanya online shop tidak bisa dibuat sembarangan. Biasanya
online shop dalam pembuatan simulasi menggunakan bantuan model manusia dengan berbagai
gaya yang menarik. Model yang dipilih untuk merepresentasikan produk memiliki standard atau
syarat seperti memiliki tubuh yang langsing dengan wajah yang dianggap cantik dan tampan.
Pemilihan warna pakaian ternyata juga ditentukan, biasanya online shop dalam penampilan
fotonya menggunakan berbagai tema. Seperti tema jaman dahulu vintage dengan warna yang
kalem atau warna- warna pastel. Sering juga online shop juga menampilkan fotonya dengan
warna-warna ceria yang digambarkan dengan warna barang yang cerah atau corak yang ramai.
Segala yang dilakukan online shop tersebut sebenarnya juga berguna untuk menonjolkan apa
yang dijual.
Foto-foto yang biasanya ditampilkan di media sosial dalam Online-shop sangat
memperhatikan penampilan produk pada foto yang ditampilkan. Bagi pemilik online shop
pemilihan kata-kata yang dibaca para calon konsumen tulisan keterangan berguna untuk
menggambarkan ciri khas atau bisa juga keterangan produk yang dijual. Setelah pemilihan
model, properti dan penataan dilanjutkan dengan pemotretan. Hasil dari pemotretan yang berupa
foto yang kemudian disempurnakan dan diubah atau diedit dengan menggunakan aplikasi.
Sehingga menghasilkan sebuah foto yang dianggap menarik untuk dilihat, biasanya model
menjadi lebih cantik dan tampan serta bentuk tubuh dengan pemberian caption atau tulisan atau
label juga merupakan hasil dari pengubahan foto.
Berbagai pengubahan foto yang dilakukan di Media sosial akan menimbulkan simulacra
pada konsumennya. Disini simulacra representasi objek nyata, tetapi akhirnya mengaburkan
representasi yang sebenarnya dan menciptakan representasinya sendiri. ruang realitas semu,
dimana hanya membentuk realitasnya sendiri. Foto yang menarik yang dibuat menciptakan
sebuah ruang yang dianggap pelanggan realitas. Hal ini terlihat ketika ada pelanggan yang yakin
bahwa pada foto tersebut sangat mempengaruhi pemikiran pelanggan. Ketika mereka melihat
foto-foto yang ada pada media sosial tersebut, maka khayalan pun timbul dalam diri mereka
bahwa ketika mereka nantik membeli dan memakai produk tersebut, maka mereka akan menjadi
seolah-olah seperti artis seperti yang ditampilkan dalam foto-foto di Media Sosial tersebut.
Tampilan Foto-Foto di Online Shop memggambarkan bagaimana keindahan sebuah
produk dan kelebihan produk-produk oleh pemilik online shop . Mereka sengaja menata
sedemikian rupa dengan caption atau sebuah tulisan-tulisan yang diletakan di dalam iklan
dengan berbgai
menghindari
font atau bentuk tulisan yang sekiranya sangat menarik. Meraka sangat
font atau jenis tulisan yang monoton tidak menarik untuk konsumen. Bagi
pemilik online shop pemberian caption online shop lebih disempurnakan. Di samping itu,
pengubahan berbagai foto dan font serta tulisan-tulisan yang di-posting di online shop tersebut
membentuk sebuah simulacra. Simulakra ditimbulkan ketika foto membentuk sebuah
reprsentasi objek yang sangat bagus dan seakan-akan jika konsumen memakai barang yang ada
di online shop tersebut, maka mereka juga akan terlihat menarik. Sehingga dapat diartikan
bahwasanya pelanggan terjebak oleh realitas semu pada foto yang ditampilkan di online shop
pada Media Sosial tesebut.
Online shop sendiri juga lebih mengutamakan hasil foto yang disukai banyak orang
dibandingkankan realitas dari produk yang dijual, hal ini terlihat ketika pemiliknya lebih
mementingkan hasil foto. hal ini bisa dilepaskan karena bagi pemilik online shop, foto
dipergunakan guna menarik pembeli untuk mendapatkan keuntungan. Pendapat online shop
tentang betapa pentingnya hasil foto seperti yang dinyatakan Baudrillard bahwa simulasi dibuat
bukan berpatokan pada realitas tetapi berpatokan pada apa yang di dambakan banyak orang
(Baudrillard, 1987). Pada simulacra produk di dalam foto ternyata yang lebih mendominasi
adalah citra dibandingkan realitas yang sesungguhnya dari objek produk yang dijual. Dominasi
citra pada foto terlihat saat pelanggan melihat foto yang ditampilkan online shop, kemudian
membeli barang hanya berdasarkan keinginan tampil dengan gaya popular seperti model dalam
foto. Citra sendiri adalah sesuatu yang terlihat oleh panca indra, dan makna dari citra sendiri
bukan makna yang sepenarnya dari objek yang disimulasikan.
Bentuk Simulakra dan pencitraan yang ditimbulkan di online shop telah menghasilkan
suatu bentuk hiperealitas yang tercipta dan ditampilkan melalui Media Sosial (Facebook,
Instagram, dll). Hiperalitas sendiri merupakan sesuatu yang berkembang dalam masyarakat
global saat ini, dan salah satu bentuknya adalah kecenderungan hipermodernitas yang dapat
dilihat dari terjerat kemuajuan teknologi (Piliang, 2004). Kecenderungan hipermodernitas
terlihat saat pemilik online shop tergantung pada teknologi guna membuat perubahan pada foto
untuk ditampilkan di Facebook. Tidak hanya pemilik online shop yang terjebak dalam
hipermodernitas tetapi juga pelanggan online shop yang sering belanja, dimana mereka
membutuhkan teknologi untuk menyalurkan hasrat dan keinginan terhadap produk fashion.
Dari apa yang dilakukan baik pemilik online shop dengan penampilan fotonya atau
pelanggan yang menyukai foto yang ditampilkan, hal ini menggambarkan hiperealitas. Foto
yang ditampilkan online shop pada media sosial seperti Facebook sebagai sebuah hasil
teknologi, telah menyebabkan kondisi antara realitas dan rekayasa tercampur baur dan tidak
dapat dibedakan lagi antara palsu dan asli. Online shop dengan komoditas virtualnya telah
menciptakan hiperealitas yang bukan hanya membaurkan realitas sebenarnya dari suatu objek,
tetapi juga memusnahkan representasi dari objek. Pada objek foto dalam hal ini produk atau
barang yang dijual online shop memiliki penanda atau bentuk dari objek yaitu produk fashion,
dan petanda yaitu makna dari produk. Salah satu objek barang produk fashion yaing dijual
online shop dalam hal ini berupa pakaian atau tas tidak memiliki makna atau fungsi sebenarnya.
Penggeseran makna produk seperti pakaian terlihat saat pakaian yang dibeli pelanggan tidak lagi
difungsikan sebagai penutup tubuh semata, tetapi dimaknai sebagai sesuatu yang trend atau
popular di dunia maya sehingga harus dibeli.
Bagi pemilik online shop dan pelanggan sendiri trend bisa dipantau dan dilihat melalui
interenet seperti media sosial, sehingga kita lihat rata-rata foto dan produk yang dijual din online
shop memiliki banyak kesamaan Simulacra dan hiperealitas melalui sebuah foto yang
ditampilkan online shop mengarahkan yang melihatnya dalam hal ini calon konsumen di
jaringannya untuk membeli. Agar calon konsumen tertarik inilah kenapa sebuah foto dibuat
menarik baik dari gambar atau tulisan dan keterangan pendukungnya. Dengan foto yang
menarik calon pembeli diarahkan pada sebuah ruang semu dimana realitas yang berlebihan
dihasilkan. Bukan hanya 1 foto yang dapat dinikmati tetapi banyak foto yang bisa dilihat dan
dinikmati. Dalam sebuah foto calon konsumen ditunjukkan realitas palsu sehingga menggiring
mereka pada sebuah imajinasi atau halusinasi, hal ini terlihat saat pelanggan online shop
berpendapat dia membeli karena ingin tampil modis dan cantik seperti pada model di dalam
foto. Di samping itu para pelanggan online shop terlihat terjebak dengan imajinasinya sendiri
saat bagi mereka foto online shop merupakan realitas barang, meskipun sesungguhanya mereka
mengatahui bahwa foto tersebut sudah diubah. Online shop sendiri terus menerus menghadirkan
hiperelitas melalui foto, sehingga membuat pelanggan beranggapan bahwa realitas semu
merupakan hal biasa bahkan dianggapnya sebagai realitas sesungguhnya.
Hiperealitas dan simulacra tidak dapat dipesahkan begitu saja, karena karena saling
keduanya yang memang tidak dapat dipisahkan pada penelitian online shop ini. Dari segala
hiperealitas tersebut yang menggiring para pelanggan online shop kepada tindakan konsumtif.
Menurut Sumartono (2002) indikator perilaku konsumtif yaitu membeli produk karena imingiming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga
penampilan diri dan gengsi, membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai
produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, munculnya penilaian
bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi,
dan mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Ruang virtual yang dibuat melalui
foto dan ditampilkan melalui Facebook untuk menggambarkan ulang suatu produk, telah
menciptakan hiperealitas dan tindakan konsumtif.
Para pelanggan sebenarnya mengetahui secara pasti bahwa apa foto yang dipertontonkan
online shop merupakan hasil dari pengubahan, tetapi mereka juga beranggapan bahwa foto
merupakan realitas yang sesungguhnya dari produk yang dijual. Meskipun pelanggan telah
mengetahui bahwa foto telah diubah, keinginan atau hasrat untuk membeli dan mengkonsumsi
produk online shop terus muncul. Hasrat membeli ini muncul dikarenakan foto bagus yang
diciptkan online shop. Para pelanggan biasa membeli untuk memenuhi rasa penasaran,
kesenangan, ketertarikan dan ingin memiliki akan objek produk yang dijual. Rasa ketertarikan
terlihat saat pelanggan beranggapan bahwa foto online shop bagus, menarik dan lucu sehingga
menimbulkan rasa ingin memiliki. Setalah membeli para pelanggan juga merasa puas dan
senang karena telah berhasil membeli. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelanggan online shop
membeli bukan berdasarkan kebutuhan sebenarnya dari suatu produk. Dari apa yang dilakukan
pelanggan online shop yaitu membeli untuk memenuhi nafsu dan keinginan.
Konsep nafsu menurut Lacan merupakan bentuk dorongan yang dapat membangun
perasaan atau persepsi yang menyenangkan yang tidak dimiliki oleh kebutuhan. Kebutuhan
merupakan suatu energi murni yang berbeda dengan nafsu (Piliang, 2004). Pelanggan membeli
produk dari Online-Shop karena keinginan setelah melihat foto meskipun telah mengetahui foto
telah diubah, kemudian membeli juga karena trend fashion telah mengarahkan mereka pada
tindakan konsumtif. Tindakan konsumtif merupakan tindakan individu yang langsung terlihat
dalam usaha mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa termasuk pengambilan keputusan.
Dan tindakan konsumtif terlihat saat pelanggan membeli untuk mendapatkan barang meskipun
seperti halnya membeli kucing dalam karung. Para pelanggan hanya beranggapan bahwa yang
mereka beli akan seperti pada foto. Pelanggan online shop disini juga menganggap suatu hal
yang biasa terjadi apabila barang yang datang bisa berbeda dari yang difoto. Seharusnya
kesadaran terhadap resiko perbedaan barang asli dan foto bisa menjadi pertimbangan sebelum
membeli, tetapi tidak menjadi pertimbangan utama bagi pelanggan.
Semakin bagusnya produk yang di posting di Media Sosial dan semakin besarnya
tuntutan bagi masyarakat untuk berpenampilan modis, maka akan semakin besar peluang
masyarakat tersebut untuk berperilaku konsumtif. Hal ini nantinya akan memberikan dampak
yang kurang baik bagi masyarakat tersebut. Sebab, dengan semakin konsumtifnya masyarakat
dalam berbelanja online akan secara otomatis mengurangi kesempatan mereka untuk menabung.
Hal ini dikarenakan, mereka lebih cenderung banyak membelanjakan uangnya dibandingkan
dengan menyisihkan uangnya untuk menabung. Masyarakat
yang lebih sering berbelanja
melalui media sosial kebanyakan membeli produk yang dijual oleh online shop milik
temannya.
Tindakan konsumtif disini semakin kuat karena apa yang dilakukan pelanggan online
shop mengarah pada pembelian impulsive atau pembelian karena hasrat dan keinginan. Hasrat
yang ada yang diakibatkan foto membuat pelanggan membeli tanpa pempertimbangkan
kebutuhan sebenarnya, serta fungsi dan makna sebenarnya dari objek barang. Apa yang
dilakukan pelanggan dengan membeli berkali-kali produk online juga merupakan suatu bentu
pemborosan, atau suatu bentuk menghabiskan uang tanpa adanya kebutuhan yang jelas. Dan
yang terakhir apa yang dilakukan pelanggan online shop masuk pada tindakan konsumtif,
karena para pelanggan membeli hanya karena mengejar hasrat dan keinginan semata.
KESIMPULAN
Perkembangan teknologi membawa banyak perubahan dalam gaya hidup masyarakat.
Internet mengenalkan berbagai informasi mulai dari jejaring sosial, berita, video, foto, hingga
berbelanja. Online shop merupakan fasilitas yang disajikan internet yang memberikaan berbagai
kemudahan. Media sosial (facebook, instagram, path, tweeter, dll) merupakan jembatan yang
paling meguntungkan bagi para pecinta Online Shop. Dengan berbagai macam postingan foto
dan video di Media Sosial, Online Shop berhasil mempengaruhi pikiran para pemakainya. Fotofoto yang biasanya ditampilkan di media sosial dalam Online-shop sangat memperhatikan
penampilan produk pada foto yang ditampilkan.
Online shop adalah salah satu yang memicu masyarakat untuk berperilaku konsumtif.
Online shop seringkali menampilkan simulacra melalui foto barang-barang yang dijual yang
menyebabkan munculnya suatu hiperrealitas. Hyperrealitas muncul karena para pengguna media
sosial melihat postingan foto-foto yang sangat menarik yang sebenarnya sudah diedit sebagus
mugkin. Namun, para pengguna media sosial tidak menyadarinya sehingga mereka terbuai ole
postingan tersebut. Dari hiperealitas yang muncul , itu sagat berperan dalam tindakan konsumtif.
Gaya hidup konsumtif merupakan kecenderungan perilaku individu untuk membeli atau
mengkonsumsi barang – barang yang sebenarnya kurang diperlukan. Membeli suatu barang
hanya karena mementingkan faktor keinginan, kepuasan, kesenangan dan mendukung
penampilan sebagai wujud identitas diri, daripada kebutuhan sebenarnya. Apabila perilaku
tersebut terus dilakukan tanpa ada kesadaran maka akan mengakibatkan pemborosan atau
pengeluaran yang berlebihan.
REFERENSI
Fatah, Maulana Subki. 2015. Pengaruh Online Shop Terhadap Perkembangan Generasi Muda
Indonesia. Universitas Gunadarma.
Hotpascaman, S. 2010. Hubungan Antara Prilaku Konsumtif dengan Konformitas pada Remaja.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Mangunwijaya, Y. 1983. Teknologi dan dampak kebudayaannya. Yayasan Obor Indonesia.
Piliang, Yasraf Amir. 2004. Dunia yang dilipat. Yogyakarta : Jalan Sutra
Rachmawati, Nadya. 2013. Dampak Positif dan Negatif dari Membeli dengan cara Online dan
Langsung .Universitas Gunadarma.
Shohibullana, I. H. 2014. Kontrol Diri Dan Perilaku Konsumtif Pada Siswa SMA (Ditinjau dari
lokasi sekolah). Jurnal Online Psikologi.
Sari , Chacha Andira .2015. Perilaku Berbelanja Online Di Kalangan Mahasiswi Antropologi
Universitas Airlangga.Journal online.
Sumartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan (Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi).
Bandung: Alfabeta.