BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Siswa Kelas 4 SD Negeri Tlogo Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017

1

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran IPA
Kata IPA merupakan singkatan kata Ilmu Pengetahuan Alam. Kata-kata
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris”
Natural Science” secara singkat sering disebut “Science“. Natural artinya alamiah,
berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya
ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara
harafiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini. Ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa

yang

terjadi


dialam.

Untuk

selanjutnya

kita

akan

menggunakan kata IPA sebagai suatu istilah. (Iskandar, 2001: 2)
Sains merupakan ilmu empirik yang membahas tentang fakta dan gejala
alam maka dalam pembelajarannya harus faktual, artinya tidak hanya secara
verbal sebagaimana terjadi pada pembelajaran secara tradisional (Asyari,
Muslichah 2006: 22).
Iskandar (2001:12) menarik kesimpulan bahwa IPA berupa fakta-fakta,
hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA penting bagi
kemajuan hidup manusia, cara kerja memperoleh itu disebut proses IPA, dalam
proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.
Patta Bundu (2006:12) menjelaskan bahwa IPA dari segi proses disebut

juga keterampilan proses sains atau dapat disingkat dengan proses sains. Proses
sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan caracara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu itu selanjutnya.
Keterampilan proses dapat membantu siswa mempelajari IPA sesuai dengan yang
dilakukan para ahli sains yakni melalui pengamatan, klasifikasi, inferensi,
merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen. Menurut Maslichah Asy’ari,
(2006:12), IPA sebagai proses merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara
memecahkan suatu masalah, yang meliputi kegiatan cara mengumpulkan data,
menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik

2

kesimpulan. Menurut Patta Bundu (2006:11), kedua aspek tersebut harus
didukung oleh sikap sains (sikap ilmiah) berupa keyakinan akan nilai yang harus
dipertahankan ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sains atau ilmu
pengetahuan alam bukan hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai
macam fakta yang dapat dihafal, tetapi juga terdiri atas proses aktif menggunakan
pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat diterangkan.
Beberapa pendapat diatasjuga menggambarkan bahwa hasil belajar IPA
merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan

keterampilan terhadap mata pelajaran IPA yang merupakan hasil dari aktivitas
belajar yang ditunjukan dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat dari
nilai rapor.
1) Pembelajaran IPA
Suyitno (2004:2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan
iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan
siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta
antara siswa dengan siswa. Pengajaran IPA dikembangkan berdasarkan persoalan
atau tema untuk dapat dikaji dari aspek kemampuan siswa yang mencakup aspek
mengkomunikasikan konsep secara ilmiah, aspek pengembangan konsep dasar,
dan pengembangan kesadaran dalam konteks ekonomi dan sosial.
Menurut Iskandar (2001:2-3) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari:
a) Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Produk
IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
teori-teori IPA. Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benar-benar
ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif.
Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Prinsip IPA
adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA.
Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsepkonsep dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan.


3

b) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses
Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para
ilmuan diantaranya adalah :
a) Mengamati
b) Mengukur
c) Menarik kesimpulan
d) Mengendalikan Variabel
e) Membuat Grafik dan Tabel Data
f) Membuat Definisi Operasional
g) Melakukan Eksperimen
c) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap
IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang
ilmuwan sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha
mencapai hasil yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu:
a) Obyektif terhadap fakta
b) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan
c) Berhati terbuka
d) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat

e) Bersifat hati-hati
f) Ingin menyelidiki
Pembelajaran IPA dapat didefinisikan yaitu sebagai ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang
nyata yang setiap harinya berkaitan dengan kehidupan manusia dan lingkungan.
2) Tujuan Pembelajaran IPA
Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi,
dan masyarakat.
4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar
memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar
Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1) Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan
hasil pengamatannya secara lisa dan tertulis.
2) Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan
tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara
mahkluk hidup dengan lingkungannya.
3) Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta
fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup.
4) Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya,
perubahan wujud benda dan kegunaannya.
5) Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya.
6) Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan

permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.

3) Pembelajaran IPA SD

5

Ilmu pengetahuan alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam
masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak
tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan.Mereka perlu dilatih
dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan dan dapat
berpikir serta bertindak secara ilmiah. Usman Samatowa (2006:9) berpendapat
bahwa siswa sekolah dasar berusia 7 sampai 11 atau 12 tahun termasuk dalam
tahapanoperasional kongkret, dimana pada tahap ini anak mengembangkan
pemikiran logis, tetapi masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya
anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkret, dan
mampu melakukan konservasi.
Nur dan Wikandari (Trianto, 2010:143) berpendapat bahwa proses belajar
mengajar IPA seharusnya lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses,
sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teoriteori dan sikap ilmiahnya yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses
dan produk pendidikan. Perlu dikembangkan suatu model embelajaran IPA yang

melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide-idenya.
Usman

Samatowa

(2006:12)

mengatakan

bahwabelajar

melalui

pengalaman langsung (learning by doing) merupakan model belajar yang cocok
untuk anak Indonesia karena model belajar ini memperkuat daya ingat
anakdanbiayanya sangat murah karena menggunakan alat-alat dan media belajar
yang ada di lingkungan anak sendiri. Dikutip oleh Tisno Hadisubroto dalam
bukunya Pembelajaran IPA Sekolah Dasar, Piaget mengatakan pengalaman
langsung memegang perananpenting sebagai pendorong lajuperkembangan

kognitif anak. Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam buku
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/ MI adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1

6

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 4 SD Semester I
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan
1. Memahami hubungan antara
1.1
Mendeskripsikan hubungan
struktur organ tubuh manusia
antara struktur kerangka tubuh manusia
dengan fungsinya, serta
dengan fungsinya
pemeliharaannya
1.2

Menerapkan cara
memelihara kesehatan kerangka tubuh
1.3
Mendeskripsikan hubungan
antara struktur panca indera dengan
fungsinya
1.4
Menerapkan cara
memelihara kesehatan panca indera
2. Memahami hubungan antara
2.1 Menjelaskan hubungan antara struktur
struktur bagian tumbuhan dengan
akar tumbuhan dengan fungsinya
fungsinya
2.2 Menjelaskan hubungan antara struktur
batang tumbuhan dengan fungsinya
2.3 Menjelaskan hubungan antara struktur
daun tumbuhan dengan fungsinya
2.4 Menjelaskan hubungan antara bunga
dengan fungsinya

3. Menggolongkan hewan,
3.1 Mengidentifikasi jenis makanan hewan
berdasarkan jenis makanannya
3.2 Menggolongkan hewan berdasarkan
jenis makanannya
4. Memahami daur hidup beragam 4.1 Mendeskripsikan daur hidup beberapa
jenis makhluk hidup
hewan di lingkungan sekitar, misalnya
kecoa, nyamuk, kupu-kupu, kucing
4.2 Menunjukkan kepedulian terhadap
hewan peliharaan, misalnya kucing,
ayam, ikan
5. Memahami hubungan sesama
5.1 Mengidentifikasi beberapa jenis
makhluk hidup dan antara
hubungan khas (simbiosis) dan
makhluk hidup dengan
hubungan “makan dan dimakan” antar
lingkungannya
makhluk hidup (rantai makanan)
5.2 Mendeskripsikan hubungan antara
makhluk hidup dengan lingkungannya
Benda dan Sifatnya
6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat,
6. Memahami beragam sifat dan
cair, dan gas memiliki sifat tertentu
perubahan wujud benda serta
6.2 Mendeskripsikan terjadinya perubahan
berbagai cara penggunaan
benda berdasarkan sifatnya
wujud cair  padat  cair; cair  gas
 cair; padat  gas
6.3 Menjelaskan hubungan antara sifat
bahan dengan kegunaannya

7

Sumber: Permendiknas no 22 th 2005 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

2.1.2. Model Pembelajaran CTL
CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran
yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong
untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran yang akan di pelajarinya.
Mulyasa (2009: 217) menyatakan bahwa pembelajaran CTL mengusung konsep
pembelajaran yang dikaitkan dengan dunia nyata yang tidak asing dengan
kehidupan peserta didik sehingga peserta didik mampu memahami materi dan
mampu menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini menerapkan pembelajaran CTL dengan mengaitkan materi dengan
benda-benda disekitar peserta didik, sehingga pembelajaran tidak berfokus pada
buku maupun ceramah dari guru, melainkan siswa dapat belajar dari apa yang
mereka lihat.
Sejalan dengan pengertian tersebut Sanjaya (2009: 255) menjelaskan
bahwa: “CTL adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Pembelajaran Contextual Teaching andLearning (CTL) adalah konsep
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari (Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur, 2007: 137).Dengan konsep itu,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu proses pendidikan
yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna yang ada pada bahan
ajar yang mereka pelajari dengan menghubungkan pelajaran dalam kontek
kehidupan sehari-harinya dengan kontek kehidupan pribadi, sosial dan kultural.

8

Untuk mencapai tujuan ini, sistem ini mencakup 8 komponen, yaitu: membuat
hubungan yang bermakna, melahirkan kegiatan yang signifikan, belajar sendiri
secara teratur, kolaborasi, berpikir kritis dan kreatif, mencapai standar tinggi, dan
menggunakan penilain otentik (Johnson, 2003)
CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah sistem belajar
yang didasarkan pada filosofis bahwa siswa mampu menangkap pelajaran apabila
mereka mampu menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima,
dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa
mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah
mereka miliki sebelumnya (Johnson, Eleine B, 2006:14). Pembelajaran
kontekstual adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi teori tersebut
adalah siswa diusahakan harus dapat menemukan serta mentransformasikan suatu
informasi yang kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu
menjadi milik mereka sendiri.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa model
pembelajaran

CTL

(Contextual

Teaching

and

Learning)

yaitu

Proses

pembelajaran yang melibatkan siswa dalam belajar sehingga siswa dapat
mengkonstruksi sendiri pengetahuan serta keterampilan belajar mereka yang
diperoleh dengan berpengalaman secara langsung sehingga proses belajar akan
lebih efektif dan bermakna, karena belajar di sini bukan hanya menghafal tetapi
memahami.
a. Prinsip-prinsip CTL
Pada dasarnya model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) mempunyai beberapa prinsip pokok. Jika prinsip itu dilaksanakan maka
dapat dijamin bahwa pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil
seutuhnya. Ada tujuh prinsip utama pembelajaran yang mendasari model
pembelajaran Contextual Teaching andLearning (CTL) di kelas. Nurhadi (2003:
31), mengemukakan sebagai berikut: (1) konstruktivisme (constructivism), (2)
penemuan (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) komunitas belajar (learning
community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), (7) penilaian yang
sebenarnya (authentic assasement).

9

b. Karakteristik Model Pembelajaran CTL
Menurut Muslich (2009: 42) berdasarkan pengertian model pembelajaran
kontekstual di atas, Pembelajaran dengan model kontekstual ini mempunyai
karakteristik yakni sebagai berikut:
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran
yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan
nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah
(learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling
mengoreksi antar teman (learning in a group).
5) Pembelajaran

memberikan

kesempatan

untuk

menciptakan

rasa

kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang
lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
6) Pembelajaran

dilaksanakan

secara

aktif,

kreatif,

produktif,

dan

mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as
anenjoy activity).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kontekstual merupakan proses pembelajaran dimana siswa saling bekerja sama,
saling memberi dalam menutupi kekurangan serta menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan sehingga siswa dapat aktif dan kreatif dalam proses
pembelajaran. Kaitannya dengan mata pelajaran IPA dalam penelitian ini yaitu
dimana siswa secara langsung mengalami serta bekerja sama sehingga proses
pembelajaran akan lebih bermakna dan siswa faham dengan apa yang telah
dilakukannya setelah ia belajar, serta memberikan kesempatan kepada siswa
dalam mengembangkan keterampilnnya dalam memecahkan suatu masalah IPA.
c. Komponen Pembelajaran CTL

10

Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari
pembelajaran produktif yaitu: konstruktivisme (Constructivism), membentuk
group belajar yang saling membantu (interdependent learning groups),
menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), pemodelan (Modelling), refleksi
(Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Daryanto,
2012:155). Adapun penjelasan ketujuh komponen itu adalah sebagai berikut:
1) Konstruktivisme
Belajar

berdasarkan

konstruktivisme

adalah

"mengonstruksi"

pengetahuan. Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan
akomodasi (pengintegrasian pengetahuan baru terhadap struktur kognitif
yang sudah ada dan penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru).
belajar dalam konteks konstruktivistik berangkat dari kenyataan bahwa
pengetahuan itu terstruktur.
2) Inquiry
Inquiry artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir sistematis. Kata kunci pembelajaran
kontekstual salah satunya adalah "penemuan". Belajar penemuan
menunjuk pada proses dan hasil belajar. Belajar penemuan melibatkan
peserta didik dalam keseluruhan proses metode keilmuan sebagai langkahlangkah sistemik menemukan pengetahuan baru atau memverifikasi
pengetahuan lama. Belajar penemuan mengintegrasikan aktivitas belajar
peserta didik ke dalam metode penelitian sebagai landasan operasional
melakukan investigasi. Dalam investigasi peserta didik tidak hanya belajar
memperoleh informasi, namun juga pemprosesan informasi. Pemrosesan
ini tidak hanya melibatkan kepiawaian peserta didik berdialektika berpikir
fakta ke konsep, konsep ke fakta, namun juga penerapan teori.
3) Bertanya
Pembelajaran kontekstual dibangun melalui dialog interaktif melalui
tanya jawab oleh keseluruhan unsur yang terlibat dalam komunitas belajar.
Dalam rangka objektivikasi pengetahuan yang dibangun melalui
intersubjektif, bertanya sangatlah penting. Kegiatan bertanya penting

11

untuk menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui,
dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Bertanya sangat penting untuk melakukan elaborasi yaitu penambahan
rincian, sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna.
4) Masyarakat Belajar
Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pembelajaran
sebagai proses sosial. Melalui interaksi dalam komunitas belajar proses
dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. Hasil belajar diperoleh dari
berkolaborasi dan berkooperasi. Dalam prakteknya "masyarakat belajar"
terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok
besar, mendatangkan ahli di kelas, bekerja sama dengan kelas paralel,
bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja sama dengan
masyarakat.
5) Pemodelan
Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pendemonstrasian
terhadap hal yang dipelajari peserta didik. Pemodelan memusatkan pada
arti penting pengetahuan prosedural. Melalui pemodelan peserta didik
dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan.
6) Refleksi
Refleksi adalah bagian penting dalam pembelajaran kontekstual.
Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, menganalisis kembali,
mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.
7) Penilaian autentik
Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bias
memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Data
dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat
melakukan pembelajaran.
d. Teori yang Mendasari CTL
Pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning)
dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar berikut:
1) Teori perkembangan kognitif Piaget

12

Menurut Piaget (dalam Slavin, 1994:31), kecakapan intelektual
diperoleh siswa berasal dari menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan sebelumnya serta mengikuti tahapan perkembangan kognitif
sesuai usianya. Oleh karena itu, dalam mengajar guru sebaiknya
merancang pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan kognitif
siswa.
2) Teori Free Contextual Teaching and Learning dari Bruner
Bruner (dalam Arends, 2008: 48), proses belajar akan baik dan kreatif
jika guru memberikan kesempatan siswa menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpainya.
Contextual Teaching and Learning menekankan pengalaman belajar aktif,
berpusat pada anak, di mana anak menumukan ide-idenya dan mengambil
maknanya sendiri.
3) Teori Meaningful Learning dari Ausubel
Menurut Ausubel (dalam Komalasari, 2010: 21), belajar merupakan
asimilasi bermakna karena materi yang dipelajari dipadukan, dihubungkan
dengan pengetahuan sebelumnya. Belajar lebih bermakna bagi siswa jika
materi pelajaran diurutkan dari umum ke khusus. Jadi, siswa belajar
dengan

mengosntruksi

pengetahuannya,

yaitu

menghubungkan

pengetahuan lama yang telah dimiliki dengan pengetahuan baru yang
didapatkannya.
4) Teori Belajar Vygotsky
Vygotsky (dalam Arends, 2008: 47) berpendapat interaksi sosial
dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru, meningkatkan
perkembangan

intelektual

pelajar.

Pelajar

memiliki

dua

tingkat

perkembangan berbeda, yaitu aktual dan potensial. Tingkat perkembangan
aktual menentukan fungsi intelektual saat ini serta kemampuannya
mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Sedangkan tingkat perkembangan
potensial dapat difungsikan dengan bantuan orang lain, misalnya guru,
orang tua, atau teman sebaya yang lebih maju.

13

Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa CTL merupakan
model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan keempat teori
penting dalam dunia pendidikan meliputi teori perkembangan kognitif
Piaget, free Contextual Teaching and Learning dari Bruner, meaningful
learning dari Ausubel, dan belajar dari Vygotsky. Inti dari keempat teori
ini yaitu pembelajaran akan bermakna jika dalam pelaksanaannya
berlandasan konstruktivisme, menemukan sendiri, serta bekerjasama
dalam kelompok.
e. Langkah-langkah Pembelajaran CTL
Menurut Daryanto (2012; 156) langkah penerapan Contextual Teaching
and Learning (CTL) dalam kelas secara garis besar adalah sebagai berikut:
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri,
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya.
4) Ciptakan "masyarakat belajar" (belajar dalam kelompok-kelompok).
5) Hadirkan "model" sebagai contoh pembelajaran.
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Johnson (2000) mendeskripsikan langkah-langkah CTL sebagai berikut.
1)

Modeling

(pemusatan

perhatian,

motivasi,

penyampaian

kompetensi – tujuan, pengarahan – petunjuk, rambu-rambu, contoh);
2)

Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,

mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi);
3)

Learning community (seluruh siswa berpartisipati dalam belajar

kelompok dan individual, otok berpikir dan tangan bekerja, mengerjakan
berbagai kegiatan dan percobaan);
4)

Inquiry

menemukan);

(identifikasi,

investigasi,

hipotesis,

generalisasi,

14

5)

Constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi

konsep-aturan, analisis-sintesis);
6)

Reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut);

7)

Authentic assessment (penilaian selama proses dan seusai

pembelajaran harus dilakukan secara objektif dan dilakukan dengan
berbagai cara untuk mendapatkan hasil yang benar-benar mewakili
kompetensi siswa).
Suparto (2004:6) bahwa secara garis besar penerapan pendekatan
kontekstual dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Mengembangkan metode beajar mandiri,
2) Melaksanakan penemuan (inquiry),
3) Menumbuhkan rasa ingin tahu siswa,
4) Menciptakan masyarakat belajar,
5) Hadirkan "model" dalam pembelajaran,
6) Lakukan refleksi di setiap akhir pertemuan,
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya
Berlandaskan langkah-langkah CTL (Contextual Teaching and Learning)
yang telah dijelaskan oleh 3 ahli di atas, maka penerapan CTL
(Contextual Teaching and Learning) pada pembelajaran IPA dalam
penelitian ini, akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menyiapkan media terkait untuk mengembangkan pemikiran siswa agar
dapat membangun pengetahuan sendiri (konstruktivis)
2) Membimbing siswa melakukan kegiatan pengamatan (inkuiri)
3) Melakukan kegiatan tanya jawab untuk mengembangkan sifat ingin tahu
siswa (bertanya)
4) Mengelompokkan siswa secara heterogen dan membimbing siswa dalam
diskusi (masyarakat belajar)
5) Membimbing siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
(pemodelan)
6) Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dipelajari (refleksi)

15

7) Memberikan penilaian proses dan hasil pembelajaran (penilaian
autentik).
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti akan menerapkan langkah-langkah
CTL (Contextual Teaching and Learning) sebagai upaya meningkatkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas kelas IV SD Negeri Tlogo semester I
tahun pelajaran 2016/2017.

2.1.3. Hasil Belajar
Joko Susilo (2007: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah
merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami.
Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Menurut Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam
Purwanto 2008: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman
yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan
atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan
sesaat seseorang.Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar
merupakan suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman
berulang-ulang.
Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu:
1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.
Indivi yang mengalami proses belajar akan memperoleh output atau hasil
dari proses belajar yang dialaminya. Itulah yang biasa disebut hasil belajar.Hasil
belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.Perubahan

16

tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif misalnya anak
yang belum bisa naik bersepeda, setelah belajar anak tersebut dapat bersepeda.
Inilah yang dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif. Hasil
belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (1989:3)
mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah
laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga
menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi
hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari
puncak proses belajar.
Menurut Dimyati (2006) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat
diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan
meloncat setelah latihan dan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Hasil belajar juga diartikan
sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan. Hasil belajar
digunakan untuk bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan
balik dalam perbaikan proses belajar mengajar, meningkatkan hasil belajar siswa,
evaluasi diri terhadap kenerja siswa. Belajar merupakan proses yang
menimbulkan terjadinya perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau
kecakapan. Jadi berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan
enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a)
Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal
yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.
Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa,
pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b)
mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari.

17

c)
Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode
dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan
baru. Misalnya, menggunakan prinsip.
d)
Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan
ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan
dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi
masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e)
Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola
baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program.
f)
Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat
tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.
Ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Peniruan
(menirukan gerak), (2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan
gerak), (3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), (4) Perangkaian
(melakukan

beberapa

gerakan

sekaligus

dengan

benar),

(5)

Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar). Ranah afektif terdiri dari lima
tingkatan yaitu, (1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2)
Merespon (aktif berpartisipasi), (3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada
nilai-nilai tertentu), (4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai
yang dipercaya) dan (5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari
pola hidup).
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan
evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan
menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Dapat disimpulkan juga bahwa hasil belajar adalah skor atau angka yang
diperoleh dari pengukuran ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
ketrampilan.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

18

Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, Santi Dwi Puspita (2012) dengan
judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Contextual
Teaching and Learning (CTL) pada Siswa Kelas V SDN Weding 1 Demak”
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Selain itu keterampilan guru
dalam pembelajaran matematika melalui CTL juga meningkat meningkat.
Aktivitas siswa pada pembelajaran matematika melalui CTL juga meningkat,
yakni pada siklus I rata-rata persentase 70,5% (baik). Pada siklus II persentase
aktivitas siswa menjadi 85,5% (baik sekali). (3) Hasil belajar siswa pada siklus I
dan II mengalami peningkatan. Pada siklus I ketuntasan belajar klasikal 63%
(cukup) dan meningkat pada siklus II menjadi 82% (baik). Hal ini menunjukkan
bahwa persentase ketuntasan belajar klasikal pada siklus II > 75% sehingga
dinyatakan berhasil. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan CTL dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di SDN Weding 1 Demak.
Prisminar Yulia Maryani (2013) melakukan penelitian dengan tujuan untuk
meningkatkan prestasi belajar IPS dengan model contextual teaching and
learning pada siswa kelas V SD Timbulharjo Sewon Bantul. Jenis penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) kolaborasi. Subjek
penelitian adalah siswa kelas VA SD Timbulharjo yang berjumlah 30 siswa.
Model penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Metode yang
digunakan dalam pengumpulkan data adalah : 1) tes, 2) observasi, 3) catatan
lapangan, dan 4) dokumentasi. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data
adalah statistik deskriptif yaitu dengan mencari rerata. Pembelajaran IPS dengan
menggunakan contextual teaching and learning dapat meningkatkan prestasi
belajar IPS siswa kelas V SD Timbulharjo Sewon Bantul. Peningkatan prestasi
belajar IPS pada siklus I rata-rata sebesar 6,20, kondisi awal 69 meningkat
menjadi 75,20 dan peningkatan siklus II sebesar 11,53 kondisi awal 69 meningkat
menjadi 80,53.
Mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu, penulis bermaksud untuk
melakukan penelitian yang sama dengan penerapan model pembelajaran yang
sama. Dari penelitian-penelitian terdahulu, tampak bahwa menggunakan model
pembelajaran CTL mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada berbagai mata

19

pelajaran yang diterapkan. Meskipun bahwa penelitian ini sama dengan penelitian
terdahulu yaitu menggunakan model pembelajaran CTL sebagai metode belajar,
namun terdapat perbedaan dalam mata pelajaran yang akan diteliti yaitu pada
penelitian ini akan berfokus pada mata pelajaran IPA. Kemudian perbedaan
lainnya pada subyek penelitian, waktu dan tempat penelitian yakni pada penelitian
ini akan fokus pada siswa kelas kelas 4 SD sebagai subyek penelitiannya dan
waktu dan tempat penelitiannya adalah di SD Negeri Tlogo Salatiga semester I
tahun pelajaran 2016/2017.

2.3. Kerangka Pikir
Contextual

Teaching

and

Learning

(CTL)

merupakan

proses

pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka
sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi
sendiri secara aktif pemahamannya.CTL (Contextual Teaching and Learning)
disebut model kontekstual karena konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah model yang
melibatkan siswa dalam belajar sehingga siswa dapat mengkonstruksi sendiri
pengetahuan serta keterampilan pada proses pembelajaran dengan KD
menjelaskan hubungan antara struktur akar tumbuhan dengan fungsinya dan
menjelaskan hubungan antara struktur batang tumbuhan dengan fungsinya yang
diterapkan melalui langkah-langkah (1) menyimak penjelasan topik disertai
media, (2) lakukan pengamatan, (3) menanya, (4) membentuk kelompok, (5)
diskusi, (6) Presentasi hasil diskusi, (7) Refleksi terhadap pembelajaran.

20

Langkah-langkah CTL tersebut diterapkan sehingga hasil belajar siswa
dapat meningkat. Pengertian hasil belajar dalam penelitian ini adalah total skor
dari hasil pengukuran tes, sikap dan keterampilan.

.

21

Gambar 2. 1 Skema Kerangka Pikir
Berdasarkan gambar 2.1 tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi awal
pembelajaran menggunakan metode konvensional pada pelajaran IPA, nilai ratarata siswa masih rendah. Kemudian setelah dilaksanakan tindakan dengan
menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
pada mata pelajaran IPA, hasil belajar IPA siswa dapat ditingkatkan, kegiatankegiatan pembelajaran lebih bermakna.
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat
diajukan hipotesis yang berbunyi: “Model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD
Negeri Tlogo Kecamatan Tuntang
pelajaran 2016/2017”.

Kabupaten Semarang semester I tahun