Penalaran akhir di sekolah dasar
SHABRAN ADLI MANOPPO
2011200259
KELAS B
Kasus III ( Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undangundang Nomor 20 2001)
Unsur-Unsur :
-
Melanggar norma etika ataupun hukum
-
Merugikan Negara atau masyarakat secara langsung atau tidak
langsung
-
Adanya tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri
Kasus Posisi :
Dalam rangka mencanangkan program Bekasi Hijau, walikota Bekasi Rahmat
Effendi hendak membangun dan membenahi sejumlah taman di setiap sudut
kota Bekasi sehingga terlaksananya program penghijauan dan juga
menghimbau para warga Kota Bekasi untuk dapat menikmati keindahan
taman disetiap sudut Kota Bekasi. Demi terlaksananya program Bekasi hijau,
Pemerintah Kota Bekasi hendak melakukan kontrak kerjasama dengan PT.
Gardeindo yang merupakan perusahaan yang ahli dalam mendesain dan
menyediakan produk-produk untuk kepentingan perkebunan dan
pertamanan. Dalam transaksi ini, Pemerintah Kota Bekasi menyediakan dana
sebesar 5 Milyar Rupiah dan menunjuk Rano William Stefano yang menjabat
sebagai Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bekasi untuk
bertanggung jawab sekaligus mewakili Pemkot Bekasi dalam melakukan
transaksi ini. Ternyata dalam melakukan perjanjian pemborongan dengan PT.
Gardenindo,, Rano William melakukan tindakan yang memenuhi unsur
“Perbuatan melawan hukum; Peyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau
sarana; Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi: Merugikan
keuangan Negara atau perekonomian Negara” juga “Dilakukan saat keadaan
tertentu”. yakni:
pada tanggal 20 Maret 2015 telah diusut rincian perhitungan terhadap
pemborongan tersebut sampai terdapat angka 3 milyar rupiah dalam
pembangunan 7 Taman kota. Dalam hal ini Negara dirugikan 2 Milyar rupiah.
Pada tanggal 25 Maret 2015 dilakukan pengusutan terhadap rekening dari
Rano William Stefano yang ternyata terbukti adanya transaksi uang sejumlah
1 milyar rupiah dan pada rekening anaknya Wira Dwitya sebesar 1 Milyar
rupiah. Transaksi tersebut ternyata telah dilakukan oleh Rano William selama
3 Bulan berturut-turut setelah Perjanjian pemborongan ditutup.
Legal Question
1. Apakah Wira Dwitya dapat dihukum atas perbuatan orangtuanya yaitu
Rano William ?
Legal Audit
Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU
Tipikor”). Dalam Pasal 2 UU Tipikor terdapat unsur melawan hukum,
sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan unsur “melawan
hukum”. Lebih jelas lagi dalam penjelasan Pasal 2 UU Tipikor disebutkan:
Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup
perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil,
yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudangundangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak
sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam
masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana
namun rano juga melakukan tindakan yang memenuhi unsur “perbuatan
melawan hukum” lebih tepatnya pasal 1365 kitab undang-undang hukum
perdata.
Substansi perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Perbuatan melawan hukum dilakukan untuk memperkaya diri sendiri,
atau orang lain atau suatu koorporasi atau kelompok yang dapat merugikan
keungan Negara. Ancaman hukuman seumur hiduo atau paling lama 20
(duapuluh) tahun atau paling singkat 4 (empat) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu milyart rupiah), Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun
1999 . dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Unsur-unsur sebagai berikut :
a)
Setiap orang
b) Secara melawan hukum
c)
Melakukan perbuatan : - memperkaya diri sendiri, - orang lain atau –
memperkaya suatu koporasi,
d) Yang dapat merugikan keuangan Negara atau prekonomian Negara
Legal Opinion
Dalam pendapat hokum berikut saya akan menoca menafsirkan dengan
menggunakan gabungan antara penafsiran sistematis dan penafsiran
ekstensif.
Setelah mencermati kasus diatas ada baiknya para pihak aparat terutama
KPK (komisi pemberantasan korupsi) untuk mendalami perkara ini karena
apabila memang wira dwitya mengetahui akan adanya transaksi dari rano
william serta mengetahui tujuan da nasal uang tersebut dimana wira yang
hanya diam da tidak berusaha melapor kepada aparat maka wira dwitya pun
termasuk sebagai tersangka korupsi, mengasumsikan bahwa wira sudah
menginjak umur dewasa dan tidak dibawa pengampuan.
Dalam kasus ini sudah jelas bahwa uang sebesar 5 milyar tersebut adalah
milik Negara yang akan di investasikan dalam bentuk sebuah taman rekreasi
untuk para masyarakat bekasi dalam salah satu upaya walikota untuk
membenahi kota bekasi agar lebih baik dari sebelumnya yang mana disebut
dengan program bekasi hijau.
Terbukti sudah rekening milik rano William yang bertambah secara drastic
setelah mengambil sejumlah uang sebesar 2 milyar yang mana 1 milyar dari
jumlah tersebut di transfer kepada rekening anaknya, perilaku ini yang kita
kenal sebagai korupsi dan juga penyalahgunaan wewenang karena rano
sendiri telah merasa mempunyai kekuatan sebagai kepala dinas dan merasa
lebih mudah memperkaya diri sendiri dengan jabatannya dan aksesnya yang
lebih fleksibel.
Saya sebagai mahasiswa hukum hendak berasumsi positif maupu negative
namun dari sisi negative saya mengatakan bahwa wira dwitya telah
mencermati pemberian uang dari rano William dan tidak melakukan apapun
dalam artian bahwa rano William dapat diduga melakukan gratifikasi yang
lebih tepatnya berada di pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 yang berbunyi :
“Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di
luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.”
Pasal 12 UU No. 20/2001:
Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Sanksi
Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling
lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling
banyak Rp 1 miliar.
Namun pada kasus ini rano Stefano melakukan apa yang diduga gratifikasi
kepada anaknya sendiri dan bukan pegawai atau pejabat Negara.
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan
Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan
ke dalam beberapa jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
pidana penjara karena korupsi.
beberapa jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara:
2. Suap-menyuap:
3. Penggelapan dalam jabatan:
4. Pemerasan
3. Perbuatan curang:
4. Benturan kepentingan dalam pengadaan
5. Gratifikasi
Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi
Merujuk pada pasal tindak pidana korupsi yang paling banyak digunakan
yaitu pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, maka unsur tindak pidana korupsi
adalah :
1. Setiap orang
2. dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
3. Tindakan melawan hukum
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Sedangkan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, merumuskan unsurnya:
1. Setiap orang
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi
3. Meyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
4. yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Aspek Pidana dalam UU 31/1999 jo UU 20/2001
‣ Jenis pidana yang diancamkan berupa hukuman mati, penjara seumur
hidup, penjara waktu tertantu (1-20 th), denda (50 juta – 1 M)
‣ Pidana mati dapat dijatuhkan (pasal 2) jika korupsi dilakukan dalam hal
waktu tertentu, yaitu pada waktu negara dalam keadaan bahaya, bencana
alam, krisis moneter, atau pengulangan korupsi.
‣ Ketentuan pidana mengenal pidana minimal khusus dan maksimal khusus
sebagai batasan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku.
‣ Pidana bagi percobaan, pemufakatan jahat, pembantuan tidak ada
pengurangan 1/3 sebagaimana dalam KUHP, akan tetapi dipidana sama
seperti pelaku, (pasal 15 dan 16).
‣ Pidana tambahan (pasal 18) berupa perampasan barang, pembayaran
uang pengganti, penutupan usaha, pencabutan hak.
‣ Adanya pidana penyitaan harta benda pengganti dari uang pengganti yang
tidak dibayarkan
‣ adanya pidana penjara pengganti jika terdakwa tidak mampu membayar
pidana pembayaran uang pengganti dengan maksimum tidak melebihi
pidana pokoknya.
‣ Pidana denda bagi pelaku korporasi diperberat ditambah 1/3 dari pidana
pokok untuk pelaku orang/manusia (pasal 20).
Dampak Korupsi
Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan
dengan jelas, “… Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi
masyarakat, dan karena itu semua, maka tindak pidana korupsi tidak lagi
dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu
kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi
dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa….”
Dikatakan luar biasa karena korupsi telah merugikan keuangan negara,
perekonomian negara, dan telah menghambat pembangunan nasional.
Selain itu, korupsi telah merusak tata nilai berbangsa dan bernegara,
mengancam kemajuan pendidikan, merampas hak-hak masyarakat untuk
dapat hidup sejahtera, merusak lingkungan hidup, dan melemahkan mental
bangsa.
Segi ekonomi :
‣ menyebabkan tidak terdistribusinya sumber daya secara merata dan adil,
serta biaya ekonomi / harga kebutuhan pokok tinggi (pungutan liar)
‣ Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang
tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
‣ Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum
bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga
mengganggu pembangunan yang berkelanjutan.
Segi Sosial Budaya
‣ menyebabkan perubahan pola perilaku masyarakat yaitu membangun
mental penipu dan penjilat.
‣ Korupsi meniadakan sistim promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja
karena hubungan patron-client dan nepotisme.
Segi Politik
‣ menyebabkan proses pengambilan kebijakan berjalan tertutup dan tidak
melibatkan partisipasi masyarakat dan pelayanan mahal.
‣ Korupsi mendelegitimasi proses demokrasi dengan mengurangi
kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang.
‣ Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik,
membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law.
Segi Hukum
‣ menyebabkan diskriminasi dalam penegakan hukum.
Menurut saya Benar bahwa hukum harus berjalan pada kerangka material
yang dapat dibuktikan, meski demikian publik pun berhak memiliki persepsi
dan opini terkait pada suatu kasus hukum. Opini publik memang bisa
terbentuk berdasarkan kapasitas pemahaman dan logika yang rasional,
meski terkadang dapat pula terjadi secara emosional. Sesungguhnya sebuah
kewajaran bila publik membentuk pemahaman tersendiri dari suatu kasus,
dan tugas dari fungsi aparatur pengadilan guna membuktikan hal tersebut
benar sesuai fakta ataukah tidak. Seiring dengan seringnya kemunculan
berbagai kasus korupsi yang mengemuka dengan nilai yang fantastis, bisa
dipastikan publik mengalami kejenuhan dan bosan melihat silih berganti
pejabat menanti dibui. Meski sudah berulang kali, tetap saja kelakuan seperti
ini terus diduplikasi oleh pemangku jabatan penyelenggara negara, padahal
kompensasi yang diberikan dari pajak rakyat sebagai penghasilan tidak bisa
dibilang kecil. Satu yang sama dari semua kasus korupsi yang mengemuka
sepanjang hari ini, yakni berjalan secara sistematik dan dibalur berbagai
kebohongan yang direkayasa. Plus, keadilan perlu menahan nafas panjang
untuk sampai pada periode pembuktian dalammemberikan rasa keadilan
yang luhur bagi seluruh penduduk di negeri ini. Bila kebohongan direproduksi
secara kontinu, dimana pejabat publik tidak dapat lagi dipercaya komitmen
moralnya, maka beropini adalah sarana kebebasan berekspresi yang masih
bisa dilakukan secara terbuka.
2011200259
KELAS B
Kasus III ( Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undangundang Nomor 20 2001)
Unsur-Unsur :
-
Melanggar norma etika ataupun hukum
-
Merugikan Negara atau masyarakat secara langsung atau tidak
langsung
-
Adanya tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri
Kasus Posisi :
Dalam rangka mencanangkan program Bekasi Hijau, walikota Bekasi Rahmat
Effendi hendak membangun dan membenahi sejumlah taman di setiap sudut
kota Bekasi sehingga terlaksananya program penghijauan dan juga
menghimbau para warga Kota Bekasi untuk dapat menikmati keindahan
taman disetiap sudut Kota Bekasi. Demi terlaksananya program Bekasi hijau,
Pemerintah Kota Bekasi hendak melakukan kontrak kerjasama dengan PT.
Gardeindo yang merupakan perusahaan yang ahli dalam mendesain dan
menyediakan produk-produk untuk kepentingan perkebunan dan
pertamanan. Dalam transaksi ini, Pemerintah Kota Bekasi menyediakan dana
sebesar 5 Milyar Rupiah dan menunjuk Rano William Stefano yang menjabat
sebagai Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bekasi untuk
bertanggung jawab sekaligus mewakili Pemkot Bekasi dalam melakukan
transaksi ini. Ternyata dalam melakukan perjanjian pemborongan dengan PT.
Gardenindo,, Rano William melakukan tindakan yang memenuhi unsur
“Perbuatan melawan hukum; Peyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau
sarana; Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi: Merugikan
keuangan Negara atau perekonomian Negara” juga “Dilakukan saat keadaan
tertentu”. yakni:
pada tanggal 20 Maret 2015 telah diusut rincian perhitungan terhadap
pemborongan tersebut sampai terdapat angka 3 milyar rupiah dalam
pembangunan 7 Taman kota. Dalam hal ini Negara dirugikan 2 Milyar rupiah.
Pada tanggal 25 Maret 2015 dilakukan pengusutan terhadap rekening dari
Rano William Stefano yang ternyata terbukti adanya transaksi uang sejumlah
1 milyar rupiah dan pada rekening anaknya Wira Dwitya sebesar 1 Milyar
rupiah. Transaksi tersebut ternyata telah dilakukan oleh Rano William selama
3 Bulan berturut-turut setelah Perjanjian pemborongan ditutup.
Legal Question
1. Apakah Wira Dwitya dapat dihukum atas perbuatan orangtuanya yaitu
Rano William ?
Legal Audit
Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU
Tipikor”). Dalam Pasal 2 UU Tipikor terdapat unsur melawan hukum,
sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan unsur “melawan
hukum”. Lebih jelas lagi dalam penjelasan Pasal 2 UU Tipikor disebutkan:
Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup
perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil,
yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudangundangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak
sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam
masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana
namun rano juga melakukan tindakan yang memenuhi unsur “perbuatan
melawan hukum” lebih tepatnya pasal 1365 kitab undang-undang hukum
perdata.
Substansi perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Perbuatan melawan hukum dilakukan untuk memperkaya diri sendiri,
atau orang lain atau suatu koorporasi atau kelompok yang dapat merugikan
keungan Negara. Ancaman hukuman seumur hiduo atau paling lama 20
(duapuluh) tahun atau paling singkat 4 (empat) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu milyart rupiah), Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun
1999 . dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Unsur-unsur sebagai berikut :
a)
Setiap orang
b) Secara melawan hukum
c)
Melakukan perbuatan : - memperkaya diri sendiri, - orang lain atau –
memperkaya suatu koporasi,
d) Yang dapat merugikan keuangan Negara atau prekonomian Negara
Legal Opinion
Dalam pendapat hokum berikut saya akan menoca menafsirkan dengan
menggunakan gabungan antara penafsiran sistematis dan penafsiran
ekstensif.
Setelah mencermati kasus diatas ada baiknya para pihak aparat terutama
KPK (komisi pemberantasan korupsi) untuk mendalami perkara ini karena
apabila memang wira dwitya mengetahui akan adanya transaksi dari rano
william serta mengetahui tujuan da nasal uang tersebut dimana wira yang
hanya diam da tidak berusaha melapor kepada aparat maka wira dwitya pun
termasuk sebagai tersangka korupsi, mengasumsikan bahwa wira sudah
menginjak umur dewasa dan tidak dibawa pengampuan.
Dalam kasus ini sudah jelas bahwa uang sebesar 5 milyar tersebut adalah
milik Negara yang akan di investasikan dalam bentuk sebuah taman rekreasi
untuk para masyarakat bekasi dalam salah satu upaya walikota untuk
membenahi kota bekasi agar lebih baik dari sebelumnya yang mana disebut
dengan program bekasi hijau.
Terbukti sudah rekening milik rano William yang bertambah secara drastic
setelah mengambil sejumlah uang sebesar 2 milyar yang mana 1 milyar dari
jumlah tersebut di transfer kepada rekening anaknya, perilaku ini yang kita
kenal sebagai korupsi dan juga penyalahgunaan wewenang karena rano
sendiri telah merasa mempunyai kekuatan sebagai kepala dinas dan merasa
lebih mudah memperkaya diri sendiri dengan jabatannya dan aksesnya yang
lebih fleksibel.
Saya sebagai mahasiswa hukum hendak berasumsi positif maupu negative
namun dari sisi negative saya mengatakan bahwa wira dwitya telah
mencermati pemberian uang dari rano William dan tidak melakukan apapun
dalam artian bahwa rano William dapat diduga melakukan gratifikasi yang
lebih tepatnya berada di pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 yang berbunyi :
“Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di
luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.”
Pasal 12 UU No. 20/2001:
Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Sanksi
Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling
lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling
banyak Rp 1 miliar.
Namun pada kasus ini rano Stefano melakukan apa yang diduga gratifikasi
kepada anaknya sendiri dan bukan pegawai atau pejabat Negara.
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan
Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan
ke dalam beberapa jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan
pidana penjara karena korupsi.
beberapa jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara:
2. Suap-menyuap:
3. Penggelapan dalam jabatan:
4. Pemerasan
3. Perbuatan curang:
4. Benturan kepentingan dalam pengadaan
5. Gratifikasi
Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi
Merujuk pada pasal tindak pidana korupsi yang paling banyak digunakan
yaitu pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, maka unsur tindak pidana korupsi
adalah :
1. Setiap orang
2. dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
3. Tindakan melawan hukum
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Sedangkan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, merumuskan unsurnya:
1. Setiap orang
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi
3. Meyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
4. yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Aspek Pidana dalam UU 31/1999 jo UU 20/2001
‣ Jenis pidana yang diancamkan berupa hukuman mati, penjara seumur
hidup, penjara waktu tertantu (1-20 th), denda (50 juta – 1 M)
‣ Pidana mati dapat dijatuhkan (pasal 2) jika korupsi dilakukan dalam hal
waktu tertentu, yaitu pada waktu negara dalam keadaan bahaya, bencana
alam, krisis moneter, atau pengulangan korupsi.
‣ Ketentuan pidana mengenal pidana minimal khusus dan maksimal khusus
sebagai batasan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku.
‣ Pidana bagi percobaan, pemufakatan jahat, pembantuan tidak ada
pengurangan 1/3 sebagaimana dalam KUHP, akan tetapi dipidana sama
seperti pelaku, (pasal 15 dan 16).
‣ Pidana tambahan (pasal 18) berupa perampasan barang, pembayaran
uang pengganti, penutupan usaha, pencabutan hak.
‣ Adanya pidana penyitaan harta benda pengganti dari uang pengganti yang
tidak dibayarkan
‣ adanya pidana penjara pengganti jika terdakwa tidak mampu membayar
pidana pembayaran uang pengganti dengan maksimum tidak melebihi
pidana pokoknya.
‣ Pidana denda bagi pelaku korporasi diperberat ditambah 1/3 dari pidana
pokok untuk pelaku orang/manusia (pasal 20).
Dampak Korupsi
Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan
dengan jelas, “… Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi
masyarakat, dan karena itu semua, maka tindak pidana korupsi tidak lagi
dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu
kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi
dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa….”
Dikatakan luar biasa karena korupsi telah merugikan keuangan negara,
perekonomian negara, dan telah menghambat pembangunan nasional.
Selain itu, korupsi telah merusak tata nilai berbangsa dan bernegara,
mengancam kemajuan pendidikan, merampas hak-hak masyarakat untuk
dapat hidup sejahtera, merusak lingkungan hidup, dan melemahkan mental
bangsa.
Segi ekonomi :
‣ menyebabkan tidak terdistribusinya sumber daya secara merata dan adil,
serta biaya ekonomi / harga kebutuhan pokok tinggi (pungutan liar)
‣ Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena produk yang
tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.
‣ Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum
bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga
mengganggu pembangunan yang berkelanjutan.
Segi Sosial Budaya
‣ menyebabkan perubahan pola perilaku masyarakat yaitu membangun
mental penipu dan penjilat.
‣ Korupsi meniadakan sistim promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja
karena hubungan patron-client dan nepotisme.
Segi Politik
‣ menyebabkan proses pengambilan kebijakan berjalan tertutup dan tidak
melibatkan partisipasi masyarakat dan pelayanan mahal.
‣ Korupsi mendelegitimasi proses demokrasi dengan mengurangi
kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang.
‣ Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan publik,
membuat tiadanya akuntabilitas publik, dan menafikan the rule of law.
Segi Hukum
‣ menyebabkan diskriminasi dalam penegakan hukum.
Menurut saya Benar bahwa hukum harus berjalan pada kerangka material
yang dapat dibuktikan, meski demikian publik pun berhak memiliki persepsi
dan opini terkait pada suatu kasus hukum. Opini publik memang bisa
terbentuk berdasarkan kapasitas pemahaman dan logika yang rasional,
meski terkadang dapat pula terjadi secara emosional. Sesungguhnya sebuah
kewajaran bila publik membentuk pemahaman tersendiri dari suatu kasus,
dan tugas dari fungsi aparatur pengadilan guna membuktikan hal tersebut
benar sesuai fakta ataukah tidak. Seiring dengan seringnya kemunculan
berbagai kasus korupsi yang mengemuka dengan nilai yang fantastis, bisa
dipastikan publik mengalami kejenuhan dan bosan melihat silih berganti
pejabat menanti dibui. Meski sudah berulang kali, tetap saja kelakuan seperti
ini terus diduplikasi oleh pemangku jabatan penyelenggara negara, padahal
kompensasi yang diberikan dari pajak rakyat sebagai penghasilan tidak bisa
dibilang kecil. Satu yang sama dari semua kasus korupsi yang mengemuka
sepanjang hari ini, yakni berjalan secara sistematik dan dibalur berbagai
kebohongan yang direkayasa. Plus, keadilan perlu menahan nafas panjang
untuk sampai pada periode pembuktian dalammemberikan rasa keadilan
yang luhur bagi seluruh penduduk di negeri ini. Bila kebohongan direproduksi
secara kontinu, dimana pejabat publik tidak dapat lagi dipercaya komitmen
moralnya, maka beropini adalah sarana kebebasan berekspresi yang masih
bisa dilakukan secara terbuka.