PENGELOLAAN PERTAMBANGAN dan YANG BERDAMPAK

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN YANG BERDAMPAK
LINGKUNGAN DI INDONESIA
Oleh : Alex Candra Pamungkas
alexcandrapamungkas@students.unnes.ac.id
Abstrak
Usaha Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian,pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara yang
meliputi penyelidikan umum,eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta
kegiatan pasca tambang (Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No.4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara). Pertambangan mempunyai
beberapa karakteristik, yaitu tidak dapat diperbaharui (non renewable),
mempunyai resiko relatif lebih tinggi dan pengusahaannya mempunyai
dampak lingkungan baik fisik maupun lingkungan yang relatif lebih tinggi
dibandingkan pengusahaan komoditi lain pada umumnya. Pentingnya
penerapan kegiatan industri dan/atau pembangunan yang berbasis
lingkungan, perlu disadari oleh setiap elemen bangsa, karena persoalan
lingkungan merupakan permasalahan bersama. Hanya saja dalam pratiknya,
diperlukan lembaga formal pengendali yang secara yuridis berwenang untuk
itu. Pengendalian kegiatan dan operasionalisasi industri, dalam prakteknya
terwujud dalam konsep dan program kerja sistematis dalam bentuk

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan
hidup harus bermuara pada terjaminnya kelestarian lingkungan,seperti
tercantum dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kata kunci : pertambangan, hukum, lingkungan, pengelolaan, masyarakat
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia dianugerahi sumber daya alam berlimpah termasuk bahan galian
pertambangan. Di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan
bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Kata
“dikuasai” dalam pasal ini mengandung arti bahwa negara diberi kebebasan
untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan
bahan galian tambang yang diberikan seluas luasnya untuk kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Usaha pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara yang
meliputi
penyelidikan
umum, eksplorasi,studi

kelayakan,
konstruksi,
penambangan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta
kegiatan pasca tambang(Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No.4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara). Pertambangan mempunyai
beberapa karakteristik, yaitu tidak dapat diperbaharui (non renewable),
mempunyai resiko relatif lebih tinggi dan pengusahaannya mempunyai dampak
1

lingkungan baik fisik maupun lingkungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan
pengusahaan komoditi lain pada umumnya.1

Sektor pertambangan di Indonesia merupakan sektor yang berfungsi
mendapatkan devisa Negara paling besar, namun keberadaan kegiatan
dan/atau usaha tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai
kalangan namun dalam implementasinya, Negara sering dihadapkan pada
kondisi dilematis antara pemanfaatan optimal dengan kerugian lingkungandan
sosial.2 Ini disebabkan keberadaan kegiatan usaha tambang itu telah
menimbulkan dampak negatif di dalam pengusahaan bahan galian.3
Pada dasarnya, karena sifatnya yang tidak dapat di perbaharui tersebut

pengusaha pertambangan selalu mencari cadangan terbukti (proven reserves)
baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah dengan
adanya penemuan. Ada beberapa macam resiko dibidang pertambangan, yaitu
resiko geologi (eksplorasi) yang berhubungan dengan ketidakpastian
penemuan cadangan (produksi), resiko teknologi yang berhubungan dengan
ketidakpastian biaya, resiko pasar yang berhubungan perubahan harga dan
resiko kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan perubahan pajak dan
harga domestic. Resiko-resiko tersebut berhubungan dengan besaran yang
mempengaruhi keuntungan usaha, yaitu produksi, harga, biaya dan pajak
usaha yang mempunyai resiko lebih tinggi menuntut pengembalian
keuntungan (rate of return) yang lebih tinggi.
Walaupun
demikian,
terdapat
dampak
lingkungan
pada
waktu
eksplorasi,tetapi dampak lingkungan pertambangan utama adalah pada waktu
eksploitasi dan pemakaiannya untuk yang bisa digunakan sebagai energi

(minyak, gas dan batu bara). Dampak lingkungan tersebut dapat berbentuk
fisik seperti penggundulan hutan,pengotoran air (sungai, danau dan laut) serta
pengotoran udara untuk energi. Dampak lingkungan tersebut dapat juga
bersifat sosial, yaitu hilangnya mata pencaharian masyarakat yang tadinya
hidup dari hasil hutan maupun hasil pertambangan itu sendiri. 4 Sebagai contoh
dengan cara yang sederhana penduduk dapat mendulang emas.
Dampak lingkungan pertambangan berbeda antara jenis tambang yang satu
dengan yang lain. Tambang yang ada berada jauh di bawah permukaan bumi
seperti tambang minyak dan gas (migas) sehingga penambangannya dilakukan
dengan membuat sumur. Oleh sebab itu,penambangannya relatif tidak
membutuhkan daerah yang luas di permukaan. Tambang ada yang digali di
permukaan atau tambang dengan membuat terowongan dekat permukaan
seperti batu bara, tembaga, emas dan lain-lain sehingga relatif membutuhkan
daerah yang luas di permukaannya dan sebagai akibat dampak lingkungan fisik
maupun sosialnya lebih besar. Apalagi tambang tersebut tadinya merupakan
mata pencaharian penduduk setempat.5
Pentingnya penerapan kegiatan industri dan/atau pembangunan yang
berbasis lingkungan, perlu disadari oleh setiap elemen bangsa, karena
1 Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal.43
2 Adrian Sutedi,Hukum Pertambangan ,Sinar Grafika ,Jakarta.2011,hlm.1

3 H.Salim Hs,Hukum Pertambangan Indonesia,Raja Grafindo persada,Jakarta 2005 hlm.5
4 Muhammad Akib ,Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Rajawali Pers,
Jakarta,2014,.hlm 41
5 Wisnu arya wardana, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset,Jakarta,2004,.hlm 86

2

persoalan lingkungan merupakan permasalahan bersama. Hanya saja dalam
pratiknya,diperlukan lembaga formal pengendali yang secara yuridis
berwenang
untuk
itu.
Pengendalian
kegiatan
dan
operasionalisasi
industri,dalam prakteknya terwujud dalam konsep dan program kerja
sistematis dalam bentuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup,Pengelolaan lingkungan hidup harus bermuara pada terjaminnya
kelestarian lingkungan, seperti tercantum dalam Pasal 1 butir 2 UndangUndang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, yang menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan Lingkungan
hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,pemeliharaan, pengawasan
dan penegakan hukum
pada masa sekarang ini dengan didasari pada Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun
2008 Tentang Pemerintahan Daerah, telah mendesentralisasikan urusan
Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral ke Daerah, namun semangat
desentralisasi sektor pertambangan tersebut tidak sinkron dengan pengaturan
mengenai pertambangan karena Undang-Undang yang digunakan masih
mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pertambangan.
Sejak reformasi bergulir, sektor pertambangan tidak mendapat panduan
regulasi yang jelas. Baru pada tahun 2009 keluar Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan,Mineral dan Batubara. Sementara
Peraturan Pemerintah yang diperintahkan pembentukannya oleh UndangUndang No. 4 Tahun 2009 baru keluar pada Tahun 2010 yakni Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.Kekosongan pengaturan terkait

pertambangan dari awal reformasi tahun 1998 sampai keluarnya UU tentang
pertambangan pada tahun 2009 telah dimanfaatkan daerah penghasil
tambang untuk memberikan izin usaha pertambangan dengan tanpa panduan
dari Pemerintah Pusat.6
Pada otonomi daerah, tanggung jawab Kepala Daerah langsung kepada
Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri. Kementerian Dalam Negeri
merasa tidak memiliki kompetensi teknis dalam hal mengawasi dan
mengendalikan kebijakan dan keputusan administrasi negara Pemerintah
Daerah. Proses pelimpahan wewenang dalam pengurusan perizinan terhadap
sektor sumberdaya alam tidak dibarengi dengan mekanisme pengendalian
terhadap kewenangan pengurusan izin. Lemahnya pengawasan dan
pengendalian perijinan oleh Pusat kepada pemberian izin memberikan celah
bagi pelaksanaan pengelolaansumberdaya alam.7
B. KRONOLOGI KASUS

6 Yudhistira, Wahyu Krisna Hidayat, Agus Hadiyarto 2011. KAJIAN DAMPAK KERUSAKAN
LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL BATUBARA DI DAERAH, . Jurnal Ilmu
Lingkungan, Vol 9 (2): 76-84.
7 Nita Triana, Pendekatan Ekoregion Dalam Sistem HukumPengelolaan Sumber Daya Air Sungai
di Era Otonomi Daerah,Pandecta ,Volume 9. Nomor 2. Desember 2014,hlm 155


3

SEMARANG- sebanyak 2,601 izin usaha pertambangan (IUP) di Indonesia
belum berstatus clear and clean (CNC) sehingga akan di evaluasi ulang atau di
cabut,Pertambangan mineral dan batubara secara nasional hingga mei 2017
mencapai 8.600 IUP,dari jumlah tersebut Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) mencatat 5.999 IUP sudah CNC dan di Jawa Tengah dari 160 IUP
yang tercatat,14 IUP di antaranya belum CNC
Perwakilan Direktorat Dirjen Minerba Kementrian ESDM Syamsu Daliend
mengungkapkan,penataan juga dilakukan terkait pelaporan Rencana Kerja
Anggaran dan Biaya (RKAB) IUP Provinsi.pelaporan yang benar diharapkan bisa
berdampak positif terhadap kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan
pelaku usaha sehingga bisa meningkatkan penerimaan negara,baik pajak
ataupun non pajak.
Perlu juga adanya skema kebijakan pengendalian produksi dan penjualan
mineral dan batu bara agar ketahanan energi nasional terjamin.pada era
otonomi daerah sekarang ini,banyak pengelola dokumen yang tidak tertata
dengan bik,termasuk dokumentasinya ujar syamsu dalam kegiatan pembinaan
dan pengawasan usaha mineral dan batu bara di hotel Quest Semarang

,Selasa(16/5)
Tahun ini Kementrian ESDM menargetkan penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) dari subsektor mineral dan batu bara sebesar Rp 32,4 Triliun.Kepala
Dinas ESDM Jateng Teguh Dwi Paryono dalam paparanya menyebut sudah ada
pencabutan 94 IUP Jateng pada kategori tambang mineral.untuk target PNB
ESDM Jateng mencapai 32,4Triliun di mana realisasi tahun lalu Rp.444 Miliar
Disinggung mengenai pabrik semen di rembang ,syamsu mengatakan
semua akan di selesaikan secara baik baik “Rembang akan ditangani dengan
tepat dan di selesaikan secara baik.jika ada kekurangan maka pemerintah yang
melengkapinya’’ imbuhnya.8
C. RUMUSAN MASALAH
Kasus diatas dapat dianalisis diantaranya :
1. Bagaimana masalah lingkungan dalam pembangunan Pertambangan?
2. Bagaimana upaya Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan yang
berdampak lingkungan di indonesia ?
3. Bagaimana pengaturan Kekuasaan daerah berdasarkan prinsip Otonomi
daerah terhadap pengeluaran izin Pertambangan di daerah?
PEMBAHASAN
1. Masalah
Lingkungan

Pertambangan

dalam

Pelaksanaan

Pembangunan

Masalah-masalah
lingkungan
dalam
pembangunan
lahan pertambangan dapat dijelaskan dalam berbagai macam hal. Berikut ini
adalah maslah lingkungan dalam pembangunan lahan pertambangan9:
a) Menurut
jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara
lain pertambangan minyak dan gas bumi, logam-logam mineral antara
8 Suara Merdeka,Rabu pahing,17 Mei 2017.hlm 2
9 Joko Subagya,Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulanganya,Rineka
Cipta,Jakarta,2002,hlm 43-57


4

lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi,
belerang, dan lain-lain dan bahan-bahan organik seperti batubara, batubatu berharga seperti intan, dan lain- lain.
b) Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan
bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah,
disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh
c) Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu
untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri
serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka
panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang
penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya
terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi
lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi,
tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.
d) Pencemaran
lingkungan
sebagai
akibat
pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia,
faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih dari
pada diluar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di
tambang mempunyai pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya.
Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat
dipengaruhi oleh keaneka ragaman udara, pencemaran oleh tekanan
panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat.
e) Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas,

yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan
mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang
dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan
gangguan pad lingkungan, maka perlua adanya perhatian dan
pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan
keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk
pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya.
f) Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai
eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan,
serta kemudian menjualnyatidak lepas dari bahaya seperti bahaya
kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak
yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat
penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/uap-uap ke udara
pada proses pemurnian dan pengolahan.
2. Upaya Pemerintah dalam Pengelolaan Pertambangan Yang
Berdampak lingkungan di Indonesia
Pasal 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 mengatur bahwa Petambangan
Mineral danBatu bara (Minerba) dikelola berasaskan:
a) Manfaat, keadilan dan keseimbangan
b) Keberpihakan kepada kepentingan bangsa
5

c) Partisipatif, transparansi dan akuntabilitas
d) Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Asas yang terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan dan
sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batu bara
untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.Tidak dapat
di pungkiri bahwa pemerintah mempunyai peran yang penting dalam mencari
solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan batu bara yang ada di
indonesia. Pemerintah harus menyadari bahwa tugas mereka adalah
memastikan masa depan yang dimotori oleh energi bersih dan terbarukan.
Dengan cara ini, kerusakan pada manusia dan kehidupan sosialnya serta
kerusakan ekologi dan dampak buruk perubahan iklim dapat dihindari.
Sayangnya, Pemerintah Indonesia ingin percaya bahwa exploitasi SDA
dengan melakukan pertambangan adalah jawaban dari permintaan energi yang
menjulang, serta tidak bersedia mengakui potensi luar biasa dari energi
terbarukan yang sumbernya melimpah di negeri ini.
Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang
ditimbulkan oleh penambangan dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan,
untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :
a) Pendekatan
teknologi,
dengan
orientasi
teknologi
preventif
(control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk
pengangkutan hasil tambang sehingga akan mengurangi keruwetan
masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang
udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar
meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh efek pengangkutan
tambang.
b) Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan
sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan
lingkungan(Perusahaan
pertambangan
harus
ikut
serta
dalam
penyelesaian kerusakaan lingkungan dalam bentuk materiil maupun non
materiil)
c) Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan
pengusahaan penambangan tersebut untuk mematuhi ketentuanketentuan yang berlaku (law enforcement) dengan membuat regulasi
regulasi yang jelas dengan di barengi penegakan hukum yang tegas.
d) Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta
dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan
terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan
kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.
3. Pengaturan Kekuasaan daerah berdasarkan prinsip Otonomi
daerah terhadap pengeluaran izin Pertambangan di daerah
Keberadaan pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkn kesejahteraan
rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif memasyarakatkan serta
6

meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu
dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi bertanggungjawab
serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Kebijakan otonom di tingkat Provinsi, sebagai wakil pemerintah pusat
dengan asas dekonsentrasi diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diubah
lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 diubah lagi dengan
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa kewenangan
provinsi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
Selain itu juga provinsi juga memiliki kewenangan yang tidak atau belum dapat
dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
Selanjutnya Kewenangan Kabupaten Kota sebagai daerah otonom yang
diberikan oleh pemerintah Pusat untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Dalam memberikan kewenangan atau memberikan otonomi
daerah ini berdasarkan prinsip-prinsip,
yaitu10:
1. Memperhatikan aspek demokrasi dan demokratisasi.
2. Otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom.
4.
Mendekatkan pemerintah dengan rakyat untuk pelayanan yang
maksimal.
5. Penguatan posisi rakyat melalui DPRD.
6. Tidak menggunakan sistem otonomi bertingkat dimana tidak ada
hilarkhi antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi dan No Mandate without
funding
Dengan demikian sebagaimana yang telah diuraikan di atas jelaslah
bahwa kewenangan Kabupaten Kota sebagai daerah otonom yang diberikan
oleh pemerintah Pusat untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, salah satunya adalah berkaitan dengan pengaturan penyelenggaraan
pengelolaan usaha dibidang pertambangan.
Dengan berdasarkan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung
jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota diharapkan dalam pengaturan penyelenggaran pengelolaan
usaha di bidang pertambangan dapat mempertimbangkan asas asas yang ada
antara lain adalah asas manfaat,keadilan dan keseimbangan dimana dalam
pengelolaan sumber daya mineral dan batubara dapat memberikan manfaat
dan kesejahteraanbagi masyarakat banyak, memberikan hak yang sama rata
bagi masyarakat banyak serta memberikan kedudukan yang setara dan
seimbang antara pemberi izin dan dengan pemegang izin di bidang
pengelolaan pertambangan.
Pengaturan wilayah pertambangan ini diatur dalam Pasal 9 sampai dengan
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan batubara. Dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 33mengatur 3 hal penting
yaitu:
a. Penetapan wilayah pertambangan;
b. Penggolongan wilayah pertambangan; dan
10 Romli Lili, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat Di Tingkat Lokal, Pustaka pelajar,
Yogyakarta, 2007, hal 41

7

c. Kriteria yang digunakan dalam penetapan
wilayah pertambangan
KESIMPULAN
Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti
menimbulkan dampak,baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak
positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan,antara lain :
Memberikan
nilai
tambah
secara
nyata
kepada
pertumbuhan
ekonomi;Meningkatkan PAD ,Menampung dan menciptakan lapangan
pekerjaan,meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar,sedangkan dampak
buruk dari pembangunan di bidang pertambangan adalah;kehancuran
lingkungan hidup,penderitaan masyarakat adat,menurunya kualitas hidup
masyarakat sekitar,terjadi pelanggaran ham pada kuasa pertambangan dll.
Selama ini pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin dalam ikut serta
dalam penanganan pengeloalaan pertambangan yang akan berdampak
lingkungan di indonesia dengan membuat regulasi/peraturan terkait
AMDAL,Pengelolaan limbah,membebankan perusahaan untuk ikut serta dalam
usaha usaha pemerintah melaui dana CSR dll,selain hal tersebut pemerintah
kini juga mewajibkan perusahaan tambang untuk membangun semelter
pertambangan.
Kewenangan pemerintah seperti di jelaksn dalam undang undang nomor
23 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang memberikan otonom
dengan menitik beratkan pada asas desentralisasi memberikan kekuasaan
kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya dalam rangka
mengurus rumah tangganya sendiri, yang dibarengi dengan rasa tanggung
jawab oleh masyarakat setempat sehingg kini kewenangan pengelolaan
pertambangan meliputi perizinan, penetapan wilayah, maupaun operasional
dari kegiatan pertambangan merupakan kewenangan pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku / Jurnal :
Adrian Sutedi,2011,Hukum Pertambangan ,Sinar Grafika ,Jakarta.
H.Salim
Hs,2005,Hukum
Pertambangan
Indonesia,Raja
Grafindo
persada,Jakarta .
Joko Subagya,2002,Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulanganya,Rineka
Cipta,Jakarta.
Muhammad Akib ,2014, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional,
Rajawali Pers,Jakarta.
Nita Triana, Pendekatan Ekoregion Dalam Sistem HukumPengelolaan Sumber
Daya Air Sungai di Era Otonomi Daerah,Pandecta ,Volume 9. Nomor 2.
Desember 2014.
Romli Lili,2007, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat Di Tingkat Lokal,
Pustaka pelajar, Yogyakarta.
Yudhistira, Wahyu Krisna Hidayat, Agus Hadiyarto 2011. KAJIAN DAMPAK
KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL
BATUBARA DI DAERAH, . Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol 9 (2)
Undang- Undang :
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014
8

9

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

PERBEDAAN SIKAP KONSUMTIF REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA UTUH DAN ORANG TUA TUNGGAL

7 140 2