BAB II - Kajian Aspek Hukum Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Angkutan Laut (Studi Pt. Samudera Indonesia Cab. Belawan)

  BAB II TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Asas-Asas Hukum Perjanjian Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata : Perjanjian adalah suatu perbuatan

  dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya. Pada dasarnya konsep perjanjian terdiri atas 5 konsep yaitu:

  1. Subyek Perjanjian Subyek perjanjian yaitu para pihak yang melakukan perjanjian tersebut, sekurang-kurangnya ada dua pihak. Subyek perjanjian dapat berupa manusia pribadi maupun badan hukum. Subyek perjanjian harus wewenang dalam

  10 melakukan perbuatan hukum seperti yang diatur didalam undang-undang .

  2. Persetujuan Tetap Persetujuan tetap, yaitu antara pihak-pihak sudah tercapai kata kesepakatan yang final, sebagai hasil akhir yang dicapai dalam negosiasi.

  Negosiasi adalah suatu perbuatan pendahuluan sebagai proses menuju pada persetujuan atau persepakatan final. Persetujuan itu dinyatakan dengan penerimaan atas suatu tawaran. Persetujuan final tersebut berisi hak dan kewajiban yang mengikat masing-masing pihak yang wajib dipenuhi dengan

  11 itikad baik, dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak .

                                                               10 Abdulkadir Muhammad, 2011, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm 291 11 Abdulkadir Muhammad ,ibid.hlm 291.

     

3. Objek Perjanjian

  Objek perjanjian, yaitu berupa prestasi yang wajib dipenuhi oleh kedua

  12

  belah pihak . Objek perjanjian harus benda yang tidak dilarang untuk diperjanjikan didalam undang-undang. Jadi objek perjanjian harus halal, jelas objeknya dan dapat diserahkan berdasarkan pada perjanjian yang diadakan oleh 4. Tujuan Perjanjian.

  Tujuan perjanjian yaitu, hasil akhir yang diperoleh oleh para pihak berupa pemanfaatan, penikmatan dan pemilikan benda atau hak kebendaan sebagai pemenuhak kebutuhan para pihak. Pemenuhak kebutuhan tersebut tidak akan tercapai bila tidak ada dilakukan dengan mengadakan perjanjian antara para pihak. Tujuan perjanjian tersebut dapat dicapai bila sifatnya halal. Yang artinya tidak dilarang oleh undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban

  

13

umum dan kesusilaan didalam masyarakat .

5. Bentuk Perjanjian.

  Bentuk perjanjian perlu dilakukan karena ada ketentuan undang-undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memilliki kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya berupa akta yang dibuat dihadapan notaris maupun akta dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak itu sendiri. Bentuk tertulis sangat diperlukan jika perjanjian tersebut

                                                               12 13 Abdulkadir Muhammad ,ibid.hlm 292.

  Abdulkadir Muhammad, ibid.hlm292.

      berisikan hak dan kewajiban yang sulit diingat. Jika perjanjian dibuat tertulis makakepastian hukumnya tinggi.

  Perjanjian dapat dibuat secara lisan, artinya dengan kata-kata yang jelas maksud dan tujuannya akan udah diingat dan dipahami oleh pihak-pihak, itu sudah cukup. Walaupun perjanjian lisan biasanya didukung oleh dokumen,

  14 Menurut Subekti tentang pengertian Pasal 1313 KUHPerdata adalah

  suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada oranglain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan menurut KRMT Tirtodiningrat memberikan defenisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.

  Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas penting yang menjadi dasar para pihak untuk mencapai tujuan masing-masiang. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut :

a) Asas Kebebasan Berkontrak.

  Asas kebebasan berkontrak merupakan asas sentral dalam hukum perjanjian. Pada asas ini terdapat dalam pasa 1313 KUHPerdata yang berbunyi “ semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

                                                               14 Abdulkadir Muhammad ,ibid.hlm 293.

      undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam asas ini semua orang bebas melakukan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur oleh

  15

  undang-undang maupun yang belum . Asas ini memberi keleluasan kepada para pihak yang melakukan perjanjian untuk mengatur sendiri pola hubungan hukum mereka. Akan tetapi asas kebebasan berkontrak ini wenangan dalam membuat suatu perjanjian. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan “ suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga segala sesuatu menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang “. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan

  16 dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan .

b) Asas Konsensualisme.

  Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata sepakat (konsensus) antara para pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. Berdasar pada asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat itu cukup secara lisan saja, sebagai penjelmaan asas “manusia itu dapat dipegang mulutnya”, artinya dapat percaya dengan kata-kata yang diucapkannya. Akan tetapi, ada perjanjian tertentu yang dibuat secara

                                                               15 16 Abdulkadir Muhammad, ibid.hlm 295.

  Abdulkadir Muhammad, ibid.hlm 295.

      tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, hibah dan pertanggungan (asuransi). Tujuannya adalah untuk bukti lengkap mengenai apa yang mereka perjanjikan. Perjanjian dengan formalitas tertentu ini disebut

  17 perjanjia formal .

c) Asas Itikad Baik.

  “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Yang maksudnya persetujuan harus didasarkan dengan itikad baik. Maksudnya

  18. Pengertian itikad

  perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan

  

baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas. Dalam asal 1963 KUHPerdata ada

  P lah kemauan baik atau kejujuran orang itu pada saat ia mulai menguasai barang, dimana ia mengira bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan hak milik atas barang itu telah dipenuhi. Itikad baik semacam ini juga dilindungi oleh hukum dan itikad baik sebagai syarat untuk mendapatkan hak milik ini tidak bersifat dinamis, melainkan statis.

  Sementara itu, pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata yang berarti melaksanakan perjanjian dengan itikad baik adalah bersifat dinamis. Artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Jadi selalu mengingat bahwa sebagai anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan pihak

                                                               17 18 Abdulkadir Muhammad, ibid.hlm 296.

  Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas, Kencana Prenada Media Group, jakarta, 2010, hlm. 134.

     

     

  lain, atau menggunakan kata-kata secara membabi buta pada saat kedua belah pihak membuat suatu perjanjian. Kedua belah pihak harus selalu memperhatikan hal-hal ini, dan tidak boleh menggunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi

  19. Menurut Arthur S. Hartkamp, 20 terdapat dua model pengujian tentang ada atau tidaknya itikad baik dalam kontrak, yaitu pengujian objektif dan pengujian subjektif. Pengujian objektif pada umumnya dikaitkan dengan kepatutan, artinya salah satu pihak tidak dapat membela diri dengan mengatakan bahwa ia telah bertindak jujur manakala ternyata ia tidak bertindak secara sepatutnya. Sementara itu pengujian subjektif terdapat kewajiban itikad baik dikaitkan dengan keadaan karena ketidaktahuan.

  Memang diketahui untuk dapat memahami itikad baik bukanlah hal yang mudah. Pada kenyataanya itikad baik acap kali tumpang-tindih dengan kewajaran dan kepatutan. Dalam itikad baik terkandung kepatutan, demikian pula dalam pengertian kepatutan terkandung itikad baik. Oleh karena itu dalam pengadilan, itikad baik dan kepatutan dipahami sebagai asas atau prinsip yang saling melengkapi.21

d) Asas Obligator.

  Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak milik. Hak milik baru beralih apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan, yaitu melalui penyerahan. Hukum perdata Prancis

  mengenal perjanjian obligator. Perjanjian yang dibuat itu sekaligus bersifat Zakelijk, yaitu memindahkan hak milik. Hukum perdata prancis tidak mengenal lembaga penyerahan (levering).

                                                               19 Agus Yudha Hernoko, op.cit., hlm. 139. 20 Periksa Y. Sogar Simamora, Perinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, (ringkasan Disertasi), Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2005, hlm. 39 (selanjutnya disingkat Y. Sogar Simamora-II). 21 Y. Sogar Simamora, Ibid., hlm. 39

B. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian.

  Perjanjian sah dan mengikat apabila perjanjian tersebut memenuhi unsur- unsur dan syarat-syaratnya yang sudah ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah dan mengikat diakui dam memiliki akibat hukum (legally conclued

  

contract ). Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, setiap perjanjian selalu memiliki

  empat unsur dan pada setiap unsur melekat syarat-syarat yang ditentukan undang-

  22

  undang. Sebagaimana bunyi Pasal 1320 KUHPerdata “untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

  3. Suatu hal tertentu.

  23 4.

  Dan suatu sebab yang halal”. a.1. Kesepakatan.

  Pada Pasal 1320 KUHPerdata syarat pertama mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan suatu kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing- masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu cocok atau bersesuaian dengan pernyataan pihak lain. Pernyataan kehendak tidak selalu harus dinyatakan secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal yang

                                                               22 23 Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm. 299 Subekti dan tjitrosudibio, op.cit., Pasal 1320 hlm. 339    

  24 kehendak adalah

  mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak. Persetujuan

  persepakatan seia sekata antara para pihak mengenai pokok (esensi) perjanjian. Apa yang dikehendaki para pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu sifatnya final, tidak lagi dalam tawar-menawar.

  Untuk itu sebelum adanya suatu perjanjian, para pihak biasanya mengadakan negosiasi, masing-masing pihak mengajukan penawaran kepada pihak yang lain mengenai syarat-syaratnya. Dan pihak yang lainnya menyatakan kehendak sehingga tercapilah persetujuan yang final. Persetujuan kehendak adalah bebas, tidak ada paksaan maupun tekanan dari pihak mana pun, dan murni atas kemauan para pihak. Dalam pengertian persetujuan kehendak termasuk juga tidak ada kekhilafan atau penipuan. Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan perbuatan itu tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan maupun dengan menakut-nakuti (Pasal 1324 KUHPerdata).

  Diaktakan tidak ada kekhilafan atau kekliruan atau kesesatan jika salah satu pihak tidak khilaf atau tidak keliru mengenai pokok perjanjian atau sifat-sifat penting objek perjanjian, atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian tersebut. Berdasarkan asal 1322 KUHPerdata, apabila ada kekeliruan atau kehilafan dalam suatu perjanjian

  P

  maka perjanjian tersebut batal demi hukum, kecuali kekeliruan atau kehilafan itu terjadi mengenai hakikat benda yang menjadi pokok perjanjian atau mengenai sifat khusus/keahlian khusus diri orang dengan siapa diadakan perjanjian.

  Menurut Pasal 376 KUHPidana, penipuan adalah sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan keterangan palsu atau tidak benar untuk membujuk lawanya supaya menyetujui objek yang ditawarkan. Menurut Pasal 1328 KUHPerdata jika tipu muslihat digunakan oleh salah satu pihak sedemikian rupa sehingga terang dan nyata membuat para pihak lainnya tertarik untuk membuat perjanjian. Jika tidak dilakukan tipu muslihat itu, pihak lain tidak akan membuat perjanjian. Penipuan ini merupakan alasan untuk membatalkan perjanjian.25 2.

  a. Kewenangan (Kecakapan).

                                                               24 25 Agus Yudha Hernoko, op.cit., hlm. 162.

  Abdulkadir Muhammad,op.cit., hlm. 301     Yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat nomor 2 adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan

  26 hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat.

  Pihak-pihak yang bersangkutan harus memenuhi syarat-syarat, yaitu penuh, tetapi sudah pernah kawin; sehat akal (tidak gila); tidak di bawah pengampuan, dan memiliki surat kuasa apabila mewakili pihak lain.

  Pada umumnya orang dikatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum apabila dia sudah dewasa. Artinya, sudah mencapai usia 21 tahun atau sudah pernah kawin walaupun belum berumur 21 tahun penuh. Menurut hukum perdata nasional kini, wanita bersuami sudah dinyatakancakap melakukan perbuatan hukum, jadi tidak perlu lagi izin suami. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh istri adalah sah dan mengikat menurut hukum dan tidak dapat

  27 dimintakan pembatalan kepada pengadilan.

  Akibat hukum tidak wewenang membuat perjanjian, maka perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Jika pembatalan tidak dimintakan oleh pihak yang berkepentingan, perjanjian itu tetap

  28 berlaku bagi para pihak.

  a. 3. Objek Tertentu (Suatu Hal Tertentu).

                                                               26 27 Agus Yudha Hernoko, op.cit., hlm. 184. 28 Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm. 302 Abdulkadir Muhammad Ibid, hlm. 302    

  Adapun yang dimaksud dalam Pasal 1320 syarat ke 3 adalah prestasi yang menjadi kewajiban pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan

  29. Suatu

  sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak

  objek tertentu atau prestasi tertentu merupakan objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi tertentu hatus ditentukan mengenai kejelasan objek perjanjian untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak. Jika objek perjanjian atau prestasi tersebut kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, perjanjian itu batal.

  Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, objek perjanjian atau asuransi yang wajib dipenuhi pihak-pihak itu dapat berupa memberikan benda tertentu, bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud.

  Disamping melakukan perbuatan tertentu, boleh juga tidak melakukan perbuatan tertentu, misalnya tidak membuat tembok tinggi yang menghalangi pemandangan tetangganya. Jika perbuatan ini tetap dilakukan berarti ini

  30 merupakan pelanggaran hukum.

  a. 4. Kausa Yang Diperbolehkan Ajaran tentang kausa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat ke 4, sampai saat ini sebenarnya masih tidak terlalu jelas.

  KUHPerdata sendiri mengadopsi dari BW dari Belanda sedangkan BW Belanda mengadopsi syarat kuasa dari Code Civil Prancis yang bersumber dari pandangan Domat dan Pothier. Apa saja yang menjadi dasar keterikatan para pihak pada prestasi masing-masing, karena menerima perikatan berarti para pihak menerima

  31 kewajiban-kewajiban yang timbul dari perikatan tersebut.

                                                               29 30 Agus Yudha Hernoko, op.cit., hlm. 191. 31 Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm. 302.

  Agus Yudha Hernoko, op.cit., hlm. 193     perjanjian yang akan dicapai oleh para pihak sifatnya harus halal. Artinya, tidak dilarang oleh

  Tujuan undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dalam masyarakat.

  Kausa yang halal dalam asal 1320 KUHPerdata itu bukan sebab mendorong orang membuat suatu perjanjian, melainkan

  P

  isi perjanjian itu sendiri menjadi tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab

  para pihak mengadakan suatu perjanjian, akan tetapi tetap diawasi oleh oleh para pihak. Akibat hukum perjanjian yang isi atau tujuannya tidak halal adalah “batal”. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan prestasi dimuka pengadilan. Demikian jika perjanjian yang dibuat tanpa kausa,

  32 dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335 KUHPerdata) .

C. Akibat Hukum Perjanjian Bagi Para Pihak.

  Akibat hukum perjanjian yang sah termuat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah dan mengikat berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya, dan tidak dapat dibatalkan tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

1. Berlaku Sebagai Undang-Undang.

  Yang artinya adalah perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada para pihak yang membuatnya. Para pihak wajib mentaati perjanjian tersebut sama dengan mentaati undang-

                                                               32 Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm. 304.

     

     

  undang. Apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, dia dianggap sama dengan melanggar undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu, yaitu sanksi hukuman. Jadi siapa yang melanggar perjanjian, dia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang (perjanjian) 33. Tidak Dapat Dibatalkan Sepihak.

  Karena perjanjian adalah persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Akan tetapi jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak. Alasan-alasan ditetapkan undang-undang itu adalah sebagai berikut : a)

  Perjanjian yang bersifat terus menerus, berlakunya dapat dihentikan secara sepihak. Misalnya tentang sewa menyewa yang dibuat secara tidak tertulis dapat dihentikan dengan pemberitahuan kepada penyewa.

  b) Perjanjian sewa rumah, setelah berakhir waktu sewa seperti ditentukan dalam perjanjian tertulis, penyewa tetap menguasai rumah tersebut tanpa ada teguran dari pemilik yang menyewakan, maka penyewa dianggap tetap meneruskan penguasaan rumah itu atas dasar sewa- menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan menurut kebiasaan setempat. Jika pemilik ingin menghentikan sewa- menyewa tersebut, dia harus memberitahukan kepada penyewa menurut kebiasaan setempat.

                                                               33 Abdulkadir Muhammad, Ibid, hlm. 305.

  c) Perjanjian pemberian kuasa, pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya apabila dia mengkehendakinya.

  d) Perjanjian pemberian kuasa, penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasa yang diterimanya dengan memberitahukan kepada pemberi kuasa.

  Pelaksanaan Itikad Baik.

  Yang dimaksud dengan itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan diatas jalan yang benar.

  Apa yang dimaksud dengan kepatutan dan kesusilaan itu undang-undang tidak ada memberikan rumusannya. Akan tetapi, jika dilihat dari katanya, kepatutan artinya kepantasan, kelayakan, kesesuaian, dan kecocokan; sedangkan kesusilaan artinya kesopanan dan keadaban. Berdasarkan pada arti kata-kata tersebut dapat dirumuskan kiranya kepatutan dan kesusilaan itu sebagai nilai yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan, dan beradab, sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh masing-masing pihak yang berjanji. Jika terjadi selisih pendapat tentang pelaksanaan dengan itikad baik, pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu. Ini berarti bahwa pengadilan berwenang untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut kata-katanya

      apabila pelaksanaan menurut kata-kata itu akan bertentangan dengan itikad baik, yaitu norma kepatutan dan kesusilaan. Pelaksanaan yang sesuai dengan norma kepatutan dan kesusilaan itulah yang dipandang adil.

  34. Sebagaimana tujuan hukum adalah menciptakan keadilan Dalam doktrin

  yang dikemukakan oleh para ahli hukum pelaksanaan persetujuan dengan kepatutan dan keadilan seperti yang termuat dalam Pasal 1339 KUHPerdata : “Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang telah ditegaskan dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau oleh undang- undang”.

D. Jenis-Jenis Perjanjian dan Berakhirnya Perjanjian.

  Dalam buku Mariam Darus Badrulzaman yang berjudul Kompilasi Hukum Perikatan membagi jenis-jenis perjanjian yaitu:

  a) Perjanjian Timbal Balik.

  Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, seperti perjanjian jual beli.

  b) Perjanjian Cuma-Cuma.

  Berdasarkan Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak

                                                               34 Abdulkadir Muhammad,Ibid, hlm. 307.

      yang memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima manfaat bagi dirinya sendiri, misalnya seperti perjanjian hibah.

  c) Perjanjian Atas Beban.

  Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terhadap kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua d)

  Perjanjian Bernama (Banoemd) Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang. Berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam bab V sampai bab

  XVIII KUHPerdata.

  e) Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemde Overeenkomst).

  Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur didalam KUHPerdata, tetapi keberadaannya berada didalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidaj terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya.

  f) Perjanjian Obligatoir.

  Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menciptakan hak dan kewajibannya, misalnya dalam perjanjian jual beli, sejak terjadi persetujuan

      mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga benda, penjual berhak atas pembayaran harga sedangkan pembeli berhak atas barang yang dibeli.

  g) Perjanian Kebendaan.

  Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorangn membebankan kewajiban pihak itu menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain.

  h) Perjanjian Konsensual.

  Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persetujuan kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tujuan perjanjian tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

i) Perjanjian Real.

  Perjanjian real adalah suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu peminndahan atau pengalihan hak. j) Perjanjian Liberatoir.

  Perjanjian liberatoir adalah suatu perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada (Pasal 1438 KUHPerdata). k) Perjanjian Pembuktian.

      Perjanjian pembuktian adalah perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka. l) Perjanjian Untung-untungan.

  Berdasarkan Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung pada suatu kejadian yang belum tentu. m) Perjanjian Publik.

  Perjanjian publik adalah suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik. Karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan baik lainnya swasta. Diantara kedua belah pihak terdapat hubungan atasan dengan bawahan. n) Perjanjian Campuran.

  Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai

  35 unsur perjanjian didalamnya .

  Kemudian mengenai berakhirnya suatu perjanjian, berdasarkan Pasal 1381 KUHPerdata. Dalam Pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan ada sepuluh cara hapusnya perjanjian. Kesepuluh cara tersebut diuraikan satu demi satu sebagai berikut :

  1. Pembayaran.

                                                               35 Mariam Darus Badrulzaman. dkk, Kompilasi Hukum Perikatan. PT. Citara Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 66    

  Adapun dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi penyerahan sejumlah uang saja, melainkan juga penyerahan benda yang diperjanjikan. Dengan kata lain, perikatan berakhir karena pembayaran dan penyerahan benda. Jadi dalam hal objek perikatan adalah sejumlah uang, maka perikatan tersebut berakhir apabila adanya pembayaran uang. Dan dalam hal objek benda yang diperjanjikan. Lalu dalam hal objek perjanjian adalah pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perjanjian tersebut berakhir setelah pembayaran uang dan penyerahan benda. Pada dasarnya pembayaran hanya dapat dilakukan oleh pihak yang bersangkutan, dalam hal ini pihak yang melakukan perjanjian. Namun berdasarkan Pasal 1382 KUHPerdata menyebutkan bahwa pembayaran dapat dilakukan pihak lain yang merasa berkepentingan dalam perjanjian tersebut. Dengan demikian undang-undang tidak mempersoalkan siapa yang membayar akan tetapi yang paling penting adalah yang namanya hutang

  36 harus tetap dibayar .

  2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan.

  Jika debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantara notaris atau juru sita, kemudian kreditur menolak penawaran tersebut, berdasarkan atas penolakan kreditur itu debitur menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perikatan menjadi hapus

                                                               36 Abdulkadir Muhammad, Ibid., hlm. 282    

  37

  (Pasal 1404KUHPredata) . Supaya penawaran pembayaran itu sah, perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Dilakukan kepada kreditur atau kuasanya.

  b. Dilakukan oleh drbitur yang wewenang membayar.

  c. Mengenai semua uang pokok, bunga, dan biaya yang telah ditetapkan.

  e. Syarat dimana hutang dibuat telah terpenuhi.

  f. Penawaran pembayaran dilakukan ditempat yang telah ditetapkan atau ditempat yang telah disetujui.

  g. Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaris atau juru sita disertai oleh dua orang saksi.

  3. Pembaruan Hutang.

  Pembaruan hutang terjadi dengan cara mengganti hutang lama dengan hutang baru, debitur lama dengan debitur baru, kreditur lama dengan kreditur baru. Dalam hal hutang lama diganti dengan hutang baru, terjadilah penggantian objek perikatan, yang biasa disebut “novasi objektif”, disini hutang lenyap. Dalam hal penggantian orangnya (subjektif), maka jika debiturnya diganti, maka pembaruan ini disebut dengan “novasi subjektif pasif”. Lalu jika krediturnya diganti maka pembaruaan disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini hutang lenyap. Dengan kata lain pembaruan hutang adalah suatu peristiwa hukum dalam suatu perjanjian yang diganti dengan perjanjian lain. Dalam hal ini para pihak

                                                               37 Abdulkadir Muhammad, Ibid., hlm. 283     mengadakan suatu perjanjian dengan jalan menghapuskan perjanjian lama dan membuat perjanjian yang baru.

  4. Perjumpaan Hutang.

  Dikatakan perjumpaan hutang apabila antara debitur dan kreditur memiliki hutang secara timbal balik sehingga dilakukan perhitungan. Dalam dijumpakan perlu dipenuhi beberapa syarat antara lain :

  a) Berupa sejumlah uang atau benda yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama.

  b) Hutang tersebut harus dapat ditagih.

  c) Hutang itu seketika dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya .

  5. Pencampuran Hutang.

  Berdasarkan Pasal 1436 KUHPerdata, pencampuran hutang itu terjadi apabila antara kedudukan debitur dan kreditur menjadi satu. Artinya, berada dalam satu tangan, pencampuran hutang terjadi demi hukum. Karena pencampuran hutang ini hutang piutang menjadi lenyap.

  6. Pembebasan Hutang.

  Pembebasah hutang dapat terjadi apabila kreditur dengan tegas menyatakan tidak lagi mengkehendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan dan debitur menerima pernyataan tersebut maka dengan pembebasan ini perjanjian menjadi lenyap atau terhapus.

      Menurut Pasal 1438KUHPerdata, pembebasan suatu hutang dalam perjanjian tidak boleh didasarkan pada persangkaan saja melainkan harus dibuktikan .

  7. Musnahnya Benda Yang Terhutang. Menurut Pasal 1444 KUHPerdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek pejanjian itu musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitur, dan sebelum dia lalai menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan, maka perjanjia tersebut hapus. Akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya karena pencurian maka musnahnya atau hilangnya benda tersebut tidak membebaskan debitur, dan menggantinya. Jadi dalam hal ini apabila sidebitur telah berusaha dengan segala upayanya untuk menjaga barang tersebut agar tetap berada seperti semula, ini disebut dengan resiko.

  8. Karena Pembatalan.

  Menurut ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya salah satu pihak belum dewasa atau tidak wewenang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, maka perikatan itu tidak batal, melainkan dibatalkan. Perikatan yang tidak memenuhi syarat subjrktif dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan negeri melalui dua macam cara, yaitu : a. Dengan cara aktif.

      Yaitu dengan cara menuntut pembatalan melalui pengadilan dengan cara mengajukan guguatan.

  b. Dengan cara pembelaan.

  Yaitu dengan cara menunggu sampai digugat di muka pengadilan negeri untuk memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan-alasan Untuk itu pembatalan seccara aktif, undang-undang memberikan pembatasan waktu, yaitu lima tahun (Pasal 1445 KUHPerdata), seangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak ada batasan waktu.

  9. Berlaku Syarat Batal Syarat batal yang dimaksud di sini adalah suatu ketentuan isi perikatan yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perjanjian itu batal sehingga perjanjian tersebut hapus. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut semenjak perjanjia tersebut dibuat.

  Perjanjian tersebut dipulihkan seolah-olah tidak ada pernah terjadi perjanjian. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perjanjian, hanyalah mewajibkan si berpihutang mengembalikan apa yang telah diterimanya jika peristiwa yang dikamsud terjadi.

  10. Lampau Waktu (Daluwarsa).

  Menurut ketentuan Pasal 1946 KUHPerdata, lampau waktu adalah alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan

      lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang- undang. Atas daasar ketentuan tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau waktu yaitu :

  a. Lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu benda disebut acqulsitieve varjaring.

  b. Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan disebut extinctieve verjaring.

  Berdasarkan Pasal 1963 KUHPerdata untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasarkan daluwarsanya harus dipenuhi unsur-unsur adanya ititkad baik, ada alas hak yang sah, menguasai benda itu terus-menerus selama 20 tahun tanpa ada yang menggugat, atau jika jika tanpa alas hak menguasai benda itu terus-menerus selama 30 tahun tanpa ada yang menggugat.

  Lalu pada Pasal 1967 KUHPerdata menentukan bahwa segala tuntutan, baik yang bersifat kebendaan meupun yang bersifat perorangan hapus karena daluwarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yang menunjukkan daluwarsa itu tidak sah menunjukkan alas hak dan tidak dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasar pada itikad buruk.

  Terhadap benda bergerak yang bukan bunga atau piutang yang bukan atas tunjuk, siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun demikian, jika ada oarang yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam jangka waktu tiga tahu terhitung sejak hari hilangnya atau dicurigainya benda itu, dia dapat menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya

      dari tangan siapapun yang memilikinya. Pemegang benda terkahir dapat menuntut kepada orang terakhir yang menyerahkan atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian (Pasal 1977 KUHPerdata).

  Dengan demikian daluwarsa adalah suatu upaya untu memperoleh sesuatu atu dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu KUHPerdata).

  Jika dalam suatu perjanjian tersebut telah dipenuhi salah satu unsur dari hapusnya perjanjian sebagaimana disebutkan diatas, maka perjanjian tersebut berakhir sehingga dengan berakhirnya perjanjian tersebut para pihak terbatas dari hak dan kewajiban masing-masing pihak.

     

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral Higiene - Hubungan Oral Higiene dengan Pengalaman Karies anak Usia 12 Tahun Menggunakan Indeks DMFT dan SiC (WHO) di SD Swasta Al-Ulum Medan dan SD Negeri di Kecamatan Medan Kota

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Prevalensi fraktur akar gigi anterior berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2010-2012

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Studi Karakteristik Abu Sekam Padi Dengan Kitosan Molekul Tinggi Nanopartikel Sebagai Bahan Dentinogenesis Pada Kavitas Profunda (In Vitro)

0 1 32

Analisis Usahatani Semangka (Studi Kasus: Desa Lestari Dadi Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tanaman Semangka - Analisis Usahatani Semangka (Studi Kasus: Desa Lestari Dadi Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 14

Analisis Usahatani Semangka (Studi Kasus: Desa Lestari Dadi Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai)

1 4 12

BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Strategi 2.1.1 Pengertian Strategi - Strategi Pengembangan Bisnis pada Usaha Rumah Makan Ikan Bakar Masto Jalan Ringroad Medan

0 0 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Personal Hygiene 2.1.1 Pengertian - Hubungan Personal Hygiene Dengan Keluhan Kulit dan Fasilitas Sanitasi di TPA Terjun Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2014

1 3 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisa Performansi Mesin Diesel Menggunakan Variasi Campuran Bahan Bakar Polipropilena Cair dan Solar Akra Sol (AKR) dengan Penambahan Alat Supercharger

0 1 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Pengetahuan Ibu Hamil tentang Asupan Zat Gizi Mikro selama Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan

0 1 32