Kita Sebagai Manajer Keselamatan Kerja d

LSPB: Kita Sebagai Manajer Keselamatan Kerja dan Kesehatan
Lingkungan
Kelompok Focus Group 6, MPKT B (4), Reguler
Dhimas Nugroho
Fathimah Az-zahra
Irena Ghika
Mutia Ariani
Winengku Rahajeng
Longsoran (landslide) didefinsikan sebagai proses yang menghasilkan
pergerakan kebawah maupun kesamping dari lereng alam maupun buatan
yang memiliki kandungan material tanah, batu, tanah timbunan buatan
atau gabungan dari tanah dan batu. Secara teknis dapat dikatakan
longsoran terjadi jika kondisi lereng yang stabil berubah menjadi tidak
stabil.
Penyebab utama longsor dikategorikan sebagai 3 hal utama antara lain,
curah hujan, hujan dalam periode yang panjang akan melunakkan tanah
dan akhirnya mengakibatkan terjadinya longsoran; gempa bumi yang
mengakibatkan ketidak stabilan pada lereng; dan letusan gunung berapi
yang dapat mengakibatkan terjadinya gempa vulkanik sehingga dapat
mengakibatkan ketidak stabilan lereng. Penyebab longsor sekunder antara
lain akibat morphologi yaitu naiknya permukaan tanah, gacial rebound,

fluvial, erosi, dll; dan akibat manusia antara lain penggundulan hutan,
pertambangan, pembuatan irigasi yang tidak benar, dll.
Cara mencegah atau mengantisipasi longsor dengan menstabilkan
lereng yaitu dengan cara stabilisasi secara mekanis, stabilisasi dilakukan
dengan mempergunakan geotextile, geogride atau kombinasi, tiang
pancang, anchor dan retaining wall; dan stabilisasi secara natural yaitu
usaha preventif pada lereng yang cukup curam dilakukan penanaman
pohon atau dengan menggunakan hamparan rumput untuk lereng yang
tidak stabil.
Bencana

adalah

rangkaian

peristiwa

yang

mengancam


dan

menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Jenis bancana ada
tiga yaitu, 1) Bencana alam, disebabkan oleh faktor alam seperti gempa

bumi, tanah longsor, banjir, dll; 2) Bencana non alam, disebabkan
kecelakaan kerja seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit; 3) Bencana Sosial, diakibatkan oleh manusia yaitu konflik
dalam masyarakat serta teror. Bencana membawa kerugian karena
mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerusakan
harta benda, dan dampak psikologis.
Terjadinya

bencana

menyebabkan

ketidakseimbangan


antara

kebutuhan masyarakat dan ketersediaan sumber kebutuhan dasar dan
pelayanan.
Mitigasi

adalah

suatu

respon

berupa

rangkaian

upaya

untuk


mengurangi resiko dan dampak dari bencana tersebut.
Mitigasi terdiri dari tiga tahap yaitu :
1. Sebelum terjadinya bencana, mitigasi yang dapat dilakukan seperti
pencegahan dan peringatan dini.
2. Saat terjadi bencana, pada momen seperti ini seringkali terjadi
chaos atau kepanikan. Maka dari itu dibutuhkan suatu mitigasi berupa
tanggap darurat dan setelahnya diharapkan bantuan darurat untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang dimungkinkan sulit terjangkau
3. Mitigasi yang terakhir adalah pasca bencana, pada saat ini
diperlukan pembangunan kembali dan pemulihan daerah atau lokasi
bencana. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat kembali menjalankan
kehidupannya.
Kejadian Luar Biasa merupakan peningkatan frekuensi penderita
penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun
yang sama (Last, 1983). Dapat dikatakan tergolong sebagai Kejadian Luar
Biasa (KLB), jika terdapat unsur sebagai berikut:
1.

Timbulnya suatu penyakit menular yang belum pernah ada


sebelumnya;
2.
Peningkatan kejadian penyakit (terus-menerus) selama 3
kurun waktu berturut-turut menurut penyakitnya;
3.
Peningkatan kejadian penyakit (bahkan kematian) 2 kali lipat
atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya, dan;
4.
Jumlah penderita baru menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau
lebih (dalam 1 tahun) bila dibandingkan dengan angka rata-rata
perbulan dalam tahun sebelumnya.

Pada dasarnya penyebab KLB sendiri adalah perubahan keseimbangan
dari agent, penjamu, dan lingkungan yang dapat terjadi oleh karena:
1.
Kenaikan jumlah atau virulensi dari agent;
2.
Adanya agent penyebab baru atau yang sebelumnya tidak
ada;
3.

4.

Keadaan yang mempermudah penularan penyakit, serta;
Perubahan imunitas penduduk terhadap agent yang

pathogen, lingkungan, dan kebiasaan penduduk yang berpeluang
untuk terjadinya pemaparan.
Sistem Kewaspadaan Dini merupakan suatu tatanan pengamatan
yang cermat dan teliti terhadap distribusi dan faktor-faktor risiko kejadian
yang memungkinkan terbangunnya sikap tanggap terhadap perubahan
sehingga dapat dilakukan antisipasi seperlunya.
Tujuan dari Sistem Kewaspadaan Dini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Menyelenggarakan deteksi dini KLB bagi penyakit menular,
Meminimalisir kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB,

Memonitor kecenderungan penyakit menular,
Menilai dampat program pengendalian penyakit yang spesifik, serta
Adanya respon cepat terhadap potensi KLB.