BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Team Games Tournament untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Kebondowo 01 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori Kajian teori merupakan dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian.

  Dalam landasan teori dimuat teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli. Berikut merupakan penjabaran mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.

2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SD dan

  Pembelajarannya Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan bahasa Inggris yaitu natural science yang secara singkat sering disebut science. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

  Berikut ini dikemukakan definisi IPA menurut para ahli . Definisi IPA menurut H.W. Fowler (dalam Abu Ahmadi, 2008:1) yakni ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.

  Hendro Darmojo dalam Usman Samatowa (2011:2) menyatakan bahwa

  IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Nash dalam Usman Samatowa (2011:3) dalam bukunya The Nature of Science, mendefinisikan IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keleluhurannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang suatu objek yang diamatinya.

  Nokes dalam Abu Ahmadi (2008:1) menyatakan bahwa IPA adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses. James B Conant dalam Laksmi Prihantoro (1986:1.3) mendefinisikan ilmu pengetahuan alam sebagai suatu rangkaian konsep – konsep yang saling berkaitan dan bagian – bagian konsep yang telah berkembang sebagai hasil eksperimen dan observasi dan bermanfaat untuk eksperimen serta observasi lebih lanjut.

  Wahyana dalam Trianto (2013:136) berpendapat bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas dalam gejala – gejala alam. Adapun Kardi dan Nur dalam Trianto (2013:136) berpendapat bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Carin dan Sund (1993) dalam Trianto (2013:153) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan merupakan kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.

  Trianto (2013:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala – gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah, seperti observasi dan eksperimen, serta menuntut sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.

  Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli, penulis menyimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta dengan segala isinya merupakan rangkaian proses yang sistematis sebagai hasil dari suatu observasi atau eksperimen yang menuntut sikap ilmiah.

  IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.

  Menurut Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto 2013:137), IPA dipandang sebagai proses, produk, dan prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu

  Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesef (Trianto, 2013:137) pernah menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau institusi sosial dengan tradisi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun inspirasi. Laksmi Prihantoro dkk. (1986) berpendapat bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep yang merupakan hasil suatu proses tertentu. Sebagai proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk – produk IPA. Dalam proses ini digunakan metode ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan eksperimen. Sebagai aplikasi, teori – teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Penerapan IPA juga berguna untuk mengembangkan teori dan teknologi baru..

  Trianto (2013:153) menyimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama, yakni: a) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.

  b) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah.

  c) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.

  d) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari- hari.

  Fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003:2) secara khusus adalah sebagai berikut: a) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  b) Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.

  c) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.

  d) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

  Merujuk pada hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan a) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah.

  b) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

  c) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan sains maupun dalam kehidupan. (dalam Trianto 2013:141)

  Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu: a) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.

  b) Menanamkan sikap hidup ilmiah.

  c) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.

  d) Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.

  e) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. (dalam Trianto 2013 :142) Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2013:142) menyatakan bahwa hakikat IPA mesti tercermin dalam tujuan pendidikan dan metode mengajar yang digunakan. Maka pembelajaran IPA pada tingkat pendidikan manapun harus dikembangkan dengan memahami berbagai pandangan tentang makna IPA, yang dalam konteks pandangan hidup dipandang sebagai suatu instrumen untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan sosial manusia.

  Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut:

  1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains

  3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

  4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, obyektif, jujur, terbuka, benar, dan dapat bekerja sama.

  5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

  6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas 2003, dalam Trianto 2010:143)

  Tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik mampu memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Mulyasa, 2010: 111) Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah agar siswa memiliki sikap ilmiah, agar permasalahan, untuk meningkatkan keimanan dan mewjudkan rasa syukur kepada Tuhan atas keindahan alam yang telah Tuhan berikan, serta memperoleh bekal untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya.

  Perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – idenya. Guru hanya memberi tangga yang membantu siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa dapat menaiki tangga tersebut.

2.1.2 Pembelajaran Team Games Tournament

  Menurut Hamdani (2011:92) pembelajaran kooperatif model team games tournament adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.

  Model pembelajaran team games tournament diperkenalkan oleh Slavin dan De Vries tahun 1990 (dalam Miftahul Huda, 2013:197). Dalam pembelajaran team games tournament guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran yang membagi siswa dalam beberapa kelompok dimana siswa bekerja sama antara satu siswa dengan lainnya untuk memecahkan masalah. Suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa (Johnson & Johnson, 1989).

  Definisi team games tournament menurut penulis adalah salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan yang menuntut siswa mereview dan menguasai materi pelajaran melalui permainan dan turnamen akademik dalam kelompok untuk memecahkan suatu masalah. Dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota yang kinerja akademik sebelumnya dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka ataupun kartu-kartu soal untuk bermain. Hasil akhir dari permainan dapat berupa pengumpulan skor untuk setiap tim. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya.

  Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe turnamen permainan (team games tournament) maka siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Disamping itu team games tournament juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas.

  Menurut Hamdani (2011:92) aktivitas belajar dengan model team games tournament memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar dalam bentuk permainan. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok. Tapi sebelumnya guru terlebih dahulu membekali siswa dengan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing.

  Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran team games tournament seperti yang dikemukakan oleh Slavin (2009), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara implisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran team games tournament , sebagai berikut:

  1. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan team games tournament memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok raisal mereka daripada siswa yang ada dalam kelas tradisional.

  2. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.

  3. Team games tournament meningkatan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak

  4. Team games tournament meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit).

  5. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.

  6. Team games tournament meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.

  Kelebihan pembelajaran team games tournament menurut Taniredja (2011:72-73) adalah sebagai berikut:

  1. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya.

  2. Rasa percaya diri siswa jadi lebih tinggi.

  3. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil.

  4. Motivasi belajar siswa menjadi bertambah.

  5. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru.

  6. Kerjasama antara siswa dengan siswa di kelas akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi lebih hidup dan tidak membosankan.

  7. Siswa dapat menelaah sebuah pokok bahasan bebas mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa tersebut dapat keluar, selain itu kerjasama antar siswa juga siswa dengan guru akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.

  Berdasarkan pendapat Taniredja (2011:73) mengenai kerjasama siswa dengan siswa di kelas akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi lebih hidup dan tidak membosankan, dan siswa dapat menelaah sebuah pokok bahasan bebas mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa tersebut dapat keluar, selain itu kerjasama antar siswa juga siswa dengan guru akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan. Berdasarkan kelebihan menurut Taniredja, pembelajaran team games tournament dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar.

  Selain memiliki keunggulan, Taniredja (2011:73) juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran team games tournament juga memiliki beberapa kelemahan yaitu:

  1. Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran khususnya saat turnamen atau permainan ada siswa yang tidak ikut serta dalam menyumbangkan pendapatnya.

  2. Kekurangan waktu dalam proses pembelajaran.

  3. Terjadi kegaduhan, bila guru kurang pintar mengelola kelas.

  Sintak pembelajaran team games tournament menurut Mel Siberman (1996:151) dapat dilihat pada langkah-langkah kegiatan pembelajaran berikut ini: 1) Siswa dibagi ke dalam tim-tim beranggotakan dua hingga delapan orang.

  Pastikan bahwa tim-tim tersebut mempunyai jumlah anggota yang sama. 2) Guru memberi materi untuk dibahas bersama. 3) Guru mengembangkan pertanyaan untuk menguji pemahaman dan/atau mengingat materi pelajaran. Pertanyaan yang digunakan dalam bentuk yang menggunakan skor mudah, seperti pilihan ganda, isilah titik, betul/salah, atau istilah untuk didefinisikan.

  4) Guru memberikan satu serangkaian pertanyaan pada siswa. Menunjuk hal ini sebagai “babak pertama” untuk turnamen belajar. Setiap siswa hrus menjawab pertanyaan secara pribadi. 5) Setelah pertanyaan-pertanyaan diberikan, sediakan jawaban dan mintalah peserta didik menghitung pertanyaan yang dijawab siswa secara benar.

  Kemudian siswa diminta menyatakan skor mereka pada anggota lain dalam tim tersebut untuk mendapat skor tim. Umumkan skor masing-masing tim. 6) Guru meminta setiap tim untuk mempelajari lagi turnamen pada babak kedua.

  Kemudian guru meminta kepada setiap tim untuk tes pertanyaan yang lebih banyak sebagai bagian “babak kedua”. Guru meminta setiap tim menyatakan lagi skornya dan tambahan satu skor kepada gilirannya. 7) Guru dapat melakukan beberapa ronde.

  Mel Silberman (2010 : 169) menyatakan bahwa langkah – langkah

  1) Siswa dibagi ke dalam tim-tim beranggotakan dua hingga delapan orang.

  Pastikan bahwa tim-tim tersebut mempunyai jumlah anggota yang sama. 2) Guru melengkapi tim-tim tersebut dengan materi untuk dipelajari bersama, seperti catatan-catatan pembelajaran, teks ringkas, atau chart yang menarik.

  3) Guru mengembangkan beberapa pertanyaan yang menguji pemahaman materi pembelajaran. Guru menggunakan format-format yang memudahkan penilaian diri sendiri,seperti pilihan ganda, mengisi titik-titik, jawaban benar/salah, atau mendefiniskan istilah-istilah. 4) Guru memberikan serangkaian pertanyaan untuk siswa, referensikan ini sebagai ronde 1 dari turnamen belajar. Setiap peserta harus menjawab pertanyaan secara individual. 5) Setelah para siswa menyelesaikan pertanyaan, guru menyediakan jawaban- jawabannya dan siswa diminta untuk menghitung jumlah pertanyaan yang dijawab siswa dengan benar. Kemudian siswa diminta mengumpulkan nilai- nilai mereka bersama dengan setiap anggota kelompok untuk mendapatkan nilai-nilai tim. Guru mengumumkan nilai-nilai setiap tim. 6) Guru meminta tim-tim ini agar belajar lagi untuk ronde kedua turnamen.

  Kemudian guru memberi pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak sebagai bagian dari ronde 2. Guru meminta setiap tim untuk mengumpulkan kembali nilai-nilai setiap tim dan menambahkannya ke nilai ronde 1 mereka. 7) Guru bisa saja mempunyai ronde sebanyak yang diinginkan guru, tetapi pastikan untuk memberi sesi belajar kepada para tim di antara ronde

  Harvey F. Silver (2010:64) berpendapat bahwa langkah – langkah pembelajaran team games tournament adalah sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan berjawaban singkat, yang mana merupakan sasaran pembelajaran, dan lembar-lembar jawaban untuk kepentingan turnamen, menyiapkan lembar studi untuk membantu para siswa menyiapkan diri menghadapi turnamen. 2) Guru mengatur para siswa menjadi tim-tim belajar yang terdiri dari tiga hingga lima siswa. Guru memastikan dan menyeimbangkan tim-tim sedemikian rupa hingga setiap tim belajar mencakup siswa berprestasi tinggi, siswa berprestasi sedang, dan siswa berprestasi rendah. 3) Guru memberikan waktu kepada tim tim untuk bersama-sama meninjau konten dan menyiapkan diri menghadapi turnamen. 4) Guru menentukan satu anggota dari masing-masing tim belajar untuk berpartisipasi melawan para anggota dari tim-tim belajar lain, sebagai bagian dari sebuah kelompok kompetisi (tidak lebih dari lima anggota). Tidak seperti tim belajar, kelompok kompetisi harus diseimbangkan secara akademis (para siswa berprestasi tinggi melawan para siswa berprestasi tinggi, para siswa berprestasi rendah melawan siswa berprestasi rendah). 5) Guru menjelaskan peran-peran dalam turnamen dan aturan turnamen 6) Guru mengumpulkan skor-skor pertandingan dan memvalidasi hasil-hasilnya.

  Mengizinkan para siswa mendiskusikan dan merefleksikan prosesnya. 7) Guru mengumumkan hasil-hasilnya. Jika memungkinkan, menyiapkan buletin turnamen yang sederhana, yang mengobservasi proses ini serta usaha individual dan usaha tim.

  Menurut Hamdani (2011:92) ada lima komponen utama dalam team games tournament, yaitu sebagai berikut:

  1. Penyajian kelas Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas.

  Biasanya, dilakukan dengan pengajaran langsung atau ceramah dan diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saan game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

  2. Kelompok (team) Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai lima orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras, atau etnik. Fungsi kelompok adalah lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar

  3. Game Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.

  Kebanyakan game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan mendapat skor.

  Skor ini dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

  4. Turnamen Turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok yang sudah mengerjakan lembar kerja. Pada turnamen pertama, guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa yang tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II, dan seterusnya.

  5. Team recognize (penghargaan kelompok) Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, dan masing-masing kelompok akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Kelompok mendapat julukan “super team” jika rata-rata skor mencapai 45 atau lebih, “great team” apabila rata- rata mencapai 40-45, dan “good team” apabila rata-ratanya 30-40.

  Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan team games tournament adalah (Miftahul Huda, 2013:198-199) :

  1. Prosedur team games tournament Tim Studi (sering juga disebut dengan Home Team)

  Siswa memperdalam, meriview, dan mempelajari materi secara kooperatif dalam tim ini. Penentuan kelompok dilakukan secara heterogen dengan langkah- langkah berikut: 1) Membuat daftar rangking akademik siswa.

  2) Membatasi jumlah maksimal anggota setiap tim adalah 4 siswa. 3) Menomori siswa mulai dari yang atas (misalnya, 1,2,3,4,5,6,7,dan seterusnya).

  4) Membuat setiap tim heterogen dan setara secara akademik, dan jika perlu keragaman itu dilakukan dari segi jenis kelamin, etnis, agama dan sebagainya.

  Tujuan dari Tim Studi ini adalah membebankan tugas kepada setiap tim untuk mereview dengan format dan sheet yang telah ditentukan.

  2. Turnamen Setelah membentuk tim, siswa mulai berkompetisi dalam turnamen. Penentuan turnamen dilakukan secara homogen dengan langkah sebagai berikut: 1) Menggunakan daftar ranking yang telah dibuat sebelumnya.

  2) Membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 atau 4 siswa. 3) Menentukan setiap anggota dari masing-masing kelompok berdasarkan kesetaraan kemampuan akademik, jadi ada turnamen yang khusus untuk kelompok-kelompok yang terdiri dari siswa-siswa pandai, dan ada turnamen yang khusus untuk kelompok-kelompok siswa yang lemah secara akademik.

  Format yang diterapkan adalah: 1) Memberikan kartu-kartu yang telah dinomori (misalnya dari 1-30) kepada setiap kelompok.

  2) Memberi pertanyaan pada setiap kartu sebelum dibagikan kepada siswa 3) Membuat lembar jawab yang sudah dinomori. 4) Membagikan satu amplop yang berisi kartu-kartu, lembar pertanyaan, dan lembar jawaban 5) Menginstruksikan siswa untuk membuka kartu 6) Menunjuk pemegang nomor tertinggi untuk membacakan terlebih dahulu 7) Mengarahkan siswa pertama untuk mengambil sebuah kartu dari amplop dan membacakan nomornya, lalu siswa kedua (yang memiliki lembar pertanyaan) membaca pertanyaan dengan keras, lalu siswa pertama menjawab pertanyaan tersebut, kemudian siswa ketiga (yang memiliki lembar jawaban) menginformasi apakah jawabannya benar atau salah

  8) Menggunakan aturan jika jawaban benar, maka siswa pertama mengambil kartu itu, namun jika jawabannya salah, maka siswa kedua dapat membantu menjawabnya. Jika benar, kartu tetap mereka pegang. Namun jika salah kartu itu harus dibuang.

  3. Scoring Scoring dilakukan untuk semua tabel turnamen. Setiap pemain bisa menyumbangkan 2 hingga 6 poin kepada Tim Studinya masing-masing. Poin Tim

  Studi akan ditotal secara keseluruhan.

  Berdasarkan langkah – langkah pembelajaran team games tournament yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan langkah – langkah pembelajaran team games tournament dalam kegiatan pembelajaran IPA di kelas yang disajikan dalam tabel berikut ini:

  Tabel 1 Implementasi Pembelajaran team games tournament dalam pembelajaran IPA dalam Standar Proses

  Langkah-langkah Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1) Melakukan

  1. Melakukan

  1. Memperhatikan Kegiatan Awal kegiatan kegiatan apersepsi dan menanggapi apersepsi dan dengan tanya apersepsi yang menyampai- jawab untuk dilakukan guru kan tujuan menuju materi dengan pembelajaran. yang akan melakukan tanya disampaikan. jawab.

  2. Menyampaikan

  2. Menyimak tujuan tujuan pembelajaran pembelajaran yang yang akan dicapai. disampaikan oleh guru. 2) Guru

  1. Menyampaikan

  1. Memperhatikan Kegiatan Inti menyampai- materi kepada penjelasan dari

1. Menyajikan informasi kan materi siswa guru.

  dilengkapi

  2. Melakukan tanya

  2. Mengajukan dengan alat jawab dengan pertanyaan yang peraga dan siswa tentang berhubungan melakukan materi yang dengan materi. tanya jawab disampaikan.

  3. Menjawab dengan siswa. pertanyaan yang diajukan oleh Langkah-langkah Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

  2. Mengorganis 3) Guru membagi

  1. Membagi tim-tim

  1. Siswa ir peserta tim belajar beranggotakan berkelompok didik ke secara empat atau lima sesuai yang telah dalam tim – heterogen dan siswa berdasarkan ditentukan guru. tim belajar setara secara daftar ranking

  2. Masing-masing akademik. yang dibuat tim menerima sebelumnya. amplop

  2. Membagikan amplop yang berisi lembar kerja dan lembar jawaban yang akan dikerjakan masing- masing tim.

  3. Permainan 4) Guru

  1. Meminta setiap

  1. Setiap tim team games memberikan tim untuk melakukan tournament intruksi melakukan permainan dan kepada permainan dengan waktu masing- berdasarkan yang tercepat. masing tim lembar kerja yang untuk diterima oleh melakukan masing-masing permainan tim dengan waktu berdasarkan yang paling cepat. lembar kerja

  2. Menghitung waktu yang telah yang diperoleh diterima oleh masing-masing masing- tim. masing tim.

  3. Mengawasi aktivitas siswa dan memberikan bantuan pada siswa selama melakukan permainan.

  3. Skoring Guru

  1. Menghitung skor

  1. Membuat jumlah mengumpulkan dan waktu yang skor yang skor masing- diperoleh melalui diperoleh masing- masing tim dalam lembar skor yang masing tim pertandingan dan diisi masing- memvalidasi masing tim hasil-hasilnya berdasarkan Langkah-langkah Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Kegiatan Akhir

  1. Membuat Menarik Membimbing siswa Membuat kesimpulan kesimpulan dari untuk membuat kesimpulan bersama materi yang baru kesimpulan. guru. saja dipelajari.

  2. Refleksi Refleksi berupa Menanamkan nilai Menyebutkan nilai- penanaman nilai moral pada siswa. nilai moral yang moral. terkandung dalam materi.

2.1.3 Keaktifan Belajar

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:24-25) aktif adalah giat bekerja dan berusaha, sedangkan keaktifan adalah suatu keadaan atau hal dimana siswa dapat aktif. Glasgow (dalam Jamal Ma’mur Asmani, 2011:66) berpendapat bahwa siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri.

  Menurut Joel Wein, pembelajaran aktif adalah nama suatu pendekatan untuk mendidik para siswa agar berperan aktif di dalam proses pembelajaran. Unsur umum di dalam pendekatan ini adalah mengganti peran guru yang semula di depan kelas dan mempresentasikan materi pelajaran, menjadi para siswa lah yang berada pada posisi pengajaran dirimereka sendiri. Guru diubah menjadi seorang pelatih dan penolong di dalam proses tersebut.

  Menurut Mayer yang juga didukung oleh Kirschner, Sweller, dan Clarck, (Jamal Ma’mur Asmani, 2011:68) siswa aktif tidak hanya hadir di kelas, menghafalkan, dan akhirnya mengerjakan soal-soal di akhir pelajaran. Siswa harus terlibat aktif, baik secara fisik maupun mental. Siswa semestinya juga aktif melakukan praktik dalam proses pembelajaran.

  Keaktifan merupakan salah satu prinsip belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009:42). Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif

  Dari beberapa pendapat mengenai pengertian keaktifan belajar di atas, penulis menyimpulkan bahwa keaktifan belajar adalah suatu keadaan atau hal yang berupa kegiatan yang bersifat fisik maupun mental dalam proses pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dan siswa berada pada posisi pengajaran diri siswa sendiri dalam proses pembelajaran.

  Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang diterima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini, anak memiliki sifat akif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.

  Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “law of exercise” yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan – latihan. Mc Keachie berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu, sosial” (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:45).

  Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, siswa dituntut aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku – perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.

  Para guru memberikan kesempatan belajar kepada siswa, memberikan peluang dilaksanakannya implikasi prinsip keaktifan bagi guru secara optimal. Peran guru mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa berarti mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan di dalam kondisi yang ada (Sten, 1988:224) dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:62). Hal ini berarti pula bahwa kesempatan yang diberikan oleh guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh, dan mengolah maka guru diantaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut (Dimyati dan Mudjiono, 2009:63): 1) menggunakan multimetode dan multimedia, 2) memberikan tugas secara individual dan kelompok, 3) memberikan kesempatan kepada siswa melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil (beranggota tidak lebih dari 3 orang), 4) memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas, 5) mengadakan tanya jawab dan diskusi.

  Bentuk – bentuk keaktifan belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009 : 45) :

  a. Kegiatan fisik yang mudah diamati, misalnya membaca, mendengar, menulis, berlatih ketrampilan – ketrampilan, dan lain – lain.

  b. Kegiatan psikis yang susah diamati, misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan lain sebagainya.

  Indikator keaktifan belajar siswa (Nana Sudjana, 1989:21) dapat dilihat dari: a. Keinginan, keberanian, menampilkan minat, kebutuhan, dan permasalahannya.

  b. Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar.

  c. Penampilan berbagai usaha atau kekreatifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya.

  d. Kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru atau pihak lainnya (kemandirian belajar).

  Menurut Nana Sudjana (1990:61) keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal :

  1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

  2. Terlibat dalam pemecahan masalah.

  3. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya.

   Menghitung  Mengukur

   Mendengarkan, tidak menertawakan, dan memberi kesempatan terlebih dahulu kepada siwa lain untuk menjawab

   Mendengarkan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang

   Bekerja dalam kelompok

   Meminta pendapat orang lain

   Berdiskusi  Mengajukan pertanyaan

   Sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang Interaksi

   Mengamati siswa bekerja

   Membuat kegiatan yang beragam

   Membuat sesuatu

   Membaca  Melakukan wawancara

  4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

   Melakukan percobaan

   Melakukan pengamatan

  Siswa Guru Pengalaman

  Komponen Kegiatan

  Tabel 2 Komponen Kegiatan Belajar Aktif

  Suasana belajar aktif yang dapat membuat siswa melakukan pengalaman, interaksi, komunikasi, dan refleksi. Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011:81) komponen dalam kegiatan belajar aktif dapat dilihat dalam berikut ini:

  8. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

  7. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis.

  6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil – hasil yang diperolehnya.

  5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.

   Mendengarkan  Berkeliling ke kelompok, sesekali duduk bersama kelompok, mendengarkan perbincangan kelompok dan Komponen Kegiatan

  Siswa Guru komentar pertanyaan yang menantang. Komunikasi

   Memikirkan kembali hasil kerja atau pikiran sendiri

  3. Respon yang dipelajari Belajar adalah proses yang aktif, sehingga apabila tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respon terhadap stimulus yang diterima, tidak mungkin dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki.

  2. Perhatian dan motivasi Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi, hasil belajar yang dicapai tidak akan maksimal.

  Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal atau bahasa, visual, auditif atau suara.

  1. Stimulus belajar Peran yang diterima siswa dari guru biasanya dalam bentuk stimulus.

  Keaktifan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa menurut Nana Sudjana (1989:27-29) adalah sebagai berikut:

   Mempertanyakan  Meminta siswa lain untuk memberikan komentar/pendapat

   Memantau agar pajangan dapat dibaca semua siswa Refleksi

   Memperhatikan,memberi komentar dan pertanyaan yang menantang

   Memajang hasil karya

   Bercerita  Tidak menertawakan

   Menjelaskan  Berbicara

   Mendemonstrasikan atau mempertunjukkan

   Mengemukakan pikiran atau pendapat

   Melaporkan secara lisan atau tertulis

   Menceritakan  Mendengarkan atau memberi komentar atau mempertanyakan

  4. Penguatan

  Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan, maka akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali.

  5. Pemakaian dan pemindahan Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang tidak terbatas jumlahnya. Dalam hal ini penyimpanan informasi yang tak terbatas ini penting sekali pengaturan dan penempatan informasi, sehingga dapat digunakan kembali apabila diperlukan.

  Keaktifan belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan lembar observasi. Observer mengamati keaktifan siswa selama pelaksanaan tindakan dari awal sampai akhir dengan memberi skor 1 apabila kegiatan dilaksanakan dalam proses pembelajaran pada lembar observasi keaktifan siswa yang telah diesdiakan oleh peneliti. Setelah observer selesai mengamati keaktifan siswa, observer melakukan penjumlahan terhadap skor keaktifan masing-masing siswa dari semua indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti kemudian menentukan apakah jumlah skor yang didapat oleh masing-masing siswa termasuk kategori keaktifan rendah, sedang, atau tinggi.

2.1.4 Hasil Belajar

  Reigeluth sebagaimana dikutip Keller (Hamzah B. Uno, 2008:137) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang sengaja dirancang, karena itu ia merupakan efek yang diinginkan dan bisa juga berupa efek nyata sebagai hasil penggunaan metode pengajaran tertentu.

  Menurut Nana Sudjana (1990:22) hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Agus Suprijono (2009:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola – pola perbuatan, nilai – nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi, dan ketrampilan. setelah mengalami aktivitas belajar (Anni et al. 2005). Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada pada yang di pelajari oleh pembelajar. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan dari kegiatan belajarnya.

  Purwanto (2013: 44) mengemukakan bahwa hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Winkel dalam Purwanto (2013:45) mendefinisikan hasil belajar sebagai perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi Bloom (aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik).

  Purwanto (2013:46) mendefinisikan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya.

  Menurut Patta Bundu (2006: 17), hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar. sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, aspek afektif berkaitan dengan penguasaan nilai-nilai atau sikap yang dimiliki siswa sebagai hasil belajar, sedangkan aspek psikomotorik yaitu berkaitan dengan keterampilan-keterampilan motorik yang dimiliki oleh siswa.

  Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:251) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi :

  1. Dari sisi siwa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar.

  2. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

  Dari beberapa pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa hasil keterampilan yang merupakan hasil dari kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diukur yaitu pengetahuan, sikap, keterampilan.

  Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2009:5), hasil belajar berupa:

  a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan.

  b. Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis, fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip – prinsip keilmuan. Ketrampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

  c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

  d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

  e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa menginternalisasi dan eksternalisasi nilai – nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai – nilai sebagai standar perilaku.

  Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni:

  1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

  2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

  Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran.

  Fokus dalam penelitian ini adalah faktor yang datang dari luar diri siswa ata faktor lingkungan yaitu metode mengajar, yaitu dengan menerapkan pembelajaran team games tournament.

  Caroll dalam Nana Sudjana (2004:40) berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni: a. Bakat pelajar b. Waktu yang tersedia untuk belajar.

  c. Waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran.

  d. Kualitas pengajaran.

  e. Kemampuan individu.

  Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada siswa. Tes digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa. Bentuk tes yang dipakai untuk mengukur hasil belajar siswa adalah bentuk soal uraian. Tes diberikan setelah tindakan siklus I, dan setelah tindakan siklus II.

2.1.5 Hubungan Pembelajaran Team Games Tournament terhadap

  Keaktifan Belajar dan Hasil Belajar IPA Pembelajaran team games tournament mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajarannnya. Pada penerapan pembelajaran team games tournament diperoleh beberapa temuan bahwa team games tournament dapat memupuk kerja sama siswa tim dalam menyelesaikan permainan dan turnamen pembelajaran yang diberikan guru sehingga proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa menjawab pertanyaan dan mengumpulkan skor untuk tim mereka. Pembelajaran team games tournament, menugaskan siswa untuk bekerja sama di dalam tim dalam mengumpulkan skor untuk tim mereka dalam turnamen menjawab pertanyaan. Adanya antusias dan semangat siswa merupakan daya untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa sehingga mampu berbagi pengetahuan belajar dengan yang lain.

  Penerapan model team games tournament dapat membangkitkan kerjasama di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA juga meningkat.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Negeri 2 Jambangan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Negeri 2 Jambangan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 124

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self -Efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII AP di SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 7

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self -Efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII AP di SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 13

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self -Efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII AP di SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 10

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self -Efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII AP di SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Self -Efficacy dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII AP di SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Model Pembelajaran Jigsaw dengan Berbantuan Media Puzzle Siswa Kelas 5 SD Negeri 2 Lemah Putih Kecamatan Brati Kabupaten Grobogan Semester I

0 0 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Model Pembelajaran Jigsaw dengan Berbantuan Media Puzzle Siswa Kelas 5 SD Nege

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Team Games Tournament untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Kebondowo 01 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang S

0 0 9