BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di dunia semakin
1 meningkat dan diperkirakan akan menjadi masalah baru bagi dunia kesehatan.
Dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, dikatakan bahwa lansia adalah penduduk yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Pasal 1 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 juga mengklasifikasikan lansia dalam 5 kelompok, yaitu pralansia yang berusia 45-59 tahun, lansia berusia 60 tahun, lansia resiko tinggi berusia 70 tahun atau lebih, lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu bekerja atau melakukan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa, lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah dan
2
menggantungkan hidupnya pada orang lain. Indonesia sendiri termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lansia (aging structured population) karena proporsi penduduk lansia nya sudah mencapai lebih dari 7%. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta
2
jiwa pada 2010 atau 9,6 persen dari jumlah penduduk. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk di atas 60 tahun di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari sebesar 554.761 jiwa (4,6%) pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 765.822 jiwa (5,9%) pada tahun 2010. Sementara menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan berdasarkan Sensus Penduduk 2010 jumlah lansia di Kota Medan mencapai 117.216 orang (5,59%) yang meningkat jumlahnya dari tahun 2005
3 sebesar 77.837 orang (3,85%).
Lansia harus diakui sebagai anggota integral dari masyarakat dan harus memiliki hak untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan penuh ke layanan yang diperlukan untuk mengoptimal kesehatan. Menurut WHO kesehatan rongga mulut juga saling berhubungan dengan kesehatan umum dan kesehatan sendiri
4,5
berkonstribusi terhadap kualitas hidup. Adanya gangguan dari kesehatan gigi akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi penderita dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan umum. Kehilangan gigi merupakan salah satu gangguan mulut yang mempunyai pengaruh langsung dalam kesehatan umum lansia. Tidak digantinya gigi yang hilang dapat mengganggu proses pengunyahan makanan
6
sehingga tidak terpenuhi nutrisi pada lansia. Umumnya 26% dari semua orang
8 Amerika di atas usia 65 tahun telah kehilangan semua gigi mereka (edentulus).
Penelitian De Lima dkk (2011) mengatakan bahwa 81,9% lansia yang kehilangan
8
gigi secara keseluruhan mengalami penurunan dimensi fisiknya. Sudhir dkk (2013) juga mengatakan bahwa pada lansia yang edentulus juga terdapat jaringan flabby pada rongga mulutnya, dengan prevalensi 24% pada rahang atas dan 5% pada rahang
9 bawah.
Untuk mengatasi masalah edentulus pada lansia, maka sangat dianjurkan untuk mengganti gigi yang hilang dengan gigitiruan. Gigitiruan merupakan bagian dari prostodontik, yang merupakan perawatan gigi secara khusus yang berkaitan dengan diagnosis, rencana perawatan, perbaikan dan pemeliharaan fungsi mulut, kenyamanan, penampilan dan kesehatan pasien dengan kondisi klinis yang berhubungan dengan kehilangan gigi dan atau jaringan pendukung yang biokompatibel diganti dengan gigitiruan penuh, implan gigi dan gigitiruan sebagian
10
lepasan. Tujuan pembuatan gigitiruan, baik itu gigitiruan sebagian lepasan, gigitiruan cekat maupun gigitiruan penuh pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki fungsi: pengunyahan, pengucapan, estetis, menjaga kesehatan jaringan serta
3
mencegah kerusakan lebih lanjut dari struktur organ rongga mulut. Gigitiruan penuh merupakan salah satu jenis gigitiruan yang menggantikan seluruh gigi asli yang
11
hilang baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Penelitian yang dilakukan oleh Yoshida, dkk (2001) menjelaskan adanya korelasi positif antara skor kualitas hidup dan skor kepuasan GTP, dimana orang tua edentulus yang merasa puas dengan
12 gigitiruannya maka akan merasa puas juga dengan kehidupan sehari-harinya.
Heydecke dkk (2003) melaporkan mereka yang telah menerima perawatan GTP mengalami peningkatan kualitas hidup dari segi rasa sakit dan ketidaknyamanan
13
psikologis. Penelitian John dkk (2004) diperoleh adanya penurunan skor OHIP setelah satu bulan perawatan, hal ini membuktikan adanya peningkatan kualitas hidup
14 setelah pemakaian GTP.
Pada lansia adanya proses degeneratif secara alami yang dapat menyebabkan penurunan fungsi dan perubahan fisik pada lansia termasuk perubahan pada kondisi
15,16
gigi dan mulut. Penelitian yang dilakukan oleh Parea dkk di Department of
Buccofacial Prostheses of the Complutence University of Madrid, didapatkan bahwa
pemakaian GTP membawa pengaruh negatif dalam OHRQoL lansia, terutama mengenai batasan fungsional dan sakit fisik terkait dengan keadaan mukosa yang
17
menipis. Felton dkk (2011) juga melaporkan bahwa kehilangan tulang pada pemakai GTP memiliki hubungan dengan perubahan jaringan pendukung dan
18
adaptasi GTP yang tidak tepat. Andi dkk (2003) juga mengatakan rendahnya aliran saliva pada kelenjar submandibula dan sublingual mengganggu kemampuan berbicara, kemampuan mengunyah dan kenyamanan pemakai GTP. Kebanyakan pemakai GTP juga mengeluhkan kurangnya retensi dan kenyamanan pada mandibula terkait dengan resorbsi linggir yang lebih besar dibandingkan maksila, serta keadaan
19
mukosa yang tipis pada rahang atas dan rahang bawah. John dkk dalam Adam (2006) melaporkan pada pemakai GTP juga ditemukan keterbatasan fungsional atau rasa nyeri di daerah orofasial yang dikaitkan dengan gigitiruan yang tidak pas serta
6 adanya ketidaknyamanan saat memakai.
WHO mendefinisikan Quality of Life (QoL) sebagai persepsi individu di kehidupan mereka dalam konteks kebudayaan dan norma kehidupan serta
5,6
hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian mereka. Instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah Oral Health Impact
Profile (OHIP). OHIP ini dikembangkan di Australia oleh Slade dan Spencer pada
tahun 1994. Pada awalnya OHIP terdiri dari 49 pertanyaan, lalu disederhanakan menjadi OHIP dengan 14 butir pertanyaan (OHIP-14). OHIP-14 terdiri dari tujuh dimensi kehidupan yaitu keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial dan
handicap . Penelitian yang dilakukan oleh Adam pada tahun 2006 menunjukan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup setelah memakai GTP, dimana perempuan mempunyai pengaruh yang lebih tinggi hampir semua domain, yaitu keterbatasan fungsi, nyeri fisik, ketidaknyamanan psikososial, ketidakmampuan fisik
6
dan ketidakmampuan psikis. Hussain dkk (2010) mengatakan laki-laki kualitas hidupnya lebih rendah dibandingkan perempuan karena laki-laki lebih banyak
22
mengalami gangguan dalam hal ketidaknyamanan psikososial. Penelitian Carr dkk (1985) dalam Adam (2006) juga menyebutkan bahwa perempuan memiliki kesulitan yang tinggi dalam mengadaptasikan GTP sehingga mereka merasa kualitas hidupnya terganggu dan kepuasan dalam pemakaian GTP menjadi menurun. Penelitian Ingle dkk dalam Adam (2006) mengatakan bahwa kebanyakan perempuan merasakan
6
kehidupan sosial terganggu akibat kesehatan rongga mulut yang memburuk. Adam (2006) juga mengatakan untuk tingkat pendidikan, pasien dengan tingkat pendidikan primer memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan pasien dengan
6 pendidikan sekunder dan tersier.
Dalam penelitiannya Amir (2009) mengatakan walaupun kualitas hidup meningkat tetapi sekelompok orang yang dirawat di klinik gigi khusus pendidikan lebih cenderung memiliki kesulitan tertentu dalam memakai GTP dibandingkan dengan mereka yang dirawat dalam praktek gigi swasta. Hal ini disebabkan karena
23 kurangnya jumlah kunjungan pasca perawatan di klinik gigi pendidikan.
OHIP-14 yang terdiri dari 14 pertanyaan dapat mengukur dampak masalah kesehatan rongga mulut yang mencangkup dimensi fungsional (fisik), psikologis dan sosial dari kehidupan sehari-hari. Instrument OHIP-14 ini memiliki pertanyaan yang lebih spesifik terutama masalah yang timbul di rongga mulut, sehingga sangat tepat
20,21
digunakan untuk mengukur kualitas hidup.Klinik Prostodonsia merupakan salah satu klinik binaan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) yang terletak di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Pada klinik ini mahasiswa klinisi berkewajiban membuat berbagai macam gigi tiruan, salah satunya adalah GTP. Pembuatan GTP oleh mahasiswa kepaniteraan klinik selalu dibimbing oleh staf pengajar Departemen Prostodonsia untuk menghasilkan GTP yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.2 Permasalahan
Edentulus yang terjadi pada lansia akan mempunyai pengaruh negatif terhadap kehidupan yaitu, menurunnya fungsi fisiologis, psikologis dan biologis. Salah satu cara untuk mengatasi masalah edentulus pada lansia adalah dengan memakai GTP sehingga kualitas hidup lansia dapat meningkat. Peneliti merasa perlu melakukan penelitian pada lansia pemakai GTP untuk mengobservasi kualitas hidupnya, karena tidak semua lansia pemakai GTP merasa kualitas hidupnya lebih baik. Lansia pemakai GTP buatan mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU dipilih sebagai populasi penelitian untuk dapat diobservasi kualitas hidupnya berdasarkan faktor sosiodemografi dan kondisi klinis rongga mulut pasien. Alasan pemilihan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU adalah karena populasi sudah menggunakan GTP yang memenuhi standarisasi dari Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas di dapat rumusan masalah: 1. Bagaimana karakteristik lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan
Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013? 2. Bagaimana frekuensi distribusi aspek kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun
2013 berdasarkan OHIP? 3. Apakah ada hubungan antara kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan faktor sosiodemografi? 4. Apakah ada hubungan antara kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan kondisi klinis rongga mulut?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui karakteristik lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013.
2. Untuk mengetahui frekuensi distribusi aspek kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan OHIP.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan faktor sosiodemografi.
4. Untuk mengetahui hubungan kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Protodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 antara kondisi klinis rogga mulut.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Praktis 1.
Untuk memperoleh data mengenai kualitas hidup lansia pemakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013.
2. Referensi bagi klinisi sehingga dapat memperbaiki masalah-masalah yang timbul, yang mempengaruhi kualitas hidup lansia sesudah memakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU.
3. Agar masyarakat lebih menyadari kegunaan pemakaian GTP juga dapat meningkatkan kualitas hidup.
1.5.2 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat memberi konstribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan khususnya bagi Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mengenai kualitas hidup lansia pemakai GTP.
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.