BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BONSAI 2.1 Sejarah Awal dan Perkembangan Bonsai 2.1.1 Sejarah Awal Bonsai - Eksitensi dan Perkembangan Seni Bonsai di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BONSAI

2.1 Sejarah Awal dan Perkembangan Bonsai

2.1.1 Sejarah Awal Bonsai

  Jepang merupakan bangsa yang memiliki beragam kebudayaan yang unik dan menarik, tetapi semua kebudayaan yang dimiliki bukanlah hasil ciptaan sendiri. Kebudayaan Jepang sejak dinasti Yamato telah mendapatkan pengaruh besar dari Buddhisme dan peradaban Cina (Ishida dalam Danandjaja 1997:11).

  Jadi dapat dikatakan bahwa Jepang menyerap budaya asiang dan kemudian dijadikan sebagai budaya lokal Jepang. Begitu juga dengan bonsai yang merupakan penyerapan budaya dari Cina. Bonsai merupakan suatu kebiasaan masyarakat Cina menanam tanaman yang dikerdilkan di dalam pot. Kebiasaan ini disebut punsai atau penzai. ini pertama kali dibuat oleh Ton Guen Ming yang merupakan

  Punsai

  pegawai negeri kelas atas pada pemerintahan dinasti Ch’in (221-206 SM), pada awalnya kegemaran punsai ini hanya dilakukan oleh para bangsawan namun lama kelamaan hobi punsai pun menjadi kegemaran yang tidak hanya terbatas pada bangsawan saja. Pada awalnya punsai yang dibuat sebagai pelipur lara terhadap perasaan jenuh kehidupan bernegara. Jenis tanaman yang pertama kali ditanamnya adalah bunga krisan (chrisantemun Sp).

  Pada awal pemerintahan dinasti Han (206-220 SM) ditemukan bentuk pohon yang ditanam pada suatu wadah, asbak, landscape yang di sebut punching. biasanya digambarkan dalam bentuk landscape kecil di daerah

  Punching perdesaan, yang terdiri atas sungai, bukit, danau dan pepohonan.

  Selain punsai semenjak ribuan tahun yang lalu masyarakat Cina juga mengenal penjing. Penjing adalah seni pertamanan, khususnya mini landscape.

  Mini landscape yang paling tua dapat ditemukan di antara dinding tembok makam pangeran Zhang Huai di zaman dinasti Tang (618-907SM).

  Dalam perkembangan selanjutnya punsai, punching dan penjing mempengaruhi munculnya seni bonsai di Jepang dan negara lain.

2.1.2 Sejarah dan Perkembangan Bonsai di Jepang

  Menurut ahli bonsai (Murata Kyuzo dalam Saleh 1995: 6) tidak ada data akurat yang menyebutkan kapan sesungguhnya bonsai dari Cina dan masuk ke Jepang. Namun ada beberapa sumber yang menjelaskan sejarah masuknya bonsai ke Jepang.

  Menurut salah satu sumber mengatakan bahwa seorang pegawai Cina bernama Chu shun-sui yang memperkenalkan seni bonsai ke Jepang. Chu Shun- sui melarikan diri dari Machuria ke Jepang karna telah melanggar undang-undang, sambil membawa seluruh koleksi tulisan mengenai bonsai miliknya.

  Menurut sumber lain mengatakan bahwa para pendeta Budha dari Cina yang membawa seni punsai ke Jepang pada abad 10 dan 11. Pada zaman itu kemunkinan telah terjalin hubungan lalulintas perdagangan Cina dengan Jepang.

  Bukti tertulis menyatakan bahwa bonsai merupakan seni yang telah lama dikenal di Jepang dapat dibuktikan dari beberapa gulungan lukisan (emakimono) yang terdapat pada zaman Kamakura (1185-1333) salah satunya lukisan yang berjudul Kasuga gon reigenki karya Takashira Takakane yang dibuat pada tahun 1309. Dalam lukisan itu tergambar kehidupan zaman Heian (794-1185). Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa bonsai telah dikenal pada zaman Heian.

  

Bonsai juga tergambarkan pada gulungan hoonenshoonin e den dan ippenshoonin

e den .

  Selain pada lukisan, bonsai juaga muncul pada nyanyian rakyat (kayo). Pada zaman Muromachi (1333-1573) dikenal kayo yang berjudul hachinoki karya Sanowarasaemon Tsuneyo. Kayo ini menggambarkan seorang samurai bernama Sano Genzaemon, ia memiliki pohon pinus yang ditanam dalam suatu pot dan rela membakar pohon tersebut untuk membuat api unggun bagi para tamunya pada suatu malam yang dingin. Kayo ini juga menggambarkan kegemaran orang dalam menanam pohon pinus, sakura, dan aprikot untuk ditanam di dalam pot.

  Perkembangan bonsai pada zaman Muromachi, masih sebatas pada kalangan bangsawan. Jadi pada saat itu bonsai dianggap sebagai barang berharga dan dijadikan sebagai hiasan yang diletakkan pada altar Budha dan tokonoma.

  Pada zaman Edo (sekitar 1867), banyak sekali lukisan ukiyou menggambarkan bonsai yang tidak jauh berbeda dengan bonsai yang dikenal pada zaman sekarang. Namun, bonsai yang digambarkan dalam ukiyoe merupakan imajinasi pelukis. Imajinasi ini merupakan titik tolak untuk mengubah bentuk

  bonsai menjadi lebih sempurna. Pelukis-pelukis ukiyoe yang terkenal pada zaman

  Edo antara lain Utamaro, Hiroshige, Toyokuni, Harunobu, Kyoochoo, dan lain- lainnya. Lukisan-lukisan yang dibuat pada umumnya menggambarkan kehidupan masyarakat biasa (shomin).

  Di zaman Edo bonsai semakin popular di kalangan pedagang (choonin). Karna mereka lebih mampu dalam hal ekonomi. Bagi kaum choonin memelihara tanaman unik dianggap sebagai suatu trend tersendiri (ryuukoo).

  Memasuki zaman Meiji (1887) banyak tanaman-tanaman hias impor lebih popular dari pada bonsai masuk ke Jepang, hal ini disebabkan oleh pengaruh restorasi Meiji. Namun, setelah Jepang berhasil mengalahkan Cina dalam perang (1894-1895), kegemaran yang benar-benar mengarah kepada keJepang-an kembali diminati. Barulah pada zaman Meiji bonsai berkembang menjadi karya seni seperti yang dikenal sekarang ini.

  Pada tahun 1914, adalah pertama kalinya Jepang mengadakan pameran di negaranya sendiri, yang diselenggarakan di Tokyo. Pada tahun 1933 dan

  bonsai

  1934, bonsai mencapai kejayaan di Jepang. Kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, dan Nagoya sering kali mengadakan pameran-pameran bonsai. Para kolektor dan pencinta bonsai mulai memamerkan koleksinya.

  Namun pada perang dunia kedua berlangsung, perkembangan seni bonsai di Jepang memasuki masa suramnya. Namun setelah kekuatan negara kembali pulih dan taraf kehidupan rakyat menjadi stabil, barulah seni bonsai kembali berkembang pesat hingga saat ini.

  Seiring dengan perkembangan bonsai di Jepang, maka pada tanggal 18 Februari 1965 didirikanlah Asosiasi Bonsai Jepang (Nihon Bonsai Kyookai). Bertujuan untuk memasyarakatkan, melestarikan dan meningkatkan seni bonsai, sekaligus mengembangkan kemampuan rakyat untuk memajukan kebudayaan bangsa Jepang. Kegiatan asosiasi ini antara lain: menyebarkan teknik pembuatan di dalam maupun di luar Jepang, mendidik ahli bonsai, meneliti

  bonsai

  pembibitan bonsai, mengadakan pameran, dan penerbitan majalah atau buku-buku mengenai bonsai.

  Namun jauh sebelumnya, Jepang sudah mulai memperkenalkan seni

  

bonsai ke mancanegara, baik ke Eropa, Amerika Utara, Austarlia, Asia dan

  kenegara-negara lainnya. Terbukti dengan ditampilkan koleksi-koleksi bonsai untuk pertama kalinya dalam pameran World Fair di Prancis tahun 1878. Namun yang ditampilkan sebenarnya bukanlah bonsai, melainkan semacam group

  

planting atau mini forest. Pada saat itu surat kabar setempat memberitakan

  pameran tersebut, namun tidak dianggap sebagai seni yang istimewa. Barulah pada tahun 1889 di Prancis, Jepang menempatkan bonsai secara fokus utama di pavilyunnya untuk pertama kali. Surat kabar setempat yang memberitakan sebelumnya pada tahun 1878, berubah penilaiannya. Mereka mengakui seni tersebut sangat menabjubkan, karna pohon yang umurnya lebih dari satu abad, namun tingginya tidak lebih dari tinggi anak kecil, dan bentuknya benar-benar alami serta berseni.

  Kemudian dalam pameran di London tahun 1904 dan 1909, masyarakat ingris mulai mengenal bonsai untuk pertama kalinya. Dalam pameran tersebut apresiasi pengunjung sangat baik. Sehingga dapat dikatakan, mulai dari pameran ini, seni bonsai mendapatakan tanggapan positif yang sangat luas di masyarakat Ingris.

  Pada tahap berikutnya sini bonsai juga berkembang di Amerika. Seni ini berkembang pesat melalui tentara Amerika yang kembali dari Jepang sesudah perang. Selain itu orang Jepang yang menetap di Amerika juga ikut dalam menyebarkan seni bonsai di Amerika. Salah satunya orang yang paling berjasa dalam menyebarkan seni bonsai ke Amerika adalah Jhon Naka, dalam salah satu acara yang berlangsung di California pada tahun 1970, Jhon Naka mengatahkan bahwa bonsai tidak lagi menjadi milik Jepang dan bukan tradisi budaya Jepang saja. Namun bonsai menjadi milik seluruh masyarakat dunia.

  Dengan semakin sering diselenggarakan pameran, baik di Jepang, Eropa, maupun Amerika, maka penggemar bonsai pun akan semakin banyak. Penyebaran terus berlanjut ke Belanda, Jernam, Spanyol, Ausralia dan Asia Tenggara. Kemudia di masing-masing mulai mendirikan organisasi bonsai sebagai wadah bagi para penggemar seni bonsai. Di Belanda ada De Nederlandse Bonsai

  , di Jerman ada Cetrum Heidelberg, di India ada The Indo-Japanese

  Vereniging

Asociation , di Eropa Barat dan Eropa Timur ada European Bonsai Acosiation, di

  Filipina ada Bonsai Growers Association, di Singapura ada Singapure Bonsai

  

Society , di Malaysia ada Malaysia Bonsai Society, dan di Indonesia sendiri ada

Perkumpulan Penggmar Bonsai Indonesia.

  Dengan melihat banyaknya berdiri oranisasi bonsai di dunia dapat dikatakan bahwa bonsai sudah berkembang dan tidak lagi milik Cina dan Jepang saja. Namun bonsai menjadi milik seluruh masyarakat dunia.

2.2 Pengertian dan Ciri – Ciri Bonsai

  Secara harfiah bonsai berasal dari kata bon dan sai. Bon bermaknakan wadah yang dangkal berupa pot atau tatakan. Sedangkan sai berarti tanaman atau pohon. Jadi, bonsai adalah tanaman atau pohon yang terdapat dalam suatu wadah atau pot yang dangkal. Namun tidak setiap tanaman di pot dangkal bisa dikatakan

  . Bonsai juga dapat digolongkan sebagai tanaman hias dalam pot, tetapi

  bonsai

  tidak setiap tanaman hias dalam pot bisa dikatakan bonsai. Tanaman hias dalam pot dipupuk dan disiram sehingga tumbuh menjadi besar. Bonsai juga dipupuk dan disiram tetapi kemudian dibentuk dan didesain sedemikian rupa sehingga menjadi barang seni yang berkesan alami dan antik.

  Lebih dari itu sesungguhnya sebuah bonsai melambangkan keharmonisan dari alam semesta, yang unsur utamanya terdiri dari langit, bumi dan manusia. Hal ini tercermin dari bentuk bonsai yang selalu merupakan segitiga dan simetris. Titik tertinggi melambangkan langit, titik terendah melambangkan bumi sedang yang tengah melambangkan manusia (Budi sulistyo & Limanto Subijanto, 1991:32).

  Seni bonsai dapat dikatakan sebagai “seni yang tidak pernah kenal akhir”. Dapat dikatakan demikian karna seni ini tetap hidup, tetap bertahan dan terus bertambah nilai seninya, sejalan dengan bertambahnya usia bonsai. Seni ini sering diterjemahkan juga sebagai seni mengerdilkan pohon dalam pot, tapi jika kerdil berarti sesuatu yang pertumbuhannya terhambat, maka kata kerdil tidak cocok digunakan. Karna dalam bonsai, ada seni yang berperan dalam proses pengerdilan. Jadi untuk situasi seperti ini, ungkapan “seni menumbuhkan pohon dalam pot kecil/dangkal” lebih tepat untuk digunakan dalam mendeskripsikan seni bonsai .

  Berdasarkan pengertian mengenai seni bonsai di atas, maka dalam seni

  bonsai

  terdapat cirri-ciri bonsai yang baik yaitu : ukuran bonsai, bentuk bonsai, dan harus memiliki kesan tua.

2.2.1 Ukuran

  Salah satu syarat utama dari bonsai adalah ukuranya. Tanaman bonsai terdiri dari berbagai macam ukuran, dari beberapa sentimeter sampai satu meter lebih. Ukuran dari bonsai juga menjadi patokan dalam menentukan kelas/tingkatan dalam pameran bonsai. Untuk membedakan berbagai jenis bonsai berdasarkan ukuranya, maka ukuran bonsai dibagi menjadi empat kelompok ukuran sebagi berikut :

1. Sangat kecil (mamebonsai)

  Berukuran sangat kecil yaitu 5-15 cm. pembentukan maupun perawatannya cukup rumit mengingat ukuranya yang sangat kecil sehingga diperlukan ketekunan yang sangat khusus. Ketekunan ini disebut orang Jepang dengan istilah majime yang disingkat menjadi mame, sehingga disebut dengan mamebonsai

  2. Kecil (kobonsai) Berukuran 15-30 cm. jenis bonsai ini banyak digemari oleh pencinta

  bonsai

  di jaman sekarang. Mengingat ukurannya tidak besar dan tidak terlalu kecil, sehingga memudahkan dalam proses pembentukan dan perawatan bonsai.

  3. Sedang (chiubonsai) Berukuran 30-60 cm. Ukuran bonsai ini juga relatif mudah ditangani.

  Perbandingan tinggi tanaman dengan pot adalah 3:1. Biasanya bonsai ini diletakkan di sudut ruangan yang cukup mendapatkan sinar matahari.

  4. Besar (daibonsai) Berukuran 60-90 cm lebih. bonsai ini tidak mudah untuk dipindah- pindahkan karna ukuran potnya cukup besar dan berat. Biasanya bonsai ini ditempatkan di teras atau taman.

2.2.2 Bentuk

  Bentuk adalah sesuatau hal yang mutlak dalam menentukan gaya bonsai, adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan gaya bonsai antara lain : tinggi pohon, bentuk pohon, bentuk batang, bentuk cabang, bentuk akar, dan metode yang dipergunakan. Jepang lah yang pertama kali memperkenalkan seni

  bonsai ke seluruh dunia, sehingga dalam menentukan bentuk bonsai pun masih

  berpijak pada seni bonsai di Jepang hingga saat ini. Meskipun wujut bonsai harus berkesan alamiah namun harus tetap memenuhi kriteria yang telah dijadikan dasar dalam pembentukan bonsai. Untuk itu secara umum terdapat 5 gaya dasar dalam

  bonsai

  , yaitu :

  1. Gaya tegak lurus (chokan) Gaya tegak lurus merupan gaya yang paling mendasar dalam seni bonsai.

  Gaya chokkan batang utamnya harus berdiri tegak lurus dengan permukaan tanah. Dari bagian bawah keaatas harus semakin mengecil.

  Dahan pertama yang muncul harus pada ketinggian kurang lebih 1/3 dari tinggi pohon, boleh kesebelah kiri atau kanan. Dahan kedua muncul dibagian lawan arah dari dahan pertama agar dapat terlihat seimbang. Pembentukan kerangka dahan bukan dimaksutkan membentuk gambaran yang menyerupai tulang ikan, akan tetapi, dahan harus tersebar kearah- arah yang terlihat seimbang dan proporsional.

  2. Gaya tegak tidak lurus/gaya berliku (tachiki)

  

Bonsai ini memiliki batang yang tegak dan berlekuk-lekuk. Lekukan pada

batang inilah yang membedakan bonsai ini dengan gaya tegak lurus.

  Batang berdiri kokoh, tetapi dibagian tertentu terdapat belukan (kyoku). Dibagian tengah-tengah batang diberi belokan kearah belakan. Selanjutnya belokan tersebut dikembalikan lagi kearah depan. Karna itu tidak boleh sembarangan memberikan belokan pada batang bonsai. Sesungguhnya keindahan gaya tachiki terdapat pada lekukan pohon bonsai tersebut.

  Meskipun demikian tetap saja keseimbangan dahan-dahan menjadi penentu kesempurnaan keindahannya. Bonsai tachiki terbagi dua macam, yaitu bonsai dengan batang lentur dan batang kokoh.

  3. Gaya miring (shakan)

  

Bonsai gaya miring merupakan tiruan bentuk pohon yang miring akibat

  angina atau bencana alam lainnya. Oleh sebab itu akar bonsai ini harus mencengkram kuat pada tanah kesegala arah. Seolah-olah meskipun pohon menjadi miring tetapi akarnya tetap berjuang untuk kehidupannya secara mati-matian sehingga berkesan stabil. Gaya shakan yang baik adalah batang yang diberi belokan sedikit pada pangkal batang kemudian akan menjadi miring secara berangsur. Jadi, tidak seperti batang yang tumbang dan tiba-tiba menjadi minring. Dahan bagian atas akan menjadi puncak sebagai penyeimbangi kesetabilan bonsai secara utuh.

  4. Gaya menggantung/gaya air terjun (kengai)

  

Bonsai gaya menggantung sebenarnya meniru gaya pohon yang ada di

  lereng jurang yang terjal, di dekat air terjun, atau pohon yang terdapat di lembah-lembah maupun di tebing yang curam. Gaya keigai dapat dibedakan menjadi dua jenis. Petama keigai yang posisi batangnya yang lebih rendah dari dasar pot. Kedua keigai yang posisi batangnya tidak melampaui dasar pot. Untuk mengekspresikan kehidupan pohon diatas tebing yang curam, namun meskipun batang bonsai menjulang kebawah namun dahannya harus tetap menghadap ke atas. Seolah-olah tanaman yang mencari sinar matahari guna kelangsungan kehidupannya.

  5. Gaya setengah menggantung (han keigai) Keindahan gaya setengah menggantung terletak pada batang pokoknya yang tumbuh miring dan membengkok ke bawah, tetapi ujungnya tidak lebih rendah dari bibir pot. Pucuk batangnya selalu berada di samping mengikuti arah batang pokok, atau sejajar dengan batang pokok. Gaya set tengah men nggantung m menggamba arkan poho n yang tum mbuh di tem mpat- tem mpat yang ta andus denga an batang m miring dan s setengah me enggantung .

  Ta abel 1. gaya a dasar bon , bentu uk pot dan posisi pe enanaman s secara

  nsai

  um mum. (Redak ksi trubus, 2 2000: 10) Gaya bon nsai Na ama gaya Bentuk p pot Posisi pe enanaman

  Te egak lurus s Persegi p panjang, ov val, persegi i, (C Chokkan) segi enam m, dan bula at Te egak berliku u Persegi p panjang dan n oval (T achiki) Mi iring Persegi p panjang, per rsegi, oval (Sh hakan) Me enggantung g Persegi dalam, bu ulat dalam m, (K Keigai) segi enam m dalam Se emi Persegi dalam, s segi enam m me enggantung g dalam, b bulat dalam.

  (ha an keigai)

  Bo onsai sebag gai produk k seni ten tu dalam menentuka an bentuk akan

  menyesua aikan terhad dap ispiras si pembuat t bonsai y yang berbed da satu de engan lainnya. S elain itu pe engaruh terb besar dari ps sikologis m masing-masin ng penghob bi dan juga dari jenis tanaman yang dimiliki mempengaruhi terhadap terciptanya bentuk

  

bonsai yang diinginkan. Secara umum lima gaya di atas menjadi dasar dalam

  pembentukan bonsai. Sehingga kemudian dari gaya dasar tersebut berkembang menjadi bentuk kombinasi yang disebut bonsai no hyoogenkikei. Namun meski pun begitu, hasil selanjutnya tentu tidak akan sama satu dengan lainnya. Sebab dari setiap bakalan bonsai membawa satu kreasi yang berbeda. Gaya-gaya kombinasi tersebut dibagi lagi atas 3 katagori berdasarkan jumlah batang/pohonnya.

2.2.3 Umur

  Kesan tua pada bonsai merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan oleh umur bonsai itu sendiri. Kesan tua yang ideal adalah dari kulit batang yang kelihatan tua (keropos). Tua pada pohon tidak dapat tercipta begitu saja, melainkan melalui perjalanan waktu yang cukup lama.

  Di Jepang terdapat banyak bonsai yang berusia lebih dari puluhan bahkan ratusan tahun, sesungguhnya bonsai seperti itulah yang memiliki nilai tinggi yang murni. Dikarnakan kesan tua yang dimiliki bonsai tersebut memang diperoleh dari keberadaan yang telah sekian lamanya di dunia. Dari hal tersebut saja dapat diketahui bahwa dalam pembuatan bonsai diperlukan ketekunan serta kesabaran agar dapat bertahan sampai berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun.

  Untuk mendapatkan kesan tua batang atau cabang yang terkupas seperti alami di butuhkan pemahatan pada tuunggul batang. Teknik pemahatan tunggul ini berkembang pesat sejak diperkenalkan oleh Kimura. Hasil pahatan tunnggul batang ini sering dinamakan bonsai kontenporer.

  Berikut ini bentuk-bentuk dalam pemahatan bonsai berguna untuk mendapatkan kesan tua, yaitu : a. jin berarti ujung batang atau cabang yang telah mati. Membuat jin berarti

  Jin

  memnjadikan ujung batang atau cabang tidak memiliki kemampuan tumbuh lagi, hinngga tampak seperti batang atau cabang yang rusak karna bencana alam. Pembuatan jin dimanfaatkan untuk membuat bonsai yang tinggi menjadi pendek, tampak tua, menghindari pemotongan hingga habis dan mengurangi berbagai kelemahan pada bonsai.

  b.

  Shari miki Berasal dari dua suku kata yaitu shari (artinya bagian tanaman yang mati sebagian dan terkupas kulitnya) dan miki (artinya batang atau pohon).

  Secara harfiah shari miki berarti batang atau cabang atau akar yang berada di atas tanah yang dimatikan sebagian dengan cara dikupas kulitnya.

  Pengupasan ini bertujuan menampilkan sosok tanaman yang tampak tua dan alami. Shari miki dapat dikombinasikan dengan jin. Dalam pembuatan ini pengupasan kulit dilakukan hingga bagian bawah, jika

  shari miki

  terdapat bagian akar yang menonjol diatas tanah pun ikut dikupas, namun bagian sisi depannya saja.

  c.

  Uro Uro adalah lubang atau celah yang melebar atau memanjang pada batang.

  Pelebaran lubang ini adakalanya hanya menyisakan lapisan kambiumnya saja, tetapi bonsai masih tetap hidup. Cara pembuatan lubang ini dimulai dengan pengupasan kulit kayu seperti pada shari miki. Setelah itu dilakukan pemahatan membentuk lubang.

  d.

  Shaba miki

  Shaba miki artinya celah atau lubang memanjang yang terdapat pada

  . Kesan yang di peroleh seolah-olah pohon terkena petir atau pohon

  bonsai

  tua yang batangnya rusak dan berlubang karna termakan usia. Sepintas

  shaba miki hampir sama dengan uro. Namun yang membedankan adalah kulit batang tidak dikupas namun hanya dibuat lubang saja.

  Melalui bentuk-bentuk pemahatan bonsai diatas, maka dapat membantu untuk menunjang penampilan bonsai berkesan tua dan indah secara alami.

  Sehingga tidak perlu menunggu puluhan hingga ratusam tahun lamanya.

  

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi dan Perkembangan Seni Bonsai

di Indonesia

2.3.1 Peluang Bisnis

  Bonsai di Indonesia semula hanya sebagai hobi dari beberapa penggemar

bonsai , tetapi dengan adanya pemberitaan dari beberapa media cetak yang

  memberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai bonsai, maka bonsai tidak lagi menjadi milik segelincir orang saja. Pembonsai Indonesia umumnya menyenangi jenis tanaman asli Indonesia yang berasal dari hutan. Namun penggemar bonsai dari tanaman asli Indonesia tidak hanya dari dalam negeri saja, melainkan masyarakat luar negeri seperti Eropa dan Amerika.

  Bila semula dunia bonsai hanya dikuasai oleh Jepang dan Cina, namun kini bonsai Indonesia juga telah merambah ke pasar luar negeri. Bahkan, Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara penghasil bonsai tropis kelas dunia. Terbukti dari berbagai pameran bonsai internasional, jenis bonsai tropis Indonesia memukau pengunjung dan sering kali meraih juara dalam kelas- kelas bergengsi. Pengakuan bonsai tropis Indonesia sebagai bonsai kelas dunia berdampak positif terhadap prospek bisnis bonsai di Indonesia.

  Ekspor bonsai sudah dilakukan sejak tahun 1988 oleh PT. Harmoni Jaya Sentosa. Pada tahun 1989 hasil ekspor sudah dapat meraup devisa sebesar US$ 30 ribu dan tahun 1990 sebesar US$ 60 ribu. Negara-negara mengimpor bonsai tropis Indonesia antara lain Perancis, Belanda, Amerika Serikat, Singapura, Belgia. Sehingga bonsai dapat dijadikan komoditi ekspor nonmigas penghasil devisa negara.

  Ekspor bonsai Indonesia 90% dari jumlah yang diekspor masih dalam bentuk bakalan, dan 10%-nya lagi dalam bentuk jadi. Hal tersebut disebabkan oleh biaya pengiriman bakalan yang lebih murah dan permintaan dari negara- negara importir itu sendiri. Setiap tahunnya permintaan dari negara importir

  

bonsai terus meningkat sebanding dengan bertambahnya penggemar bonsai di

negara tersebut.

  Sebenarnya peluang bisnis bonsai dalam negeri tidak kalah dengan di luar negeri. Pembelinya pun bukan hanya dari dalam negeri namun kolektor-kolektor asing pun sering kali datang ke Indonesia khusus untuk membeli bonsai. Sehingga jumlah bonsai yang dibutuhkan belum sepenuhnya terpenuhi. Harga bakalan bonsai dalam negeri untuk saat ini berkisar antara Rp 50.000 – Rp 1.000.000, harga disesuaikan dengan kualitas, jenis dan kondisi bakalan bonsai itu sendiri. Namun apabila bonsai yang sudah jadi dan memiliki kualitas baik harganya biasa mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Terbukti dibeberapa pameran bonsai seringkali bonsai dibeli dengan harga yang fantastis oleh para kolektor. Seperti pada pameran Pekan Flori dan Flora Nasional (PF2N) yang diadakan di Medan, sebuah bonsai laku terjual dengan harga 1 miliar lebih kepada kolektor asing. Hal tersebut karena bonsai merupakan tanaman legendaris yang memiliki karya seni tinggi yang menampilkan keindahan dan kesempurnaan alam.

  Bonsai sudah sangat familiar dikalangan masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu tidak heran mengapa di setiap penjual tanaman hias juga menjual bonsai.

  Sehingga dapat disimpukan bahwa bonsai dapat menjadi salah satu peluang bisnis sampingan atau pun bisnis penghasilan utama.

2.3.2 Pameran

  Pameran merupakan salah satu cara untuk mengenalkan atau mempromosikan dan mensosialisasikan bonsai kepada masyarkat. Pameran

  bonsai

  di Indonesia pertama kali diadakan di ancol pada tahun 1979 dalam rangka pameran dan lomba tanaman. Kemudian pada tahun 1981 PPBI bekerja sama dengan pusat kebudayaan Jepang di Jakarta dalam rangka mengadakan pameran bonsai .

  Setiap pameran bonsai baik yang diselenggarakan oleh PPBI atau perkumpulan lainnya selalu menggunakan tema tertentu, berikut ini beberapa pameran bonsai nasional dan lokal yang pernah diselenggarakan di Indonesia beserta tema acaranya :

1. Pameran bonsai “Exclusive” gaya driftwood, 26-28 September 1986 di Bandung.

  “Gelar Bonsai 88”, 5-7 Juni 1988 di Semarang.

  11.

  “Gebyar Bonsai Mataram 94”, 27-30 Januari 1994 di Jogyakarta.

  17.

  “Back to Nature” 4-6 September 1993 di Jakarta.

  16.

  “Repeh-Rapih Bonsai”, 25-27 September 1992 di Bandung.

  15.

  “Pesona Beringin 92”, 14-16 Februari 1992 di Jakarta.

  14.

  “Bonsai Berseri 91”, 8-11 Maret 1991 di Istana Mangkunegara Surakarta.

  13.

  “Pesona Alam Nusantara”, 19-22 Nopember 1990 di Semarang.

  12.

  “Bonsai Expo 90”, 7-10 Juni 1990 di Jakarta, dengan subtema “Beauty and Technology”.

  “Gebyar Bonsai 90” Mei 1990 di Kudus.

  3.

  2.

  “Riung Bonsai”, 23-25 Februari 1990 di Bandung.

  9.

  “Citra Bonsai 90”, 28-29 Januari 1990 di Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

  8.

  “Pesona Alam”, 26-30 Nopember 1989 di Jakarta.

  7.

  “Cerah-ceria bonsai 89” 19-24 September 1989 di Semarang.

  6.

  “Ceria bonsai Indonesia 88” 16-19 Desember 1988 di Malang.

  5.

  “Ragam Bonsai 88”, 25-27 Nopember 1988 di Bandung.

  4.

  “Dinamika Bonsai 1988”, 25-27 Juni 1988 di Jakarta.

  10.

  Seiring dengan eksistensi dan perkembangan seni bonsai di Indonesia yang terus meningkat, Indonesia pun memberanikan diri untuk menyelenggarakan pameran berskala internasional yang diprakarsai oleh PPBI. Berikut adalah beberapa pameran bonsai internasional yang diadakan di Indonesia:

  “Ba’bonsai Serayu”, 2005 di Bayumas.

  Sesungguhnya sangat banyak pameran bonsai lokal maupun nasional yang pernah diadakan di Indonesia. Dalam satu tahun hampir setiap daerah di Indonesia dapat mangadakan pameran bonsai sebanyak 1-2 kali secara bergantian. Sehingga dapat diperkirakan sejak pertama kali pameran bonsai diadakan di Indonesia pada tahun 1979, hingga kini maka telah ribuan kali pameran bonsai diadakan di Indonesia.

  “Bonsai Cultivation Contest” 23 juni 2013 di Jakarta.

  25.

  “Desir-Desir Dedaunan Mungil” 6-13 Oktober 2013 di Bangkalan.

  24.

  “Kita ada karna saling percaya”, 2007 di Surakarta.

  23.

  22.

  18.

  “Spirit” 2005 di Sidoarjo.

  21.

  “Pesona Bonsai Mataram”, 2003 di Yogyakarta.

  20.

  “Simponi Alam Bonsai Indonesia”, 2002 di Jakarta.

  19.

  “Gebiar Bonsai Parahyangan” 2002 di Bandung.

  • Asian Pacific Bonsai Convention and Exhibition (ASPAC) pertama pada bulan Juli 1991 berlangsung di Bali.
  • Asian Pacific Bonsai Convention and Exhibition (ASPAC) ke 9 pada tanggal 1-4 September 2007 berlangsung di Bali.

  Dalam pameran ada kalanya menyertakan hadiah bagi pemenang dalam pameran tersebut, namun ada juga pameran yang semata hanya memanjang dan menampilkan koleksi-koleksi bonsai saja, dengan tujuan bonsai tersebut bukan untuk dilombakan.

  Di Indonesia dalam pameran yang bertujuan untuk melombakan bonsai, pada umumnya dibagi beberapa katagori atau tingkat, yaitu :

  • Regional : Merupakan tingkat paling dasar yang harus diikuti dalam lomba, untuk naik tingkat berikutnya harus mendapatkan dua bendera merah atau penilaian baik sebanyak dua kali. Kemudian dapat naik ke tingkat berikutnya yaitu tingkat madya.
  • Tingkat Madya : Merupakan tingkat kedua, agar dapat naik tingkat berikutnya harus mendapatkan minimal dua bendera merah atau penilaian baik sebanyak dua kali.
  • Tingkat utama : Merupakan tingkat yang diperoleh dengan susah payah.

  Untuk naik kelas berikutnya yaitu kelas bintang, maka harus mendapatkan tiga bendera merah atau mendapat penilaian baik sebanyak tiga kali.

  • Tingkat Bintang : Merupakan tingkat terbaik atau tertinggi dari semua kelas yang ada karna harus melewati 3 kelas sebelumnya. Ada kalanya tingkat ini tidak selalu diadakan, karna mengingat sedikitnya bonsai yang dapat mencapai kelas ini, sehingga peserta yang ikut pun sangat sedikit. Dalam pameran Bonsai penilaian dilakukan oleh juri yang independen sehingga tidak berpihak kepada salah satu pesertas. Dalam penilaian oleh juri ada 4 kolom yang menjadi penilaian yaitu performa, gerak dasar, keserasian dan kematangan.

  1. Performa : meliputi penampilan bonsai secara seutuhnya.

  2. Gerak Dasar : meliputi kombinasi antara akar batang cabang dan daun.

  3. Keserasian : meliputi keserasian antara gaya bonsai, warna pot, bentuk pot, ornamen, dan tata letaknya.

  4. Kematangan : meliputi usia atau kesan tua dari bonsai yang menjadi dasar penilaian. Semakin tua atau semakin berkesan tua usia bonsai yang diperlombakan maka bonsai tersebut semakin berkualitas. Semua unsur harus mempunyai kreteria Indah dan Bagus. Bila semuanya terpenuhi, bonsai tersebut mempunyai peluang besar keluar sebagai pemenang.