Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsistensi Pengaturan Hak Guna Usaha dalam Hukum Tanah Indonesia

  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Hak Berdasarkan Pasal 504 KUHPer, benda dibedakan

  menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506

  • – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509
  • – Pasal 518 KUHPer. Menurut Prof. Subekti suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang

  1 demikian ditentukan oleh Undang-undang.

  Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan 1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003, tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik. Selanjutnya, ialah tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh Undang-undang, segala hak atau penagihan yang

  2 mengenai suatu benda yang tidak bergerak.

  Manusia menurut paham hukum kodrat adalah bagian dari alam, jagat seluruhnya, sebagai bagian dari alam, yaitu hukum yang menetapkan apa yang harus dilakukan oleh setiap bagian alam. Hukum alam atau hukum kodrat menggariskan cara dan interaksi dengan yang lain serta dengan keseluruhan alam.

  Pendapat Cicero, tujuan utama semua manusia adalah “ untuk membuat kepentingan setiap individu dan kepentingan seluruh masyarakat. Ini berarti, seorang tidak perlu mengorbankan kepentingannya dan menyerahkan kepentingannya kepada orang lain apa sesunguhnya dibutuhkannya diri sendiri. Sebaliknya, setiap orang harus mengejar kepentingannya sendiri sedemikian rupa tanpa merugikan kepentingan orang lain. Alam menghendaki agar setiap orang mengejar kepentingannya, alam telah menganugerahkan kepada setiap jenis makhluk hidup untuk mempertahankan hidupnya.

  Dipihak lain, Groutius mengakui bahwa manusia mempunyai dambaan yang kuat akan masyarakat, yaitu kehidupan sosial. Karena itu ia menolak anggapan bahwa manusia hanya mencari kepentingan diri sendiri. Justru sebaliknya, dengan hukum kodrat Tuhan berusaha mengendalikan kecenderungan manusia terhadap dirinya untuk memungkinkan suatu harmoni sosial. Setiap orang diperkenankan memperoleh untuk dirinya, dan untuk

  3

  menguasai, hal – hal yang berguna bagi hidupnya.

  Dengan ini Jhon Locke mengakui bahwa kecenderungan manusia untuk hidup bersama dengan orang lain dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip dasar hukum kodrat. Masyarakat merupakan hal yang niscaya bagi kelangsungan hidup manusia. Ini tidak berarti masyarakat hanya mempunyai arti pargmatis demi kepentingan kelangsungan hidup setiap orang. Karena hukum kodrat menuntut manusia untuk mempertahankan hidupnya dan pada akhirnya hidup sesamanya, atau paling kurang menuntut adanya keselarasan antara hidup pribadi dan hidup orang lain. Sebaliknya masyarakat merupakan bagian hakikat manusia.dan Negara (sebagai organisasi masyarakat) menjamin kepastian hukum tiap

  • –tiap individunya dan semua orang mempunyai kedudukan

  4 sama di depan hukum.

3 A Sonny Keraf, Hukum Kodrat Dan Teori Hak Milik Pribadi, Kanisius, Jakarta, 1996,h.20.

  Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu sendiri dari. Ikatan

  • –ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan – ikatan itu cermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan
  • – hubungan hukum itu caranya beragam. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan se
  • –baiknya: berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu sendiri dari individu
  • –individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan perorangan dan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung

  5

  ketegangan atau konflik ini sebaik –baiknya.

  Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Maka, teori hak pun cocok 5 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, diterapkan dengan suasana demokratis. Dalam arti, semua manusia dari berbagai lapisan kehidupan harus mendapat perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan

  

Immanuel Kant, bahwa manusia merupakan suatu tujuan

  pada dirinya. Hak

  • – hak pribadi adalah hak – hak yang dinyatakan sebagai milik pribadi tertentu. Hak – hak publik adalah hak yang dikmati kelompok tertentu dan hak
  • – hak bersama adalah hak – hak yang merupakan milik

  6 bersama semua umat manusia.

  • – Semua hukum kodrat mengakui bahwa aturan aturan keadilan diturunkan dari perintah yang terkandung dalam hukum kodrat. Dan karena hak milik pribadi merupakan salah satu unsur penting dalam keadilan. atau lebih tepat karena keadilan berkaitan juga dengan jaminan hak milik pribadi, maka hak milik pribadi. Jhon Locke misalnya, mengatakan bahwa disamping menjaga agar orang tidak saling merugikan, fungsi kedua dari keadilan adalah mengarahkan manusia untuk menggunakan hak
milik bersama demi kepentingan bersama, dan hak milik

  7

  pribadi demi kepentingan masing – masing.

  Jhon Locke mengenai hak milik pribadi dan

  pembatasannya hukum kodrat manusia mempunyai hak untuk mempertahankan hidupnya sendiri, dan hak untuk mempertahankan hidupnya sendiri, dan hak untuk mempertahankan hidup umat manusia seluruhnya. Ini mencangkup hak mempertahankan hidup sendiri dan hidup orang lain serta hak terhadap semua sarana yang menunjang kelangsungan hidup manusia. Ini berarti, kelangsungan hidup manusia tidak hanya merupakan suatu kewajiban, tetapi bukan merupakan suatu hak. Semua manusia berhak untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia berhak atas semua sarana yang memungkinkannya untuk hidup secara layak sebagai

  8 manusia.

  Sebagai makhluk sosial yang merdeka, setiap orang mempunyai berbagai macam hak untuk menjamin dan 7 A Sonny Keraf.,Op.Cit, h.44. mempertahankan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat salah satunya adalah hak atas tanah. Hak atas tanah merupakan hak yang dipunyai seseorang yang menurut sifatnya termasuk hak yang secara wajar boleh dimiliki oleh suatu pihak karena hubungannya yang khusus dengan orang atau pihak lain pada suatu tempat dan waktu tertentu serta situasi dan kondisi yang dianggap tepat. Hak ini masih dapat dikesampingkan dari kehidupan seseorang karena adanya suatu atau beberapa kepentingan yang memaksa Artinya hak atas tanah dapat diperoleh berdasarkan hukum tetapi masih dapat diganggu gugat melalui hukum itu sendiri bila ada satu atau beberapa kepentingan sebagai sebabnya yang lebih memaksa, yang

  9 antara lain adalah kepentingan umum.

  Hak didasarkan atas dasar martabat manusia dan martabat manusia semua itu sama. Oleh karena itu teori hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. Teori hak begitu popular karena dinilai cocok dengan 9 Sunarjati Hartono, Beberapa Pemikiran kearah Pembaharuan penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat tersendiri. Oleh karena itu, manusia individual siapapun tidak boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain. Penentuan dan pengaturan hak bagi subjek hukum menjadi penting dalam hubungannya dengan subjek hukum lainnya karena menyangkut persoalan hukum dan kepastian hukum.

  Hak dalam hukum benda dikategorikan sebagai benda yang tidak berwujud, mempunyai nilai kegunaan dan karena dapat menjadi objek dalam hubungan hukum. Dengan kata lain bahwa hak merupakan bagian dari objek hukum. Hak tidak dapat dipisahkan dari kewajiban, setiap hak lahir selalu menimbulkan kewajian yang tidak saja melekat bagi pemegang hak tetapi juga kewajiban bagi pihak lain, antara lain kewajiban menghormati atas hak yang melekat pada seseorang. Dengan demikian, tidak ada hak tanpa kewajiaban dan tidak ada kewajiban tanpa

  10 hak. 10 Muhammad Ilham Arisaputra, Reforma Agraria di Indonesia,

  Thomas Hobbes memandang bahwa setiap orang

  dalam kondisi alamiah (state of nature, yakni sebelum ada masyarakat dan Negara) memiliki hak untuk hidup, bahwa hak ini selalu terancam oleh kekacauan yang selalu terjadi dalam kondisi alamiah itu, dan orang bersepakat untuk tunduk pada penguasa absolute Hobbes mengemukakan pandangan bahwa kekuasaan mutlak diperlukan untuk masalah ini. Rakyat jelata ini harus diambil hatinya melaliu kepentingan pribadi masing

  • – masing. Hak – hak pribadi mereka. Seperti hak untuk hidup, hak untuk bebas dari rasa lapar, harus diperhatikan. Para rakyat jelata inilah yang menjadi “ Subjek Hak “ dalam pandangan Hobbes

  11 saat itu.

  Subtansi hak dalam pandangan Hobbes tidak lepas dari pandangannya tentang “kontra sosial” yang ia kemukakan. Bagi Hobbes, dalam kondisi alamiah tidak ada pembatasan apa yang menjadi hak orang (dalam hal tak ada sistem kekuasaan semua orang berhak atas segalanya melawan orang lain), tetapi setelah ada kontrak, setiap orang berhak atas apa yang diizinkan oleh hukum. Bahkan hak milik pribadi diperlukan sebagai hak pasca - kontrak yang diberikan oleh Negara atau kelas yang

  12 berkuasa. Sementara terkait landasan hak.

  Menurut Jhon Locke, setiap orang dilahirkan dengan dua hak sekaligus, yakni pertama, hak kebebasan bagi dirinya sendiri. Tak seorang pun berkuasa atasnya hanya dia yang bebas menggunakannya. Kedua hak mewarisi harta milik ayahnya bersama sanak saudaranya sebelum orang lain. Setiap orang memiliki hak untuk hidup, kebebasan dan memiliki harta. Dan dalam kondisi alamiah ia juga memiliki hak untuk menegakkan hukum alam demi menghukum, mencegah dan mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang menimpanya. Dan meskipun hak untuk menegakan ini dilepas ketika masuk ke dalam masyarakat sipil, hak

  • –hak pribadi yang lain dikelompokan kedalam

  13 hak milik pribadi.

12 Ibid .,h,281.

B. Politik Hukum Pertanahan Menurut UUPA

  Dari masa sebelum dan sesudah diberlakukannya UUPA Pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seiring dengan cita –cita berdirinya Negara Republik Indonesia. Sehingga hal ini memerlukan peran aktif semua lapisan masyarakat dalam semua bidang kehidupan, seperti ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum. Hukum Agraria Nasional sebagai salah satu bidang hukum merupakan alat untuk mewujudkan tujuan cita

  • –cita tersebut. Tujuan Hukum Agraria Nasional berbeda dengan tujuan Hukum Agraria Kolonial. Hal ini disebabkan perbedaan dari tujuan politik hukumnya. Jika tujuan politik Hukum Agraria Kolonial jelas berorientasi pada kepentingan penguasa kolonial itu sendiri, sedangkan politik Hukum Agraria Nasional merupakan alat bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.

  Dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini kepada Negara agar bumi,air, dan kekayaan yang terkandung didalamnya, yang diletakkan dalam penguasaan Negara itu dipergunakan sebesar

  • –besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, tujuan dari penguasaan oleh Negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai – pisau analisis penulis mau menjabarkan beberapa asas asas ketentuan UUPA seperti : hubungan individu dan

  14 tanah, hubungan Negara dan tanah.

1. Hubungan Individu dan Tanah.

  Dalam hal Negara memerlukan tanah untuk kepentingan umum. maka Negara diberikan wewenang untuk mengambil tanah perseorangan, meskipun telah dikuasai dan/atau dimiliki oleh individu dengan suatu hak-hak privat, dengan catatan Negara wajib 14 memberikan ganti rugi yang layak. Keberlangsungan

  Iman Soetikno, Proses Terjadinya UUPA, Gadja Mada University pembangunan untuk kepentinagn umum tidak harus terkendala dengan penyediaan wewenang untuk melakukan pengadaan tanah. Penggunaan wewenang tersebut agar tidak menjadi sewenang-wenang maka perlu pengaturan dengan level Undang

  • – undang sebagai Lex Specialist dari UUPA. Pengadaan tanah wajib menghormati hak
  • – hak privat sebagai personifikasi pengakuan hak asasi manusia khususnya

  15 jaminan kebebasan untuk memiliki.

  Dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yang menyatakan: “Atas dasar hak menguasai dari Negara

  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUPA, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum.

  ”

15 Rakyat dan Negara Dalam Pengadaan Tanah

  Guna Negara ,

  Penguasaan tanah adalah suatu hak. Suatu hak hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau badan yang akan memiliki hak tersebut cakap secara hukum untuk menghaki objek yang menjadi haknya.

  Pengertian yang termasuk pada hak meliputi, hak dalam arti sempit yang dikorelasikan dengan kewajiban, kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas. Negara adalah salah satu subjek hukum. Dalam hal ini organisasi Negara dipandang sebagai badan hukum publik yang memiliki otoritas mengatur warganya maupun menyelenggarakan seluruh kedaulatan yang melekat pada dirinya sesuai mandat yang diberikan oleh konstitusi atau perundang-undangan.

  Penyelenggaraan kedaulatan yang dimilikioleh Negara adalah sempurna dalam arti kedaulatan tersebut bersumber dari dirinya sendiri, tidak dapat dipecah- pecah, asli dan sempurna. Kedaulatan yang melekat pada Negara, terbatas pada yurisdiksi hukum kekuasaannya, dan kekuasaan itu berakhir manakala

  16 ada Negara lain yang memulai kekuasaan atasnya.

  Subjek hukum adalah sesuatu yang disebut sebagai pembawa hak, yaitu yang mampu mendukung hak dan kewajiban. Negara dipandang sebagai subjek hukum, dalam konsep hukum adalah karena Negara tersebut dipersonifikasi serta dianggap sebagai pembawa hak, yang disebut rechts persoon, dan secara khusus lagi publik, yakni pendukung hak dan kewajiban publik yang padanya melekat kewenangan

  17 untuk menyelenggarakan kepentingan publik.

  Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/ berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum. Subjek hukum adalah sesuatu pendukung hak yang menurut hukum 16 berwenang/berkuasa bertindak menjadi pendukung

  Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,h.15. 17 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, h. 228.

  hak. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban. Pada prinsipnya setiap orang adalah subjek hukum (natuurljik persoon). Dikaitkan dengan kemampuan menjunjung hak dan kewajiban, orang akan menjadi subjek hukum apabila perorangan tersebut mampu mendukung hak dan kewajibannya. Dalam pengertian ini, maka orang-orang yang belum dewasa, orang yang dibawah perwalian dan orang yang dicabut hak-hak keperdataanya tidak dapat digolongkan sebagai subjek hukum dalam konteks kemampuan menjunjung hak

  18 dan kewajiban.

2. Hubungan Negara dan Tanah

  Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Di atas tanahlah manusia atau suatu bangsa berpijak, bertempat tinggal, serta melakukan aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tanah juga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara dan rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada tingkat nasional maupun dalam hubungannya dengan dunia Internasional.

  Peran tanah yang sangat penting tersebut menimbulkan suatu hubungan antara manusia dan tanah. Selain kegunaannya sebagai tempat bagi manusia untuk menjalankan kehidupan, tanah juga merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomis dan nilai sosial yang sangat tinggi. Namun, di sisi lain ruang darat atau tanah merupakan sumber daya alam yang ketersediaannya tidak tak terbatas. Hal inilah yang membedakan tanah dengan sumber daya alam lainnya yang sifatnya dapat tergantikan, seperti minyak bumi, batu bara, dan sebagainya. Ketersediaan tanah tidak dapat dikreasi 19 atau diproduksi oleh manusia. Oleh karena itu,

  Syaiful Bahari, Landreform di Indonesia: Tantangan dan mengingat pentingnya arti tanah bagi umat manusia, maka kebijakan pembangunan pertanahan merupakan bagian yang tidak boleh terpisahkan dari kebijakan pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu pengaturan secara khusus terhadap pemanfaatan ruang darat atau tanah agar dapat memberikan efek positif, baik bagi kepentingan umum maupun bagi kepentingan

  20 pribadi.

  Kebijakan di bidang pertanahan sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 24 September 1960 mulai berlaku Hukum Tanah Nasional dengan dibentuknya Undang-undang yang mengatur mengenai tanah berdasarkan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang sumber utamanya adalah hukum adat yang tidak tertulis.

  Hal ini memiliki arti bahwa Hukum Tanah Nasional menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga- lembaga hukum, dan sistem hukum adat. Konsepsi Hukum Tanah Nasional oleh Prof. Boedi Harsono disebut komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual dengan hak-hak atas tanah yang sifatnya pribadi, seperti dengan Hak Milik, yang sekaligus mengandung fungsi sosial sebagai unsur kebersamaan sebagaimana dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPA yang mengatur tanah Hak Bangsa Indonesia, dihubungkan dengan ketentuan Pasal 4, Pasal 6, dan

  Pasal 16 ayat (1) UUPA yang mengatur hak-hak atas

  21 tanah.

  Hukum tanah di Indonesia, di mana tanah memiliki fungsi sosial, sesungguhnya merupakan antitesa hukum tanah barat. Implikasinya, tanah tidak dapat dimiliki secara bebas oleh individu tanpa intervensi Negara. Karena apabila individu diberi kebebasan dalam pemilikan dan penguasaan tanah tanpa ada intervensi Negara, akan terjadi praktik akumulasi tanah tanpa batas yang berkembang menjadi monopoli penguasaan tanah pada segelintir orang serta ketidakmerataan penguasaan dan pemanfaatan tanah.

  Adanya unsur sosial dalam konsep hukum pertanahan tersebut bertujuan supaya tidak terjadi akumulasi dan monopoli tanah oleh segelintir orang atau kelompok yang caranya antara lain adalah dengan dimasukannya unsur kemasyarakatan atau kebersamaan dalam penggunaan tanah. Kebebasan individu dikurangi dan dimasukkan unsur kebersamaan ke dalam hak individu. Jadi, inti dari konsep tanah mempunyai fungsi sosial adalah bahwa di dalam hak individu juga terdapat hak kebersamaan dalam kaitannya dengan hak individu dan hak penguasaan oleh Negara atas sumber alam (tanah), diperlukan penciptaan dan rakyat. Penciptaan dan mengembalikan dan melaksanakan berbagai dasar yang telah ada baik bersifat falsafah, Ideologi maupun

  22 konstitusional.

  Sejarah terbentuknya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945), berawal pada saat R Soepomo melontarkan didepan sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 31 Mei 1945 yang diakhir pidatonya tentang Negara integralistik. Dinyatakan bahwa dalam Negara yang berdasar integralistik berdasar persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem “Sosialisme Negara” (Staats

  Socialisme ). Perusahaan-perusahaan yang penting

  akan diurus oleh Negara sendiri. Pada hakekatnya Negara yang akan menentukan dimana, dimasa apa, perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau 22 yang akan diserahkan pada suatu badan hukum privat

  Sunarjati Hartono, Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan atau kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada kepentingan Negara atau kepentingan rakyat

  23 seluruhnya.

  Pengadaan tanah untuk kepentingan umum menghadirkan konsepsi nyata mengenai hubungan Negara dan rakyat. Di satu sisi, Negara harus mampu menyediakan tanah untuk kepentingan publik guna memenuhi hak

  • –hak dasar rakyat atas Public goods serta kepentingan bangsa dan Negara lebih besar. Secara formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa :

  “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk pergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

  Sebelum amandemen UUD 1945, Pasal 33 23 ayat (3) tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 33

  Ardiwilaga, Roesta di, Hukum Agraria Indonesia, Masa Baru, alinea 4 yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah pokok- pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kemudian dituntaskan secara

  

24

  kokoh didalam UUP. Hukum tanah Indonesia berdasarkan UUPA tersebut mengisyaratkan bagi pembuat Undang-undang dalam membentuk hukum tanah nasional jangan sampai mengabaikan, melainkan harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada

  25 hukum agama.

  Begitupun tentang hal tanah, pada hakekatnya Negara (sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat) yang menguasai tanah seluruhnya bukan untuk dimiliki. Melainkan demi kemakmuran rakyat

  26 24 Indonesia.

  Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju ,Jakarta, 2008, h.19. 25 Friedman, Lawrence M, Sistem HukumPerspektif Ilmu Sosial, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011,h.17. 26 Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah OLeh

Negara.,Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria, Yogyakarta, 2007, h.

  Menurut apa yang telah dirumuskan dalam Pasal 1

27 UUPA: a.

  Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah, air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia dan seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional Indonesia.

  b.

   Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

  kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

  c.

  Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) Pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.

  d.

  Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.

  e.

  Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.

  f.

  Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) Pasal ini.

  Bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi hak pula dari bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya saja.Dengan pengertian demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah Negara.

  Dari penjelasan UUPA tersebut nampak bahwa hak menguasai dari Negara tidak menghapuskan atau memperlemah hak milik yang dipunyai oleh orang (yang dalam hal ini warga Negara Indonesia ). Hak milik tetap merupakan hak terkuat dan terpenuh, tetapi tidak juga bersifat mutlak, artinya hak milik tidak memberi wewenang kepada yang empunya hak untuk melakukan apa saja semaunya sendiri atas tanah yang dimilikinya. Sebagai pemegang hak menguasai, yang dipersamakan dengan hak ulayat dari seluruh rakyat Indonesia, Negara Indonesia mempunyai kewenangan- kewenangan tertentu atas tanah yang dihaki oleh orang maupun badan hukum, termasuk hak milik.

  28 Asas tingkatan yang tertinggi, Bumi, Air, Ruang

  Angkasa dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, Pasal 2 UUPA yang merupakan aturan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3)UUD 1945 dijelaskan pengertian hak menguasai Sumber daya alam oleh Negara sebagai berikut:

  29 1.

  Hak menguasai Negara tersebut dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) memberikan wewenang untuk :

  30 a.

  Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

  b.

  Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

  c.

  Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. 28 Sofyan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, h.13. 29 Komaruddin, Menelusuri Pembanguanan Perumahan dan

  Pemukiman, Yayasan REI – Rakasindo, Jakarta, h, 17. 30 Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran

  2. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah, swasta dan masyarakat- masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 2 UUPA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUPA, pengertian

  “dikuasai” oleh Negara bukan berarti “dimiliki”, melainkan hak yang memberi wewenang kepada

  31 Negara untuk menguasai seperti hal tersebut diatas.

  Wewenang Negara yang bersumber pada hak menguasai sumber daya alam oleh Negara tersebut semata-mata bersifat publik yaitu, wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi) dan bukan menguasai tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah yang “bersifat pribadi”.

  Hal ini dipertegas dalam Pasal 9 ayat (2) ” tiap-tiap 31 warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita

  Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Djambatan, mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun

  32 keluarganya”.

  Wewenang Negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang termasuk masyarakat hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan hukum antara tanah dengan Negara. Hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar hak-hak atas tanahnya tidak dilanggar oleh siapapun. Oleh Karena itu, sangat tidak tepat jika melihat hubungan Negara dengan tanah terlepas dengan hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya dan hubungan antara perorangan dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang bersifat “tritunggal”. Hubungan hukum antara Negara dengan tanah melahirkan hak menguasai tanah oleh

33 Negara.

  C.

  

Sejarah Perkembangan Hukum Tanah di Indonesia

  Tujuan yang dikandung oleh hukum tidak terlepas dari siapa yang membuat hukum tersebut. Jika sebelum bangsa Indonesia merdeka, sebagaian besar hukum Agraria dibuat oleh penjajah terutama pada masa penjajah Belanda, maka jelas tujuan dibuatnya adalah semata

  • –mata untuk kepentingan dan keuntungan penjajah.Hukum Agraria berlaku sebelum diundangkannya UUPA adalah hukum Agraria yang sebagian besar tersusun berdasarkan tujuan dan keinginan sendiri - sendiri dari pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya.Sehingga ketentuan hukum Agraria yang ada dan berlaku di Indonesia sebelum UUPA dihasilkan oleh bangsa sendiri masih bersifat hukum Agraria kolonial yang sangat merugikan bagi kepentingan bangsa Indonesia.
Dari penjelasan ini penulis memfokuskan pada masa Hindia Belanda, sebelum berlakunya UUPA serta sesudah

  34 berlakunya UUPA.

1. Pada Massa Hindia Belanda.

  Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum. Ubi cocietas, ibi ius. Di manapun di dunia ini selama di situ ada masyarakat, maka di situ ada aturan hukum. Sejalan dengan hal itu, hukum itu tumbuh dan berkembang bersama masyarakatnya. Hukum itu tumbuh dan berkembang dari refleksi kebutuhan- kebutuhan yang terungkap dalam jalinan-jalinan hidup masyarakat di mana hukum itu hidup. Apapun corak hukum itu dipengaruhi oleh jalinan kebutuhan- kebutuhan masyarakat itu yang merupakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan.

  Friedrich Karl von Savigny mengatakan 34 bahwa masyarakat manusia di dunia ini terbagi ke H.Muchsin, Imam Koeswahyono dan Soimin, Hukum Agraria

  

Indonesia Dalam Prespektif Sejarah, Refika Aditama, Bandung, 2010, dalam banyak masyrakat bangsa. Tiap masyarakat bangsa itu mempunyai Volksgeist (jiwa bangsa)-nya sendiri yang berbeda menurut tempat dan zaman. Volksgeist itu dinyatakan dalam bahasa, adat istiadat, dan organisasi sosial rakyat yang tentunya berbeda-beda menurut tempat dan zaman pula. Yang dimaksudkan dengan Volksgeist adalah filasafat hidup suatu bangsa atau pola kebudayaan atau kepribadian yang tumbuh akibat pengalaman dan tradisi di masa

  35 lampau.

  Sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, didalam masyarakat adat telah terdapat penguasaan dan pemilikan tanah yang diatur sesuai dengan ketentuan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Setelah Belanda menjajah bangsa Indonesia, Belanda mendatangkan peraturan hukum pertanahan yang berlaku di Negaranya ke 35 Indonesia, yang kemudian diberlakukan terhadap

  John Gilissen, Frits Gorle dan Freddy Tengker, Sejarah Hukum : masyarakat Indonesia. Pembahasan mengenai hukum tanah zaman penjajahan Belanda, tidak terlepas dari kebijakan sistem hukum pertanahan yang terdapat di Negara Belanda itu sendiri. Hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia pada masa penjajahan tetap mengacu pada ketentuan peraturan hukum tanah, yaitu

  36 Agrarische wet 1870.

  Fase monopoli pemerintah Hindia Belanda dibidang Pertanahan, sangat merugikan kaum pengusaha, pengusaha tidak biasa mengunakan sewah untuk usaha di bidang perkebunan Atas protes kaum pengusaha maka diambil kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yakni, boleh menyewah tanah dari pemerintah. Kebijakan ini paling dirasa tidak memberikan keuntungan bagi pengusah. Walau diberikan kebijakan bahwa pengusaha boleh menyewa tanah rakyat. Kebijakan inipun tidak biasa dilaksanakan dengan baik pengusaha memberi protes untuk mengubah politik pemerintah menjadi persaingan bebas Yang melatar belakangi lahirnya

  Agrarische wet dengan satu yang popular adalah Domain Verklaring Pengusaha boleh menyewa tanah

  perkebunan kebijakan selanjutnya pengusaha boleh mengadakan perjanjian dengan masyarakat harus menanam paksa lahirlah sistem hukum monopoli yang mempelopori Agrarische wet munculah tanah

  37 pengusaha.

  Pada tahun 1870 lahirlah Agrarische Wet yang merupakan pokok penting dari hukum Agraria dan semua peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan pemerintah masa itu sebagai permulaan hukum Agraria barat. Ide awal dikeluarkanya Agrarische Wet (AW) ini adalah sebagai respon terhadap keinginan perusahaan-perusahaan asing yang bergerak dalam bidang pertanian untuk berkembang di Indonesia, namun hak-hak rakyat atas tanahnya harus dijamin.

  Tujuan dikeluarkannya Agrarische Wet adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat

  38 berkembang di Hindia Belanda.

  Tujuan utama diberlakunya Agrarische wet (AW) ini adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha swasta untuk dapat berkembang di Hindia – Belanda.

  • – Bentuk hak yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda. kepada pengusaha adalah dengan hak

  Erfpacht. Dalam Pasal 720 dan 721 KUHperdata

  diyatakan bahwa Erfpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang haknya untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang hak erfpacht boleh menggunakan semua kewenangan yang terkandung dalam Eigendom atas tanah. Dengan diberikannya hak erfpacht kepada pengusaha oleh Pemerintah Belanda, menurut Statisch 38 Jaaroverzicht, pada tahun 1940 luas tanah yang

  Aslan Noor, Konsepsi Hak Milik atas Tanah bagi Bangsa

Indonesia di Tinjau dari Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, diberikan dengan hak erfpacht adalah lebih dari 1.100.000 hektar kepada lebih dari 2.200 pengusaha.

  Tanah yang disewakan kepada pengusaha perkebunan di Jawa (termasuk tanah swapraja ) seluas 15.000 kepada 200 pengusaha.

  Politik hukum dari berlakunya Agrarische Wet di Hindia

  • – Belanda adalah untuk membuka kemungkinan dan membuka jaminan hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda. Agrarische wet membuka peluang bagi para pengusaha swasta untuk mendapatkan tanah yang masih merupakan hutan dari pemerintah. Tanah tersebut kemudian dijadikan perkebunan dengan hak

  Erfpacth yang jangka waktunya biasa mencapai 75

  tahun. Dengan dijadikan perkebunan hak Erfpacth,

  Agrarische wet juga membuka peluang untuk pengunaan tanah milik rakyat dengan sistem sewa.

  Dengan ditetapkannya Agrarische wet, maka pemilik modal besar asing bangsa Belanda maupun Eropa lainnya mendapatkan kesempatan luas untuk berusaha di perkebunan

  • – perkebunan Indonesia. Sejak itu pula keuntungan yang besar dari expor tanaman perkebunan dinikmati modal asing, sebaliknya bagi rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang dalam.

  Masa Agrarische Wet konflik pendekatan antara golongan Liberal dan Golongan Konservatif di Belanda mengakibatkan raja mengeluarkan intruksi pada Gubernur Jendral utuk malakukan suatu survey di Jawa, pada tahun 1870 (hasil survey tanah di Jawa belum disusun), pemerintah Belanda mengeluarkan

  Agrarische Wet yang isinya menekankan pada dua hal:

  yang pertama dimungkinkannya peusahaan- perusahaan perkebunan swasta dan diakuinya eksistensi tanah-tanah pribumi atas hak adat mereka. Sedangkan yang kedua, Sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda di Jawa yang dipelopori kaum liberal. Latar belakang Agraria (Agrarische

  Wet ) antara lain karena kesewenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda tidak setuju tanam paksa di Jawa sambil sekaligus meraup keuntungan ekonomi dari tanah jajahan dengan mengizinkan sejumlah perusahaan swasta.

  Agrarische wet hanya berlaku di Jawa dan

  Madura, maka apa yang dinyatakan dalam Pasal 1 yan g berbunyi” dengan tidak mengurangi berlakunya ketenyuan dalam Pasal 2 dan 3 Agrarische wet, tetap diperahankan asas semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah

  Domein (milik) Negara

  .” ini dikenal dengan sebagai

  Domein varklaring (pernyataan domein) semula juga

  berlaku untuk Jawa dan Madura saja, tetapi kemudian pernyataan domein tersebut diberlakukan juga untuk daerah pemerintahan langsung diluar jawa dan

41 Winahyu Herwiningsih, Perubahan politik dan Agenda

  madura, dengan suatu ordonansi yang

  42 diundanglah dalam S.1875-119.

  Ketentuan Agrariasche wet pelaksanaanya diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan dan keputusan, diantara yang perlu dibahas adalah suatu yang dikenal dengan sebutan Agrarische wet. Ini diundangkan dalam S.1870-118. Telah ketahui bersama bagaimana sejarah lahirnya landasan hukum Agraria nasional termasuk sejarah dari terbentuknya UUPA. Salah satu point penting dari UUPA adalah mencabut “Domein Verklaring” yang merupakan pelaksanan dari hukum Agraria pada masa penjajahan Belanda yang biasa disebut “Agrarische wet

  43 (Staatsblad 1870 No. 55).

  Teori Domein ini menciptakan hak-hak barat tertentu, seperti hak eigendom, hak Opstal dan hak 42 Erfpacht , namun juga membiarkan hak-hak adat terus

  Winahyu Herwiningsih,Perubahan politik dan Agenda Perbaharuan Agararia Di Indonesia, Op.Cit, h.42. 43 Judohusodo, Siswono, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, berlanjut sehingga di Jawa khususnya terdapat bermacam-macam hak yaitu hak milik adat, hak milik individu, hak milik yang didasarkan pada Agrarische

  eigendom , hak milik yang diberikan oleh

  pemerintahan Belanda pada pribumi, hak milik kerajaan hak milik sewa, membangun mengusahakan hak-hak milik orang lain serta hak-hak atas tanah pemerintah yang dikuasai oleh orang-orang asing Asia (China yang berlokasi di Jakarta, Karawang dan Bekasi) Dalam praktek pelaksanaan Perundang- undangan pertanahan Domein verklaring , yang

  44

  berfungsi: Sebagai landasan hukum begi pemerintah yang diwakili Negara sebagai memilik tanah, untuk memberikan tanah dengan hak-hak barat yang diatur dalam KUHperdata, seperti hak Efparth, hak Opstal dan lain-lainya. Dalam rangka

  Domein verklaring , pemberian tanah dengan

  hak Eigendom dilakukan dengan cara pemindahan hak milik Negara kepada penerima tanah.

  .

  Dibidang pembuktian pemilikan

44 R Soepartono, Undang

  Dengan adanya Domein verklaring, kedudukan rakyat Indonesia yang memiliki tanah berada pada pihak yang lemah karena hampir semua tanah tersebut tidak memiliki tanda bukti kepemilikan sertifikat, sehingga secara yuridis formal tanah

  • –tanah tersebut menjadi Domein (milik) Negara. Rakyat Indonesia (Pribumi) yang memiliki tanah dianggap sebagai penyewa atau penggarap saja dengan membayar pajak atas tanah.

  Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senantiasa diorentasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka sebagai penjajah, yang pada awalnya melalui politik dagang merangkap

  • – sebagai pengusaha menciptakan kepentingan kepentingan atas segala sumber
  • –sumber kehidupan di bumi Indonesia yang menguntungkan mereka sendiri sesuai sengan tujuan mereka dengan mengorbankan

  45 45 banyak kepentingan rakyat Indonesia.

  R Soepartono, Undang

  Pengaturan masalah pengambilan tanah untuk kepantingan umum di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pada zaman ini dikenal adanya prosedur pencabutan hak prosedur (pembebasan hak atas tanah diatur dalam dua peraturan). Peraturan pertama yang termuat didalam

  Gouvernements besluit (Keputusan

  Gubermen/Pemerintah) tanggal 1 Juli 1927 Nomor 7 (Bijblad Nomor 11372 ), dan yang termuat di dalam

  Gouvernements besluit (Keputusan

  Gubernemen/Pemerintah) tanggal 8 Januari 1332

  46 Nomor 23 ( Bijblad Nomor 12746 ), sedangkan

  peraturan kedua adalah Onteignings Ordonnantie yang

  47

  48 termasuk didalam Staatsblaad Nomor 574 1920.

  Peraturan perundang

  • –undangan yang pertama,
  • 46 mengatur tentang pembebasan tanah yakni mengatur 47 Ibid, h.87

      Staatsblad adalah tempat mewartakan Undang – Undang zaman

    Penjajahan Belanda di Indonesia. Sering disingkat „ Stb ‟ selepas

    Indonesia merdeka dan menggubal perundangannya sendiri stb ini dikenal

    dengan Lembaran Negara ( LN ) yang berfungsi sebagai tempat

    mewartakan Undang 48 – undang.

      R Soepartono,Undang tentang perolehan hak atas tanah secara dua pihak artinya dilakukan pertemuan kehendak kedua belah pihak (musyawarah) yaitu pihak yang menghendaki tanah dan pihak lain adalah pemilik tanah tersebut.

      Apabila persetujuan kedua belah pihak tidak menghasilkan kata sepakat atau karena adanya suatu keberatan besar yang tidak dapat diatasi dalam persetujuan tersebut, maka digunakan peraturan yang kedua yaitu Onteigenings Ordonnantie (ordonisasi pencabutan Hak atas Tanah) yaitu pengambilan hak atas benda (tanah) secara paksa oleh pemerintah. Pemerintah tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa warganya melepaskan haknya itu adalah sesuai dengan ajaran bahwa pengambilan hak

    • –hak privat orang harus dilakukan berdasarkan ordonisasi (Undang didalam prateknya teryata
    • –undang)

      

    Onteignings Ordonnantie ini dapat diterapkan secara langsung tanpa memerlukan peraturan lain sebagai

      49 pelaksananya.

      Masa pendudukan Jepang sebagai kosukuensi dari menyerahnya Belanda kepada Jepang, 9 Maret 1942, maka segala kekuasaan pemerintah diatur dan dikendalikan oleh tentara Jepang. Di dalam pelaksanaan pemerintahnya di Jawa dan Madura, tentara Jepang berpedoman kepada Gunserei melalui “Onsamu Seirei” mengatur segala sesuatu yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahannya melalui peraturan pelaksa yang disebut “ Onsamo

      Karei “ peraturan “ Onsamo Seirei “ dilaknakan

Dokumen yang terkait

A. PERBEDAAN JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Intervensi Negara dalam Ranah Hukum Privat: Studi Komparasi Antara Lembaga Jaminan Fidusia dan Gadai

0 0 19

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Ideal Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia

0 0 23

A. Kedaulatan Rakyat - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Ideal Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia

0 0 37

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Ideal Dewan Perwakilan Daerah di Indonesia

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial dalam Eksistensi Salatiga Reborn Crew

0 0 5

2.1 Modal Sosial - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial dalam Eksistensi Salatiga Reborn Crew

0 0 8

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Profil Salatiga Reborn Crew - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial dalam Eksistensi Salatiga Reborn Crew

0 0 12

BAB V PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial dalam Eksistensi Salatiga Reborn Crew

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Modal Sosial dalam Eksistensi Salatiga Reborn Crew

0 0 17

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsistensi Pengaturan Hak Guna Usaha dalam Hukum Tanah Indonesia

0 0 23