Penetapan Kadar Asam Mefenamat dalam Sediaan Kaplet Secara Titrasi Alkalimetri
PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT DALAM
SEDIAAN KAPLET SECARA TITRASI ALKALIMETRI
TUGAS AKHIR
OLEH:
TRIE KURNIA WALDINI
NIM 092410042
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT DALAM
SEDIAAN KAPLET SECARA TITRASI ALKALIMETRI
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh:
TRIE KURNIA WALDINI NIM 092410042
Medan, Mei 2012 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Drs. Rasmadin Mukhtar, MS., Apt. NIP 194909101980031002
Disahkan Oleh: Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002
(3)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta menganugerahkan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Penetapan Kadar Asam Mefenamat dalam Sediaan Kaplet Secara Titrasi Alkalimetri”, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, MS., Apt., sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada penyusunan tugas akhir ini. 3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku koordinator program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Zakiah Kurniati, S.Farm., Apt., selaku koordinator pembimbing praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan.
5. Ayahanda Sawaluddin, SE dan Ibunda Mariyani tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan.
(4)
6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staff program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak dan Ibu seluruh staff di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek kerja lapangan.
8. Teman dekat dan sahabat penulis Maya, Devi, Hariani, Rouse, Deisy, Elisa, Indra, dan Lia yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak, penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Medan, Mei 2012 Penulis
(5)
PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT
DALAM SEDIAAN KAPLET SECARA TITRASI ALKALIMETRI
ABSTRAK
Asam mefenamat merupakan golongan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi dan analgetik. Asam mefenamat merupakan obat yang banyak diresepkan untuk mengatasi inflamasi sendi dan menghilangkan rasa nyeri. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet sebagai salah satu persyaratan mutu obat.
Sebagai sampel pada pengujian ini adalah sediaan kaplet asam mefenamat yang dikirim ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan. Penetapan kadar asam mefenamat ini dilakukan menggunakan metode alkalimetri dengan natrium hidroksida 0,1 N sebagai pentiter dan merah fenol sebagai indikator.
Dari hasil pengujian terhadap sampel diperoleh kadar asam mefenamat yaitu 100,47% dan 99,51%. Kadar asam mefenamat rata-rata adalah 99,99%. Hasil ini menunjukan bahwa kadar asam mefenamat dalam sedian kaplet tersebut memenuhi persyaratan Suplemen I – Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Abstrak ... v
Daftar isi ... vi
Daftar Lampiran ... ix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2
1.2.1 Tujuan ... 2
1.2.2 Manfaat ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet ... 4
2.1.1 Komposisi Tablet ... 4
2.1.2 Bentuk Tablet ... 6
2.1.3 Penggolongan Tablet ... 6
2.1.4 Evaluasi Tablet ... 9
2.2 Obat Antiinflamsi Nonsteroid (AINS) ... 11
(7)
2.3 Asam Mefenamat ... 13
2.3.1 Tinjauan Umum ... 13
2.3.2 Farmakologi ... 13
2.3.3 Indikasi ... 14
2.3.4 Efek Samping ... 14
2.3.5 Dosis ... 14
2.3.6 Sediaan... 14
2.4 Tablet Asam Mefenamat ... 15
2.5 Metode Penetapan Kadar ... 15
2.5.1 Alkalimetri ... 15
2.5.2 Prinsip Penetapan Kadar Asam Mefenamat ... 15
2.5.3 Larutan Pentiter ... 16
2.5.4 Indikator... 16
BAB III. METODOLOGI 3.1 Tempat Pengujian ... 17
3.2 Alat ... 17
3.3 Bahan ... 17
3.4 Sampel ... 17
3.5 Prosedur ... 18
3.5.1 Pembuatan Pereaksi ... 18
3.5.1.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N ... 18
3.5.1.2 Pembuatan Indikator Fenolftalein ... 18
(8)
3.5.1.4 Pembuatan Etanol Netral ... 19
3.5.2 Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N ... 19
3.5.3 Penetapan Kadar Asam Mefenamat ... 19
3.6 Perhitungan Kadar ... 20
3.7 Persyaratan Kadar ... 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 21
4.2 Pembahasan ... 21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 23
5.2 Saran ... 23
DAFTAR PUSTAKA ... 24
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N dengan
Kalium biftalat ... 25 Lampiran 2. Perhitungan Penetapan Kadar Asam Mefenamat ... 27
(10)
PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT
DALAM SEDIAAN KAPLET SECARA TITRASI ALKALIMETRI
ABSTRAK
Asam mefenamat merupakan golongan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi dan analgetik. Asam mefenamat merupakan obat yang banyak diresepkan untuk mengatasi inflamasi sendi dan menghilangkan rasa nyeri. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet sebagai salah satu persyaratan mutu obat.
Sebagai sampel pada pengujian ini adalah sediaan kaplet asam mefenamat yang dikirim ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan. Penetapan kadar asam mefenamat ini dilakukan menggunakan metode alkalimetri dengan natrium hidroksida 0,1 N sebagai pentiter dan merah fenol sebagai indikator.
Dari hasil pengujian terhadap sampel diperoleh kadar asam mefenamat yaitu 100,47% dan 99,51%. Kadar asam mefenamat rata-rata adalah 99,99%. Hasil ini menunjukan bahwa kadar asam mefenamat dalam sedian kaplet tersebut memenuhi persyaratan Suplemen I – Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah zat aktif secara fisiologi dipakai dalam diagnosis, pencegahan, pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada manusia atau hewan. Obat dapat berasal dari alam diperoleh dari sumber mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan atau dapat dihasilkan dari sintesis kimia organik atau biosintesis (Ansel, 1989).
Asam mefenamat merupakan golongan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang mempunyai khasiat sebagai analgetik dan antiinflamasi. Analgetik adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran sedangkan Antiinflamasi adalah zat-zat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Dalam perdagangan, asam mefenamat biasanya diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet, dengan dosis 500 mg tiap tabletnya. Asam mefenamat tidak boleh dikonsumsi lebih dari 7 hari dan tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak-anak dibawah umur 14 tahun.
Obat dapat menyembuhkan penyakit apabila digunakan dengan dosis yang tepat. Bila dosis obat yang digunakan berlebih maka dapat menimbulkan keracunan sedangkan bila dosis obat yang digunakan lebih kecil maka efek penyembuhan tidak dapat tercapai.
(12)
Pengawasan terhadap sediaan obat sangat diperlukan untuk menjaga obat agar senantiasa memenuhi syarat mutu sehingga aman dikonsumsi. Salah satu uji yang dilakukan dalam pengawasan terhadap sediaan obat adalah penetapan kadar zat berkhasiat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir “Penetapan Kadar Asam Mefenamat dalam Sediaan Kaplet Secara Titrasi Alkalimetri”. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan.
Analisis penetapan kadar asam mefenamat dalam sediaan tablet dilakukan dengan metode titrasi alkalimetri, metode titrasi atau titrimetri masih banyak digunakan hingga sekarang karena merupakan metode yang sederhana, murah dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi (Rohman, 2007).
1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan
i. Untuk mengetahui kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet secara titrasi alkalimetri
ii. Untuk mengetahui apakah kadar asam mefenamat yang terkandung di dalam sediaan kaplet tersebut memenuhi syarat seperti yang tertera pada Suplemen I – Farmakope Indonesia Edisi IV.
(13)
1.2.2 Manfaat
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan, khususnya tentang penetapan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet menggunakan metode titrasi alkalimetri.
(14)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, waktu hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya (Ansel, 1989).
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang paling banyak digunakan. Sebagian besar tablet dibuat dengan metode kompresi atau pengempaan, yaitu dengan cara memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Selain dengan metode kompresi, tablet juga dapat dibuat dengan metode cetak, yaitu dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan (Ditjen POM, 1995).
2.1.1 Komposisi Tablet
Tablet umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi umum dari tablet adalah:
1. Zat berkhasiat/ zat aktif
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi harus dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang
(15)
mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief, 1994).
2. Zat pengisi
Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai dengan persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati (amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain (Siregar, 2008).
3. Zat pengikat
Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dan dapat dibentuk menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak. Zat pengikat yang biasa digunakan adalah gelatin, amilum maidis, amilum manihot, amilum tritici dan lain-lain (Anief, 1994).
4. Zat penghancur
Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbsi. Zat penghancur yang biasa digunakan adalah pati, asam alginat, gom dan lain-lain (Lachman, dkk, 1994).
5. Zat pelicin
Zat pelicin adalah zat tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan tablet untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang kempa dan untuk mencegah tablet melekat pada dinding lubang kempa. Zat
(16)
pelicin yang biasa digunakan adalah talk, magnesium stearat, kalsium stearat, natrium stearat, polietilen glikol, dan lain-lain (Siregar, 2008).
2.1.2 Bentuk Tablet
Terdapat berbagai macam bentuk tablet yang telah dikembangkan oleh pabrik-pabrik farmasi antara lain:
1. Bentuk bundar dengan permukaan datar 2. Bentuk cembung
3. Bentuk kapsul (kaplet) 4. Bentuk lonjong
5. Bentuk segitiga, empat segi, segi enam (heksagonal), dan seterusnya (Siregar, 2008).
2.1.3 Penggolongan Tablet
Menurut Siregar (2008) berdasarkan tujuan penggunaannya tablet dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Golongan tablet oral yang dihantarkan ke dalam saluran cerna - Tablet kempa
Tablet kempa adalah tablet tak bersalut yang dibuat dengan siklus pengempaan tunggal dan biasanya terdiri atas zat aktif tunggal atau dalam kombinasi dengan zat tambahan.
(17)
- Tablet salut gula
Tablet salut gula adalah tablet yang disalut dengan lapisan tipis larutan gula berwarna atu tidak berwarna. Guna penyalutan adalah untuk melindungi zat aktif, menutupi zat aktif yang beraroma atau berasa tidak menyenangkan dan menyempurnakan penampilan tablet.
- Tablet salut selaput (film)
Tablet salut film adalah tablet yang disalut dengan polimer yang larut air diberi warna atau tidak diberi warna yang terdisintegrasi segara dalam saluran cerna.
- Tablet salut enterik
Tablet salut enterik adalah tablet yang disalut dengan suatu zat, yang tidak terdisolusi dalam lambung (suasana asam) tetapi terlarut dalam saluran cerna (suasana basa).
2. Golongan tablet yang dihantarkan ke rongga mulut - Tablet kunyah
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.
- Tablet bukal dan tablet sublingual
Kedua jenis tablet ini dimaksudkan untuk ditahan dalam mulut, tablet bukal ditempatkan di antara pipi dan gusi, sedangkan tablet sublingual ditempatkan di bawah lidah, sehingga zat aktif diserap secara langsung.
(18)
- Tablet hisap
Tablet hisap adalah tablet yang dibuat dari zat aktif dan zat pemberi aroma dan rasa yang menyenangkan, serta dimaksudkan terdisolusi lambat dalam mulut.
3. Golongan tablet untuk komponen sediaan racikan obat resep - Tablet triturat
Tablet triturat adalah tablet yang berbentuk kecil, umunya silindris, digunakan untuk menyediakan jumlah zat aktif yang tepat dalam peracikan obat. Tablet ini biasanya mengandung zat aktif yang toksik atau berkhasiat keras.
4. Golongan tablet yang dilarutkan terlebih dahulu dalam air kemudian diminum - Tablet efervesen
Tablet efervesen adalah tablet yang dibuat dengan cara dikempa dan berbuih (pelepasan karbon dioksida) jika berkontak dengan air. Tablet harus dibiarkan terlarut baik dalam air sebelum diminum.
5. Golongan tablet yang ditanam - Tablet implantasi
Tablet implantasi adalah tablet yang didesain dan dibuat secara aseptik untuk implantasi subkutan pada hewan atau manusia. Kegunaannya ialah memberi efek zat aktif yang diperlama yaitu sekitar satu bulan sampai setahun.
6. Golongan tablet yang dihantarkan ke rongga tubuh lainnya - Tablet vaginal
(19)
Tablet vaginal adalah tablet sisipan yang didesain untuk terdisolusi dalam rongga vagina. Tablet ini berbentuk telur untuk memudahkan penahanan dalam vagina.
7. Golongan tablet untuk disuntikkan setelah dilarutkan dalam pembawa - Tablet hipodermik
Tablet hipodermik adalah tablet yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau larut sempurna dalam air. Tablet ini umumnya digunakan untuk membuat sediaan parenteral dengan cara melarutkan tablet dalam air steril.
2.1.4 Evaluasi Tablet
a. Uji keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari 2 metode yaitu:
- Keragaman bobot
Pengujian keragaman bobot dilakukan jika tablet yang diuji mengandung 50 mg atau lebih zat aktif tunggal yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan
- Keseragaman kandungan
Pengujian keseragaman kandungan dilakukan jika jumlah zat aktif kurang dari 50 mg per tablet atau kurang dari 50% dari bobot satuan sediaan (Siregar, 2008).
(20)
b. Uji kekerasan tablet
Pada umumnya tablet harus cukup keras dan tahan pecah waktu dikemas, dikirim dan waktu penyimpanan tetapi tablet juga harus cukup lunak untuk hancur dan melarut dengan sempurna begitu digunakan atau dapat dipatahkan dengan jari bila tablet perlu dibagi dalam pemakaiannya. Tablet diukur kekuatannya dalam kg, pound atau dalam satuan lainnya. Alat yang digunakan sebagai pengukur kekerasan tablet biasanya adalah hardness tester (Ansel, 1989).
c. Uji keregasan tablet
Keregasan tablet dapat ditentukan dengan menggunakan alat friabilator. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, tablet dijatuhkan sejauh 6 inci pada setiap putaran, dijalankan sebanyak 100 putaran. Tablet ditimbang sebelum dan sesudah diputar, kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5% sampai 1% (Lachman, dkk, 1994).
d. Uji waktu hancur
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorbsi. Uji waktu hancur dilakukan dengan menggunakan alat uji waktu hancur. Masing-masing sediaan tablet mempunyai prosedur uji waktu hancur dan persyaratan tertentu. Uji waktu hancur tidak dilakukan jika pada etiket dinyatakan tablet kunyah, tablet isap, tablet dengan pelepasan zat aktif bertahap dalam jangka waktu tertentu (Siregar, 2008).
(21)
e. Uji disolusi
Disolusi adalah suatu proses larutnya zat aktif dari suatu sediaan dalam medium. Hal ini berlaku untuk obat-obat yang diberikan secara oral dalam bentuk padat seperti tablet. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terabsorbsi dan memberikan efek terapi di dalam tubuh (Ansel, 1989).
f. Uji penetapan kadar zat berkhasiat
Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet harus dipantau pada setiap tablet atau batch (Lachman, dkk, 1994). Dalam penetapan kadar zat berkhasiat pada sediaan tablet biasanya menggunakan 20 tablet yang kemudian dihitung, ditimbang dan kemudian diserbukkan. Sejumlah serbuk tablet yang digunakan dalam penetapan mewakili seluruh tablet maka, harus ditimbang seksama. Kadar zat berkhasiat tertera pada masing-masing monografi, baik persyaratan maupun cara penetapannya (Siregar, 2008).
2.2 Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)
Obat antiinflamasi non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan obat AINS (antiinflamasi nonsteroid) atau NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi (Anonim, 2011).
Analgetik adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran, Antiinflamasi adalah zat-zat yang dapat
(22)
menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi) dan Antipiretik adalah zat-zat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Obat-obat AINS mempunyai efek antipiretik yang baru terlihat pada dosis yang lebih besar daripada efek lainya dan relatif lebih toksik dari antipiretik klasik seperti parasetamol, oleh karena itu obat-obat ini lebih sering digunakan pada terapi penyakit inflamasi sendi seperti rematik (anti rema) (Munaf, 1994).
Obat ini juga efektif terhadap peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), setelah pembedahan atau memar akibat olahraga. Sebagai analgetik obat ini efektif mengurangi rasa sakit dan nyeri seperti sakit kepala, sakit gigi, sakit sesudah operasi dan nyeri haid (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.2.1 Penggolongan Obat Antiinflamasi Nonsteroid
Menurut Tjay dan Rahardja (2007), secara kimiawi obat antiinflamasi nonsteroid dapat digolongkan sebagai berikut:
- Derivat asam salisilat : aspirin, diflunisal
- Derivat asam propionat : ibuprofen, fenoprofen, ketoprofen, naproksen - Derivat asam antranilat : asam mefenamat, meklofenamat
- Derivat asam asetat : sulindak, indometasin - Derivat fenil asetat : diklofenak, fenklofenak - Derivat pirazolon : fenilbutazon, oksifenbutazon - Derivat oksikam : Piroksikam, meloksikam
(23)
2.3 Asam Mefenamat 2.3.1 Tinjauan Umum
Rumus bangun :
Rumus molekul : C15H15NO
Nama kimia : Asam N-2,3-xililantranilat 2
Berat molekul : 241,29
Pemerian : Serbuk halus, putih atau hampir putih; melebur pada suhu lebih kurang 230o
Kelarutan : larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut
disertai peruraian
dalam klorofom, sukar larut dalam etanol dan metanol, praktis tidak larut dalam air (Ditjen POM, 1995).
2.3.2 Farmakologi
Asam mefenamat merupakan derivat asam antranilat dan termasuk obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang mempunyai khasiat sebagai analgetik dan antiinflamasi. Mekanisme kerja asam mefenamat didasarkan atas penghambatan enzim siklooksigenase, enzim siklooksigenase ini berperan dalam memacu
(24)
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat, prostaglandin merupakan mediator nyeri dan radang (Wilson dan Gisvold, 1982).
2.3.3 Indikasi
Asam mefenamat digunakan sebagai antiinflamsi pada penyakit rematik dan juga digunakan sebagai analgetik pada sakit kepala, sakit gigi, nyeri sebelum dan selama haid (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.3.4 Efek Samping
Efek samping dari penggunaan asam mefenamat yang sering terjadi adalah gangguan pada saluran pencernaan, seperti diare, dispepsia dan gejala iritasi pada mukosa lambung lainnya (Munaf, 1994).
2.3.5 Dosis
Asam mefenamat diberikan dengan dosis awal 500 mg kemudian dilanjutkan dengan 250 mg setiap 6 jam selama maksimal 7 hari. Asam mefenamat tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan anak-anak dibawah umur 14 tahun (Asperheim, 1987).
2.3.6 Sediaan
Asam mefenamat diberikan secara oral dan tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan kapsul 250-500 mg (Munaf, 1994).
(25)
2.4 Tablet Asam Mefenamat
Tablet asam mefenamat mengandung asam mefenamat C15H15NO2 tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 2009).
2.5 Metode Penetapan Kadar 2.5.1 Alkalimetri
Asam mefenamat dapat ditentukan kadarnya dengan metode alkalimetri. Alkalimetri merupakan penetapan kadar untuk senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Asam mefenamat adalah salah satu obat antiinflamasi nonsteroid derivat asam karboksilat yang praktis tidak larut dalam air dan merupakan asam lemah dengan pKa 4,2 sehingga penetapan kadarnya tidak dapat dilakukan dengan titrasi langsung melainkan dengan titrasi semi bebas air. Titrasi semi bebas air adalah suatu cara titrasi asam-basa yang memakai pelarut yang masih mengandung air seperti etanol (Alamsyah, 2007).
2.5.2 Prinsip Penetapan Kadar Asam Mefenamat
Berdasarkan prinsip alkalimetri pada titrasi asam mefenamat dengan larutan NaOH 0,1 N terjadi reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam (asam mefenamat) dengan ion hidroksida yang berasal dari basa (larutan NaOH 0,1 N) untuk menghasilkan air (Rohman, 2007).
(26)
2.5.3 Larutan Pentiter
Pada penetapan kadar asam mefenamat dengan metode alkalimetri digunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai larutan pentiter yang telah dibakukan terlebih dahulu dengan larutan baku primer kalium biftalat.
2.5.4 Indikator
Pada penetapan kadar asam mefenamat dengan metode alkalimetri digunakan merah fenol sebagai indikator (Ditjen POM, 2009). Merah fenol merupakan indikator asam basa dengan trayek pH 6,8 – 8,4. Indkator asam basa adalah zat yang berubah warna atau membentuk kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu (Khopkar, 1990).
(27)
BAB III METODOLOGI
3.1 Tempat Pengujian
Pengujian penetapan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet secara titrasi alkalimetri dilakukan di Laboratorium Pengujian Obat, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan, Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.
3.2 Alat
Alat–alat yang digunakan adalah buret 25 ml, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 100 ml, labu tentukur 100 ml, beker gelas, mortir dan stamper, neraca analitik, pipet tetes, alat sonikasi (Branson Ultrasonic).
3.3 Bahan
Etanol, akuades bebas CO2, kalium biftalat, NaOH, fenolftalein, merah fenol, kertas timbang, alumunium foil.
3.4 Sampel
Nama sampel : Fenamin 500 Bentuk sediaan : Kaplet
Komposisi : Asam mefenamat 500 mg
(28)
No. Reg : DKL 8627903309AI
No. Bets : 11006
Waktu daluarsa : Juni 2014
3.5 Prosedur
3.5.1 Pembuatan Pereaksi
3.5.1.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Ditimbang 4 g NaOH P, lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 1000 ml kemudian ditambahkan akuades bebas CO2 sampai garis tanda, dikocok dan disimpan dalam wadah bertutup rapat.
3.5.1.2 Pembuatan Indikator Fenolftalein
Ditimbang 1 g fenolftalein P, dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml lalu ditambahkan etanol sampai garis tanda kemudian dikocok hinggal larut (Ditjen POM, 1995).
3.5.1.3 Pembuatan Indikator Merah fenol
Ditimbang 100 mg merah fenol P, dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml lalu ditambahkan etanol sampai garis tanda kemudian dikocok hinggal larut (Ditjen POM, 1995).
(29)
3.5.1.4 Pembuatan Etanol Netral
Pada 200 ml etanol ditambahkan 2 tetes fenolftalein dan natrium hidroksida 0,1 N secukupnya hingga terjadi warna merah muda pucat (Ditjen POM, 1995).
3.5.2 Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N
Ditimbang seksama 150 mg kalium biftalat yang sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 120oC selama 2 jam, dan dilarutkan dengan 75 ml akuades bebas CO2 kemudian ditambahkan 3 tetes fenolftalein dan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N hingga terjadi warna merah muda yang stabil selama 30 detik.
3.5.3 Penetapan Kadar Asam Mefenamat
Sejumlah 20 kaplet ditimbang seksama dan diserbukkan homogen. Lalu ditimbang seksama serbuk setara lebih kurang 250 mg asam mefenamat, dan ditambahkan lebih kurang 80 ml etanol netral, kemudian disonikasi selama 15 menit untuk membantu pelarutan, lalu didinginkan dan ditambahkan etanol netral secukupnya sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator merah fenol dan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N hingga terbentuk warna merah yang stabil selama 30 detik (Ditjen POM, 2009).
(30)
3.6 Perhitungan Kadar
Kadar asam mefenamat dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :
Kadar asam mefenamat = ������
��
x 100%
Dimana :
V : Volume titran
N : Normalitas NaOH yang digunakan BS : Berat sampel
BE : Berat ekivalen asam mefenamat
3.7 Persyaratan Kadar
Tablet asam mefenamat mengandung asam mefenamat C15H15NO2 tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM, 2009).
(31)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada penetapan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet secara titrasi alkalimetri, didapat bahwa sediaan kaplet asam mefenamat mengandung asam mefenamat dengan kadar:
No Berat sampel (mg) Volume titran (ml) Kadar (%) Kadar rata-rata (%)
1. 252,07 10,30 100,47
99,99
2. 250,80 10,15 99,51
Perhitungan penetapan kadar asam mefenamat tersebut dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 27.
4.2 Pembahasan
Dari hasil penetapan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet secara titrasi alkalimetri, didapat bahwa sediaan kaplet tersebut mengandung asam mefenamat dengan kadar 99,99%, kadar asam mefenamat tersebut memenuhi persyaratan pada Suplemen I – Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Asam mefenamat dalam sediaan kaplet dapat ditetapkan kadarnya dengan metode titrasi alkalimetri, metode titrasi atau titrimetri masih banyak digunakan
(32)
hingga sekarang karena metode ini merupakan metode yang sederhana, murah dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi (Rohman, 2007).
Dalam analisis titrimetri sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Larutan standar (titran) diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam erlenmeyer atau gelas piala. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai disebut sebagai titik ekivalen teoritis (stoikiometris) yang berarti bahwa sampel yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa baku secara kuantitatif sebagaimana dinyatakan dalam persamaan reaksi (Rohman, 2007).
Selesainya titrasi harus dapat diamati dengan suatu perubahan yang dapat dilihat jelas. Ini dapat dilihat dengan berubahnya warna atau dengan terbentuknya endapan (kekeruhan). Perubahan ini dapat diamati karena larutan bakunya sendiri atau dengan bantuan larutan zat lain yang disebut dengan indikator. Saat terjadinya perubahan yang terlihat dan menandakan titrasi harus diakhiri disebut titik akhir titrasi (Rohman,2007).
Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen teoritis. Dalam kenyataannya selalu ada perbedaan kecil. Oleh karena itu, pemilihan indikator harus dilakukan sedemikian rupa agar kesalahan sekecil-kecilnya (Rohman, 2007).
(33)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
i. Kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet yang ditentukan secara titrasi alkalimetri adalah 99,99%.
ii. Kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet tersebut memenuhi persyaratan kadar pada Suplemen I – Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
5.2 Saran
Diharapkan pada pengujian penetapan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet yang selanjutnya tidak hanya menggunakan metode titrasi alkalimetri saja, tetapi dengan metode lainnya seperti metode Spektrofotometri-UV untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
(34)
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A. (2007). Analisis Farmasi Secara Titrimetri. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal. 2, 5.
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: UGM-Press. Hal. 107-109. Anonim. (2011). Apakah Obat Antiinflamasi Non Steroid itu?. Available from:
Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI
Press. Hal. 50, 255-259.
Asperheim, K.M. (1987). Pharmacology – An Introductory text. Philadelphia: W.B Saunders Company. Hal. 170.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 4, 43.
Ditjen POM. (2009). Suplemen I - Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1318.
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Hal. 43. Lachman, L., Lieberman, H., dan Kaning, J. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Edisi III. Jakarta: UI Press. Hal. 657-660.
Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 186-190.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Jakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 120, 136.
Siregar, C. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC. Hal. 1, 5-10, 601-605.
Tjay, T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Edisi VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 312, 327, 331.
Wilson, O.C., dan Gisvold, O. (1982). Buku Teks Wilson dan Gisvold – Kimia Farmasi dan Medisinal Organik Edisi VIII. Semarang: IKIP Semarang Press. Hal. 662.
(35)
150,4 x 0,1
152,7 x 0,1
158,8 x 0,1
Berat kalium biftalat x 0,1 Volume titran x kesetaraan
7,2 x 20,42
7,6 x 20,42 7,4 x 20,42 Lampiran 1
Perhitungan Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N dengan Kalium biftalat Normalitas NaOH dapat dihitung dengan rumus :
Normalitas NaOH =
Dimana :
1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat Berat kalium biftalat I = 0,1504 g = 150,4 mg Berat kalium biftalat II = 0,1527 g = 152,7mg Berat kalium biftalat III = 0,1588 g = 158,8 mg Volume titran I = 7,2 ml
Volume titran II = 7,4 ml Volume titran III = 7,6 ml
Normalitas NaOH 1 (N1) =
= 0,1023 N
Normalitas NaOH 2 (N2) =
= 0,1010 N
Normalitas NaOH 3 (N3) = = 0,1023 N
(36)
3 N1 + N2 + N3
3
0,1023 + 0,1010 + 0,1023 Normalitas NaOH rata-rata =
=
(37)
Lampiran 2
Perhitungan Penetapan Kadar Asam Mefenamat
1. Data :
- Berat 20 kaplet = 13,4049 g = 13404,9 mg
Berat asam mefenamat dalam 20 kaplet = 20 x 500 mg = 10000 mg
- Berat rata-rata kaplet = 13404,9
20
= 670,25 mg
- Ditimbang seksama serbuk setara 250 mg asam mefenamat, maka :
Berat serbuk setara 250 mg asam mefenamat = 250
10000 x 13404,9
= 335,123 mg - Berat sampel :
Berat serbuk 1 = 0,3379 g = 337,9 mg
Mengandung = 337,9
13404,9 x 10000 = 252,07 mg asam mefenamat
Berat serbuk 2 = 0,3362 g = 336,2 mg
Mengandung = 336,2
13404,9 x 10000 = 250,80 mg asam mefenamat
- Normalitas NaOH yang digunakan = 0,1019 N - Volume NaOH 0,1019 N yang terpakai : V1
V
= 10,30 ml 2
- Berat molekul = Berat ekivalen
= 10,15 ml
(38)
2. Perhitungan penetapan kadar asam mefenamat
Kadar asam mefenamat = VNaOHxNNaOHxBE
BeratSampel x 100%
No Berat Sampel Volume NaOH
Normalitas NaOH yang digunakan
BE asam mefenamat
1. 252,07 mg 10,30 ml
0,1019 N 241,29
2. 250,80 mg 10,15 ml
Maka :
Kadar asam mefenamat 1 (K1
= 100,47%
) = 10,30x0,1019x241,29
252,07 x 100%
Kadar asam mefenamat 2 (K2
= 99,51%
) = 10,15x0,1019x241,29
250,80 x 100%
Kadar asam mefenamat rata-rata = K1+K2
2
= 100,47+99,51
2
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
i. Kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet yang ditentukan secara titrasi alkalimetri adalah 99,99%.
ii. Kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet tersebut memenuhi persyaratan kadar pada Suplemen I – Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
5.2 Saran
Diharapkan pada pengujian penetapan kadar asam mefenamat dalam sediaan kaplet yang selanjutnya tidak hanya menggunakan metode titrasi alkalimetri saja, tetapi dengan metode lainnya seperti metode Spektrofotometri-UV untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
(2)
Alamsyah, A. (2007). Analisis Farmasi Secara Titrimetri. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hal. 2, 5.
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: UGM-Press. Hal. 107-109. Anonim. (2011). Apakah Obat Antiinflamasi Non Steroid itu?. Available from:
Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI
Press. Hal. 50, 255-259.
Asperheim, K.M. (1987). Pharmacology – An Introductory text. Philadelphia: W.B Saunders Company. Hal. 170.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 4, 43.
Ditjen POM. (2009). Suplemen I - Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1318.
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Hal. 43. Lachman, L., Lieberman, H., dan Kaning, J. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Edisi III. Jakarta: UI Press. Hal. 657-660.
Munaf, S. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 186-190.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Jakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 120, 136.
Siregar, C. (2008). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC. Hal. 1, 5-10, 601-605.
Tjay, T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Edisi VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 312, 327, 331.
Wilson, O.C., dan Gisvold, O. (1982). Buku Teks Wilson dan Gisvold – Kimia Farmasi dan Medisinal Organik Edisi VIII. Semarang: IKIP Semarang Press. Hal. 662.
(3)
150,4 x 0,1
152,7 x 0,1
158,8 x 0,1
Berat kalium biftalat x 0,1 Volume titran x kesetaraan
7,2 x 20,42
7,6 x 20,42 7,4 x 20,42 Lampiran 1
Perhitungan Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N dengan Kalium biftalat Normalitas NaOH dapat dihitung dengan rumus :
Normalitas NaOH =
Dimana :
1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat Berat kalium biftalat I = 0,1504 g = 150,4 mg Berat kalium biftalat II = 0,1527 g = 152,7mg Berat kalium biftalat III = 0,1588 g = 158,8 mg Volume titran I = 7,2 ml
Volume titran II = 7,4 ml Volume titran III = 7,6 ml
Normalitas NaOH 1 (N1) =
= 0,1023 N
Normalitas NaOH 2 (N2) =
= 0,1010 N
Normalitas NaOH 3 (N3) = = 0,1023 N
(4)
3 N1 + N2 + N3
3
0,1023 + 0,1010 + 0,1023 Normalitas NaOH rata-rata =
=
(5)
Lampiran 2
Perhitungan Penetapan Kadar Asam Mefenamat 1. Data :
- Berat 20 kaplet = 13,4049 g = 13404,9 mg
Berat asam mefenamat dalam 20 kaplet = 20 x 500 mg = 10000 mg
- Berat rata-rata kaplet = 13404,9
20
= 670,25 mg
- Ditimbang seksama serbuk setara 250 mg asam mefenamat, maka :
Berat serbuk setara 250 mg asam mefenamat = 250
10000 x 13404,9
= 335,123 mg - Berat sampel :
Berat serbuk 1 = 0,3379 g = 337,9 mg
Mengandung = 337,9
13404,9 x 10000 = 252,07 mg asam mefenamat
Berat serbuk 2 = 0,3362 g = 336,2 mg
Mengandung = 336,2
13404,9 x 10000 = 250,80 mg asam mefenamat
- Normalitas NaOH yang digunakan = 0,1019 N - Volume NaOH 0,1019 N yang terpakai : V1
V
= 10,30 ml
2
- Berat molekul = Berat ekivalen
= 10,15 ml
(6)
2. Perhitungan penetapan kadar asam mefenamat
Kadar asam mefenamat = VNaOHxNNaOHxBE
BeratSampel
x 100%
No Berat Sampel Volume NaOH
Normalitas NaOH yang digunakan
BE asam mefenamat 1. 252,07 mg 10,30 ml
0,1019 N 241,29 2. 250,80 mg 10,15 ml
Maka :
Kadar asam mefenamat 1 (K1
= 100,47%
) = 10,30x0,1019x241,29
252,07 x 100%
Kadar asam mefenamat 2 (K2
= 99,51%
) = 10,15x0,1019x241,29
250,80 x 100%
Kadar asam mefenamat rata-rata = K1+K2
2
= 100,47+99,51
2