BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet - Penetapan Kadar Asam Mefenamat dalam Sediaan Kaplet Secara Titrasi Alkalimetri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Tablet

  Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, waktu hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya (Ansel, 1989).

  Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang paling banyak digunakan. Sebagian besar tablet dibuat dengan metode kompresi atau pengempaan, yaitu dengan cara memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Selain dengan metode kompresi, tablet juga dapat dibuat dengan metode cetak, yaitu dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan (Ditjen POM, 1995).

  2.1.1 Komposisi Tablet

  Tablet umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi umum dari tablet adalah:

1. Zat berkhasiat/ zat aktif

  Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief, 1994).

  2. Zat pengisi Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai dengan persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati (amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain (Siregar, 2008).

  3. Zat pengikat Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dan dapat dibentuk menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak. Zat pengikat yang biasa digunakan adalah gelatin, amilum maidis, amilum manihot, amilum tritici dan lain-lain (Anief, 1994).

  4. Zat penghancur Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbsi. Zat penghancur yang biasa digunakan adalah pati, asam alginat, gom dan lain-lain (Lachman, dkk, 1994).

  5. Zat pelicin Zat pelicin adalah zat tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan tablet untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang kempa dan untuk mencegah tablet melekat pada dinding lubang kempa. Zat pelicin yang biasa digunakan adalah talk, magnesium stearat, kalsium stearat, natrium stearat, polietilen glikol, dan lain-lain (Siregar, 2008).

  2.1.2 Bentuk Tablet

  Terdapat berbagai macam bentuk tablet yang telah dikembangkan oleh pabrik-pabrik farmasi antara lain:

1. Bentuk bundar dengan permukaan datar 2.

  Bentuk cembung 3. Bentuk kapsul (kaplet) 4. Bentuk lonjong 5. Bentuk segitiga, empat segi, segi enam (heksagonal), dan seterusnya (Siregar, 2008).

  2.1.3 Penggolongan Tablet

  Menurut Siregar (2008) berdasarkan tujuan penggunaannya tablet dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Golongan tablet oral yang dihantarkan ke dalam saluran cerna

  • Tablet kempa

  Tablet kempa adalah tablet tak bersalut yang dibuat dengan siklus pengempaan tunggal dan biasanya terdiri atas zat aktif tunggal atau dalam kombinasi dengan zat tambahan.

  • Tablet salut gula adalah tablet yang disalut dengan lapisan tipis larutan gula berwarna atu tidak berwarna. Guna penyalutan adalah untuk melindungi zat aktif, menutupi zat aktif yang beraroma atau berasa tidak menyenangkan dan menyempurnakan penampilan tablet.

  Tablet salut gula

  • Tablet salut film adalah tablet yang disalut dengan polimer yang larut air diberi warna atau tidak diberi warna yang terdisintegrasi segara dalam saluran cerna.

  Tablet salut selaput (film)

  • Tablet salut enterik adalah tablet yang disalut dengan suatu zat, yang tidak terdisolusi dalam lambung (suasana asam) tetapi terlarut dalam saluran cerna (suasana basa).

  Tablet salut enterik

2. Golongan tablet yang dihantarkan ke rongga mulut

  • Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.

  Tablet kunyah

  • Kedua jenis tablet ini dimaksudkan untuk ditahan dalam mulut, tablet bukal ditempatkan di antara pipi dan gusi, sedangkan tablet sublingual ditempatkan di bawah lidah, sehingga zat aktif diserap secara langsung.

  Tablet bukal dan tablet sublingual

  • Tablet hisap adalah tablet yang dibuat dari zat aktif dan zat pemberi aroma dan rasa yang menyenangkan, serta dimaksudkan terdisolusi lambat dalam mulut.

  Tablet hisap

  3. Golongan tablet untuk komponen sediaan racikan obat resep Tablet triturat

  • Tablet triturat adalah tablet yang berbentuk kecil, umunya silindris, digunakan untuk menyediakan jumlah zat aktif yang tepat dalam peracikan obat. Tablet ini biasanya mengandung zat aktif yang toksik atau berkhasiat keras.

  4. Golongan tablet yang dilarutkan terlebih dahulu dalam air kemudian diminum Tablet efervesen

  • Tablet efervesen adalah tablet yang dibuat dengan cara dikempa dan berbuih (pelepasan karbon dioksida) jika berkontak dengan air. Tablet harus dibiarkan terlarut baik dalam air sebelum diminum.

  5. Golongan tablet yang ditanam Tablet implantasi

  • Tablet implantasi adalah tablet yang didesain dan dibuat secara aseptik untuk implantasi subkutan pada hewan atau manusia. Kegunaannya ialah memberi efek zat aktif yang diperlama yaitu sekitar satu bulan sampai setahun.

  6. Golongan tablet yang dihantarkan ke rongga tubuh lainnya

  Tablet vaginal adalah tablet sisipan yang didesain untuk terdisolusi dalam rongga vagina. Tablet ini berbentuk telur untuk memudahkan penahanan dalam vagina.

7. Golongan tablet untuk disuntikkan setelah dilarutkan dalam pembawa

  • Tablet hipodermik

  Tablet hipodermik adalah tablet yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau larut sempurna dalam air. Tablet ini umumnya digunakan untuk membuat sediaan parenteral dengan cara melarutkan tablet dalam air steril.

  2.1.4 Evaluasi Tablet

  a. Uji keseragaman sediaan Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari 2 metode yaitu:

  • Keragaman bobot

  Pengujian keragaman bobot dilakukan jika tablet yang diuji mengandung 50 mg atau lebih zat aktif tunggal yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan

  • Keseragaman kandungan

  Pengujian keseragaman kandungan dilakukan jika jumlah zat aktif kurang dari 50 mg per tablet atau kurang dari 50% dari bobot satuan sediaan (Siregar, 2008). b. Uji kekerasan tablet Pada umumnya tablet harus cukup keras dan tahan pecah waktu dikemas, dikirim dan waktu penyimpanan tetapi tablet juga harus cukup lunak untuk hancur dan melarut dengan sempurna begitu digunakan atau dapat dipatahkan dengan jari bila tablet perlu dibagi dalam pemakaiannya. Tablet diukur kekuatannya dalam kg, pound atau dalam satuan lainnya. Alat yang digunakan sebagai pengukur kekerasan tablet biasanya adalah hardness tester (Ansel, 1989).

  c. Uji keregasan tablet Keregasan tablet dapat ditentukan dengan menggunakan alat

  

friabilator. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, tablet

  dijatuhkan sejauh 6 inci pada setiap putaran, dijalankan sebanyak 100 putaran. Tablet ditimbang sebelum dan sesudah diputar, kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5% sampai 1% (Lachman, dkk, 1994).

  d. Uji waktu hancur Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorbsi. Uji waktu hancur dilakukan dengan menggunakan alat uji waktu hancur. Masing-masing sediaan tablet mempunyai prosedur uji waktu hancur dan persyaratan tertentu. Uji waktu hancur tidak dilakukan jika pada etiket dinyatakan tablet kunyah, tablet isap, tablet dengan pelepasan zat aktif e. Uji disolusi Disolusi adalah suatu proses larutnya zat aktif dari suatu sediaan dalam medium. Hal ini berlaku untuk obat-obat yang diberikan secara oral dalam bentuk padat seperti tablet. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terabsorbsi dan memberikan efek terapi di dalam tubuh (Ansel, 1989).

  f. Uji penetapan kadar zat berkhasiat Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet harus dipantau pada setiap tablet atau batch (Lachman, dkk, 1994).

  Dalam penetapan kadar zat berkhasiat pada sediaan tablet biasanya menggunakan 20 tablet yang kemudian dihitung, ditimbang dan kemudian diserbukkan. Sejumlah serbuk tablet yang digunakan dalam penetapan mewakili seluruh tablet maka, harus ditimbang seksama.

  Kadar zat berkhasiat tertera pada masing-masing monografi, baik persyaratan maupun cara penetapannya (Siregar, 2008).

2.2 Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)

  Obat antiinflamasi non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan obat AINS (antiinflamasi nonsteroid) atau NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory

  

drugs ) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik,

dan antiinflamasi (Anonim, 2011).

  Analgetik adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa

  menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi) dan Antipiretik adalah zat-zat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi) (Tjay dan Rahardja, 2007).

  Obat-obat AINS mempunyai efek antipiretik yang baru terlihat pada dosis yang lebih besar daripada efek lainya dan relatif lebih toksik dari antipiretik klasik seperti parasetamol, oleh karena itu obat-obat ini lebih sering digunakan pada terapi penyakit inflamasi sendi seperti rematik (anti rema) (Munaf, 1994).

  Obat ini juga efektif terhadap peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), setelah pembedahan atau memar akibat olahraga. Sebagai analgetik obat ini efektif mengurangi rasa sakit dan nyeri seperti sakit kepala, sakit gigi, sakit sesudah operasi dan nyeri haid (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2.1 Penggolongan Obat Antiinflamasi Nonsteroid

  Menurut Tjay dan Rahardja (2007), secara kimiawi obat antiinflamasi nonsteroid dapat digolongkan sebagai berikut:

  • Derivat asam salisilat : aspirin, diflunisal
  • Derivat asam propionat : ibuprofen, fenoprofen, ketoprofen, naproksen
  • Derivat asam antranilat : asam mefenamat, meklofenamat
  • Derivat asam asetat : sulindak, indometasin
  • Derivat fenil asetat : diklofenak, fenklofenak
  • Derivat pirazolon : fenilbutazon, oksifenbutazon
  • Derivat oksikam : Piroksikam, meloksikam

2.3 Asam Mefenamat

2.3.1 Tinjauan Umum

  Rumus bangun : Rumus molekul : C

  15 H

  15 NO

  Nama kimia : Asam N-2,3-xililantranilat

  

2

Berat molekul : 241,29

  Pemerian : Serbuk halus, putih atau hampir putih; melebur pada suhu lebih kurang 230

  o

  Kelarutan :

  larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut

  disertai peruraian

  dalam klorofom, sukar larut dalam etanol dan metanol, praktis tidak larut dalam air (Ditjen POM, 1995).

2.3.2 Farmakologi

  Asam mefenamat merupakan derivat asam antranilat dan termasuk obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang mempunyai khasiat sebagai analgetik dan antiinflamasi. Mekanisme kerja asam mefenamat didasarkan atas penghambatan enzim siklooksigenase, enzim siklooksigenase ini berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat, prostaglandin merupakan mediator nyeri dan radang (Wilson dan Gisvold, 1982).

  2.3.3 Indikasi

  Asam mefenamat digunakan sebagai antiinflamsi pada penyakit rematik dan juga digunakan sebagai analgetik pada sakit kepala, sakit gigi, nyeri sebelum dan selama haid (Tjay dan Rahardja, 2007).

  2.3.4 Efek Samping

  Efek samping dari penggunaan asam mefenamat yang sering terjadi adalah gangguan pada saluran pencernaan, seperti diare, dispepsia dan gejala iritasi pada mukosa lambung lainnya (Munaf, 1994).

  2.3.5 Dosis

  Asam mefenamat diberikan dengan dosis awal 500 mg kemudian dilanjutkan dengan 250 mg setiap 6 jam selama maksimal 7 hari. Asam mefenamat tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan anak-anak dibawah umur 14 tahun (Asperheim, 1987).

  2.3.6 Sediaan

  Asam mefenamat diberikan secara oral dan tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan kapsul 250-500 mg (Munaf, 1994).

  2.4 Tablet Asam Mefenamat

  Tablet asam mefenamat mengandung asam mefenamat C

  15 H

  15 NO 2 tidak

  kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 2009).

2.5 Metode Penetapan Kadar

  2.5.1 Alkalimetri Asam mefenamat dapat ditentukan kadarnya dengan metode alkalimetri.

  Alkalimetri merupakan penetapan kadar untuk senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Asam mefenamat adalah salah satu obat antiinflamasi nonsteroid derivat asam karboksilat yang praktis tidak larut dalam air dan merupakan asam lemah dengan pKa 4,2 sehingga penetapan kadarnya tidak dapat dilakukan dengan titrasi langsung melainkan dengan titrasi semi bebas air. Titrasi semi bebas air adalah suatu cara titrasi asam-basa yang memakai pelarut yang masih mengandung air seperti etanol (Alamsyah, 2007).

  2.5.2 Prinsip Penetapan Kadar Asam Mefenamat

  Berdasarkan prinsip alkalimetri pada titrasi asam mefenamat dengan larutan NaOH 0,1 N terjadi reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam (asam mefenamat) dengan ion hidroksida yang berasal dari basa (larutan NaOH 0,1 N) untuk menghasilkan air (Rohman, 2007).

  2.5.3 Larutan Pentiter

  Pada penetapan kadar asam mefenamat dengan metode alkalimetri digunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan pentiter yang telah dibakukan terlebih dahulu dengan larutan baku primer kalium biftalat.

  2.5.4 Indikator

  Pada penetapan kadar asam mefenamat dengan metode alkalimetri digunakan merah fenol sebagai indikator (Ditjen POM, 2009). Merah fenol merupakan indikator asam basa dengan trayek pH 6,8 – 8,4. Indkator asam basa adalah zat yang berubah warna atau membentuk kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu (Khopkar, 1990).