HUBUNGAN KAUSALITAS PASAR UANG SYARIAH D (1)

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

HUBUNGAN KAUSALITAS
PASAR UANG SYARIAH DENGAN KONVENSIONAL
NURUL HUDA
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas YARSI, Jakarta
Abstract
The implications of the tremendous development of Islamic financial institutions for the last
three decades are raising the new products in the Islamic financial market. There are many
innovative products that have recently been introduced in the market. Specifically, these are;
shariah central bank certificate, mudharabah investment certificate ,and foreign exchange (alsharf). The aim of this research is to examine the granger causality test to determine the direction of
influence between the variables of conventional financial market (SBI and PUAS) and Islamic
financial market (SWBI and PUASSy). The result seems no causation from one variable to
another. It means that there is no relationship between Islamic financial market and conventional at
probability F Test more than 0.05.
Keyword : Islamic financial market, conventional financial market, causality granger.

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah

Dalam sistem keuangan, pasar uang
(money market) dan pasar modal (capital
market) merupakan bagian dari financial
market. Pasar Uang adalah suatu kelompok
pasar dimana instrumen kredit jangka
pendek,yang umumnya berkualitas tinggi
diperjual belikan. Jangka waktu pasar
Uang biasanya jatuh tempo dalam waktu 1
tahun atau kurang. Secara umum pasar
uang dapat dibedakan dengan pasar modal
dengan kategori sebagai berikut : (1) pasar
modal berkaitan dengan surat berharga
jangka panjang sedangkan pasar uang
berkaitan dengan pasar likuiditas jangka
pendek (2) dalam pasar modal dana yang
diperjual belikan bersifat permanent atau
semi permanent sedangkan dalam pasar
uang termasuk kategori likuiditas primer
(3) pasar modal merupakan pasar yang
terorganisir (organized market) sedangkan

Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

pasar uang merupakan pasar yang tidak
terorganisir (unorganized market) .
Pasar
uang
secara
umum
mempunyai fungsi (1) Sarana alternatif
bagi
lembaga-lembaga
keuangan,
perusahaan-perusahaan non keuangan dan
peserta lainnya baik dalam rangka
memenuhi kebutuhan dana jangka pendek
maupun dalam rangka penempatan dana
atas kelebihan likuiditasnya.(2) Sarana
pengendali
moneter
oleh

penguasa
moneter dalam melaksanakan operasi
pasar terbuka (open market operation)
melalui Sertifikat bank Indonesia (SBI) ,
surat berharga pasar uang (SBPU) . SBI
untuk kontraksi moneter dan SBPU
ekspansi moneter
Pasar uang dibutuhkan karena banyak
perusahaan/individu yang mengalami
arus kas yang tidak sesuai antara inflows
dan
outflows,
untuk
memperoleh
pendapatan dari pada yang tidak
ISSN 1411 – 0776

48

Dikta Ekonomi


terpakai/idle,
menjebatani
adanya
kesenjangan antara penerimaan dan
pengeluaran dana Outlet investasi
Produk yang diperdagangkan dalam
pasar uang selain uang itu sendiri adalah
uang kuasi (near money). Keduanya tidak
lain merupakan surat berharga yang
mewakili uang dimana seorang atau
perusahaan mempunyai kewajiban kepada
orang atau perusahaan lain. Uang atau
uang kuasi yang diperdagangkan di dalam
negeri adalah dalam mata uang yang
berlaku dan sah di negara itu. Tetapi bila
uang
atau
uang
kuasi

tersebut
diperdagangkan di luar negeri dimana
mata uang itu berlaku sah maka disebut
sebagai
foreign
money
market
sebagaimana konsep euro dollar market
Pasar uang syariah merupakan
pasar tempat bank-banksyariah menjual
dan membeli instrument keuangan.
Keberadaan pasar uang syariah diakui
secara internasional dengan lahirnya
Bahrain Monetery Agency (BMA) dan Bank
Negara Malaysia. Pada dasarnya pasar
uang konvensional dengan pasar uang
syariah mempunyai fungsi yang sama
yaitu mengatur likuiditas, maksudnya jika
bank syariah memiliki kelebihan dana
maka dapat menggunakan instrument

pasar uang untuk menginvestasikan
dananya.
Jika
mengalami
kesulitan
likuiditas
maka
dapat
menerbitkan
instrument yang dapat dijual untuk
mendapatkan dana tunai.
Dalam perbankan konvensional yang
dijadikan benchmark untuk penentuan
tingkat suku bunga adalah Suku bunga
Bank Indonesia (SBI) untuk periode 1 bulan
maupun 3 bulan sedangkan untuk
perbankan
Syariah
dikenal
dengan

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI),
yang merupakan penitipan dana jangka
pendek bank yang kelebihan likuiditas
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

untuk jangka waktu satu minggu, dua
minggu dan maksimum satu bulan, dan
atas penempatan dana tersebut Bank
Indonesia
memberikan
bonus
yang
mengacu kepada tingkat indikasi imbalan
sertifikat Investasi Mudharabah Antar bank
(IMA) pada Pasar Uang Antar bank Syariah
(PUAS). SWBI digunakan oleh bank
Syariah dalam hal terjadi kelebihan dana,
SWBI merupakan surat berharga yang

diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan
menggunakan prinsip wadi’ah yad adh
dhamanah.
Dengan
demikian
bank
Indonesia memberikan bonus tertentu atas
penempatan dana tersebut
Perkembangan
terakhir
Bank
Indonesia selaku bank sentral telah
menerbitkan sertifikat bank Indonesia
Syariah (SBIS) yang dituangkan dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 11
/PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang
Sertifikat
Bank
Indonesia
Syariah

(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 50 , Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4835 ).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat
berharga berdasarkan Prinsip Syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia.
Permasalahan
Berkembangnya sektor perbankan
syariah di Indonesia yang ditandai dengan
munculnya UU No.7 tahun 1992 yang
kemudian diamandemen menjadi UU No
10
tahun
1998.
Sejalan
dengan

berkembangnya sector perbankan tersebut
maka diharapkan akan berkembang pula
instrument keuangan yang merupakan
produk-produk keuangan terkait dengan
perbankan syariah. Artikel ini mencoba
ISSN 1411 – 0776

49

Dikta Ekonomi

mengkaji
lebih
jauh
perkembangan
instrument pasar uang syariah yang ada di
Indonesia.
Adapun
yang
menjadi

pertanyaan pada penelitian ini :
1. Apa saja produk pasar uang syariah
yang telah ada dan bagaimana
perkembangannya
2. Bagaimana Hubungan antara produk
pasar uang syariah dengan pasar uang
konvensional
LANDASAN TEORI
Uang dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan syariah, uang itu
bukan
merupakan
suatu
komoditi
melainkan hanya sebagai alat untuk
mencapai pertambahan nilai ekonomis
(economic added value).Tanpa pertambahan
nilai ekonomis itu, uang tidak dapat
menciptakan
kesejahteraan.
Hal
ini
bertentangan dengan perbankan berbasis
bunga dimana uang mengembang-biakkan
uang, tidak perduli apakah dipakai dalam
kegiatan produktif atau tidak. Waktu
adalah faktor utamanya. Sedangkan dalam
pandangan syariah, uang hanya akan
berkembang bila ditanamkan ke dalam
kegiatan ekonomi riil (tangible economic
activities). Dengan demikian hubungan
antara bank syariah dengan nasabahnya
adalah lebih sebagai partner ketimbang
sebagai lender atau borrower. Bank syariah
dapat bertindak sebagai pembeli, penjual,
atau pihak yang menyewakan (lessor). Hal
itu bisa dilakukan secara langsung, dimana
bank mempunyai expertise untuk bertindak
sebagai perusahaan dagang (trading house),
atau secara tidak langsnng dengan cara
bertindak sebagai agen bagi nasabahnya.
Dalam
sejarah
Islam,
uang
merupakan sesuatu yang diadopsi dari
peradaban Romawi dan Persia. Ini
dimungkinkan karena penggunaan dan
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

konsep uang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam. Dinar adalah mata uang emas
yang diambil dari Romawi dan Dirham
adalah mata uang perak warisan
peradaban Persia. Perihal Dalam Alqur’an
dan Hadis dua logam mulia ini, emas dan
perak, telah disebutkan baik dalam
fungsinya sebagai mata uang atau sebagai
harta dan lambang kekayaan yang
disimpan
Uang kertas yang berlaku pada
zaman sekarang disebut fiat money.
Dinamakan demikian karena kemampuan
uang untuk berfungsi sebagai alat tukar
dan memiliki daya beli tidak disebabkan
karena uang tersebut dilatarbelakangi oleh
emas. Dulu ketika dunia masih mengikuti
standar emas (gold standard) memang benar
uang dilatarbelakangi oleh emas. Namun
rezim ini telah lama ditinggalkan oleh
perekonomian dunia pada pertengahan
dasa warsa 1930-an ( Inggris meninggalkannya pada tahun 1931 dan seluruh dunia
telah meninggalkannya pada tahun 1976).
Kini uang kertas yang beredar dalam
kehidupan kita sehari-hari menjadi alat
tukar karena pemerintah menetapkannya
sebagai alat tukar. Sekiranya pemerintah
mencabut keputusannya dan menggunakan uang dari jenis lain, niscaya uang
kertas tersebut tidak akan memiliki bobot
sama sekali.
Lalu bagaimana hukum uang kertas
ditinjau dari sisi syariah. Ada yang
berpendapat bahwa uang kertas tidak
berlaku riba sehingga kalau ada orang
berhutang
Rp.
100.000
kemudian
mengembalikan kepada pemberi hutang
sebanyak Rp. 120.000 dalam tempo 3 bulan
tidak termasuk riba. Mereka beranggapan
bahwa yang berlaku pada zaman Nabi
SAW adalah uang emas dan perak dan
yang diharamkan tukar-menukar dengan
ISSN 1411 – 0776

50

Dikta Ekonomi

kelebihan adalah emas dan perak, karena
itu uang kertas tidak berlaku hukum riba
padanya.
Jawabannya sebenarnya dapat kita
cari dari penjelasan yang telah lalu yaitu
bahwa mata uang bisa dibuat dari benda
apa saja, sampai-sampai kulit unta, kata
Umar bin Khattab. Ketika benda tersebut
telah ditetapkan sebagai mata uang yang
sah, maka barang tersebut telah berubah
fungsinya dari barang biasa menjadi alat
tukar dengan segala fungsi turunannya.
Jumhur ulama telah sepakat bahwa illat
dalam emas dan perak yang diharamkan
pertukarannya kecuali serupa dengan
serupa, sama dengan sama oleh Rasulullah
SAW adalah karena “tsumuniyyah”, yaitu
barang-barang tersebut menjadi alat tukar,
penyimpan nilai di mana semua barang
ditimbang dan dinilai dengan nilainya.
Oleh karena itu, ketika uang kertas
telah menjadi alat pembayaran yang sah,
sekalipun tidak dilatarbelakangi lagi oleh
emas, maka kedudukannya dalam hukum
sama dengan kedudukan emas dan perak
yang pada waktu Al Qur’an diturunkan
tengah menjadi alat pembayaran yang sah.
Karena itu riba belaku pada uang kertas.
Uang kertas juga diakui sebagai harta
kekayaan yang harus dikeluarkan zakat
dari padanya. Dan zakatpun sah
dikeluarkan dalam bentuk uang kertas.
Begitu pula ia dapat dipergunakan sebagai
alat untuk membayar mahar.
Teori Perimntaan Uang Islami
Ada dua alasan utama memegang
uang dalam ekonomi Islam (Huda,dkk,
2008) yaitu motivasi transaksi dan berjagajaga. Spekulasi dalam pengertian Keynes,
tidak akan pernah ada dalam ekonomi
islam, sehingga permintaan uang untuk
tujuan spekulasi menjadi nol dalam
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

ekonomi islam.
Oleh
karena
itu,
permintaan uang dalam ekonomi islam
berhubungan dengan tingkat pendapatan.
Keperluan uang tunai yang dipegang
dalam
jangka
waktu
penerimaan
pendapatan
dan
pembayarannya.
Besarnya persedian uang tunai akan
berhubungan dengan tingkat pendapatan
dan frekwensi pengeluaran. Jika seseorang
menerima pendapatan dalam bentuk uang
tunai dan dalam waktu bersamaan
dikeluarkan juga secara tunai, maka tidak
perlu memegang uang untuk tujuan
transaksi. Disini tidak ada interval waktu
untuk
menjembataninya.
Dalam
hubungannya dengan kubutuhan pribadi,
sesungguhnya persediaan uang tunai yang
dipegang akan lebih besar dari proporsi
dalam interval antara penerimaan dan
pendapatan. Seseorang yang mendapat
bayaran bulanan akan memerlukan
persediaan uang tunai yang rata-rata lebih
besar dibandingkan dengan seseorang
yang mendapat bayaran harian, dengan
asumsi bahwa perilaku konsumsi mereka
sama.
Analisis yang sama dapat digunakan
untuk perusahaan yang memerlukan uang
tunai
sebagai
penghubung
antara
pengeluaran untuk bahan baku dan
penerimaan dari penjualan produk dalam
bentuk tunai. Kebutuhan uang tunai
tersebut akan berubah dalam interval
waktu dan tingkat aktivitas usaha.
Pembayaran dari seorang pengusaha
kepada pengusaha yang lain akan berubah
menurut tingkatan proses produksi dan
tingkat integrasi dalam perekonomian
dengan anggapan hal-hal lain tetap,
meningkatkan integrasi ini, menurunkan
permintaan uang tunai.
Motivasi berjaga-jaga muncul karena
individi dan perusahaan menganggap
ISSN 1411 – 0776

51

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

perlu memegang uang tunai diluar apa
yang diperlukan untuk transaksi, guna
memenuhi
kewajiban
dan
berbagai
kesempatan yang tidak disangka untuk
pembelian di muka.
Namun bagi seorang muslim,
tendensi memegang uang tunai untuk
motivasi berjaga-jaga amat terbatas,
sebagaimana Al Qur’an mengatakan:
“Kami membagikan rezeki bagi mereka
dalam kehidupan di dunia ini”. Selain itu
Nabi Muhammad S.W.A. tidak pernah
menyimpan seseatu apapun.
Jumlah uang tunai yang diperlukan
dalam ekonomi islam hanya berdasarkan
motivasi untuk transaksi dan berjaga-jaga,
merupakan fungsi dari tingkat pendapatan,
pada tingkat tertentu di atas yang telah
ditentukan zakat atas aset yang kurang
produktif.
Menurut
Metwally
(1995)
,
meningkatnya pendapatan akan meningkatkan permintaan atas uang oleh
masyarakat, untuk tingkat pendapatan
tertentu yang terkena zakat. Secara
matematik dirumuskan sebagai berikut.

MD = f ( Y/µ)
{ δMD/δY} d µ= 0

>0

Dimana: MD : permintaan uang dalam
masyarakat
Y : pendapatan
µ : tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas
Suatu kenaikan pada biaya uang
yang
menganggur,
pada
tingkat
pendapatan tertentu akan cenderung
mengurangi jumlah permintaan uang.
Pendapatan (Y) diukur pada garis vertikal
dan permintaan uang (MD) pada garis
horizontal. Bila pendapatan adalah Y1 dan
tingkat biaya adalah µ1 maka jumlah
permintaan uang adalah MD1. Kenaikan
tingkat biaya dari MD1 menjadi MD2.
Kenaikan biaya selanjutnya menjadi µ3,
akan menurunkan jumlah permintaan uang
menjadi MD3.
Suatu kenaikan pada biaya uang
yang
menganggur,
pada
tingkat
pendapatan tertentu akan cenderung
mengurangi jumlah permintaan uang.
Pendapatan (Y) diukur

Gambar 1
Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dan Permintaan Uang
Y
µ3

µ2
µ1

Y1

MD3 MD2 MD1
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

ISSN 1411 – 0776

52

Dikta Ekonomi

pada garis vertikal dan permintaan uang
(MD) pada garis horizontal.
Bila
pendapatan adalah Y1 dan tingkat biaya
adalah µ1 maka jumlah permintaan uang
adalah MD1. Kenaikan tingkat biaya dari
MD1 menjadi MD2.
Kenaikan biaya
selanjutnya menjadi µ3, akan menurunkan
jumlah permintaan uang menjadi MD3.
Kebutuhan akan pasar uang Syariah
Pada dasarnya pasar uang syariah dan
pasar
uang
konvensional
memiliki
beberapa fungsi serupa. Di antaranya
adalah fungsi pengaturan likuiditas. Jika
bank syariah memiliki kelebihan likuiditas,
ia dapat menggunakan instrumen pasar
uang untuk menginvestasikan dananya.
Jika mengalami kekurangan likuiditas, ia
dapat menerbitkan instrumen yang dapat
dijual untuk mendapatkan dana tunai.
Namun terdapat perbedaan mendasar di
antara keduanya yaitu pada mekanisme
penerbitan dan sifat instrumen itu sendiri.
Dalam pasar uang konvensional, instrumen
yang diterbitkan adalah instrumen utang,
yang dijual dengan diskon dan didasarkan
atas perhitungan bunga. Adapun pasar
uang syariah lebih kompleks dan lebih
mendekati mekanisme dalam pasar modal
Bank Negara Malaysia yang merupakan
bank sentral di Malaysia telah mampu
mendirikan sebuah pasar uang syariah
yang belum pernah ada sebelumnya yaitu
Islamic Inter-bank Money Market dan
meng-cover tiga aspek yaitu Islamic Interbank Investment, Inter-bank trading in
Islamic financial instrumens dan Islamic
Inter-bank
check
clearing
system
(Ahmad,1997). Adapun peran inter-bank
menurut Ahmed (1997) adalah “ in the
inter-bank market much of the money is lent
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

overnight, i.e., on a day basis, or at weekends
for three days. However, quite a lot of
money can also be borrowed for very short
periods of time. The main item in the
period money would be borrowed for one
to three months. Banks may also borrow for
seven days, fifteen days, or for almost any
amount of time up to twelve month
Dengan instrument keuangan Islam yang
dikeluarkan memungkinkan terjadinya
trade diantara bank termasuk bank
komersil seperti dalam Islamic Bankers
Acceptance. “ Under the system adopted
for clearance of checks, all checks and
letters of credit issued by the inter-bank
and the Islamic banking units of
conventional banks are cleared separately
under a computerized pool system
Salah satu kendala operasional yang
dihadapi oleh Perbankan Islam adalah
kesulitan
mereka
mengendalikan
likuiditasnya secara efisien. Hal itu terlihat
pada beberapa gejala yang antara lain:
ƒ Tidak tersedianya kesempatan investasi
segera atas dana-dana simpanan yang
diterimanya.
Dana-dana
tersebut
terakumulasi dan menganggur untuk
beberapa hari sehingga mengurangi
rata-rata pendapatan mereka;
ƒ Kesulitan mencairkan dana investasi
yang sedang berjalan, pada saat ada
penarikan dana dalam situasi kritis.
Akibatnya Bank-Bank Syariah menahan
alat likuid-nya dalam jumlah yang lebih
besar dari pada rata-rata perbankan
konvensional. Sekali lagi kondisi ini
pun menyebabkan berkurangnya ratarata pendapatan bank.
Dengan kinerja rata-rata seperti itu, maka
deposan yang hanya mencari keuntungan,
lebih banyak cenderung memindahkan
ISSN 1411 – 0776

53

Dikta Ekonomi

dananya ke bank lain, sementara nasabah
yang loyal terkesan babwa mengikuti
prinsip syariah berarti menambah beban.
Pada umumnya Bank Syariah mengalami
dua macam kendala bila dibandingkan
dengan bank konvensional yaitu:
ƒ Kurangnya akses untuk memperoleh
dana likuiditas dari Bank Sentral
(kecuali hanya di beberapa negara Islam
saja); dan
ƒ Kurangnya akses ke Pasar Uang (Money
Market) sehingga Bank Islam hanya
dapat memelihara likuiditas dalam
bentuk kas.
Jelaslah, bahwa ketiadaan akses bagi
Bank Syariah untuk meminjam dana di
Pasar Uang untuk mendanai aset mereka
adalah merupakan pokok masalah yang
mereka hadapi. Apabila ada penarikan
dalam jumlah besar, apapun alasannya,
baik dana-dana dari wadia atapun
mudharabah, apa yang akan terjadi bila :
ƒ Tidak ada Inter-Bank Money Market
Syariah
ƒ Tidak ada fasilitas yang berbasis syariah
dari Bank Sentral sebagai lender of last
resort
ƒ Bank Syariah dilarang meminjam dana
berbunga, untuk mengganti dana-dana
yang ditarik oleh nasabahnya.
Setiap banker pasti dapat membayangkan betapa masalah likuiditas yang
dihadapi oleh bank syariah. Lalu, apa jalan
keluar yang terbaik bagi mereka ? Tanpa
adanya fasilitas Pasar Uang, seperti halnya
Bank Konvensional, Bank Syariah pun akan
menghadapi
masalah
yang
sama,
mengingat pada umumnya perbankan sulit
menghindari
posisi
keuangan
yang
mismatched. Untuk memanfaatkan dana
yang sementara idle itu, bank harus dapat
melakukan investasi jangka pendek di
Pasar Uang, dan sebaliknya untuk
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

memenuhi
kebutuhan
dana
untuk
likuiditas jangka pendek, karena mismatch,
bank juga harus dapat memperolebnya di
Pasar Uang. Karena surat-surat berharga
yang ada di pasar keuangan konvensional,
kecuali saham, berbasis pada sistem bunga,
Perbankan syariah menghadapi kendala
karena mereka tidak diperbolehkan untuk
menjadi bagian dari aktiva atau pasiva
yang berbasis bnnga. Masalah ini
berdampak negatif bagi pengelolaan
likuiditas maupun pengelolaan investasi
jangka panjang. Akibatnya perbankan
syariah terpaksa hanya memusatkan
portofolio mereka pada aktiva jangka
pendek, yang terkait dengan perdagangan,
dan
berlawanan
dengan
keperluan
investasi dan pembangunan ekonomi.
Walaupnn manajemen telah berhasil
menciptakan pasar bagi Perbankan Islam,
namun
mereka
belum
mencapai
kedalaman
pasar
yang
menjamin
keuntungan
(profit
ability)
dan
kelangsungan usaha (viability) jangka
panjang. Cepat atau lambatnya mereka
keluar dari masalah ini, akan tergantung
pada
kecepatan,
keagresifan
dan
keefektifan mereka membangun instrumen
dan
teknik
yang
memungkinkan
tercapainya fungsi intermediasi dua arah
bagi Perbankan Islam. Mereka barus
menemukan jalan dan alat pengembangan
instrumen keuangan berbasis syariah yang
marketable,
dimana
portofolio
yang
dihasilkan oleh Perbankan Islam dapat
dipasarkan di pasar keuangan yang lebih
luas.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain
penelitian
ini
adalah
deskriptif-kausal. Penelitian deskriptif
berkaitan
dengan pemaparan atas data-data yang
berkaitan dengan penelitian, sedangkan
ISSN 1411 – 0776

54

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

penelitian kausal melihat hubungan yang
ada antara variabel bebas dan variable
terikat, apakah merupakan hubungan
dua arah, hubungan satu arah atau
independent. Berikut diuraikan secara
singkat teknik analisis data secara
ekonometerika yaitu :
Uji Stasionaritas
Uji stationary diperlukan sebelum
melakukan uji kausalitas Granger. Tujuan
uji stasioner ini adalah agar meannya stabil
dan random errornya=0, sehingga model
regresi
yang
diperoleh
mempunyai
kemampuan prediksi yang lebih andal dan
tidak ada spurious regresion. Menurut
Hardius Usman (2006) jika dua variabel
yang diuji tidak stasioner maka bisa
menghasilkan regresi palsu (spurious
regresion). Menurut Granger dan Newold,
Jika R2 > satitistik Durbin-Watson, kita
harus
mencurigai
bahwa
hasilnya
merupakan regresi palsu. Pada penelitian
ini akan dilakukan pengujian stasioner
dengan mengunakan metode Philip Peron
(PP) .
Granger Causality Test
Setelah dipastikan data yang
digunakan telah stasioner, maka bisa
dilakukan uji Kausalitas Granger. Uji
Kausalitas Granger digunakan penulis
untuk mengetahui apakah ada hubungan
kausalitas antara variabel bebas dengan
variabel terikatnya. Uji ini pada intinya
dapat mengindikasikan apakah suatu
variabel mempunyai hubungan dua arah,
satu arah, atau tidak ada hubungan sama
sekali (independent).
PEMBAHASAN
Produk Pasar Uang Syariah
Perbedaan
pokok
antara
keuangan
syariah
dengan

lembaga
lembaga

Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

keuangan konvensional adalah dilarangnya
riba (bunga) pada lembaga keuangan
syariah, baik riba nasiah, yaitu riba pada
pinjam-meminjam uang (qard) maupun riba
fadl, yaitu riba dalam perdagangan.
Pendapatan atau keuntungan hanya boleh
diperoleh dengan bekerja atau melakukan
kegiatan perniagaan yang tidak dilarang
oleh
Islam.
Untuk
menghindari
pelanggaran terhadap batas-batas yang
telah ditentukan oleh syariah tersebut
maka piranti keuangan yang diciptakan
harus didukung oleh aktiva, proyek aktiva
atau
transaksi
jual-beli
yang
melatarbelakanginya
(underlying
transaction).
Beberapa pedoman syariah yang harus
diperhatikan dalam penciptaan instrumen
pasar uang antara lain :
ƒ Uang tidak dapat menghasilkan apaapa. Uang hanya akan berkembang
apabila diinvestasikan pada kegiatan
ekonomi riil (tangible economic activity);
ƒ Keberhasilan kegiatan ekonomi diukur
dengan return on investment (ROI).
Return ini hanya boleh diestimasikan
tetapi tidak boleh ditentukan terlebih
dahulu di depan;
ƒ Bagian saham dalam perusahaan,
kegiatan mudharabah atau kemitraan
musyarakah dapat dipejual-belikan
untuk kegiatan investasi dan bukan
untuk tujuan spekulasi atau untuk
tujuan perdagangan paper;
ƒ Piranti keuangan Islami, seperti bagian
saham dalam suatu kemitraan atau
perusahaan
dapat
dinegosiasikan
(dibeli atau dijual) karena ia mewakili
bagian saham dalam jumlah aset dari
bisnis nyata.
Beberapa Restriksi yang berkaitan dengan
jual-beli share seperti itu adalah :

ISSN 1411 – 0776

55

Dikta Ekonomi

ƒ
ƒ
ƒ
ƒ

ƒ

Uang tidak boleh dijual untuk
memperoleh uang
Nilai per share dalam bisnis harus
didasarkan pada penilaian terhadap
bisnis itu sendiri (fundamental analysis)
Transaksi tunai harus diselesaikan
segera sesuai dengan kontrak
diperbolehkan
membeli
saham
perusahaan yang memiliki hutang pada
neraca perusahaan, tetapi hutang
tersebut harus tidak dominan
Pemilik modal punya hak untuk
mengakhiri kepemilikannya bila ia
menghendaki, kecuali bila diperjanjikan
lain.

Aset dapat didanai dari equity atau
pinjaman. Karana pinjaman tidak dapat
diperdagangkan, sedangkan ekuitas dapat
diperjual-belikan, maka mengapa kita tidak
membangun sistem dimana pendanaan
aset dilakukan dengan menggunakan
ekuitas ? Piranti keuangan itu dapat
dibentuk melalui sekuritisasi aktiva /
proyek aktiva (assets securitization), yang
merupakan bukti penyertaan, baik dalam
bentuk
penyertaan
musyarakah
(management share), yang meliputi modal
tetap (fixed capital) dengan hak mengelola,
mengawasi dan hak suara dalam
pengambilan keputusan (voting light),
maupun
dalam
bentuk
penyertaan
mudharabah (participation share), yang
mewakili modal keja (variable capital),
dengan hak atas modal dan keuntungan
dari modal tersebut, tetapi tanpa voting
right. Dalam rangka menyediakan sarana
untuk penanaman dana atau pengelolaan
dana berdasarkan prinsip syariah di
Indonesia, strategi pertama itu telah
direalisasikan oleh Bank Indonesia, melalui
Peraturan
Bank
Indonesia
nomor
2/8/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000
tentang
Pasar
Uang
Antarbank
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).
Peserta PUAS terdiri atas Bank Syariah dan
Bank Konvensional. Bank Syariah dapat
melakukan penanaman dana dan atau
pengelolaan
dana,
sedangkan
Bank
Konvensional hanya dapat melakukan
penanaman
dana
Instrument
yang
digunakan dalam PUAS itu adalah berupa
Sertifikat Investasi Mudharabah Anfarbank
(Sertifikat IMA). Besarnya imbalan atas
Sertifikat IMA mengacu pada tingkat
imbalan bagi hasil investasi mudharabah
bank penerbit sesuai dengan jangka waktu
penanaman dan nisbah bagi hasil yang
disepakati. Kedua : Mekanisme operasi
Pasar
Uang
Syariah
Mekanisme
perdagangan surat-surat berharga berbasis
syariah harus tetap berkaitan dan berada
dalam batas-batas toleransi dan ketentuanketentuan yang digariskan oleh syariah ,
seperti antara lain:
ƒ Fatwa Ulama pada simposium yang
disponsori oleh Dallah al Baraka Group
pada bulan November 1984 di Tunis
menyatakan:
"Adalah
dibolehkan
menjual bagian modal dari setiap
perusahaan
dimana
manajemen
perusahaan tetap berada ditangan
pemilik nama dagang (owner of trade
name) yang telah terdaftar secara legal.
Pembeli hanya mempunyai hak atas
bagian modal dan keuntungan tunai
atas modal tersebut tanpa hak
pengawasan atas manajemen atau
pembagian aset kecuali untuk menjual
bagian
saham
yang
mewakili
kepentingannya"
ƒ Lokakarya Ulama tentang Reksa Dana
Syariah, Peluang dan Tantangannya di
Indonesia, yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 30-31 Juli 1997,
telah
membolehkan
diperdagangkannya reksadana yang berisi suratsurat berharga dari perusahaanISSN 1411 – 0776

56

Dikta Ekonomi

ƒ

perusahaan yang produk maupun
operasinya tidak bertentangan dengan
syariah Islam. Dana yang telah
dihimpun oleh Bank syariah dalam
bentuk mudharabah investment deposit
sebagian besar diinvestasikan dalam
transaksi murabahah, bai al salam, istisna’,
ijarah, ijarah muntahia bi tamlik dll. Asets
tersebut kemudian disekuritisasi oleh
Special Purpose companies (SPC) yang
dikelola oleh Bank sebagai the
securitization
vehicles.
Bila
bank
mengalami mismatch maka bank dapat
menarik dana-dana melalui penjualan
unit-unit penyertaan yang diterbitkan
oleh SPC tersebut. Bank-bank lain
termasuk Bank Sentral juga dapat
membeli unit unit menyertaan tersebut
sebagai penempatan dananya. SPC
dapat mengumumkan harga dari unitunit penyertaan tersebut setiap bulan,
setiap minggu atau setiap hari
berdasarkan perhitungan net asset value
yang dilakukannya, sehingga unit-unit
penyertaan tersebut memiliki level
likuiditas
yang
tinggi.
Untuk
menyediakan fleksibilitas bagi Bank
Syariah, SPCs akan memiliki dua tiers
unit-unit penyertaan tersebut, yaitu : _
Management Shares (merupakan bagian
terkecil)
Variable Participation Shares (jumlah
terbesar dari unit penyertaan) Seorang
akan tertarik menanamkan dananya
pada instrumen keuangan apabila
dapat diyakini bahwa instrumen
tersebut dapat dicairkan setiap saat
tanpa mengurangi pendapatan efektif
dari investasinya. Oleh karena itu setiap
instrumen keuangan harus memenuhi
beberapa syarat antara lain:
a. Pendapatan yang baik (good return);
b. Resiko yang rendah (low risk);
c. Mudah dicairkan (redemable);

Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

d. Sederhana (simple); dan
e. Fleksibel.
Dalam rangka memenuhi syarat-syarat
tersebut, tanpa mengabaikan batas-batas
yang diperkenankan oleh syariah, maka
diperlukan adanya suatu special purpose
company (selanjutnya disebut 'company’)
lain sebagai investment vehicle, dengan
fungsi sebagai berikut:
ƒ Memastikan
keterkaitan
antara
sekuritisasi dengan aktivitas produktif
atau pembangunan proyek-proyek aset
baru, dalam rangka penciptaan pasar
primer melalui kesempatan investasi
baru dan menguji kelayakan (feasibility)nya. Tahap ini disebut 'transaction
making' yang didukung oleh Initial
Investor.
ƒ Menciptakan pasar sekunder yang
dibangun melalui berbagai pendekatan
yang dapat mengatur dan mendorong
terjadinya konsensus perdagangan
antara para dealer, termasuk fasilitas
pembelian kembali (redemption).
ƒ Menyediakan layanan kepada nasabah
dengan mendirikan lembaga pembayar
(paying agent). Konsep ini dapat
diterapkan secara lebih luas dengan
pendayagunaan sumber-sumber dari
lembaga-lembaga lain dan para nasabah
dari Perbankan Syariah sehingga
memungkinkan adanya:
9 Penciptaan proyek-proyek besar dan
penting;
9 Para penabung kecil dan para
investor berpenghasilan rendah
dapat memperoleh keuntungan dari
proyek-proyek yang layak (feasible)
dan sukses dimana mereka dapat
dengan mudah mencairkan kembali
dengan pendapatan yang baik;
9 Memperluas basis bagi pasar primer;
dan
ISSN 1411 – 0776

57

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

9 Menjembatani kesulitan menemukan perusahaan yang bersedia ikut
berpartisipasi dalam permodalan
(Joint
stock
companies)
dan
mengutipnya di pasar. Pertemuan
dalam Konferensi Pasar Modal yang
diadakan di Beirut, Libanon ,
menegaskan
kembali
perlunya
pengembangan
konsep
berikut
pedoman
lebih
lanjut.
Para
pengembang developer) dan para
pengambil inisiatif memerlukan
kebijakan dan prosedur Pasar Uang,
terutama
dalam
hal
jaminan
pembelian kembali bagi para
investor. Oleh karena itu lembaga
marketing yang berkualitas juga
diperlukan.
Apabila
semua
kebutuhan tersebut dapat dipenuhi
maka akan banyak instrumeninstrumen keuangan baru yang menarik,
yang terkait dengan proyek-proyek
produktif, yang dapat dikembangkan di Pasar Sekunder.

berdasarkan prinsip Syariah yang dapat
dimanfaatkan oleh Bank Syariah untuk
mengatasi
kelebihan
likuiditasnya.
Menurut peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 6/7/2004, SWBI adalah instrument
Bank Indonesia (BI) sebagai fasilitas
penitipan dana jangka pendek bagi bank
dan unit usaha Syariah yang dijalankan
berdasarkan prinsip wadiah. Sehingga
dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang
diisyaratkan
kecuali
dalam
bentuk
pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela
dari pihak Bank Indonesia.
SWBI merupakan kebijakan moneter
yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan
kelebihan likuiditas pada bank yang
beroperasi dengan prinsip Syariah. SWBI
mempunyai beberapa karakteristik(Dewi :
2006 , hal 113) sebagai berikut :
1. Merupakan tanda bukti penitipan dana
berjangka pendek;
2. Diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI);
3. Merupakan
instrumen
kebijakan
moneter dan sarana penitipan dana
sementara;
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) 4. Ada bonus atas transaksi penitipan
SWBI
merupakan
mekanisme
dana.
penitipan dana ke Bank Indonesia pada1. Adapun skema SWBI dapat dilihat pada
saat Bank Syariah mengalami kelebihan Gambar di bawah ini :
dana. SWBI adalah instrument moneter
Gambar 2

Dalam rangka penyempurnaan ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

ISSN 1411 – 0776

58

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
No 36/DSN-MU/X/2002 tentang SWBI
menyatakan beberapa hal berikut :
1. Bank Indonesia selaku bank sentral
boleh menerbitkan instrumen moneter
berdasarkan prinsip syariah yang
dinamakan Sertifikat Wadi’ah Bank
Indonesia
(SWBI),
yang
dapat
dimanfaatkan oleh bank syariah untuk
mengatasi kelebihan likuiditasnya.
2. Akad yang digunakan untuk instrumen
SWBI
adalah
akad
wadi’ah
sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN

No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Giro dan Fatwa DSN No. 02/DSNMUI/IV/2000 tentang Tabungan.
3. Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan
yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian (‘athaya) yang bersifat
sukarela dari pihak Bank Indonesia.
4. SWBI tidak boleh diperjualbelikan.
Perkembangan bonus SWBI selama periode
2005-2007 dapat dilihat pada gambar 3 di
bawah ini :

Gambar 3
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia/Bank Indonesia Wadiah
Certificate

Source : Bank Indonesia
Berdasarkan data terlihat selama
periode 2005 – 2007 nilai SWBI mengalami
fluktuasi dengan rata-rata bonus selama
tiga tahun sebesar 5,44 % denganj nilai
bonus tertinggi pada bulan Desember
tahun 2006 sebesar 8,62 % sedangkan
bonus terendah pada bulan maret 2005.
Pada hakikatnya semakin banyak
dana bank syariah yang diinvestasikan
pada bank syariah maka semakin
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

memperlihatkan ketidakmampuan bank
syariah
dalam
menjalankan
fungs
intermediasinya.
Sebagai bahan perbandingan dapat
kita lihat pula bagaimana perkembangan
dari sertifikat bank Indonesia yang
merupakan
instrument
pasar
uang
konvensional yang berbasikan dengan
suku bunga pada gambar 4 di bawah ini

ISSN 1411 – 0776

59

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Gambar 4
Sertifikat Bank Indonesia - 1 Bulan/Bank Indonesia
Certificate - 1 Month

Source : Bank Indonesia
Berdasarkan pada gambar di atas rata-rata
SBI satu bulan selama periode 2005-2007
sebesar 9,88 % jauh lebih besar
dibandingkan dengan SWBI yang hanya
5,44 % untuk periode yang sama . SBI
terbesar pada bulan desember 2005 januari
2006 sebesar 12,75 % sedangkan terendah
7,42 % (masih lebih besar dibandingkan
rata-rata SWBI). Kondisi inilah yang
kemudian mendapat rekasi dari bankir
syariah untuk meminta kenaikan bonus
SWBI, berdasarkan data bulan desember
2007 selisih antara bonus SWBI dengan SBI
sebesar 1,2 %. Menurut hemat penulis
tuntutan ini adalah keliru disebabkan
pendekatan ekonomi ataupun keuangan
islam menyarankan agar tidak terjadi idel
aset ataupun idle money sehingga semakin
banyak dana yang diinvestasikan pada
SWBI berarti semakin banyak dana yang
idle. Berdasarkan data yang ada jumlah
dana yang dihimpun Bank Indonesia dari
SWBI semakin meningkat dan tentu saja ini
akan mempengaruhi besaran Financing
Deposit ratio dari bank syariah.

Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Sertifikat
Investasi
Mudharabah
Antarbank (IMA)
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
No 38/DSN-MU/X/2002 tentang Sertifikat
investasi
Mudharabah
antar
bank
menyatakan beberapa hal berikut :
1. Sertifikat investasi antarbank yang
berdasarkan bunga, tidak dibenarkan
menurut syariah.
2. Sertifikat investasi yang berdasarkan
pada akad Mudharabah, yang disebut
dengan Sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank (IMA), dibenarkan menurut
syariah.
3. Sertifikat IMA dapat dipindahtangankan hanya satu kali setelah dibeli
pertama kali.
4. Pelaku transaksi Sertifikat IMA adalah:
a. bank syariah sebagai pemilik
atau penerima dana.
b. bank
konvensional
hanya
sebagai pemilik dana.
Sedangkan menurut Surat Edaran
Bank Indonesia No. 9/8/DPM dinyatakan
secara umum bahwa :
ISSN 1411 – 0776

60

Dikta Ekonomi

1. Sertifikat
Investasi
Mudharabah
Antarbank yang selanjutnya disebut
dengan Sertifikat IMA adalah sertifikat
yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau
UUS yang digunakan sebagai transaksi
di PUAS.
2. Mudharabah adalah penanaman dana
dari pemilik dana (shohibul maal)
kepada pengelola dana (mudharib)
untuk melakukan kegiatan usaha
tertentu,
dengan
pembagian
menggunakan metode bagi untung dan
rugi (profit and loss sharing) atau
metode bagi pendapatan (revenue
sharing) antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang disepakati
sebelumnya.
3. Penerbit Sertifikat IMA adalah Bank
Syariah atau UUS.
4. Pembeli Sertifikat IMA adalah Bank
Syariah, UUS atau Bank Konvensional.
5. Laporan Harian Bank Umum (LHBU)
adalah laporan yang disusun dan
disampaikan oleh bank pelapor secara
harian kepada Bank Indonesia.
Sertifikat IMA mempunyai karakteristik
dan persyaratan sebagai berikut:
1. Diterbitkan dengan akad Mudharabah;
2. Dapat diterbitkan baik dalam rupiah
maupun valuta asing;
3. Dapat diterbitkan dengan atau tanpa
warkat (scriptless), dengan sekurangkurangnya mencantumkan informasi:
nilai nominal investasi; nisbah bagi
hasil; jangka waktu investasi; indikasi
tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum
didistribusikan pada bulan terakhir.
4. Berjangka waktu satuhari (overnight)
sampai 365 hari
5. Dapat
diperdagangkan
(tradable)
sepanjang belum jatuh waktu.

Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Sedangkan mekanisme
sertifikat IMA

transaksi

pada

1. Bank Syariah atau UUS dapat
menerbitkan Sertifikat IMA.
2. Bank Syariah, UUS, atau Bank
Konvensional dapat membeli Sertifikat
IMA.
3. Penerbit
Sertifikat
IMA
menginformasikan kepada Pembeli
Sertifikat IMA antara lain: nilai nominal
investasi; nisbah bagi hasil; jangka
waktu investasi; indikasi tingkat
imbalan
Sertifikat
IMA
sebelum
didistribusikan pada bulan terakhir.
4. Dalam hal terjadi pemindahtanganan
Sertifikat IMA, Pembeli Sertifikat IMA
terakhir harus memberitahukan kepada
Penerbit
Sertifikat
IMA.
Agar
memudahkan Penerbit Sertifikat IMA
dalam membayar nominal investasi
pada saat jatuh waktu dan pembayaran
imbalan.
Untuk penyelesaian
IMA

transaksi sertifikat

1. Pada saat Sertifikat IMA diterbitkan,
Pembeli Sertifikat IMA melakukan
transfer dana ke rekening penerbit
Sertifikat
IMA
sebesar
nominal
Sertifikat IMA.
2. Pada saat Sertifikat IMA jatuh waktu,
Pembeli Sertifikat IMA melakukan
transfer dana ke rekening pembeli
Sertifikat
IMA
sebesar
nominal
Sertifikat IMA.
3. Pembayaran imbalan dilakukan pada
setiap hari kerja pertama bulan
berikutnya.
Sedangkan perkembangan pasar uang
antar bank syariah dapat dilihat pada
gambar 5.
ISSN 1411 – 0776

61

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Gambar 5
Pasar Uang Antar Bank Syariah/Syariah Interbank Call Money

Berdasarkan gambar terlihat Nilai PUAS
terbesar terjadi pada bulan Desember 2006
sebesar 8,62 % dan terendah pada bulan
maret 2005 sebesar 3,58 %. Sedangkan rata-

rata nilai PUAS selama tahun 2005-2007
sebesar 5,44 %
Sebagai bahan perbandingan dapat
pula dilihat perkembangan pasar uang
antar bank konvensional sebagai berikut :

Gambar 6
Pasar Uang Antar Bank 1) - 1 Hari/Interbank Call Money 1) –
Overnight

Source : Bank Indonesia
Perkembangan pasar uang konvensional
selama periode 2005-2007 berfluktuatif
dengan nilai persentase terbesar pada
bulan juli 2006 sebesar 11,19 % dan
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

terendah pada bulan pebruari 2005 sebesar
4,68 % dengan rata-rata sebesar 7,44 %
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
ISSN 1411 – 0776

62

Dikta Ekonomi

Pada tanggal 31 Maret 2008 bank
Indonesia menegeluarkan Peraturan bank
Indonesia Nomor 10/11/PBI tentang
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
PBI tersebut menyatakan yang dimaksud
SBIS adalah surat berharga berdasarkan
Prinsip Syariah berjangka waktu pendek
dalam mata uang rupiah yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia.
Adapun karakteristik SBIS adalah
(1) menggunakan akad ju'alah (2) satuan
unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta
rupiah); (3) berjangka waktu paling kurang
1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan; (4)diterbitkan tanpa warkat
(scripless); (5) dapat diagunkan kepada
Bank Indonesia;
(6) tidak dapat
diperdagangkan di pasar sekunder.
Mekanisme penerbitan SBIS melalui lelang
yang melibatkan
1. Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit
Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang
bertindak untuk dan atas nama
BUS/UUS; dan
2. BUS atau UUS, baik sebagai peserta
langsung
maupun
peserta
tidak
langsung, wajib memenuhi persyaratan
Financing to Deposit Ratio (FDR) yang
ditetapkan Bank Indonesia.
SBIS dapat direpokan kepada Bank
Indonesia., Repo SBIS berdasarkan
prinsip qard yang diikuti dengan rahn.
BUS atau UUS terlebih dahulu wajib
menandatangani
Perjanjian
Pengagunan SBIS dalam Rangka Repo
SBIS. Terhadap Repo SBIS dikenakan
biaya Repo.
Dengan dikeluarkanya instrumen
SBIS ini maka :

Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

1. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang
telah diterbitkan sebelum Peraturan
Bank Indonesia ini diberlakukan, tetap
berlaku dan tunduk pada ketentuan
dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/7/PBI/2004 tanggal 16
Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia sampai Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia tersebut jatuh
waktu.
2. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank
Indonesia ini, Peraturan Bank Indonesia
Nomor : 6/7/PBI/2004 tanggal 16
Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Al-Sharf
Merupakan transaksi jual-beli mata
uang asing (valuta asing) dapat dilakukan
baik dengan sesama mata uang yang
sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah
maupun yang tak sejenis, misalnya rupiah
dengan dolar atau sebaliknya Jual-beli
mata uang yang tidak sejenis ini,
penyerahannya yang harus dilakukan pada
waktu yang sama.
Aktivitas perdagangan valuta asing
harus terbebas dari unsur riba, maisir, dan
gharar. Dalam pelaksanaannya haruslah
memperhatikan beberapa batasan sebagai
berikut:
a) Pertukaran tersebut harus dilakukan
secara tunai (spot), artinya masingmasing
pihak
harus
menerima/menyerahkan
masingmasing mata uang pada saat yang
bersamaan
b) Motif pertukaran adalah dalam rangka
mendukung transaksi komersial, yaitu
transaksi perdagangan barang dan jasa
antar bangsa, bukan dalam rangka
spekulasi

ISSN 1411 – 0776

63

Dikta Ekonomi

c) Harus dihindari jual beli bersyarat.
Misalnya, A sutuju membeli barang dari
B hari ini dengan syarat B harus
membelinya kembali pada tanggal
tertentu dimasa mendatang
d) Transaksi berjangka harus dilakukan
dengan pihak-pihak yang diyakini
mampu menyediakan valuta asing yang
dipertukarkan.
e) Tidak dibenarkan menjual barang yang
belum dikuasai atau dengan kata lain
tidak dibenarkan jual beli tanpa hak
kepemilikan (bai’ al-fudhuli
Dengan memperhatikan beberapa
batasan tersebut, terdapat beberapa
tingkah laku perdagangan yang dewasa ini
biasa dilakukan di pasar valuta asing
konvensional harus dihindari, yaitu antara
lain:
a. Perdagangan tanpa penyerahan (future
non-delivery trading atau margin trading),
b. Jual beli valas bukan transaksi
komersial (arbitrage), baik spot maupun
forward
c. Melakukan penjualan melebihi jumlah
yang dimiliki atau dibeli (oversold),
d. Melakukan transaksi swap
Adapun ketentuan Umum Sharf adalah
sebagai berikut :
1. Nilai tukar yang dijual belikan harus
telah dikuasai, baik oleh pembeli
maupun
oleh
penjual,
sebelum
keduanya berpisah. Penguasaan ini
dapat berbentuk penguasaan secara
material maupun hukum. Penguasaan
secara material, misalnya pembeli
langsung menerima dolar AS yang
dibeli dan penjual langsung menerima
uang rupiah. Adapun penguasaan
hukum, misalnya pembayaran dengan
menggunakan cek
2. Apabila mata uang atau valuta yang
diperjual-belikan itu dari jenis yang
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

sama, maka jual beli mata uang itu
harus dilakukan dalam mata uang
sejenis yang kualitas dan kuantitasnya
sama sekalipun model dari mata uang
itu berbeda.
3. Dalam Sharf tidak boleh dipersyaratkan
dalam akadnya adanya hak khiar syarat
(khiar) bagi pembeli. Khiar syarat adalah
hak pilih bagi pembeli untuk dapat
melanjutkan jual beli mata uang
tersebut setelah selesai berlangsungnya
jual-beli yang terdahulu atau tidak
melanjutkan jual-beli itu,yang syarat itu
diperjanjikan ketika berlangsungnya
transaksi terdahulu tersebut
4. Tidak ada tenggang waktu antara
penyerahan
mata
uang
yang
dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf
penegasan objek akad harus dilakukan
secara tunai dan perbuatan saling
menyerahkan itu harus berlangsung
sebelum kedua belah pihak yang
melakukan jual-beli valuta berpisah.
Uji Stasionaritas Data dengan PP Test
Statistik
Sebelum melakukan uji kausalitas
granger maka akan dilakukan terlebih
dahulu uji stasionaritas data, adapun
metode yang digunakan adalah dengan PP
Test Statistik dimana dari uji ini akan
dibandingkan nilai critical value dan nilai
uji PP test. Nilai critical value yang
diambil adalah 5% atau dengan tingkat
keyakinan sebesar 95%. Jika pada hasil
pengujian nilai PP test < CV maka data
stasioner sehingga reject H0, sebaliknya`
jika PP test > CV maka data bersifat tidak
stasioner . Hasil pengujian dengan bantuan
program Eviews 4.1 menunjukkan semua
variabel sudah stasioner pada tingkat yang
berbeda. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :

ISSN 1411 – 0776

64

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Tabel 1
Uji Stasioner Data dengan Philip Peron
No
Data
Pada
Hasil Test
Ho
1
SBI
2nd
PP test : -7.556
Tolak Ho
difference CV 5 % : -3.551
Data sudah Stasioner
2
SWBI
Level
PP test : -4.388
Tolak Ho
CV 5 % : -3.543
Data sudah Stasioner
3
PUASSY Level
PP test : -4.388
Tolak Ho
CV 5 % : -3.543
Data sudah Stasioner
4
PUAS
1st
PP test : -8.143
Tolak Ho
difference CV 5 % : -3.547
Data sudah Stasioner
Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan pada table 1 diatas terlihat
bahwa SBI statisioner pada 2nd Difference
dimana nilai PP (-7,556) > CV 5 % (-3,551)
yang berarti Ho ditolak sehingga data
sudah statisioner. SWBI statisioner pada
level dengan nilai PP (-4,388) > CV 5 % (3,543) yang berarti Ho ditolak sehingga
data sudah statisioner. PUASSY statisioner
pada level dengan nilai PP (-4,388) > CV 5
% (-3,543) yang berarti Hon ditolak
sehingga data sudah statisioner dan
terakhir PUAS statisioner pada 1st
difference dengan PP (-8,143) > CV 5 % (3,547) yang berarti Ho ditolak sehingga
data sudah statisioner

Untuk menjawab hipotesa penelitian
dan pertanyaan penelitian, maka dilakukan
uji Kausalitas Granger. setelah dipastikan
semua variabel yang ada telah stasioner
maka
uji
kausalitas
granger
bisa
dilakukan, uji ini pada intinya dapat
mengindikasikan apakah suatu variabel
mempunyai hubungan dua arah, atau
hanya satu arah saja ataupun independent.
Pada Uji kausalitas Granger yang dilihat
adalah pengaruh masa lalu terhadap
kondisi sekarang.
Uji Kausalitas Granger PUAS
Konvensional dengan PUAS Syariah

Uji Kausalitas Granger
Hasil pengolahan dengan program Eviews diperoleh hasil sebagai berikut :
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/30/08 Time: 12:32
Sample: 2005:01 2007:12
Lags: 2

Null Hypothesis:
D(PUAS,1) does not Granger Cause
D(PUAS_SY,1)
D(PUAS_SY,1) does not Granger Cause
D(PUAS,1)
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

Obs

FStatistic

Probability

33

0.7

0.50507

0.98611

0.38561

ISSN 1411 – 0776

65

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Hasil di atas memperrlihatkan bahwa tidak sebaliknya
PUAS
Syariah
tidak
ada hubungan (independent) antara PUAS mempengaruhi PUAS konvensional .
konvensional
dengan PUAS Syariah,
artinya
PUAS
konvensional
tidak Uji Kausalitas Granger SBI dengan SWBI
mempengaruhi
PUAS
Syariah
atau
Hasil pengolahan dengan program Eviews diperoleh hasil sebagai berikut :
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/30/08 Time: 12:34
Sample: 2005:01 2007:12
Lags: 2
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic Probability
D(SWBI,2) does not Granger Cause D(SBI,2)
D(SBI,2) does not Granger Cause D(SWBI,2)
Hasil di atas memperrlihatkan bahwa
tidak ada hubungan (independent)
antara SBI dengan SWBI, artinya SBI
tidak
mempengaruhi
SWBI
atau
sebaliknya SWBI tidak mempengaruhi
SBI .
SIMPULAN
Sesuai
dengan
pertanyaan
penelitian dari riset ini maka ada
beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Produk pasar uang syariah meliputi
produk Sertifikat wadiah bank
Indonesia (SWBI) yang keberadaannya mulai 31 Maret 2008 digantikan
dengan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) yang menggunakan
akad Juallah. Selain itu terdapat
produk
sertifikat
Investasi
Mudharabah antar bank syariah
(IMA) serta produk al-sharf (jual beli
valuta asing)
2. Berdasarkan hasil uji Kausalitas
Granger ternyata antara pasar uang
syariah
dengan
pasar
uang
konvesional tidak terdapat hubungan
yang
saling
mempengaruhi
(independent). Begitupula antara
Volume 5 Nomor 1, April 08 / Rabiul Awal 1429 H

32

0.60032
0.21887

0.5558
0.80484

SWBI dengan SBI tidak ada saling
berhubungan (independent)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Ausyaf, Contemporary Practices of
Islamic Financing Technics, Research
paper no.20 Islamic Development
Bank, Islamic Research and Training
Institute, 1993
Ahmad,Ausyaf, Towards an Islamic
Financial Market, Research paper
no.45 Islamic Development Bank,
Islamic Research and Training
Institute, 1997
Ahmed, Osman Babikir, Islamic Financial
Instrument to Manage short-Terms
Excess Liquidity, Research Paper No
41 Islamic Development Bank,
Islamic Research and Training
Institute, 1997
Arifin, Zainul, Strategi Pengembangan
Pasar Uang Syariah , Visi Business
News online
Habib Ahmed, Operational Structure for
Islamic Equity Finance, Research
paper No 69 , Islamic Development
Bank, Islamic Research and Training
Institute, 2005
ISSN 1411 – 0776

66

Dikta Ekonomi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Prameswari, Ayu,Nadra, Pasar Uang
Syariah, Majalah Shine (syariah

News), PEBS, FE-UI, Edisi 1, 2007.

Lampiran : Data SBI,SWBI, PUAS-SY dan PUAS 2005-2007
TAHUN

SBI

SWBI

PUAS-SY

PUAS

Jan-05
Feb-05
Mar-05
Apr-05
May-05
Jun-05
Jul-05
Aug-05
Sep-05
Oct-05
Nov-05
Dec-05
Jan-06
Feb-06
Mar-06
Apr-06
May-06
Jun-06
Jul-06
Aug-06
Sep-06
Oct-06
Nov-06
Dec-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
May-07
Jun-07
Jul-07
Aug-07
Sep-07
Oct-07
Nov-07
Dec-07

7.42
7.43
7.44
7.70
7.95
8.25
8.49
9.51
10.00
11.00
12.25
12.75
12.75
12.74
12.73
12.74
12.50
12.50
12.25
11.75
11.25
10.75
10.25
9.75
9.50
9.25
9.00
9.00
8.75
8.75
8.25
8.25
8.25
8.25
8.25
8.00

4.11
3.75
3.58
4.49
3.75
4.62
4.56
3.92
4.11
4.77
5.17
5.42
4.32
4.62
4.75
4.8
7.97