BAB II TINJAUAN LITERATUR - Perancangan Integrasi Metadata Online Public Access Catalog Perpustakaan dengan Repository Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN LITERATUR

2.1. Database

  Basis data atau database merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu sama lain, tersimpan di perangkat keras komputer secara terstruktur sehingga memberikan kemudahan dalam akses kembali. Database dapat dikatakan sebagai salah satu komponen yang penting dalam sistem informasi karena merupakan basis data dalam menyediakan informasi bagi para pengguna.

  Rainer dan Turban (2009, 412) mendefinisikan “Database adalah sekelompok file yang berhubungan secara logika yang menyimpan data dan saling berkaitan”. Sedangkan William dan Sawyer (2011, 164) menjelaskan “Database merupakan koleksi data yang disimpan secara elektronik dalam sistem komputer”.

  Apabila melihat dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

  database merupakan sekelompok file yang berhubungan secara logika dan

  disimpan secara elektronik dan terkomputerisasi sehingga dapat diakses dengan mudah dan cepat.

  Prinsip utama database adalah sebagai pengaturan data dengan tujuan utama fleksibilitas dan kecepatan pada saat pengambilan data kembali. Aurino (2007) menjabarkan lebih detail lagi mengenai gambaran sebuah database yaitu

  Sekumpulan mengenai data yang saling berhubungan. Hubungan antar data dapat ditunjukan dengan adanya field/kolom kunci dari tiap file/tabel yang ada. Dalam satu file atau tabel terdapat record yang sejenis, sama besar, sama bentuk, yang merupakan satu kumpulan entitas yang seragam. Satu record (umumnya digambarkan sebagai baris data) terdiri dari field yang saling berhubungan menunjukan bahwa field tersebut dalam satu pengertian yang lengkap dan disimpan dalam satu record. Telah dijelaskan oleh Aurino lebih detail bagaimana bentuk fisik dari sebuah database yang terdiri dari satu baris data (record) yang sejenis, sama besar dan sama bentuk yang terdapat dalam satu tabel (file) yang saling berhubungan. Tabel tersebut memiliki kolom kunci (field) sebagai hubungan keterkaitan antara kolom yang satu dengan kolom yang lainnya dan memiliki satu pengertian lengkap yang disimpan dalam satu record.

  Berikut merupakan gambaran mengenai lingkup sistem database secara sederhana menurut Elmasri dan Navathe.

  Users/Programmers Database System

  Application Programs/Queries DBMS Software

  Software to Process Queries/Programs Software to Access Stored Data

  Stored Database Definition Stored Database (Meta-Data)

Gambar 2.1 Lingkup Sistem Database Secara Sederhana

  Sumber: Elmasri dan Navathe 2011, 1

  Gambar di atas memperlihatkan bahwa sebuah database tidak hanya disimpan begitu saja, tetapi diolah dan dikelola oleh sebuah sistem database yang disebut Database Management System (DBMS). Database ini menggunakan perangkat lunak (software) tertentu untuk memanipulasinya yang merupakan bagian dari program aplikasi komputer (computer application programs). Jadi meski data yang diolah sangat besar, namun dapat tetap tersusun dan terstruktur untuk meningkatkan kecepatan dalam akses data. Dan dapat diketahui bahwa metadata-lah yang mengontrol dan menjadikan data terstruktur serta terkendali untuk kepentingan database tersebut.

2.1.1. Tujuan Penggunaan Database Dalam penerapan suatu sistem pasti mempunyai suatu tujuan tertentu.

  Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, database diorganisasikan sedemikian rupa untuk menemukan kemudahan dalam mengakses data yang dibutuhkan.

  Menurut Wardhani (2007) tujuan dari penggunaan database adalah sebagai berikut:

  1. Kecepatan dan kemudahan (speed); dimaksudkan agar user dapat menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan kembali data lebih cepat dan mudah daripada cara biasa.

  2. Efisiensi ruang penyimpanan (space); dapat mengurangi redundancy, misalnya dengan pengkodean dan membuat relasi.

  3. Keakuratan (accuracy); dimaksudkan agar data sesuai dengan aturan dan batasan tertentu.

  4. Ketersediaan (availability); yaitu agar data dapat diakses oleh setiap user yang membutuhkan.

  5. Kelengkapan (completeness); yaitu dengan menambahkan field pada tabel.

  6. Keamanan (security); yaitu pembedaan hak akses untuk setiap user terhadap data yang dapat dibaca atau proses yang dapat dilakukan yang bertujuan agar data yang rahasia tidak jatuh ke tangan user yang tidak berhak, misalnya dengan pengkodean atau membuat akun (username dan password).

  7. Kebersamaan (shareability); yaitu mendukung lingkungan multiuser, menghindari inkonsistensi data dan deadlock. Dari tujuan yang telah dijabarkan di atas, dapat diketahui bahwa database memiliki kecepatan, kemudahan, keakuratan dan efisiensi dalam menyimpan data sesuai dengan kebutuhan user; serta memiliki keamanan dan ketersediaan dalam hal akses dan penyimpanan.

  Keuntungan yang diperoleh dari penerapan sebuah database untuk memenuhi tujuan dari suatu sistem seperti dikemukakan oleh Subekti (2004, 7) sebagai berikut: 1.

  Kontrol terpusat data operasional, 2. Redundansi data dapat dikurangi dan dikontrol, 3. Ketidak konsistenan data dapat dihindarkan, 4. Data dapat dipakai bersama (sharing),

5. Penerapan standardisasi, 6.

  Penerapan pembatasan keamanan data (security), 7. Integritas data dapat dipelihara, 8. Kebutuhan yang berbeda dapat diselaraskan, dan 9. Independensi data/program.

  Dari penerapan database ini diharapkan mampu menghindari atau meminimalisir ketidak konsistenan data, sehingga data dapat terkontrol secara terpusat dan integritas data juga dapat dipelihara. Kebutuhan pengguna yang berbeda juga dapat diselaraskan, serta keamanan dalam pembatasan pengggunaan data dapat diterapkan (Karyatin 2012, 11).

  Mengarah kepada integritas yang tertera pada salah satu keuntungan penerapan database yang dikemukakan oleh Subekti pada penjelasan di atas, dalam penelitian ini penulis memfokuskan untuk membahas masalah integrasi berdasarkan rancangan struktur metadata pada database bibliografis Perpustakaan USU, yaitu OPAC dan IR.

2.1.2. Struktur pada Database

  Sebelum menjabarkan mengenai konten atau komponen metadata dari

  database

  yang diperlukan untuk memulai tahapan integrasi, ada baiknya terlebih dahulu mengetahui akan tingkatan data dalam sebuah struktur database seperti yang dijelaskan oleh Widiarti sebagai berikut:

  Database File Record Field

  Value

Gambar 2.2 Hierarki/Tingkatan Data dalam Sebuah Struktur Database

  Sumber: Widiarti 2008, 39

  Lebih lanjut, Widiarti (2008, 39) mengemukakan penjelasan mengenai lima tingkatan data dalam sebuah struktur database yang telah diketahui pada gambar di atas, yaitu:

  1. Database : merupakan kumpulan dari tabel (file) yang saling berhubungan, database menduduki urutan tertinggi karena di dalamnya semua data disimpan.

  2. File : sering disebut entitas. File terdiri atas record yang menggambarkan kesatuan data yang sejenis.

  3. Record : merupakan kumpulan kolom (field) yang membentuk suatu record. Satu record menggambarkan informasi tentang individu tertentu.

  4. Field : merupakan atribut dari record yang menunjukan suatu value/item data.

  5. Value : jenjang terkecil yang merupakan isi dari field yang berupa karakter, huruf, dan angka. Dapat dilihat bahwa jenjang dari tingkatan sebuah data pada database, dimulai tingkatan yang paling terkecil adalah value yang berupa karakter, kemudian menyusul field/kolom yang berisi dari kumpulan value, kemudian

  

record yang merupakan kumpulan dari field, serta file yang menggambarkan

kesatuan data yang sejenis yang terangkum dalam hierarki struktur database.

  Value

  yang merupakan tingkatan paling terkecil dalam hierarki struktur

  database memuat informasi berupa struktur metadata yang digunakan sebagai

  format/standar untuk pengumpulan data. Penyeragaman metadata pada database penting untuk dilakukan agar integrasi dapat berjalan. Pada pembahasan selanjutnya akan dijelaskan mengenai metadata dan integrasi database.

2.1.3. Relational Database Management System (RDMS)

  “Dalam basis data (database), terdapat tiga istilah penting yang berkaitan erat satu sama lain yaitu entitas, atribut, dan relationship ” (Connolly 2010, 65; dalam Muliady dkk 2013, 8). Lebih lanjut, Connolly menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan entitas, atribut, dan relationship adalah

  Entitas merupakan sebuah objek berbeda (bisa seseorang, tempat, sesuatu, konsep, ataupun kejadian) dalam suatu organisasi yang harus direpresentasikan ke dalam bentuk database. Sementara atribut adalah sebuah sifat-sifat (property) dari sebuah entitas atau tipe relationship yang mendeskripsikan beberapa aspek dari objek yang ingin di record.

  Dan relationship adalah asosiasi atau kumpulan keterhubungan yang mempunyai arti (meaningful association) antar tipe entitas (Conolly 2010, 65). Konstruksi utama untuk merepresentasikan data dalam model relational

  database adalah relasi. Relasi terdiri dari contoh relasi yang berupa tabel, dan skema relasi yang berupa deskripsi kepala kolom (primary key) dari tabel.

  Dalam mendesain sebuah relasi (relational database) perlu dilakukan identifikasi hubungan tiap-tiap entitas. Adapun solusi untuk menganalisa dan mengidentifikasi hubungan pada entitas database tersebut adalah dengan menggunakan Relational Database Management Systems (RDMS). RDMS dapat mengelola relasi-relasi yang merupakan sekumpulan entitas yang saling berkaitan pada suatu basis data, dan relasi ini juga akan menggambarkan atau menjelaskan hubungan antara satu entitas dengan entitas lain.

  Adapun yang dimaksud dengan relational database pada RDMS seperti yang diungkapkan oleh Jae Jin Koh (2007) dalam International Forum on

  Strategic Technology IEEE bahwa

  “Relational database is a group of tables, also

  called relations in the database community ”.

  Sejalan dengan definisi di atas, Suri dan Sharma (2011, 116) dalam

  International Journal of Database Management Systems juga menambahkan

  bahwa “A relational database is a database that comforms to the relational model

  and could also be defined as a set of relations or a database built in an RDMS ”.

  Dari dua pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa relational database merupakan database yang berisi dua atau lebih tabel yang saling berhubungan dan memungkinkan untuk menjelaskan hubungan antara semua data struktur.

  Adapun tujuan utama dari desain relational database pada RDMS menurut Connolly (2010, 418) adalah untuk “mengelompokkan atribut-atribut ke dalam relasi-relasi sehingga meminimalisasi redundansi data atau mengurangi penggunaan tempat penyimpanan yang dibutuhkan oleh sebuah relasi dasar ”.

  Menurut Simarmata dan Paryudi (2006, 59) “Relasi entitas (entity

  relational ) didasarkan pada persepsi terhadap dunia nyata yang tersusun atas

  kumpulan objek-objek dasar yang disebut entitas dan hubungan a ntar objek”.

  Setiap relasi entitas pasti memiliki suatu batasan. Batasan utama pada

  relational entity disebut multiplicity, yaitu jumlah (range) dari kejadian

  yang mungkin terjadi pada suatu entitas yang terhubung ke satu kejadian dari entitas lain yang berhubungan melalui suatu relationship.

  Relationship yang paling umum dikenal adalah binary relationship (Connolly 2010, 382).

  Adapun macam-macam binary relationship yang dipaparkan Connolly (2010, 382-389) adalah sebagai berikut: 1.

  One to one relationship Jika sebuah entitas A berhubungan paling banyak dengan satu entitas B dan sebuah entitas B berhubungan paling banyak dengan satu entitas A.

Gambar 2.3 Simbol Relasi One to One 2.

  One to many dan many to one relationship Jika sebuah entitas A berhubungan dengan lebih dari satu entitas B dan sebuah entitas B berhubungan dengan paling banyak satu entitas A, atau sebaliknya.

Gambar 2.4 Simbol Relasi One to Many dan Many to One 3.

  Many to many relationship Jika sebuah entitas A berhubungan dengan lebih dari satu entitas B dan sebuah entitas B berhubungan dengan lebih dari satu entitas A.

Gambar 2.5 Simbol Relasi Many to Many

2.2. Metadata

  Metadata merupakan istilah baru dan bukan merupakan konsep baru di dunia pengelola informasi. “Istilah metadata awalnya digunakan dalam sistem manajemen pangkalan data” (Haynes 2004). Dalam pengertiannya, metadata sering disebut data tentang data atau informasi tentang suatu informasi.

  Perpustakaan sudah lama menciptakan metadata dalam bentuk pengatalogan koleksi yang bertujuan untuk memudahkan pendeskripsian sumber informasi dari objek data. Metadata merupakan pilar atau dasar dalam membangun database pada perpustakaan digital, dimana metadata bukan hanya sekedar data melainkan data yang berisikan data ataupun informasi data dan data informasi. Informasi kecil yang cukup representatif dalam suatu metadata akan memberikan kemudahan dalam pencarian informasi yang dibutuhkan.

  Menurut National Information Standards Organization (NISO 2004, 1) “Metadata is key to ensuring that resources will survive and continue to be

  accessible into the future

  ”. (Metadata adalah kunci untuk memastikan bahwa sumberdaya akan bertahan dan dapat terus diakses di masa depan). Dalam hal ini, metadata memberikan kesempatan bagi pustakawan untuk membuat suatu kerangka metadata yang efektif dan cocok untuk penggunaan jangka panjang sehingga memungkinkan untuk kemudahan penelusuran (access) dalam melayankan berbagai jenis sumber informasi kepada pengguna perpustakaan.

  Munculnya perpustakaan digital dan perkembangan informasi di Intenet dan WWW (World Wide Web) semakin memperbesar rasa urgensi untuk membuat standar atau skema metadata (metadata scheme) yang tidak saja cocok untuk description dan discovery sumber-sumber digital (digital

  resources ) tetapi juga untuk keperluan lain seperti pengelolaan, pelestarian, dan penilaian (Aditirto 2006, 2).

  Menurut Caplan (2003, 3) dari bagian pengenalan tentang metadata memberikan definisi bahwa “Metadata is here used to mean structured

  information about an information resources of any media type of format ”.

  Senada dengan pernyataan di atas, National Information Standards Organization (NISO 2004, 1) melengkapi bahwa “Metadata is structured

  information that describes, explains, locates, or otherwise makes it easier to retrieve, use, or manage an information resource

  ”. Dari kedua definisi yang dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa metadata adalah bentuk pengidentifikasian, penjelasan suatu data, atau diartikan sebagai struktur dari sebuah data yang fungsinya untuk mengelola sumberdaya elektronik serta memudahkan dalam penemuan informasi yang relevan.

  Lebih lanjut, NISO mengemukakan tiga jenis metadata yang dikutip oleh Rachmat, yaitu: 1.

  Metadata deskriptif Yaitu metadata yang menjelaskan suatu record data dengan tujuan untuk identifikasi atau pencarian data. Beberapa elemen yang bisa masuk dalam metadata ini adalah judul (title), penulis (author), abstraksi (abstract), dan kata kunci (keywords).

  2. Metadata struktural Yaitu metadata yang memberikan informasi tambahan terhadap suatu obyek lain. Contohnya: halaman pada buku yang membentuk suatu bab buku.

  3. Metadata administratif Yaitu metadata yang memberikan informasi tambahan terhadap suatu data dengan tujuan untuk pengelolaan record data. Contohnya: kapan dan bagaimana data itu diciptakan, tipe/jenis file, serta informasi mengenai pengguna yang diizinkan untuk mengakses. Jadi, tipe metadata ini tidak langsung berkaitan dengan informasi datanya, melainkan ke pengelolaan. Ada dua tipe metadata administratif, yaitu

  rights management metadata dan preservation metadata (NISO 2004, 1; dalam Rachmat 2014, 2-3).

  Telah dijelaskan oleh NISO lebih detail bahwa jenis-jenis metadata terbagi atas deskriptif, struktural, dan administratif. Metadata deskriptif digunakan untuk identifikasi atau pencarian data, metadata struktural digunakan untuk informasi tambahan berupa metode pendukung untuk pencarian data, dan yang terakhir metadata administratif digunakan untuk informasi lengkap yang digunakan dalam pengelolaan record data.

2.2.1. Fungsi Penggunaan Metadata

  Metadata dibuat agar mempermudah pengguna dalam melakukan pencarian data yang relevan, membantu pengguna dalam mengorganisasikan informasi (data), memudahkan interoperabilitas (multi sistem operasi) sehingga memungkinkan integrasi atau pertukaran data antar database, sebagai identifikasi digital (mirip dengan digital signature), serta membantu dalam pengarsipan (archiving) dan pelestarian (preservation) (NISO 2004).

  Haynes mengemukakan beberapa fungsi metadata seperti yang dikutip oleh Prasetya sebagai berikut:

  1. Sumber informasi (resources description) Ini merupakan fungsi yang paling fundamental dari sebuah metadata.

  Karena sebuah data dapat diidentifikasi sebagai satu kesatuan berbeda dari data lainnya sehingga dapat ditemukan dengan menggunakan suatu pendekatan unik yang ada dalam metadata tersebut.

  2. Temu kembali informasi (information retrieval) Metadata digunakan untuk memasukkan suatu istilah pada semacam konteks semantik, memberitahukan mesin pencari atau aplikasi lain bagaimana memperlakukan suatu unsur metadata sehingga suatu sumber informasi dapat ditemukan dengan istilah tersebut.

  3. Pengelolaan informasi (management of information) Dengan adanya metadata, dapat ditentukan bagaimana melakukan pengelolaan informasi mengenai penyimpanan dan penemuan kembali sumberdaya informasi.

  4. Manajemen hak cipta, kepemilikan dan otentisitas (right management,

  ownership and authenticity )

  Mendorong perkembangan metadata dalam dunia penerbitan khususnya media tercetak dan elektronik, menjadi suatu kebutuhan untuk mengelola hak intelektual tersebut dengan baik. Fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang menjadi fokus utama untuk menghindari plagiarisme dan melindungi hak cipta atas suatu sumber informasi.

  5. Interoperabilitas (interoperability) Merupakan kemampuan pertukaran data dalam berbagai sistem menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras, serta struktur data. Dengan menggunakan metadata, sebuah sistem dapat mengidentifikasi informasi terstruktur yang kemudian sumber informasi tersebut menampilkan informasi sesuai dengan ketentuan tertentu (Haynes 2004; dalam Prasetya 2010, 10-12).

  Dapat dilihat bahwa fungsi metadata seperti yang dijabarkan oleh Haynes, dapat memenuhi berbagai hal yaitu sebagai sumber informasi, temu kembali informasi, pengelolaan informasi, manajemen hak cipta, kepemilikan dan otentisitas, serta interoperabilitas yang dibutuhkan dalam pertukaran data.

2.2.2. Standar Metadata di Perpustakaan

  Seperti yang telah diketahui pada pembahasan sebelumnya, metadata memiliki standar yang digunakan untuk pengumpulan data. Beragam standar metadata yang digunakan akan menjadi masalah pada saat integrasi dilakukan. Pada implementasinya, harus digunakan satu jenis metadata yang dapat menyatukan seluruh metadata yang akan digunakan sebagai format standar untuk pengumpulan data. Pemetaan metadata dapat digunakan untuk transformasi elemen yang terdapat pada satu jenis metadata ke jenis metadata lainnya (Gunawan 2011, 8). Standar metadata yang umum digunakan di perpustakaan adalah MARC

  (Machine Readable Cataloging), METS (Metadata Encoding and Transmission

  Standard ), MODS (Metadata Object Description Standard), dan Dublin Core.

  Sesuai dengan ruang lingkup penelitian, pembahasan standar metadata dalam penelitian ini dibatasi pada Dublin Core dan MARC yang merupakan standar dari struktur (konten) OPAC dan IR Perpustakaan USU.

2.2.2.1. Standar Metadata MARC dan IndoMARC

  MARC merupakan salah satu hasil dan juga sebagai salah satu standar untuk penulisan katalog koleksi bahan perpustakaan, contohnya pada penerapan struktur data OPAC. Dalam penerapannya, MARC memiliki standar metadata yang memiliki elemen lengkap dibandingkan standar metadata lainnya.

  “Dengan menggunakan metadata MARC, sebuah dokumen dapat direpresentasikan secara mendetail” (Gunawan 2011, 9).

  Dalam situs Library of Congress (LC) dinyatakan bahwa standar metadata katalog perpustakaan ini dikembangkan pertama kali oleh mereka pada pertengahan tahun 1960 dan diprakarsai oleh Henriette Avram yang juga seorang anggota dari LC. Format LC MARC diketahui sangat besar manfaatnya bagi penyebaran data katalogisasi bahan pustaka ke berbagai perpustakaan di Amerika Serikat. Keberhasilan ini membuat negara lain turut mengembangkan format MARC bagi kepentingan nasionalnya masing-masing.

  MARC pada dasarnya merupakan sekumpulan format data yang memungkinkan pertukaran antar katalog atau bentuk data lainnya terkait sistem perpustakaan yang menggunakan perangkat elektronik berupa komputer. MARC dikembangkan oleh orang-orang yang memiliki latar pendidikan dan pekerjaan di bidang perpustakaan, sehingga MARC dianggap mampu mewakili kebutuhan dunia perpustakaan terhadap sebuah standar metadata. Bahasa yang digunakan MARC terdiri atas angka, huruf, dan karakter sehingga MARC terkadang hanya dimengerti oleh orang-orang yang berada dalam lingkup dunia perpustakaan (Primadesi 2012, 7-11).

  Menurut Library of Congress (LC 2008, 1) “A MARC record is composed

  of three elements: the record structure, the content designation, and the data content of the record

  ”. (Rekod MARC terdiri dari 3 unsur, yaitu: struktur rekod, penunjukan konten, dan konten data dari rekod). Lebih lanjut, LC (2008, 1) menjelaskan lebih detail ketiga unsur yang merupakan bagian dari rekod MARC diantaranya:

  1. Struktur rekod Merupakan implementasi dari standar internasional Format for

  Information Exchange (ISO 2709) dari Amerika, dan Bibliographic Information Interchange

  (ANSI/NISO Z39.2).

  2. Penunjukan konten Kode dan konvensi yang ditetapkan secara eksplisit untuk mengidentifikasi dan mencirikan elemen data dalam catatan dan untuk mendukung manipulasi data yang didefinisikan oleh masing- masing format MARC.

  3. Konten data atau isi Isi dari elemen data yang terbentuk dari rekod MARC biasanya diartikan oleh sebuah standar tertentu. Contohnya adalah

  International Standard Bibliographic Description (ISBD), Anglo- American Cataloguing Rules

  (AACR), Library of Congress Subject

  Headings (LCSH), Tesaurus Subjek, atau peraturan katalogisasi lainnya.

  Masing-masing negara mengembangkan format MARC sendiri sesuai dengan kebutuhan spesifik dari negara tersebut, sebagai contoh: Indonesia mengembangkan IndoMARC, Inggris mengembangkan UKMARC, Rusia mengembangkan RUSMARC, dan Malaysia mengembangkan MALMARC.

  Menurut Taylor (2004), format MARC menjadi berbeda penerapannya di beberapa negara karena beberapa hal diantaranya:

  1. MARC merupakan pengembangan sistem katalogisasi, 2.

  Adanya perbedaan subject control dan sistem klasifikasi, 3. Perbedaan bahasa resmi yang digunakan, 4. Perbedaan script bahasa,

5. Perbedaan set karakter dan kode, dan 6.

  Beberapa perbedaan teknik yang pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan pengembang konsep MARC tersebut. IndoMARC merupakan implementasi dari International Standard

  Organization (ISO) 2709 untuk Indonesia, yang merupakan format untuk tukar- menukar informasi bibliografi melalui format digital atau media terbacakan mesin (machine-readable). Informasi bibliografi biasanya mencakup pengarang, judul, subjek, catatan, data penerbitan dan deskripsi fisik (Suharyanto 2012, 2).

  IndoMARC menguraikan format cantuman bibliografi yang sangat lengkap terdiri dari 700 elemen dan dapat mendeskripsikan dengan baik objek fisik sumber pengetahuan, seperti monograf (BK); manuskrip (AM); dan terbitan berseri (SE) termasuk buku pamflet, lembar tercetak, atlas, skripsi, tesis dan disertasi (baik diterbitkan ataupun tidak), dan jurnal buku langka (LC 2008, 2).

  Lebih lanjut, LC (2008) mengemukakan metadata MARC yang terdiri atas beberapa ruas dan elemen dengan dilengkapi kode tengara, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Unsur Metadata MARC

  No Ruas dan Kode Tengara (tag) Keterangan

  1. Ruas nomor dan kode 015 Nomor bibliografi nasional 020 Nomor untuk ISBN 022 Nomor untuk serial ISSN 040 Sumber pengatalogan 041 Kode bahasa 043 Kode wilayah

  2. Notasi klasifikasi dan/atau nomor panggil 082 Nomor DDC (Dewey Decimal Classification) 084 Nomor klasifikasi lainnya.

  Biasanya diisi dengan nomor panggil buku.

  3. Ruas entri utama 100 Entri utama

  • – nama orang 110 Entri utama
  • – nama badan korporasi 111 Entri utama
  • – nama pertemuan 130 Entri utama
  • – judul seragam

  4. Ruas judul dan yang berhubungan dengan judul 240 Judul seragam 245 Pernyataan judul, pernyataan bahan umum, anak judul, judul paralel, pernyataan tanggung jawab 246 Bentuk variasi judul/judul lain

  5. Ruas edisi, impresium, dan sebagainya 250 Pernyataan edisi 255 Data matematik bahan kartografi 256 Karakteristik berkas komputer 260 Publikasi, distribusi, dan sebagainya (tempat, penerbit, dan tahun)

  6. Ruas deskripsi fisik 300 Deskripsi fisik 306 Waktu putar (rekaman suara, film, rekaman radio) 310 Frekuensi publikasi mutakhir 362 Tanggal publikasi dan/atau rancangan urutan

  7. Ruas pernyataan seri 440 Pernyataan seri/entri tambahan judul 490 Pernyataan seri (tanpa entri tambahan)

  8. Ruas catatan 500 Catatan umum 502 Catatan disertasi 504 Catatan bibliografi 505 Catatan isi 520 Catatan ringkasan 521 Catatan kelompok pembaca 538 Catatan rincian sistem

  9. Ruas akses subjek 600 Entri tambahan subjek

  • – nama orang 610 Entri tambahan subjek
  • – nama badan korporasi 611 Entri tambahan subjek
  • – nama pertemuan 630 Entri tambahan subjek
  • – judul seragam 650 Entri tambahan subjek
  • – topik 651 Entri tambahan subjek
  • – wilayah

  10. Ruas entri tambahan 700 Entri tambahan

  • – nama orang 710 Entri tambahan
  • – nama badan korporasi 711 Entri tambahan
  • – nama pertemuan 740 Entri tambahan
  • – judul analitik atau judul lain

  11. Ruas entri tambahan seri 800 Entri tambahan seri

  • – nama orang 810 Entri tambahan seri
  • – nama badan korporasi 811 Entri tambahan seri – nama pertemuan 830 Entri tambahan seri
  • – judul seragam

  14. Ruas kepemilikan, lokasi, dan sebagainya 850 Badan yang memiliki 852 Lokasi dan akses elektronik

  Sumber: LC 2008

  Contoh metadata MARC seperti yang dipaparkan oleh Hagen adalah sebagai berikut:

  000 01619cam a2200361Ia 4500 001 1229839 005 20080326102849.0 006 m d s 007 cr mn--------- 008 050621s2005 wvu bm s000 0 eng d 035__ |a (OCoLC)ocm60695171 040__ |a WVU |c WVU 043__ |a n-us-wv 099__ |a Electronic |a Thesis |a 2005 |a Burns, S. 1001_ |a Burns, Shirley Stewart.

24510 |a Bringing down the mountains |h [electronic resource] : |b the

impact of mountaintop removal surface coal mining on southern West Virginia communities, 1970-2004 / |c Shirley L. Stewart Burns. 24630 |a Impact of mountaintop removal surface coal mining on southern West Virginia communities, 1970-2004 260__ |a Morgantown, W. Va. : |b [West Virginia University Libraries], |c c2005. 500__ |a Title from document title page. 500__ |a Document formatted into pages; contains x, 232 p. : ill. (some col.), maps. 500__ |a Includes abstract. 502__ |a Thesis (Ph. D.)--West Virginia University, 2005. 504__ |a Includes bibliographical references (p. 210-225). 530__ |a WVU users: Also available in print for a fee. 538__ |a System requirements: World Wide Web browser and PDF reader. 650_0 |a Mountaintop removal mining |z West Virginia. 650_0 |a Strip mining |z West Virginia. 650_0 |a Coal trade |z West Virginia. 7102_ |a West Virginia University. |t Theses. History. 85640 |u https://etd.wvu.edu/etd/document 994__ |a C0 |b WVU

Gambar 2.6 Contoh Metadata MARC

  Sumber: Hagen 2013, 9

2.2.2.2. Standar Metadata Dublin Core

  Dublin Core Metadata Element Set (DCMES) atau yang biasa disebut

  sebagai Dublin Core merupakan standar metadata yang sangat terkenal dan dipakai secara luas di berbagai bidang ilmu termasuk salah satunya perpustakaan, yaitu pada USU-

  IR. “Standar metadata Dublin Core memiliki elemen yang sederhana, namun efektif untuk merepresentasikan berbagai sumber daya” (Gunawan 2011, 6). National Information Standards Organization (NISO 2004, 3) menyatakan bahwa Dublin Core muncul sejak tahun 1995 tepatnya di kota Dublin, Ohio. Dengan dukungan dari Online Computer Library Center (OCLC) dan National Center for Supercomputing Applications (NCSA), metadata Dublin Core dibangun berdasarkan 15 unsur yang bertujuan untuk mendeskripsikan kumpulan elemen yang dibuat oleh suatu mesin pengendali informasi berbasis web.

  Lebih lanjut, NISO mengemukakan metadata Dublin Core yang terdiri atas 15 unsur tersebut, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2 Unsur Metadata Dublin Core

  No Elemen Keterangan

  1. Title Judul dari sumber informasi

  2. Creator Pencipta sumber informasi

  3. Subject Pokok bahasan sumber informasi, biasanya dinyatakan dalam bentuk kata kunci atau nomor klasifikasi

  4. Description Keterangan suatu isi dari sumber informasi, misalnya berupa abstrak, daftar isi atau uraian

  5. Publisher Orang atau badan yang mempublikasikan sumber informasi

  6. Contributor Orang atau badan yang ikut menciptakan sumber informasi

  7. Date Tanggal penciptaan sumber informasi

  8. Type Jenis sumber informasi, novel, laporan, peta dan sebagainya

  9. Format Bentuk fisik sumber informasi, format, ukuran, durasi, sumber informasi

  10. Identifier Nomor atau serangkaian angka dan huruf yang mengidentifikasikan sumber informasi. Contoh: URI atau alamat situs

  11. Source Rujukan ke sumber asal atau suatu sumber informasi

  12. Language Bahasa yang intelektual yang digunakan sumber informasi

  13. Relation Hubungan antara satu sumber informasi dengan sumber informasi lainnya

  14. Coverage Cakupan isi ditinjau dari segi geografis atau periode waktu

  15. Rights Pemilik hak cipta sumber informasi

  Sumber: NISO 2013, 2

  Dublin Core merupakan salah satu skema metadata yang digunakan untuk

  

web resource description and discovery . Lima belas elemen Dublin Core yang

  telah dijelaskan dalam standar ini adalah bagian dari metadata kosakata dan spesifikasi teknis yang dikelola oleh Dublin Core Metadata Initiative (DCMI).

  Seperti yang dikemukakan oleh Ajie (2011, 3) metadata Dublin Core memiliki beberapa kekhususan sebagai berikut:

1. Memiliki deskripsi yang sangat sederhana, 2.

  Semantic atau arti kata yang mudah dikenali secara umum, dan 3. Bersifat expandable yang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut.

  Contoh metadata Dublin Core seperti yang dipaparkan oleh Greenberg, yaitu:

Gambar 2.7 Contoh Metadata Dublin Core

  Sumber: Greenberg 2010, 8

  Katalog perpustakaan lahir dari konsep sistem temu balik informasi yang merupakan salah satu unsur vital dalam kegiatan penelusuran di perpustakaan. Dalam perkembangannya katalog perpustakaan telah mengalami perubahan dari segi fisik, pemanfaatan, serta kemudahan akses yang dilakukan oleh pengguna dalam pencarian sumberdaya informasi di perpustakaan.

  Zahiruddin dan Ahmed (2007, 4) dalam artikelnya mengatakan bahwa pengembangan Web OPAC sebagai katalog generasi keempat pada pertengahan tahun 1990 memberikan kenyamanan kepada pengguna, karena dilengkapi dengan

  <dc:title>Godiva Chocolatier</dc:title> <dcterms:alternative>Godiva store</dcterms:alternative> <dc:creator>Nancy Confection</dc:creator> <dc:creator>Confection, Nancy</dc:creator> <dc:subject>Chocolate</dc:subject> <dc:subject xsi:type="dcterms:lcsh">Truffles (Confectionery)</dc:subject> <dcterms:created xsi:type=“dcterms.W3CDTF"> 2008--6--28</dcterms:created> <dc:identifier>http://www.godiva.com</dc:identifier> <dcterms:abstract>Provides access to collections, gifts, ….</dcterms:abstract>

2.3. Database Bibliografis Perpustakaan Perguruan Tinggi

2.3.1. Pengertian dan Konsep Katalog Perpustakaan

  kemampuan untuk menelusur katalog secara online melalui desain antar muka (interface) yang menarik dan mudah digunakan.

  Menurut Supriyanto dan Muhsin (2008, 134) “OPAC (Online Public

  

Access Catalog ) adalah sebuah fitur yang digunakan untuk memfasilitasi

  pengunjung untuk mencari katalog koleksi perpustakaan yang dapat diakses oleh umum”.

  Tedd seperti yang dikutip oleh Hasugian (2009, 154) menyatakan hal yang sama namun lebih mendetail bahwa OPAC adalah Sistem katalog terpasang yang dapat diakses secara umum, dan dapat dipakai pengguna untuk menelusur pangkalan data katalog, untuk memastikan apakah perpustakaan menyimpan karya tertentu, untuk mendapatkan informasi tentang lokasinya, dan jika sistem katalog dihubungkan dengan sistem sirkulasi, maka pengguna dapat mengetahui apakah bahan pustaka yang sedang dicari sedang tersedia di perpustakaan atau sedang dipinjam. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa OPAC atau disebut juga sebagai katalog perpustakaan (library catalog) merupakan sebuah database online berupa cantuman bibliografi yang dibangun oleh suatu perpustakaan yang ditujukan untuk pengguna perpustakaan dalam menelusur pangkalan data sumberdaya informasi (koleksi) yang dimiliki perpustakaan.

  “Kebutuhan pengguna berkomunikasi dengan sistem komputer dalam rangka memecahkan suatu pertanyaan atau permintaan (query), merupakan aspek paling penting pada OPAC” (Hasugian 2003, 4).

  Menurut Archives Library Information Center (ALIC) pada website kelembagaan National Archives and Records Administration (NARA 2014), disebutkan bahwa OPAC memungkinkan pencarian dengan kombinasi penulis (author), judul (title), subjek/kata kunci (subject/keyword), tanggal publikasi (publication date), serta format fisik (physical format).

  Penggunaan OPAC di suatu perpustakaan tentunya memiliki suatu tujuan tertentu bagi pengguna. Menurut Kusmayadi dan Andriaty (2006, 53) beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pemanfaatan OPAC adalah: 1.

  Pengguna dapat mengakses secara langsung ke dalam pangkalan data yang dimiliki perpustakaan.

  2. Mengurangi beban biaya dan waktu yang diperlukan dan yang harus dikeluarkan oleh pengguna dalam mencari informasi.

  3. Mengurangi beban pekerjaan dalam pengelolaan pangkalan data sehingga dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja.

  4. Mempercepat pencarian informasi.

  5. Dapat melayani kebutuhan informasi masyarakat dalam jangkauan yang luas. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan utama dari pemanfaatan OPAC di perpustakaan adalah untuk membantu pengguna dalam kemudahan penelusuran sumber informasi yang tersedia di perpustakaan. Salah satu tujuan lainnya dari penggunaan OPAC ini yaitu sebagai sarana temu kembali informasi yang biasa digunakan oleh sejumlah perpustakaan agar dapat saling bertukar data bibliografis.

2.3.2. Pengertian dan Konsep Repositori Institusi Perguruan Tinggi

  Repositori Institusi atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai

  Institusional Repository (disingkat IR) merupakan sebuah media penyimpanan

  data-data digital hasil penelitian akademik dalam suatu lingkungan perguruan tinggi. Keberadaan IR telah menjadi suatu infrastruktur penting bagi perguruan tinggi dengan menyediakan akses penuh dan terbuka untuk hasil-hasil penelitian civitas akademikanya.

  Dalam sejarahnya, keberadaan IR tidak terlepas dari fenomena Open

  Archives Initiative (OAI) yang berkembang di tahun 1990-an.

  Pada mulanya hasil karya intelektual di lembaga disimpan secara lokal dan hanya melibatkan ilmuwan di satu jurusan saja. Namun, setelah OAI muncul dan memperkenalkan protokol untuk harvesting, maka mulai ada kesempatan untuk saling bertukar koleksi antar departemen/jurusan yang kemudian meluas hingga ke seluruh institusi. Dari sinilah lahir konsep dan praktik simpanan kelembagaan untuk hasil karya intelektual institusi (Pendit 2008, 139). “Simpanan kelembagaan untuk hasil karya intelektual institusi saat ini telah dilayankan kepada publik dalam bentuk database berbasis website

  ” (Ware 2004, 3). Hal ini dilakukan karena adanya tuntutan perkembangan zaman yang mengharuskan perpustakaan untuk mengolah seluruh koleksi dan aset yang dimilikinya dalam hal pemanfaatan serta kemudahan akses yang dilakukan oleh pengguna (user). Kebutuhan akan pemrosesan data yang cepat dan akurat, secara tidak langsung menuntut perpustakaan untuk melakukan pengembangan dalam bidang teknologi guna mendukung proses operasional di dalam perpustakaan.

  Dalam pandangan inilah, akhirnya repositori digital muncul dan mulai berkembang sejak tahun 2003 pada saat Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Hewlett Packard Corporation bekerjasama mengembangkan DSpace yang menjadi program aplikasi dalam pembangunan dan pengelolaan IR (Lynch 2003, 1). Dikutip dalam jurnal Association of Research Library (ARL), Lynch

  (2003, 2) mengemukakan bahwa IR diartikan sebagai “a set of services that a

  university offers to the members of its community for the management and dissemination of digital materials created by the institution and its community members ”.

  Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa IR merupakan serangkaian pelayanan yang disediakan oleh perguruan tinggi kepada pengguna atau civitas akademika sebagai media pengelolaan dan penyebaran bahan digital yang dihasilkan oleh lembaga maupun civitas akademika itu sendiri.

  Hal selaras juga dikemukakan Suprayitno yang dikutip dalam Hasan (2012, 3) disebutkan b ahwa “Repositori Institusional merupakan sebuah konsep untuk mengumpulkan, mengelola, menyebarkan dan melestarikan karya-karya ilmiah civitas perguruan tinggi yang hasil karya tersebut dikelola dalam bentuk digital untuk dimanfaatkan kembali dalam menunjan g kegiatan akademik”.

  Pada umumnya kegiatan hasil penelitian dinilai akan terus mengalami perkembangan dan meningkat setiap tahunnya, sehingga mengharuskan perpustakaan untuk beralih menggunakan alternatif lain dalam mengolah dan menyajikan koleksi karya ilmiah (tercetak) ke dalam bentuk/media digital yang bertujuan untuk pelestarian jangka panjang sehingga tidak terbatas ruang dan waktu dalam hal kemudahan akses dan lokasi penyimpanan.

  Dalam segi bentuk dan pemanfaatannya, Ware (2004, 3) mendefinisikan

  IR sebagai berikut Sebuah database berbasis web (repository) yang menyajikan sekumpulan bahan ilmiah institusi; bersifat kumulatif dan terus-menerus berkembang (yang terdiri dari sekumpulan rekod); akses terbuka dan interoperabilitas; sehingga dapat mengumpulkan, menyimpan, dan menyebarkan luaskan yang merupakan bagian dari proses komunikasi ilmiah. Lain halnya dengan Bailey (2005), yang berfokus pada keragaman bahan digital IR yang mencakup

  A variety of materials produced by scholars from many units, such as e- prints, technical reports, theses and dissertations, data sets, and teaching materials. Some institutional repositories are also being used as electronic presses, publishing e-books and e-journals

  . Dari berbagai definisi mengenai IR yang telah dikembangkan berdasarkan konsep dan maknanya seperti yang terangkum dalam beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa IR merupakan media penyimpanan data-data digital akademik (hasil penelitian) seperti disertasi, tesis, skripsi, kertas karya, dan karya ilmiah lainnya yang dihasilkan oleh suatu civitas akademika (mahasiswa, dosen, peneliti) dalam sebuah lingkungan perguruan tinggi yang kemudian disebarkan serta dipelihara dalam sistem elektronik (database berbasis website).

  Adanya IR dalam lingkungan perguruan tinggi memudahkan pengguna terutama civitas akademika dalam menelusur informasi ilmiah agar dapat dengan mudah ditemukan (information retrieval) sekaligus juga sebagai sarana promosi untuk perguruan tinggi dalam hal penyampaian hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh civitas akademika perguruan tinggi tersebut.

2.4. Integrasi Online Public Access Catalog Perpustakaan dengan

  Institusional Repository

  Dalam perkembangannya sebagai media penyedia informasi, sebuah perpustakaan dituntut untuk lebih dinamis, mudah, cepat, dan akurat dalam segala hal terutama dari segi pelayanan maupun fasilitas penelusuran sumber informasi yang disajikan kepada penggunanya. Dikatakan demikian agar keberadaan perpustakaan dapat dipertahankan ditengah banyaknya persaingan global penyedia informasi yang semakin canggih dan tentu saja hal ini menjadi kompetitor bagi perpustakaan.

  Telah diketahui bahwa OPAC dan IR sama-sama memegang peranan penting dalam sistem temu kembali (information retrieval system) yang menjadi unsur penting dalam kegiatan penelusuran informasi di perpustakaan. Dewasa ini terlihat bahwa pengguna memiliki keterbatasan waktu dalam melakukan pencarian dan penelusuran informasi yang tersebar di situs web Perpustakaan (OPAC dan IR) dalam bentuk publikasi elektronik (digital publishing) maupun sumber informasi bibliografis bahan tercetak (printed materials). Hal ini terjadi karena para pengguna harus melakukan penelusuran dengan database yang berbeda untuk mengakses sumber informasi yang dibutuhkan, sehingga akan dapat menyulitkan beberapa pengguna yang memiliki keterbatasan waktu dalam menelusur dan memanfaatkan informasi. Jika ditinjau lebih jauh lagi, hal ini secara perlahan akan mengakibatkan penurunan efisiensi serta kinerja dari layanan organisasi perpustakaan.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perataan laba - Pengaruh Kepemilikan Kas, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, dan Profitabilitas terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kepemilikan Kas, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, dan Profitabilitas terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Per

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penduduk 2.1.1 Pengertian - Proyeksi Jumlah Penduduk dengan Menggunakan Model ARIMA di Kabupaten Nias Utara tahun 2014

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Proyeksi Jumlah Penduduk dengan Menggunakan Model ARIMA di Kabupaten Nias Utara tahun 2014

0 0 7

BAB II TINJAUAN UMUM KATANA SHINKEN - Perubahan Fungsi dan Makna Katana Shinken Setelah Perang Dunia II

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN - Perubahan Fungsi dan Makna Katana Shinken Setelah Perang Dunia II

0 0 14

I. Identitas Responden - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota

0 0 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kantin 2.1.1. Definisi Kantin - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota

1 1 39

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner - Red Blood Cell Distribution Width (RDW) Dan Hubungannya Dengan Atherosklerosis Koroner Pada Pasien Angina Pektoris Stabil

0 1 8